Prescil Isk
Prescil Isk
Prescil Isk
Pembimbing:
dr. Tiara Paramita Poernomo, Sp.PD
Disusun oleh:
2018
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
0
Disusun Oleh :
Dokter Pembimbing:
I. STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. O
Umur : 18 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Status : Belum Menikah
Alamat : Sambimaya, RT 02/03 Juntiyuat
Tanggal masuk RSMS : 22 Juli 2018
Tanggal periksa : 23 Juli 2018
No. CM : 02061534
B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama : Demam
2. Keluhan tambahan : Muntah tiap makan dan minum, batuk,
dan pilek, terasa panas saat BAK namun jarang.
3. Riwayat penyakit sekarang :
1
Pasien datang ke IGD RSMS dengan keluhan demam yang tak
kunjung membaik sejak 2 hari yang lalu. Demam dirasakan terutama pada
sore menjelang malam hari dan membaik dikala pagi hingga siang.
Keluhan tersebut dirasa tidak menghilang meskipun pasien sudah
meminum obat parasetamol yang dibelinya di apotik pada hari pertama
demam dirasakan. Keluhan lain muncul disaat yang sama yaitu mual dan
muntah tiap kali makan ataupun minum. Batuk dan flu juga dirasakan
namun sudah berkurang saat masuk IGD RSMS. Sebelumnya pasien
pernah merasakan panas saat BAK yang jarang namun sudah berlangsung
kurang lebih 7 hari ke belakang.
Pada prosesnya pasien datang ke IGD RSMS diantar oleh teman
temannya, pada saat pertama kali datang pasien menginginkan pulang ke
rumah kemudian tanda tangan pernyataan Atas Permintaan Sendiri (APS)
untuk pulang. Namun selang berapa lama kemudian pasien kembali lagi ke
IGD RSMS dengan keluhan yang sama muncul setelah pulang dari IGD
RSMS.
4. Riwayat penyakit dahulu
a. Riwayat penyakit yang sama : disangkal
b. Riwayat hipertensi : disangkal
c. Riwayat DM : disangkal
d. Riwayat asma : disangkal
e. Riwayat operasi : disangkal
f. Riwayat penyakit ginjal : disangkal
g. Riwayat cuci darah : disangkal
h. Riwayat penyakit paru : disangkal
i. Riwayat penyakit jantung : disangkal
2
Pasien tinggal di kos kosan dekat dengan tempat bekerja. Hubungan
antara penghuni baik. Dari sepengetahuan pasien, diantara penghuni
kos tidak ada yang memiliki keluhan yang sama ataupun mengaku
sedang mengidap suatu penyakit.
b. Home
Pasien tinggal di sebuah kamar kosan yang ukurannya kurang lebih
4x4 meter, tinggal sendiri. Pasien mengaku sering membersihkan
kamar kosnya bila ada waktu senggang.
c. Occupational
Saat ini pasien bekerja di sebuah tempat karaoke di kota
Purwokerto. Pekerjaannya menuntut pasien untuk bekerja 5 shift per
minggu dimana per shift nya dibagi antara pagi, sore dan malam.
Pekerjaannya kadang menuntut pasien untuk bekerja dari pagi ke pagi
bila pasien diminta menggantikan temannya bekerja. Beban pekerjaan
menyebabkan pasien terkadang jarang memikirkan higinitas pribadi,
bila pulang bekerja pasien tanpa mandi terlebih dahulu langsung tidur,
dan terkadang membuat siklus tidur pasien terganggu.
d. Diet
Dalam kesehariannya, pasien mengaku makan 2 – 3x sehari dengan
lauk yang tidak menetap. Pasien mengaku sering mengkonsumsi
daging dagingan, terkadang meminum suplemen untuk menjaga agar
badan tetap bugar di malam hari. Diakui terkadang dalam
pekerjaannya sampai meminum alkohol namun tidak sampai membuat
pasien mabuk.
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : tampak sakit sedang
2. Kesadaran : compos mentis
3. Vital sign
TD : 100/70 mmHg
N : 85x / menit
RR : 18x / menit
S : 36.7oC
3
4. Antropometri
TB : 153 cm
BB : 44 Kg
IMT : 18.79 (Normal)
Status Generalis
Bentuk kepala : Mesocephal, simetris, tanda radang (-)
Rambut : Warna rambut hitam, tidak mudah dicabut,
terdistribusi merata
Mata : Simetris, edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-), refleks pupil (+/+) normal isokor 3 mm
Telinga : Discharge (-/-), deformitas (-/-)
Hidung : Discharge (-/-), deformitas (-), nafas cuping hidung (-)
Mulut : Bibir pucat (-), sianosis (-), lidah sianosis (-), atrofi papil
lidah (-)
Leher : Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Pulmo
Inspeksi : Dinding dada simetris, retraksi interkostal (-), ketinggalan
gerak (-)
Palpasi : Vokal fremitus hemitoraks kanan sama dengan hemitoraks
kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), RBH (-/-), RBK (-/-),
wheezing (-/-), ekspirasi memanjang (-)
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tak nampak, pulsasi epigastrium (-), pulsasi
parasternal (-)
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V linea midclavicula sinistra dan
kuat angkat
Perkusi : Batas atas kanan : SIC II LPSD
Batas atas kiri : SIC II LPSS
Batas bawah kanan : SIC IV LPSD
Batas bawah kiri : SIC V LMCS
Auskultasi : S1>S2 reguler, Gallop (-), Murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani, tes pekak alih (-), pekak sisi (-)
Palpasi : Supel, undulasi (-), nyeri tekan (+) regio suprapubik
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ren : Tidak teraba, nyeri ketok (-/-)
4
Ekstremitas
Superior : Edema (-/-), akral dingin (-/-), sianosis (-/-), ikterik (-/-)
Inferior : Edema (-/-), akral dingin (-/-), sianosis (-/-), ikterik (-/-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium tanggal 22/07/2018
Jenis pemeriksaan Hasil Keterangan
Hemoglobin 12,2 g/dL Normal
Leukosit 16.840 u/L Meningkat
Hematokrit 36 % Normal
6
Eritrosit 4.2 10 /uL Normal
Trombosit 426.000 /uL Meningkat
Hitung jenis :
Basofil 0,2 % Normal
Eosinofil 0,1 % Menurun
Batang 0.0 % Menurun
Segmen 82,9 % Meningkat
Limfosit 11,6 % Menurun
Monosit 5,3 % Normal
Kimia klinik :
GDS 106 Normal
5
Eritrosit Negatif Negatif
pH 6,5 Normal
Protein Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Leukosit 25 Positif
Sedimen
Eritrosit 0-1 Positif
Leukosit 3-5 Positif
Epitel 5-8 Positif
Silinder Hyalin Negatif Negatif
Silinder Lilin Negatif Negatif
Silinder eritrosit Negatif Negatif
Silinder Leukosit Negatif Negatif
Silinder Halus Negatif Negatif
Silinder Kasar Negatif Negatif
Kristal Negatif Negatif
Bakteri 11-20 Positif
Trikomonas Negatif Negatif
Jamur Negatif Negatif
Sero Imunologi :
Test kehamilan Negatif Negatif
E. RESUME
1. Anamnesis
a. KeluhanUtama : Demam
b. Keluhan dirasa sejak 2 hari SMRS. Demam naik saat sore
menjelanh malam dan menurun saat pagi hingga siang. Keluhan
tidak membaik meskipun sudah mengkonsumsi parasetamol, tidak
diketahui berapa tablet yang sudah dikonsumsi. Keluhan lain yaitu
mual dan muntah tiap kali makan ataupun minum, batuk, flu, dan
pernah merasa panas saat BAK 7 hari SMRS yang diakui kini
sudah membaik.
c. Pasien dan keluarga diakui tidak memiliki riwayat darah tinggi dan
kencing manis namun tidak rutin kontrol ke rumah sakit atau
puskesmas.
d. Pasien sering mengkonsumsi daging tanpa diikuti dengan sayur
atau buah buahan. Diakui meminum suplemen dan alkohol namun
jarang. Pola tidur tidak teratur ditambah dengan kurangnya
kesadaran akan higinitas.
6
2. Pemeriksaan fisik
a. IMT dan Tanda Vital
Terpantau dalam batas normal
b. Status Generalis
Dalam batas normal
c. Pemeriksaan Lokalis Abdomen
i. Inspeksi : Datar
ii. Auskultasi : Bising usus (+) normal
iii. Perkusi : Timpani, tes pekak alih (-), pekak sisi (-)
iv. Palpasi : Supel, undulasi (-), nyeri tekan (+) regio
suprapubik
v. Hepar : Tidak teraba
vi. Lien : Tidak teraba
vii. Ren : Tidak teraba, nyeri ketok (-/-)
3. Pemeriksaan Penunjang
