Ringkasan Teori Akuntansi (STAKEHOLDERS)
Ringkasan Teori Akuntansi (STAKEHOLDERS)
Ringkasan Teori Akuntansi (STAKEHOLDERS)
TEORI AKUNTANSI
Oleh :
Sinta Almanika
A1C015121
A. Pengertian Stakeholder
Stakeholder :merupakan individu, sekelompok manusia, komunitas atau masyarakat baik
secara keseluruhan maupun secara parsial yang memiliki hubungan serta kepentingan
terhadap perusahaan.
Pemangku kepentingan mencakup semua pihak yang terkait dalam pengelolaan terhadap
sumberdaya. Menurut Witold Henisz guru besar pada Sekolah Bisnis Wharton, termasuk
semua orang dari politisi lokal dan nasional dan tokoh atau pemimpin masyarakat,
penguasa, kelompok paramiliter, LSM dan badan-badan internasional. Dalam konteks
perusahaan, Clarkson (dalam artikel tahun 1994) memberikan definisi pemangku
kepentingan secara lebih khusus sebagai suatu kelompok atau individu yang
menanggung suatu jenis risiko baik karena mereka telah melakukan investasi (material
ataupun manusia) di perusahaan tersebut (‘Stakeholders sukarela’), ataupun karena
mereka menghadapi risiko akibat kegiatan perusahaan tersebut (‘Stakeholders non-
sukarela’). Berdasarkan pandangan tersebut pemangku kepentingan adalah pihak yang
akan dipengaruhi secara langsung oleh keputusan dan strategi perusahaan.
B. Jenis Stakeholder
Menurut tingkat kepentingannya dibedakan;
a. Stakeholder primer adalah pihak-pihak yang mempunyai kepentingan
terhadap perusahaan dan menanggung resiko. Contohnya adalah pemegang
saham, investor, konsumen, pemasok, karyawan, juga pemerintah dan
komunitas lokal.
b. Stakeholder sekunder adalah pihak yang mem-pengaruhi atau dipengaruhi
oleh perusahaan, tapi mereka tidak terlibat dalam transaksi dengan per-usahaan
dan tidak begitu penting bagi kelangsungan hidup perusahaan. Contohnya
adalah media dan berbagai kelompok kepentingan tertentu (LSM, SP)
C. Kategori Stakeholder
Dalam pandangan perusahaan sebagai sebuah entitas bisnis stakeholder dipandang
sebagai inividu atau Kelompok yang dipengaruhi oleh dan/atau memiliki kepentingan
dalam operasi dan tujuan perusahaan. Perusahaan memiliki berbagai kelompok
pemangku kepentingan yang saling berhubungan secara luas. Pemangku kepentingan
tersebut dikelompok menjadi tiga katagori: (a) pemangku kepentingan internal, yaitu
individu atau kelompok yang berada dalam struktur organisasi bisnis yang memiliki
pengaruh terhadap tujuan perusahaan; (b) pemangku kepentingan eksternal, yaitu
individu atau kelompok yang berada di luar struktur organisasi bisnis yang memiliki
pengaruh baik langsung ataupun tidak langsung terhadap kebijakan dan proses bisnis;
dan (c) pemangku kepentingan penghubung yaitu inidividu atau kelompok yang
memiliki peran sebagai penghubung atau memiiki keterkaitan dengan pemangku
kepentingan internal dan eksternal. Masing-masing pemangku kepentingan berbeda baik
dari segi perhatian dan minat dalam kegiatan bisnis dan juga kekuasaan untuk
mempengaruhi keputusan perusahaan.
D. Teori Stakeholder
Stakeholder theory dimulai dengan asumsi bahwa nilai (value) secara eksplisit dan tak
dipungkiri merupakan bagian dari kegiatan usaha. Teori stakeholder adalah kumpulan
konsep yang berkaitan dengan cara-cara yang digunakan perusahaan untuk memanage
stakeholdernya. Cara-cara yang dilakukan perusahaan untuk memanage stakeholdernya
tergantung pada strategi yang diadopsi perusahaan
Teori stakeholder mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi
untuk kepentingannya sendiri, namun harus memberikan manfaat bagi stakeholder
(pemegang saham, kreditor, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat, analis dan
pihak lain). Dengan demikian, keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh
dukungan yang diberikan oleh stakeholder kepada perusahaan tersebut (Ghozali &
Chariri, 2007). Deegan (2004) menyatakan bahwa stakeholder theory adalah "Teori yang
menyatakan bahwa semua stakeholder memunyai hak memperoleh informasi mengenai
aktivitas perusahaan yang dapat memengaruhi pengambilan keputusan mereka. Para
stakeholder juga dapat memilih untuk tidak menggunakan informasi tersebut dan tidak
dapat memainkan peran secara langsung dalam suatu perusahaan."
