Kerajaan Banten

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

Catatan Lengkap Sejarah Kerajaan Banten dari Awal Berdiri Hingga Runtuh

Kerajaan Banten adalah salah satu kerajaan Islam yang pernah berdiri di Tanah
Pasunda, Provinsi Banten, Indonesia. Wilayah kerajaan meliputi sebelah barat pantai
Jawa hingga ke Lampung.
Kesultanan Demak menjadi salah satu dari beberapa kerajaan Islam yang
berperan penting dalam penyebaran Islam di Pulau Jawa. Berikut beberapa bahasan
mengenai kerajaan tersebut.

A. SEJARAH KERAJAAN BANTEN

Kerajaan Islam di Indonesia mempunyai peranan penting dalam dalam


perkembangan dan penyebaran agama Islam di Nusantara.
Selain itu, kerajaan tersebut juga menjadi pendukung penyebaran Islam karena
membawa dampak yang sangat nyata dalam perubahan sosial masyarakat. Salah satu
kerajaan yang menonjol dalam penyebaran agama Islam di Pulau Jawa adalah
Kesultanan Banten.
Kesultanan Banten adalah kerajaan Islam yang terletak di wilayah pesisir Pulau
Jawa. Pada awalnya, Banten adalah bagian dari Kerajaan Sunda. Namun, pada tahun
1525 Syarief Hidayatullah berhasail menaklukan kerajaan tersebut atas utusan Sultan
Trenggono.
Tujuan penaklukan tersebut bukan hanya untuk mempeluas wilayah Kerajaan
Demak tetapi juga untuk menyebarkan agama Islam di PulauJawa.
Agama Islam berkembang begitu pesat di wilayah Banten. Bersamaan dengan hal
tersebut, Banten menjadi negara bagian Demak. Namun Banten berhasil melepaskan
diri menjadi kesultanan yang mandiri ketika Kerajaan Demak mengalami kemunduran
akibat kekalahan dari Kerajaan Pajang.
Masa kejayaan Kesultanan Demak berada pada masa Sultan Ageng Tirtayasa
(1651-1692). Ia berhasil membangun perdagangan dan mengadakan perlawanan dengan
pemerintahan Belanda. Kemudian pada tahun 1676, Sultan Ageng mengangkat anaknya
Sultan Haji menjadi raja pembantu.
Setelah diangkat menjadi raja pembantu, Sultan Haji cenderung bekerjasama
dengan pasukan Belanda. Oleh karena itu, Sultan Ageng menarik tahta yang telah
diberikan. Di sisi lain Sultan Haji tetap berusaha mempertahankan kekuasaannya
dengan dukungan pasukan Belanda.
Terjadilah perang saudara antara anak dan ayah dan kemenangan berada di pihak
Sultan Haji. Hal inilah yang menjadi awal kehancuran Kesultanan Banten. Selain itu,
kemunduran ini juga tidak terlepas dari masuknya penjajah bangsa Eropa yang
menanamkan pengaruhnya di Nusantara.

