BAB 3 SHAMPO Kulit Rambutan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 8

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

3.1.1 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan selama 3 bulan dimulai dari bulan April sampai Juni.

3.1.2 Tempat penelitian

Untuk proses ekstraksi dan formulasi kulit buah rambutan (Nephelium

lappaceum L.) dilakukan di laboratorium formulasi STIKes Bakti Tunas

Husada Tasikmalaya.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat Penelitian

Alat yang digunakan ialah gelas ukur, gelas beker, Erlenmeyer, tabung

reaksi, ayakan 65 mesh, aluminium foil, batang pengaduk, cawan petri, timbangan

analitik, oven, blender, hot plate, wadah sampo, pencadang, mikropipet,

penggaris berskala, pH meter digital, desikator, kertas saring, rotary evaporator,

kawat ose, autoklaf, incubator dan Laminar Air Flow.


3.2.2 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan ialah kulit buah rambutan (Nephelium lappaceum

L.), etanol 96%, Natrium Lauril Sulfat, Cocamide DEA, CMC, Metil Paraben,

Menthol, Aquades.

3.3 Sampel Penelitian

Sampel penelitian kulit buah rambutan (Nephelium lappaceum L.)

yang masih segar kemudian yang diambil dari daerah Cikoneng Ciamis.

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Pembuatan Serbuk kulit buah rambutan (Nephelium lappaceum L.)

Kulit buah rambutan (Nephelium lappaceum L.) yang masih segar

ditimbang sebanyak 1000 g, kemudian dimasukkan ke dalam oven,

selanjutnya diblender dan diayak dengan menggunakan pengayak no 40,

sehingga didapat serbuk kulit buah rambutan (Nephelium lappaceum L.).

3.4.2 Karakteristik Simplisia

1. Organoleptik

Pemeriksaaan secara visual yang dilakukan terhadap bentuk, warna, bau,

dan rasa.
2. Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia dilakukan dengan prosedur umum dari Farnsworth

(1966), yaitu:

a. Alkaloid

Bahan dibasakan dengan menggunakan larutan ammonia 10%.

Larutan yang telah dibasakan tersebut kemudian diekstraksi

menggunakan CHCl3. Ekstrak CHCl3 dikumpulkan kemudian

diasamkan dengan larutan HCl 1N. Campuran dikocok, dibiarkan

hingga terjadi pemisahan fase. Fase air diambil dan diuji dengan

pereaksi Mayer, Dragendorf, dan Bouchardat. Adanya endapan putih

(Mayer), kuning jingga (Dragendorf), dan coklat (Bouchardat)

menyatakan adanya alkaloid. Untuk menghindari adanya kesalahan

karena adanya reaksi positif palsu alkaloid, maka ke dalam endapan

diteteskan etanol. Endapan-endapan yang diberikan oleh senyawa

non alkaloid akan larut, sedangkan endapan yang diberikan oleh

alkaloid tidak larut.

b. Flavonoid

Bahan digerus dalam mortir, kemudian masukkan ke dalam

tabung reaksi yang berisi logam Mg dan larutan HCl 2N. Seluruh

campuran dipanaskan dalam air selama 5-10 menit, kemudian

disaring panas-panas dan filtrat dibiarkan dingin. Kedalam filtrat


ditambahkan amil alkohol dan dikocok kuat-kuat. Adanya flavonoid

akan menyebabkan filtrat berwarna merah yang dapat ditarik oleh

amil alkohol.

c. Saponin

Bahan dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu dikocok kuat

selama beberapa menit. Pembentukan busa sekurang-kurangnya

setinggi 1 cm dan persisten selama beberapa menit dan tidak hilang

dengan penambahan asam menunjukkan adanya saponin.

d. Tanin dan Polifenol

Sampel ditambah air panas, didihkan selama 15 menit,

dinginkan lalu saring. Filtrat dibagi 2 bagian, dimasukkan dalam

masing-masing tabung reaksi dan diuji dengan FeCl 1% dan gelatin.

Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau violet

pada FeCl 1% dan terbentuk endapan putih pada gelatin.

e. Steroid dan Triterpenoid

Bahan disari dengan eter, kemudian sari eter diuapkan hingga

kering. Pada residu ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1

tetes asam sulfat pekat. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuk

warna merah, hijau biru, violet.

f. Monoterpen dan Seskuiterpen

Bahan disari dengan eter, kemudian sari eter diuapkan hingga

kering. Pada residu diteteskan pereaksi anisaldehid atau vanillin.


Terbentuknya warna-warna menunjukkan adanya senyawa

monoterpen dan seskuiterpen.

g. Kuinon

Bahan diteteskan dengan NaOH. Terbentuknya warna kuning

hingga merah menunjukkan adanya senyawa kelompok kuinon.

3.4.3 Ekstraksi

Metode Maserasi

Timbang simplisia yang sudah di serbukan sebanyak 500 gram.

Masukan simplisia yang sudah ditimbang dalam maserator tambahkan etanol

70% sebanyak 500 mL atau sampai simplisia terendam. Aduk campuran

tersebut setiap 6 jam sekali dan di saring setiap 24 jam. Setiap 24 jam setelah

disaring pelarut diganti dengan etanol 70% yang baru. Dilakukan selama

3×24 jam. Kemudian dimasukkan kedalam evaporator pada suhu 70°C,

uapkan filtrat sampai membentuk ekstrak kental.

3.5 Formula Sampo Ekstrak Etanol Kulit buah rambutan (Nephelium

lappaceum L.)

Formulasi ekstrak etanol menjadi bentuk sediaan sampo

antiketombe terdiri dari zat aktif berupa ekstrak etanol daun Allamanda
cathartica pada berbagai tingkat konsentrasi yaitu 15% (F1) dan 30% (F2)

serta zat tambahan.

Tabel 3.1 Formula Sediaan Sampo Antiketombe Ekstrak Etanol Kulit buah

rambutan (Nephelium lappaceum L.)

Komposisi Formulasi Formulasi


1 2
Ekstrak Etanol Kulit buah rambutan 15 % 30 %
(Nephelium lappaceum L.)
Natrium Lauril Sulfat 10 % 10 %
Cocamide DEA 4% 4%
CMC 3% 3%
Metil Paraben 0,15 % 0,15 %
Menthol 0,5 % 0,5 %
Aquadest Ad 50 mL Ad 50 mL

3.6 Evaluasi Sediaan Sampo

3.6.1 Pengamatan Organoleptik

Pengamatan organoleptik dilakukan dengan mengamati bentuk, bau

dan warna sediaan sampo antiketombe yang mengandung berbagai

konsentrasi ekstrak daun Allamanda cathartica (Anonim, 1992).

3.6.2 Pengukuran pH

Sampo sebanyak 1 g dilarutkan kedalam 10 mL air dan diukur pH nya

dengan menggunakan pH meter digital (Anonim, 1992).


3.6.3 Pengukuran Tinggi Busa

Sampo sebanyak 0,1 g dilarutkan dalam 10 mL air. Kemudian

dimasukkan kedalam tabung reaksi, ditutup dan dikocok selama 20 detik

dengan cara membalikkan tabung reaksi secara beraturan. Kemudian diukur

tinggi busa yang terbentuk (Ratnawulan, 2009).

3.6.4 Pengukuran kadar air

1 g sampel ditimbang dalam cawan petri yang telah diketahui massa

awalnya. Sampel dan cawan petri dipanaskan dalam oven pada suhu Oven

103-105°C selama 24 jam kemudian didinginkan dalam desikator dan

ditimbang. Setelah dingin, sampel dipanaskan selama 2 jam dan ditimbang

kembali. Langkah ini dilakukan sampai diperoleh berat yang konstan

(Anonim, 1992).
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi ketiga. Departemen Kesehatan Republik

Indonesia. Jakarta.

Ansel, Howard, C., 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi 4. Jakarta:

Penerbit Universitas Indonesia.

Barry, W. 1983. Dermatological Formulations, Percutaneous Absorbtion. New York.

Marcel Dekker Inc.

Departemen Kesehatan. 2006. Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia. Vol.2.

Jakarta. Depkes RI.

Harahap, M. 1990. Penyakit Kulit. Jakarta : PT. Gramedia.

Kibbe, A.H. 2000. Handbook of Pharmaceutical Excipients, 3rd ed,. London. The

Pharmaceutical Press..

Rowe, R.C. et Al. (2009). Handbook Of Pharmaceutical Excipients. 6th Ed. London.

The Pharmaceutical Press.

Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Diterjemahkan oleh Soendani N.

S. Yogyakarta. UGM Press.

Wasitaatmadja, S.M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai