LP Tumor Sinonasal
LP Tumor Sinonasal
TUMOR SINONASAL
OLEH :
Ns. NI PUTU SINTYA HARIATHI, S. KEP
RSU BHAKTI RAHAYU DENPASAR
TAHUN 2018
1
TUMOR SINONASAL
B. Etiologi
Etiologi tumor ganas sinonasal belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga
beberapa zat kimia atau bahan industri merupakan penyebab antara lain nikel, debu
kayu, kulit, formaldehid, kromium, minyak isopropl dan lain-lain. Pekerja di bidang
ini mengalami peningkatan risiko untuk terjadinya keganasan sinonasal. Sinusitis
kronis meningkatkan resiko terbentuknya tumor, alkohol, asap rokok, makanan
yang diasinkan atau diasap diduga meningkatkan kemungkinan terjadi keganasan,
sebaliknya buah-buahan dan sayuran mengurangi kemungkinan terjadi keganasan.
Jenis histologis yang paling umum adalah karsinoma sel skuamosa, mewakili
sekitar 70% kasus. Gejala klinis yang paling sering adalah obstruksi hidung dan
epistaksis (Goel, 2012; Sukri, 2012; Roezin, 2007).
Selain akibat pekerjaan, ada yang menganggap bahwa sinusitis kronis dapat
menyebabkan metaplasia yang kemudian menjadi karsinoma sel skuamosa pada
sinonasal (Mangunkusumo, 1989).
2
C. Klasifikasi
1. Tumor Jinak
Makroskopis mirip dengan polip, tetapi lebih vaskuler, padat dan tidak
mengkilap. Ada 2 jenis papiloma, pertama eksofitik atau fungiform dan yang
kedua endofitik disebut papiloma inverted.
2. Tumor Ganas
Tumor ganas yang tersering adalah karsinoma sel skuamosa (70%). Sinus
maksila tersering terkena (65-80%), sinus etmoid (15-25%), hidung sendiri
(24%).
3. Invasi Sekunder
Antara lain pituitary adenomas, chordomas, karsinoma nasofaring,
meningioma, tumor odontogenik, neoplasma skeleton kraniofasial jinak dan
ganas, tumor orbital.
D. Patofisiologi
3
epiglotis (ekstrinsik) metastase lebih umum terjadi.Tumor supraglotis dan subglotis
harus cukup besar, sebelum mengenai pita suara sehingga mengakibatkan suara
serak.Tumor pita suara yang sejati terjadi lebih dini biasanya pada waktu pita suara
masih dapat digerakan.
Berbagai jenis tipe tumor berbeda telah dijelaskan terdapat pada rahang atas.
Jenis histologis yang paling umum adalah karsinoma sel skuamosa, mewakili sekitar
80% kasus. Lokasi primer tidak selalu mudah untuk ditentukan dengan sejumlah
sinus berbeda yang secara umum terlibat seiring waktu munculnya pasien.
Mayoritas 60% tumor tampaknya berasal dari antrum, 30% muncul dalam rongga
hidung, dan sisa 10% muncul dari etmoid. Tumor primer frontal dan sfenoid sangat
jarang.
E. Manifestasi klinik
Paling dini adalah berupa suara parau atau serak kronik, tidak sembuh-
sembuh walaupun penderita sudah menjalani pengobatan pada daerah glotis dan
subglotis. Tidak seperti suara serak laringitis, tidak disertai oleh gejala sistemik
seperti demam. Rasa tidak enak ditenggorok, seperti ada sesuatu yang tersangkut.
Pada fase lanjut dapat disertai rasa sakit untuk menelan atau berbicara.Sesak napas
terjadi bila rima glotis tertutup atau hampir tertutup tumor 80%. Sesak napas tidak
timbul mendadak tetapi perlahan-lahan. Karena itu penderita dapat beradaptasi,
sehingga baru merasakan sesak bila tumor sudah besar (terlambat berobat). Stridor
terjadi akibat sumbatan jalan napas. Bila sudah dijumpai pembesaran kelenjar
berarti tumor sudah masuk dalam stadium lanjut. Bahkan kadang-kadang tumornya
dapat teraba, menyebabkan pembengkakan laring.
