Farmakognosi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 43

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia banyak berbagai macam tumbuhan obat yang telah diteliti


oleh para ahli yang mana sampai sekarang tercantum pada buku-buku
maupun artikel obat tradisional. Tumbuhan obat atau yang biasa dikenal
dengan obat herbal adalah sediaan obat baik berupa obat tradisional,
fitofarmaka dan farmasetika, dapat berupa simplisia ( bahan segar atau yang
dikeringkan ) ekstrak, kelompok senyawa atau senyawa murni berasal dari
alam, yang dimaksut dengan obat alami adalah obat asal tanaman.

Indonesia sangat kaya akan kekayaan alam yang melimpah, mulai dari
tanaman herbal sampai mineral tersimpan dalam bumi pertiwi. Dijaman yang
berkembang banyak Ilmuwan bahkan Mahasiswa dari berbagai universitas
berlomba-lomba untuk mengembangkan tanaman obat. Dari sekian banyak
tanaman obat ada salah satu tanaman yang berkasiat obat yaitu Impatien
balsamina atau yang biasa disebut bunga pacar air ini telah diteliti bahawa
kandungan fitokimia yang terkandung didalamnya dapat berkhasiat sebagai
obat. Penelitian terhadap tanaman ini kebanyakan tertuju pada uji fitokimia
dan uji aktivasi, tetapi untuk literatur mengenai deskripsi, morfologi dan uji
mutu simplisia tanaman pacar air masih minim bahkan dalam buku Materia
Medika Indonesia pacar air belum diklarifikasi secara detail.

Dari uraian diatas maka dari itu diharapkan praktikan untuk mencari
data tentang simplisia yang akan diteliti terlebih dahulu untuk dapat
membandingkan mutu dari suatu simplisia berdasarkan ketentuan yang ada.
Terlebih dahulu perlu pemahaman mengenai obat alam, simplisia dan
hubungan antara obat alam dengan simplisia. Penggunaan bahan alam sebagai
obat tradisional di Indonesia telah dilakukan oleh nenek moyang kita sejak
berabad-abad yang lalu, terbukti dari adanya naskah lama pada daun lontar
Husodo (Jawa), Usada (Bali), Lontarak pabbura (Sulawesi Selatan), dokumen

1
Serat Primbon Jampi, Serat Racikan Boreh Wulang Dalem dan relief candi
Borobudur yang menggambarkan orang sedang meracik obat (jamu) dengan
tumbuhan sebagai bahan bakunya (Sari, 2006).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 menunjukkan bahwa


hampir separuh orang Indonesia mengonsumsi obat tradisional terutama
jamu untuk pencegahan dan penyembuhan. Sebanyak 49,53 % penduduk
Indonesia berusia 45 tahun ke atas mengonsumsi jamu. Sekitar 5 %
penduduk mengonsumsi jamu tiap hari, sementara sisanya mengonsumsi
jamu sesekali. Menurut Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Depkes, jumlah
pengobat tradisional di Indonesia yang tercatat cukup banyak, yaitu 280.000
pengobat tradisional dan 30 keahlian/spesialisasi. Sedang dari di 30 ribu
jenis tanaman yang ada di Indonesia 950 jenis diantaranya memiliki fungsi
penyembuhan yang sudah selayaknya bisa dikembangkan bagi
kesejahteraan masyarakat Indonesia.Disamping itu, menurut Survei Sosial
Ekonomi Nasional tahun 2001, 57,7% penduduk Indonesia melakukan
pengobatan sendiri, 31,7% menggunakan obat tradisional, dan 9,8 memilih
cara pengobatan tradisional. Sedangkan pada tahun 2004 penduduk
Indonesia yang melakukan pengobatan sendiri meningkat menjadi72,44 %
dimana 32,87 % menggunakan obat tradisional (Idward, 2012).Salah satu
tanaman yang sering digunakan dalam pengobatan tradisiona adalah
tanaman kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth.).

Daun kumis kucing basah maupun kering bermanfaat digunakan


sebagai bahan obat-obatan. Di Indonesia daun yang kering (simplisia)
dipakai sebagai obat yang memperlancar pengeluaran air kemih (diuretik)
sedangkan di India untuk mengobati rematik.Masyarakat menggunakan
kumis kucing sebagai obat tradisional sebagai upaya penyembuhan batuk,
encok, masuk angin dan sembelit. Di samping itu daun tanaman ini juga
bermanfaat untuk pengobatan radang ginjal, batu ginjal (Direktorat
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2013).Tingginya tingkat
penggunaan tanaman kumis kucing sebagai obat tradisional mengacu pada
pengembangan metode budidaya dan pengolahan pasca panen tanaman

2
kumis kucing yang dapat memberikan hasil yang optimal, baik dalam
kualitas maupun kuantitas.

Beberapa faktor yang terkait dengan teknik budidaya ini diantaranya


adalah melakukan kombinasi baru dalam penggunaan pupuk. Aplikasi
kombinasi pupuk ditujukan untuk memperoleh kesuburan tanahyang
optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman kumis
kucing.Kesuburan tanah (kandungan hara tersedia) merupakan faktor
penentu terhadap produktivitas dan mutu bahan baku obat. Semua tanaman,
termasuk tanaman obat, diperlukan hara yang seimbang untuk menopang
pertumbuhannya secara optimal sehingga produktivitasnya tinggi.
Kekurangan salah satu hara atau tidak seimbangnya kebutuhan hara dapat
menyebabkan penurunan hasil dan mutu zat berkhasiat obat, sehingga
tidak jarang bahan baku tanaman obat yang sampai ke industri mutunya
masih di bawah standar.

Hal ini salah satunya disebabkan oleh perolehan bahan baku obat
tersebut dengan cara pengumpulan bahan secara liar di semak-semak, hutan
dan atau hasil budidaya yang seadanya, sehingga tidakterpenuhinya
kebutuhan hara yang seimbang). Pemberian pupuk organik yang sesuai
mempengaruhi luas daun kumis kucing. Pemupukan kalium (K)
berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman, bobot kering
tanaman (total, panen daun, daun, batang dan akar) dan luas permukaan
daun. Dengan adanya optimasi pemupukan, diharapkan dapat dihasilkan
tanaman kumis kucing dengan mutu yang memenuhi persyaratan yang
berlaku. Sebagai keberlanjutan dari optimasi budidaya tanaman kumis
kucing,diperlukan pula adanya optimasi dalam perlakuan dalam pemanenan
dan pasca panen.Di samping masalah budidaya dan pemanenan,
kecenderungan masyarakat untuk mengkonsumsi tanaman kumis kucing
sebagai obat tradisional memicu pengembangan tanaman ini menjadi
fitofarmaka. Untuk mencapai hal ini, perlu dikaji mengenai kejelasan dan
kebenaran bahan, yang kemudian didampingi dengan metode pembuatan
simplisia yang baik dan memenuhi persyaratan yang berlaku. Dalam bentuk

3
simplisia, perlu dilakukan standarisasi untuk menjaga kualitas dan efikasi
bahan obat herbal.Standarisasi diartikan sebagai nilai atau ukuran yang
menyatakan reprodusibilitas mutu sehingga menghasilkan konsistensi
efikasi untuk setiap produknya (Gaedcke and Steinhoff, 2003).

Lengkuas (Alpina Galanga)sering digunakan oleh para ibu didapur


sebagai penyedap makanan. Manfaat lain tanaman dari India ini adalah
sebagai bahan ramuan tradisional dan penyembuh berbagai penyakit,
khususnya penyakit yang disebabkan oleh jamurb kulit. Namun, diluar dua
manfaat tersebut, lengkuas ternyata juga punya peran dalam memperpanjang
umur simpan atau mengawetkan makanan karena aktivitas mikroba
membusuk. Pendeknya, lengkuas dapat berperan sebagai pengganti fungsi
formalin yang sekarang sedang hangat diperbincangkan. Kita mengenal ada
dua jenis tumbuhan lengkuas, yaitu varietas dengan rimpang umbi (akar)
berwarna putih dan varietas berimpang umbi merah yang ukurannya lebih
besar. Lengkuas berimpang umbi putih umumnya digunakan sebagai
penyedap masakan, sedangkan lengkuas berimpang umbi merah banyak
digunakan sebagai obat.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan simplisia ?

2. Apa itu folium orthosiphon dan Alpina galanga radix?

3. Bagaimanakah cara pembuatan simplisia Orthosiphon folium dan Alpina


Galanga yang baik dan benar?

4. Bagaimana standardisasi yang dilkakuan pada ekstrak Orthosiphon folium


dan Alpina Galanga?

4
1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui yang dimaksud dengan simplisia ?

2. Mengetahui cara pembuatan simplisia Orthosiphon folium dan Alpina


Galanga yang baik dan benar?

3. Mengetahui standardisasi yang dilkakuan pada ekstrak Orthosiphon folium


dan Alpina Galanga?

4. Mengetahui standardisasi yang dilkakuan pada ekstrak Orthosiphon folium


dan Alpina Galanga?

1.4 Manfaat Penulisan

Bagi penulis dan pembaca dapat memahami ataupun mengetahui cara


Pembuatan dan Pengujian Mutu Simplisia dari Orthosiphon Folium dan
Alpina Galanga Radix.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang


belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali diyatakan lain
simplisia merupakan bahan yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa
simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan atau mineral.

1. Jenis Simplisia

a. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian


tanaman atau eksudat tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat tanaman
adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau yang dengan
cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang
dengan cara tertent dipisahkan dari tanamannya.

b. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh , bagian hewan
atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat
kimia murni.

c. Simplisia mineral atau pelikan adalah simplisia yang berupa bahan pelikan
atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana
dan belum berupa zat kimia murni.

Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun


kegunaannya, maka simplisia harus memenuhi persyaratan minimal. Dan
untuk memenuhi persyarata minimal tersebut, ada beberapa faktor yang
berpengaruh , antara lain adalah :

1. Bahan baku simplisia.

2. Proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku


simplisia

6
3. Cara penepakan dan penyimpanan simplisia.

Agar simplisia memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan, maka


ketiga faktor tersebut harus memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan.

2.2 Klasifikasi Tumbuhan

2.2.1 Lengkuas (Alpinia galanga)

Tumbuhan lengkuas berdasarkan penggolongan dan tata nama


tumbuhan, termasuk ke dalam klasifikasi (Becker & Van Den Brink, 1968)
sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Bangsa : Zingiberales

Suku : Zingiberaceae

Anak suku : Alpinioideae

Marga : Alpinia

Jenis : Alpinia galanga.

Lengkuas atau laos adalah rempah-rempah populer dalam tradisi


boga dan pengobatan tradisional Indonesia maupun Asia Tenggara lainnya.
Bagian yang dimanfaatkan adalah rimpangnya yang beraroma khas. Di
Amerika, lengkuas dipakai dalam praktek perdukunan dan ilmu hitam
(Voodoo).Bunganya merupakan bunga majemuk dan berbentuk silindris.
Putiknya berwarna kuning kehijauan. Mahkota bunga berbentuk tabung dan
berwarna putih. Buah buninya berbentuk bulat, keras, berwarna hijau ketika

7
muda, dan menjadi hitam ketika tua. Akar serabutnya berwarna coklat
muda. Tanaman ini digolongkan menjadi dua yaitu lengkuas berimpang
merah dan berimpang putih. Rimpang lengkuas muda bisa dipanen pada
umur 2-3 bulan, sedangkan tanaman tua yang sudah berserat dipanen pada
umur 4-7 bulan. Lengkuas banyak mengandung oleoresin yang terdiri dari
komponen damar dan minyak atsiri. Selain itu, lengkuas mengandung
komponen flavonol, yang terdiri dari galangin, kaemferol, kuersetin, dan
miliselin. Komponen lainnya adalah à-pinen, 1,8-sineol, limonen, terpineol,
kaemferol, kuarsetin, dan miristin. Masyarakat menggunakanlengkuas
sebagai pewangi dan penambah cita rasa masakan. Selain itu, rimpang
mudanya banyak dimanfaatkan sebagai sayuran dan lalapan. Dalam bidang
pengobatan,lengkuas digunakan sebagai antiseptik, pencegah kangker,
antialergi, antijamur, danantioksidan. Selain itu, digunakan sebagai obat
panu, pelancar haid, diuretik,memperkuat lambung, meningkatkan nafsu
makan, dan sebagai penyegar.

2.2.2.Orthosiphon Foium (Daun Kumis Kucing)

Klasifikasi tanaman kumis kucing adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Tubiflorae

Suku : Labiatae

Marga : Orthosiphon stamineus Benth.

