Laporan Praktikum Uji Antimikroba

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

Tanggal praktikum : 29 Agustus 2018 – 31 Agustus 2018

Judul praktikum : Uji Resistensi Bakteri Penyebab Infeksi Kulit terhadap


Antibiotik
Tujuan praktikum :
1. Mahasiswa mampu memahami berbagai metode untuk uji kepekaan bakteri
terhadap antibiotik
2. Mahasiswa mampu melakukan uji kepekaan bakteri terhadap antibiotik
3. Mahasiswa mampu melakukan interpetasi hasil uji kepekaan bakteri
terhadap antibiotik

1
BAB I
DASAR TEORI

1.1. Antimikroba Gentamisin


Antimikroba yang digunakan pada praktikum adalah Gentamisin.
1. Definisi :
Antibiotik merupakan suatu substansi kimiawi yang dihasilkan oleh
mikroorganisme, yang mempunyai kemampuan untuk menghambat
pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme lain (Dorland, 2011).
Gentamisin merupakan antibiotik golongan aminoglikosida yang diisolasi
dari Microspora purpurea. Obat ini efektif terhadap organisme gram-positif
dan gram-negatif . Gentamisin merupakan pilihan lini pertama dari
golongan aminoglikosida karena harganya relatif lebih terjangkau dan
ampuh melawan sebagian besar bakteri gram-negatif aerob yang resisten
dengan antibiotik lain (Katzung, 2010)
2. Farmakokinetik:
Absorpsi gentamisin melalui pencernaan kurang baik, dan lebih baik
jika diberikan melalui intravena, intraperitoneal, intramuskular dan kulit.
Waktu paruh gentamisin adalah 2-3 jam dengan ikatan protein plasma
kurang dari 30%. Gentamisin tersebar di dalam cairan 9 ekstraseluler dan
hanya sebagian kecil yang masuk cairan serebrospinal. Gentamisin juga
dapat melintasi plasenta dan masuk ke dalam ASI dan diekskresikan melalui
urine (Hardjosaputra dkk, 2008).
3. Mekanisme Kerja
Obat Gentamisin akan berikatan dengan ribosomal subunit 30s dan
50s pada bakteri dan mengacaukan sintesis proteinnya sehingga terjadi
kerusakan membran sel bakteri (Katzung, 2010).
4. Penggunaan Klinis
Gentamisin adalah antibiotika alami atau semisintetik golongan
aminoglikosida yang secara klinis digunakan untuk melawan bakteri gram
negatif (Khan dkk, 2011). Bila gentamisin dikombinasi dengan antibiotika
beta-laktam akan menghasilkan efek sinergis terhadap pseudomonas,

2
proteus,enterobacter, klebsiella, serratia, dan strainstrain gram negatif lain
yang kemungkinan resisten terhadap antibiotik lainnya. Gentamisin tidak
memiliki efektifitas terhadap organisme anaerob (Katzung, 2010).
Gentamisin digunakan pada septikemia dan infeksi berat lain yang
disebabkan oleh bakteri gram-negatif aerob, infeksi saluran kemih, infeksi
saluran empedu, dan infeksi serius lain. Kombinasi gentamisin dengan beta-
laktam dapat digunakan untuk endokarditis bakterial. Gentamisin juga dapat
digunakan sebagai kemoprofilaksis pada operasi abdominal (Hardjosaputra
dkk, 2008). Tingginya penggunaan gentamisin yang tidak rasional yang
berlebihan dan tidak tepat guna sangat meningkatkan prevalensi patogen
yang resisten terhadap beberapa obat, serta meningkatnya toksisitas dan
efek samping obat, menurunnya efektifitas dan meningkatnya biaya
pelayanan kesehatan (Katzung, 2010).
5. Efek Samping
Gentamisin memiliki efek samping neurotoksisitas, ototoksisitas
(auditori dan vestibular), nefrotoksik (meningkatkan klirens kreatinin)
dengan kejadian lebih dari 10%. Edema, gatal, dan kemerahan adalah reaksi
samping yang terjadi pada kurang dari 10% pengguna. Efek samping lain
yang lebih jarang (< 1%) yaitu agranulositosis, reaksi alergi, dispnea,
granulositopenia, fotosensitif, pseudomotor serebral, dan trombositopenia
(Katzung, 2010). Gentamisin juga bersifat toksik pada berbagai organ
seperti ginjal, hepar, paru-paru, dan kulit karena menginduksi radikal bebas
dan stress oksidatif (Khan dkk, 2011).

