Buku Ajar Pengolahan Limbah Pertanian
Buku Ajar Pengolahan Limbah Pertanian
Buku Ajar Pengolahan Limbah Pertanian
DIKTAT
KODE MK : 09516338
OLEH
Ir . I. Ketut Irianto M. Si
AGROTEKNOLOGI
UNIVERSITAS WARMADEWA
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas Berkat
Rahmat Beliau kami dapat menyelesaikan Diktat berjudul Diktat Pengelolaan Limbah
Pertanian yang akan dipergunakan sebagai pedoman oleh mahasiswa yang menempuh
mata kuliah Pengelolaan air. Diktat ini bersumber dari berbagai referensi, buku, jurnal
ilmiah, hasil diskusi/konferensi, forum ilmiah. Diktat ini juga diambil dari hasil
pengembangan penelitian, bahan-bahan dari praktisi, kebijakan pemerintah dan
penelitian Pengelolaan Limbah Pertanian. Buku Diktat ini dipergunakan pada
pembelajaran mata kuliah Pengelolaan Limbah Pertanian. Hasil pembelajaran dengan
penguasaan materi diktat ini diharapkan mahasiswa mampu memahami dan
mengembangkan ilmu lingkungan khususnya pengelolaan limbah, mahasiswa mampu
meningkatkan kualitas hasil belajar. Buku Diktat ini dapat dipakai sebagai pedoman
untuk pengembangan ilmu lingkungan di Fakultas Pertanian Jurusan Budidaya/
Agroteknologi Pertanian Universitas Warmadewa.
Diktat ini sebagai sumber bacaan mahasiswa, sehingga perlu penyempurnaan
lebih lanjut sesuai dengan perkembangan ilmu dan tuntutan kompetensi/keahlian.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
41
i
BAB. I
PENGOLAHAN LIMBAH PERTANIAN
• Lignin: suatu substansi yang kompleks dan tidak dapat dicerna, terdapat pada
bagian kau dari tanaman (kulit gabah, bagian fibrosa akar, batang, dan daun).
Keberadaan lignin selalu bersama-sama dengan selulosa dan hemiselulosa dalam
menyusun dinding sel. Karena selalu bersama selulosa dan hemiselulosa, lignin
dikenal sebagai karbohirat, namun sesungguhnya lignin berbeda dengan
karbohirat. Perbedaan terletak pada atom karbon (C) dimana aton karbon pada
lignin lebih tinggi dan tidak proporsional. Semakin tua tanaman kadar
ligninsemakin tinggi akibatnya daya cerna semakin menurun dengan semakin
bertambahnya lignifikasi. Selain mengikat sesulosa dan hemiselulosa, lignin juga
mengikat protein dinding sel. Lignin tidak dapat larut dalam cairan rumen oleh
sebab itu lignin merupakan penghambat bagi mikroorganisme rumen dan enzim
untuk mencerna tanaman tersebut.
• Silika: merupakan kristal yang terdapat dalam dinding sel dan mengisi ruang
antar sel. Pada tanaman sereal kandungan, abu yang tinggi biasanya sejalan
dengan kadar silikanya.
Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya
daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misal: hasil panen lebih tahan
disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak. Kompos memiliki banyak manfaat
yang ditinjau dari beberapa aspek:
Aspek Ekonomi:
Dari hasil penelitian Elly dan Yogi (2003) diperoleh bahwa pemberian mulsa
jerami padi dapat menekan pertumbuhan gulma sebesar 56-66% dan
meningkatkanhasil biji kedelai sebesar 77%. Sementara Balai Besar Litbang
Sumberdaya Lahan Pertanian (2008) melaporkan dampak penggunaan mulsa terhadap
unsur hara yang hilang melalui erosi selama pertanaman jagung seperti pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Dampak penggunaan mulsa dan pupuk kanda terhadap kehilangan unsur
hara dan laju erosi tanah
Penduduk desa sebagian besar menggunakan kayu sebagai bahan bakar utama
mereka. Demiklan pula halnya pedesaan disekitar /daerah perkebunan. Kayu-kayu itu
habis dibakar terutama untuk memasak dan pemanasan, bahkan kadang-kadang juga
untuk penerangan. Mereka belum dapat/mengetahui cara mamanfaatkan sumber di
sekitarnya sebagai sumber energi, selain kayu. Tentu saja mereka dapat menggunakan
minyak tanah. Tetapi harus dibeli. Dan untuk tingkat kehidupan di daerah pedesaan
sekitar perkebunan, yang hampir selalu terpencil letaknya, minyak tanah bukanlah
merupakan keperluan yang mudah diproleh .