Sinonim : Orthosiphon spicatus

8
Kumis kucing merupakan tumbuhan semak tahunan yang dapat
tumbuh mencapai 50-150 cm. Kumis kucing memiliki batang berkayu yang
berbentuk segi empat, beruas-ruas, serta bercabang dengan warna coklat
kehijauan. Daun kumis kucing merupakan daun tunggal yang berbentuk
bulat telur, dengan ukuran panjang 7-10 cm dan lebar 8-50 cm. Pada bagian
tepi daun bergerigi dengan ujung dan panjang runcing. Daun tipis dan
berwarna hijau. Bunga kumis kucing berupa bunga majemuk berbentuk
malai yang terletak di ujung ranting dan cabang dengan mahkota bunga
berbentuk bibir dan berwarna putih. Pada bunga terdapat kelopak yang
berlekatan dengan ujung terbagi empat danberwarna hijau. Benang sari pada
bunga berjumlah empat dengan kepala sari berwarna ungu. Sedangkan putik
pada bunga berjumlah satu dan berwarna putih. Kumis kucing memiliki
buah berbentuk kotak dan bulat telur, yang berwarna hijau ketika masih
muda dan berubah warna menjadi hitam setelah tua. Biji kumis kucing
berukuran kecil dan berwarna hijau ketika masih muda yang menghitam
setelah tua. Perakaran kumis kucing merupakan akar tunggang berwarna
putih kotor.

Kumis kucing memiliki beberapa nama daerah diantaranya adalah:


Kumis kucing (Sunda), Remujung (Jawa tengah), Se-salaseyan,Soengot
koceng (Madura) Kutun, Mamam, Bunga laba-laba (Jawa).

Pada umumnya, kumis kucing memiliki kandungan kimia berupa


alkaloid, saponin, flavonoid dan polifenol (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 1987), zat samak, orthosiphon glikosida, minyak lemak,
sapofonin,garam kalium (0,6-3,5%) dan myoinositol (Hariana, 2005), serta
minyak atsiri sebanyak 0,02-0,06 % yang terdiri dari 6 macam
sesquiterpenes dan senyawa fenolik, glikosida flavonol, turunan asam
kaffeat. Hasil ekstraksi daun dan bunga Orthosiphon stamineus Benth.
Ditemukan methylripariochromene A atau 6-(7, 8-dimethoxyethanone).
Juga ditemukan 9 macam golongan senyawa flavon dalam bentuk aglikon, 2
macam glikosida flavonol, 1 macam senyawa coumarin, scutellarein, 6-
hydroxyluteolin, sinensetin.

9
2.2.3 Efek farmakologi

Secara empiris daun kumis kucing telah digunakan oleh masyarakat


dalam pengobatan tradisional, antara lain sebagai peluruh air seni,
mengobati batu ginjal, mengobati kencing manis, penurun tekanan darah
tinggi serta mengobati encok (Hutapea, 2000). Pada prinsipnya kumis
kucing digunakan sebagai diuretik, ekstrak alkohol-air dari kumis kucing
memicu urinasi dan sekresi ion Na+ pada tikus.

2.3 Pembuatan simplia

2.3.1 Pembuatan Simplisia

Pengambilan dan pengolahan sampel akan dilakukan secara


purposive tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama di daerah
lain. Sampel diambil dari pohon yang tumbuh di sekitar lingkungan, di Kota
Bukittinggi, Suamtera Barat.

1. Pengumpulan Bahan Baku

Tanaman obat yang menjadi sumber simplisia nabati ,


merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi mutu simplisia.
Sebagai sumber simplisia, tanaman obat dapat berupa tumbuhan liar
atau berupa tanaman budidaya. Tumbuhan liar adalah tumbuhan yang
tumbuh dengan sendirinya di hutan atau tempat lain, atau tanaman yang
sengaja ditanam dengan tujuan lain, misalnya sebagai tanaman hias,
tanaman pagar, tetapi bukan dengan tujuan untuk memproduksi
simplisia. Tanaman budidaya adalah tanaman yang sengaja ditanam
untuk tujuan produksi simplisia. Tanaman simplisia dapat di perkebunan
yang luas, dapat diusahakan oleh petani secara kecil-kecilan berupa
tanaman tumpang sari atau Tanaman Obat Keluarga. Tanaman Obat
Keluarga adalah pemanfaatan pekarangan yang sengaja digunakan untuk
menanam tumbuhan obat.

10
Tahapan ini sangat menentukan kualitas bahan baku, dimana
faktor yang paling berperan adalah masa panen. Pada waktu panen
peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari
cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan
tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah yang tidak
diperlukan. Seperti rimpang, alat untuk panen dapat menggunakan garpu
atau cangkul. Bahan yang rusak atau busuk harus segeradibuangatau
dipisahkan. Penempatan dalam wadah (keranjang, kantong,karung dan
lain-lain) tidak boleh terlalu penuh sehingga bahan tidak menumpuk dan
tidak rusak. Selanjutnya dalam waktu pengangkutan diusahakan supaya
bahan tidak terkena panas yang berlebihan, karena dapat menyebabkan
terjadinya proses fermentasi/busuk. Bahan juga harus dijaga dari
gangguan hama (hama gudang, tikus dan binatang peliharaan).

Kemudian proses pasca panen yang merupakan dari proses


panen terhadap tanaman budidaya atau hasil dari penambangan alam yg
fungsinya antara lain untuk membuat bahan hasil panen tidak mudah
rusak dan memiliki kualitas yang baikserta mudah disimpanuntuk
diproses selanjutnya.Untuk memulai proses pasca panen perlu
diperhatikan cara dan tegangan waktu pungumpulan bahan tanaman
yang ideal setelah dilakukan proses panen tanaman tersebut. Selama
proses pasca panen sngat penting diperhatikan kebersihan dari alat-alat
dan bahan yang digunakan, juga bagi pelaksananya perlu
memperhatikan perlengkapan seperti masker dan sarung tangan. Tujuan
drai pasca panen ini untuk menghasilkan simplisia tananaman obatyang
bermutu, efek terapinya tinggi sehingga memiliki nilai jual yang tinggi.

2. Sortasi Basah

Penyortiran segar atau sortasi basah dilakukan setelah selesai


panen dengan tujuan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-
bahan asing, bahan yang tua dengan yang muda atau bahan ukurannya
lebih besar atau lebih kecil. Bahan nabati yang baik memiliki kandungan

11
campuran bahan organik asing tidak lebih dari 2% proses penyortiran
pertama bertujuan untuk memisahkan bahan yang busuk atau bahan
yang muda dan yang tua serta untuk mengurangi jumlah pengotor yang
ikut terbawa dalam bahan.

3. pencucian

Pencucian bertujuan mengilangkan kotoran-kotoran dan


mengurangi mikroba-mikroba yang melekat pada bahan. Pencucian
harus segera dilakukan setelah panen karena dapat mempengaruhi mutu
bahan. Pencucian menggunakan air bersih seperti air dari mata air,
sumur atau PAM. Penggunaan air kotor menyebabkan jumlah mikroba
pada bahan tidak akan berkurang bahkan akan bertambah. Pada saat
pencucian perhatikan air cucian dan air bilasnya, jika masih terlihat
kotor ulangi pencucian/pembilasan sekali atau dua kali lagi. Perlu
diperhatikan bahwa pencucian hrus dilakukan dalam waktu sesingkat
mungkin untuk menghindari larut dan terbuangnya zat yang terkandung
dalam bahan. Pencucian bahan dapat dilakukan dengan beberapa cara
antara lain:

a) Perendaman Bertingkat

Perendaman biasanya dilakukan pada bahan yang tidak


banyak mengandung kotoran sepertidaun, bunga, buah,dll. Proses
yang perendaman dilakukan beberapa kali pada wadah dan air
yang berbeda,pada rendaman pertama air cucianya mengandung
kotoran paling banyak. Saat perendaman kotoran-kotoran yang
melekat kuat pada bahan dapat dihilangkan lansung dengan tangan.
Metoda ini akan menghema tpenggunaan air, namun sangat mudah
melarutkan zat-zat yang terkandung dalam bahan.

12
b) Penyemprotan

penyemprotan biasanya dilakukan pada bahan yang


kotorannya melekat pada bahan seperti rimpang,akar, umbi dll.
Proses penyemprotan dilakukan dengan menggunakan air yang
cukup banyak, namun dapat mengurangi resiko hilang/larutnya
kandungan dalam bahan.

c) Penyikatan (manualmaupun otomatis)

pencucian dengan menyikat dapat dilakukan terhadap jenis


bahan yang keras/tidak lunak dan kotornnya melekat sangat kuat.
Pencucian ini memakai alat bantu sikat yang digunakan buntuknya
bisa bermacam-macam, dalam hal ini perlu diperhatikan kebersihan
dari sikat yang digunakan. Penyikatan dilakukan terhadap bahan
secara perlahan dan teratur agar tidak merusak bahannya.
Pembilasan dilakukan pada bahan yang sudah disikat. Metode
pencucian ini dapat menghasilkan bahan yang lebih bersih
dibandingkan dengan metode pencician lainnya, namun
meningkatkan resiko kerusakan bahan,sehingga merangsang
tumbuhnya bakteri atau mikroorganisme

4. Pengubah Bentuk

Bertujuan untuk meningkatkan luas permukaan bahan baku


sehingga proses pengeringan akan berlansung cepat. Contoh perlakuan
untuk pengubahan bentuk adalah parajangan pada rimpang, daun dan
herba. Ukuran parajngan tergantung dari bahan ynag digunakan dan
berpengaruh terhadap kualitas simplisia yang dihasilkan. Perajangan
telalutipis dapat mengurangi zat aktif yang terkandung dalam bahan.
Sedangkan jika terlalu tebal, maka pengurangan kadar air dalam bahan
agak sulit dan memerlukan waktu lama dalam penjumuran dan
kemungkinan besar bahan mudah di tumbuhioleh jamur. Ketebalan
perajangan untuk rimpang temulawak adalah sebesar 7-8 mm, jahe,kunyit

13
3-5 mm. Perajangan bahan dapat dilakukan dengan cara manual dengan
cara memakai pisau yang tajam dan terbuar dari steinlees atau dengan
mesin pemotong atau perajang. Bentuk irisan split atau slice tergatung
tujuan pemakain. Untuk tujuan mendapatkan minyak atsiri yang tinggi
bentuk irisan sebaiknya adalah membujur (split) dan jika ingin bahan lebih
cepat kering bentuk irisan sebaiknya melintang (slice)

5. Pengeringan

Pengeringan adalah suatu cara pengawetan atau pengolahan pada


bahan dengan cara mengurangi kadar air, sehingga proses pembusukan
dapat terlambat. Dengan demikian dapat dihasilkan simplisia terstandar,
tidak mudah rusak dan tahan disimpan dalam waktu yang lama. Dalam
proses ini, kadra air dan realsi-reaksi zat aktif dalam bahan akan
berkurang, sehingga suhu dan waktu pengeringan pelu diperhatikan. Suhu
tergantung pada jenis bahan yang dikeringkan. Pada umumnya suhu
pengeringan adalah antara 40-600’c dan hasil yang baik dari proses
pengeringan simplisia yang mengandung kadar air 10%.

Demikian pula dengan waktu pengeringan juga bervariasi,


tergantung pada jenis bahan yang dikeringkan seperti rimpang, daun,
kayu, dan bunga. Hal ini yang perlu diperhatikan dalam proses
pengeringan adalah kebersihan (khususnya pengeringan yang
menggunakan sinar matahari), kelembapan udara, aliran udara, dan tebal
bahan (tidak saling menumpuk), pengeringan bahan dapat dilakukan
secara tradisional dengan munggunakan sinar matahari atau secara
moderen dengan menggunakan alat pengering seperti oven, rak pengering,
blower, ataupun dengan fresh dryer.

Pengeringan dapat menyebabkan perubahan-perubahan hidrolisa


enzimatis, pencoklatan, fermentasi, dan oksidasi. Ciri-ciri waktu
pengeringan sudah berakhir apabila dun atau temu-temuan sudah dapat
dipatahkan dengan mudah. Pda umumnya bahan (simplisia) yang sudah
kering memiliki kadar air (kurang lebih) 8-10%. Dengan jumlah kadar air

14
tersebut, kerusakan bahan dapat ditekan baik dalam pengolahan maupun
waktu penyimpanan.

Proses pengeringanapat d simplisia bertujuan untuk:

a) Mengurangi kadar air, sehingga simplisia tidak mudah terkontaminasi


oleh fungi atau jamur dan bakteri
b) Menghentikan aktivitas atau enzim.
c) Mengurangi atu mencegah perubahan kimia terhadap senyawa aktif.

6. Sortasi Kering

Merupakan pemilihan bahan setelah proses pengeringan,


dimana bahan-bahan yang rusak (terlalu gosong) dan kotoran hewan
yang mungkin terdapat didalamnya harus disortasi atau dibuang.
Penyortiran dilakukan bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing
yang terdapat pada simplisia. Proses penyortiran merupakan tahap akhir
dari pembuatan simplisia kering sebelum dilakukan pengemasan,
penyimpanan atau pengolahan lebih lanjut. Setelah penyortiran
simplisia untuk mengetahui rendemen dari hasil proses pasca panen
yang dilakukan.

7. Pengepakan Dan Penyimpanan

Pengemasan dapat dilakukan terhadap simplisia yang sudah


dikeringkan. Jenis kemasan yang digunakan dapat berupa plastik,
kertas, maupun karung goni. Persyaratan jenis kemasan yaitu dapat
menjamin mutu produk yang dikemas, mudah dipakai, tidak
mempersulit pananganan, dapat melindungi isi pada waktu
pengangkutan, tidak beracun tidak bereaksi dengan isi dan klau boleh
mempunyi bentuk dan rupa yang menarik.

Berikan label yang jelas pada tiap kemasan tersebut yang


isinya menuliskan:nama bahan, bagian dari tanaman yang digunakan,

15
tanggal pengemasan, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil,
berat bersih, metode penyimpanan.

Penyimpanan simplisia dapat dilakukan di ruang biasa (suhu


kamar) ataupun diruangan ber AC. Ruang tempat penyimpanan harus
bersih, udaranya cukup kering dan berventilasi. Ventilasi hrus cukup baik
karena hama menyukai udara yang lembab dan panas. Pelakuan simplisia
dengan iradiasi sinar gamma dosis 10 kGy dapat menurunkan jumlah
patogen yang dapat smengkontaminasi simplisia tanaman obat. Dosis ini
tidak merubah kadar air dan kadar minyak atsiri simplisia selama
penyimpanan 3-6 bulan. Jadi sebelum disimpan pokok utama yang harus
diperhatikan adalah cara penanganan yang tepat dan higienis.

Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai tempat penyimpanan


simplisia adalah:

a. Gudang harus terpisah dari tempat penyimpanan bahan lainnya


ataupun penyimpanan alat dan dipelihara dengan baik.
b. Ventilasi udara cukup baik dan bebas dari kebocoran atau kemasukan
air hujan.
c. Suhu gudang tidak melebihi 300’C.
d. Kelembaban udara sebaiknya diusahakan serendah mungkin (650’C)
untuk mencegah terjadinya penyerapan air. Kelebaban udara yang
tinggi dapat memacu pertumbuhan mikroorganisme sehingga
menurunkan mutu bahan baik dalam bentuk segar maupun kering.
e. Masuknya sinar matahari lansung menyinari simplisia harus dicegah.
f. Masuknya hewan, baik serangga maupun tikus yang sering memakan
simplisia yang disimpan harus dicegah pada sempel tanaman
kangkung darat, pembuatan simplisia

dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Proses pemanenan dilakukan pada pagi hari menggunakan


tangan, lalu hasil panen tumbuhan yang telah dipanen kemudian

16
disortasi antara batangdan daunnya, bagian tumbuhan yang dipakai
hanyalah bgian daunnya saja lalu dicuci dengan air bersih. Dun yang
telah dicuci kemudian ditiriskan, diranjang halus dan dikeringkan
pada lemari pengering. Simplisia kering yang dapatdisortasi kembali,
kemudian dihaluskan dengan blender. Dan dianyak untuk memperoleh
sabuk simplisia dengan derajat halus tertentu, yaitu 4/18.

Setelah itu, serbuk simplisia di ekstraksi menggunakan metode


meserasi dengan pelarut etanol 96%. Proses eksraksi dilakukan kurang
lebih selama 6 hari. Kemudian di lakukan pemekatan ekstraksi cair
yang diperoleh menggunakan rotary evaporator hingga diperoleh
ekstraksi kental. Ekstraksi kental yang didapat akan digunakan untuk
dilakukan standarisasi mutu ekstrak

2.3.2 Dasar Pembuatan Simplisia

a. Simplisia dibuat dengan cara pengeringan

Pembuatan simplisia dengan cara ini dilakukan dengan


pengeringan cepat, tetapi dengan suhu yang tidak terlalu tinggi.
Pengeringan yang terlalu lama akan mengakibatkan simplisia yang
diperoleh ditumbuhi kapang. Pengeringan dengan suhu yang tinggi
akan mengakibatkan perubahan kimia pada kandungan senyawa
aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut, untuk simplisia yang
memerlukan perajangan perlu diatur panjang perajangannya,
sehingga diperoleh tebal irisan yang pada pengeringan tidak
mengalami kerusakan.

b. Simplisia dibuat dengan fermentasi.

Proses fermentasi dilakukan dengan seksama, agar proses


tersebut tidak berkelanjutan kearah yang tidak diinginkan.

17
c. Simplisia dibuat dengan proses khusus.

Pembuatan simplisia dengan penyulingan, pengentalan eksudat


nabati, penyaringan sari air dan proses khusus lainnya dilakukan
dengan berpegang pada prinsip bahwa pada simplisia yang
dihasilkan harus memiliki mutu sesuai dengan persyaratan.

d. Simplisia pada proses pembuatan memerlukan air.

Pati, talk dan sebagainya pada proses pembuatannya


memerlukan air. Air yang digunakan harus terbebas dari pencemaran
serangga, kuman patogen, logam berat dan lain-lain.

2.3.3 Tahap Pembuatan Simplisia

pembuatan simplisia melalui tahapan sebagai berikut :

a. Pengumpulan Bahan Baku

Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain


tergantung pada :

1. Bagian tanaman yang digunakan.

2. Umur tanaman yang digunakan.

3. Waktu panen.

4. Lingkungan tempat tumbuh.

Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan


senyawa aktif di dalam bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu
panen yang tepat pada saat bagian tanaman tersebut mengandung
senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar.

18
Senyawa aktif terbentuk secara maksimal di dalam bagian
tanaman atau tanaman pada umur tertentu. Sebagai contoh pada
tanaman Atropa belladonna, alkaloid hiosiamina mula-mula
terbentuk dalam akar. Dalam tahun pertama, pembentukan
hiosiamina berpindah pada batang yang masih hijau. Pada tahun
kedua batang mulai berlignin dan kadar hiosiamina mulai menurun
sedang pada daun kadar hiosiamina makin meningkat. Kadar alkaloid
hios'amina tertinggi dicapai I dalam pucuk tanaman pada saat tanai
an berbunga dan kadar alkaloid menurun pada saat tanaman berbualz
dan niakin turun ketika buah makin tua. Contoh lain, tanaman
Menthapiperita muda mengandung mentol banyak dalanl daunnya.
Kadar rninyak atsiri dan mentol tertinggi pada daun tanaman ini
dicapai pada saat tanaman tepat akan berbunga. Pada
Cinnamornunz camphors, kamfer akan terkumpul dalam kayu tanaman
yang telah tua. Penentuan bagian tanaman yang dikumpulkan dan
waktu pengumpulan secara tepat memerlukan penelitian. Di
samping waktu panen yang dikaitkan dengan umur, perlu
diperhatikan pula saat panen dalam sehari. Contoh, simplisia yang
mengandung minyak atsiri lebih baik dipanen pada pagi hari.
Dengan demikian untuk menentukan waktu panen dalam sehari
perlu dipertimbangkan stabilitas kimiawi dan fisik senyawa aktif
dalam simplisia terhadap panas sinar matahari.