Leukosit : 16.840 u/L (Meningkat)
Urin Lengkap
Kejernihan Urin : Agak keruh
Leukosit Urin : 25
Sedimen eritrosit : 0-1
Sedimen Leukosit : 3-5
Sedmen Epitel : 5-8
Sedimen Bakteri : 11-20
Sero Imunologi
Test Kehamilan : Negatif
Pemantauan Harian
Tanggal Subject & Assessment Plan
Object
22 Juli Keluhan : - Obs. Febris - IVFD D5% 16 tpm
- Vomittus - Inj. Cefixim 200 mg / 12
2018 - Demam masih
jam
dirasakan
- Inj. Ranitidin 50 mg / 12
- Mual
jam IV
- Batuk minimal - Inj. Metokloperamid 5 mg /
TD: 105/76 8 jam IV
- PO Paracetamol 500 mg tab
mmHg
/ 8 jam
N: 125 x/m
- PO ambroxol 30 mg / 8 jam
RR: 20 x/m - Test kehamilan dan Cek
S: 38,6oC Urin Lengkap (hasil
terlampir)
23 Juli Keluhan : - ISK - IVFD D5% 16 tpm
7
2018 Mual dirasakan - Inj. Cefixim 200 mg / 12
semalam jam
- Inj. Ranitidin 50 mg / 12
sebanyak 1 kali
jam IV
setelah minum
- Inj. Metokloperamid 5 mg /
air putih namun
8 jam IV
sudah membaik - PO Paracetamol 500 mg tab
/ 8 jam
- PO ambroxol 30 mg / 8 jam
TD: 100/70
- BLPL
mmHg
N: 85 x/m
RR: 18 x/m
S: 36.7oC
24 Juli Keluhan : - ISK - IVFD D5% 16 tpm
- Inj. Cefixim 200 mg / 12
2018 Membaik
jam
- Inj. Ranitidin 50 mg / 12
TD: 100/70
jam IV
mmHg - Inj. Metokloperamid 5 mg /
N: 91 x/m 8 jam IV
- PO Paracetamol 500 mg tab
RR: 18 x/m
/ 8 jam
S: 36.5oC
- PO ambroxol 30 mg / 8 jam
- BLPL
F. DIAGNOSIS KERJA
ISK
G. PENATALAKSANAAN
a. Farmakologi :
IVFD D5% 16 tpm
Inj. Cefixim 200 mg / 12 jam
Inj. Ranitidin 50 mg / 12 jam IV
Inj. Metokloperamid 5 mg / 8 jam IV
PO Paracetamol 500 mg tab / 8 jam
8
PO ambroxol 30 mg / 8 jam
b. Non-Farmakologi :
Mengubah gaya hidup sehat
Jaga Higinitas
Habiskan obat, kontrol 1 minggu setelah rawat inap, berobat bila
keluhan muncul kembali
H. PROGNOSIS
Advitam : adBonam
Adfungsionam : ad Bonam
Adsanamtionam : Dubia ad Bonam
9
2. Epidemiologi & Insidensi
Infeksi saluran kemih (ISK) tergantung banyak faktor; seperti usia, gender,
prevalensi bakteriuria, dan faktor predisposisi yang menyebabkan perubahan
struktur saluran kemih termasuk ginjal. Infeksi saluran kemih dapat menyerang
pasien dari segala usia mulai bayi baru lahir hingga orang tua. Pada umumnya
wanita lebih sering mengalami episode ISK daripada pria, hal ini karena uretra
wanita lebih pendek daripada pria. Namun pada neonatus ISK lebih banyak
terdapat pada bayi laki-lak (2,7%) yang tidak menjalani sirkumsisi daripada
bayi perempuan (0,7%). Dengan bertambahnya usia, insiden ISK terbalik yaitu
pada masa sekolah, ISK pada anak perempuan 3% sedangkan anak laki-laki
1,1%. Insiden ISK ini pada usia remaja anak perempuan meningkat 3,3 sampai
5,8%. Bakteriuria asimtomatik pada wanita usia 18-40 tahun adalah 5-6% dan
angka itu meningkat menjadi 20% pada wanita usia lanjut (Rane & Dasgupta,
2015, Miller, 2013).
3. Etiologi
Bakteri yang sering menyebabkan infeksi saluran kemih adalah jenis
bakteri aerob. Pada kondisi normal, saluran kemih tidak dihuni oleh bakteri
atau mikrobalain, tetapi uretra bagian bawah terutama pada wanita dapat dihuni
oleh bakteri yang jumlahnya makin berkurang pada bagian yang mendekati
kandung kemih. Infeksi saluran kemih sebagian disebabkan oleh bakteri,
namun tidak tertutup kemungkinan infeksi dapat terjadi karena jamur dan
virus. Infeksi oleh bakteri gram positif lebih jarang terjadi jika dibandingkan
dengan infeksi gram negatif. Lemahnya pertahanan tubuh telah menyebabkan
bakteri dari vagina, perineum(daerah sekitar vagina), rektum (dubur) atau dari
pasangan (akibat hubungan seksual), masuk ke dalam saluran kemih. Bakteri
itu kemudian berkembang biak di salurankemih sampai ke kandung kemih,
bahkan bisa sampai ke ginjal. Bakteri infeksi saluran kemih dapat disebabkan
oleh bakteri-bakteri di bawah ini :
a. Kelompok anterobacteriaceae :
1) Escherichia coli
2) Klebsiella pneumoniae
3) Enterobacter aerogenes
4) Proteus
10
5) Providencia
6) Citrobacter
b. Pseudomonas aeruginosa
c. Acinetobacter
d. Enterokokus faecalis
e. Stafilokokus sarophyticus
4. Faktor risiko
ISK adalah adanya bakteri pada urin yang disertai dengan gejala infeksi.