Maka hampir setiap hari mereka pergi ke "hutan" untuk mengambil kayu.
Mula-mula memang mereka sekedar mencari. "rencek" dan kayu yang tidak dapat
diharapkan hasilnya dari segi lain. Tetapi karena hampir seluruh penduduk dan hampir
setiap hari mereka memerlukan kayu sebagai satu-satunya energi yang mereka
kenal disekitarnya, akhirnya tindakan mereka membahayakan juga. Baik secara
langsung berupa perusakan kebun ataupun secara tak langsung berupa perusakan
kelestarian lingkungan. Tanah menjadi gundul dan mudah mengalami erosi,
persediaan air sepanjang tahun menjadi terganggu, banjir di musim hujan, dan
sebagainya. Padahal sebenarnya dalam kehidupan di lingkungan pedesaan mereka
sumber tersedia energi yang hampir tak pernah habis. Yaitu bila mereka telah dapat
memanfaatkan penggunaan energicahaya matahari, penggunaan sisa-sisa organik
sebagai bricket atau diproses menjadi gas bio.
17
2.1 Gas-bio
Gas-bio adalah gas yang dihasilkan dengan proses biologik. Bahan dasar
untuk diubah menjadi gas secara bilogik ini adalah sembarang bahan organik,
termasuk bahan sisa (limbah). Gas yang terbentuk terdiri dari sebagian gas metan. Gas
metan sendiri bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau. Bau gas-bio
ditimbulkan oleh komponen lainnya. Tabel 15 di bawah ini menunjukkan komposisi
rata-rata gas-bio. Yang berperan utama dalam proses produksi biogas ini ialah bakteri.
Limbah yang dapat diubah menjadi biogas hampir tak terbatas. Polimer karbohidrat
seperti
seluosa, atau protein maupun lemak dapat dirombak menjadi biogas. Proses
perombakannya melalui dua tahap, masing-masing dikerjakan oleh kelompok bakteri
yang berbeda. Tahap pertama terjadi perombakan polimer kompleks menjadi senyawa
sederhana, terutama asam organik. Oleh karenanya kelompok bakteri tahap pertama ini
disebut sebagai bakteri penghasah asam ("acid producing bacteria"). Tahap kedua
merupakan kelanjutan tahap pertama terjadi perombakan asam-asam organikmenjadi
gas bio. Maka kelompok bakteri yang bekerja pada tahap kedua inilah yang
sesungguhnya disebut kelompok bakteri metan ("methane producing bacteria") Di
bawah ini adalah beberapa bakteri penghasil gas metan, yaitu:
• Limbah pertanlan/perkebunan.
Limbah pertanian/perkebunan amat mudah diperoleh dan teredia dalam
jumlah yang relatif amat banyak. Tetapi ada ketidak untungannya, yaitu bahwa limbah
pertanian/perkebunan biasanya "rowa", sukar dilumatkan untuk dibuat "slurry", dan
pada umumnya mengandung lignin yang tak dapat dicerna. Sehingga kalau digunakan
sebagai bahan proses biogas, harus setiap kali membersihkan dari digester (pencerna).
Maka untuk menggunakan limbah pertanian/perkebunan sebagai bahan dasar biogas
ada 3 alternatif dapat dilakukan, yaitu :
• dipilih bahan-bahan yang banyak mengandung air, lalu dipreskemudian
cairannya dicerna menjadi biogas.
• pilih bahan-bahan yang tldak mengandung lignin.
• dilakukan perombakan pendahuluan secara aerob, baru kemudian diproses
menjadi gas bio.
Kekuranganlain dari pemanfaatan limbah pertanian/perkebunan ialahpada umumnya
miskin akan nitrogen, sehingga perlu ditambahsumber N, seperti akan dibicarakan
dalam pembahasan tentang nutrien.
• Kotoran hewan.
Bahan ini paling banyak dan cocok digunakan untuk proses biogas.
Kandungan N cukup tinggl, mudah dicampur menjadi slurry dan memungkinkan
diproses secara kontinyu, yaitu dengan perencanaan khusus untuk kandang.
Di antara berbagai kotoran hewan, kotoran ayam adalah yang paling cocok
untuk diproses menjadi biogas. Karena amat mudah dicerna dan menghasilkan gas
dalam jumlah yang besar, dan sisanya merupakan pupuk yang amat kaya akan nitrogen
• Kotoran manusia.
Bahan ini juga amat baik untuk digunakan dalam proses biogas, Tetapi ada
hambatan psikologis dalam operasinya. Maka dalam pelaksanaannya perlu dirancang
peralatan yang memudahkan kerja kontinyu, tanpa terlalu banyak
dipindah-pindahkan secara terbuka. Salah satunya ialah penggunaan bahan
penampung tinja yang kenampakannya seperti plastik tetapi nantinya dapat larut
dalam air setelah terendam dalam waktu cukup lama, atau plastik itu sendiri juga dapat
dicerna oleh bakteri-bakteri metan.
Masih ada kelompok limbah lain yang dapat digunakan, yaitu limbah akibat
kegiatan manusia yang tidak termasuk dalam adan b. Yaitu 3imbah rumah tangga
berupa sisa-sisa makanan, sisa memasak, kertas-kertas bungkus, dsb. dan limbah
perusahaan pengolahan hasil pertanian.
• Peralatan biogas
Pada prinsipnya hanya ada dua bagian peralatan biogas, yaitu alat digester
(pencerna) dan alat penampung gas, Alat pencernaada berbagai jenis, antara lain jenis
drum, jenis bak dan jenis ban. Pada tulisan ini hanya akan dibicarakan jenis drum dan
jenis bak saja.
Alat penghasil gas-bio biasanya dibedakan berdasarkan cara pengisian bahan
bakunya, yaitu:
• pengisian-curah
Alat penghasil gas-bio jenis pengisian curah lunjukkan pada gamhar l(a).
Alat ini terdiri dari duaKomponen utama yaitu : 1) tangki pencerna; dan 2) tangki
pengumpulan gas (lihat gambar 1 (a)), jenis ini disebut pengisian curah karena isian
bahan baku untuk alat ini diisikan sekaligus dalam jumlah curaj (bulk) kedalam tengki
pencerna; kemudian tangki-pengumpulan-gas ditelungkupkan kedalam
tangki-pencerna seperti ditunjukkan pada gambar 1 (a). sesudah jangka waktu tertentu,
isian dalam tangki pencerna mulai mengalami pencernaan (digestion) dan gas-bio
mulai dihasilkan. Jelaslah bahwa jenis pengisian-curah, proses pengisian dilakukan
sekaligus dan pencernaan berlangsung hingga semua bahan telah diisikan terpakai
habis, artinya tidak menghasilkan gas-bio dalam jumlah yang berarli lagi. Jika produksi
gas sudah berhenti, kemudian semua komponen alat dibersihkan, terutama bagian
dalamnnya. Demikianlah selanjutnya, siklus kerja alat seperti telah diuraikan diatas
diulangi. Jadi tangki-pencerna diisi lagi, tangki pengumpula-gas ditelengkupkan
diatasnya dan seterusnya.
• Pengisian Kontingu
Gambar b memperlihatkan alat penghasil gas-bio jenis pengisian-kontinyu, yang terdiri
dari 1) tangki-pencerna yang
Keluaran darl penghasil gas-bio, balk berbentuk cair maupun kering, dapat dipakai
sebagal pupuk untuk tanaman darat atau air. "Supernatant" adalah cairan dalam istan
yang telah mengalami proses pencernaan. Penggunaan "supernatant" sebagai pupuk
sama baiknya seperti keluaran padat, karena padat larut didalam supernatant tersebut
sehlngga membentuk lumpur-keluaran.
"Scum" adalah campuran serat-serat kasar, yang tersisa dari cairan dan gas
yang semula terkandung dalam kotoran segar. Penumpukan "scum" serta
pembersihannya merupakan masalah utama yang mengganggu penggunaan alat
penghasil gas-bio. Dalam jumlah kecil, "scum" berkelakuan sebagai isolator, tetapi
dalam jumlah yang banyak, "scum" dapat menyumbat alat menghasil gas-bio hingga
tidak dapat bekerja lagi.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Produksi Gas-bio
• Kebutuhan nutrien
Seperti halnya mikrobia umumnya, bakteri metan memerlukan nutrien untuk
hidupnya, meliputi unsur-2 C, N dan beserta mineral. Karbon merupakan unsur
penting dalam permentasi ini, karena selain untuk keperluan pertumbuhan sel juga
menjadi bahan utama untuk diubah menjadi gas metan (CH4. Secara umum,
kebutuhan nutrien untuk Eermentasi metan dinyatakan dengan C/N ratio, yang njlai
optlmutnnya ialah antara 20-30. Jika kurang, berarti terlalu kaya akan N, maka
produksi gas sedikit karena kurang C untuk dikonversi menjadi metan. Sebaliknya jika
terlalu tlnggi, berarti kurang N, pertumbuhan mikrobia kurang mencukupi untuk
memproduksi gas metan. Sedangkan kebutuhan P diperkirakan 1/10 sampai 1/5 dari
kadar N. maka jika komposisi media memiliki komposisi C:N:P = 100:4:0,5 kiranya
memenuhi syarat nutrien yang dikehendaki.
Oleh sebab itu, bahan-bahan isian yang berbeda akan menghasilkan jumlah gas-bio
yang berbeda pula. Pada penelitian yang telah dilakukan, bahan organik yang
dipergunakan adalah kotoran sapi. Analisis kotoran sapi dan keluaran pada penelitian
tersebut menunjukkan komposisi seperti diberikan dalam tabel dibawah.
Bahan baku dalam bentuk selulosa, roudah dicerna oleh bakteri naerobik. Tetapi bila
banyak mengandung zat kayu (lignin) pencernaan menjadi sukar (Jerami umpamanya,
adalah bahan yang mengandung zat kayu) Bahan yang sukar dicerna ini akan
terapung pada permukaan cairan dan membentuk lapisan "kerak" (Scum). Sedangkan
bahan yang sudah selesal dicerna akan turun ke dasar tangki-pencerna (lihat Bagan 2).
Lapisan-lapisan dalam tangk1 pencerna). Terbentuknya lapisan kerak di atas akan
menghambat lajunya produksi gas-bio.
Dalam prakteknya, untuk mencapai komposisi nutrien yang ideal, bahan sisa
yang memiliki C/N ratio tinggi dicampurkan dengan bahan lain denqan C/N ratio
yang tinggi. Perihal kebutuhan P dan mineral, dikatakan bahwa sejauh pencampuran
untukmemperkaya N tersebut diguna-kan kotoran bJnatang dan mencapai C/N ratio 20,
kebutuhan P dan mineral akan dengan sendiriterpenuhi.
• Retention rate
Dalam pelaksanaan diqesti limbah untuk produksi gas-biodapat dikerjakan
secara 'batch' atau secara ‘continuous. 'Retention time" didefinis ikan sebaqal waktu
yang diperlukan limbah untuk tinggal (mengalami inkubasi) dalam digester. Dalam
sistem 'continuous',
RT =
• Loading rate
Ialah kecepatan pengisian substrat (bahan organik limbah) ke dalam tangki
digester. Ada beberapa parameter loading rate, yang terpenting ialah 'organic loading
rate', yang menyatakan beasrnya bahan padat organik dalam limbah yang diumpankan
untuk setiap satuan volume digester per hari. Sampah kota, dengan menggunakan
bakteri meso€illk, 'organicloading rate' yang direkomendasikan antara 0,46-1,6 kg
(bahan organik sampah)/m3 digester/hari. Sedangkan untuk sampah buahan dan
sayuran atau kotoran hewan (di mana kadar bahan organiknya tinggi) dapat mencapai
4 kg/m3/hari.
Jika terjadi 'overloads' akan menyebabkan tidak setimbangnya reaksi
perombakan limbah menjadi asam dan perombakan asam menjadi gas metan.
Akibatnya akan terjadi akumulasi H+ sehingga pH turun ---> bakteri metan terhamhat.
Kadar bahan organik limbah merupakan faktor yang penting, karena hanya
bahan organik saja lah yang dapat dirombak menjadi gas metan. Di bawah ini contoh
perhitungan Sederhana produksl gasblo atas pert imbangan kadar bahan oraniknya.
Bila suatu keluarga petani yang terdiri dari limbah ternak, kebun sayur dan buah,
serta keglatan rumah-tangga menghasilkan 10 kg limbah kering dengan kadar bahan
organik sebesar 40%, maka petani tersebut dapat roeroproduksi gaablo Iabesar 40%xlO
kg/hari = 4 kg gas bio per hari. Jika tiap kggas bio memiliki volume 30 cu.ft, maka tiap
harinya petani tersebut dapat menghasilkan gasbio sebesar 370 cu.ft per hari, di
samping didapatkan pupuk sebagai sisa proses gasbio, sebesar 6 kg pupuk kering per
hari
• Temperatur
Perkembangbiakan bakteri sangat dipengaruhi oleh temperatur , Pencernaan
anaeroblk dapat berlangsung pada kisaran 5 C sampai 55 C. Temperatur yang lebih
tinggi akan memberikan gas-bio yang lebih banyak pula. Namun pada temperatur
yang terlalutinggi, bakteri-bakteri mudah matioleh perubahan temperatur. Pada
pengerjaan hasil gas-bio lalu harus dijaga agar temperatur bahan didalam
tangki-pencerna tetap. Dengan menggunakan bakteri mesofilik, temperatur digesti
sekitar 30 C, sedangkan denqan bakteri termfilik antara 40-550C. Makin tinggi suhu
digestinya, makincepat proses digesti, sehingga makin pendek 'retention time’-nya .
• pH dan alkalinitas
Derajat keasaman suatu cairan ditentukan dengan mengukur pH-nya. pH
dapat diukur denqan menggunakan pH-meter. Pada awal pencernaan, pH bahan yang
terisi dalam tangki pencernaan dapat turun sekitar g. ini merupakan akibat dari
[encernaan bahan organik oleh bakteri aerobik. Sesudah perkembangbiakan bakteri
pembentukan metan pH mulai naik. Bakteri anaerobik bekerja paling giat pada keadaan
pH antara 6,8 sampai 8, pada kisaran mana akan diberikan hasil pencernaan yang
optimum tartinya, laju produksi gas-bio yang optimum). Stabilitas proses fermentasi
metan (anaerobik) juga peka terhadap pH ‘slurry’. Sedemikian jauh belum dikenal
bakteri pengubah asam menjadi metan yang asidofilik, dan fermentasi metan hanya
berlangsung baik pada rentangan pH antara 6,8-7,2.
Jika pH turun dibawah 6,8 misalnya karena overload, akan terjadi
penghambatan proses pengubahan senaya asam bekerja, sehingga penurun pH makin
berkelanjut. Hal ini dapat menghentikan proses sama-sekali jika perubahan pH tidak
segera dikoreksi. Jika pH sudah mulai turun sampai dibawah 6,9 sebaiknya dilakukan
usaha unttuk mencengah terhentinya proses. Usaha tersebut ialah dengan
menghentikan feeding, menambahkan alkali misalnya Na-bikarbonat, dan jika perlu
mengistira-hatkannya untuk beberapa hari (bahkan minggu) sebelum memulai lagi
feeding dengan kecepatan rendah. Feeding hanya boleh dilakukan jika proses sudah
nampak normal kembali. Oleh karenanya selama istrhat harus tetap dimonitor pH dan
produksi gasnya.
Alkalinltasi ialah kemampuan slurry untuk melakukan penyanggaan ('buffering')
atas kemungklnan terjadinya fluktuasi pH, yaltu dengan menyerap kelebihan produksi
asam sebelum diubah menjadl metan. Panyanggaan Inl perln untuk menjamin stabilitas
proses digesti. Sistem penyanggaan utama yang memberi kontribusi alaklinitas ialah (a)
NH3 ---> NH4+ dan (b) C02/H2CO3 --> HC03. Senyawa-senyawa bermuatan negatif
tersebut kemudSan nampu menyerap kelebihan H akibat akunxulasi senyawa asam,
=ehlngga pH tidak sempat turun. Maka dengan demikian, kotoran hewan yang kaya
sumber N akan berpengaruh ganda, yaitu atas alkalinitas dan kuantitas C02 karena
meningkatnya kuantitas sel bakteri-bakter metan.
Tingkat alkalinitas yang diperlukan untuk menjaga stabllitas proses
tergantung atas sifat asal limbahnya. Kotoran hewan dan limbah jamban telah
memiliki alkalinitas yang memadai. Jika harus ditambahkan dari luar untuk mengatasi
penurunan pH, dapat diberikan NaHCO3 (Na-bikarbonat). KOH juga dapat diberikan,
tetapi memiliki kelemahan karena dapat membentuk endapan k-karbonar pada dinding
digester. Sedangkan limbah sayuran dan buahan tidak memiliki alkalinitas yang cukup,
sehingga perlu dibantu dengan penambahan. Digesti limbah sayuran dan buahan pada
kecepatan loading 4 kg/m3/hari., ditambah Na-bikarbonat antara 1-4,5 kg/m3 umpa
(feed) untuk menghasilkan alkalinitas antara 3.000-5.000 mg agar mampu memberikan
‘buffering’ guna menjamin proses yang stabil.
• Kadar air
Untuk ber1angsungnya proses digesti, 1imbah harus libuat menjadi 'slurry,
(bubur) dengan perlakuan pengecilan ukuran dan penambahan air serta homogenisasi.
Isian dlbentuk dengan mengaduk bahan baku dengan air pada perbandingan tertentu.
Isian yang paling baik untuk penghasil gas-bio mengandung 7-9 persen bahan kering.
Pada keadaan ini proses pencernaan anaerobik berjalan paling baik. Untuk beberapa
kotoran khewan. Peter John Meynell memberikan harga bahan kering sebagai
diberikan pada Tabel di bawah.
oleh sebab itu, untuk setiap jenis kotoran pengenceran isian dengan air dilakukan
berbeda-beda pula, agar dSperoleh isian dengan kandung bahan kering yang optimum.
Sebagai contoh, kotoran sapi yang segar mengandung bahan kering sebanyak 18%.
Untuk mendapatkan isian dengan kandungan bahan kering 7 - 9%, maka perlu
diencerkan dengan menambah air sebanyak kotoran sapinya lalu diaduk hingga
terdapat campuran yang merata. Dengan kata lain adalah rampuran kotoran sapi dan
air denganperbandingan 1 : 1, Perbandingan untuk kotoran babi adalah 1 : 2, sedang
untuk kotoran ayam 1:2.
• Pengadukan (flotasi)
Bahan baku yang sukar dicerna akan membentuk lapisankerak pada permukaan cairan.
Lapisan Ini dapat dipecah denganalat pengaduk. Dengan demikian hambatan terhadap
laju gas-bioyang dihasilkan dapat dikurangi. Oleh karena itu beberapa konstruksi
penghasil gas-bio diperlengkapi dengan pengaduk. sewaktu memasang pengaduk
harus diperhatikan agar tidak terjadi kebocoran pada tangki-pencerna.
• Bahan-bahan penghambat
Bahan-bahan yang dapat menghambat proses fermentasi metan meliputi: -
NaCl dan garam-2 dari logam alkali
• CO2 + CH4 ---> olehkarenanya gasbio harus disalurkan tangki penampung agar
tidak meracuni.
9. Kegunaan Keluaran
Sebagai pupuk
Keluaran (bahan yang keluar dari pipa pengeluaran, bar l(b)) banyak
mengandung nitrogen, fosfor, kalium dan elemen-elemen lainnya yang dibutuhkan
oleh pertumbuhan tanaman. Sebagian besar nitrogen yang terkandung dalam bahan
organik adalah dalam bentuk protein. Nitrogen dalam bentuk protein tidak dapat
langsung dimantaatkan oleh tanaman. Didalam tangki-pencerna, protein tersebut akan
diuraikan sehingga nitrogen terkandung dalam bentuk ammonium (NH4), jadi dapat
langsung dimanfaatkan oleh tanaman dan tidak mudah hilang merembes kedalam tanah.
Dengan demikian proses pencernaan didalam tangki pencerna akan mempertinggi
kadarnitrogen yang dapat langsung dimanfaatkan oleh tanaman. Pemakaian keluaran
untuk pupuk harus dicoba dahulu, terutama untuk menguji kesesuaian sifat pupuknya
dengan keadaan tanah setempat.
BAB III
PENGELOLAAN LIMBAH PERTANIAN
DENGAN POLA PROOUKSI
Bertitik tolak pada kenyataan yang terjadi di alam ini,dapat diciptakan suatu
daur paksaan untuk mengelola 1imbah, dalam suatu Pola Produksi dalam Daur Paksaan
Dalam cara pengelolaar. ini, usaha produksi tidak boleh berhenti hanya dengan satu
titik produksi, karena lirabah akan terakumulasi dan menimbulkan permasalahan.
Setiap titik produksi harus dllkuti dengan titik produksi l^ln untuk memanfaatkan 1
Imbah yang timbul dari titik produksi sebelumnya sebagal bahan baku. Kemudian
limbah dari titik produksi kedua dlkelcla dengan menciptakan titik produksi ketiga
untuk mengolahnya. Demiklan secara berturutan diciptakan titik-titik produksi yang
dipaksa untuk mengolah limbah-1imbah yang timbul sampai akhirnya diperoleh
limbah dari suatu titik produksi (akhir) ang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
oleh titik produksi awal.Karena yang ditiru adalah daur kehidupan di alam, maka
limbah yang dapat dikelola adalah limbah biologik, yangg tersusun oleh bahan-bahan
organik. Di samping limbahnya limbah biologi, proses produksinya juga terbatas hanya
produksi yang melibatkan proses kehidupan seperti halnya peternakan, perikanan,
budidaya tumbuhan/tanaman atau embiakan mikroorganisme. Gambar 26 adalah bagan
dasar Pola produksi dalam Daur Paksaan. Bila telah memungkinkan teknologinya,
usaha produksi protein sel tunggal (SCP= Single call Protein) dapat digabungkan
menjadi salah satu titikproduksi dalam rangkaian pola produksi dalam daur paksaan ini.
Dengan adanya titik produksi SCP, limbah akan jauh lebih cepat diproses, dan potensi
pemanfaatannya akan jauh lebih besar dan bervariasi, sehingga daur yang diciptakan
(paksakan) akan menjadi lebih ‘luwes’ dan efisien.
Penerapan pola ini ternyata telah terdapat dimasyarakat, yang penulis jumpai dipulau
Bangka pada tahun 1976, dikerjakan oleh beberapa petani cengkeh dipulau itu. Bagan
penerapan pola produksi dalam daur paksaan untuk produksi cengkeh, daging babi dan
minyak kelapa serta produk cengkeh, daging babi dan minyak kelapa serta
produk-produk asal kelapa lainnya disajikan pada gambar
Gambar tersebut, tidak nampak lagi titik produksi mana yang menjadi titik awal dan
yang merupakan usaha produksi utama. Tetapi pada saat penulis wawancarai, petani
bersangkutan menyatakan bahwa cengkeh adalah produk primadonanya. Sedangkan
ternak babi merupakan titik produksi untuk mensuply pupuk kotoran babi bagi tanaman
cengkehnya, disamping mengolah limbah pengolahan kelapa menjadi minyak kelapa,
berupa ampas kelapa untuk babi. Nampak dari gambar 27 bahwa semua limbah yang
timbul dapat dimanfaatkan oleh titik-titik produksi secara tertutup sehingga tidak lagi
timbul permasalahan limbah ternak, limbah panenan mau pun limbah pengolahan. Dan
dari perputaran daur yang dipaksakan tersebut dapat dipetik bahan-bahan yang
memiliki nilai jual untuk dipasarkan, meliputi kelapa, minyak kelapa, daging babi,
cengkeh produk asal kelapa seperti lidi dan sabut. pada pembicaraan ini diarr.bi]
limbah pabrik tapioka sebagai kasus. Pabrik tapioka sebagai titik produksi yang
mengolah bahan biologi (organlk) yaitu singkong akan menghasilkan organik berupa
tapioka dan menimbulkan limbah organik onggok cair (air onggok ) dan onggok padat.
Onggok ini. Memiliki kadar bahan pencemar yang amat besar, mencapai ribuan
sampai belasan ribu ppm (part per million = perjuta bagian) yang disebut BOD
(Biochemical Oxygen Demand). Apabila dibuang langsung ke lingkungan, bahan
organik tersebut akan mengalami perombakan oleh jasad mikroorganisme). Dalam
perombakannya, akan dibutuhkan oksigen yang cukup besar, sehingga akan
merampas cadangan oksigen yang ada di sekitar tempat/aliran pembuangan. Kondisi
ini dapat menimbulkan dua kerugian. Pertama, karena cadangan oksigen yang langka,
mengakibatkan ekosistem (keseimbangan kehidupan) di daerah tersebut akan berubah.
Jasad-jasad hidup yang membutuhkan oksigen untuk hidupnya akan mati. Kematjan
ja
sad yang satu akan berakibat matinya kelompok jasad lain yang memerlukan jasad
pertama untuk mangsa/umpan makanannya. Dalam keadaan paling buruk, alam di
tempat tersebut akan sama sekaliberubah. Kedua, kurangnya oksigen menyebabkan
mikroorganisme harus merombaknya dalam keadaan tanpa oksigen tersebut
perombakan anaerobik) dengan menghasilkan berbagai senyawa dengan bau busuk.
Dengan demikian timbullah limbah yang sangat mengganggu lingkungan.
Sebagai limbah yang berasal dari bahan organik singkong, setelah
diekstrak (ambll) patinya, onggok masih mengandung banyak bahan organik.
Onggok padat masih megandung sejumlah pati, gula reduksi dan selulosa,
disamping bahan-bahan tertinggal sisa pengolahan seperti senyawa belerang (yang
digunakan sebagai bahan pemutih tapioka). Air onggok masih mengandung pati dan
gula reduksi di samping sebenarnya merupakan sumber air yang semestinya masih
dapat didaur ulang secara aman ke alam atau pun dalam proses. Jadi sebenarnya
limbah pabrik tapioka masih dapat ambil manfaatnya.
Berpijak pada konsep daur paksaan seperti duraikan didepan, limbah pabrik
tapioka, air onggok mau pun onggok padat dapat dimanfaatkan untuk diolah menjadi
berbagai produks peternakan, tanaman dan energi. Bagan dari pengelolaan dan
pemanfaatan limbah pabrik tapioka disajikan dalam gambar 28
• Usaha Perikanan
Air onggok juga dapat dimanfaatkan untuk usaha perikanan, dipilih jenis yang
tahan hidup dengan BOD tinggi, misalnya belut dan ikan lele. Tentu saja masih harus
disangga dengan beberapa sumber pakan dan perlakuan lain untuk menunjang
kehidupan belut dan ikan lele tersebut agar memberikan hasil yang menguntungkan.
KESIMPULAN
Limbah pertanian merupakan produk sampingan yang tidak dapat dilepaskan
dari sistem pertanian. Limbah pertanian yang tidak ditangani dengan baik dapat
menimbulkan dampak negatif baik pada lahan pertanian itu sendiri maupun
berpengaruh terhadap lingkungan yang lebih luas seperti pemanasan global dan
perubahan iklim. Sebaliknya pemanfaatan limbah pertanian yang optimal dapat
memberikan kontribusi terhadap peningkatan pendapatan petani dan perbaikan kualitas
lahan pertanian sehingga dapat digunakan secara berkesinambungan. Limbah pertanian
dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik atau kompos yang dapat digunakan untuk
memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, serta dapat dipakai untuk
menurunkan serangan beberapa penyakit tanaman. Disamping itu, limbah pertanian
juga dapat digunakan sebagai mulsa. pakan ternak> sumber energi (kayu bakar dan
biogas). dan bahan kerajinan.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, F. dan E. Husen. 2005. Tinjauan umum multifungsi pertanian. Presiding Seminar
Nasional Multifungsi Pertanian dan Ketahanan Pangan. Bogor, 12 Oktober dan
24 Desember 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat,
Bogor. him. 1-16.
Anis dianto, Ridwan Zahab, dan Iskandar Zulkarnain. 2007. Pengaruh Penggunaan
lerhadap Penghematan Air Pada Fase Vegetatif Tanaman Stroberi (Fragariax
visca). Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Unna.
Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. 2008. Multi Fungsi Lahan vs
Pencemaran DAS. Departemen Pertanian RI. http://bbsdlp.litbang.deptan.
go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=50&Itemid=122&limit
=l&limitstart=9.
43
Chairul Rachman. 2007. Agenda Nasional [2008 - 2015] dan Rencana Aksi [2008
-2009]. Pengurangan Etnisi Gas Rumah Kaca Sektor Pertanian. Departemen
Pertanian Republik Indonesia.
Ecosolve Ltd. 2002. Final Report: Eco-Indorganic Project, Climate Change Challenge
Fund.
Elly Indra Swari dan Yogi Sugito dan Jody Moenandir. 2003. Pengaruh Takaran
rjmjmJerami dari Beberapa Varietas Padi terhadap Penekanan Gulma pada
tbbbhubKedelai. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang.
Gips, T. 1986. What is sustainable agriculture?. Dalam: Alien P. and D. Dusen (Eds.),
Globalprespectives on agroecology and sustainable agriculture Proc. of the
6th Int. Scientific Conference of the International of Organic agriculture
Movement (Santa Cruz: Agroecology , Univ. of California) vol 1: hal 63-74.
Irawan, B., E. Husen, Maswar, R.L. Waning, dan F. Agus. 2004. Persepsi dan i
masyarakat terhadap multifungsi pertanian: Studi kasus di Jawa Barat
JawaTengah. Presiding Seminar Multifungsi Pertanian dan Konservasi Daya
Lahan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Aeroklinat, Bogor.
him. 21-43.
Jasmal A Syamsu. 2007. Daya Dukung Limbah Pertanian Sebagai Sumber Pakan
TernakRuminansia di Indonesia Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak
llBiversitas Hasanuddin, Makassar.
Schuler, C.; J. Pinky; M. Nasir and Vogtmann. 1993. Effects of composted organic
kitchen and garden waste on Mycosphaerella pinodes (Berk, et Blox)
Vestergr.,causal organism of foot rot on peas (Pisum sativum L.), Biological
Agriculture and Horticulture, 9: 353-360.
Shapiro, D.I.; G.L Tylka and L.C. Lewis. 1996. Effects of fertilizers on virulence of
Steinernema carpocasea, Applied Soil Ecology, 3(1) : 27-34
Supriadi dan Soeharsono. 2008. Limbah Pertanian Sebagai Daya Dukung Pakan
Ternak Di Lahan Kering (Studi Kasus) Desa Plembutan, Kecamatan Playen,
Kabupaten Gunung Kidul. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta
Syekluani Ilyas dan Sugeng Prijono. 2000. Analisis Pemberian Limbah Pertanian Abu
Sekam Sebagai Sumber Sillka T P Ada Andisol dan Oxisol terhadap Pelepasan
Fosfor Terjerap dengan Teknik Perunut 32p. Risalah Pertemuan Ilmiah
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isolop dan Radiasi.