Askep Teori Pneumonia

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN PNEUMONIA

Disusun Oleh :

Nur Khriesna Habita 131411123040


Rachma Anisa Ulya 131511123001
Agnes Ose Tokan 131511123003
Tris Sulistyawati 131511123005
Puteri Hirika Reptes 131511123007
Nora Dwi Purwanti 131511123009
Dwi Retna Heruningtyas 131511123011
Ninik Dwi Purweni 131511123013

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2015

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat,
karunia dan hidayah-Nyalah kami dapat menyelesikan pembuatan tugas Asuhan
Keperawatan yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan
Pneumonia” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari pembuatan Asuhan Keperawatan ini selain untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Respirasi II, juga sebagai informasi
tambahan bagi mahasiswa mengenai Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan
Pneumonia.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada dosen pembimbing, yang
telah membimbing dan memberi saran serta masukan kepada kami dalam
menyusun Asuhan Keperawatan ini. Selain itu, juga kepada teman-teman yang
selalu memberikan dukungannya, sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan
Asuhan Keperawatan ini tepat pada waktunya.
Akhir kata, tiada gading yang tak retak, demikian pula dengan Asuhan
Keperawatan ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun tetap
kami nantikan demi kesempurnaan Asuhan Keperawatan ini di masa mendatang.
Semoga Asuhan Keperawatan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, amin

Surabaya, September 2015

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………......... i
KATA PENGANTAR……...………………………………………….... ii
DAFTAR ISI……….. …………………………………………………... iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang............................................................................. . 1
1.2.Tujuan........................................................................................... . 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1.Konsep Pneumonia....................................................................... 3
2.1.1. Anatomi Fisiologi.............................................................. 3
2.1.2. Definisi................................................................................ 6
2.1.3. Etiologi................................................................................ 6
2.1.4. Klasifikasi........................................................................... 6
2.1.5. Patofisiologi........................................................................ 7
2.1.6. Manifestasi Klinik............................................................. 9
2.1.7. Pemeriksaan Diagnostik................................................... 9
2.1.8. Penatalaksanaan Medis.................................................... 9
2.1.9. Komplikasi......................................................................... 11
2.2.Konsep Asuhan Keperawatan...................................................... 12
2.2.1. Pengkajian.......................................................................... 12
2.2.2. Diagnosa Keperawatan..................................................... 13
2.2.3. Intervensi Keperawatan.................................................... 14

BAB III PENUTUP


3.1.Kesimpulan.................................................................................... 20
3.2.Saran............................................................................................. .. 20

DAFATAR PUSTAKA............................................................................. 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernapasan


bawah akut (ISNBA) dengan gejala batuk dan disertai dengan sesak nafas
(Nurarif & Kusuma, 2013). Pneumonia dapat menyebabkan beberapa
komplikasi, meliputi hipoksemia, gagal respiratorik, efusi pleura, empiema,
abses paru, dan bakteremia, disertai penyebaran infeksi ke bagian tubuh lain
yang dapat menyebabkan meningitis, endokarditis, dan perikarditis (Kluwer,
2013).
Pada umumnya, prognosis (prediksi dari kemungkinan akhir suatu
penyakit) pneumonia adalah baik, bagi orang yang memiliki paru-paru normal
dan ketahanan tubuh yang cukup baik. Namun tetap saja, kenyataannya
pneumonia terbukti sebagai penyakit infeksius yang sering menyebabkan
kematian. Misalnya di Inggris, 1 dari 1000 orang dirawat di rumah sakit setiap
tahunnya akibat pneumonia, penyakit yang menyebabkan 3000 kematian
pertahun pada kelompok usia 15-55 tahun. Pada populasi yang lebih tua, 25 %
dari semua kematian berhubungan dengan pneomonia (Bourke, 2013; Obaro
et al, 1996 dalam Francis, 2008). Sementara itu di Amerika Serikat,
pneumonia menyebabkan kematian dengan pria menduduki peringkat ke
empat dan wanita pada peringkat ke lima (Smeltzer & Bare, 2001).
Pneumonia merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang
bermakna di seluruh dunia yang telah menginfeksi kira-kira 450 juta orang per
tahun, dengan sekitar 5 juta anak balita menghadapi kematian sebagai
konsekuensi dari pneumonia (Farr, 1997 dalam Francis, 2008). Sekitar 4,8 juta
kasus pneumonia (1,8 kasus per 100 orang), termaksud 1,4 kasus pemulangan
pasien dari rumah sakit dengan diagnosis pneumonia, dilaporkan setiap
tahunya. Pada tahun 1998, sebanyak 91.871 orang meninggal akibat
pneumonia, angka kematian 34 per 100.000 populasi. Pasien lansia (di atas
usia 65 tahun) meninggal akibat pneumonia dengan angka kematian lebih
tinggi yaitu 241,2 per 100.000 populasi (Morton, et al, 2011).
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang, dengan tingkat
kejadian pneumonia tertinggi ke-6 di seluruh dunia menurut laporan UNICEF
dan WHO pada tahun 2006 (Handoko, 2011). Berdasarkan Survey Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 1992, 1995 dan 2001 didapatkan data
bahwa pneumonia merupakan salah satu urutan terbesar penyebab kematian
pada balita (Handoko, 2011). Period prevalence dan prevalensi pneumonia di
Indonesia pada tahun 2013 sebesar 1,8 % dan 4,5 %. Period Prevalence
pneumonia di Indonesia tahun 2013 menurun dibandingkan dengan tahun
2007. Departemen Kesehatan RI, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007
mencatat pneumonia merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak
yaitu sejumlah 15,5 % (IDAI, 2009 dalam Handoko, 2011). Berdasarkan
uraian tersebut, maka penyakit Pneumonia ini perlu dipelajari khususnya
dalam praktek asuhan keperawatan sistem pernapasan secara komprehensif.

