Laporan Praktikum Widal

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu penyakit endemis dan masih menjadi permsalahan kesehatan di Indonesia

adalah Demam Tifoid (DT) atau Tifoid Abdominalis. Angka kejadian kasus Demam Tifoid

masih tinggi di Indonesia dan membutuhkan perawatan di rumah sakit. Penyakit akibat

infeksi Salmonella typhi dan paratyphi ini bisa terjadi pada siapa saja termasuk anak-anak

karena penularannya melalui makanan dan minuman yang telah tercemar bakteri ini. Sanitasi

lingkungan dan pengolahan sampah yang buruk juga menjadi faktor resikonya (Menkes RI,

2006, Pegues dan Miller, 2013).

Pada tahun 2002, terdapat 22.000.000 kasus demam tifoid dengan 200.000 kematian

di seluruh dunia. Asia Tenggara dan selatan-tengah memiliki angka insidens tertinggi yaitu

>100 kasus per 100.000 populasi per tahun (Pegues dan Miller, 2013). Di Indonesia, menurut

data Menkes tahun 2006, angka kesakitan akibat demam tifoid cenderung meningkat dengan

rata-rata 500 per 100.000 penduduk dengan kematian 0,6 sampai 5 persen (Menkes RI,

2006). Berdasarkan data sistem rumah sakit (SIRS) tahun 2013, terjadi 9.747 kasus demam

tifoid dan paratifoid pada anak balita (Datin Menkes RI, 2015).

Penegakan diagnosis pada demam Tifoid dapat dilakukan dengan melakukan Tes

Widal. Tes widal merupakan uji serologi, yaitu reaksi aglutinasi antara antigen dengan

antibodi. Tujuan tes ini adalah untuk mengetahui adanya antibodi terhadap Salmonella typhi

dan juga titernya. Salmonella typhi telah lama diketahui memiliki 3 antigen yaitu antigen O,

H dan Vi (Menkes RI, 2006).

Antigen O merupakan antigen pada somatik bakteri Salmonella. Cara pembuatan

antigen O yang merupukan fosfolipid protein polisakarida adalah dengan merusak antigen H
dengan menambah alkohol/asam/pemanasan 100°C selama 20 menit pada kuman yang motil

berusia muda maka flagel akan rusak dan tinggal badan kuman. Reaksi aglutinasi yang terjadi

bila antibodi ditambah dengan anti O berupa endapan seperti pasir yang tidak hilang bila

larutan dikocok. Antigen H adalah antigen termolabil yang terdapat pada flagel bakteri

Salmonella. Pada kuman yang motil berusia muda, protein flagel yang labil akan menjadi

stabil dengan menambahkan formalin. Reaksi aglutinasi yang terjadi bila antibodi ditambah

dengan anti H adalah berupa gumpalan seperti kapas. Gumpalan mudah hilang bila larutan

dikocok. Antigen Vi (Virulen) adalah antigen yang terdapat pada kapsul bakteri Salmonella

dan bersifat termolabil yang berperan di dalam patogenesis penyakit tifoid (Menkes RI,

2006).

1.2. Tujuan Praktikum

Tujuan praktikum tes Widal ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui dasar pemilihan dan pengambilan spesimen untuk Tes widal.

2. Untuk memahami langkah-langkah tes widal.

3. Agar mampu melakukan interpretasi hasil terhadap tes widal.

1.3. Tempat dan Waktu Praktikum

Tempat : Laboratorium Mikrobiologi FK Unram

Hari/Tanggal : Selasa, 20 Oktober 2015

Waktu : 14.00 – 15.00 WITA


BAB II

METODE

Terdapat variasi pemeriksaan widal. Pemeriksaan widal dapat dilakukan secara

konvensional (tube test) dan pemeriksaan widal secara cepat (rapid test). Dalam praktikum

ini aan dilakukan pemeriksaan widal rapid test secara kualitatif maupun kuantitatif.