Bila tumor laring mengadakan perluasan ke arah faring akan timbul gejala
disfagia, rasa sakit bila menelan dan penjalaran rasa sakit kearah telinga. Apabila
4
dijumpai kasus dengan jelas diatas, khususnya dengan keluhan suara parau lebih
dari dua minggu yang dengan pengobatan tidak sembuh, diderita orang dewasa atau
tua, sebaiknya penderita segera dirujuk.
Menurut Roezin (2007) gejala tergantung dari asal primer tumor serta arah dan
perluasannya. Tumor di dalam sinus maksila biasanya tanpa gejala. Gejala timbul
setelah tumor besar, sehingga mendesak atau menembus dinding tulang meluas ke
rongga hidung, rongga mulut, pipi, orbita atau intrakranial.
Tergantung dari perluasan tumo, gejala dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Gejala nasal
Gejala nasal berupa obstruksi hidung unilateral dan rinorea. Sekretnya sering
bercampur darah atau terjadi epistaksis. Tumor yang besar dapat mendesak
tulang hidung sehingga terjadi deformitas hidung. Khas pada tumor ganas
ingusnya berbau karena mengandung jaringan nekrotik (Roezin, 2007).
2. Gejala orbital
Pada gejala orbital ada perluasan tumor ke arah orbita menimbulkan gejala
diplopia, proptosis (penonjolan bola mata), oftalmoplegia, gangguan visus,
dan epifora (Roezin, 2007).
3. Gejala oral
Pada gejala oral dapat disertai perluasan tumor ke rongga
mulutmenyebabkan penonjolan atau ulkus di palatum atau di prosesus
alveolaris. Pasien mengeluh gigi palsunya tidak tepat melekat atau gigi
geligi goyang. Sering kali pasien datang ke dokter gigi karena nyeri di gigi,
tetapi tidak sembuh meskipun gigi yang sakit telah dicabut (Roezin, 2007).
4. Gejala fasial
Pada pasien dengan gejala fasial adanya perluasan tumor ke area wajah
dimana akan menyebabkan penonjolan pipi. Gejala dapat disertai nyeri,
hilang sensasi (anesthesia atau parastesia) jika mengenai nervus trigeminus
(Roezin, 2007).
5. Gejala intracranial.
Perluasan tumor ke intrakranial dapat menyebabkan sakit kepala hebat,
oftalmoplegia, dan gangguan visus, yang dapat disertai likuorea, yaitu cairan
otak yang keluar melalui hidung. Jika perluasan sampai ke fossa kranii
media maka saraf otak lainnya bisa terkena. Jika tumor meluas ke belakang,
terjadi trismus akibat terkenanya muskulus pterigoideus disertai anestesia
5
danparestesia daerah yang dipersarafi nervus maksilaris dan mandibularis
(Roezin, 2007).
Saat pasien berobat biasanya tumor sudah dalam fase lanjut. Hal ini yang juga
menyebabkan diagnosis terlambat adalah karena gejala dininya mirip dengan
rinitis atau sinusitis kronik sehingga sering diabaikan pasien maupun dokter.
F. Penatalaksanaan
1. Drainage/ debridement
2. Resection
3. Rehabilitasi
6
Tujuan utama rehabilitasi pasca operasi adalah penyembuhan luka
primer, memelihara atau rekonstruksi bentuk wajah dan pemulihan oronasal
yang terpisah kemudian memperlancar proses bicara dan menelan. Rehabilitasi
setelah reseksi pembedahan dapat dicapai dengan dental prosthesis atau
reconstructive flap seperti flap otot temporalis dengan atau tanpa inklusi tulang
kranial, pedicled atau microvascular free myocutaneous dan cutaneous flap
(Bailey, 2006).
