KKL Semarang-Karangsambung-Yogyakarta
KKL Semarang-Karangsambung-Yogyakarta
KKL Semarang-Karangsambung-Yogyakarta
KARANGSAMBUNG
DALAM KAJIAN PEMBELAJARAN GEOGRAFI
Dilaporkan Oleh:
KELOMPOK 1
KETUA : DWI PARTINI S881408004
ANGGOTA : ARFITA RAHMAWATI S881408001
KHAIRUNNISA S881408006
M. DEDI RIAMAN S881408009
ROSI ELVIA S881408014
i
PENGESAHAN LAPORAN
KARANGSAMBUNG
DALAM KAJIAN PEMBELAJARAN GEOGRAFI
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan
rahmat-Nya, akhirnya kami dapat menyelesaikan Laporan Kuliah Kerja Lapangan
(KKL) Pendidikan Geografi Pascasarjana UNS pada tahun 2015.
KKL ini sangat penting dalam menjembatani dasar-dasar teoretis
perkuliahan terhadap kondisi lapangan. Hal ini mengingat bahwa proses
perkuliahan tidak akan sempurna manakala tidak disertai dengan kunjungan atau
tinjauan langsung terhadap kondisi senyatanya. Program KKL ini sekaligus
menjadi sarana menemutunjukkan proses-proses fisikal dan sosial yang saling
berinteraksi dan saling pengaruh-mempengaruhi. Diharapkan pada fase
berikutnya, program KKL ini dapat menjadi main idea dan main concept bagi
masing-masing mahasiswa dalam mengaplikasikan konsep Kerja Lapangan ke
dalam kelas yang diampunya sehingga kedepannya dalam proses belajar mengajar
di kelas dapat berkesinambungan antara konsep teoretis dan fenomena praktis.
Penyusunan laporan ini penyusun mendapat bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak sehingga semuanya dapat berjalan lancar. Untuk itu kami
mengucapkan terima kasih, kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Joko Nurkamto, M.Pd selaku Dekan FKIP UNS
2. Ibu Prof. Dr. Ch. Muryani, M.Si selaku Ketua Program Studi PKLH Program
Pascasarjana Kependidikan UNS.
3. Bapak Setya Nugraha, M.Si selaku dosen pembimbing I KKL.
4. Rekan-rekan yang telah banyak membantu dalam KKL ini.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penyusun mengharapkan saran konstruktif demi kesempurnaan laporan
ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya mahasiswa
Program Studi PKLH Pascasarjana UNS.
Surakarta, 2 Juni 2015
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
iv
1. Lembah Kali Muncar
2. Desa Pucangan
3. Formasi Totogan
4. Formasi Luk Ulo
C. Implementasi KKL dalam Pembelajaran Geografi ........................ 34
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ........................................................................................ 35
B. Saran ............................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 37
LAMPIRAN ..................................................................................................... 38
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Daerah Karangsambung yang terletak sekitar 19 km ke arah utara dari
Kota Kebumen merupakan daerah yang dikenal oleh para ahli Ilmu Kebumian
khususnya Geologi. Pada daerah ini tersingkap berbagai macam batuan yang
berumur jutaan tahun yang terbentuk dari dasar samudra hingga tepian benua.
Daerah Karangsambung merupakan rekaman evolusi pergerakan lempeng
bumi pada masa lampau sekitar 60 juta tahun yang lalu.
Ilmu geologi kurang berbobot bagi mahasiswa apabila hanya diisi
dengan materi di dalam kelas perkuliahan. Kuliah lapangan ini dilakukan di
daearah Karangsambung yang terkenal dengan berbagai jenis batuannya.
Daerah Karangsambung merupakan daerah yang unik keadaan geologinya,
mulai dari morfologinya, stratigafinya danlitologinya sehingga sering
dijadikan sebagai objek pembelajaran geologi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, penulis merumuskan masalah sebagai berikut
1. Bagaimana keadaan geologi daerah Karangsambung dilihat dari segi
stratigrafi, litologi dan morfologi?
