Biografi Pahlawan
Biografi Pahlawan
Biografi Pahlawan
Riwayat Pendidikan :
1. Europese Largere School (ELS) di Bukittinggi (1916)
2. Meer Uirgebreid Lagere School (MULO) di Padang (1919)=
3. Handel Middlebare School (Sekolah Menengah Dagang), Jakarta (1921)
4. Nederland Handelshogeschool, Rotterdam, Belanda (1932)
Karir :
1. Wakil Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (7 Agustus 1945
2. Wakil Presiden Republik Indonesia pertama (18 Agustus 1945)
3. Wakil Presiden merangkap Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan (Januari 1948 –
Desember 1949)
4. Wakil Presiden merangkap Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Kabinet
Republik Indonesia Serikat (Desember 1949 – Agustus 1950)
Kembali Ke Indonesia
Sebulan setelah menyelesaikan pendidikannya di Belanda, Hatta kembali ke
Indonesia. Di Indonesia, Hatta disibukkan dengan menulis artikel politik dan ekonomi di
Daulah Ra’jat dan berbagai kegiatan politik lainnya. artikel tulisan Hatta diantaranya
“Soekarno Ditahan” (10 Agustus 1933), “Tragedi Soekarno” (30 Nopember 1933), dan
“Sikap Pemimpin” (10 Desember 1933), semua itu Ia tulis sebagai reaksi kerasnya terhadap
sikap Soekarno yang ditahan oleh Belanda dan berakhir dengan pengasingan Soekarno ke
Ende, Flores.
Setelah mengasingkan Soekarno, Pemerintah Belanda beralih ke Partai Pendidikan
Nasional Indonesia. Para pemimpin Partai Pendidikan Nasional Indonesia seperti Moh. Hatta,
Sutan Sjahriri, Burhanuddin, Bondan, Murwoto, dan Maskun ditangkap dan kemudian
ditahan di penjara Glodok dan Cipinang selama hampir setahun. Setelah itu mereka
diasingkan ke Boven Digoel (Papua).
Masa Pengasingan
Hatta dan rekan-rekannya dari Partai Pendidikan Nasional Indonesia tiba di
pengasingan yaitu di Tanah Merah, Boven Digoel(Papua) pada Januari 1935. Kapten Van
Langen yang saatitu merupakan kepala pemerintahan di Boven Digoel menawarkan 2 pilihan
pada mereka yaitu bekerja pada Belanda dengan upah per hari hanya 40 sen dengan harapan
bisa kembali ke daerah asal atau tetap menjadi buangan yang menerima makanan in natura
engan tidak ada harapan kembali ke daerah asal. Pilihan tersebut Hatta jawab dengan
mengatakan bahwa jika ia mau bekerja dengan belanda saat masih di jakarta tentu ia menjadi
orang besar dengan gaji tinggi, tak perlu ke Tanah Merah menjadi kuli dengan gaji hanya 40
sen saja.
Selama masa pengasingannya di Digoel, untuk memenuhi kebutuhan hidunya, Hatta
menjadi penulis artikel untuk surat kabar Pemandangan. Pada Desember 1935, pengganti Van
Langen yaitu Kapten Wiarda mengatakan bahwa tempat pengasingan Hatta dan Sjahrir akan
dipindah ke Banda Neira, Januari 1936 mereka berangkat kesana. Disana mereka bebas
bergaul dengan penduduk dan disana pula mereka bertemu dengan Dr. Tjipto
Mangunkusumo dan Mr. Iwa Kusumasumantri.
Setelah Pengunduran Diri Sebagai Wakil Presiden Dan Wafatnya Mohammad Hatta
Setelah mengundurkn diri, untu menambah penghasilan dari menulis buku dan
mengajar. Pada tahun 1963, saat Presiden Soekarno berada pada puncak kejayaannya, Bung
Hatta jatuhsakit dan perlu perawatan ke Swedia yang alatnya lebih lengkap.