Ada pula yang mendefinisikan ISK sebagai gejala infeksi yang disertai adanya
mikroorganisme patogenik (patogenik : yang menyebabkan penyakit) pada
urin,uretra (uretra : saluran yang menghubungkan kandung kemih dengan
dunia luar), kandung kemih, atau ginjal. ISK dapat terjadi pada 5% anak
perempuan dan 1-2% anak laki-laki. Kejadian ISK pada bayi baru lahir dengan
berat lahir rendah mencapai 10-100 kali lebih besar dibanding bayi dengan
berat lahir normal (0,1-1%). Sebelum usia 1tahun, ISK lebih banyak terjadi
pada anak laki-laki. Sedangkan setelahnya, sebagian besar ISK terjadi pada
anak perempuan. Misalnya pada anak usia pra sekolah di mana ISK pada
perempuan mencapai 0,8%, sementara pada laki-laki hanya 0,2%. Dan rasio ini
terus meningkat sehingga di usia sekolah, kejadian ISK pada anak perempuan
30 kali lebih besar dibanding pada anak laki-laki. Dan pada anak laki-laki yang
disunat,risiko ISK menurun hingga menjadi 1/5-1/20 dari anak laki-laki yang
tidak disunat. Pada usia 2 bulan – 2 tahun, 5% anak dengan ISK mengalami
demam tanpa sumber infeksi dari riwayat dan pemeriksaan fisik. Sebagian
besar ISK dengan gejala tunggal demam ini terjadi pada anak
perempuan.Infeksi saluran kemih tanpa bakteriuria dapat muncul pada
keadaan:
a. Fokus infeksi tidak dilewati urin, misalnya pada lesi dini pielonefritis
karena infeksi hematogen.
b. Bendungan total pada bagian saluran yang menderita infeksi.
c. Bakteriuria disamarkan karena pemberian antibiotika.
Infeksi saluran kemih sering terjdi pada wanita. Salah satu penyebabnya
adalah uretra wanita yang lebih pendek sehingga bakteri kontaminan lebih
mudah melewati jalur ke kandung kemih. Faktor lain yang berperan adalah
11
kecenderungan untuk menahan urin serta iritasi kulit lubang uretra sewaktu
berhubungan kelamin. Uretra yang pendek meningkatkan kemungkinan
mikroorganisme yang menempel dilubang uretra sewaktu berhubungan
kelamin memiliki akses ke kandung kemih. Wanita hamil mengalami relaksasi
semua otot polos yang dipengaruhi oleh progesterone, termasuk kandung
kemih dan ureter, sehingga mereka cenderung menahan urin dibagian tersebut.
Uterus pada kehamilan dapat pula menghambat aliran urin pada keadaan-
keadaan tertentu. Faktor protektif yang melawan infeksi saluran kemih pada
wanita adalah pembentukan selaput mukus yang dependen estrogen di kandung
kemih. Mukus inimempunyai fungsi sebagai antimikroba. Pada menopause,
kadar estrogen menurun dan sistem perlindungan ini lenyap sehingga pada
wanita yang sudah mengalami menopause rentan terkena infeksi saluran
kemih. Proteksi terhadap infeksi salurankemih pada wanita dan pria, terbentuk
oleh sifat alami urin yang asam dan berfungsisebagai antibakteri.Infeksi
saluran kemih pada pria jarang terjadi, pada pria dengan usia yang sudah lanjut,
penyebab yang paling sering adalah prostatitis atau hyperplasia prostat. Prostat
adalah sebuah kelenjar seukuran kenari yang terletak tepat di bawah
salurankeluar kandug kemih. Hiperplasia prostat dapat menyebabkan obstruksi
aliran yang merupakan predisposisi untuk timbulnya infeksi dalam keadaan
normal, sekresi prostat memiliki efek protektif antibakteri. Pengidap diabetes
juga berisiko mengalami infeksi saluran kemih berulang karena tingginya
kadar glukosa dalam urin, fungsi imun yamg menurun, dan peningkatan
frekuensi kandung kemih neurogenik. Individu yang mengalami cedera
5. Patomekanisme
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang mengatur keseimbangan
cairan tubuh dan elektrolit dalam tubuh, dan sebagai pengatur volume dan
komposisi kimia darah dengan mengeksresikan air yang dikeluarkan dalam
bentuk urine apabila berlebih. Diteruskan dengan ureter yang menyalurkan
urine ke kandung kemih. Sejauh ini diketahui bahwa saluran kemih atau urine
bebas dari mikroorganisme atau steril. Masuknya mikroorganisme kedalam
saluran kemih dapat melalui (Tessy & Ardaya, 2009) :
12
a. Penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat infeksi terdekat
(ascending)
b. Hematogen
c. Limfogen
d. Eksogen sebagai akibat pemakaian berupa kateter.
Dua jalur utama terjadinya ISK adalah hematogen dan ascending, tetapi
dari kedua cara ini ascendinglah yang paling sering terjadi. Kuman penyebab
ISK pada umumnya adalah kuman yang berasal dari flora normal usus. Dan
hidup secara komensal di dalam introitus vagina, prepusium penis, kulit
perineum, dan di sekitar anus. Mikroorganisme memasuki saluran kemih
melalui uretra – prostate – vas deferens – testis (pada pria) buli-buli – ureter,
dan sampai ke ginjal (Purnomo, 2003).
Sebenarnya pertahanan sistem saluran kemih yang paling baik adalah
mekanisme wash-out urine, yaitu aliran urine yang mampu membersihkan
kuman-kuman yang ada di dalam urine bila jumlah cukup. Oleh karena itu
kebiasaan jarang minum menghasilkan urine yang tidak adekuat sehingga
memudahkan untuk terjadinya infeksi saluran kemih (Purnomo, 2003).
6. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala ISK bergantung kepada organ dan saluran kemih
yang terkena. Gejala klasik ISK pada sistitis meliputi disuria,frekuensi, dan
urgensi. Selain itu pasien seringkali merasakan sensasi penuh pada vesika
urinaria, sensai tidak tuntas saat buang air kecil (polakisuria), nokturia, dan
nyeri suprapubik. Pada ISK atas (seperti pada pielonefritis), gejala yang
dapat menyertai diantaranya yakni hematuria, demam, menggigil, nyeri
pinggang, dan nyeri sudut costovertebrae (Brusch et al., 2018).
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis dilakukan untuk menentukan dua
parameter penting ISK yaituleukosit dan bakteri. Pemeriksaan urinalisis
13
juga bertujuan untuk menilai parameter urin lainnya seperti deskripsi
warna, berat jenis dan pH,konsentrasi glukosa, protein, keton, darah dan
bilirubin. Hasil yang dapat ditemukan antara lain: bakteriuria,
hematuria, nitrit (+), serta leukosit >5/lapang pandang besar (LPB)
(IAUI, 2015).
b. Pemeriksaan Dipstik
Pemeriksaan dengan dipstik merupakan salah satu alternatif
pemeriksaan leukosit danbakteri di urin dengan cepat. Untuk
mengetahui leukosituri, dipstik akan bereaksi dengan leucocyte esterase
(suatu enzim yang terdapat dalam granul primer netrofil). Sedangkan
untuk mengetahui bakteri, dipstik akan bereaksi dengan nitrit (yang
merupakan hasil perubahan nitrat oleh enzim nitrate reductase pada
bakteri). Penentuan nitrit sering memberikan hasil negatif palsu karena
tidak semua bakteri patogen memiliki kemampuan mengubah nitrat atau
kadar nitrat dalam urin menurun akibat obat diuretik. Kedua
pemeriksaan ini memiliki angka sensitivitas 60-80% dan spesifisitas 70-
98 %. Sedangkan nilai positive predictive value kurang dari 80 % dan
negative predictive value mencapai 95%. Akan tetapi pemeriksaan ini
tidak lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan mikroskopikurin
dan kultur urin. Pemeriksaan dipstik digunakan pada kasus skrining
follow up. Apabila kedua hasil menunjukkan hasil negatif, maka urin
tidak perlu dilakukan kultur (IAUI, 2015).
c. Pemeriksaan Mikroskopik Urin
Pemeriksaan mikroskopik didapat dari urin porsi tengah
(midstream urine, MSU) atau dari sampel yang diambil langsung dari
kateter.Berikut interpretasi urinyang secara klinis termasuk relevan
(IAUI, 2015):
1) ≥103 cfu/mL uropatogen dalam sebuah urin sampel tengahdalam
sistitis akut unkomplikata pada wanita
2) ≥104 cfu/mL uropathogen dalam sebuah MSU dalam pielonefritis
akut unkomplikata pada wanita
14
3) ≥105 cfu/mL uropathogen dalam sebuah MSU pada wanita, atau
≥104 cfu/mLuropatogen dalam sebuah MSU pada pria, atau pada
straight catheter urinepada wanita, dalam komplikata ISK.
4) Spesimen pungsi aspirasi suprapubic, hitungan bakteri berapapun
dikatakanbermakna.
Bakteriuria asimptomatik didiagnosis jika dua kultur dari strain
bakteri yang sama, diambil dalam rentang waktu ≥24 jam,
menunjukkan bakteriuria ≥105cfu/mL uropatogen (IAUI, 2015).
d. Kultur Urin
Kultur urin direkomendasikan apabila:
1) Diduga menderita pielonefritis akut
2) Gejala yang tidak hilang atau terjadi kembali dalam 2-4 minggu
setelah penyelesaian terapi
3) Wanita yang menunjukkan gejala tidak khas
4) Wanita hamil
5) Pria yang diduga ISK
8. Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis ISK berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Pada hasil anamnesis biasanya didapatkan
keluhan berupa disuria, frekuensi, urgensi, disertai dengan gejala lain
sesuai manifestasi klinis ISK. Pada pemeriksaan fisik biasanya didapatkan
hasil berupa (Brusch et al., 2018):
a. Demam
b. Flank pain (Nyeri ketok pinggang belakang/costovertebral angle)
c. Nyeri tekan suprapubik
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ISK meliputi tatalaksana farmakologis dan non
farmakologis. Tatalaksana farmakologis bertujuan untuk eradikasi infeksi,
pencegahan komplikasi, dan terapi simptomatik pada pasien. Pemberian
antibiotik pada pasien seharusnya dilakukan berdasarkan hasil uji
sensitifitas antibiotik atau sesuai pola kuman penyebab ISK (Brusch et al.,
2018).
15
a. Tatalaksana Farmakologis
Terapi antibiotik oral yang terbukti secara empirik untuk
mengobati bakteri gram negatif aerob seperti E.coli merupakan terapi
pilihan utama pada ISK bawah, diantaranya yakni antibiotik(Brusch et
al., 2018):
1) Sulfonamide: Trimethoprim-sulfamethoxazole (TMP-SMX)
Dosis umum yang dianjurkan pada pasien ISK nonkomplikata
yakni PO TMP-SMX (160mg/800mg) 2x1 tab selama 3 hari.