2. Batuan apa saja yang ada di daerah Karangsambung?
C. Tujuan KKL
Tujuan dari kuliah lapangan ini adalah sebagai berikut
1. Untuk mengetahui keadaan geologi daerah Karangsambung dilihat dari
segi morfologi, stratigrafi dan litologi.
2. Untuk mengidentifikasi batuan didaerah Karangsambung.
1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Iklim
Menurut Threwartha dan Horn (1968), ITCZ adalah garis atau zona
yang berkaitan dengan pusat sirkulasi siklonik yang memiliki tekanan udara
yang sangat rendah dari daerah sekitarnya dan berada di antara dua cekungan
equatorial. ITCZ merupakan daerah pertemuan angin yang membentuk awan
penghasil hujan yang berada di sekitar wilayah itu sehingga hujan turun cukup
deras secara berkesinambungan. ITCZ adalah sumbu arus angin pasat di
daerah tropis yang memisahkan pasat timur laut dari pasat tenggara. Bisa juga
ITCZ merupakan pertemuan antara angin pasat dari belahan bumi utara (BBU)
dengan angin pasat dari belahan bumi selatan (BBS). Sistem perawanan dalam
ITCS yang terbentuk adalah cluster awan dengan pertumbuhan vertikal yang
luar biasa.
Seperti halnya konvergensi yang terjadi di atas Bali dan Nusa Tenggara
yang terjadi merupakan pemusatan pertumbuhan awan. Energi yang
dibutuhkan untuk mempertahankan keberadaan ITCZ diperoleh dari
penguapan di permukaan laut yang dibawa oleh konvergensi angin troposfer
bawah. Jadi ITCZ tidak lain adalah palung ekuatorial yang lokasinya berubah-
ubah sesuai dengan perubahan thernal ekuatorial dan tergantung pada gerak
matahari serta distribusi daratan dan lautan. Sabuk ITCZ pembawa hujan ini
terbentuk akibat konvergensi angin pasat dekat ekuator yang akan bergerak
melintasi ekuator dari utara ke selatan atau sebaliknya sesuai dengan
pergerakan semu matahari. Konvergensi pada ITCZ inilah yang dapat
menciptakan hujan deras di kawasan yang dilaluinya. Indonesia merupakan
salah satu negara yang berada di wilayah ekuator dan memiliki iklim tropis.
Wilayah ekuator pada umumnya merupakan wilayah pusat tekanan
rendah atau lebih dikenal dengan wilayah siklon. Wilayah siklon merupakan
m erupakan wilayah tempat berkembangnya awan-awan konvektif yang
menjadi sumber pertumbuhan badai dan cuaca buruk lainnya. Wilayah ini
2
3
B. Geologi
Berdasarkan data stratigrafi daerah pemetaan, maka urutan satuan
batuan yang diendapkan dari tua ke muda adalah satuan Breksi perselingan
batupasir , satuan perselingan Batupasir Batulempung, Satuan Batugamping
perselingan Batupasir, Batulempung, Batulanau, dan Tufa, dan satuan endapan
aluvial. Berdasarkan urutan satuan batuan tersebut, maka dapat dianalisis
bagaimana sejarah geologi yang terjadi di daerah pemetaan. Pertama diawali
dengan pengendapan breksi dan batupasir yang terjadi di dasar laut, tepatnya
di daerah slope, yaitu dengan mekanisme sedimentasi arus turbidit. Hal ini
dapat terlihat dari pemilahan yang sangat buruk. Kemudian diperlukan energi
sedimentasi yang besar untuk mentransport fragmen-fragmen batuan yang
dimensinya sangat besar, sehingga kemungkinan energi tersebut dipengaruhi
oleh adanya gravity mass flow. Satuan batuan ini terbentuk dalam kondisi
magmatisme bawah laut yang aktif. Hal tersebut ditandai dengan terdapatnya
fragmen rijang di dalamnya. Rijang yang terbentuk tersebut kemungkinan
berasal dari larutan silika yang dikeluarkan selama aktivitas megmatisme
bawah laut. Kemudian diendapkan secara selaras satuan Batupasir
Batulempung di atasnya. Seiring dengan menurunnya aktivitas magmatisme,
maka energi yang berperan dalam proses sedimentasinya relatif lebih lemah
dibandingkan dengan satuan yang sebelumnya. Litologi yang menyusun
satuan batuan ini bersifat karbonatan, sehingga dapat diperkirakan bahwa
disekitar lingkungan pengendapannya berada di zona CCD dan juga terdapat
sumber bahan karbonat (CaCO3), yang kemudian bereaksi dengan batuan
sekitarnya dan menyebabkan batuan tersebut bersifat karbonatan. Satuan ini
masih terendapkan di zona laut dalam.
