Actinic Keratosis
Actinic Keratosis
Actinic Keratosis
Oleh:
I. Definisi
II. Epidemiologi
Insiden lesi kulit ganas dan premalignant terkait dengan paparan sinar
matahari, termasuk AK, telah meningkat dengan rata-rata 3% sampai 8% sejak
1960-an. Proporsi orang dewasa dengan setidaknya satu lesi AK lebih rendah (11%
sampai 26%) di negara-negara belahan bumi utara beriklim (misalnya, AS dan
Inggris), dan lebih tinggi (40% sampai 60%) di negara-negara lebih dekat ke
khatulistiwa (misalnya , Australia). Risiko meningkat dengan bertambahnya usia,
mulai dari prevalensi 10% pada dekade ketiga kehidupan untuk> 90% pada orang
yang lebih tua dari 80 tahun. Orang dengan penyakit genetik tertentu (misalnya,
autosomal resesif warisan tipe 1 dan tipe 2 albinisme dan xeroderma sum pigmen)
dapat mengembangkan AK pada usia lebih dini. Prevalensi pada laki-laki lebih
tinggi dari pada wanita di Amerika Serikat (26, 5% pada laki-laki dibandingkan
10,2% pada wanita), UK (15% pada laki-laki dibandingkan 6% pada wanita), dan
Australia (55% pada laki-laki dibandingkan 37% pada wanita). Orang dengan kulit
berwarna terang yang 6 kali lebih mungkin dibandingkan orang dengan jenis kulit
yang lebih gelap untuk mengembangkan AK (BMJ, 2016).
III. Gejala
Tanda-tanda dan gejala actinic keratosis meliputi kulit kering, kasar, dan
bersisik dengan diamater kurang dari 3 cm. Bagian yang terkena terasa agak
menonjol dibandingkan dengan permukaan kulit. Dalam beberapa kasus, daerah
yang terkena terasa keras seperti kutil. Daerah yang terkena berwarna pink, merah,
atau coklat. Rasa gatal atau terbakar di daerah yang terkena. Actinic keratosis
ditemukan terutama pada daerah yang terkena sinar matahari, termasuk wajah,
bibir, telinga, punggung tangan, lengan, kulit kepala, dan leher. Actinic keratosis
mungkin sembuh dengan sendirinya, tetapi biasanya kembali lagi setelah terkena
paparan sinar matahari (Berker, 2007)
VI. Patofisiologi
Figure: Actinic keratoses (A) terjadi pada kulit di tangan dan (B) terjadi pada muka.
Actinic keratosis adalah lesi yang dimulai pada epidermis pada daerah yang
terpapar sinar matahari. Lesi muncul sebagai kasar, bersisik yang warnanya dari
warna kulit yang normal sampai coklat kemerahan. Saiznya biasanya sebesar 1 mm
hingga 2,5 cm, tetapi mungkin akan menjadi lebih besar. Pasien yang dijangkiti
penyakit ini mungkin akan nampak beberapa jenis lesi yang mungkin kelihatan
pada kulit yang dijangkiti ( Fu W & Cockerell CJ, 2003).
Actinic Keratosis boleh dirawat atas sebab kosmetik atau atas sebab untuk
meredakan gejal-gejala yang terjadi, yang paling umum adalah untuk mengelak dari
terjadinya karsinima sel skuamosa, yaitu bentuk umum untuk kanker kulit yang
berkembang didalah sel skuamosa. Sel ini mungkin mengancam kehidupan jika iya
menjadi agresif. Paling penting juga adalah untuk mencegah kanker dan metastasis.
Untuk mendiagnosis penyakit ini, Pasein harus terlebih dahulu diperiksa oleh
dokter kulit ( Fu W & Cockerell CJ, 2003).
Pengobatan untuk masalah ini sangat tergantung pada kondisi kulit pasien.
Pilihan rawatan untuk actinic Keratosis adalah termasuk dengan cara terapi
merosakkan (ablative) contohnya pembedahan krio, pengkuretan dengan
electrosurgery (curettage with electrosurgery) dan juga terapi photodynamic. Selain
itu iya juga boleh diubati dengan cara terapi secara topical.
a. Curettage
b. Cryosurgery
b. Chemical peeling
c. Imiquimod
Krim ini. Hal ini diterapkan untuk daerah yang rusak dan menciptakan
respon imun lokal. Krim Imiquimod 5% juga disetujui untuk pengobatan actinic
keratosis. Imiquimod diterapkan sekali sehari, dua atau tiga hari seminggu, selama
16 minggu. Beberapa ujian yang dikontrol menunjukkan bahwa imiquimod 5%
krim menghasilkan respon lengkap dalam 45-57% pasien dan respon parsial (yaitu,
pengurangan 75 persen di actinic keratosis) di 59-72 % pasien. Suatu penelitian
menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan imiquimod, 20 % dari peserta
mengembangkan lesi baru dan tidak pula terjadinya karsinoma sel skuamosa setelah
24 bulan masa tindakkan susulan. (Stockfleth., 2004).
Reaksi lokal (misalnya, eritema, scabbing atau pengerasan kulit, erosi atau
ulserasi) umum akan terjadi dengan menggunakan terapi imiquimod topikal.
imiquimod topikal juga telah dilaporkan untuk menghasilkan efek samping
sistemik, termasuk kelelahan, gejala seperti flu, dan angioedema(Stockfleth., 2004).
d. Diklofenak gel
Hal ini digunakan secara topikal. Dikatagori sebagai obat dalam golongan
nonsteroid anti-inflamasi. Perawatan yang di lakukan adalah sebanyak dua kali
sehari selama 90 hari, dengan tindak lanjut 30 hari setelah akhir pengobatan. Efek
buruk yang terkait dengan diklofenak 3% di Hyaluronan 2,5% gel termasuk
pruritus, kulit kering, reaksi aplikasi situs, ruam, dan eritema (Wolf.,2001)
VIII. Pencegahan
Kenakan pakaian lengan panjang, celana panjang atau rok panjang, hiasan
kepala, ketika itu cerah, terutama di tengah hari;
Gunakan tabir surya dengan SPF minimal 15. Penggunaan tabir surya
mengurangi tingkat terjadinya actinic keratosis di 50%.
Am Fam Physician. 2007. Treatment Options for Actinic Keratoses Tersedia online
di http://www.aafp.org/afp/2007/0901/p667.html#afp20070901p667-b19
[diakses pada 17 maret 2017]
Hocutt JE Jr. 1993. Skin cryosurgery for the family physician. Am Fam Physician.
Pearlman DL. 1991. Weekly pulse dosing: effective and comfortable topical 5-
fluorouracil treatment of multiple facial actinic keratoses. J Am Acad
Dermatol.
Tutrone WD, Saini R, Caglar S, Weinberg JM, Crespo J. 2003. Topical therapy for
actinic keratoses, II: diclofenac, colchicine, and retinoids. Cutis.
Lawrence N, Cox SE, Cockerell CJ, Freeman RG, Cruz PD Jr. 1995. A comparison
of the efficacy and safety of Jessner's solution and 35% trichloroacetic acid
vs 5% fluorouracil in the treatment of widespread facial actinic
keratoses. Arch Dermatol.
Longo D.L, Kaspar D.L, Fauci A.S, Hauser S.L, Jameson J.L, Lozcalzo J. 2012
.Harrison’s Principles of Internal Medicine 18th edition volume 1
Wolf JE Jr, Talyor JR, Tschen E, Kang S. 2001. Topical 3.0% diclofenac in 2.5%
hyaluronan gel in the treatment of actinic keratoses. Int J Dermatol.