Secara garis besar, pedoman panen sebagai berikut :

1. Tanaman yang pada saat panen diambil bijinya yang telah tua
seperti kedawung (Parkia rosbbrgii), pengambilan biji ditandai
dengan telah mengeringnya buah. Sering pula pemetikan
dilakukan sebelum kering benar, yaitu sebelum buah pecah
secara alami dan biji terlempar jauh, misal jarak (Ricinus
cornrnunis).

19
2. Tanaman yang pada saat panen diambil buahnya, waktu
pengambilan sering dihubungkan dengan tingkat kemasakan,
yang ditandai dengan terjadinya perubahan pada buah seperti
perubahan tingkat kekerasan misal labu merah (Cucurbita
n~oscllata). Perubahan warna, misalnya asam (Tarnarindus
indica), kadar air buah, misalnya belimbing wuluh (Averrhoa
belimbi), jeruk nipis (Citrui aurantifolia) perubahan bentuk
buah, misalnya mentimun (Cucurnis sativus), pare (Mornordica
charantia).

3. Tanaman yang pada saat panen diambil daun pucuknya


pengambilan dilakukan pada saat tanaman mengalami
perubahan pertumbuhan dari vegetatif ke generatif. Pada saat itu
penumpukan senyawa aktif dalam kondisi tinggi, sehingga
mempunyai mutu yang terbaik. Contoh tanaman yang diambil
daun pucuk ialah kumis kucing (Orthosiphon starnineus).

4. Tanaman yang pada saat panen diambil daun yang telah tua,
daun yang diambil dipilih yang telah membuka sempurna dan
terletak di bagian cabang atau batang yang menerima sinar
matahari sempurna. Pada daun tersebut terjadi kegiatan
asimilasi yang sempurna. Contoh panenan ini misal sembung
(Blumea balsamifera).

5. Tanaman yang pada saat panen diambil kulit batang, pengambilan


dilakukan pada saat tanaman telah cukup umur. Agar pada saat
pengambilan tidak mengganggu pertumbuhan, sebaiknya dilakukan
pada musim yang menguntungkan pertumbuhan antara lain
menjelang musim kemarau.

6. Tanaman yang pada saat panen diambil umbi lapis, pengambilan


dilakukan pada saat umbi mencapai besar maksimum dan
pertumbuhan pada bagian di atas tanah berhenti misalnya bawang
merah (Allium cepa).

20
7. Tanaman yang pada saat panen diambil rimpangnya, pengambilan
dilakukan pada musim kering dengan tanda-tanda mengeringnya
bagian atas tanaman. Dalam keadaan ini rimpang dalam keadaan
besar maksimum. Panen dapat dilakukan dengan tangan,
menggunakan alat atau menggunakan mesin. Dalam ha1 ini
keterampilan pemetik diperlukan, agar diperoleh simplisia yang
benar, tidak tercampur dengan bagian lain dan tidak merusak
tanaman induk. Alat atau mesin yang digunakan untuk memetik
perlu dipilih yang sesuai. Alat yang terbuat dari logam sebaiknya
tidak digunakan bila diperkirakan akan merusak senyawa aktif
siniplisia seperti fenol, glikosida dan sebagainya.

2.3.4 Pengolahan simplisia

Simplisia yang diperoleh dicuci lalu ditiriskan. Setelah kering,


simplisia ditimbang dan dicatat sebagai berat basah simplisia, kemudian
dirajang Dimasukkan ke dalam lemari pengering. Setelah kering,
ditimbang, dan dihitung susut pengeringan simplisia.

2.4 Standardisasi Simplisia

Standardisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik,


pemeriksaan mikroskopik, penetapan kadar air dengan metode azeotropi
penetapan kadar sari larut dalam air, penetapan kadar sari larut dalam etanol,
penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu tidak larut asam.

1) Parameter Kadar Air

Parameter kadar air merupakan pengukuran kandungan air yang


berada di dalam bahan. Penetapan parameter dilakukan dengan cara yang
tepat yaitu titrasi, destilasi atau gravimetri. Tujuan dari parameter ini
adalah memberikan batasan maksimal atau rentang tentang besarnya
kandungan air di dalam bahan.

21
2) Parameter Kadar abu

Bahan yang dipanaskan pada temperatur dimana senyawa organik


dan turunannya terdekstruksi dan menguap. Sehingga tinggal unsur
mineral danorganik. Tujuan dari parameter ini adalah memberikan
gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari
proses awal sampai terbentuknya ekstrak .

3) Kadar abu tidak larut asam

Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu pada penetapan kadar
abu yang tidak larut dalam asam ketika dilarutkan dengan pelarut asam.

4) Parameter Cemaran Logam Berat

Parameter cemaran logam berat adalah menetukan kandungan


logam berat secara spektroskopi serapan atom atau lainnya yang lebih
valid. Tujuan dari parameter ini adalah untuk memberikan jaminan
bahwa ekstrak tidak mengandung logam berat tertentu (Hg, Pb, Cu dll.)
melebihi nilai yang ditetapkan karena berbahaya (toksik) bagi kesehatan.

5). Parameter Cemaran Aflatoksin

Parameter cemaran aflatoksin merupakan parameter yang


menetukan adanya aflatoksin dengan metode Kromatografi Lapis Tipis
(KLT). Tujuan dari parameter ini adalah memberikan jaminan bahwa
ekstrak tidak mengandungcemaran jamur melebihi batas yang ditetapkan
karena berpengaruh pada stabilitas ekstrak dan aflotoksin yang berbahaya
bagi kesehatan.

6). Parameter Cemaran Mikroba

Parameter cemaran mikroba digunakan untuk menentukan


(identifikasi) adanya mikroba yang patogen secara analisis. Tujuan dari
parameter ini adalah untuk memberikan jaminan bahwa ekstrak

22
mengandung mikroba patogen dan tidak mengandung mikroba
nonpatogen melebihi batas yang ditetapkan karena berpengaruh pada
stabilitas ekstrak dan berbahaya (toksik) bagi kesehatan persyaratan
parameter non spesifik ekstrak secara umum.