Kemudian disusul oleh pengendapan satuan Batugamping
Batulempung di atasnya secara selaras. Satuan ini ditandai oleh terbentuknya
batuan dengan ukuran butir yang sangat halus, yang menandakan bahwa
4
konglomerat, dan rijang, beku, dan sekis dan gneis, serta kuarsa susu. Akibat
terjadinya proses tektonik dan erosi yang terus berlangsung, maka terjadinya
proses transport material-material batuan tersebut di sepanjang Sungai Luk
Ulo. Batas satuan aluvial ini dengan satuan batuan di bawahnya adalah berupa
batas erosional.
C. Geomorfologi
Geomorfologi dapat didefinisikan sebagai Ilmu yang membicarakan
tentang bentuklahan yang mengukir permukaan bumi, Menekankan cara
pembentukannya serta konteks kelingkungannya (Dibyosaputro, 1998). Obyek
kajian geomorfologi adalah bentuklahan yang tersusun pada permukaan bumi
di daratan maupun penyusun muka bumi didasar laut, yang dipelajari dengan
menekankan pada proses pembentukan dan perkembangan pada masa yang
akan datang, serta konteksnya dengan lingkungan (Verstappen, 1983).
Permukaan bumi selalu mengalami perubahan bentuk dari waktu ke
waktu sebagai akibat proses geomorfologi, baik yang bersal dari dalam bumi
(endogen) maupun yang berasal dari luar bumi (eksogen). Dalam mempelajari
mengenai geomorfologi penekanan utamanya adalah mempelajari
bentuklahan/landform. Bentuklahan sendiri merupakan bentukan pada
permukaan bumi sebagai hasil perubahan bentuk permukaan bumi oleh
proses-proses geomorfologis yang beroperasi di permukaan bumi Proses
geomorfologis diakibatkan oleh adanya tenaga yang ditimbulkan oleh medium
alami yang berada di permukaan bumi.
Kondisi geomorfologi yang dimiliki suatu daerah merupakan
sumberdaya alam. Salah satu bagian dari sumberdaya alam adalah sumberdaya
lahan. Pemanfaatan sumberdaya lahan yang seoptimal mungkin menjadi suatu
keharusan agar mendapat hasil yang optimal, namun perlu diupayakan agar
tidak terjadi kerusakan pada lahan. Data mengenai sumberdaya lahan sangat
diperlukan untuk dapat memanfaatkan potensi sumberdaya lahan secara
optimal. Informasi mengenai kondisi geomorfologi pada suatu daerah
merupakan dasar utama dalam penyusunan pengelolaan lahan. Peta
geomorfologi yang memuat data tentang bentuklahan dan proses
6
sedimen akan menurunkan level dasar sungai tetapi bila persentasi jumlah
pasir yang ditambang lebih kecil dibandingkan terhadap muatan sedimen
tahunan, penurunan elevasi dasar sungai akan kecil. Bila lokasi penambangan
lebih jauh ke arah hulu dari mulut sungai atau titik pengontrolan dasar sungai
lainnya, maka penurunan elevasi dasar sungai menjadi lebih besar pada
tingkat penambangan pasir yang sama. Jadi untuk jumlah penambangan pasir
tertentu lebih dekat ke mu lut sungai akan menyebabkan penurunan yang lebih
kecil dari elevasi dasar sungai daripada bila penambangan beberapa kilometer
lebih ke hulu. Sedimen pada dasar sungai berasal dari hasil erosi yang terjadi
di hulu sungai. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa besarnya kecepatan
sedimen seiring dengan tingkat erosi pada sungai.