4. Terapi Radiasi
5. Kemoterapi
Peran kemoterapi untuk pengobatan tumor traktus sinonasal biasanya
paliatif, penggunaan efek cytoreductive untuk mengurangi rasa nyeri dan
penyumbatan, atau untuk mengecilkan lesi eksternal massif. Penggunaan
cisplatin intrarterial dosis tinggi dapat digunakan secara bersamaan dengan
radiasi pada pasien dengan karsinoma sinus paranasal. Angka ketahanan hidup 5
tahun sebesar 53%. Pasien yang menunjukkan resiko pembedahan yang buruk
dan yang menolak untuk dilakukan operasi dipertimbangkan untuk mendapatkan
kombinasi radiasi dan kemoterapi (Bailey, 2006).
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
a. Endoskopik, dimana terdapat polip atau sekret mukopurulen yang berasal
dari meatus medius dan atau udem mukosa primer pada meatus medius.
7
b. CT – scan : perubahan mukosa pada kompleks ostiomeatal dan atau sinus
paranasal. Pemeriksaan CT scan memberikan gambaran yang baik mengenai
lokasi dan perluasan tumor, CT scan dapat menentukan adanya erosi atau
dekstruksi tulang. CT scan dengan kontras memberikan gambaran perluasan
tumor ke organ sekitarnya.
c. MRI
d. Pemeriksaan X-ray
Normal sinus x-ray dapat menunjukkan sinus dipenuhi dengan gambaran seperti
udara.. Tanda-tanda kanker pada pemeriksaan x-ray sebaiknya dikonfirmasi
dengan pemeriksaan CT scan.
e. Biopsi
Apabila lokasi tumor telah diidentifikasi selanjutnya dibutuhkan
pemeriksaan histopatologi jaringan. Biopsi jaringan dilakukan dengan teknik
yang paling tidak invasif tetapi mendapatkan jaringan yang cukup
representatif untuk diperiksa. Menghindari biopsi terbuka dengan alasan
sebagai berikut:
1) Akan menyebabkan gangguan keutuhan struktur anatomi dan batas
tumor.
2) Kemungkinan sel tumor mengkontaminasi jaringan normal.
3) Menyebabkan lokalisasi tumor dan batas batas tumor terganggu yang
menyulitkan pada saat operasi.
Pendekatan endoskopi melalui hidung (nasoendoskopi) merupakan
teknik yang optimal untuk biopsi tumor sinonasal. Kelebihan teknik ini
adalah visualisasi yang lebih baik. Morbiditas yang minimal, perubahan pada
jaringan tumor dan organ sekitar minimal.
e. Hispatologi
Karsinoma sel skuamosa merupakan gambaran hispatologi yang paling
sering pada keganasan sinonasal. Disamping karsinoma sel skuomosa,
keganasan sinonasal juga dapat berupa adenokarsinoma,adenoid sistik
karsinoma, melanoma maligna neuroblastoma olfaktori, karsinoma tidak
berdiferiensi dan limfoma serta sarcoma.
H. KOMPLIKASI
8
Komplikasi keganasan sinus terkait dengan pembedahan dan rekonstruksi. Beberapa
komplikasi yang dapat terjadi yaitu :
1. Perdarahan : untuk menghindari perdarahan arteri etmoid anterior dan posterior dan
arteri sfenopalatina dapat dikauter atau diligasi.
2. Kebocoran cairan otak : cairan otak dapat bocor dekat dengan basis cranii. Tanda
dan gejala yang terjadi termasuk rinorhea yang jernih, rasa asin dimulut, dan tanda
halo. Perawatan konservatif dengan tirah baring dan drainase lumbal dapat
dilakukan selama 5 hari bersama antibiotik. Jika gagal, harus dilakukan intervensi
pembedahan.
3. Diplopia : perbaikan dasar orbita yang tepat adalah kunci untuk menghindari
komplikasi ini. Jika terjadi diplopia, penggunaan kacamata prisma merupakan
terapi yang paling sederhana.
9
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik :
Gejala-gejala khas tergantung ukuran tumor, kegansan dan stadium
penyakit, antara lain:
1) Gejala hidung :
Pembengkakan pipi
Kelelahan/malaise umum
10
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
Foto sinar X
b. Pengkajian Diagnostik
WATER (untuk melihat perluasan tumor di dalam sinus
maksilaris dan sinus frontal)
Tengkorak lateral ( untuk melihat ekstensi ke fosa kranii
anterior/medial)
RHEZZE (untuk melihat foramen optikum dan dinding orbita)
CT Scan (bila diperlukan dan fasilitas tersedia)
11
2. Diagnosa keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan pengangkatan
sebagian atau seluruh glotis, gangguan kemampuan untuk bernapas, batuk
dan menelan, serta sekresi banyak dan kental.
b. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan defisit anatomi
(pengangkatan batang suara) dan hambatan fisik (selang trakeostomi).
Karakteristik data :Ketidakmampuan berbicara, perubahan pada karakteristik
suara.
b. Gangguan harga diri b/d kelainan bentuk bagian tubuh akibat keganasan,
efek-efek radioterapi/kemoterapi.
c. Nyeri b/d kompresi/destruksi jaringan saraf dan proses inflamasi.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan status
metabolik akibat keganasan, efek radioterapi/kemoterapi dan distres
emosional.
e. Risiko infeksi b/d ketidak-adekuatan pertahanan sekunder dan efek
imunosupresi radioterapi/kemoterapi
3. Intervensi keperawatan
a. Dx 1 :
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan pengangkatan sebagian
atau seluruh glotis, gangguan kemampuan untuk bernapas, batuk dan menelan,
serta sekresi banyak dan kental.
Batasan karakteristik : sulit bernapas, perubahan pada frekwensi atau
kedalaman pernapasan,penggunaan otot aksesori pernapasan, bunyi napas tidak
normal,sianosis.
Goal : Klien akan mempertahankan jalan napas tetap terbuka.
Kriteria hasil : bunyi napas bersih dan jelas, tidak sesak, tidak sianosis,
frekwensi napas normal.
Rencana tindakan:
1. Awasi frekwensi atau kedalaman pernapasan. Auskultasi bunyi napas.
Selidiki kegelisahan, dispnea, dan sianosis. Rasional perubahan pada
pernapasan, adanya ronki ,mengi, diduga adanya retensi sekret.
12
2. Tinggikan kepala 30-45 derajat. Rasional memudahkan drainase sekret,
kerja pernapasan dan ekspansi paru.
3. Dorong menelan bila pasien mampu. Rasional mencegah pengumpulan
sekret oral menurunkan resiko aspirasi. Catatan : menelan terganggu bila
epiglotis diangkat atau edema paskaoperasi bermakna dan nyeri terjadi.
4. Dorong batuk efektif dan napas dalam. Rasional memobilisasi sekret untuk
membersihkan jalan napas dan membantu mencegah komplikasi pernapasan.
5. Hisap selang laringektomi atau trakeotomi, oral dan rongga nasal. Catat
jumlah, warna dan konsistensi sekret. Rasional mencegah sekresi
menyumbat jalan napas, khususnya bila kemampuan menelan terganggu dan
pasien tidak dapat meniup lewat hidung.
6. Observasi jaringan sekitar selang terhadap adanya perdarahan. Ubah posisi
pasien untuk memeriksa adanya pengumpulan darah dibelakang leher atau
balutan posterior.Rasional sedikit jumlah perembesan mungkin terjadi.
Namun perdarahan terus-menerus atau timbulnya perdarahan tiba-tiba yang
tidak terkontrol dan menunjukkan sulit bernapas secara tiba-tiba.
7. Ganti selang atau kanul sesuai indikasi. Rasional mencegah akumulasi sekret
dan perlengketan mukosa tebal dari obstruksi jalan napas. Catatan : ini
penyebab umum distres pernapasan atau henti napas pada paska operasi.
b. Dx 2 :
Kriteria hasil : klien mengatakan nyeri hilang, tidak gelisah, rileks dan
ekpresi wajah ceria.