2) Nitrofurantoin
Nitrofurantoin harus dihindari apabila terdapat kecurigaan
pielonefritis akut dan kontaindikasi apabila creatinine
clearance≤60 mL/min.
Dosis umum yang dianjurkan pada pasien sistitis nonkomplikata
meliputi nitrofurantoin monohydrate/macrocrystals 100
mg,2x1selama 5-7 hari atau nitrofurantoin macrocrystals 50-100
mg, 4x1selama 7 hari.
3) Fluoroquinolones
Ciprofloxacin digunakan untuk mengobatisistitis yang disebabkan
oleh E.coliatauS.saprophyticus. dosis yang direkomendasikan
untuk sistitis nonkomplikata ialahciprofloxacine 250 mg,
2x1selama 3 hari.
4) Sefalosporin
Antibiotik sefalosporin dapat digunakan untuk pengobatan sistitis
komplikata dan non komplikata yang disebabkanPseudomonas
aeruginosa, Enterobacter sp., Proteus sp., Klebsiella sp.,dan
E.coli.(a) Sistitis komplikata: Ceftazidime, 500 mg IV atau IM
setiap 8-12 jamuntuk 7-14 hari.
(b) Sistitis nonkomplikata: Ceftazidime 250 mg IV atau IM setiap
12 jam, atau Cefuroxime (sistitis nonkomplikata karena E.coli atau
Klebsiella pneumoniae) dosis rekomendasi: 250 mg, 2x1 selama 7-
10 hari.
16
Pada beberapa pasien dengan disuria berat, pasien mungkin
memerlukan analgesik oral seperti phenazopyridine.
Tatalaksana farmakologis ISK berdasarkan Guideline
Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih dan Genitalia Pria 2015,
diberikan berdasarkan jenis ISK(IAUI, 2015), yakni:
1) Infeksi Saluran Kemih (ISK) Non Komplikata
Lama pemberian antibiotik tergantung dari obat yang digunakan dan
berkisar dari 1-7 hari. Terapi antibiotik jangka pendek dapat
dipikirkan untuk terapi sistitis non komplikata pada kehamilan.
Secara umum terapi sistitits pada kehamilan dapat diberikan
penisilin, sefalosporin, fosfomisin, nitrofurantoin (tidak boleh pada
kasus defisiensi G6PD dan pada masa akhir kehamilan),
trimethoprim (tidak boleh pada masa awal kehamilan), dan
sulfonamide (tidak boleh pada masa akhir kehamilan). Terapi sistitis
pada pria direkomendasikan paling sedikit selama 7 hari, dengan
pilihan antibiotik TMP-SMX atau fluoroquinolone, dengan catatan
ada uji sensitivitas. Pada pasien dengan insufisiensi ginjal tidak
perlu dosis penyesuaian sampai dengan GFR < 20 ml/menit, kecuali
antibiotik dengan potensi nefrotoksik seperti aminoglikosida(IAUI,
2015).
2) Bakteriuria Asimtomatik (ABU)
Untuk eradikasi ABU, pemberian pilihan antibiotik dan lama terapi
seperti padaISK non komplikata atau ISK komplikata, tergantung
dari jenis kelamin, riwayatpenyakit dan komplikasi. Terapi yang
diberikan tidak secara empiris. Bila pasienABU mengeluh adanya
bau tidak sedap dan disuria, antiseptik urin dapat diberikandan
disertai meningkatkan asupan air, dapat menjadi pilihan yang
patutdipertimbangkan(IAUI, 2015).
3) Pielonefritis Akut Nonkomplikata
Waktu pemberian antibiotika berkisar antara 10 – 14 hari, pilihan
antibiotika disesuaikan dengan kondisi pasien dan memperhatikan
pola resistensi kuman dan uji sensitivitasnya(IAUI, 2015).
17
4) ISK Komplikata
Pemberian antibiotik selama 7-14 hari umumnya direkomendasikan,
tetapi durasi ini harus melihat pada abnormalitas yang terjadi.
Terkadang, perpanjangan hingga 21 hari, menurut situasi klinis
dapat dilakukan(IAUI, 2015).
18
6) Edukasi mengenai pentingnya patuh dalam pengobatan antibiotik
yang telah direncanakan.
10. Prognosis
III. PEMBAHASAN
A. Pembahasan Keluhan
Pasien datang ke IGD RSMS dengan keluhan demam yang tak kunjung
membaik sejak 2 hari yang lalu. Demam dirasakan terutama pada sore
menjelang malam hari dan membaik dikala pagi hingga siang. Demam yang
dirasakan oleh pasien merupakan suatu manifestasi dari reaksi peradangan
atau inflamasi. Demam yang muncul terutama pada sore hingga malam hari,
menunjukan sifat atau ciri demam dari suatu penyakit, tetapi demamnya baru
langsung 2 hari sehingga masih perlu dilakukan observasi lebih
lanjut.Keluhan demam dirasa tidak menghilang meskipun pasien sudah
meminum obat parasetamol yang dibelinya di apotik pada hari pertama
demam dirasakan. Hal ini menandakan demam yang muncul pada pasien ini
19
mungkin berasal dari infeksi suatu mikroorganisme sehingga tidak cukup
hanya dengan meminum paracetamol saja, melainkan diperlukan obat yang
tepat untuk sumber infeksinya.
Keluhan lain muncul di saat yang sama yaitu mual dan muntah tiap kali
makan ataupun minum. Batuk dan flu juga dirasakan namun sudah berkurang
saat masuk IGD RSMS. Mual dan muntah yang dirasakan oleh pasien
merupakan suatu gejala prodromal atau manifestasi dari reaksi peradangan
atau inflamasi, dimana gelaja ini tidak spesifik karena pada semua penyakit
gejala ini bisa juga muncul. Batuk dan flu yang dirasakan oleh pasien
merupakan suatu gejala dari infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang
dirasakan berkurang ketika pasien masuk IGD. Sebelumnya pasien pernah
merasakan panas saat BAK yang jarang namun sudah berlangsung kurang
lebih 7 hari ke belakang. Keluhan rasa panas saat BAK (disuria) merupakan
salah satu gejala klasik dari ISK (infeksi saluran kemih), dengan adanya
gejala ini mungkin saja gejala gejala lain yang dirasakan oleh pasien
merupakan bagian dari gejala prodromal atau gejala awal sebelum terjadi
ISK. Untuk lebih pastinya perlu dilakukan pemeriksaan fisik yang dapat
mengarahkan bahwa pasien ini mengalami ISK.
Dari riwayat pekerjaan pasien dikatakan bahwa pasien bekerja di salah
satu tempat karaoke dengan jam kerja yang tidak menentu. Hal ini membuat
pasien terkadang jarang memikirkan higinitas pribadi, bila pulang bekerja
pasien tanpa mandi terlebih dahulu langsung tidur. Dari kebiasaan pasien ini
mungkin saja menjadi salah satu faktor penyebab pasien mengalami ISK
karena higinitas pasien yang buruk.
B. Pembahasan Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya nyeri tekan (+) regio
suprapubik. Nyeri tekan (+) pada regio suprapubik ini menandakan adanya
suatu reaksi peradangan atau inflamasi pada kandung kemih pasien, yang
merupakan bagian dari tanda adanya infeksi saluran kemih (ISK). Dengan
adanya gejala objektif tersebut, maka sudah bisa mengarahkan bahwa pasien
ini mengalami ISK, karena dari anamnesis juga dikatakan bahwa pasien
merasakan rasa panas saat BAK (disuria) yang merupakan gejala klasik dari
20
ISK. Untuk lebih memastikannya diperlukan pemeriksaan darah lengkap dan
urin lengkap.
C. Pembahasan Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan darah rutin pasien ditemukan adanya peningkatan
leukosit yaitu 16.840 u/L. Peningkatan sel darah putih atau leukositosis
menunjukkan upaya tubuh untuk melawan suatu infeksi seperti infeksi
bakteri, virus, atau jamur. Pada hitung jenis leukosit didapatkan peningkatan
neutrofil segmen yaitu 82,9%. Peningkatan jumlah neutrofil baik batang
maupun segmen dibandingkan limfosit dan monosit dikenal dengan
sebutan shift to the left. Infeksi yang disertai shift to the left biasanya
merupakan infeksi bakteri. Pasien dilakukan pemeriksaan tes kehamilan
untuk menyingkirkan diagnosis kehamilan karena pasien dalam usia subur
dan terdapat keluhan mual serta muntah tiap kali makan ataupun minum.
Salah satu pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk mendukung
diagnosis infeksi saluran kemih yaitu pemeriksaan urin lengkap atau
urinalisis. Pada infeksi saluran kemih, parameter yang perlu diperhatikan
yaitu bakteri, leukosit, nitrit, dan leukosit esterase. Urinalisis juga bertujuan
untuk menilai parameter urin lainnya seperti deskripsi warna, berat jenis, pH,
konsentrasi glukosa, protein, keton, eritrosit, bilirubin, jamur, maupun
adanya mikroorganisme lain seperti Trikomonas. Hasil urinalisis yang dapat
ditemukan pada infeksi saluran kemih antara lain bakteriuria, hematuria,
nitrit (+), serta leukosit >5/lapang pandang besar (LPB) (IAUI, 2015).
Pada kasus pasien di atas, hasil pemeriksaan urin lengkap didapatkan
bahwa terdapat bakteri dengan jumlah 11-20 yang menandakan adanya
bakteriuria. Hasil nitrit yang positif menunjukkan terdapat bakteri dalam urin
karena pada urin orang normal terdapat nitrat yang merupakan hasil
metabolisme protein, apabila terdapat bakteri yang mengandung enzim
reduktase (Escherichia coli, Enterobacteria, Citrobacteria, Klebsiella, dan
Proteus) dengan jumlah signifikan dalam urin akan mereduksi nitrat menjadi
nitrit. Jumlah leukosit dalam urin pasien adalah 3-5/LPB sehingga tidak ada
peningkatan leukosit yang signifikan (leukosituria) serta jumlah eritrosit
21
hanya 0-1/LPB maka tidak ada hematuria. Jamur maupun Trikomonas juga
tidak ditemukan dalam urin pasien.
D. Pembahasan Tata Laksana
Tata laksana pada pasien berupa terapi farmakologis dan non
farmakologis. Terapi non farmakologis berupa anjuran terhadap pasien untuk
menjaga higienitas genitalia eksterna, minum air putih minimal 2 liter/hari
bila fungsi ginjal normal, edukasi tentang penyebab dan faktor risiko
penyakit infeksi saluran kemih, dan edukasi mengenai pentingnya patuh
dalam pengobatan antibiotik yang telah direncanakan serta kontrol untuk
mengetahui perkembangan selanjutnya. Terapi farmakologis pada pasien
dengan infeksi saluran kemih yang paling utama yaitu antibiotik untuk
mengobati infeksi bakterinya. Antibiotik yang digunakan pada pasien ini
adalah injeksi Cefixime 200 mg/12 jam intravena.
Cefixime merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ke tiga
yang digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri seperti
infeksi saluran kemih, gonorrhea, infeksi saluran pernapasan, maupun infeksi
tenggorokan. Mekanisme bakterisida dari cefixime adalah dengan
menghambat transpeptidase yang merupakan tahap terakhir dari sintesis
peptidoglikan pada dinding sel bakteri sehingga menghambat biosintesis dan
menghentikan pembentukan dinding sel yang mengakibatkan kematian sel
bakteri. Efek samping yang dapat terjadi akibat mengonsumsi cefixime yaitu
sakit perut, diare, mual, kembung, sakit kepala, atau pusing. Antibiotik pada
terapi infeksi saluran kemih paling sedikit dikonsumsi selama 7 hari.
Obat injeksi lain yang diberikan kepada pasien yaitu injeksi Ranitidin 50
mg/12 jam intravena dan injeksi Metoklopramid 5 mg/8 jam intravena untuk
meredakan keluhan mual dan muntah pada pasien. Ranitidin adalah obat
golongan antihistamin, lebih tepatnya disebut H2-antagonis. Ranitidin
digunakan untuk mengurangi produksi asam lambung sehingga dapat
mengurangi rasa nyeri pada perut dan masalah lambung lainnya.
Metoklopramid merupakan obat antagonis reseptor dopamin-2 dan
mekanisme kerjanya dengan cara meningkatkan tonus dan amplitudo pada
kontraksi lambung (terutama pada bagian antrum), merelaksasi sfingter
22
pilorus dan bulbus duodenum, serta meningkatkan peristaltik dari duodenum
dan jejunum sehingga dapat mempercepat pengosongan lambung dan usus.
Mekanisme yang pasti dari sifat antiemetik metoklopramida tidak jelas,
tapi mempengaruhi secara langsung Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ)
dengan menghambat reseptor dopamin pada CTZ. Metoklopramida
meningkatkan ambang rangsang CTZ dan menurunkan sensitivitas saraf
visceral yang membawa impuls saraf aferen dari gastrointestinal ke pusat
muntah pada formatio reticularis lateralis.
Keluhan demam pada pasien diredakan dengan pemberian Paracetamol
500 mg tab setiap 8 jam per oral dan keluhan batuk-batuk dengan Ambroxol
30 mg tab per 8 jam per oral. Obat Paracetamol atau yang memiliki nama lain
yaitu Acetaminophen berfungsi sebagai analgesik dengan intensitas ringan
sampai sedang dan sebagai antipiretik yang disebabkan oleh infeksi dan lain
sebagainya.
Mekanisme kerja Paracetamol yaitu sebagai inhibitor prostaglandin yang
lemah. Mekanisme kerjanya dengan menghalangi produksi prostaglandin,
yang merupakan bahan kimia yang terlibat dalam transmisi pesan rasa sakit
ke otak. Paracetamol membantu meredakan rasa sakit dan demam dengan
mengurangi produksi prostaglandin.
23
IV. KESIMPULAN
24
25
DAFTAR PUSTAKA
Brusch, J.L., M.S. Bronze, M.F. Bravaro, B.A. Cunha, J.M. Tessier, M.S. Beeson,
P.L. Dyne, D.S. Howes, E.S.Kennedy, K.D. Lessnau, A.M. Loynd, M.J.
Noble, A.J. Rosh, J.A. Salomone, R.H. Sinert, F. Talavera, M. Zwanger.
2018. Urinary Tract Infection (UTI) and Cystitis (Bladder Infection) in
Females Clinical Presentation.
https://emedicine.medscape.com/article/233101-clinical#b3. Diakses online
pada 6 Agustus 2018 pukul 23:30.
IAUI. 2015. Guideline Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih dan Genitalia
Pria 2015. Jakarta: Ikatan Ahli Urologi Indonesia.
KMK. 2015. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Panduan
Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat
Pertama. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Miller, Bruce. 2013. Urinary Tract Infection. Malaysia : Oak Publisher
Miller, James., Kashani-Sabet, Mohammed., Sagebiel, Richard. 2013. Patient-
centered Prognosis. Indiana : Bloomington
Rane, Abhay & Dasgupta, Ranan. 2015. Urinary Tract Infection: Clinical
Perspectives on Urinary Tract Infection. London : Springer
26