Pada 15 Agustus 1972, Pada upacara kenegaraan di Istana Negara , Presiden Soeharto
menyatakan bahwa Bung Hatta dianugrahi Bintang Republik Indonesia Kelas I .
Setelah dirawat selama 11 hari di Rumah sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, Pada 14
Maret 1980 pada pukul 18.56 Bung Hatta meninggal dunia. Keesokan harinya, Beliau
disemayamkan di rumahnya di jalan Diponegoro 57, Jakarta dan kemudian dimakamkan di
TPU Tanah Kusir, Jakarta dengan upacara kenegaraan yang dipimpin oleh wakil presiden
Adam Malik. Pada Tahun 1986, saat pemerintahan Soeharto, Bung Hatta ditetapkan sebagai
pahlawan Proklamator dan pada tahun 2012 tepatnya pada tanggal 7 November Beliau
ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.
BIOGRAFI SOEKARNO
Agama : Islam
Nama Isteri :
Fatmawati
Hartini
Nama Anak :
Pendidikan :
HIS di Surabaya
Pendidikan Ir Soekarno
Mengenal biografi Soekarno, tentu tak lengkap jika tak tahu tentang riwayat
pendidikannya. Saat di Mojokerto, ayah Ir Soekarno nmenyekolahkan Soekarno kecil di
tempat sang ayah menjadi guru. Tetapi di tahun 1911 ayahnya memindahkan Soekarno ke
sekolah ELS atau Europeesche Lagere School yang bertujuan agar nantinya Soekarno bisa
mudah masuk ke HBS atau Hogere Burger School yang ada di Surabaya. Tamat sekolah di
Hogere Burger School di tahun 1915, Soekarno selanjutnya tinggal bersama Haji Oemar Said
Tjokroaminoto atau kini banyak yang lebih mengenal dengan nama H.O.S Cokroaminoto
dimana beliau ini adalah teman dari ayah Soekarno yang juga dikenal pendiri Serikat Islam.
Biografi Soekarno tentang pendidikan masih berlanjut dimana saat di rumah
Cokroaminoto, Soekarno yang masih muda pun mulai belajar dalam dunia politik. Soekarno
muda juga belajar untuk pidato dengan cara melakukannya sendiri di kamarnya di depan
cermin. Di sekolahnya, Hogere Burger School, Soekarno pun memperoleh banyak sekali ilmu
terkait banyak hal. Setelah menyelesaikan pendidikan di Hogere Burger School di tahun
1921, kemudian Soekarno pindah ke Bandung lalu tinggal bersama Haji Sanusi yang
kemudian melanjutkan sekolah ke THS atau Technische Hooge School di jurusan teknik sipil
dimana saat ini sudah menjadi ITB lalu kemudian bisa lulus di tanggal 25 Mei 1926 sehingga
mendapatkan gelar Insinyur atau Ir.
Selanjutnya Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia atau Partindo pada Juli
1932 dimana partai ini adalah pecahan Partai Nasional Indonesia. Karena aktivitasnya ini,
Soekarno pun kembali ditangkap pada Agustus 1933 lalu diasingkan ke Flores. Pada kondisi
ini, Soekarno pun hampir dilupakan para tokoh nasional karena lokasinya yang jauh dan
terasing. Meski begitu, semangat Soekarno pun tidak pernah runtuh meski dalam
pengasingan yang bisa tersirat dari setiap surat ke Ahmad Hassan yang merupakan Guru
Persatuan Islam. Biografi Soekarno masih berlanjut dalam masa pengasingan yang
dipindahkan ke Provinsi Bengkulu di tahun 1938. Soekarno pun bisa bebas di masa
penjajahan Jepang di tahun 1942.
