Panduan Kewaspadaan Isolasi

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 17

PANDUAN

KEWASPADAAN ISOLASI

jl. l. l. r. e. Martadinata no. 39 bandung 40115


telp: (022) 420 7770 (hunting) – fax : (022) 426 0956
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi rumah sakit atau Healthcare Associated Infaction (HAIs) merupakan infeksi yang
didapat dari pekerjaan, dimana hal tersebut menjadi masalah penting diseluruh dunia yang
meningkat (Alvarado, 2000). Sebagai perbandingan bahwa tingkat infeksi rumah sakit yang
terjadi di beberapa negara Eropa dan Amerika rendah yaitu sekitar 1% dibandingkan dengan
kejadian di negara-negara Asia yang tinggi hingga mencapai 40% (Lynch dkk, 1997).
Di Indonesia telah dikeluarkan surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
27/Menkes/SK/III/2017 tentang Pelaksanaan Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Di
Rumah Sakit Maupun Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lain sebagai upaya untuk memutus
siklus penularan penyakit dan melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan
masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan, baik dirumah sakit atau fasilitas pelayanan
keseahatan lainnya. Sedangkan petugas kesehatan termasuk petugas pendukung seperti
petugas laboratorium, rumah tangga, CSSD, pembuangan sampah, laundry dan lainnya juga
terpajan pada risiko besar terhadap penyakit. RSIA Limijati berkomitmen untuk
meminimalisasikan pencegahan dan pengendalaian infeksi rumah sakit salah satunya dengan
adanya fasilitas kesehatan kewaspadaan isolasi yaitu kewaspadaan standar dan kewaspadaan
berdasarkan transmisi agar tidak terjadi infeksi, serta adanya edukasi dan pelatihan seluruh
petugas mengenai kewaspadaan isolasi khususnya bagi ruangan atau unit yang memiliki
ruang isolasi.

B. Definisi
1. Perkembangan Kewaspadaan
Kewaspadaan standar atau Standar Precautions disusun oleh CDC tahun 1996 dengan
menyatukan Universal Precution atau kewaspadaan terhadap darah dan cairan tubuh
(1985) untuk mengurangi risiko infeksi terhadap patogen yang berbahaya melalui darah
dan cairan tubuh lainnya dan Body Subtance Isolation (BSI). Kewaspadaan standar
dirancang untuk mengurangi risiko terinfeksi penyakit menular pada petugas kesehatan
baik dari sumber infeksi yang diketahui meupun yang tidak diketahui.
2. Macam-Macam Kewaspadaan Isolasi
a. Kewaspadaan Standar
Kewaspadaan standar dirancang untuk diterapkan secara rutin dalam perawatan
seluruh pasien dalam rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, baik
terdiagnostik infeksi, diduga terinfeksi atau kononisasi.
Kewaspadaan standar untuk pelayanan semua pasien. Kategori I meliputi :
1) Kebersihan tangan/Handhygiene
2) Alat pelindung diri (APD) : sarung tangan, kacamata pelindung, gaun/apron dan
sepatu pelindung
3) Peralatan perawatan pasien
4) Pengendalian lingkungan
5) Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
6) Kesehatan karyawan/pelindungan petugas kesehatan
7) Penempatan pasien
8) Hygiene respirasi/etika batuk
9) Praktek penyuntikan yang aman
10) Praktek untuk lumbal punksi
b. Kewaspadaan Bedasarkan Transmisi
Kewaspadaan berdasarkan trnsmisi untuk memutus mata rantai transmisi mikroba
penyebab infeksi yang diterapkan terhadap pasien yang diketahui maupun dugaan
terinfeksi atau terkolonisasi pathogen yang dapat ditransmisikan lewat udara, droplet
dan kontak dengan kulit atau permukaan terkolonisasi. Jenis kewaspadaan
berdasarkan transmisi :
1) Kontak
2) Melalui droplet
3) Melalui udara (Airborne)
4) Melalui common vechicle (makanan, air, obat, alat dan peralatan)
5) Melalui vector (lalat, nyaman dan tikus)
Kewaspadaan transmisi dapat dilaksanakan secara terpisa ataupun kombinasi dengan
kewaspadaan standar seperti kebersihan tangan dengan mencuci tangan sebelum dan
sesudah melakukan tindakan menggunakan sabun ataupun dengan cairan antiseptic
berbasis alcohol, memakai sarung tangan sekali pakai bila kontak dengan cairan
tubuh, apron pelindung dipakai bila terdapat kemungkinan terkena percikan cairan
tubuh dan memakai masker.
1) Kewaspadaan transmisi kontak
Cara transmisi sering menimbulkan HAIs, untuk risiko transmisi mikroba yang
secara epidemiologi ditransmisikan melalui kontak langsung atau tidak langsung.
Kontak langsung meliputi kontak permukaan kulit terluka/abrasi orang yang
rentan, petugas dengan kulit pasien terinfeksi atau kolonisasi. Misalnya perawat
membalikan tubuh pasien, memandikan, membantu pasien bergerak, dokter bedah
dengan luka basah saat menggantikan verban, petugas tanpa sarung tangan
merawat oral pasien HSV atau scabies.
Transmisi kontak tidak langsung terjadi kontak antara orang yang rentan dengan
benda yang terkontaminasi mikroba infeksius di lingkungan, instrument yang
terkontaminasi, jarum kasa, tengan terkontaminasi dan belum dicuci atau sarung
tangan yang tidak diganti saat menolong pasien satu dengan yang lainnya dan
melalui mainan anak. Kontak sengan cairan sekresi pasiien terinfeksi yang
ditransmisikan melalui tangan petugas atau benda mati dilaingkungan pasien.
2) Kewaspadaan transmisi droplet
Kewaspadaan transmisi droplet merupakan kewaspadaan standar dengan infeksi
yang diketahui atau suspek mengidap mikroba yang dapat ditransmisikan melalui
droplet ( >5µm). droplet yang besar dapat melayang di udara dan akan jatuh
dalam jarak 1 m dari sumber. Transmisi droplet dapat melibatkan kontak
konjungtiva atau mucus membrane hidung, mulut yang berasal dari pasien yang
mengidap atau carrier dikeluarkan saat batuk, bersin, muntah, bicara selama
tindakan bronkoskopi dibutuhkan jarak dekat dengan sumber atau respien < 1m.
droplet tidak bertahan diudara maka dibutuhkan penanganan khusus udara atau
ventilasi misalnya Adenovirus.
Transmisi droplet langsung dapat mencapai mucus membrane atau terinhalasi,
sedangkan transmisi droplet kontak dapat mengkontaminasi permukaan tangan
dan ditransmisikan ke sisi lain misalnya mukosa memberane. Transmisi jenis inin
sering terjadi daripada transmisi droplet langsung, misalnya commoncold,
respiratory syncitial virus (RSV), dapat terjadi saat pasien terinfeksi batuk, bersin,
bicara, intubasi endotrakeal, batuk akibat induksi fisioterapi dada dan resusitasi
kardiopulmonal.
3) Kewaspadaan transmisi udara (Airborne)
Kewaspadaan transmisi melalui udara (kategori IB) merupakan kewaspadaan
standar untuk pasien yang diduga atau telah diketahui terinfeksi mikroba yang
secara epidemiologi penting dan ditransmisikan melalui jalur udara. Misalnya
seperti transmisi partikel trinhalasi (Varicella zozter) langsung melalui udara.
Kewaspadaan ini untuk menurunkan risiko transmisi udara transmisi udara
mikroba penyeban infeksi baik yang ditransmisikan berupa droplet nuclei (sisa
partikel kecil < 5µm evaporasi dari droplet yang bertahan lama di udara) atau
partikel debu yang mengandung mikroba penyebab infeksi mikroba tersebut akan
terbawa aliran udara > 2m dari sumber dapat terinhalasi oleh individu rentan di
ruangan yang sama dan jauh dari pasien sumber mikroba, tergantung pada factor
lingkungan, misalnya penanganan udara atau ventilasi yang penting dalam
pencegahan transmisi melalui udara, droplet nuclei atau sisik kulit luka
terkontaminasi (S. aureus).

3. Peraturan Untuk Kewaspadaan Isolasi


Transfer mikroba pathogen anatar pasien dan petugas kesehatan saat perawatan pasien
rawat inap dapat dihindari dengan mematuhi beberapa hal berikut ini :
a. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh ekskresi dan sekresi dari
seluruh pasien untuk meminimalisir risiko transmisi infeksi.
b. Dekontaminasi tangan sebelum kontak diantara pasien.
c. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksi (darah atau cairan tubuh).
d. Gunakan teknik tanpa menyentuh bila memungkinkan untuk menghindari menyentuh
bahan infeksius.
e. Pakai sarung tangan saat harus atau mungkin kontak dengan darah dan cairan tubuh
serta barang yang terkontaminasi.
f. Disinfeksi tangan segera setelah melepas sarung tangan.
g. Menggunakan masker untuk mencegah terjadinya droplet atau airborne.
h. Penanganan limbah feses, urine dan sekresi pasien yang lain dalam pembuangan yang
disediakan, bersihkan dan disinfeksi bedpan, urinal dan ontainer pasien lain.
i. Tangani bahan infeksius sesuai prosedur.
j. Pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen infeksius pasien telah dibersihkan dan
didisinfeksi dengan benar antar pasien.
BAB II
RUANG LINGKUP

Penggunaan kamar isolasi diterapkan kepada semua pasien rawat inap yang mengidap penyakit
infeksi menular yang dianggap mudah menular, immunocompromaise dan penyakit berbahaya.
Pelaksana panduan ini adalah semua elemen rumah sakit beserta pasien dan keluarga.
Setiap pasien dengan infeksi menular dan dianggap berbahaya dirawat diruang terpisah dari
pasien lainnya yang mengidap penyakit bukan infeksi.
Penggunaan alat pelindung diri diterapkan kepada setiap pengunjung dan petugas kesehatan
terhadap pasien yang dirawat di kamar isolasi.
Pasien yang rentan infeksi seperti pasien luka bakar, pasien dengan penurunan system imun
1 di ruang (terpisah) isolasi rumah sakit.
dikarenakan pengobatan atau penyakitnya, dirawat
Pasien yang tidak termasuk kriteria diatas dirawat diruang rawat inap biasa
Pasien yang dirawat di ruang isolasi, dapat di pindahkan keruang rawat inap biasa apabila telah
dinyatakan bebas dari penyakit atau menurut petunjuk dokter penanggung jawab pasien.
BAB III
TATALAKSANA

A. Tatalaksana Kewaspadaan Standar


1. Kebersihan Tangan
a. Menghindari menyentuh permukaan disekitar pasien agar tangan terhindar
kontaminasi pathogen dari dan ke permukaan (Kategori I B).
b. Bila tangan tampak kotor mengandung bahan berprotein, cairan tubuh, cuci tangan
dengan sabun dan air mengalir (Kategori I A).
c. Bila tangan tidak tampak kotor, dekontaminasi dengan hansrub (Kategori I B).
d. Cuci tangan sebelum kontak langsung dengan pasien (Kategori I B).
2. Alat Pelindung Diri (APD)
a. Memakai APD bila mungkin terkontaminsi darah, cairan tubuh, sekresi, eksresi dan
bahan terkontaminasi, mucus membrane dan kulit yang tidak utuh atau kulit utuh
yang potensial terkontaminasi (Kategori I B).
b. Memakai sarung tangan sesuai dengan ukuran tangan dan jenis tindakan (KAtegori I
B).
c. Memakai sarung tangan sekali pakai saaat merawat pasien langsung (KAtegori I B).
d. Melepaskan sarung tangan segera setelah selesai tindakan, sebelum menyentuh benda
dan permukaan yang tidak terkontaminasi atau sebelum beralih ke pasien lain
(Kategori I B).
e. Jangan memakai sarung tangan 1 pasang untuk pasien yang berbeda (Kategori I B).
f. Mengganti sarung tangan bila tangan berpindah dari area tubuh terkontaminasi ke
area bersih (Kategori I B).
g. Mencuci tangan segera setelah melepas sarung tangan.
h. Memakai kaca mata pelindung untuk melindungi konjungtiva, mucus membrane mata
dan menggunkan masker untuk melindungi hidung, mulut selama melaksanakan
prosedur dan aktifitas perawatan pasien berisiko terjadi cipratan/semprotan dari
darah, cairna tubuh, sekresi atau eksresi (Kategori I B).
i. Masker bedah dapat dipakai secara umum untuk petugas kesehatan untuk mencegah
transmisi partikel besar dari droplet saat kontak erat (<1m) dari pasien saat
batuk/bersin.
j. Memakai masker selama tindakan yang menimbulkan aerosol walupun pada pasien
yang tidak diduga infeksi (Kategori I B).
k. Menggunakan gaun/apron (bersih atau steril sesuai dengan tindakan) untuk
melindungi kulit, mencegah baju tidak kotor, kulit terkontaminasi selama prosedur
atau merawat pasien yang meungkin terjadi percikan/semprotan cairan tubuh pasien
(Kategori I B).
l. Melepaskan gaun/apron segera dan cucilah tangan untuk mencegah transmisi
mukroba ke pasien lain ataupun ke lingkungan (Kategori I B).
m. Jangan menggunakan gaun/apron pakai ulang walaupun untuk pasien yang sama
(Kategori I B).
n. APD dipakai saat merawat pasien infeksi yang secara epidemiologi penting dan
melepas saat akan keluar ruanga pasien (Kategori I B).
3. Perawatan Peralatan Pasien
a. Peralatan yang mungkin terkontaminasi darah atau cairan tubuh ditransportasikan
dengan menggunakan Box tertutup (Kategori IB).
b. Memisahkan bahan organic dari peralatan kritikal, semi kritikal dengan bahan
pembersih sebelum di DTT atau sterilisasi (Kategori IB).
c. Tangani peralatan pasien yang terkena darah, cairan tubuh, sekresi dan eksresi dengan
benar sehingga kulit dan mucus membrane terlindungi, cegah baju terkontaminasi,
cegah transfer mikroba ke pasien lain dan lingkungan. Pastikan peralatan yang telah
dipakai untuk pasien infeksius telah dibersihkan dan tidak dipakai pasien lain.
Pastikan peralatan sekali pakai dibuang dan dihancurkan melalui cara yang benar dan
peralatan pakai ulang diproses dengan benar (Kategori I B).
d. Untuk peralatan nonkritikal terkontaminasi didisinfeksi setelah dipakai. Peralatan
semi kritikal didisinfekstan atau disterilisasi. Peralatan kritikal harus didisinfeksi
kemudian disterilkan (Kategori IB).
e. Bila tidak tampak kotor, lap permukaan peralatan yang besar (USG, X ray) setelah
keluar ruangan isolasi.
f. Bersihkan dan disinfeksi peralatan terapi pernafasan terutama setelah dipakai pasien
infeksius saluran nafas dengan Na hipokrit 0.05%.
g. Alat makan dicucu dalam alat pencuci otomatik atau manual dengan deterjen setiap
seetelah makan, untuk yang disposible dibuang ketempat sampah.
4. Pengendalian Lingkungan
a. Pembersihan lingkungan dan didisinfeksi dilakukan rutin setiap hari pada permukaan
lingkungan, tempat tidur, perlatan disamping tempat tidur dan pinggirannya,
permukaan yang sering tersentuh dan pastikan kegiatan dimonitor (Kategori I B).
b. Menggunakan chemical yang tepat untuk menurunkan atau menghalau pathogen
secara signifikan di permukaan yang terkontaminasi sehingga dapat memutuskan
rantai penularan infeksi. Disinfeksi adalah membunuh secara fisikal dan kimiawi
mikroorganisme tidak termasuk spora.
c. Pembersihan untuk mencegah aerosolisasi, menurunkan pencemaran lingkungan.
Ikuti aturan pabrik cairan disinfektan, waktu kontak dan cara pengencerannya.
d. Disinfektan yang biasa dipakai yaitu Na hipoklorit (pemutih), alcohol, komponen
fenol, ammonium quarternary dan komponen peroksigen.
e. Pembersihan area sekitar pasien :
1) Pembersihan permukaan secara horizontal disekitar pasien dilakukan secara rutin
dan setiap pasien pulang.
2) Untuk mencegah aerosolisasi pathogen infeksi saluran nafas , hindari sapu dengan
cara menggunakan cara basah (kain basah).
3) Mengganti cairan pembersih, lap kain, kepala mop setelah dipakai
(terkontaminasi).
4) Peralatan pembersihan harus dibersihkan, dikeringkan stiap kali setelah pakai.
5) Mop dilaundry, dikeringkan tiap hari sebelum disimpan dan dipakai kembali.
6) Untuk mempermudah pembersihan bebaskan area pasien dari benda-
benda/peralatan yang tidak perlu.
7) Dilakukan drymist dengan H2O2
8) Pembersihan dapat dibantu dengan vacum cleaner (pakai filter, HEPA).
5. Pemerosesan Peralatan Pasien dan Penatalakasanaan Linen
a. Penanganan linen yang terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekresi, eksresi dengan
menggunakan kantong plastic kuning (infeksius) sedangkan linen yang tidak
terkontaminasi carian tubuh atau yang lainnya dengan menggunakan kantong plastic
putih (non infeksius).
b. Transportasi linen menggunakan box tertutup untuk mengcegah transfer mikroba ke
pasien lain, petugas dan lingkungan sekitar (Kategori IB).
c. Buang terlebih dahulu kotoran misalnya feses ke toilet dan linen disimpan di kantong
plastic kuning (infeksius).
d. Hindari mnyortir linen di ruang perawatan pasien untuk menghindari kontaminasi
terhadap udara, permukaan dan orang.
e. Kantong yang digunakan tidak bocor dan petugas yang menangani linen mengenakan
APD.
6. Kesehatan Karyawan/Perlindungan Petugas Kesehatan
a. Petugas keseahan harus berhati-hati saat menangani jarim, scapel dan alat tajam
lainnya yang bekas pakai dengan membuang langsung ke safety box yang tersedia
(Kategori IB).
b. Jangan recap jarum yang telah dipakai, memanipulasi jarum dengan tangan, menekuk
jarum, mematahkan, melepas jarum dari spuit. Buang jarum, spuit, pisau, scapel dan
peralatan tajam habis pakai kedalam wadah tahan tusukan sebelum dibuang ke
insenerator (Kategori IB).
c. Memakai mouthpiece, resusitasi bag untuk metoda resusitasi (Kategori IB).
d. Jangan mnegarah bagian tajam jarum ke bagian tubuh selain akan menyuntik.
7. Penempatan Pasien
a. Tempatkan pasien yang potensial mengkontaminasi lingkungan sekitar ke dalam
ruang rawat yang terpisah.
b. Untuk pasien yang terduka dapat menularkan secara droplet atau airborne dapat
ditempatkan di kamar 361 sedangkan untuk pasien yang diduga dapat menularkan
secara kontak atau dengan daya tahan tubuh rendah dapat dirawat di kamar 360 untuk
dewasa sedagkan untuk anak-anak di kamar 308 atau jika kamar tersebut penuh maka
pasien dirawat dikamar yang tersendiri.
8. Hygiene Respirasi/Etika Batuk
a. Melakukan edukasi petugas kesehan, pasien dan pengunjung rumah sakit mengenai
etika batuk untuk mencegah transmisi pathogen (Kategori IB).
b. Melakukan promosi kepada semua petugas kesehatan, pasien, keluarga dan
pengunjung rumah sakit mengenai kandungan aerosol dan secret dari saluran afas
dalam mencegah tansmisi penyakit saluran nafas.
c. Menyediakan sarana dan fasilitas kesehatan seperti masker dan sarana untuk
kebersihan cuci tangan seperti washtafel maupun hansrub.
d. Memasang poster pada pintu masuk dan tempat strategis bahwa pasien rawat jalan
atau pengunjung dengan gejala klinis saluran nafas harus menutup mlut dan hidung
dengan tisu kemudian membuanganya ke tempat sampah medis dan mencuci tangan
(Kategori II).
e. Menyediakan hansrub di area pengunjung pasien.
f. Pada pasien dengan infeksi saluran nafas harus menggunakan masker dan anjurkan
untuk duduk berjarak >1 m dari yang lainnya (Kategori I B).
g. Mengendalikan penyebaran pathogen dari pasien yang terinfeksi untuk penyakit yang
ditransmisiskan kontak yang tidak terlindungi, sedangkan untuk penyakit yang
ditransmisikan melalui droplet besar atau droplet nuclei maka etika batuk harus
diterapkan kepada semua pasien, petugas kesehatan dan pengunjung rumah sakit
dengan cara :
o Menutup mulut hidung saat batuk atau bersin dengan menggunakan tissue atau
saputangan, maskerkain atau medis bila tersedia kemudian untuk tissue buang ke
tempat sampah medis.
o Melakukan cuci tangan setelah batuk atau bersin.
o Menutup hidung dan mulut saat bersin dengan menggunakan lengan tangan atas
bagaian dalam.
9. Praktek Penyuntikan yang Aman
a. Pakai jarum yang steril sekali pakai pada setiap suntikan untuk mencegah
kontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi.
b. Untuk vial multidose jarum yang digunakan sekali pakai.
10. Praktek untuk Lumbal Punksi
Memakai masker pada saat insersi cateter atau injeksi suatu obat ke dalam spinal/epidural
melalui prosedur limbal punksi missal saat melakukan anastesi spinal dan epidural,
myelogram untuk mencegah transmisi droplet flora orofaring.

B. Tatalaksana Kewaspadaan Transmisi


Kontak Droplet Udara/Airborne
Penempatan Pasien Ditempatkan diruang Ditempatkan diruang Ditempatkan diruang
rawat yang terpisah terpisah atau kamar terpisah yang
atau sendiri yaitu tersendiri yaitu 361. mempunyai :
kamar 252 untuk 1.Tekanan negative
immunocompromise 2.Pertukaran udara 6-
12X/jam
3.Pengeluaran udara
terfiltrasi
menggunakan
exhose fan dan AC
4.Pintu pasien
tertutup atau
ditempatkan dengan
mikroba yang sama.
5.Pintu anteroom
selalu tertutup
Transportasi pasien Batasi gerak Batasi gerak dan Batasi gerakan dan
transportasi pasien transportasi pada transport pasien bila
bila perlu saja. pasien droplet dengan perlu saja.
mengenakan masker Pasien menggunakan
dan menerapkan masker bedah untuk
hygiene respirasi dan mencegah
etika batuk. menyebaran droplet
nuclei.
APD Petugas Sarung tangan dan Masker Perlindungan
masker saluran nafas
▪ Memakai sarung ▪ Memakai masker bila ▪ Menggunakan
tangan bersih non dalam rasdius 1 m masker respiratori
steril. terhadap pasien atau (N95/Kategori N
▪ Mengganti sarung saat kontak erat. pada efisiensi 95%)
tangan setelah ▪ Masker dipakai harus saat masuk ruang
kontak dengan menutupi hidung dan pasien atau suspek
pasien terutama mulut dipakai saat TB paru.
cairan tubuh. memasuki ruangan
▪ Melepas sarung rawat pasien.
tangan sebelum
keluar dari kamar
pasien dan mencuci
tangan.
Masker bedah ,
Gaun sarung tangan, gaun
▪ Pakai gaun bersih dan kacamata
non steril saat masuk pelindung
ruang pasien untuk Bila melakukan
melindungi baju dari tindakan yang
kontak dengan menimbulkan aerosol.
pasien, permukaan
lingkungan, barang
diruang pasien.
▪ Jaga agar tidak ada
kontaminasi silang
kelingkungan pasien
lain.

Apron
Untuk melindungi baju
dari kontak dengan
pasien terutama cairan
tubuh pasien.
Peralatan untuk Bila memungkinkan Tidak perlu Transmisi pada TB
perawatan pasien peralatan nonkritikal penanganan udara Sesuai dengan
dipakai untuk 1 secara khusus karena pedoman TB CDC
pasien dengan infeksi mikroba tidak
mikroba yang sama bergerak jauh.
jika tidak
memungkinkan
peralatan nonkritikal
seperti thermometer
dan stetoskop setelah
dipakai dibersihkan
dan didisinfeksi
terlebih dahulu
dengan menggunakan
alhokol 70%.

Jenis penyakit : Jenis penyakit : Jenis penyakit :


MDRO, MRSA, HIV, Pertussis, SARS, MTB (obligat
VRSA, VISA, VRE RSV, influenza, airborne), campak,
dan MDRSP (Strep Adenovirus, cacar air, Norovirus
pneumonia). Rhinovirus, (partikelnya feses dan
Virus herpes simplex, meningitis, Streptococ vomitus), Rotavirus
SARS, RSV, S. grup A, Mycoplasma melalui partikel kecil
aureus, MDRO, VRE, pneumonia. aerosol.
C.difficile, P.
aeruginosa, influenza,
Norovirus dan
makanan dari air
BAB IV
DOKUMENTASI

A. Pencatatan dan Pelaporan


Untuk kewaspadaan standar seperti :
1) Kebersihan tangan/Handhygiene
Dilakukan monitoring secara berkesinambungan dan terus menerus dan dilakukan
pelaporan setiap 1 bulan sekali dan 3 bulan sekali.
2) Alat pelindung diri (APD) : sarung tangan, kacamata pelindung, gaun/apron dan sepatu
pelindung
Dilakukan monitoring kepatuhan penggunaan APD terhadap petugas kesehatan medis
maupun non medis dan dibuat laporan setiap 1 bulan sekali kemudian dilaporkan dalam
bentuk table dan grafik setiap 3 bulan sekali.
3) Peralatan perawatan pasien
Dilakukan monitoring pada peralatan perawatan pasien baik peralatan re use maupun
linen pasien dan dibuat laporan setiap 1 bulan sekali kemudian dilaporkan dalam bentuk
table dan grafik setiap 3 bulan sekali.
4) Pengendalian lingkungan
Dilakukan penanganan limbah sampah medis, non medis dan benda tajam dengan
dilakukan monitoring pencatatan dan pelaporan kepatuhan pembuangan limbah tersebut.
5) Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
Dilakukan monitoring pada peralatan perawatan pasien baik peralatan re use maupun
linen pasien dan dibuat laporan setiap 1 bulan sekali kemudian dilaporkan dalam bentuk
table dan grafik setiap 3 bulan sekali.
6) Kesehatan karyawan/pelindungan petugas kesehatan
Dilakukan pemberian vaksinasi dengan mendata karyawan yang telah memenuhi syarat
untuk mendapatkan vaksin.
Pelaporan karyawan yang mengalamai luka tusuk jarum.
7) Penempatan pasien
Adanya prosedur penanganan pasien.
8) Hygiene respirasi/etika batuk
Adanya prosedur etika batuk, edukasi dan sosialisasi etika batuk baik pada pasien,
petugas kesehatan, keluarga pasien dan pengunjung pasien.
9) Praktek penyuntikan yang aman
Adanya SPO praktek penyuntikan yang aman.
10) Praktek untuk lumbal punksi
Adanya SPO praktek untuk lumbal punksi.

B. Evaluasi
Evaluasi dilakukan setelah 3 atau 6 bulan sudah sejauhmana kewaspadaan tersebut terlaksana
dilapangan dan bias dilihat dari hasil monitoring tersebut yang kemudian untuk ditindak
lanjuti melalui rapat koordinasi antar unit.

Anda mungkin juga menyukai