Kerajaan Banten
Kerajaan Banten
Kerajaan Banten
Kerajaan Banten adalah salah satu kerajaan Islam yang pernah berdiri di Tanah
Pasunda, Provinsi Banten, Indonesia. Wilayah kerajaan meliputi sebelah barat pantai
Jawa hingga ke Lampung.
Kesultanan Demak menjadi salah satu dari beberapa kerajaan Islam yang
berperan penting dalam penyebaran Islam di Pulau Jawa. Berikut beberapa bahasan
mengenai kerajaan tersebut.
Banten menjadi kesultanan yang mandiri pada tahun 1552. Peristiwa ini ditandai
dengan ditasbihkannya Maulana Hasanuddin sebagai sultan di Banten oleh ayahnya
yang bernama Sunan Gunung Jati. Setelah itu, kekuasaan berganti dari generai ke
generasi.
Kerajaan Banten berhasil bertahan hingga 3 abad. Kesultanan mulai mengalami
kemunduran ketika Gubernur Jenderal Hindia-Belanda memerintahkan pembangunan
Jalan Raya Pos sebagai bentuk pertahanan atas serangan Inggris pada tahun 1808.
Selain itu, dia meminta Sultan untuk menyediakan pasukan pembangunan pelabuhan di
Ujung Kulon dan memindahkan ibu kota ke Anyer. Namun, semua permintaan tersebut
ditolak oleh Sultan. Akibat kejadian tersebut Deandels memerintahkan penyerangan ke
Kerajaan Banten dan penghancuran Istana Surosowan.
Sedangkan Sultan dan keluarganya disekap di Puri Intan (Istana Surosowan) dan
kemudian dipenjarakan di Benteng Speelwijk. Setelah itu, Sultan diasingkan dan
dibuang ke Batavia dan Deandels mengumumkan bahwa Kesultanan Banten telah
diserap wilayah Hindia-Belanda pada 22 November 1808.
Pemerintah kolonial Inggris resmi menghapuskan Kesultanan Banten pada tahun 1813.
Pada tahun tersebut, Thomas Stamford Raffles melucuti dan memaksa Sultan
Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin untuk turun tahta. Peristiwa
tersebut menjadi pukulan pamugkas yang mengakhiri Kesultanan Banten.
Letak kerajaan Banten
Secara Geografis, Kerajaan Banten terletak di bagian utara daerah Jawa Barat. Wilayah
kerajaan meliputi sebelah barat pantai jawa hingga ke Lampung. Kerajaan ini
merupakan penguasa jalur perdagangan dan juga pelayaran yang melalui Selat Sunda.
Kemajuan perdagangan yang pesat menjadikan Kerajaan Banten sebagai kerajaan besar
di Pulau Jawa dan menjadi saingan VOC.
Kehidupan Politik Kerajaan Banten
Sultan pertama Kerajaan Banten adalah Sultan Hasanuddin (1522-1570) yang
merupakan putra seorang panglima tentara Demak yakni Fatahillah. Pada awalnya,
Banten merupakan bagian dari Kerajaan Demak. Namun, Banten berhasil memisahkan
diri pada saat Kerajaan Demak mengalami keruntuhan.
Portugis berhasil menaklukan Malaka pada tahun 1511 dan menyebabkan para
pedagang muslim memindahkan jalur pelayarannya ke Selat Sunda. Selain menjadi
pusat perdagangan, pada masa Sultan Hasanuddin juga berhasil memperluas
kekuasaannya hingga daerah penghasil lada yaitu Lampung (Sumatra Selatan). Hal ini
membuat dasa-dasar kemakmuran Banten sebagai pelabuhan lada. Namun, Sultan
Hasanuddin wafat pada tahun 1570.
Penguasa selanjutnya adalah Maulana Yusuf (1570-1580). Di bawah kekuasaannya,
Banten menaklukan dan menguasai Kerajaan Pajajaran (Hindu) pada tahun1579. Hal
ini menyebabkan pendukung setia dari Kerajaan Pajajaran menyingkir ke pedalaman
daerah Banten Selatan dan dikenal orang-orang sebagai Suku Badui. Selain itu, konon
kalangan bangsawan Sunda memeluk agama Islam.
Sultan Maulana Muhammad (1580-1596) menduduki kekuasaan Kerajaan Banten. Pada
akhir kekuasaannya, ia berusaha untuk memperluas daerahnya dengan berusaha
menaklukan Kesultanan Palembang. Namun, beliau wafat dalam perang. Selanjutnya
putranya yang bernama Pangeran Ratu naik tahta bergelar Sultan Abul Mufakhir
Mahmud Abdul Kadir.
Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682), Kerajaan Banten
berhasil mencapai puncak kejayaan. Dia sangat menentang kekuasaan Belanda dan
berusaha untuk mengalahkan VOC. Namun, pada saat kekuasaan diserahkan kepada
Sultan Haji, Banten mulai dikuasai pemerintahan Hindia Belanda.
Runtuhnya Kerajaan Banten
Kerajaan Banten mengalami keruntuhan akibat adanya perang saudara antara Sultan
Ageng dengan putranya yaitu Sultan Haji. Perselisihan ini dimanfaatkan oleh VOC
dengan memihak pada Sultan Haji. Situasi ini menyebabkan Sultan Ageng dan kedua
putranya yang bernama Syekh Yusuf dan Pangeran Purbaya pergi dan bersembunyi di
pedalaman Sunda.
Namun, Sultan Ageng berhasil ditangkap dan ditahan di Batavia pada 14 Maret 1683.
Syekh Yusuf juga berhasil ditangkap dan ditahan oleh VOC pada tanggal 14 Desember
1683. Sedangkan Pangeran Purbaya yang berada dalam persembunyian terdesak dan
akhirnya menyerahkan diri setelah peristiwa tersebut.
Lampung diserahkan kepada VOC pada tahun 1682 sebagai balasan atas kemenangan
Sultan Haji. Selanjutnya pada 22 Agustus 1682 terdapat surat perjanjian yang
menyatakan bahwa hak monopoli perdagangan lada Lampung jatuh ke tangan VOC.
Setelah itu, VOC berhasil menguasai Banten setelah Sultan Haji meninggal pada tahun
1687. Peristiwa ini menyebabkan pengangkatan Sultan Banten harus mendapat
persetujuan terlebih dahulu dari Gubernur Jendral Hindia Belanda di Batavia.
Sultan Abu Fahdl Muhammad Yahya terpilih sebagai pemegang kekuasaan setelah
Sultan Haji wafat dan dilanjutkan oleh Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul
Abidin. Setelah itu, pada masa pemerintahan Sultan Muhammad bin Muhammad
Muhyiddin Zainussalihin (1808-1810), Banten diserang oleh Gubernur Hindia Belanda.
Penyerangan tersebut terjadi akibat Sultan Muhammad menolak memindahkan ibu kota
Banten ke Anyer atas permintaan Gubernur Hindia Belanda. Hal tersebut menyebabkan
Banten runtuh ditangan Inggris pada tahun 1813.
Beberapa bangunan dan aksesoris menjadi bukti berdirinya Kerajaan ini. Berikut
beberapa peninggalan bersejarah tersebut.
1. Masjid Agung Banten
Masjid Agung Banten merupakan masjid peninggalan Kerajaan Banten pada masa
pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin. Masjid yang terletak di Desa Banten Lama
(10 km utara Kota Serang) dibangun pada tahun 1652 dan masih kokoh berdiri kokoh
hingga kini. Keunikan masjid ini yaitu atapnya menyerupai dari atap pagoda yang khas
pada arsitektur China, antara menaranya memiliki bentuk seperti mercusuar, ada
serambi di kanan dan kiri bangunan masjid, dan ada pemakaman Sultan Banten beserta
keluarganya di area kompleks masjid tersebut.
2. Istana Keraton Kaibon Banten
Istana ini merupakan tempat tinggal Ibunda Sultan Syaifudin, yaitu Bunda Ratu Aisyah.
Bangunan tersebut dihancurkan Deandels selaku Gubernur Hindia Belanda pada saat
Kerajaan Banten bentrok dengan pemerintahan kolonial Belanda. Pada saat ini,
bangunan tersebut hanya dapat dilihat reruntuhannya saja.
3. Istana Keraton Surosowon Banten
Istana ini adalah tempat tinggal dari Sultan Banten dan juga merupakan kantor pusat
pemerintahan Kerajaan Banten. Nasib istana terebut sama halnya dengan Istana Kaibon
Banten. Saat ini istana tersebut hanya tinggal kepingan-kepingan reruntuhan bersama
bangunan kolam pemandian puteri yang dapat anda lihat.
4. Benteng Speelwijk
Kerajaan Banten juga meninggalkan benteng dan mercusuar sebagai poros utama
maritim nusantara di masa silam. Benteng yang memiliki tembok dengan tinggi 3 meter
ini dibangun pada tahun 1585 sebagai pertahanan kerajaan dari serangan laut. Selain itu
juga berfungsi untuk mengawasi aktivitas pelayaran di sekitar Selat Sunda. Meriam
kuni dan terowongan yang menghubungkan antara benteng dengan keraton Surosowan
terdapat dalam benteng ini.
5. Danau Tasikardi
Danau buatan ini terletak di sekitar Istana Kaibon dan dibanun pada masa pemerintahan
Sultan Maulana Yusuf (1570-1580). Pada masanya, danau seluas 5 hektar ini dilapisi
ubin dan batu bata. Namun kini luas danau menyusut dan lapisan batu bata pada bagian
bawah tertimbun tanah sedimen yang terbawa oleh arus sungai. Danau ini berfungsi
sebagai sumber utama air bagi keluarga Kerajaan yang tingga di Istana Kaibon dan juga
saluran irigasi wilayah persawahan daerah sekitar Banten.
6. Vihara Avalokitesvara
Kesultanan Banten berazaskan Islam. Namun, toleransi dalam beragama terbilang
sangat tinggi. Hal ini dibuktikan dengan adanya peninggalan berupa bangunan Vihara
yang bernama Avalokitesvara sebagai tempat ibadah umat Budha. Bangunan tersebut
masih kokoh berdiri hingga sekarang. keunikan vihara ini adalah adanya relief kisah
legenda siluman ular putih yang melegenda.
7. Meriam Ki Amuk
Beberapa senjata berupa meriam terdapat di dalam bangunan Benteng Speelwijk.
Meriam Ki Amuk adalah salah satu dari meriam terbesar dan terunik di tempat tersebut.
Dinamakan demikian karena meriam ini memiliki daya ledak tinggi dan juga tembakan
yang jauh. Konon, meriam ini merupakan rampasan saat masa peperangan dengan
Kolonial Belanda.
8. Peninggalan Lainnya
Kerajaan Banten juga memiliki peninggalan berupa aksesoris seperti mahkota
binokasih, keris panunggul naga, dan keris naga sasra. Keberadaan peninggalan
tersebut terawat rapi di Museum Kota Banten.
Demikian informasi mengenai Catatan Sejarah Kerajaan Banten yang meliputi sejarah,
silsilah kerajaan, lokasi, kehidupan politik, keruntuhan, dan peninggalan kerajaan.
Semoga informasi tersebut dapat dijadikan referensi dan bermanfaat bagi anda.