B. SILSILAH KERAJAAN BANTEN


Setiap kerajaan pasti memiliki silsilah tak terkecuali dengan Kesultanan Banten.
Berikut silsilah Kerajaan Banten dari generasi ke generasi yang masih bisa diketahui.
1. Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati)
Ia memiliki anak :
- Ratu Pembayun
- Pangeran Pasarean
-
 Ratu Pembayun,
 Pangeran Pasarean,
 Pangeran Jayalalana,
 Maulana Hasanuddin,
 Pangeran Bratakelana,
 Ratu Winaon,
 Pangeran Turusmi.
2. Maulana Hasanuddin – Panembahan Surosowan (1522-1570)
Ia berputra:
 Ratu Pembayun Fatimah,
 Maulana Yusuf,
 Pangeran Arya Jepara,
 Pangeran Suniararas,
 Pangeran Pajajaran,
 Pangeran Pringgalaya,
 Pangeran Sabrang Lor,
 Ratu Keben,
 Ratu Terpenter,
 Ratu Biru,
 Ratu Ayu Arsanengah,
 Pangeran Pajajaran Wado,
 Tumenggung Wilatikta,
 Ratu Ayu Kamudarage,
 Pangeran Sabrang Wetan.
3. Maulana Yusuf – Panembahan Pakalangan Gede (1570-1580)
Ia berputra:
 Pangeran Arya Upapati,
 Pangeran Arya Adikara,
 Pangeran Arya Mandalika,
 Pangeran Arya Ranamanggala,
 Pangeran Arya Seminingrat,
 Ratu Demang,
 Ratu Pacatanda,
 Pangeran Manduraraja,
 Pangeran Widara,
 Ratu Belimbing,
 Maulana Muhammad.
4. Maulana Muhammad Pangeran Ratu Ing Banten (1580-1596)
Ia berputra:
 Pangeran Abdul Mufakir Mahmud Kadir Kenari (Sultan Abdul Kadir)
5. Sultan Abdul Kadir (1596-1647)
Ia berputra:
 Sultan Abul Maali Ahmad Kenari (putra mahkota),
 Ratu Dewi, Ratu Ayu,
 Pangeran Arya Banten,
 Ratu Mirah, Pangeran Sudamanggala,
 Pangeran Ranamanggala,
 Ratu Belimbing,
 Ratu Gedong,
 Pangeran Arya Manduraja,
 Pangeran Kidul,
 Ratu Dalem,
 Ratu Lor,
 Pangeran Seminingrat,
 Ratu Kidul,
 Pangeran Arya Wiratmika,
 Pangeran Arya Danuwangsa,
 Pangeran Arya Prabangsa,
 Pangeran Arya Wirasuta,
 Ratu Gading,
 Ratu Pandan,
 Pangeran Arya Wiraasmara,
 Ratu Sandi,
 Pangeran Arya Adiwangsa,
 Pangeran Arya Sutakusuma,
 Pangeran Arya Jaya Sentika,
 Ratu Hafsah,
 Ratu Pojok,
 Ratu Pacar,
 Ratu Bangsal,
 Ratu Salamah,
 Ratu Ratmala,
 Ratu Hasanah,
 Ratu Husaerah,
 Ratu Kelumpuk,
 Ratu Jiput,
 Ratu Wuragil.
6. Sultan Abul Maali Ahmad Kenari (1647-1651)
Ia berputra:
 Abul Fath Abdul Fattah,
 Ratu Penenggak,
 Ratu Nengah,
 Pangeran Arya Elor,
 Ratu Wijil Ratu Puspita.
7. Sultan Ageng Tirtayasa Abul Fath Abdul Fattah (1651-1682)
Ia berputra:
 Sultan Haji,
 Pangeran Arya Abdul Alim,
 Pangeran Arya Ingayudadipura,
 Pangeran Arya Purbaya.
 Pangeran Sugiri
 Tubagus Rajasuta
 Tubagus Rajaputra
 Tubagus Husaen
 Raden Mandaraka
 Raden Saleh
 Raden Rum
 Raden Mesir
 Raden Muhammad
 Raden Muhsin
 Tubagus Wetan
 Tubagus Muhammad ‘Athif
 Tubagus Abdul
 Ratu Raja Mirah
 Ratu Ayu
 Ratu Kidul
 Ratu Marta
 Ratu Adi
 Ratu Ummu
 Ratu Hadijah
 Ratu Habibah
 Ratu Fatimah
 Ratu Asyiqoh
 Ratu Nasibah
 Tubagus Kulon
8. Sultan Abu Nasr Abdul Kahhar-Sultan Haji (1683-1687)
Ia berputra:
 Sultan Abdul Fadhal,
 Sultan Abul Mahasin,
 Pangeran Muhammad Tahir,
 Pangeran Fadluddin.
 Pangeran Ja’farrudin
 Ratu Muhammad Alim
 Ratu Rohimah
 Ratu Ratu Hamimah
 Pangeran Ksatrian
 Ratu Mumbay
9. Sultan Abudul Fadhl (1687-1690)
Ia berputra:
– tidak memiliki putra
10. Sultan Abul Mahasin Zainul Abidin (1690-1733)
Ia berputra:
 Sultan Muhammad Syifa
 Sultan Muhammad Wasi’
 Pangeran Yusuf
 Pangeran Muhammad Shaleh
 Ratu Samiyah
 Ratu Komariyah
 Pangeran Tumenggung
 Pangeran Ardikusuma
 Pangeran Anom Mohammad Nuh
 Ratu Fatimah Putra
 Ratu Badriyah
 Pangeran Manduranegara
 Pangeran Jaya Sentika
 Ratu Jabariyah
 Pangeran Abu Hassan
 Pangeran Dipati Banten
 Pangeran Ariya
 Raden Nasut
 Raden Maksaruddin
 Pangeran Dipakusuma
 Ratu Afifah
 Ratu Siti Adirah
 Ratu Safiqoh
 Tubagus Wirakusuma
 Tubagus Abdurrahman
 Tubagus Mahaim
 Raden Rauf
 Tubagus Abdul Jalal
 Ratu Hayati
 Ratu Muhibbah
 Raden Putera
 Ratu Halimah
 Tubagus Sahib
 Ratu Sa’idah
 Ratu Satijah
 Ratu A’dawiyah
 Tubagus Syarifuddin
 Ratu ‘Afiyah Ratnaningrat
 Tubagus Jamil
 Tubagus Sa’jan
 Tubagus Haji
 Ratu Thobiyah
 Ratu Khairiyah Kumudaningrat
 Pangeran Rajaningrat
 Tubagus Jahidi
 Tubagus Abdul Aziz
 Pangeran Rajasantika
 Tubagus Kalamudin
 Ratu Siti Sa’ban Kusumaningrat
 Tubagus Abunasir
 Raden Darmakusuma
 Raden Hamid
 Ratu Sifah
 Ratu Minah
 Ratu ‘Azizah
 Ratu Sehah
 Ratu Suba/Ruba
 Tubagus Muhammad Said
11. Sultan Muhammad Syifa’ Zainul Arifin (1733-1750)
Ia berputra:
 Sultan Muhammad Arif
 Ratu Ayu
 Tubagus Hasanuddin
 Raden Raja Pangeran Rajasantika
 Pangeran Muhammad Rajasantika
 Ratu ‘Afiyah
 Ratu Sa’diyah
 Ratu Halimah
 Tubagus Abu Khaer
 Ratu Hayati
 Tubagus Muhammad Shaleh
12. Sultan Syarifuddin Artu Wakil (1750-1752)
 tidak berputra
13. Sultan Muhammad Wasi’ Zainul ‘Alimin (1752-1753)
 tidak berputra
14.Sultan Muhammad ‘Arif Zainul Asyikin (1753-1773)
Ia berputra:
 Sultan Abul Mafakhir Muhammad Aliyudin
 Sultan Muhyiddin Zainusholihin
 Pangeran Manggala
 Pangeran Suralaya
 Pangeran Suramanggala
15. Sultan Abul Mafakhir Muhammad Aliyudin
Ia berputra:
 Sultan Muhammad Ishaq Zainul Muttaqin
 Sultan Agilludin
 Pangeran Darma
 Pangeran Muhammad Abbas
 Pangeran Musa
 Pangeran Yali
 Pangeran Ahmad
16. Sultan Muhyiddin Zainusholihin (1799-1801)
Ia berputra:
 Sultan Muhammad Shafiuddin
17. Sultan Muhammad Ishaq Zainul Muttaqin (1801-1802)
18. Sultan Wakil Pangeran Natawijaya (1802-1802)
19. Sultan Agilludin – Sultan Aliyudin Il (1803-1808)
20. Sultan Wakil Pangeran Suramanggala (1808-1809)
21. Sultan Muhammad Syafiuddin (1809-1813)
22. Sultan Muhammad Rafiuddin (1813-1820)
Kesultanan Banten