1
1.2.Tujuan

Tujuan pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa mengetahui


dan memahami tentang Penyakit Pneumonia, konsep dasar penyakit maupun
konsep asuhan keperawatan pada pasien pneumonia. Selain itu mahasiswa
juga diharapkan mampu :
1. Melakukan pengkajian dengan tepat pada pasien dengan pneumonia
2. Merumuskan diagnosa keperawatan dengan tepat sesuai tanda dan
gejala yang dialami pasien dengan pneumonia
3. Merumuskan tujuan dan rencana tindakan keperawatan yang tepat
sesuai diagnosa keperawatan
4. Melakukan tindakan keperawatan dengan baik dan benar sesuai
diagnosa dan rencana tindakan keperawatan yang telah dibuat
5. Melakukan evaluasi terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilakukan
6. Melakukan dokumentasi keperawatan dengan benar setiap selesai
melakukan tindakan keperawatan pada pasien

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Konsep Pneumonia

2.1.1. Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan


1. Anatomi Sistem Pernapasan
a. Saluran Nafas Bagian Atas (Upper Respiratory Airway)

Hidung (Cavum Nasalis)


Hidung merupakan saluran udara yang pertama yang dibentuk oleh
tulang dan kartilago. Hidung mempunyai 2 lubang (kavum nasi) kiri dan
kanan, yang dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di dalam rongga
hidung terdapat rambut (fimbriae) yang berfungsi sebagai filter terhadap
benda asing yang masuk. Hidung terdiri atas 3 bagian yaitu:
a) Bagian luar dinding, yang terdiri dari kulit
b) Bagian tengah yang terdiri dari otot-otot dan tulang rawan
c) Bagian dalam, terdiri dari selaput lendir berlipat-lipat yang
deisebut karang hidung (konka nasalis). Karang hidung ini
berjumlah 3 buah, yaitu:
d) Konka nasalis inferior (bagian bawah)
e) Konka nasalis media (bagian tengah)
f) Konka nasalis superior (bagian atas)

Fungsi hidung secara umum adalah sebagai berikut:


a) Bekerja sebagai saluran udara pernapasan, pengatur udara,
pengatur kelembaban udara
b) Pengatur suhu
c) Sebagai pelindung dan penyaring udara, indera penciuman, dan
resonator suara

Faring
Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan nafas dan
jalan makanan, terdapat di bawah dasar tenngkorak, di belakang rongga
hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Faring digunakan pada
saat menelan (digestion) seperti juga pada saat bernafas. Faring
berdasarkan letaknya dibedakan menjadi 3, yaitu:
a) Nasofaring, letaknya superior dimana terdapat epitel bersilia
sebagai muara tuba eutachius serta terdapat tonsil (adenoid) pada
langit-langit nasofaring.
b) Orofaring, letaknya pada bagian tengah yang berfungsi untuk
menampung udara dari nasofaring dan makanan dari mulut.
c) Laringofaring, letaknya paling bawah yang berhubungan dengan
esofagus di bagian belakang serta pita suara di bagian depan yang
berfungsi pada saat proses menelan dan respirasi.

3
Laring
Laring biasanya disebut dengan voice box. Dibentuk oleh struktur
ephitelium-lined yang berhubungan dengan faring pada bagian atas dan
trakea pada bagian bawah. Fungsi utama dari laring adalah untuk
vocalization, selain itu juga berfungsi sebagai proteksi jalan napas bawah
dari benda asing dan memfasilitasi batuk. Laring terdiri atas beberapa
bagian, yaitu:
a) Epiglotis, merupakan katup kartilago yang menutup dan
membuka selama proses menelan
b) Glotis, lubang antara pita suara dan laring
c) Tiroid kartilago, kartilago yang terbesar pada trakea, bagiannya
membentuk jakun
d) Krikoid kartilago, cincin kartilago yang komplit di laring,
letaknya di bawah tiroid kartilago
e) Aritenoid kartilago, digunakan pada pergerakan pita suara dengan
tiroid kartilago
f) Pita suara, sebuah ligamen yang dikontrol oleh pergerakkan otot
yang menghasilkan suara dan menempel pada lumen laring.

b. Saluran Nafas Bagian Bawah (Lower Airway)

Ditinjau dari fungsinya secara umum saluran pernapasan bagian


bawah terbagi menjadi 2 komponen, yaitu sebagai berikut:
a) Saluran udara konduktif
Sering disebut sebagai percabangan trakeobronkialis, yang terdiri
atas trakea, bronkus dan bronkiolus.
b) Satuan respiratorius terminal
Fungsi utamanya sebagai penyalur gas yang keluar dan masuk dari
satuan respiratori terminal, yang merupakan tempat pertukaran gas
yang sesungguhnya.

Trakea
Trakea merupakan perpanjangan dari laring pada ketinggian tulang
vertebra torakal ke-7 yang bercabang menjadi 2 bronkus. Ujung dari
cabang trakea disebut carina. Trakea ini sangat fleksible dan berotot,
panjangnya 12 cm dengan C-shaped cincin kartilago.

Bronkus dan Bronkiolus


Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea.
Ada 2 buah, yang terdapat pada ketinggian vertebral torakalis ke-4 dan ke-
5, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set
yang sama. Bronkus bercabang lagi menjadi lebih kecil yang disebut
bronkiolus yang berujung pada gelembung paru yang disebut alveoli.

4
Alveoli
Alveoli merupakan kantung udara pada akhir bronkiolus yang
memungkinkan terjadinya pertukaran oksigen dan karbondioksida.
Seluruh unit alveolar terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolar,
dan kantong alveoli. Fungsi utama alveolar adalah pertukaran oksigen dan
karbondioksida di antara kapiler pulmoner dan alveoli.

Paru-Paru
Paru-paru terletak pada rongga toraks, berbentuk kerucut dengan
apeks berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya pada diafragma.
Paru-paru kanan mempunyai 3 lobus, yaitu lobus inferior, median, dan
superior. Paru-paru kiri, terdiri atas 2 lobus yaitu lobus superior dan
inferior. Setiap lobus dapat dibagi lagi menjadi beberapa sub bagian
menjadi sekitar 10 unit tekecil yang dinamakan bronkopulmonari segmen.
Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 pada lobus superior dan 5
pada inferior. Sedangkan paru-paru kanan terdiri atas 10 segmen, yaitu 5
pada lobus superior, 2 pada median, dan 3 pada inferior. Tiap-tiap segmen
ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.

Toraks, Diafgrama, dan Pleura


Rongga toraks berfungsi melindungi paru-paru, jantung dan
pembuluh darah besar. Bagian luar rongga toraks terdiri atas 12 pasang
tulang iga. Pada bagian atas toraks di daerah leher terdapat 2 otot
tambahan inspirasi yaitu skaleneus dan sternokleidomastoideus.

2. Fisiologi Pernapasan

Proses respirasi dapat dibagi dalam 3 mekanisme utama, yaitu sebagai


berikut:
a. Ventilasi pulmonal, yaitu keluar masuknya udara antara atmosfir
dan alveoli paru-paru
b. Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan darah
c. Transpor oksigen dan karbondioksida dalam darah ke cairan tubuh
ke dan dari sel-sel

Proses fisiologi respirasi yang memindahkan oksigen dari udara ke


dalam jaringan dan karbondioksida yang dikeluarkan ke udara dapat
dibagi menjadi 3 stadium, yaitu sebagai berikut :
a. Difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi
eksternal) serta antara darah sistemik dan sel-sel jaringan
b. Distribusi darah dalam sirkulasi pulmoner dan penyesuaiannya
dengan distribusi udara dan alveolus-alveolus
c. Reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbondioksida dengan
darah
(Somantri, 2012)

5
2.1.2. Definisi
Pneumonia adalah proses inflamasi parenkim paru yang umumnya
disebabkan oleh agen infeksius. Pneumonia adalah penyakit infeksius
yang sering menyebabkan kematian di Amerika Serikat, dengan tingkat
kejadian pada pria menduduki peringkat keempat dan wanita peringkat
kelima sebagai akibat dari hospitaliasasi (Smeltzer dan Bare, 2001).
Soemantri (2012) menyatakan bahwa pneumonia adalah suatu
proses peradangan dimana terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian
rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada
daerah yang mengalami konsolidasi, begitupun dengan aliran darah di
sekitar alveoli, menjadi terhambat dan tidak berfungsi dengan maksimal.

2.1.3. Etiologi
Menurut Somantri (2012), penyebab pneumonia adalah sebagai
berikut :
1. Agen infeksi berupa beberapa jenis mikroba (virus, bakteri, jamur)
2. Aspirasi benda asing
3. Penyebaran patogen ke dalam paru-paru melalui aliran darah

Sedangkan faktor resikonya (Smeltzer & Barre, 1995 dalam


Somantri 2012; Kluwer, 2013) meliputi:
1. Pasien dengan sickle cell diseases, multiple meiloma
2. Dapat terjadi pada segala usia, usia tua, anak-anak, bahkan usia
dewasa muda, terutama dengan sistem pertahanan tubuh yang lemah
3. Penderita COPD
4. Mengonsumsi alkohol
5. Merokok
6. Pasien yang mengalami pembedahan abdomen dan toraks
7. Higyne oral yang buruk
8. Terpajan gas beracun
9. Pasien dengan intubasi endotrakeal atau ventilasi mekanik

2.1.4. Klasifikasi Pneumonia


Secara umum pneumonia dibagi menjadi 2 , yaitu Pneumonia
komunitas (Community Acquired Pnumoniae) atau CAP dan Pneumonia
nosokomial (Hospital Acquired Pneumoniae) atau HAP (Sudoyo, et al,
2009).
Menurut Nurarif dan Kusuma (2013), pneumonia dapat dibedakan
menjadi beberapa jenis, yaitu:
a. Berdasarkan anatomi dan etiologisnya
1) Berdasarkan anatomi
a) Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar
lobus paru
b) Pneumonia lobularis (bronkopneumonia), terjadi pada ujung
bronkiolus yang tersumbat oleh eksudat mikro purulen
dengan bentuk penyebaran berbercak

6
c) Pneumonia interstitial (bronkiolitis) proses inflamasi terjadi
dalam dinding alveolar (interstitium) dan jaringan
peribronkial interlobular.
2) Berdasarkan etiologi
a) Bacteria, Diplococcus pneumoniae, Pneumococcus,
Streptococcus hemolyticuc, Streptococcus aureus,
Hemophillus influenza, Mycobacterium tuberculosis
b) Virus, Respiratory Syncytial Virus, virus influenza,
adenovirus
c) Mycoplasma pneumonia
d) Jamur, Histoplasma capculatum, Cryptococcus neuroform,
Blastomyces dermatitides, Coccidodies immitis, Aspergilus
Sp, Candida albicans
e) Aspirasi, makanan, kerosene (bensin, minyak tanah, amnion,
benda asing)
f) Pneumonia hipostatik
g) Sindrom loeffler