Pemeriksaan widal secara cepat (rapid test)

Secara Kualitatif

1. Teteskan serum pasien 0,02 cc pada objek glass (sebanyak 4 buah)

2. Teteskan 4 antigen sebanyak satu tetes pada masing-masing weil

3. Dicampur dengan tusuk gigi sampai homogeny kemudian digoyang selama 2 menit

100 rpm apabila memakai alat regulator, selama 3-5 menit apabila manual

4. Diamati hasilnya:

 Positif (+) : adanya aglutinasi

 Negative (-) : tidak ada aglutinasi (homogeny)

5. Apabila hasil ini positif dilanjutan pemeriksaan secara kuantitatif

Secara kuantitatif

1. Dilakukan penipisan serum pasien dari 0,02 cc  0,01 cc  0,005 cc  0,0025 cc

2. Ditambah satu tetes antifen (positif tes kualitatif) pada masing-masing objek glass

3. Dicampur dengan tusuk gigi samai homogeny kemudian digoyang selama 2 menit

apabila memakai alat regulator, selama 5 menit apabila manual

4. Diamati adanya aglutinasi (+), titer ditulis pada hasil adalah penipisan terakhir yang

masih menunjukkan adanya aglutinasi (+)


5. Jenis-jenis titer, sbb:

 1:80 : serum 0,02 cc (20 µl)

 1:160 : serum 0,01 cc (10 µl)

 1:320 : serum 0,005 cc (5 µl)

 1:640 : serum 0,0025 cc (2,5 µl)


BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Praktikum

Tabel 1. Hasil pemeriksaan kualitatif Uji Widal

KELOMPOK O H AH BH

1 - + + +

2 + + + -

3 + + + -

4 - - + -

Interpretasi Hasil :

 Positif (+) : Bila terjadi aglutinasi

 Negatif (⎼) : Bila tidak terjadi aglutinasi

Hasil Pengamatan :

 Antigen Salmonella thypii O : Negatif (-), tidak terjadi aglutinasi

 Antigen Salmonella thypii H : Negatif (-), tidak terjadi aglutinasi

 Antigen Salmonella parathypii AH : Positif (+), terjadi aglutinasi

 Antigen Salmonellapara thypii BH : Negatif (-), tidak terjadi aglutinasi


Karena didapatkan hasil yang positif makan kami melanjutkan pemeriksaan secara

kuantitatif.

Tabel 2. Hasil pemeriksaan kuantitatif Uji Widal

KELOMPOK 1/80 1/160 1/320 1/640 Hasil Akhir

1 + + - - 1/160

2 + + + - 1/320

3 + + - - 1/160

4 + + + + 1/640

Interpretasi Hasil :

 Positif (+) : Bila terjadi aglutinasi

 Negatif (⎼) : Bila tidak terjadi aglutinasi

Hasil Pengamatan :

Dari pemeriksaan yang kami lakukan, kami mendapatkan adanya aglutinasi dari titer serum

20 µl hingga titer serum 2,5 µl

3.2 Pembahasan

Hasil pemeriksaan yang kami lakukan menunjukkan bahwa setelah titer serum yang

masing-masing terdiri atas 2,5 µl, 5 µl, 10 µl, 20 µl di tetesi dengan reagen Salmonella

typhii, terbentuk gumpalan pada semua titer serum karena tejadi reaksi antara antigen dengan
antibodi. Hal tersebut dapat dinyatakan sebagai hasil positif karena setelah ditetesi dengan

reagen terbentuk gumpalan atau aglutinasi dari reaksi tersebut, hal ini dapat berarti bahwa

serum tersebut terinfeksi oleh bakteri Salmonella typhii.

Namun hasil yang sesungguhnya dari laboratorium didapatkan hasil positif (antigen

yang dapat dideteksi) hanya sampai titer 10 µl (1/160).

Disini kami akan sedikit membahas mengenai faktor yang dapat mempengaruhi

mengapa hasil pada setiap kelompok dapat berbeda dan mengapa pada kelompok kami bisa

didapatkan hasil positif pada semua titer yang kami gunakan (tes kuantitatif).

Mengapa tes kualitatif setiap kelompok bisa berbeda?

Ini bisa terkait dengan terjadinya positif palsu maupun negative palsu, beberapa hal

yang dapat menyebabkan hal tersebut adalah sebagai berikut :

Penyebab positif palsu Penyebab negative palsu

o Sebelumnya telah diimunisasi dengan o Tidak adekuatnya inoculum antigen

antigen salmonella bakteri

o Rekasi silang dengan salmonella non o Status sebagai karier

typhoidal o Kesulitan teknik maupun kesalahan

o Variablitas dan kurangnya standarisasi dalam melakukan test ini

dari preparat antigen o Penggunaan antibiotic sebelumnya

o Infeksi dengan malaria dan o Variabilitas sediaan antigen di pasaran

enterobacteriae

o Penyakit lain seperti dengue


Mengapa tes kuantitatif setiap kelompok bisa berbeda beda?