Masih berlanjut biografi Soekarno saat masa penjajahan Jepang dimana disebutkan
ragam organisasi mulai dari Jawa Hokokai, BPUPKI, Pusat Tenaga Rakyat (Putera) hingga
PPKI dengan tokoh mulai dari Soekarno, Moh Hatta, Ki Hajar Dewantara, hingga K.H Mas
Mansyur dan tokoh yang lainnya yang aktif dalam aktivitas pergerakan nasional. Akhirnya,
para tokoh nasional ini kemudian bekerja sama bersama pemerintah Jepang dalam mencapai
kemerdekaan Indonesia. Meski begitu, tetap ada yang melakukan gerakan bawah tanah yaitu
Amir Sjarifuddin dan Sutan Syahrir, mengingat mereka menganggap jika Jepang merupakan
fasis berbahaya.
Namun saat Agustus 1945 beliau kembali diundang Marsekal Terauchi yang
merupakan pimpinan Angkatan Darat di wilayah Asia Tenggara di daerah Vietnam dimana
menyatakan jika proklamasi Indonesia adalah urusan dari rakyat Indonesia. Tetapi karena
banyaknya Soekarno berhubungan dengan pemerintahan Jepang dan badan organisasi Jepang
menjadikan Soekarno pun justru dituduh Belanda sudah bekerja sama dengan pihak Jepang
misalnya dalam kasus romusha.
Provokasi yang terus terjadi di Jakarta masa itu membuat kondisi pemerintahan
cenderung sulit. Karena itu Presiden Soekarno pun memutuskan memindah Ibukota yang
awalnya di Jakarta kemudian pindah ke Yogyakarta yang diikuti oleh Wakil Presiden beserta
pejabat tinggi lain. Kedudukan Presiden Soekarno berdasar UUD 1945 saat itu adalah selaku
kepala pemerintahan namun juga kepala negara. Namun selama adanya revolusi saat itu,
sistem pemerintahannya berubah menjadi semi presidensiil dimana Presiden Soekarno adalah
kepala negara lalu Sutan Syahrir menjadi Perdana menteri yakni kepala pemerintahannya.
Hal ini adalah jalan agar Indonesia menjadi negara yang lebih demokratis.
Namun perlu diketahui juga karena meski sistem pemerintahannya berubah, ketika
revolusi kemerdekaan kedudukan dari Presiden Soekarno sendiri tetap yang paling penting,
terutama ketika menghadapi peristiwa Madiun di tahun 1948 dan Agresi Militer Belanda II
saat itu yang menjadikan Presiden dan Wakil Presiden beserta pejabat tinggi ditahan oleh
Belanda. Meski saat itu sudah dibentuk Pemerintahan Darurat RI yang ketuanya adalah
Sjarifuddin Prawiranegara, namun kenyatan yang ada dunia internasional tetap mengakui jika
Soekarno dan Moh Hatta adalah pemimpin sesungguhnya di Indonesia sehingga dari
kebijakannya saja yang mampu menyelesaikan sengketa yang ada antara Indonesia dan
Belanda.
Selain itu, Presiden Soekarno juga memberikan banyak gagasan di dunia internasional
karena keprihatinan pada nasib bangsa di Asia-Afrika yang banyak belum merdeka dan
belum memiliki hak menentukan nasib sendiri. Hal ini juga yang menjadikan Presiden
Soekarno mengambil inisiatif mengadakan Konferensi Asia Afrika di tahun 1955 saat itu di
Bandung. Di Konferensi tersebut, para pimpinan negara ini kemudian membocarakan
berbagai macam persoalan mulai dari ketimpangan, kekhawatiran kemunculan perang nuklir,
ketidakadilan badan-badan internasional dalam hal pemecahan konflik dan banyak lagi
menjadi hal yang dibicarakan di sana.
Bersama dengan Presiden Gamal Abdel Nasser (Mesir), Josip Broz Tito (Yugoslavia),
U Nu (Birma), Mohammad Ali Jinnah (Pakistan) dan Jawaharlal Nehru (India), Presiden
Soekarno mengadakan Konferensi Asia Afrika dan membuahkan Gerakan Non Blok. Atas
jasanya ini, banyak negara di kawasan Asia dan Afrika yang bisa mendapatkan kemerdekaan.
