Resume Typus

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 11

RESUME TYPUS ABDOMINALIS

Resume Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pencernaan Dengan Dosen


Pembimbing Ns. Dwi Sulis,. M.Kep

Disusun oleh:
Abdul Ghoni
ST162002

PROGRAM S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2017
A. PENGERTIAN
Thypoid adalah penyakit infeksi akut usus halus (Suparman, 2007).
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu,
gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran (Sudoyo, 2009).

B. ETIOLOGI
Penyakit tipes Thypus abdominalis merupakan penyakit yang ditularkan melalui
makanan dan minuman yang tercemar oleh bakteri Salmonella typhosa, (food
and water borne disease). Seseorang yang sering menderita penyakit tifus
menandakan bahwa dia mengkonsumsi makanan atau minuman yang
terkontaminasi bakteri ini. Salmonella thyposa sebagai suatu spesies, termasuk
dalam kingdom Bakteria, Phylum Proteobakteria, Classis Gamma
proteobakteria, Ordo Enterobakteriales, Familia Enterobakteriakceae, Genus
Salmonella. Salmonella thyposa adalah bakteri gram negative yang bergerak
dengan bulu getar, tidak berspora mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam
antigen yaitu: antigen 0 (somatik, terdiri dari zat komplek lipopolisakarida),
antigen H (flagella) dan antigen V1 (hyalin, protein membrane). Dalam serum
penderita terdapat zat anti (glutanin) terhadap ketiga macam anigen tersebut
(Zulkhoni, 2011).

C. MANIFESTASI KLINIK
Salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5 F
yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat),
dan melalui Feses. Yang paling menojol yaitu lewat mulut manusia yang baru
terinfeksi selanjutnya menuju lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh
asam lambung dan sebagian lagi lolos masuk ke usus halus bagian distal (usus
bisa terjadi iritasi) dan mengeluarkan endotoksin sehingga menyebabkan darah
mengandung bakteri (bakterimia) primer, selanjutnya melalui aliran darah dan
jaringan limpoid plaque menuju limfa dan hati. Di dalam jaringan limpoid ini
kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah
sehingga menimbulkan
tukak berbentuk lonjong pada mukosa usus. Tukak dapat menyebabkan
perdarahan dan perforasi usus. Perdarahan menimbulkan panas dan suhu tubuh
dengan demikian akan meningkat.sehingga beresiko kekurangan cairan
tubuh.Jika kondisi tubuh dijaga tetap baik, akan terbentuk zat kekebalan atau
antibodi. Dalam keadaan seperti ini, kuman typhus akan mati dan penderita
berangsurangsur sembuh (Zulkoni.2011).

D. KOMPLIKASI

Komplikasi demam Thypoid dapat dibagi dalam :

1. Komplikasi intestinal

a. Perdarahan usus

b. Perforasi usus

c. Ilius paralitik

2. Komplikasi ekstra intestinal

a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (ranjatan, sepsis),

miokarditis, trombosis, dan tromboflebitis.

b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia dan atau koagulasi

intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.

c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema dan pleuritis

d. Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolitiasis

e. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.

f. Komplikasi tulang : osteomielitis, periotitis, spondilitis dan arthritis.

g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningsimus, meningitis,

pelineuritis perifer, sindrom Guillain-Barre, psikosis dan sindrom

katatonia.
h. Pada anak-anak dengan demam parathypoid, komplikasi jarang terjadi.

Komplikasi lebih sering terjadi pada keadaan tokesmia berat dan

kelemahan umum, bila perawatan pasien kurang sempurna (Mansjoer,

2005).

Komplikasi yang dapat terjadi antara lain: perforasi usus, perdarahan,

toksemia dan kematian. (Nurhayani, 2008).

E. PENATALAKSANAAN MEDIS

Menurut Widodo Joko (2006) obat-obat antibiotika yang biasa digunakan ialah

ampisilin dan amoksisilin, antipiretika, bila perlu diberikan laksansia, tirah

baring selama demam untuk mencegah komplikasi perdarahan usus atau

perforasi usus, mobilisasi bertahap bila tidak panas, sesuai dengan pulihnya

kekuatan pasien, diet pada permulaan, diet makanan yang tidak merangsang

saluran cerna dalam bentuk sering atau lunak, makanan dapat ditingkatkan

seusai perkembangan keluhan gastrointestinal, perforasi., transfusi bila

diperlukan pada komplikasi perdarahan.

F. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan

keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu. Oleh karena itu pengkajian


yang akurat, lengkap, sesuai dengan kenyataan, kebenaran data sangat

penting dalam merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan memberikan

pelayanan keperawatan sesuai dengan respon individu, sebagaimana yang

telah ditentukan dalam standar praktik keperawatan dari ANA (American

Nursing Association) (Nursalam, 2008).


1. Aktivitas atau istirahat
Gejala yang ditemukan pada kasus typhoid abdominal antara lain

kelemahan, malaise, kelelahan, merasa gelisah dan ansietas, cepat lelah dan

insomnia
2. Sirkulasi
Tanda takikardi, kemerahan, tekanan darah hipotensi, kulit membrane

mukosa kotor, turgor buruk, kering dan lidah pecah-pecah akan ditemukan

pada pasien febris typhoid.


3. Integritas ego
Gejala seperti ansietas, emosi, kesal dan faktor stress serta tanda seperti

menolak dan depresi juga akan ditemukan dalam pengkajian integrits ego

pasien.
4. Eliminasi
Pengkajian eiminasi akan menemukan gejala tekstur feses yang bervariasi

dari lunak sampai bau atau berair, perdarahan per rectal dan riwayat batu

ginjal dengan tanda menurunnya bising usus, tidak ada peristaltik dan ada

haemoroid.
5. Makanan dan cairan
Pasien akan mengalami anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan

dan tidak toleran terhadap diet. Dan tanda yang ditemukan berupa

penurunan lemak sub kutan, kelemahan hingga inflamasi rongga mulut.


6. Hygiene
Pasien akan mengalami ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri

dan bau badan.


7. Nyeri atau ketidaknyamanan
Nyeri tekan pada kuadran kiri bawah akan dialami pasien dengan titik nyeri

yang dapat berpindah


8. Keamanan
Pasien mengalami anemia hemolitik, vaskulotis, arthritis dan peningkatan

suhu tubuh dengan kemungkinan muncul lesi kulit.


Pola Fungsional Menurut Gordon :
a. Pola persepsi dan manajemen kesehatan.

Kebersihan lingkungan dan makanan yang kurang terjaga.

b. Pola nutrisi

Diawali dengan mual, muntah, anoreksia, menyebabkan penurunan berat

badan pasien.

c. Pola eliminasi.

Pola eliminasi akan mengalami perubahan yaitu BAB 1x sehari, BAK 4x

sehari.

d. Pola istirahat tidur

Akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan

rasa tidak nyaman.

e. Pola aktivitas.

Akan terganggu kondisi tubuh yang lemah.

f. Pola nilai dan kepercayaan.

Kegiatan ibadah terganggu karena sering pusing dan lemas.

g. Pola hubungan dan peran pasien.

Hubungan terganggu jika pasien sering pusing dan lemas.

h. Pola konsep diri.

Merupakan gambaran, peran, identitias, harga, ideal diri pasien selama

sakit.

i. Pola seksual dan reproduksi.

Menunjukkan status dan pola reproduksi pasien.

j. Pola koping dan toleransi stress


Adalah cara individu dalam menghadapi suatu masalah.

k. Pola kognitif

Menunjukkan tingkat pengetahuan klien tentang penyakit

G. DIAGNOSA DAN INTEVENSI


Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien typhoid menurut NANDA

(2008), antara lain:


a. Hipertermi berhubungan dengan infeksi salmonella typhi.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

ketidakmampuan dalam mengabsorbsi makanan.


c. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan,

dan peningkatan suhu tubuh.


d. Nyeri b.d proses infeksi
Intervensi keperawatan:
Intervensi keperawatan dari diagnosa keperawatan: Hipertermi berhubungan

dengan infeksi Salmonella Typhi, Hipertermia adalah keadaan dimana

seseorang individu mengalami atau beresiko untuk mengalami kenaikan suhu

tubuh terus menerus lebih tinggi dari 37,80C (1000 F) peroral atau 38, 80 (1010

F) perectal karena faktor eksternal (Carpenito, 2007).


Batasan karakteristik (NANDA, 2008)
Kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal, serangan atau konvulsi (kejang),

pertambahan RR, takikardi, saat disentuh tangan terasa hangat, memiliki tujuan

dan kriteria hasil sebagai berikut:


Tujuan: Suhu tubuh klien turun dan bertahan dalam batas normal setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam.
Kriteria hasil: Temperatur tubuh normal 36-37oC, tidak mengalami pusing
Intervensi:
a. Observasi tanda-tanda vital
Rasional:
Untuk memonitor keadaan umum klien berkaitan dengan demam selama

proses infeksi dan usia megnetahui tindakan keperawatan serta

mengidentifikasi kemajuan/penyimpangan dari hasil yang diharapkan.


b. Observasi dan catat masukkan dan haluaran cairan
Rasional:
Dengan memonitor masukan dan haluaran cairan maka keseimbangan

cairan tersebut dapat diketahui dan terjaga.


c. Observasi keluhan dan tingkat kesadaran
Rasional:
Untuk megnetahui sejauh mana keluhan yang dirasakan klien, respon

terhadap keluhan dan untuk mengetahui tingkat kesadaran klien karena

demam tinggi dapat menyebabkan gangguan kesadaran atau kesadaran

menurun.
d. Jelaskan penyebab terjadi terjadinya hipertermia
Rasional:
Agar keluarga mengerti bagaimana proses penyakit yang diderita oleh klien

dan mengurangi kecemasan.


e. Jelaskan upaya-upaya untuk mengatasi hipertermi dan bantu dan

keluarga untuk pelaksanaannya meliputi:


1). Lakukan kompres dingin: bertujuan untuk membantu pasien proses

konduksi panas dari tubuh dan membantu vasodilatasi pembuluh darah

sehingga tubuh diharapkan berangsur-angsur normal.


2). Tirah baring dan mengurangi aktivitas fisik: dengan tirah baring maka

aktivtias sel-sel dan proses metabolisme menurun sehingga diharapkan

dapat mengurangi demam.


3). Banyak minum 1—2 liter/hari (8—9 gelas perhari): diharapkan dengan

pemberian minum yang cukup akan mempertahankan intake dari dalam

tubuh dan meningkatkan output urin untuk mengurangi demam klien.


4). Anjurkan klien mengenakan pakaian tipis dan menyerap keringat:

pakaian tipis akan mempermudah terjadinya penguapan keringat akibat

hipertermia.
f. Laksanakan program medik (antibiotik, antipiretik, infus).
Rasional:
Dengan pemberian anti piretik dapat menunjang upaya-upaya perawatan

dalam usaha menurunkan panas tubuh, serta memungkinkan klien

mendapatkan terapi lebih lanjut untuk penyakitnya.


Intervensi keperawatan kedua dari diagnosa: Perubahan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan dalam

mengabsorbsi makanan, yaitu suatu keadaan dimana individu yang tidak

puasa mengalami dan beresiko megalami pengurangan berat badan yang

hasil sebagai berikut:


Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24 jam. Kriteria hasil:


a. Intake nutrisi meningkat.
b. Diet habis 1 porsi yang disediakan.
Dengan intervensi:
a. Kaji status nutrisi pasien
b. Rasional:
c. Untuk mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang

diharapkan.
Bantu pemenuhan nutrisi klien, dengan:
1) Berikan makanan yang tidak merangsang saluran pencernaan dalam

porsi kecil dan hangat 5—6 kali/hari: makanan yang merangsang dapat

meningkatkan peristaltik usus dan merangsang asam lambung. Selera

makan klien diharapkan timbul ketika makanan masih hangat dan

makan dalam porsi kecil tapi sering dimaksudkan untuk menghindari

rangsangan mual, muntah pada klien.


2) Bantu dan dampingi klien saat makan, siapkan lingkungan yang

menyenangkan: dengan mendampinginya diharapkan anak merasa

diperhatikan, sehingga klien mau makan dan lingkungan yang

menyenangkan akan memberikan rasa nyaman pada klien saat makan.


3) Monitor makanan dihabiskan setiap makan: untuk mengidentifikasi
kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
d. Libatkan keluarga dalam pemenuhan nutrisi klien.
Rasional:
Anggota keluarga lebih tahu tentang kebiasaan makan klien, makanan

kesukaannya sehingga diharapkan anggota keluarga dapat membantu

dalam pemenuhan nutrisi pada klien.


e. Timbang berat badan klien
Rasional:
Penimbangan berat badan berguna untuk mengontrol penurunan atau

peningkatan berat badan serta untuk mengetahui efektivitas therapi

yang dilaksanakan.
f. Laksanakan program medik (antiemetik)
Rasional:
Dengan pemberian antiemetik diharapkan mual, muntah berkurang atau

hilang dan makanan dapat ditoleransi lebih baik bila mual muntah tidak

ada.

Diagnosa keperawatan ketiga yaitu Nyeri berhubungan dengan proses

infeksi
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan rasa nyeri dapat

berkurang atau terkontrol.


Kriteria hasil:
a. Menyatakan nyeri berkurang atau terkontrol
b. Pasien tampak rileks
Intervensi:
a. Observasi karakteristik nyeri (PQRST)
Rasional:
Nyeri merupakan respon subjektif yang dapat diukur
b. Observasi TTV
Rasional:
Perubahan TTV menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri
c. Beri posisi yang nyaman
Rasional:
Posisi yang nyaman mampu mengurangi nyeri dan membuat relaks
d. Ajarkan teknik relaksasi napas dalam
Rasional:
Relaksasi napas dalam mampu mengurangi ketidaknyamanan

karena nyeri
e. Anjurkan pasien menekan dada saat batuk
Rasional:
Menekan dada untuk mengurangi ketidaknyamanan
f. Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai indikasi
Rasional:
Obat ini dapat digunakan untuk mengurangi nyeri
DAFTAR PUSTAKA

Akhisin Zulkoni, 2011. Parasitologi, Untuk Keperawatan, Kesehatan Masyarakat


dan Tekhnik Lingkungan. Nuha Medika, Yogyakarta.

Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta:
Interna Publishing.

Nanda. 2014. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012 — 2014.


Jakarta : EGC.

Nurhayani, S.; & Hariyanti (2008). Pencegahan dan pengobatan demam tifoid.
Jakarta : Salemba Medika

Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan,


Edisi II. Jakarta: Salemba Medika

Widodo (2007). Demam Tifoid. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing

Anda mungkin juga menyukai