2.1.5. Patofisiologi
Penyebab pneumonia dapat berupa virus, bakteri, jamur, protozoa,
ataupun riketsia. Pneumonia dapat juga terjadi akibat aspirasi, paling jelas
adalah pada klien yang diintubasi, kolonisasi trakea dan terjadinya
mikroaspirasi sekresi saluran pernapasan atas yang terinfeksi (Chirstman,
1995 dalam Asih dan Effendy, 2003).
Tidak semua kolonisasi mengakibatkan pneumonia. Pada individu
yang sehat patogen yang mencapai paru-paru dikeluarkan melalui
mekanisme pertahanan tubuh seperti refleks batuk, klirens mukosiliaris,
dan fagositosis melalui makrofag alveolar. Pada individu yang rentan,
patogen yang masuk ke tubuh memperbanyak diri, melepaskan toksin
yang bersifat merusak dan menstimulasi respon inflamasi dan respon
imun, yang keduanya mempunyai efek samping merusak. Reaksi antigen-
antibodi dan endotoksin yang dilepaskan oleh beberapa mikroorganisme
merusak membran mukosa bronkial dan membran alveolarkapiler (Asih
dan Effendy, 2003).
Suatu reaksi inflamasi yang dilakukan oleh patogen ini akan
menghasilkan eksudat, yang mengganggu pergerakkan dan difusi oksigen
serta karbondioksida. Inflamasi dan edema menyebabkan sel-sel acini dan
bronkioli terminalis terisi oleh debris infeksius dan eksudat, yang berasal
dari sel-sel darah putih (kebanyakan netrofil) yang bermigrasi ke dalam
alveoli dan memenuhi ruang yang biasanya mengandung udara, sehingga
akan menyebabkan abnormalitas ventilasi-perfusi (Smeltzer dan Barre,
2001).
Area paru yang tidak mendapatkan ventilasi yang cukup akibat
adanya sekresi, edema mukosa dan bronkospasme akan mengalami oklusi
parsial bronki atau alveoli sehingga terjadi penurunan tahanan oksigen di
alveolar.

7
Pathway Pneumonia

Inhalasi mikroba (bakteri, virus, jamur) melalui udara,


aspirasi organisme di nasofaring, penurunan imunitas inang

Kuman terakumulasi di alveoli

Kerusakan endotel alveoli Reaksi sistemik


bakterimia/viremia
Reaksi inflamasi hebat di alveoli

Demam (menggigil,
Nyeri Membran paru meradang
berkeringat),
Sel darah putih terakumulasi di alveoli

Pengisian rongga alveoli oleh Hipertermi


eksudat dan terjadi konsolidasi Resiko tinggi
kekurangan vulume
Terjadi sekresi, edema dan bronkospasme
cairan
Oklusi parsial bronki

Penurunan luas permukaan


Peningkatan Membran respirasi Penurunan rasio
produksi sekret ventilasi perfusi

Bersihan jalan nafas


Kapasitas difusi
tidak efektif
menurun
Resiko penyebaran
infeksi Gangguan
pertukaran gas Hipoksemia
Tertelan ke
lambung
Akumulasi sputum di Intoleransi
lambung
aktivitas
Resiko
ketidakseimbangan nutrisi Mual, Peningkatan
kurang dari kebutuhan muntah asam lambung
tubuh
Sumber : Somantri, 2012; Sudoyo dalam Widayanti, 2008; Muttaqin dalam Handoko,
2011
8
2.1.6. Manifestasi Klinik
Menurut Somantri (2012), dan Davey (2004), tanda dan gejala
yang mungkin timbul pada pasien pneumonia adalah sebagai berikut :
1. Demam, menggigil disertai nyeri kepala
2. Nyeri dada pleuritis
3. Takipnea (>30 x/menit pada orang dewasa)
4. Anoreksia, mual dan muntah
5. Nyeri lambung
6. Malaise
7. Batuk produktif (disertai sputum)
8. Suara nafas ronchi

2.1.7. Pemeriksaan Diagnostik


Menurut Mandal, et al (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan pada pasien dengan pneumonia adalah sebagai berikut:
1. Hitung darah lengkap dengan hitung jenis leukosit
2. Profil biokimia (tes fungsi hati, albumin dan ureum/kreatinin)
3. Aglutinin dingin (Mycoplasma pneumonia)
4. Analisa gas darah arteri atau pulse oxymetri
5. Pemeriksaan sputum
a. Mendeteksi pewarnaan gram
b. Deteksi antigen atau DNA
c. Kultur dan sensitivitas
6. Pemeriksaan kultur darah
7. Deteksi antigen
a. Untuk S. pneumoniae deteksi antigen dengan serum, sputum
dan urin)
b. Untuk L. pneumophila melalui sputum dan urin
8. Serum dalam kondisi akut dan konvalesens : semua patogen atipikal
9. CT-Scan toraks dengan bronkoskopi atau biopsi paru perkutan bila
terdapat penyakit klinis dan radiologis yang persisten

2.1.8. Penatalaksanaan Medis


Menurut Kluwer (2013) dan Minasdiarly (2008) penatalaksanaan
medis yang dapat diberikan pada pasien dengan pneumonia, diantaranya
adalah :
1. Umum
a. Pada awalnya pasien ditirah baringkan, aktivitas ditingkatkan
sesuai dengan toleransi
b. Oksigen 1-2 L/menit
c. Gunakan ventilator mekanik, jika pasien mengalami gagal
nafas
d. Berikan cairan yang adekuat, IVFD dekstrose 10% : NaCl
0,9% = 3 : 1, + KCl 10 mEq/500 ml cairan. Jumlah cairan
sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
e. Berikan diet tinggi kalori tinggi protein

9
f. Jika sesak tidak terlalu berat dapat dimulai makanan enteral
bertahap melalui selang nasogastrik dengan feeding drip.
g. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan
salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport
mukosilier.
h. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa elektrolit.

2. Farmakoterapi
Adapun obat-obatan yang bisa diberikan pada pasien pneumonia
diantaranya adalah : antibiotik, antitusif, analgetik, obat-obatan
bronkodilator serta terapi oksigen yang dilembabkan.

Penatalakasaan antibiotik untuk pasien pneumonia


Pada prinsipnya, terapi utama untuk pasien pneumonia adalah
pemberian terapi antibiotik tertentu terhadap kuman tertentu pada
suatu tipe dari ISNBA baik pneumonia ataupun bentuk lain, dan
antibiotik ini dimaksudkan sebagai terapi kausal terhadap kuman
penyabab tersebut (Sudoyo dkk, 2009).
Berikut ini ada beberapa alternatif dalam pemilihan antibiotik,
diantaranya adalah:

Tabel 2.1
Terapi antibiotik untuk pneumonia berat yang didapat dari komunitas

Organisme penyebab Terapi


Tidak ada resiko untuk β-laktam intravena (cefotaxim,
Pseudomonas aueruginoasa ceftriaxon) ditambah Makrolida
Streptococcus pneumoniae intravena (azitromisin) atau
Legionella spp Fluorokuinolon intravena
Hemophilus influenzae
Basil gram negatif enterik
Virus pernapasan
Lain-lain
Chlamydia pneumoniae
Mycobacterium tuberculosis
Jamur endemik
Berisiko untuk Pseudomonas β-laktam antipseudomonas
aueruginosa intravena pilihan (cefepim,
Semua patogen di atas ditambah P. imipenem, meropenem,
Aueruginosa pipersilin / tazobactam)
ditambah quinolon
antipseudomonal intravena
(ciprofloxacin), atau
β-laktam antipseudomonas
intravena pilihan (cefepim,
imipenem, meropenem,

10
pipersilin / tazobactam)
ditambah Mikrolida intravena
(azitromisin) atau Fluoroquinol
nonpseudomonal intravena
Sumber : Morton, Fontaine, Hudak, Gallo, 2011

Tabel 2.2
Terapi antibiotik untuk pasien dengan pneumonia berat yang didapat di
rumah sakit

Organisme penyebab Terapi


Awitan dini HAP (Hospital
acquired pneumoniae) Berat
Organisme inti Cephalosporin
Basil gram negatif enterik Generasi kedua
(nonpseudomonas) Atau generasi ketiga
Spesies Enterobacter nonpseudomonas
Escherichia coli Kombinasi inhibitor β-
Spesies Klebsiella laktam/ β-laktamase
Spesies Proteus Jika alergi terhadap penisilin
Streptococcus pneumoniae Fluoroquinolon
HAP (Hospital acquired pneumoniae) dengan faktor resiko
(Pseudomonas), awitan awal atau awitan lanjut HAP
Organisme inti plus Aminoglikosida atau
Pseudomonas aeruginosa siprofloksasin plus salah satu
Spesies Acinetobacter obat berikut :
S. aureus resisten-metilsilin Penisilin antipseudomonas
Penghambat β-laktam/ β-
laktamase
Sumber : Morton, Fontaine, Hudak, Gallo, 2011

2.1.9. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul pada pasien ini diantaranya
adalah: shock septik, hipoksemia, gagal nafas, empiema, bakteremia,
endokarditis, pericarditis, meningitis, abses paru, dan efusi pleura
(Kluwer, 2013).

Tabel 2.3
Komplikasi pneumonia Berdasarkan Penyebabnya

Jenis Komplikasi
Pneumonia mikoplasma Meningitis aseptik, meningoensefalitis,
afasia serebral, sindrom Suillain-Bare,
mielitis transversal, perikarditis dan
miokaditis.
Pneumonia virus Infeksi bakterial superimposed,

11
bronkopneumonia.
Pneumonia pneumosistis Gagal nafas
carinii (PCP)
Pneumonia fungi Reinfeksi dan Adult Respiratory Distress
Syndrome
Pneumonia klamidia Reinfeksi dan Adult Respiratory Distress
Syndrome
Sumber: Suzanne (2002)

2.2.Konsep Asuhan Keperawatan

2.2.1. Pengkajian
Hal yang perlu dikaji dalam proses keperawatan, diantaranya
adalah sebagai berikut :
a. Biodata pasien
Meliputi identitas pasien, berisi nama pasien, umur, tempat tanggal
lahir, alamat, pekerjaan, dan identitas penanggung jawab pasien
(Somantri, 2012).
b. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama dan riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama yang sering timbul pada pasien pnemonia adalah
adanya awitan yang ditandai dengan keluhan menggigil, demam >
40 ℃, nyeri pleuritik, batuk, sputum berwarna seperti karat,
takipnea terutama setelah adanya konsolidasi paru (Somantri,
2012).
2. Riwayat kesehatan masa lalu
Pneumonia sering timbul setelah infeksi saluran napas atas
(infeksi pada hidung dan tenggorokan). Resiko tinggi timbul pada
klien dengan riwayat alkoholik, post operasi, infeksi pernapasan,
dan klien dengan immunosupresi, (kelemahan dalam sistem
imun).
c. Pemeriksaan fisik
Sudoyo (2006) dalam Somantri (2012), menjelasakan bahwa
presentasi dari pneumonia bervariasi, tergantung pada etiologi, usia
dan keadaan klinis pasien, dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Awitan akut biasanya oleh kuman patogen seperti S. pneumoniae,
streptococcus ssp, dan staphilococcus. Pneumonia virus ditandai
dengan mialgia, malaise, batuk kering yang non produktif
2. Awitan yang tidak terlihat dan ringan pada orang tua /orang
dengan penurunan imunitas akibat kuman yang kurang
patogen/oportunistik
3. Ronchi basah dan gesekan pleura dapat terdengar di atas jaringan
yang terserang karena eksudat dan fibrin dalam alveolus.

Menurut Muttaqin (2012), data dasar yang mungkin ditemukan


pada pasien dengan pneumonia adalah :

12
a. B1 (Breathing)
1. Inspeksi
Gerakan dada simetris, adanya retraksi sternum dan intercostal space
(ICS). Napas cuping hidung dan sesak terutama pada anak-anak.
Selain itu ditemukan pula batuk produktif disertai dengan
peningkatan produksi sekret dan sekresi sputum yang purulen
2. Palpasi
Gerakan dada saat bernapas biasanya normal, dan seimbang antara
bagian kanan dan kiri. Taktil fremitus paada klien pneumonia
biasanya normal.
3. Perkusi
Terdapat bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru.
4. Auskultasi
Bunyi napas melemah, disertai suara napas ronchi basah pada sisi
yang sakit.
b. B2 (Blood)
1. Inspeksi : Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum
2. Palpasi : Denyut nadi perifer melemah
3. Perkusi : Batas jantung tidak mengalami pergeseran
4. Auskultasi : Bunyi jantung tambahan tidak ditemukan
c. B3 (Brain)
Terjadi penurunan kesadaran, terdapat sianosis perifer apabila gangguan
perfusi jaringan semakin berat.
d. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan.
Memonitor adanya oliguria karena merupakan salah satu tanada shock.
e. B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami muntah, mual, penurunan nafsu makan,
penurunan berat badan.
f. B6 (Bone)
Kelemahan dan kelelahan fisik secara umum sering terjadi.

4.1.1. Diagnosa Keperawatan


Menurut Doenges, Moorhouse & Geissler (2000) dan Mutaqqin
(2013), diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada pasien dengan
pneumonia adalah :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
trakeabronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum
ditandai dengan perubahan frekuensi dan kedalaman pernapasan,
batuk produktif, dispnea, sianosis (Doenges, Moorhouse & Geissler,
2000)
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar kapiler ditandai dengan dispnea, sianosis, takikardia,
hipoksia, gelisah/perubahan mental (Doenges, Moorhouse & Geissler,
2000)

13
3. Hipertermi berhubungan dengan reaksi sistemik bakteremia/viremia,
peningkatan laju metabolisme umum (Mutaqqin, 2013)
4. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru ditandai
dengan nyeri dada pleuritik, sakit kepala, nyeri sendi, gelisah
(Doenges, Moorhouse & Geissler, 2000)
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dari kebutuhan oksigen, kelemahan umum ditandai dengan
kelelahan, keletihan, dispnea karena kerja, takipnea (Doenges,
Moorhouse & Geissler, 2000).
6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan tindakan
berhubungan dengan kurang terpajan informasi ditandai dengan
permintaan informasi, pernyataan kesalahan konsep, kegagalan
memperbaiki (Doenges, Moorhouse & Geissler, 2000).
7. Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, distensi abdomen (Doenges, Moorhouse &
Geissler, 2000).
8. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan
dengan kehilangan cairan berlebih akibat demam, berkeringat banyak,
hiperventilasi, muntah (Doenges, Moorhouse & Geissler, 2000).

4.1.2. Intervensi Keperawatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi


trakeabronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum
ditandai dengan perubahan frekuensi dan kedalaman pernapasan, batuk
produktif, dispnea, sianosis (Doenges, Moorhouse & Geissler, 2000).
Intervensi Tujuan dan Kriteria Hasil
NIC : NOC :
Mandiri 1. Respiratory status :
1. Monitor respirasi dan status O2/1 Ventilation
jam 2. Respiratory status : Airway
2. Monitor status haemodinamik/1 patency
jam 3. Aspirasi Control
3. Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan Setelah dilakukan tindakan
4. Berikan O2 3 L/mnt keperawatan, klien
5. Ukur saturasi O2 menunjukkan keefektifan
6. Posisikan klien untuk bersihan jalan napas dengan
memaksimalkan ventilasi (semi kriteria hasil :
fowler) 1. Klien mengatakan batuk
7. Lakukan fisioterapi dada berkurang
8. Atur intake untuk cairan 2. Tidak ditemukan suara
mengoptimalkan keseimbangan. napas tambahan
9. Pertahankan hidrasi yang 3. RR klien dalam batas
adekuat untuk mengencerkan normal, 16-20 x/menit
secret 4. Klien dapat mengeluarkan

14
10. Ajarkan pada klien teknik batuk dahak dengan mudah
efektif dan Anjurkan pada asien 5. Klien dapat melakukan
untuk batuk efektif relaksasi napas dalam dan
11. Ajarkan klien teknik relaksasi batuk efektif
napas dalam dan Anjurkan klien 6. Klien merasa nyaman
untuk istirahat dan napas dalam
Kolaborasi :
1. Berikan bronkodilator
2. Berikan antibiotik
3. Foto thorax

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran


alveolar kapiler ditandai dengan dispnea, sianosis, takikardia, hipoksia,
gelisah/perubahan mental (Doenges, Moorhouse & Geissler, 2000)
Intervensi Tujuan dan Kriteria Hasil
NIC : NOC :
Mandiri 1. Repiratory status : Gas
1. Observasi sianosis khususnya exchange
membran mukosa 2. Keseimbangan asam basa,
2. Monitor suara napas, seperti elektrolit
mendengkur 3. Respiratory status :
3. Monitor pola napas, bradinea, ventilation
takipnea, kussmauk, 4. Vital sign status
hiperventilasi, cheynes stokes,
biot Setelah dilakukan tindakan
4. Monitor TTV, AGD, elektrolit keperawatan, gangguan
dan status mentasl pertukaran gas pasien teratasi
5. Auskultasi suara napas, catat area dengan kriteria hasil :
penurunan/tidak adanya ventilasi 1. Mendemonstrasikan
dan suara tambahan peningkatan ventilasi dan
6. Auskultasi bunyi jantung, irama oksigen yang adekuat
dan denyut jantung 2. Memelihara kebersihan
7. Posisikan klien untuk paru-paru dan bebas dari
memaksimalkan ventilasi tanda-tanda distress
8. Lakukan fisioterapi dada jika pernapasan
perlu 3. Mendemonstrasikan
9. Berikan pelembab udara batuk efektif dan suara
10. Atur intake cairan untuk napas yang bersih, tidak
mengoptimalkan keseimbangan ada sianosis dan dispnea
cairan (mampu mengeluarkan
11. Keluarkan secret dengan batuk sputum dan bernapas
efektif dan suction dengan mudah)
12. Ajarkan batuk efektif 4. Tanda-tanda vital dalam
13. Jelaskan pada pasien dan keluarga batas normal
tentang persiapan tindakan dan 5. AGD dalam batas normal
tujuan penggunaan alat tambahan 6. Status neurologis dalam

15
Kolaborasi batas normal
1. Berikan bronkodilator
2. Lakukan pemasangan mayo bila
perlu

3. Hipertermi berhubungan dengan reaksi sistemik bakteremia/viremia,


peningkatan laju metabolisme umum (Mutaqqin, 2013)
Intervensi Tujuan dan Kriteria Hasil
NIC : NOC :
1. Monitor suhu klien/1 jam Thermoregulasi
2. Monitor tekanan darah, nadi
dan RR/1 jam Setelah dilakukan tindakan
3. Monitor penurunan tingkat keperawatan, klien menunjukkan
kesadaran/1 jam suhu tubuh dalam batas normal,
4. Monitor hidrasi seperti turgor dengan kriteria hasil:
kulit, kelembaban mukosa/1 1. Suhu 36℃ - 37℃
jam 2. Nadi dan RR dalam batas
5. Monitor intake dan output/4 normal
jam 3. Tidak ada perubahan warna
6. Catat adanya fluktuasi tekanan kulit
darah 4. Klien tidak mengeluh sakit
7. Tingkatkan sirkulasi udara kepala
8. Tingkatkan intake cairan dan 5. Klien merasa nyaman
nutrisi
9. Kompres klien pada lipatan
paha dan aksila
10. Jelakan pentingnya minum
minimal 8 gelas per hari
Kolaborasi :
1. Berikan terapi cairan intravena
2. Berikan antibiotik dan
antipieretik

4. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru ditandai dengan


nyeri dada pleuritik, sakit kepala, nyeri sendi, gelisah (Doenges,
Moorhouse & Geissler, 2000)
Intervensi Tujuan dan Kriteria Hasil
NIC : NOC :
Mandiri 1. Pain level
1. Observasi reaksi non verbal dari 2. Pain control
ketidaknyamana 3. Comfort level
2. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik Setelah dilakukan tindakan,
pertama kali klien tidak mengalami nyeri
3. Lakukan pengkajian nyeri secara dengan kriteria hasil :
komprehensif, termaksuk lokasi, 1. Mampu mengontrol nyeri

16
karakteristik, durasi, frekuensi, 2. Mampu melakukan
kualitas dan faktor presipitasi teknik relaksasi napas
4. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk dalam, distraksi dan
menentukan intervensi kompres untuk
5. Kurangi faktor presipitasi nyeri meredakan nyeri
6. Ajarkan tentang teknik non 3. Klien mengatakan nyeri
farmakologi: napas dalam, berkurang
relaksasi, distraksi, kompres 4. Klien dapat beristirahat
hangat/ dingin dengan baik
7. Tingkatkan istirahat 5. Klien merasa nyaman
8. Berikan informasi tentang nyeri
seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan berkurang dan
antisipasi ketidaknyamanan dari
prosedur
Kolaborasi :
1. Pemberian antibiotik

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai


dari kebutuhan oksigen, kelemahan umum ditandai dengan kelelahan,
keletihan, dispnea karena kerja, takipnea (Doenges, Moorhouse &
Geissler, 2000).
Intervensi Tujuan dan Kriteria Hasil
NIC: NOC :
1. Observasi adanya pembatasan 1. Self care :ADLs
melakukan aktivitas 2. Toleransi aktivitas
2. Kaji faktor penyebab kelelahan 3. Konversi energi
3. Monitor nutrisi dan sumber
energi yang adekuat Setelah dilakuka tindakan
4. Monitor adanya kelelahan yang keperawatan, pasien
berlebihan bertoleransi terhadap aktivitas
5. Monitor respon kardiovaskular dengan kriteria hasil :
terhadap aktivitas 1. Berpartisipasi dalam
6. Monitor respon fisik, emosi, aktivitas fisik tanpa disertai
sosial dan spiritual peningkatan tekanan darah,
7. Monitor pola tidur dan lamanya nadi dan RR
tidur 2. Mampu melakukan
8. Bantu klien mengidentifikasi aktivitas sehari-hari secara
aktivitas yang mampu dilakukan mandiri
9. Bantu untuk mendapatkan alat 3. Keseimbangan aktivitas
bantu aktivitas seperti kursi dan istirahat
roda, kruk
10. Bantu untuk mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
11. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri

17
dan penguatan

6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan tindakan


berhubungan dengan kurang terpajan informasi ditandai dengan
permintaan informasi, pernyataan kesalahan konsep, kegagalan
memperbaiki (Doenges, Moorhouse & Geissler, 2000).
Intervensi Tujuan dan Kriteria Hasil
NIC : NOC :
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien 1. Knowledge : Diseases
2. Eksplorasi kemungkinan sumber process
atau dukungan dengan cara yang 2. Knowledge : Health
tepat behavior
3. Jelaskan patofisiologi penyakit
4. Gambarkan tanda dan gejala Setelah dilakukan tindakan
biasa yang munculpada penyakit keperawatan, pasien
dengan cara yang tepat menunjukkan peningkatan
5. Gambarkan proses penyakit, pengetahuan tentang proses
identifikasi kemungkinan penyakit dengan kriteria hasil :
penyebab dengan cara yang 1. Pasien dan keluarga
tepat menyatakan pemahaman
6. Sediakan informasi pada pasien tentang penyakit, kondisi,
tentang kondisi kesehatan prognosis, dan program
pasien pengobatan
7. Diskusikan pilihan terapi yang 2. Pasien dan keluarga
tepat mampu me;aksanakan
8. Dukung pasien untuk prosedur yang dijelaskan
mengeksplorasi atau dengan benar.
mendapatkan second opinion 3. Pasien dan keluarga
dengan cara yang tepat. mampu menjelaskan
kembali apa yang
dijelaskan oleh perawat/tim
kesehatan lainnya

7. Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


anoreksia, distensi abdomen (Doenges, Moorhouse & Geissler, 2000)
Intervensi Tujuan dan Kriteria Hasil
NIC : NOC :
1. Monitor adanya penurunan BB 1. Nutritional status :
2. Monitor turgor kulit Adequacy of nutrient
3. Monitor kekeringan, rambut 2. Nutritional status : food
kusam, total protein, Hb, dan and fluid intake
kadar Ht 3. Weight control
4. Monitor mual dan muntah
5. Monitor pucat, kemerahan, dan Setelah dilakukan tindakan
ekeringan jaringan konjungtiva keperawatan, resiko nutrisi

18
6. Monitor intake nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
7. Anjurkan banyak minum teratasi dengan indikator :
8. Jadwalkan tindakan dan 1. Albumin serum normal
pengobatan tidak selama jam 2. Pre albumin serum normal
makan 3. Hematokrit normal
9. Atur posisi semi fowler dan 4. Hemoglobin normal
fowler tinggi selama makan 5. Total iron binding capacity
10. Anjurkan banyak minum 6. Jumlah limfosit normal
11. Informasikan kepada klien dan
keluarga tentang manfaat nutrisi
.
8. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan berlebih akibat demam, berkeringat banyak,
hiperventilasi, muntah (Doenges, Moorhouse & Geissler, 2000).
Intervensi Tujuan dan Kriteria Hasil
NIC : NOC :
Mandiri 1. Fluid balance
1. Monitor intake dan output urin 2. Hydration
selama 8 jam 3. Nutritrional status : Food
2. Monitor status hidrasi, jika and fluid intake
diperlukan
3. Monitor hasil lab yang sesuai Setelah dilakukan tindakan
dengan retensi cairan keperawatan, resiko
4. Monitor vital sign setiap 15 kekurangan cairan dapat
menit teratasi, dengan kriteria hasil :
5. Pertahankan catatan intake dan 1. Mempertahankan urin
output yang akurat output sesuai dengan usia
6. Berikan cairan oral dan BB, BJ, urin normal
7. Dorong keluarga untuk 2. Tekanan darah, nadi, suhu
membantu pasien makan tubuh dalam batas normal
Kolaborasi 3. Tidak ada tanda-tanda
1. Berikan cairan infus dehidrasi
4. Jumlah irama pernapasan
normal
5. Eleketrolit, Hb, Hematokrit
dalam batas normal
6. pH urin dalam batas normal
7. intake oral dan intravena
adekuat

19
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat
konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat.
Pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada daerah yang mengalami
konsolidasi, begitupun dengan aliran darah di sekitar alveoli, menjadi
terhambat dan tidak berfungsi dengan maksimal.
Pneumonia sebagai salah satu penyakit infeksi masih merupakan
problem kesehatan masyarakat karena tingginya angka kesakitan dan
kematian di berbagai negara termasuk Indonesia. Di antara berbagai hal yang
menyebabkan kenaikan insidensi dan angka kematian akibat penumonia
adalah adanya penurunan proses imunologi. Selain itu, faktor kuman dan
lingkungan merupakan hal yang harus diperhatikan pula. Selain itu,
diperlukan pula penatalaksanaan paripurna dari seluruh disiplin ilmu,
termasuk perawat.

3.2. Saran
Sebelum terjangkit suatu penyakit, langkah yang terbaik sebelum
pengobatan adalah pencegahan. Langkah pencegahan penyakit pneumonia
antara lain:
1. Menjaga kebersihan lingkungan sekitar dan lingkungan rumah
2. Membuat rumah dengan ventilasi yang cukup
3. Menghindari kebiasan merokok
4. Melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin di tempat-tempat
pelayanan kesehatan yang tersedia
5. Memberikan imunisasi dasar lengkap pada anak untuk pencegahan
penyakit infeksi

20
DAFTAR PUSTAKA

Asih, N. G. Y., & Effendy, C. (2003). Keperawatan Medikal Bedah, Klien dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC
Davey, P. (2004). At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A. C. (2000). Rencana Asuhan
Keperawatan. (I Made Kariasa & Ni Made Sumarwati, Penerjemah). Jakarta:
EGC
Francis, C. (2008). Perawatan Respirasi. Jakarta: Erlangga
Handoko, J. (2011). Asuhan Keperawatan Pada Ny. S dengan Gangguan Sistem
Pernapasan : Pneumonia di Ruang Melati 1 RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Kluwer, W. (2013). Kapita Selekta Penyakit dengan Implikasi Keperawatan (2nd
ed.). Jakarta: EGC
Mandal, B. K., Wilkins, E. G. L., Dunbar, E. M., & White, R. T. M. (2006).
Lecture Notes Penyakit Infeksi. Jakarta: Erlangga
Morton, P. G., Fontaine, D., Hudak, C. M., Gallo, B. M. (2011). Keperawatan
Kritis, Pendekatan Asuhan Holistik. (Nike Budhi Subekti, Nurwahyu, Eka
Anisa Mardella & Pamilih Eko Karyuni, Penerjemah). Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. (2012). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2013). Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan
Profesional. Jakarta: Mediaction Publishing.
Smeltzer, C. S., & Barre, G. B. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah.(Burnner dan Suddart, Penerjemah). Jakarta: EGC
Somantri, I. (2012). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Sudoyo, A. W., dkk. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal
Publishing..
Widayanti, T. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Tn. K dengan Gangguan Sistem
Pernapasan : Pneumonia di Ruang Anggrek RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

21

Anda mungkin juga menyukai