Aliran sungai pada perbukitan homoklin adalah sungai tipe trellis
dengan karakteristik tahapan sungai sungai muda. Tipe sungai pada satuan
perbukitan lipatan ini adalah sungai tipe paralel dan annular yang mengalir
dari barat ke timur dengan karakteristik tahapan sungai sungai muda. Sungai
Lok Ulo adalah sungai yang memiliki karakteristik tahapan sungai tua dengan
tingkat pelapukan yang sudah tinggi dan terdapat endapan aluvial pada
tepianya.
BAB III
METODOLOGI
2. Waktu Kegiatan
Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan Program Studi Pendidikan Geografi
Pascasarjana UNS dilaksanakan pada tanggal 3-6 Juni 2015
B. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan pada kegiatan Kuliah Kerja Lapangan ini
bersifat komprehensif yaitu meliputi pendekatan spasial, ekologikal dan
kompleks wilayah
8
9
10
11
pada dasar samudera hingga laut dangkal berumur 80 – 30 juta tahun lalu,
d i j u m p a i pula di Karangsambung. Rijang, lempung merah dan gamping
merah yang terbentuk pada dasar samudera dengan posisi lapisan hampir
vertikal membentuk fenomena yang sangat menarik. Rijang wring
berasosiasi dengan lava bantal yang terbentuk dari pembekuan magma
pada punggungan tengah samudera. Batulempung bersisik/scaly clay (hasil
proses pelongsoran berulang-ulang), batupasir, breksi vulkanik,
konglomerat kuarsa serta batugamping numulites jugs ditemukan. Batuan
metamorf seperti Filit, sekis hijau, sekis mika (berumur 117±5 juta tahun
lalu), sekis biru dan eklogite yang terbentuk dari metamorfosa regional
tingkat tinggi terjadi pula di Karangsambung. Morfologi Amphiteater
(teater alam terbuka) yang merupakan rangkaian gunung berbentuk tapal
kuda dengan lembah ditengahnya sebagai hasil proses geologi sehingga
terjadi pembalikan topografi dimana puncak antiklin berubah menjadi
lembah sementara lembah sinklin sekarang berupa puncak gunung.
Keanekaragaman batuan di Karangsambung dengan kenampakan
morfologi serta kekomplekan struktur geologinya menjadikan kawasan ini
sebagai Monumen Geologi yang layak untuk dikonservasi dan dijaga
kelestariannya. Berdasarkan Kepmen ESDM No.2817K/40/MEM/2006,
maka kawasan Karangsambung seluas kurang lebih 22.157 Ha yang
meliputi Kabupaten Kebumen, Banjarnegara dan Wonosobo telah
ditetapkan menjadi Cagar Alam Geologi Karangsambung.
Secara fisiografi Cagar Alam geologi Karangsambung termasuk
dalam Banyumas Sub-Basin yang merupakan salah satu cekungan di
bagian selatan Jawa, beberapa pengarang memasukkannya dalam
cekungan Jawa Selatan Banyak diskusi tentang posisi tektonik cekungan
ini, dan nampaknya belum terlalu jelas posisinya. Asikin S (1994)
menyatakan bahwa kawasan ini pada jaman Kapur Akhir – Eosen
merupakan daerah subduksi, pada Miosen awal–Tengah termasuk Fore-
Arc basin dan menjadi Back-Arc basin pada Miosen Tengah – Miosen
Akhir.
12
juga potensi air tanah yang sedikit. Pola dari keberadaan pemukiman
mengikuti jalur sungai sehingga menandakan bahwa masyarakat masih
tergantung dengan keberadaan sungai dalam memenuhi kebutuhan sehari-
hari.