Selain itu, Tunggal (2008) menyatakan bahwa teori stakeholder dapat dilihat dalam tiga
pendekatan:
1. Deskriptif
Pendekatan deskriptif pada intinya menyatakan bahwa, stakeholder secara sederhana
merupakan deskripsi yang realitas mengenai bagaimana sebuah perusahaan
beroperasi. Teori stakeholder dalam pendekatan deskriptif, bertujuan untuk
memahami bagaimana manajer menangani kepentingan stakeholder dengan tetap
menjalankan kepentingan perusahaan. Manajer dituntut untuk mengarahkan energi
mereka terhadap seluruh pemangku kepentingan, tidak hanya terhadap pemilik
perusahaan saja.
2. Instrumental
Teori stakeholder dalam pendekatan instrumental menyatakan bahwa, salah satu
strategi pihak manajemen perusahaan untuk menghasilkan kinerja perusahaan yang
lebih baik adalah dengan memperhatikan para pemangku kepentingan. Hal ini
didukung oleh bukti empiris yang diungkapkan oleh Lawrence & Weber (2008), yang
menunjukkan bahwa setidaknya lebih dari 450 perusahaan yang menyatakan
komitmennya terhadap pemangku kepentingan dalam laporan tahunnya memiliki
kinerja keuangan yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang tidak
memiliki komitmen. Pendekatan instrumental bertujuan untuk mempelajari
konsekuensi yang ditanggung perusahaan, dengan melihat dari pengelolaan hubungan
stakeholder dan berbagai tujuan tata kelola perusahaan yang telah dicapai.
3. Normatif
Teori stakeholder dalam pendekatan normatif menyatakan bahwa setiap orang atau
kelompok yang telah memberikan kontribusi terhadap nilai suatu perusahaan
memiliki hak moral untuk menerima imbalan (rewards) dari perusahaan, dan hal ini
menjadi suatu kewajiban bagi manajemen untuk memenuhi apa yang menjadi hak
para pemangku kepentingan. Pendekatan normatif juga bertujuan untuk
mengidentifikasi pedoman moral atau filosofis terkait dengan aktivitas ataupun
manajemen perusahaan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa stakeholder teori merupakan suatu teori
yang mempertimbangkan kepentingan kelompok stakeholder yang dapat
memengaruhi strategi perusahaan. Pertimbangan tersebut memunyai kekuatan karena
stakeholder adalah bagian perusahaan yang memiliki pengaruh dalam pemakaian
sumber ekonomi yang digunakan dalam aktivitas perusahaan. Strategi stakeholder
bukan hanya kinerja dalam finansial namun juga kinerja sosial yang diterapkan oleh
perusahaan. Corporate Sosial Responsibility merupakan strategi perusahaan untuk
memuaskan keinginan para stakeholder, makin baik pengungkapanCorporate Sosial
Responsibility yang dilakukan perusahaan maka stakeholder akan makin terpuaskan
dan akan memberikan dukungan penuh kepada perusahaan atas segala aktivitasnya
yang bertujuan menaikkan kinerja dan mencapai laba.
F. Teori-teori Stakeholder
1. Teori Stewardship
Teori Stewardship (Kaihatu, 2006, p2) dibangun di atas asumsi filosofis mengenai
sifat manusia, yakni bahwa manusia pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu
bertindak dengan penuh tanggung jawab, memiliki integritas dan kejujuran terhadap
pihak lain. Inilah yang tersirat dalam hubungan fidusia (hubungan berlandaskan
kepercayaan) yang dikehendaki para stakeholder. Dengan kata lain, teori stewardship
memandang manajemen sebagai dapat dipercayai untuk bertindak dengan sebaik-
baiknya bagi kepentingan publik maupun stakeholder.
Konsep inti dari teori stewardship adalah kepercayaan. Menurut Huse (2007, p54)
dalam teori stewardsip, para manajer digambarkan sebagai “good steward”, dimana
mereka setia menjalani tugas dan tanggungjawab yang diberikan tuannya (dalam hal
ini para stakeholder), tidak termotivasi pada materi dan uang akan tetapi pada
keinginan untuk mengaktualisasi diri, dan mendapatkan kepuasan dari pekerjaan
yang digeluti, serta menghindari konflik kepentingan dengan stakeholder-nya.
2. Teori Sistem
Teori sistem memiliki akar kompleks, namun memiliki hubungan yang relevan
dengan teori stakeholder. Teori ini dipelopori oleh Russell Ackoff dan C. Barat
rohaniawan (1947). Ide-ide ini adalah diterapkan pada sistem organisasi pada awal
tahun 1970-an (Ackoff 1970, 1974). Teori sistem menekankan link eksternal yang
merupakan bagian dari setiap organisasi. Dengan demikian, organisasi digambarkan
sebagai 'sistem terbuka' merupakan bagian dari jaringan yang jauh lebih besar
daripada sebagai entitas yang berdiri sendiri yang independen. Identifikasi stakeholder
dan interkoneksi antara mereka merupakan langkah penting dalam pendekatan ini.
Dari perspektif sistem, masalah hanya bisa diselesaikan dengan dukungan dari semua
anggota, atau pemangku kepentingan, dalam sebuah perusahaan atau organisasi.
3. Teori Organisasi
Teori organisasi berasal dari akar yang sama seperti teori sistem. Pada tahun 1960
Katz dan Kahn (1966) mulai mengembangkan kerangka kerja organisasi yang
ditetapkan organisasi relatif terhadap sistem yang mengelilinginya. Thompson [1967]
diperkenalkan konsep "klien" untuk mengambil bagian ke dalam kelompok.
Pendekatan ini meramalkan upaya untuk menekankan eksternal lingkungan sebagai
faktor penjelas yang signifikan dari organisasi perusahaan (Pfeffer dan Salancik,
1978). Maksud di balik teori-teori organisasi adalah untuk menggambarkandan
menjelaskan keberadaan dan sifat organisasi.
4. Teori Legitimasi
Ghozali dan Chariri (2007) mengungkapkan definisi teori legitimasi sebagai suatu
kondisi atau status, yang ada ketika suatu sistem nilai perusahaan sejalan dengan
sistem nilai dari sistem sosial yang lebih besar di mana perusahaan merupakan
bagiannya. Ketika suatu perbedaan yang nyata atau potensial, ada antara kedua sistem
nilai tersebut, maka akan muncul ancaman terhadap legitimasi perusahaan. Dengan
melakukan pengungkapan sosial, perusahaan merasa keberadaan dan aktivitasnya
terlegitimasi. Organisasi berusaha menciptakan keselarasan antara nilai-nilai yang
melekat pada kegiatannya dengan norma-norma perilaku yang ada dalam sistem sosial
masyarakat dimana organisasi adalah bagian dari sistem tersebut. Selama kedua hal
tersebut selaras, hal tersebut dinamakan legitimasi perusahaan. Ketika terjadi ketidak
selarasan antara kedua sistem tersubut, maka akan ada ancaman terhadap legitimasi
perusahaan.
Dalam posisi sebagai bagian dari masyarakat, operasi perusahaan seringkali
mempengaruhi masyarakat sekitarnya. Eksitensinya dapat diterima sebagai anggota
masyarakat, sebaliknya eksitensinya pun dapat terancam bila perusahaan tidak
menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku dalam masyarakat tersebut atau
bahkan merugikan anggota komunitas tersebut. Oleh karena itu, perusahaan melalui
manajemennya mencoba memperoleh kesesuaian antara tindakan organisasi dan nilai-
nilai dalam masyarakat umum dan publik yang relevan atau stakeholder-nya.
Keselarasan antara tindakan organisasi dan nilai-nilai masyarakatnya ini tidak
selamanya berjalan seperti yang diharapkan. Tidak jarang akan terjadi perbedaan
potensial antara organisasi dan nilai-nilai sosil yang dapat mengancam legitimasi
perusahaan yang sering disebut legitimacy gap. Bahkan menurut menyatakan bahwaa
ketika legitimacy gap terjadi dapat menghancurkan legitimasi organisasi yang
berujung pada berakhirnya eksitensi perusahaan.