1.2 Uji Antimikroba


Tujuan pengukuran aktivitas antibakteri adalah untuk menentukan
potensi suatu zat yang diduga atau telah memiki aktivitas sebagai antibakteri
dalam larutan terhadap suatu bakteri (Jawetz et al., 2001). Macam-macam
metode uji aktivitas antimikroba antara lain :
a. Metode pengenceran agar
Metode pengenceran agar sangat cocok untuk pemeriksaan
sekelompok besar isolat versus rentang konsentrasi antimikroba

3
yang sama (Sacher & McPherson, 2004). Kelemahan metode ini
yaitu hanya dapat digunakan untuk isolasi tipe organisme yang

dominan dalam populasi campuran (Jawetz et al., 2005).


b. Difusi agar
Metode difusi digunakan untuk menentukan aktivitas agen
antimikroba. Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan
pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan
berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih pada permukaan
media agar mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan
mikroorganisme oleh agen antimikroba (Pratiwi, 2008).`
Metode difusi agar dibedakan menjadi dua yaitu cara Kirby
Bauer dan cara sumuran.

1. Cara Kirby Bauer
 Metode difusi disk (tes Kirby Bauer)

Dilakukan untuk menentukan aktivitas agen


antimikroba. Piringan yang berisi agen antimikroba
diletakkan pada media agar yang telah ditanami
mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar
tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan
pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada
permukaan media agar (Pratiwi, 2008). Keunggulan uji
difusi cakram agar mencakup fleksibilitas yang lebih besar
dalam memilih obat yang akan diperiksa (Sacher dan
McPherson, 2004).

2. Cara sumuran


Metode ini serupa dengan metode difusi disk, di


mana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami
dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen

antimikroba yang akan diuji (Pratiwi, 2008).


c. Metode dilusi
Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu dilusi cair dan

4
dilusi padat.
1) Metode dilusi cair
Metode ini mengukur KHM (Kadar Hambat Minimum)
dan KBM (Kadar Bakterisidal Minimum). Cara yang dilakukan
adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba
pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji

(Pratiwi, 2008).


2) Metode dilusi padat


Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun
menggunakan media padat (solid). Keuntungan metode ini
adalah satu konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat
digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji (Pratiwi, 2008).

1.3 Kadar Hambat Minimum


Konsentrasi Hambat Minimum atau lebih dikenal dengan MIC
(Minimum Inhibitory Concentration) adalah konsentrasi terendah dari
antibiotika atau antimikrobial yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba
tertentu. Nilai MIC adalah spesifik untuk tiap-tiap kombinasi dari antibiotika
dan mikroba. MIC dari sebuah antibiotika terhadap mikroba digunakan untuk
mengetahui sensitivitas dari mikroba terhadap antibiotika. Nilai MIC
berlawanan dengan sensitivitas mikroba yang diuji. Semakin rendah nilai
MIC dari sebuah antibiotika, sensitivitas dari bakteri akan semakin besar.
MIC dari sebuah antibiotika terhadap spesies mikroba adalah rata-rata MIC
terhadap seluruh strain dari spesies tersebut. Strain dari beberapa spesies
mikroba adalah sangat berbeda dalam hal sensitivitasnya. Metode uji
antimikrobial yang sering digunakan adalah metode Difusi Lempeng Agar.
Uji ini dilakukan pada permukaan medium padat. Mikroba ditumbuhkan pada
permukaan medium dan kertas saring yang berbentuk cakram yang telah
mengandung mikroba. Setelah inkubasi diameter zona penghambatan diukur.
Diameter zona pengambatan merupakan pengukuran MIC secara tidak
langsung dari antibiotika terhadap mikroba. Sensitivitas klinik dari mikroba
kemudian ditentukan dari tabel klasifikasi (Jawetz et al.,1996).

5
Prinsip dasar metode ini adalah dengan cara memberikan bakteri /
kuman uji dengan kepadatan tertentu kepada bahan antibakteri yang akan
diuji pada konsentrasi yang semakin kecil. Kepekaan bahan uji terhadap
bahan anti-bakteri ditentukan dengan pengamatan secara makroskopis
setelah masa inkubasi berakhir yaitu dengan melihat ada tidaknya
pertumbuhan koloni kuman / bakteri uji dalam tabung ( medium cair ) yang
ditandai keruhnya medium cair yang dipakai (Pelczar, 1988).