Bentuk lahan asal struktural (endogen) pada kawasan ini meliputi 2
macam yaitu berupa daerah lipatan dan daerah patahan. Daerah lipatan
berupa suatu antiklinal yang telah mengalami erosi dan berubah menjadi
lembah antiklin yang memiliki material berupa batuan sedimen yaitu batu
pasir dan breksi. Daerah patahan terdapat di sebelah utara yang merupakan
daerah melange, material yang terdapat pada daerah tersebut meliputi
antara lain sekis, filit, grewake, serpentinit, gabro, batu gamping,
basalt. Bentuklahan denudasional merupakan suatu bentukan lahan
dipermukaan yang telah mengalami/terkena tenaga dari proses eksogen.
Pelapukan yang terjadi mengakibatkan proses gradasi dan agrasi
permukaan. Pada kawasan ini proses erosi sangat mudah terjadi walaupun
dalam ruang lingkup yang kecil, seperti pada daerah Waturanda perlapisan
batuan sangat terlihat dan tanah yang terjadi masih relatif tipis berada
diatas bidang batuan yang padu, ketika terjadi hujan maka longsoran-
longsoran tanah kerap terjadi. Pada daerah perbukitan terisolasi terjadi
pula longsoran tanah yang mengakibatkan wilayah disekitarnya tertimbun
material longsoran. Kebanyakan proses pelapukan ini merupakan
pelapukan fisika dan menyebabkan longsor akibat adanya tenaga grafitasi
oleh beban air pada waktu hujan.
Bentuklahan fluvial pada kawasan hanya sebagian kecil saja yaitu
hanya disekitar sungai. Bentuklahan fluvial dipengaruhi oleh adanya
tenaga air yang mengalir sehingga proses erosi, transportasi dan
sedimentasi dari material-material permukaan di proses pada zona ini.
Bentuklahan fluvial di kawasan meliputi daerah dataran aluvial yang
secara material penyusun merupakan daerah yang subur akan tetapi daerah
yang sering terkena dampak banjir pada saat sungai meluap. Gosong
sungai adalah dasar dari sungai tersebut, sungai yang melewati kawasan
14
5. Tanah
Kondisi tanah di Karangsambung yang bermacam-macam jenisnya
dipengaruhi oleh jenis batuan yang ada di sekitar tanah tersebut. Tanah
senantiasa mengalami evolusi, pada saat terbentuk akan mengambil sifat-
sifat batuan induknya. Tetapi tanah akan senantiasa mengalami sirkulasi
pertumbuhan dengan stadia muda, dewasa dan tua. Pengaruh dari luar
akan mengubah keadaan asli dari masa tanah. Begitu kuatnya pengaruh
dari luar akan banyak menentukan ciri-ciri tanah, pengaruh luar yang
utama adalah iklim. Pengaruh yang lain adalah vegetasi yang sebenarnya
juga ditentukan oleh iklim. Faktor iklim yang menetukan adalah hujan
(presipitasi).
Adanya gerakan tanah disebabkan oleh adanya gerakan masa
batuan, misalnya yaitu terjadi debris avalance, hanging valley,
maupun soil creep. Tanah yang merayap (soil creep) ini merupakanm
gejala umum yang terjadi di permukaan bumi, karena gerakannya yang
lambat sehingga perubahan yang terjadi tidak dapat diamati secara
langsung, tetapi hanya bisa diamati gejala-gejalanya saja. Iklim tropis
dalam kawasan menyebabkan terjadinya pelapukan yang intensif.Pada
musim kemarau daerah ini sangat panas dan banyak partike-partikel tanah
yang terurai sehinga ketika terjadi musim penghujan partikel-partikel
tanah tersebut tererosi dan terendapkan di sungai Luk Ulo yang merupakan
sungai utama di kawasan ini.
6. Vegetasi
Vegetasi di lokasi Karangsambung adalah beraneka ragam sesuai
dengan kondisi tanah yang ada di daerah tersebut.Tanah yang terletak pada
daerah banjir relatif subur karena mengandung banyak materi dari aliran
air banjir yang melewati. Pada kawasan Karangsambung ini ditemukan
banyak vegetasi yaitu diantaranya padi, ketela pohon, kelapa, sengon,
kayu jati, bambu dll. Pola penyebaran vegetasi di daerah ini adalah
menyebar yang dipengaruhi oleh relief daerahnya yang tidak rata, berbatu,
dan berlapis-lapis.
16
7. Sosial
Kerusakan sumberdaya lahan dapat menyebabkan terjadinya
ketidakseimbangan lahan sehingga akan menyebabkan kerugian-kerugian
dalam masyarakat, seperti misalnya banjir, kekeringan, tanah longsor,
pendangkalan sungai. Wilayah Karangsambung merupakan wilayah yang
fenomenal dimana daerah tersebut terdapat berbagai macam jenis batuan,
yaitu kelompok batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf yang
tersingkap di daerah ini.
Selain faktor fisik kerusakan lahan juga disebabkan oleh faktor
sosial budaya masyarakat, ketika masyarakat sudah terbentur dengan
kebutuhan maka sumberdaya alam yang ada (bahan galian) di eksploitasi
baik penambangan batuan ataupun penambangan-penambangan dari
material endapan sungai. Desakan kondisi sosial masyarakat juga
mempengaruhi desakan lahan, salah satunya ditujukan adanya perubahan
peruntukan penggunaan lahan yang berkaitan dengan vegetasi. Semakin
lama kerapatan vegetasi semakin berkurang sehingga akan menyebabkan
peningkatan aliran permukaan dan penurunan air tanah. Tujuan penelitian
ini adalah melakukan diskripsi mengenai inventarisasi batuan lindung
dalam kaitannya dengan jenis penggunaan lahan dan kebencanaan gerakan
tanah.
Masyarakat Karangsambung menggunakan bahasa jawa dengan
dialek yang khas (Banyumasan), namun pada umumnya mereka mengerti
bahasa Indonesia. Budaya masyarakat Karangsambung menyerupai ciri
budaya Jawa Tengah pada umumnya. Pada acara-acara perayaan
perkawinan, khitanan atau perayaaan lainnya, masyarakat biasa
merayakannya dengan acara pengajian. Pada acara seperti ini ada pula
yang memeriahkannya dengan mengadakan pertunjukan wayang kulit atau
kudalumping – yang di daerah ini disebut Ebek. Sedangkan bentuk budaya
yang dapat disebut mencerminkan kekhasan budaya Karangsambung
17
9. Ekonomi
Permasalahan alam terjadi tidak hanya disebabkan oleh faktor fisik
lahan, akan tetapi sosial juga mempengaruhi keadaan tersebut. Akibat
permasalahan ekonomi kondisi masyarakat semakin terdesak, sehingga
keadaan alam terganggu keseimbangannya.
Kondisi sosial ekonomi penduduk disekitar daerah pemetaaan
banyak bermata pencaharian di bidang agraris, perdagangan, buruh dan
para pegawai sipil pemerintahan, tetapi mayoritas para penduduk sekitar
bermata pencaharian sebagai petani dan penambang pasir di sekitar sungai
luk ulo, untuk yang bekerja sebagai petani, biasanya mereka melakukan
aktivitas dengan menanam padi, jagung, singkong, kelapa serta tembakau,
dan tanaman palawija lainya.
Fungsi-fungsi lahan sudah tidak pada tempat yang sesuai.
Masyarakat mulai menggunakan tempat-tempat yang tidak dianjurkan
untuk pemukiman, seperti bantaran sungai, dan juga menebangi hutan
secara besar sehingga ekosistem berubah fungsi dan menimbulkan dampak
lingkungan.
Batuan Batuan
Campur
Patahan Sejenis
Luk Ulo
4. Stop Site IV
Lokasi : Sungai Luk Ulo, Kaki Bukit Sipako
Batu ini, lebih tepatnya untuk jenis batu filit warna hitam, berasal
32
dari lempung hitam yang sudah kaya akan karbon (C). Bertekstur
Lepidoblastik (Terdiri dari mineral – mineral yangtabular). Prosesnya
berawal dari daerah palung , kemudian masuklah mineralmineral organic
terutama karbon, kemudian lempeng samudera masuk zona subduksi,
kemudian menerima panas dan tekanan, kemudian berubah menjadi filit.
Batuan ini memiliki microfault (sesar minor) yaitu adanya garis lekukan-
lekukan pada batuan berukuran kecil.
A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
Kawasan Cagar Alam Karangsambung merupakan salah satu titik di muka
bumi yang memiliki singkapan-singkapan batuan terlengkap dan terbaik
sehingga dapat digunakan untuk mempelajari sejarah perkembangan bumi.
Pada wilayah banyak ditemukan beragam jenis batuan, baik batuan beku,
sedimen, maupun metamorfik, dengan umur beragam dan proses pembentukan
yang berbeda. Berdasarkan sebaran jenis dan umur batuan tersebut, menurut
Asikin (1974) stratigrafi daerah ini meliputi Komplek Melang Lok Ulo,
Formasi Totogan-Karangsambung, Formasi Waturanda, dan Formasi
Penosogan.
Keunikan wilayah Cagar Alam Geologi Karangsambung terbentuk
karena tumbukan antar lempeng samudera Hindia-Australia dengan lempeng
benua Eurasia yang terjadi pada jaman kapur (sekitar 121-60 juta tahun yang
lalu). Oleh sebab itu kawasan ini menjadi salah satu kunci dalam mempelajari
proses evolusi lempeng di Asia Tengggara. Jejak tumbukan ke dua lempeng
ini dapat di temukan dalam bentuk singkapan-singkapan berbagai jenis batuan.
Batuan-batuan beku seperti peridotit, gabro, basalt, andesit, decite, dan diabas
dijumpai di daerah ini. Batuan sedimen klastik, bioklastik maupun non-klastik
yang terbentuk di dasar samudera yang dalam hingga laut dangkal berumur
80-30 juta tahun yang lalu dijumpai juga di Karangsambung. Rijang (chert),
batu liat merah dan batu gamping merah yang terbentuk di dasar samudera
kini bisa dilihat dengan posisi hampir vertikal membentuk fenomena yang
sangat menarik. Rijang sendiri berasosiasii dengan lava bantal yang terbentuk
dari pembekuan magma dan punggungan tengah samudra. Batuliat bersisik
(scaly clay) hasil pelongsoran berulang-ulang, batu pasir, breksi vulkanik,
konglomerat kuarsa, dan batu gamping numulites juga ditemukan. Batuan
metamorfik, saperti filit, sekis hijau, sekis mika (berumur 121 tahun yang
33
34
lalu), sekis biru dan eklogit yang terbentuk dari metamorfosa regional tingkat
tinggi terbentuk pula di Karangsambung.
B. Saran
Mengingat pentingnya Cagar Alam Geologi Karangsambung demi
kegiatan penelitian keilmiahan terutama penelitian tentang geologi maka
perlunya kami memberikan saran antara lain:
1. Menjaga kelestarian kawasan Cagar Alam Geologi Karangsambung ini,
sehingga kemanfaatannya bisa berkelanjutan dalam kaitannya dengan
perkembangan/ dinamisasi ilmu pengetahuan.
2. Menjadikan Kawasan Cagar Alam Geologi Karangsambung sebagai
Kiblatnya pembelajaran tentang kebumian utamanya kajian geologi baik
untuk tingkatan SMP, SMA maupun Tingkatan Mahasiswa.
35
DAFTAR PUSTAKA
Sukendar, A. 1974. Evolusi Geologi Jawa Tengah dan Sekitarnya Ditinjau dari
Segi Teori Tektonik Dunia yang Baru. Thesis Doktor. Tidak
dipublikasikan.
Wakita, K.et al. 1991. Nature and Age Sedimentary of Luk Ulo Melange Complex
in Karangasmbung Area, Central Java, Indonesia: Symposium on Dynamic
of Subduction and Its Product : Yogyakarta.
Yuwono, YS. 1997. The Occurance of Submarine Arch-Vocanism in the
Accretionary Complex of The Luk Ulo Area, Central Java. Buletin
Geologi, Vol 27. ITB: Bandung
37
LAMPIRAN