Terutama pada kelompok kami, didapatkan hasil positif pada semua reagen yang kami coba

hal ini bisa dipengaruhi oleh :

1. Takaran serum yang digunakan kurang tepat, karena pada awal percobaan beberapa

kali kami mengalami masalah dengan alat pipet ukur pada kelompok kami

2. Takaran reagen yang tidak sama banyak, pada saat penetesan reagen kemungkinan

reagen diteteskan terlalu banyak dan tidak merata

3. Waktu melihat reaksi aglutinasi yang terlalu lama, dari awal meneteskan reagen ke

serum, mencampur sampai homogeny, dan menggoyangkan seharusnya dilakukan

dengan cepat dan dihitung 3-5 menit langsung, namun kelompok kami baru mulai

waktu pada saat menggoyangkannya saja

4. Pencahayaan yang kurang sehingga mengganggu dalam melakukan interpretasi, di

meja kelompok kami tidak terdapat lampu tambahan untuk melihat hasil sehingga

akhirnya kami berinisiatif menggunakan lampu pada telepon genggam kami masing-

masing

5. Kemampuan praktisi dalam melakukan interpretasi yang kurang, karena kami baru

pertama kali melakukan percobaan dan belum mempunyai banyak pengalaman kami

masih agak ragu terhadap interpretasi hasil tersebut

6. Proses pencampuran yang tidak sampai homogen, karena dibutuhkan waktu yang

cukup cepat kemungkinan saat pencampuran antara reagen dan serum tidak tercampur

homogen

7. Cara penggunaan tusuk gigi yang salah dalam pencampuran (misalnya 1 sisi tusuk

gigi itu digunakan untuk semua sampel sehingga takaran serum dan reagennya tidak

tepat lagi)
BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

Salah satu penyakit endemis dan masih menjadi permsalahan kesehatan di Indonesia

adalah Demam Tifoid (DT). Penyakit akibat infeksi Salmonella typhi dan paratyphi ini bisa

terjadi pada siapa saja termasuk anak-anak karena penularannya melalui makanan dan

minuman yang telah tercemar bakteri ini. Sanitasi lingkungan dan pengolahan sampah yang

buruk juga menjadi faktor resikonya.

Pemeriksaan widal merupakan salah satu pemeriksaan penunjang untuk mendeteksi

demam tifoid. Tes widal dapat dilakukan secara konvensional (tube test) dan pemeriksaan

widal secara cepat (rapid test).

Hasil pemeriksaan yang kami lakukan menunjukkan bahwa setelah titer serum

(masing-masing terdiri atas 2,5 µl, 5 µl, 10 µl, 20 µl) di tetesi dengan reagen Salmonella

typhii, terbentuk gumpalan pada semua titer serum karena tejadi reaksi antara antigen dengan

antibodi. Hal tersebut dapat dinyatakan sebagai hasil positif karena setelah ditetesi dengan

reagen terbentuk gumpalan atau aglutinasi dari reaksi tersebut, hal ini dapat berarti bahwa

serum tersebut terinfeksi oleh bakteri Salmonella typhii. Namun hasil yang sesungguhnya

dari laboratorium didapatkan hasil positif (antigen yang dapat dideteksi) hanya sampai titer

10 µl (1/160).
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA

Datin Menkes RI. 2015. InfoDatin: Situasi Kesehatan Anak Balita di Indonesia. Diperoleh

tanggal 23 Oktober 2015, dari

http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-anak-

balita.pdf.

Menteri Kesehatan RI. 2006. KMK RI Nomor 364 Tentang Pedoman Penendalian Demam

Tifoid. Diperoleh tanggal 23 Oktober 2015, dari

http://peraturan.bkpm.go.id/jdih/lampiran/KEPMENKES_364_2006.pdf.

Pegues, David A, dan Samuel I. Miller. 2013. Salmonelosis. Dalam: (eds) alih bahasa; Brahm

U. Pendit, dkk. (eds) Harrison: Gastroenteropatologi & Hepatologi. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai