Proposal Tenaga Kerja
Proposal Tenaga Kerja
Proposal Tenaga Kerja
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kondisi ketenagakerjaan dewasa ini masih dihadapkan pada tingginya
angka pengangguran karena keterbatasan lapangan kerja. Kondisi gambaran
ini tentu menjadi tanggung jawab berbagai pihak baik pemerintah, lembaga-
lembaga pendidikan termasuk dunia usaha. Semua pihak yang berkepentingan
harus bahu-membahu bersama-sama berupaya dan berkomitmen guna
mendorong dan menfasilitasi tercapainya peningkatan pembangunan sektor
perikanan dan kelautan terutama pemanfaatan bantuan dana pinjaman dari
Bank Dunia (Wolrd Bank) secara baik dan penuh rasa tanggung jawab dalam
pengelolanya guna membangun berbagai sarana dan prasarana yang baik dan
memadai di sektor Perikanan dan Kelautan di Kabupaten Supiori.
Untuk itu kebijakan ketenagakerjaan turut berperan terutama dengan
kehadiran perusahaan tentu menyerap tenaga kerja yang pada gilirannya
terbuka kesempatan kerja bagi masyarakat di Kabupaten Supiori secara khusus
tetapi juga bagi pencari kerja pada umumnya.
1
a. Sebagai sumbangan pemikiran untuk bagaimana memberdayakan dan
mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi dalam
menunjang pembangunan sektor perikanan dan kelautan.
b. Sebagai upaya untuk meningkatkan peran pembangunan sektor
perikanan dan kelautan dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Supiori maupun tenaga kerja secara berkesinambungan.
2
BAB II
ASPEK-ASPEK KETENAGAKERJAAN YANG MENUNJANG
PEMBANGUNAN SEKTOR PERIKANAN DAN KELAUTAN
3
demikian upaya perekrutan untuk perusahaan sektor perikanan dan
kelautan bisa menggunakan jasa-jasa perekrutan tersebut.
C. Pelatihan Kerja
Dalam Peraturan Pemerintah No.31 Tahun 2006, dikemukakan bahwa
pelatihan tenaga kerja adalah keseluruha kegiatan untuk mencari, memperoleh,
meningkatkan serta mengembangkan kompetensi kerja, produktifitas, disiplin,
4
sikap dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai
dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan.
Berkaitan dengan ini, maka pelatihan kerja menjadi tanggung jawab
pengusaha (perusahaan) untuk dilakukan demi meningkatkan kompetensi
pekerjaan tertentu untuk memenuhi kebutuhan perusahaan. Dan untuk
memenuhi kebutuhan perusahaan tersebut, pelatihan kerja dapat
diselenggarakan dengan sistem pemagangan. Sistem pemagangan adalah
bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara
pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah
bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja / buruh yang lebih
berpengalaman dalam proses produksi barang dan atau jasa di perusahaan
dalam menguasai keterampilan atau keahlian tertentu.
5
a. Prestasi Akademis
b. Pengalaman kerja pada pekerjaan yang sejenis
c. Kesehatan, fisik dan mental
d. Status perkawinan
e. Usia
E. Pengupahan
Setiap pekerja / buruh berhak memperoleh penbghasilan yang memenuhi
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 88 Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003). Untuk itu maka Pemerintah menetapkan kebijakan
pengupahan yang melindungi pekerja / buruh. Adapun pengupahan tersebut
meliputi :
1. Upah minimum;
2. Upah kerja lembur;
3. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan ;
4. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan di luar pekerjaan;
5. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
6. Bentuk dan cara pembayaran upah;
7. Denda dan potongan upah;
8. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
9. Struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
10. Upah untuk membayar pesangon dan
11. Upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
Pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup
layak dan dengan memperhatikan produktifitas dan pertumbuhan ekonomi,
selanjutnya upah minimum dapat terdiri atas :
1. Upah minimum berdasakan wilayah provinsi atau Kab/kota;
2. Upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kab/kota.
Dengan demikian, menyangkut pengupahan tentu dapat disesuaikan
dengan peraturan peraturan perudang-undangan di bidang ketenagakerjaan
yang berlaku.
6
F. Hubungan Kerja
Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha
dan pekerja / buruh. Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan. Pada
prinsipnya perjanjian kerja dibuat tertulis namun melihat kondisi masyarakat
yang beragam dimungkinkan perjanjian secara lisan. Perjanjian kerja
sekurang-kurangnya memuat :
1. Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
2. Nama, jenis kelamin, umur dan alamat pekerja / buruh;
3. Jabatan atau jenis perkaan;
4. Tempat pekerjaan;
5. Besarnya upah dan cara pembayarannya;
6. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan
pekerja / buruh;
7. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat;
8. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja ;
9. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
Apabila menyangkut untuk pembangunan sektor Perikanan dan
Kelautan, perlu dibuat perjanjian kerja secara tertulis tentang hak dan
kewajiban yang patut dilaksanakan kedua belah pihak baik pekerja maupun
pengusaha.
7
2. Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dilaksanakan sesuai
dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
Dengan demikian setiap perusahaan wajib mengikutsertakan pekerja /
buruh dalam penyelenggaraan jaminan sosial khusunya jaminan sosial tenaga
kerja melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan
yang telah diatur dalam Peraturan Perundang-undangan Pemerintah tersebut di
atas.
8
I. Perlindungan Tenaga Kerja
Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 pasal 67 disebutkan
bahwa pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja cacat wajib memberikan
perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya. Perlindungan
tersebut misalnya dengan penyediaan aksesibilitas, pemberian alat kerja, dan
alat pelindung yang disesuaikan pula dengan derajat kecacatannya.
Pengusaha dilarang mempekerjakan anak (pasal 68). Khusus untuk
pekerja wanita yang berumur kurang dari 18 tahun dilarang dipekerjakan antara
pukul 23.00 s/d 07.00 (Pasdal 76 : 1).
Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja / buruh perempuan hamil
yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan
kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 s/d 07.00
(pasal 76 : 2).
Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja /
buruh perempuan yang berangkat bekerja antara pukul 23.00 s/d 05.00 (pasal
76 : 3).
Kemudian setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja.
Waktu kerja dimaksud meliputi :
1. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari, 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6
(enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau ;
2. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) ham 1 (satu) minggu
untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
Ketentuan waktu kerja dimaksud di atas tidak berlaku bagi misalnya :
pekerjaan di pengeboran minyak lepas pantai, sopir angkutan jarak jauh,
penerbangan jarak jauh, pekerja di kapal laut atau penebang hutan. Dan
pekerjaan pada beberapa jenis pekerjaan ini diatur oleh peraturan menteri.
Pekerja yang memperkerjakan pekerja / buruh dengan waktu kerja diluar
sebagaimana dimaksud di atas harus memenuhi syarat :
1. Ada persetujuan pekerja / buruh yang bersangkutan;
2. Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling lambat 3 (tiga) jam
dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
9
Mempekerjakan lebih dari waktu kerja sedapat mungkin harus
dihindarkan karena pekerja / buruh harus mempunyai waktu yang cukup untuk
istirahat dan memulihkan kebugarannya. Namun dalam hal-hal tertentu,
terdapat kebutuhan yang mendesak yang harus diselesaikan segera dan tidak
dapat dihindari sehingga pekerja / buruh harus bekerja melebihi waktu kerja.
Untuk pengusaha yang mempekerjakan pekerja / buruh melebihi waktu kerja
wajib membayar upah kerja lembur.
Pengusaha juga wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja /
buruh. Waktu istirahat antara jam kerja sekurang-kurangnya setengah jam
setelah bekerja selama empat jam terus-menerus dan waktu istirahat tersebut
tidak termasuk jam kerja. Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari
kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam
satu minggu. Cuti tahunan sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja
setelah pekerja / buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan
secara terus-menerus.
10
BAB III
PENUTUP
11
DAFTAR BACAAN
12