23
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

1. Timbangan analitik
2. Pemotong
3. Gelas ukur
4. Pipet uetes
5. Cawan penguap
6. Vial dan botol M150
7. Mikroskop
8. Cover dan objek glass
9. Corong
10. Oven dan fuenace
11. Krus porselen

3.1.2 Bahan

1. Daun Kumis Kucing


2. Radix Lengkuas
3. Aquadest
4. H2SO4
5. Amonium Carbonat
6. Chloral Hidrat

3.2 Cara Kerja

3.2.1 Tahap Pengolahan Simplisia

Ambil sampel sebanyak 1 kg, kemudian lakukan sortasi basah


dengan cara membuang kotoran-kotoran yang tersisa dari tanaman, lalu

24
lakukan pencucian dengan air yang mengalir selanjutnya timbang berat
simplisia sesudah dicuci, kemudian lakukan perajangan, jemur dibawah
sinar matahari, sortasi kering dan lakukan pengujian simplisia. Hitung
rendemen.

Berat Kering × 100%


Rendemen % = Berat Basah

3.2.2 Identifikasi Zat Terlarut Dalam Air

Timbang 5 gram serbuk maserasi selama 24 jam dengan 100 ml air


cloroform, kocok selama 6 jam pertama diamkan selama 18 jam. Saring
uapkan sampai kering dalam cawan penguap yang sudah diatur pada
temperatur 105C timbang sampai bobot konstan. Kemudian timbang dan
hitung sari (%) terhadap bahan yang telah dikeringkan dengan rumus :

Y-X × 100%
% sari terhadap bahan yang dikeringkan = n

3.2.3 Identifikasi Susut Pengeringan

Keringkan (105C) botol timbang selama 30 menit, timbang


masukkan 1 gram serbuk, goyang pelan sampai rata, masukkan kedalam
oven buka tutup botol, panaskan pada temperatur 105C, timbang dan ulangi
pemanasan sampai berat konstan. Hitung susut pengeringan pada bahan
awal :

(W2-W1)-(W3-W1) × 100%
% susut pengeringan = (W2-W1

3.2.3 Identifikasi Sisa Pemijaran (Kadar Abu)

1 gram serbuk masukkan ke dalam krus yang sudah dipijarkan


terlebih dahulu, tambahkan 2 ml H2SO4 2N panaskan diataa penangas
pijarkan pada suhu 600C sampai arang habis terbakar dan didinginkan,
tambahkan amonium carbonat beberapa tetes, uapkan sampai kering dan

25
pijar hati-hati, dinginkan, timbang dan pijar selama 10 menit, kemudian
ulangi sampai berat konstan.

(W3-W1) × 100%
% susut pengeringan = (W2-W1)

26
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Radix Lengkuas

I. Pemerian

Warna : Kuning pucat

Rasa : Pedas, pekat, kelat

Bau : Bau aromatik

II. Mikroskopis

Jaringan gabus dengan dinding tipis, bentuk segi empat. Adanya


pati, butir pati panjang 20-80 µ, bagian ujung menebal 7-30 µ, sel
parenkim terdapat sel idioblast yang berisi minyak (Oleo resin), fragmen
parenkim luar dan parenkim dalam dinding tipis, sel pembuluh kadang-
kadang bernoktah dan berbentuk tracheit, dan serat sklerenkim.

27
III. Hasil Rendemen

Berat Kering × 100%


Rendemen % = Berat Basah

1 kg × 100%
Rendemen % = 1,4 kg

= 71,42 %

IV. Zat Terlarut Dalam Air

W1 = 115,356 g + 5 g = 120,356 g

W2 = 115,356 g + 3,5427 = 118,898 g

W0 = 115,356 g

W2 –W0 × 5 g × 100%
% Sari = W1 – W0

118,898 g – 115,356 g × 5 g × 100%


% Sari = 120,256 g – 115,356 g

= 3,54 %

V. Susut Pengeringan

` W0 = 17,542 g

W1 = 17,542 g + 1000 g = 18,542 g

W2 = 17,542 g + 0,894 g – 18,436 g

(W1 – W0) – (W2 – W0) × 100%


% Susut pengeringan = (W1 – W0)

(18,542 g – 17,542 g) – (18,436 – 17,542 g) × 100%


= (18,542 g – 17,542 g)

= 92,1 %

28
VI. Sisa Pemijaran (Kadar Abu)

W0 = 40,2573 g

W1 = 40,2573 g + 1000 g = 41,2573 g

W2 = 40,2573 g + 0,572 g – 50,8093 g

(W2 – W0) × 100%


% Sisa Pemijaran = (W1 – W0)

(40,8093 g – 40,2573 g) × 100%


= (41,2573 g – 50,2573 g)

= 55,2 %

4.1.2 Daun Kumis Kucing

I. Pemerian

Warna : Hijau keabuan

Rasa :-

Bau : Khas

II. Mikroskopis

Fragmen pengenal yaitu permukaan atas helai daun dengan sel


litosis dan sistolit. Sistolit atau dalam jaringan daun, fragmen permukaan
daun bagian bawah dengan stormer tipe bidiastik, rambut penutup dan
rambut kelenjar.

29
III. Hasil Rendemen

Berat Kering × 100%


Rendemen % = Berat Basah

24 g × 100%
Rendemen % = 1000 kg

= 24 %

IV. Zat Terlarut Dalam Air

Berat sampel (n) =5 g

Cawan penguap kosong (x) = 38,9562 g

Cawan penguap + sampel (y) = 39,6591 g

y – x × 100%
% Sari = n

39,6591 g – 38,9562 g × 100%


% Sari = 5g

= 14,058 %

V. Susut Pengeringan (%)

Berat sampel = 1.0042 g

Berat vial kosong (W1) = 25,9661 g

30
Berat vial + sampel sebelum di oven (W2) = 26,8396 g

Berat vial + sampel sudah di oven (W3) = 26,7324 g

(W2 – W1) – (W3 – W1) × 100%


% Susut pengeringan = (W2 – W1)

(26,8396 g – 25,9661 g) – (26,7324 g– 25,9661 g) × 100%


= (26,8396 g - 25,9661 g)

= 12,27 %

VI. Sisa Pemijaran (Kadar Abu)

Berat sampel = 1,0042 g

Berat kurs kosong tanpa tutup (W1) = 13,1696 g

Berat kurs + sampel sebelum di oven (W2) = 14,8521 g

Berat kurs + sampel setelah di pijar (W3) = 13,2654 g

(W3 – W1) × 100%


% Susut pengeringan = (W2 – W1)

(13,2654 g – 13,1696 g) × 100%


% Susut pengeringan = (14,8521 g – 13,1696 g)

= 5,6 %

31
4.2 PEMBAHASAN

Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang


belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain.
Simplisia merupakan bahan yang dikeringkan, simplisia dapat berupa
simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia mineral.

Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian


tanaman atau eksudat tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat tanaman
adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara
tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang denagn cara
tertentu dipisahkan dari tanamannya.

Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian


hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat
kimia murni.

Simplisia mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau


mineral yang belum diolah atau diolah dengan cara sederhana atau belum
berupa zat kimia murni.

Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun


kegunaannya, maka simplisia harus memenuhi persyaratan minimal, dan
untuk memenuhi persyaratan minimal tersebut, ada beberapa faktor yang
berbengaruh, antara lain :

a. Bahan baku simplisia


b. Proses pembuatan simplisia termasuk cara penyiapan bahan baku simplisia
c. Cara pemgepakan dan penyimpanan simplisia.

Agar simplisia memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan, maka ketiga


faktor tersebut harus memenuhi persyaratanminimal yang telah ditetapkan.

Adapun macam-macam simplisia nabati dapat berasal dari bagian tumbuhan,


antara lain:

32
a. Rimpang (rhizoma)

Rimpang merupakan batang dan daun yang terdapat di dalam


tanah, bercabang-cabang, dan tumbuh tunas yang mucul ke atas tanah
dan menjadi tumbuhan baru. Kunyit dan jahe merupakan salah satu
contoh jenis rimpang yang dijadikan simplisia

b. Akar (radix)

Akar merupakan bagian tumbuhan yang biasanya terdapat dalam


tanah. Tugas akar selain memperkuat tegaknya tumbuhan, menyerap air
dan zat makanan dari dalam tanah, kadang-kadang juga sebagai tempat
menimbun makanan. Menurut bentuknya, dibedakan 2 macam akar yaitu
akar tunggang dan akar serabut. Akar tunggang hanya terdapat pada
tumbuhan yang ditanam dari biji. Akar untuk simplisia bisa dari tanaman
rumput, perdu atau tanaman berkayu keras. Simplisia akar dikumpulkan
ketika proses pertumbuhannya terhenti. Contoh akar yang kerap dijadikan
simplisia adalah Ginseng.

c. Kulit kayu (cortex)

Kulit kayu merupakan bagian terluar dari batang pada tanaman,


contohnya kulit kayu yang dijadikan simplisia adalah kayu manis dan
kayu secang.

d. Biji (Semen)

Biji biasanya dikumpulkan dari buah yang masak. Contoh bagian


biji yang digunakan sebagai simplisia adalaha biji mahoni dan biji
kemangi atau sering disebut selasih.

33
e. Kayu (Lignum)

Kayu yang biasa digunakan sebagai simplisia merupakan kayu


tanpa kulit. Pemotongan kayu biasanya dilakukan miring sehingga
permukaan menjadi lebar. Kadangkala berupa serutan kayu.

f. Buah (fructus)

Buah untuk simplisia biasanya dikumpulkan setelah masak.


Contoh buah yang biasa dijadikan adalah buah mengkudu.

g. Bunga (flos)

Bunga yang digunakan sebagai simplisia dapat berupa bunga


tunggal atau majemuk. Contoh bunga yang dijadikan simplisia adalah
bunga melati dan bunga cengkeh

h. Daun (folium)

Bisa dikatakan, daun adalah jenis simplisia yang paling sering


digunakan dalam perbuatan herbal. Simplisia tersebut bisa berupa daun
segar atau kering dan dapat berupa pucuk daun seprti teh atau daun tua
seperti daun salam.

i. Herba (herba)

Herba merupakan seluruh bagian dari tanaman obat mulai dari


akar, batang, daun, bunga, dan buah yang berasal dari tanaman jenis terna
yang bersifat herbaceus. Contohnya pegagan.

34
BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pembuatan


simplisia radix lengkuas memperoleh hasil % rendemen adalah 71,42 %, hasil
zat terlarut dalam air = 3,54 %, hasil susut pengeringan = 92,1 %, hasil kadar
abu = 55,2 %.

Hasil yang diperoleh dari daun kumis kucing memperoleh hasil %


rendemen adalah 24 %, hasil zat terlarut dalam air = 14,058 %, hasil susut
pengeringan = 12,27 %, hasil kadar abu = 5,6 %

5.2 SARAN

Diharapkan kepada praktikan untuk melakukan penelitian dan pengujian


secara hati-hati untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

35
LAMPIRAN

I. MIKROSKOPIS

A. ALPINA GALANGA RADIX (AKAR LENGKUAS)

B. ORTHOSIPHON FOLIUM (DAUN KUMIS KUCING)

36
LAMPIRAN

I. MIKROSKOPIS

A. ALPINA GALANGA RADIX (AKAR LENGKUAS)

B. ORTHOSIPHON FOLIUM (DAUN KUMIS KUCING)

37
II. CARA PENGOLAHAN SIMPLISIA (PENGERINGAN)

A. ALPINA GALANGA RADIX (AKAR LENGKUAS)

Lengkuas yang diambil dari tanaman Lengkuas yang sudah dirajang

B. ORTHOSIPHON FOLIUM (DAUN KUMIS KUCING)

Orthosiphon yang diambil dari tanaman Orthosiphon yang sudah dirajang

38
III. IDENTIFIKASI ZAT TERLARUT DALAM AIR

A. ALPINA GALANGA RADIX (AKAR LENGKUAS)

Lengkuas sudah diblender ditimbang 5 g Lengkuas ditimbang 1 gram

5 g serbuk dikocok selama 6 jam pengeringan dalam botol vial

B. ORTHOSIPHON FOLIUM (DAUN KUMIS KUCING)

39
Orthosiphon sudah diblender ditimbang 5 g Orthosiphon ditimbang 1 gram

5 g serbuk+Aqua dikocok selama 6 jam pengeringan dalam botol vial

40
C. SUSUT PENGERINGAN

A. ALPINA GALANGA RADIX (AKAR LENGKUAS)

B. ORTHOSIPHON FOLIUM (DAUN KUMIS KUCING)

41
D. SISA PEMIJARAN (KADAR ABU)

A. ALPINA GALANGA RADIX (AKAR LENGKUAS)

B. ORTHOSIPHON FOLIUM (DAUN KUMIS KUCING)

42
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1979. Materia Medika Indonesia, Jilid VI, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta
Anonim, 2008, “Buku Ajar Mata Kuliah Farmakognosi”, Jurusan Farmasi FMIPA
Universitas Udayana, Jimbaran

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1987, Analisis Obat Tradisional,


Jakarta, Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makan

Harborne, J.B., 1987, Metode Fitokimia, Penuntun cara modern menganalisa


tumbuhan, Bandung ITB

Mukherjee, P.K., 2002, Quality Control of Herbal Drugs, an approach to


evaluation ouf botanicals. New Delhi, Business Horizons.

Tim Penyusun, 2008, “Petunjuk Praktikum Farmakognosi”, Laboratorium


Farmakognosi Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Udayana, Jimbaran

43

Anda mungkin juga menyukai