1.4 Kadar Bunuh Minimum


Kadar Bunuh Minimum (KBM) didefinisikan sebagai konsentrasi
terendah yang mampu membunuh seluruh pertumbuhan bakteri dan
ditetapkan pada konsentrasi yang memberikan zona jernih tanpa
pertumbuhan mikroba pada media Agar dengan pengamatan secara visual.
Aktivitas antibakteri tertentu dapat ditingkatkan dari bakteriostatik menjadi
bakteriosida apabila kadar antibakteri ditingkatkan melebihi harga KHM
(Mahon, 1995).
KBM ditentukan dengan cara mengambil suspense dengan
menggunakan ose dari tabung-tabung digunakan untuk menetukan nilai
KHM dan menyebarkannya pada lempengagar Muller-Hinton secara
sektoral. Lempeng tersebut di inkubasi di inkubator selama 24
jam pada suhu 37oC. Konsetrasi terendah yang tidak menunjukkan
pertumbuhan bakteri adalah nilai KBM. KBM merupakan kadar minimal
yang diperlukan antibiotika untuk membunuh mikroba (Mahon, 1995).
Tes KBM memungkinkan penentuan konsentrasi minimum agen yang
diperlukan untuk mencapai efek bakterisida. Tes KBM dapat menjadi alat
yang baik dan relatif murah untuk peringkat sejumlah besar agen antimikroba
berdasarkan potensi, untuk tujuan skrining. Tes KBM dapat digunakan untuk
mengevaluasi masalah formulasi dimana formulator mencurigai bahwa bahan
aktif sedang "terikat" oleh bahan lain. Parameter uji untuk KBM mudah
dikontrol di laboratorium, sehingga perbandingan dapat dibuat dengan mudah
antara berbagai agen antimikroba yang diuji dalam kondisi yang sama dan

6
efeknya masing-masing pada mikroorganisme tertentu (Microchemlab,
2105).

7
BAB II
PROSEDUR KERJA

2.1 Alat dan Bahan


1. Agar Nutrient Browth 7. Pipet 12. Cotton swab
2. Bakteri stphylococcus 8. vortex 13. Inkubator
epidermidis 9. Kertas label 14. Plester rekat
3. NaCl 0,9 % 10. Spuit 1 cc
4. Tabung reaksi 11. Ose
5. Antibiotik gentamycin

2.2 Tahap Persiapan


1. Mengambil 2 - 3 ose biakan bakteri
2. Memindahkan ke tabung berisi 2,5 ml NaCl 0,9 %
3. Membandingkan kekeruhan dengan standar mc farland: tambahkan bakteri
atau NaCl 0,9% jika perlu.

2.3 Prosedur Kadar Hambat Minimum


1. Menyiapkan 7 tabung reaksi dan beri kertas label.
2. Menambahkan 1 ml NaCl 0,9% pada seluruh tabung dengan menggunakan
spuit.
3. Menambahkan 1 ml antibiotik pada tabung satu dan pada K- dengan
menggunakan spuit.
4. Menghomogenkan dengan menggunakan vortex
5. Membuat pengenceran bertingkat sampai pada tabung ke lima dengan spuit
1 cc.
6. Menambahkan 1 ml suspensi bakteri pada tabung reaksi 1 – 5 dan K+ dengan
pipet.
7. Menghomogenkan kemudian diinkubasi pada 37° selama 18 – 24 jam.

8
2.4 Prosedur Kadar Hambat Minimum
1. Mengambil suspensi bakteri dari seluruh tabung jernih dengan menekan
pada dinding tabung
dan memutar dengan menggunakan cotton swab.
2. Mendekatkan plate ke bunsen untuk fiksasi
3. Melakukan streaking pada masing – masing plate (ada 3 plate yang sudah
diberi label)
4. Diplester dengan menggunakan plester rekat
5. Diinkubasi selama 18 – 24 jam
6. Mengamati hasil biakan bakteri pada plate.

9
BAB III
HASIL PRAKTIKUM

3.1. Kadar Hambat Minimum


3.1.1 Foto

Gambar 1. Hasil perbandingan setiap tabung yang memiliki konsentrasi antibiotik


(gentamycin) berbeda-beda.

Gambar 2. Tabung 1 terlihat lebih jernih dari K+ Gambar 3. Tabung 2 terlihat lebih jernih dari K+

Gambar 4. Tabung 3 terlihat lebih jernih dari K+ Gambar 5. Tabung 4 terlihat mulai keruh mendekati K+

10
Gambar 6. Tabung 5 terlihat keruh yang kekeruhannya sama dengan K+

3.1.2 Nilai KHM


Berdasarkan data di atas didapatkan bahwa konsentrasi
antibiotik berbeda setiap tabungnya yang menunjukkan perbedaan
hasil yang diperlihatkan tabel di bawah ini.

Nomor Tabung Dosis Gentamycin Tingkat Kekeruhan


1 20 mg Sangat Jernih
2 10 mg Jernih
3 5 mg Agak Jernih
4 2,5 mg Sedikit Keruh
5 1,25 mg Sangat Keruh
Tabel 1. Hasil Kekeruhan setiap tabung dengan dosis gentamycin yang berbeda-beda.

Dari hasil pengamatan secara visual di dapatkan nilai KHM


pada tabung 3 dengan konsentrasi gentamycin 5 mg. Hal ini
dibuktikan dengan cara membandingkan dengan kontrol positif (K+).

3.1.3 Pembahasan
Dari hasil percobaan di atas dapat ditentukan KHM dengan
cara pengamatan kekeruhan secara visual. Dari masing-masing tabung
yang dibandingkan dengan kontrol positif (K+) di dapatkan tabung 4
dan 5 terlihat keruh yang berarti bakteri masih memiliki kemampuan
bertumbuh. Akan tetapi pada tabung 1-3 terlihat kekeruhannya mulai
berkurang yang berarti pertumbuhan bakterinya mulai terhambat.

11
Dari tabel 1 didapatkan bahwa konsentrasi 20 mg
gentamycin pada tabung 1 mendapatkan hasil paling jernih
dibandingkan dengan kontrol positif. Pada tabung 2 dengan
konsentrasi 10 mg gentamycin mendapatkan hasil yang lebih jernih
daripada kontrol positif. Sedangkan tabung 3 dengan konsentrasi 5 mg
gentamycin mendapatkan hasil yang lebih jernih dari kontrol positif.
Namun, pada tabung 4 dengan konsentrasi gentamycin yang lebih
sedikit lagi yaitu 2,5 mg didapatkan hasil cairan yang mulai berkurang
kejernihannya, dan terlihat hampir sama kekeruhannya dengan
kontrol positif. Dan tabung 5 dengan konsentrasi gentamycin yang
paling sedikit yaitu 1,25 mg didapatkan hasil yang kekeruhannya
sama dengan kontrol postif. Hal ini menandakan bahwa bakteri masih
memiliki kemampuan bertumbuh.
Sedangkan pada tabung 1-3 mulai berkurang kekeruhannya
yang berarti pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis yang
digunakan pada praktikum kali ini mulai terhambat oleh gentamycin
sebagai antibiotik yang menghambat sintesis protein dan
menyebabkan kesalahan translokasi kode genetik. Dengan ini, dapat
disimpulkan bahwa tabung 3 merupakan nilai konsentrasi hambat
minimumnya karena dengan konsentrasi paling sedikit yang masih
mampu menghambat pertumbuhan bakteri.

3.2. Kadar Bunuh Minimum


3.2.1 Foto

12
Gambar 7. Hasil percobaan pada lempeng agar Mueller-Hinton pertama

Gambar 8. Hasil pada lempeng agar Mueller-Hinton kedua (kiri) dan ketiga (kanan)

Gambar 9. Perbandingan anatara ketiga lempeng agar Mueller-Hinton

3.2.2 Nilai KBM


Berdasarkan data di atas didapatkan bahwa konsentrasi antibiotik
berbeda setiap lempeng Mueller Hinton yang menunjukkan perbedaan
hasil yang diperlihatkan tabel di bawah ini.

Nomor Tabung Dosis Gentamycin Jumlah Koloni


1 20 mg (-)
2 10 mg (-)
3 5 mg (-)
Tabel 2. Jumlah koloni pada setiap lempeng Mueller Hinton dengan dosis gentamycin yang
berbeda-beda.

13
Dari hasil pengamatan di dapatkan nilai KBM pada tabung 3
dengan konsentrasi gentamycin 5 mg. Hal ini dibuktikan dengan tidak
didapatkan koloni pada lempeng agar Mueller Hinton.

3.2.3 Pembahasan
Percobaan KBM menggunakan larutan yang berisi campuran
bakteri Streptococcus epidermidis dan antibiotik gentamycin yang
ditumbuhkan pada agar Muller Hinton. Terdapat tiga larutan yang
ditumbuhkan pada agar Muller Hinton. Ketiga larutan tersebut
merupakan larutan yang berwarna jernih ketika percobaan KHM.
Percobaan KBM menggunakan Tabung 1, Tabung 2, dan Tabung 3
pada percobaan KHM.
Dari hasil percobaan di atas dapat ditentukan KBM dengan cara
pengamatan apakah terdapat koloni atau tidak setelah diinkubasi selama
24 jam dengan suhu 35°C. Masing masing cawan petri dibandingkan
apakah terdapat koloni atau tidak.
Hasil pada tabel 2 memperliahtkan pada tabung 1 dengan
konsentrasi gentamycin 20 mg tidak didapatkan koloni pada agar
Muller Hinton. Tabung 2 dengan konsentrasi gentamycin 10 mg juga
tidak didapatkan adanya koloni ketika dilakukan pengamatan. Tabung
3 dengan konsentrasi gentamycin 5 mg memiliki hasil yang sama
dengan tabung-tabung sebelumnya, yaitu tidak didapatkan koloni. Hal
ini menandakan bahwa tidak terdapat bakteri Streptococcus
epidermidis yang hidup pada agar Muller Hinton.
Tidak adanya bakteri Streptococcus epidermidis yang hidup pada
cawan petri dengan konsentrasi gentamycin paling rendah menandakan
bahwa konsentrasi gentamycin tersebut merupakan Kadar Bunuh
Minimum. Percobaan yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa
KBM terdapat pada tabung 3 dengan konsentrasi gentamycin 5 mg.
Pada percobaan kelompok 3 terdapat kesalahan dalam
menghitung koloni. Penghitungan koloni yang sesuai diharuskan
menggunakan colony counter, sedangkan penghitungan koloni pada

14
kelompok 3 hanya dilakukan dengan pengamatan visual. Pengamatan
visual yang digunakan tidak dapat menjadi acuan apakah dalam cawan
petri tersebut benar-benar tidak terdapat koloni. Karena ketika
dilakukan pengamatan secara visual tidak terdapat koloni, mungkin saja
ketika menggunakan colony counter didapatkan koloni S. epidermidis.

15
DAFTAR PUSTAKA
Boyd, Robert F., 1980. General Microbiology. Second Edition. Times
Mirror/Mosby College Publishing.
Dorland. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Ed. 28. EGC. Jakarta.
Hardjosaputra, S.L.P., L. Purwanto., T. Kemalasari. 2008. Daftar Obat Indonesia.
Ed 11. Nusantara Lestari Ceriapratama. Jakarta
Jawetz et. al. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. EGC:Jakarta.
Jawetz, E., Melnick, J. L., Adelberg, E. A. 2001. Mikrobiologi Kedokteran, Edisi
XXII, diterjemahkan oleh Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Jawetz, E, J. melnick, et al. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Katzung, B.G. 2010. Farmakologi Dasar dan Kinik. Edisi 10. EGC. Jakarta
Khan, M.R., I. Badar., A. Siddiquah. 2011. Prevention of hepatorenal toxicity with
Sonchus asper in gentamicin treated rats. BMC Complementary and
Alternative Medicine. 11:113.
Mahon C.R, & Manuselis J.R. 1995. Textbook of Diagnostic Microbiology.
Philadelphia USA: WB Saunders Company.
Microchemlab. 2015. Minimum Bactericidal Concentration (MBC) Test.
Microchemlab [internet]. [diunduh 4 September 2018]. Tersedia pada:
http://microchemlab.com/test/minimum-bactericidal-concentration-
mbc-test
Pelczar, Michael, J., dan E.C.S. Chan. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi I. UI Press,
Jakarta.
Pratiwi, S.T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga.
Ronald, A. Sacher. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

16

Anda mungkin juga menyukai