Meski begitu tak sedikit juga yang mengalami konflik panjang lantaran ketidakadilan. Atas
jasa besarnya inilah tak heran jika banyak penduduk di kawasan Asia dan Afrika yang
mengenal Soekarno. Untuk bisa menjalankan politik bebas aktif dunia internasional, maka
Presiden Soekarno juga berkunjung ke beberapa negara dan bertemu para pimpinan negara
lain seperti John Fitzgerald Kennedy (Amerika Serikat), Nikita Khruschev (Uni Soviet), Mao
Tse Tung (RRC) hingga Fidel Castro (Kuba).
Achmad Soebardjo
Informasi pribadi:
Tanggal Lahir: 23 Maret 1896
Tempat Lahir: Karawang, Jawa Barat,
Hindia Belanda
Meninggal : 15 Desember 1978
Jakarta, Indonesia
Kebangsaan: Indonesia
Alma mater:
Universitas Leiden Belanda
Profesi: Diplomat
Agama: Islam
Awal mula
Achmad Soebardjo lahir dari pasangan Teuku Muhammad Yusuf (ayah) - Wardinah
(Ibu). Ayahnya masih keturunan bangsawan Aceh dari Pidie. Kakek Achmad Soebardjo dari
pihak ayah adalah Ulee Balang dan ulama di wilayah Lueng Putu, sedangkan Teuku Yusuf
adalah pegawai pemerintahan dengan jabatan Mantri Polisi di wilayah Teluk Jambe,
Kerawang. Sedangkan Ibu Achmad Soebardjo adalah keturunan Jawa-Bugis, dan merupakan
anak dari Camat di Telukagung, Cirebon.
Teuku Abdul Manaf adalah nama yang di berikan ayahnya pada saat awal, sedangkan
ibunya memberinya nama Achmad Soebardjo. Nama Djojoadisoerjo ditambahkannya sendiri
setelah dewasa, saat ia ditahan di penjara Ponorogo karena "Peristiwa 3 Juli 1946". Ia
bersekolah di Hogere Burger School, Jakarta (saat ini setara dengan Sekolah Menengah Atas)
pada tahun 1917. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya di Universitas Leiden, Belanda
dan memperoleh ijazah Meester in de Rechten (saat ini setara dengan Sarjana Hukum) di
bidang undang-undang pada tahun 1933.
Riwayat perjuangan
Semasa masih menjadi mahasiswa, Soebardjo aktif dalam memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia melalui beberapa organisasi seperti Jong Java dan Persatuan
Mahasiswa Indonesia di Belanda. Pada bulan Februari 1927, ia pun menjadi wakil Indonesia
bersama dengan Mohammad Hatta dan para ahli gerakan-gerakan Indonesia pada
persidangan antarbangsa "Liga Menentang Imperialisme dan Penindasan Penjajah" yang
pertama di Brussels dan kemudiannya di Jerman. Pada persidangan pertama itu juga ada
Jawaharlal Nehru dan pemimpin-pemimpin nasionalis yang terkenal dari Asia dan Afrika.
Sewaktu kembalinya ke Indonesia, ia aktif menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), dan kemudian Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI).
Peristiwa Rengasdengklok
Peristiwa Rengasdengklok adala peristiwa yang terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945
dimana para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana, Shodanco
Singgih, dan pemuda lain, membawa Soekarno dan Moh. Hatta ke Rengasdengklok.
Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang.
Di Rengasdengklok, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah
menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya. Di Jakarta,
golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Achmad Soebardjo melakukan
perundingan. Achmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia di Jakarta. Maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Achmad Soebardjo ke
Rengasdengklok. Mereka menjemput Soekarno dan Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Achmad
Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu-buru memproklamasikan
kemerdekaan.
Naskah proklamasi
Konsep naskah proklamasi disusun oleh Bung Karno, Bung Hatta, dan Achmad
Soebardjo di rumah Laksamana Muda Maeda. Setelah selesai dan beragumentasi dengan para
pemuda, dinihari 17 Agustus 1945, Bung Karno pun segera memerintahkan Sayuti Melik
untuk mengetik naskah proklamasi.
BIOGRAFI DR. K.R.T. RAJIMAN WEDYODININGRAT
Dalam kesempatan ini, Pikiran Sejarah akan menjelaskan tentang biografi dari
seorang dokter hebat yang merupakan tokoh pergerakan nasional. Sosok yang akan kita bahas
adalah K.R.T Dr. Radjiman Wedyodiningrat, seorang dokter yang merupakan penggagas
kemerdekaan Indonesia yang sekarang namanya merupakan seorang pahlawan nasional
Indonesia. Dr Radjiman Wedyoningrat dilahirkan di Yogyakarta, 21 April 1879, dia lahir dari
keluarga biasa. Ayahnya seorang penjaga toko di Yogyakarta yang bernama Ki Sutrodono
dan ibunya seorang ibu rumah tangga yang berdarah Gorontalo. Semasa kecil dia sangat
berbakat, terlihat dari kecerdasannya dan ambisinya dalam menempuh pendidikan. Dia
memperoleh gelar K.R.T (Kanjeng Raden Tumenggung) dari kasultanan Yogyakarta karena
jasanya telah bekerja di rumah sakit Yogyakarta pada masa Hindia-Belanda.
Menurut beberapa sumber menyebutkan bahwa, semasa kecil dia pernah belajar dari
mendengarkan di bilik jendela SD, ia menginginkan untuk bersekolah pada saat itu, namun
terhambat karena dia merupakan anak seorang pribumi, pada masa itu Belanda membatasi
pendidikan pada kaum pribumi, dan hanya seorang keturunan bangsawan sajayang dapat
memperoleh pendidikan. Aksi mengintip dr. Radjiman akhirnya diketahui oleh seorang guru
Belanda, dan karena kasihan dia memperbolehkan Radjiman masuk kelas dan
mendengarkannya. Radjiman sudah kehilangan orang tuanya di masa kecilnya. Tetapi, karena
keprihatinannya dan melihat bakat dan cita - cita tinggi yang tetanam pada dirinya, maka Dr
Wahidin Soehirohoesodo mengangkat sebagai anaknya dan membiayai pendidikannya untuk
menyekolahkan pemuda berbakat tersebut ke pendidikan yang lebih tinggi. Dia lalu
disekolahkan di STOVIA (Pendidikan Dokter Bumiputera Pada masa Hindia- Belanda) dan
lulus dengan gelar "Dokter Jiwa" pada tahun 1898. Kemudian dia menempuh karirnya
sebagai dokter jiwa di Banyumas, Madiun, Purworejo, dan Semarang selama beberapa tahun.
Selepas itu, maka dia memutuskan untuk meneruskan pendidikannya dan menjadi asisten di
STOVIA dan lulus sebagai Indisch Arts.
Kemudian dia bekerja di rumah sakit di Sragen, dan menjadi asisten Dokter
Kasunanan Surakarta, dan juga menjadi seorang dokter jiwa di Lawang Jawa Timur, dan
namanya dijadikan sebagai nama rumah sakit tersebut dengan nama RSJ Radjiman
Widiodiningrat. Pada tahn1909 kemudian dia melanjutkan pendidikan dokternya ke negeri
Belanda. Dia lulus dengan hasil memuaskan dan dia dipercaya menjadi dokter untuk
mengkhitan putra - putra susuhunan Surakarta. Dia kemudian menjadi Dokter di Istana
Kasunanan Surakarta pada tahun 1911. Kedudukan dokternya menjadi setara dengan dokter -
dokter lulusan Belanda. Hal itu merupakan sesuatu yang sulit untuk di capai oleh seorang
anak pribumi seperti dirinya. Selain di Belanda dia juga melanjutkan opendidikannya di
Prancis dan Jerman. Selain ahli jiwa dia juga merupakan ahli bersalin, ahli penyakit
kandungan.
Dia kemudian kembali aktif berpolitik dan bergabung dengan Boedi Utomo dan
menjabat sebagai ketua selama setahun pada periode 1914-1915. Dia mewakili organisasi
tersebut hingga tahun 1931 di Volkskraad (Dewan Rakyat Masa Hindia Belanda). Dia
memilkiki peranan yang besar dalam kemerdekaan Indonesia. Dia menjadi ketua BPUPKI
(Badan Penyidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada jaman penjajahan Jepang.
Dia juga sempat menanyakan kepada Soekarno tentang ideologi bangsa Indonesia setelah
merdeka dan kemudian dijawab oleh soekarno dengan tegas yaitu "Pancasila". Hal tersebut
berdasarkan uraian buku pengantar penerbitan buku Pancasila yang pertama di tahun1948 di
desa Dirgo, Ngawi tahun 1948.
Dia sebagian besar menghabiskan waktunya di desa Dirgo, Kecamatan Wedodaaren
Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Dia memutuskan menetap disana karena keprihatinan
melihat warga Ngawi terserang penyakit pes. Saat itu juga dia mengabdikan sebagaidokter
ahli penyakit pes. Disana dia memiliki peranan besar, jiwa sosialnya tinggi. Disana dia
menolong masyarakat yang membutuhkan. Di Ngawi, dr. Radjiman menularkan ilmunya
kepada anak - anak yang membutuhkan. Karena disana mereka tidak bisa mengenyam
pendidikan karena kekurangan biaya. Kemudian dia juga mendirikan sekolah dasar, dan
jejaknya masih ada hingga sekarang, yaitu SD Negeri 3, 4, 5 Kauman Dia sangat peduli
dengan kesehatan masyarakat, dia juga menularkan ilmu ahli kandungannya dengan
memberdayakan dukun beranak untuk mencegah kematian ibu saat bersalin. Oleh karena itu,
dia memiliki andil yang besar menolong masyarakat pribumi yang kekurangan.
Mohammad Yamin merupakan salah satu tokoh yang ikut terlibat dalam
pengeluaran gagasan mengenai dasar negara bersama dengan Presiden pertama Republik
Indonesia, yaitu Ir. Soekarno dan juga Dr. Soepomo pada tanggal 29 Mei sampai dengan 1
Juni 1945 pada sidang pertama BPUPKI.
Prof. Mr. Mohammad Yamin, S.H. lahir pada tanggal 24 Agustus 1903 di Talawi,
Sawahlunto, Sumatera Barat.
Mohammad Yamin itu seorang yang ahli dalam hukum, budayawan, politikus,
sastrawan, dan sejarahwan. Ia juga dikenal sebagai salah satu pelopor Sumpah Pemuda
sekaligus "pencipta imaji keindonesiaan", yang mempengaruhi persatuan Indonesia.
Mohammad Yamin putra dari pasangan Usman Baginda Khatib dan Siti
Saadah yang masing-masing berasal dari Sawahlunto dan Padang Panjang. Menurut
informasi yang kami dapat, ayahnya mempunyai 16 orang anak dari 5 istri, yang hampir
keseluruhan anak-anaknya menjadi intelektual yang berpengaruh dalam perkembangan
Indonesia.
Saudara-saudara dari Mohammad Yamin, antara lain : Djamaluddin Adinegoro,
seorang wartawan terkemuka, Muhammad Yaman, seorang pendidik, Ramana
Usman, pelopor korps diplomatik Indonesia. Selain itu, sepupunya yang
bernama Mohammad Amir, merupakan tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Jejak Pendidikan Mohammad Yamin
Moh. Yamin mendapatkan pendidikan dasarnya di Hollandsch-Inlandsche
School (HIS) di Palembang kemudian beliau melanjutkannya di Algemeene Middelbare
School (AMS) di Yogyarakrta.
Ketika di AMS Yogyakarta, Moh. Yamin mulai mempelajari sejarah purbakala dan
berbagai bahasa seperti Yunani Latin, dan Kaei. Setelah tamat dari pendidikannya, ia berniat
untuk melanjutkannya ke Leiden, Belanda, tapi hal tersebut tidak terjadi karena ayahnya
meninggal dunia.
Pada tahun 1922, Yamin muncul untuk pertama kalinya sebagai penyair dengan
puisinya, yang berjudul Tanah Air; yang ia maksud dengan tana airnya, yaitu Minangkabau
di Sumatera. Tanah Air merupakan himpunan dari pusisi modern Melayu pertama yang
diterbitkan.
Pada tanggal 28 Oktober 1928, munculnya himpunan dari puisi modern yang kedua,
yaitu dengan berjudul Tumpah Daraku. Karya ini dinilai sangat penting dari segi sejarah,
karena pada waktu itulah Yamin beserta dengan beberapa orang pejuang kebangsaan
memutuskan untuk menghormati satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa Indonesia yang
tunggal.
Dalam karya puisinya, Yamin banyak menggunakan bentuk soneta yang dipinjamnya
dari literarut Belanda, ia juga sering melakukan eksperimen bahasa dalam puisi-puisinya,
namun ia lebih menepati norma-norma klasik Bahasa Melayu.
Tidak hanya dalam hal puisi, Moh. Yamin juga menerbitkan banyak drama, esei, dan
novel sejarah. Ia juga menerjemahkan karya-karya dari William Shakespeare (drama Julius
Caesar) dan Rabindranath Tagore.
Mohammad Yamin yang kuliah di Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta, akhirnya pada
tahun 1932 memperoleh gelar sarjana hukum. Ia bekerja dalam bidang hukum di Jakarta
sampai tahun 1942, masih di tahun yang sama, ia tercatat sebagai anggota Partindo.
Partindo bubar, bersama dengan Adenan Kapau Gani dan Amir Sjarifoeddin, ia
mendirikan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo). Ia terpilih sebagai anggota Volksraad pada
tahun 1939.
Pada masa pendudukan negara Jepang di Indonesia pada tahun (1942-1945), Yamin
bertugas di Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA), sebuah organisasi nasionalis yang disokong
oleh pemerintah Jepang. Pada tahun 1945, ia terpilih sebagai anggota Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Mohammad Yamin juga mengemukakan pendapatnya mengenai dasar negara pada sidang
pertama BPUPKI yang dilaksanankan pada tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945. Berikut ini
usulan dasar negara dari Moh. Yamin :
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan rakyat.
Pada sidang BPUPKI, Yamin banyak memainkan peran. Ia berpendapat agar hak asasi
manusia dimasukkan ke dalam konstitusi negara. Ia juga mengusulkan agar wilayah
Indonesia pasca-kemerdekaan, mencakup Sarawak, Sabah, Semenanjung Malaya, Timor
Portugis, serta semua wilayah Hindia Belanda.
Soekarno yang pada saat itu juga merupakan anggota BPUPKI menyokong ide Yamin
tersebut. Pasca kemerdekaan, Soekarno menjadi Presiden Republik Indonesia yang pertama,
dan Yamin juga dilantik untuk jabatan-jabatan yang penting dalam pemerintahannya.
Pasca kemerdekaan, beberapa jabatan yang pernah dijabat oleh Moh. Yamin antara lain :
Pada tahun 1969, Dian melangsungkan pernikahannya dengan Raden Ajeng Sundari
Merto Amodjo, putri tertua dari Mangkunegoro VIII (butuh rujukan).
Penghargaan
Atas jasa-jasanya dalam perkembangan Indonesia, Moh. Yamin mendapat beberapa
penghargaan.
1. Gelar Pahlawan Nasional pada tahun 1973 sesuai dengan SK Presiden RI No.
088/TK/1973.
2. Bintang Mahaputra RI, tanda penghargaan tertinggi dari Presiden RI atas jasa-
jasangan pada nusa dan bangsa.
3. Tanda penghargaan dari Corps Polisi Militer sebagai pencipta lambang Gajah Mada
dan Panca Darma Corps.
4. Tanda penghargaan Panglima Kostrad atas jasanya menciptakan Pataka Komando
Cadangan Strategi Angkatan Darat