Rencana tindakan :
13
1. Sokong kepala dan leher dengan bantal.Tunjukkan pada
pasienbagaimana menyokong leher selama aktivitas.Rasional kelemahan
otot diakibatkan oleh reseksi otot dan saraf pada struktur leher dan atau
bahu. Kurang sokongan meningkatkan ketidaknyamanan dan
mengakibatkan cedera pada area jahitan.
c. Dx 3 :
14
darah,pembentukan udema dan pengumpulan atau drainase sekret terus-menerus.
Karakteristik data : kerusakan permukaan kulit atau jaringan, kerusakan lapisan
kulit atau jaringan.
Goal : Menunjukkan waktu penyembuhan yang tepat tanpa komplikasi.
Kriteria hasil : integritas jaringan dan kulit sembuh tanpa komplikasi
Rencana tindakan :
1. Kaji warna kulit, suhu dan pengisian kapiler pada area operasi dan tandur
kulit.Rasional kulit harus berwarna merah muda atau mirip dengan warna kulit
sekitarnya. Sianosis dan pengisian lambat dapat menunjukkan kongesti vena, yang
dapat menimbulkan iskemia atau nekrosis jaringan.
15
6. Ganti balutan sesuai indikasi bila digunakan. Rasional balutan
basah meningkatkan resiko kerusakan jaringan atau infeksi. Catatan :
balutan tekan tidak digunakan diatas lembaran kulit karena suplai
darah mudah dipengaruhi.
a. Dx 4 :
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan jenis
masukan makanan sementara atau permanen, gangguan mekanisme umpan balik
16
keinginan makan, rasa, dan bau karena perubahan pembedahan atau struktur, radiasi
atau kemoterapi.
Kriteria hasil : Membuat pilihan diit untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam
situasi individu, menunjukkan peningkatan BB dan penyembuhan jaringan atau
insisi sesuai waktunya.
Rencana tindakan :
1. Auskultasi bunyi usus. Rasional makan dimulai hanya setelah bunyi usus membik
setelah operasi.
3. Ajarkan pasien atau orang terdekat teknik makan sendiri, contoh ujung spuit,
kantong dan metode corong, menghancurkan makanan bila pasien akan pulang
dengan selang makanan. Yakinkan pasien dan orang terdekat mampu melakukan
prosedur ini sebelum pulang dan bahwa makanan tepat dan alat tersedia di rumah.
Rasional membantu meningkatkan keberhasilan nutrisi dan mempertahankan
martabat orang dewasa yang saat ini terpaksa tergantung pada orang lain untuk
kebutuhan sangat mendasar pada penyediaan makanan.
4. Mulai dengan makanan kecil dan tingkatkan sesuai dengan toleransi. Catat tanda
kepenuhan gaster, regurgitasi dan diare.Rasional kandungan makanan dapat
17
mengakibatkab ketidaktoleransian GI, memerlukan perubahan pada kecepatan atau
tipe formula.
5. Berikan diet nutrisi seimbang (misalnya semikental atau makanan halus) atau
makanan selang (contoh makanan dihancurkan atau sediaan yang dijual) sesuai
indikasi. Rasional macam-macam jenis makanan dapat dibuat untuk tambahan atau
batasan faktor tertentu, seperti lemak dan gula atau memberikan makanan yang
disediakan pasien.
a. Dx 6 :
Gangguan citra diri berhubungan dengan kehilangan suara,perubahan
anatomi wajah dan leher.
Karakteristik data :perasaan negatif tentang citra diri, perubahan dalam keterlibatan
sosial, ansietas, depresi, kurang kontak mata.
Goal : Mengidentifikasi perasaan dan metode koping untuk persepsi negatif pada
diri sendiri.
Kriteria hasil : menunjukkan adaptasi awal terhadap perubahan tubuh sebagai bukti
dengan partisipasi aktivitas perawatan diri dan interaksi positip dengan orang
lain.Berkomunikasi dengan orang terdekat tentang perubahan peran yang telah
terjadi.Mulai mengembangkan rencana untuk perubahan pola hidup. Berpartisipasi
dalam tim sebagai upaya melaksanakan rehabilitasi.
Rencana tindakan :
2. Catat bahasa tubuh non verbal, perilaku negatif atau bicara sendiri. Kaji
pengrusakan diri atau perilaku bunuh diri. Rasional dapat menunjukkan depresi atau
keputusasaan, kebutuhan untuk pengkajian lanjut atau intervensi lebih intensif.
18
3. Catat reaksi emosi, contoh kehilangan, depresi, marah. Rasional pasien dapat
mengalami depresi cepat setelah pembedahan atau reaksi syok dan menyangkal.
Penerimaan perubahan tidak dapat dipaksakan dan proses kehilangan membutuhkan
waktu untuk membaik.
b. Dx 6 :
Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan defisit anatomi
(pengangkatan batang suara) dan hambatan fisik (selang trakeostomi).
Karakteristik data :Ketidakmampuan berbicara, perubahan pada
karakteristik suara.
Goal : Komunikasi klien akan efektif .
Kriteria hasil : Mengidentifikasi atau merencanakan pilihan metode
berbicara yang tepat setelah sembuh.
Rencana tindakan :
1. Kaji atau diskusikan praoperasi mengapa bicara dan bernapas
terganggu,gunakan gambaran anatomik atau model untuk membantu
penjelasan.Rasional untuk mengurangi rasa takut pada klien.
19
2. Tentukan apakah pasien mempunyai gangguan komunikasi lain
seperti pendengaran dan penglihatan.Rasional adanya masalah lain
mempengaruhi rencana untuk pilihan komunikasi.
3. Berikan pilihan cara komunikasi yang tepat bagi kebutuhan pasien
misalnya papan dan pensil, papan alfabet atau gambar, dan bahasa
isyarat.Rasional memungkingkan pasien untuk menyatakan
kebutuhan atau masalah. Catatan : posisi IV pada tangan atau
pergelangan dapat membatasi kemampuan untuk menulis atau
membuat tanda.
4. 4. Berikan waktu yang cukup untuk komunikasi.Rasional kehilangan
bicara dan stres menganggu komunikasi dan menyebabkan frustrasi
dan hambatan ekspresi, khususnya bila perawat terlihat terlalu sibuk
atau bekerja.
5. Berikan komunikasi non verbal, contoh sentuhan dan gerak fisik.
Rasional mengkomunikasikan masalah dan memenuhi kebutuhan
kontak dengan orang lain.
6. Dorong komunikasi terus-menerus dengan dunia luar contoh
koran,TV, radio dan kalender. Rasional mempertahankan kontak
dengan pola hidup normal dan melanjutkan komunikasi dengan cara
lain.
7. Beritahu kehilangan bicara sementara setelah laringektomi sebagian
dan atau tergantung pada tersedianya alat bantu suara. Rasional
memberikan dorongan dan harapan untuk masa depan dengan
memikirkan pilihan arti komunikasi dan bicara tersedia
dimungkinkan.
8. Ingatkan pasien untuk tidak bersuara sampai dokter memberi
izin.Rasional meningkatkan penyembuhan pita suara dan membatasi
potensi disfungsi pita permanen.
9. 9. Atur pertemuan dengan orang lain yang mempunyai pengalaman
prosedur ini dengan tepat. Rasional memberikan model peran,
meningkatkan motivasi untuk pemecahan masalah dan mempelajari
cara baru untuk berkomunikasi.
20
10. Konsul dengan anggota tim kesehatan yang tepat atau terapis atau
agen rehabilitasi (contoh patologis wicara, pelayanan sosial,
kelompok laringektomi) selama rehabilitasi dasar dirumah sakit
sesuai sumber komunikasi (bila ada). Rasional Kemampuan untuk
menggunakan pilihan suara dan metode bicara (contoh bicara
esofageal) sangat bervariasi, tergantung pada luasnya prosedur
pembedahan, usia pasien, dan motivasi untuk kembali ke hidup aktif.
Waktu rehabilitasi memerlukan waktu panjang dan memerlukan
sumber dukungan untuk proses belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Sjamsuhidajat & Wim De Jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC
: Jakarta.
21
Soepardi, Efiaty Arsyad & Nurbaiti Iskandar. (1998). Buku Ajar Ilmu
penyakit THT. FKUI : Jakarta.
22