Banten menjadi kesultanan yang mandiri pada tahun 1552. Peristiwa ini ditandai
dengan ditasbihkannya Maulana Hasanuddin sebagai sultan di Banten oleh ayahnya
yang bernama Sunan Gunung Jati. Setelah itu, kekuasaan berganti dari generai ke
generasi.
Kerajaan Banten berhasil bertahan hingga 3 abad. Kesultanan mulai mengalami
kemunduran ketika Gubernur Jenderal Hindia-Belanda memerintahkan pembangunan
Jalan Raya Pos sebagai bentuk pertahanan atas serangan Inggris pada tahun 1808.
Selain itu, dia meminta Sultan untuk menyediakan pasukan pembangunan pelabuhan di
Ujung Kulon dan memindahkan ibu kota ke Anyer. Namun, semua permintaan tersebut
ditolak oleh Sultan. Akibat kejadian tersebut Deandels memerintahkan penyerangan ke
Kerajaan Banten dan penghancuran Istana Surosowan.
Sedangkan Sultan dan keluarganya disekap di Puri Intan (Istana Surosowan) dan
kemudian dipenjarakan di Benteng Speelwijk. Setelah itu, Sultan diasingkan dan
dibuang ke Batavia dan Deandels mengumumkan bahwa Kesultanan Banten telah
diserap wilayah Hindia-Belanda pada 22 November 1808.
Pemerintah kolonial Inggris resmi menghapuskan Kesultanan Banten pada tahun 1813.
Pada tahun tersebut, Thomas Stamford Raffles melucuti dan memaksa Sultan
Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin untuk turun tahta. Peristiwa
tersebut menjadi pukulan pamugkas yang mengakhiri Kesultanan Banten.
Letak kerajaan Banten

Secara Geografis, Kerajaan Banten terletak di bagian utara daerah Jawa Barat. Wilayah
kerajaan meliputi sebelah barat pantai jawa hingga ke Lampung. Kerajaan ini
merupakan penguasa jalur perdagangan dan juga pelayaran yang melalui Selat Sunda.
Kemajuan perdagangan yang pesat menjadikan Kerajaan Banten sebagai kerajaan besar
di Pulau Jawa dan menjadi saingan VOC.
Kehidupan Politik Kerajaan Banten
Sultan pertama Kerajaan Banten adalah Sultan Hasanuddin (1522-1570) yang
merupakan putra seorang panglima tentara Demak yakni Fatahillah. Pada awalnya,
Banten merupakan bagian dari Kerajaan Demak. Namun, Banten berhasil memisahkan
diri pada saat Kerajaan Demak mengalami keruntuhan.
Portugis berhasil menaklukan Malaka pada tahun 1511 dan menyebabkan para
pedagang muslim memindahkan jalur pelayarannya ke Selat Sunda. Selain menjadi
pusat perdagangan, pada masa Sultan Hasanuddin juga berhasil memperluas
kekuasaannya hingga daerah penghasil lada yaitu Lampung (Sumatra Selatan). Hal ini
membuat dasa-dasar kemakmuran Banten sebagai pelabuhan lada. Namun, Sultan
Hasanuddin wafat pada tahun 1570.
Penguasa selanjutnya adalah Maulana Yusuf (1570-1580). Di bawah kekuasaannya,
Banten menaklukan dan menguasai Kerajaan Pajajaran (Hindu) pada tahun1579. Hal
ini menyebabkan pendukung setia dari Kerajaan Pajajaran menyingkir ke pedalaman
daerah Banten Selatan dan dikenal orang-orang sebagai Suku Badui. Selain itu, konon
kalangan bangsawan Sunda memeluk agama Islam.
Sultan Maulana Muhammad (1580-1596) menduduki kekuasaan Kerajaan Banten. Pada
akhir kekuasaannya, ia berusaha untuk memperluas daerahnya dengan berusaha
menaklukan Kesultanan Palembang. Namun, beliau wafat dalam perang. Selanjutnya
putranya yang bernama Pangeran Ratu naik tahta bergelar Sultan Abul Mufakhir
Mahmud Abdul Kadir.
Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682), Kerajaan Banten
berhasil mencapai puncak kejayaan. Dia sangat menentang kekuasaan Belanda dan
berusaha untuk mengalahkan VOC. Namun, pada saat kekuasaan diserahkan kepada
Sultan Haji, Banten mulai dikuasai pemerintahan Hindia Belanda.
Runtuhnya Kerajaan Banten

Kerajaan Banten mengalami keruntuhan akibat adanya perang saudara antara Sultan
Ageng dengan putranya yaitu Sultan Haji. Perselisihan ini dimanfaatkan oleh VOC
dengan memihak pada Sultan Haji. Situasi ini menyebabkan Sultan Ageng dan kedua
putranya yang bernama Syekh Yusuf dan Pangeran Purbaya pergi dan bersembunyi di
pedalaman Sunda.
Namun, Sultan Ageng berhasil ditangkap dan ditahan di Batavia pada 14 Maret 1683.
Syekh Yusuf juga berhasil ditangkap dan ditahan oleh VOC pada tanggal 14 Desember
1683. Sedangkan Pangeran Purbaya yang berada dalam persembunyian terdesak dan
akhirnya menyerahkan diri setelah peristiwa tersebut.
Lampung diserahkan kepada VOC pada tahun 1682 sebagai balasan atas kemenangan
Sultan Haji. Selanjutnya pada 22 Agustus 1682 terdapat surat perjanjian yang
menyatakan bahwa hak monopoli perdagangan lada Lampung jatuh ke tangan VOC.
Setelah itu, VOC berhasil menguasai Banten setelah Sultan Haji meninggal pada tahun
1687. Peristiwa ini menyebabkan pengangkatan Sultan Banten harus mendapat
persetujuan terlebih dahulu dari Gubernur Jendral Hindia Belanda di Batavia.
Sultan Abu Fahdl Muhammad Yahya terpilih sebagai pemegang kekuasaan setelah
Sultan Haji wafat dan dilanjutkan oleh Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul
Abidin. Setelah itu, pada masa pemerintahan Sultan Muhammad bin Muhammad
Muhyiddin Zainussalihin (1808-1810), Banten diserang oleh Gubernur Hindia Belanda.
Penyerangan tersebut terjadi akibat Sultan Muhammad menolak memindahkan ibu kota
Banten ke Anyer atas permintaan Gubernur Hindia Belanda. Hal tersebut menyebabkan
Banten runtuh ditangan Inggris pada tahun 1813.

Peninggalan Kerajaan Banten

Beberapa bangunan dan aksesoris menjadi bukti berdirinya Kerajaan ini. Berikut
beberapa peninggalan bersejarah tersebut.
1. Masjid Agung Banten
Masjid Agung Banten merupakan masjid peninggalan Kerajaan Banten pada masa
pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin. Masjid yang terletak di Desa Banten Lama
(10 km utara Kota Serang) dibangun pada tahun 1652 dan masih kokoh berdiri kokoh
hingga kini. Keunikan masjid ini yaitu atapnya menyerupai dari atap pagoda yang khas
pada arsitektur China, antara menaranya memiliki bentuk seperti mercusuar, ada
serambi di kanan dan kiri bangunan masjid, dan ada pemakaman Sultan Banten beserta
keluarganya di area kompleks masjid tersebut.
2. Istana Keraton Kaibon Banten
Istana ini merupakan tempat tinggal Ibunda Sultan Syaifudin, yaitu Bunda Ratu Aisyah.
Bangunan tersebut dihancurkan Deandels selaku Gubernur Hindia Belanda pada saat
Kerajaan Banten bentrok dengan pemerintahan kolonial Belanda. Pada saat ini,
bangunan tersebut hanya dapat dilihat reruntuhannya saja.
3. Istana Keraton Surosowon Banten
Istana ini adalah tempat tinggal dari Sultan Banten dan juga merupakan kantor pusat
pemerintahan Kerajaan Banten. Nasib istana terebut sama halnya dengan Istana Kaibon
Banten. Saat ini istana tersebut hanya tinggal kepingan-kepingan reruntuhan bersama
bangunan kolam pemandian puteri yang dapat anda lihat.
4. Benteng Speelwijk
Kerajaan Banten juga meninggalkan benteng dan mercusuar sebagai poros utama
maritim nusantara di masa silam. Benteng yang memiliki tembok dengan tinggi 3 meter
ini dibangun pada tahun 1585 sebagai pertahanan kerajaan dari serangan laut. Selain itu
juga berfungsi untuk mengawasi aktivitas pelayaran di sekitar Selat Sunda. Meriam
kuni dan terowongan yang menghubungkan antara benteng dengan keraton Surosowan
terdapat dalam benteng ini.
5. Danau Tasikardi
Danau buatan ini terletak di sekitar Istana Kaibon dan dibanun pada masa pemerintahan
Sultan Maulana Yusuf (1570-1580). Pada masanya, danau seluas 5 hektar ini dilapisi
ubin dan batu bata. Namun kini luas danau menyusut dan lapisan batu bata pada bagian
bawah tertimbun tanah sedimen yang terbawa oleh arus sungai. Danau ini berfungsi
sebagai sumber utama air bagi keluarga Kerajaan yang tingga di Istana Kaibon dan juga
saluran irigasi wilayah persawahan daerah sekitar Banten.
6. Vihara Avalokitesvara
Kesultanan Banten berazaskan Islam. Namun, toleransi dalam beragama terbilang
sangat tinggi. Hal ini dibuktikan dengan adanya peninggalan berupa bangunan Vihara
yang bernama Avalokitesvara sebagai tempat ibadah umat Budha. Bangunan tersebut
masih kokoh berdiri hingga sekarang. keunikan vihara ini adalah adanya relief kisah
legenda siluman ular putih yang melegenda.
7. Meriam Ki Amuk
Beberapa senjata berupa meriam terdapat di dalam bangunan Benteng Speelwijk.
Meriam Ki Amuk adalah salah satu dari meriam terbesar dan terunik di tempat tersebut.
Dinamakan demikian karena meriam ini memiliki daya ledak tinggi dan juga tembakan
yang jauh. Konon, meriam ini merupakan rampasan saat masa peperangan dengan
Kolonial Belanda.
8. Peninggalan Lainnya
Kerajaan Banten juga memiliki peninggalan berupa aksesoris seperti mahkota
binokasih, keris panunggul naga, dan keris naga sasra. Keberadaan peninggalan
tersebut terawat rapi di Museum Kota Banten.
Demikian informasi mengenai Catatan Sejarah Kerajaan Banten yang meliputi sejarah,
silsilah kerajaan, lokasi, kehidupan politik, keruntuhan, dan peninggalan kerajaan.
Semoga informasi tersebut dapat dijadikan referensi dan bermanfaat bagi anda.

Anda mungkin juga menyukai