Penjelasan Mengenai Suku Kajang
Penjelasan Mengenai Suku Kajang
Penjelasan Mengenai Suku Kajang
Kajang di Kabupaten
Bulukumba
0
Daerah kajang luar adalah daerah yang sudah bisa menerima peradaban
teknologi seperti listrik, berbeda halnya dengan kajang dalam yang tidak
dapat menerima peradaban, itulah sebabnya di daerah kajang dalam tidak
ada listrik bukan hanya itu apabila kita ingin masuk ke daerah kawasan
ammatoa (kajang dalam) kita tidak boleh memakai sandal hal ini dikarenakan
oleh sandal yang dibuat dari teknologi.
Bukan hanya itu bentuk rumah kajang dalam dan kajang luar sangat berbeda.
Di kajang luar dapur dan tempat buang airnya terletak di bagian belakang
rumah sama halnya dengan rumah-rumah pada umumnya, tidak seperti
dengan kajang dalam (kawasan ammatoa) yang menempatkan dapur dan
tempat buang airnya didepan.
Hal ini dikarenakan pada zaman perang prajurit kajang sering masuk kerumah
penduduk untuk mencari makan itulah sebabnya dapur dan tempat buang air
kecilnya ditempatkan didepan rumah bukan hanya itu agar prajurit juga tidak
melihat anak dari pemilik rumah karena prajurit beranggapan apapun yamg
berada di dalam rumah itu adalah miliknya.
Daerah Kajang juga terkenal dengan hukum adatnya yang sangat kental dan
masih berlaku hingga sekarang. Mereka menjauhkan diri dari segala sesuatu
yang berhubungan dengan hal-hal moderenisasi, kegiatan ekonomi dan
pemerintahan Kabupaten Bulukumba. Mungkin disebabkan oleh hubungan
masyarakat adat dengan lingkungan hutannya yang selalu bersandar pada
pandangan hidup adat yang merekayakini.
Hitam merupakan sebuah warna adat yang kental akan kesakralan dan bila
kita memasuki kawasan ammatoa pakaian kita harus berwarna hitam. Warna
hitam mempunyai makna bagi Mayarakat Ammatoa sebagai bentuk
persamaan dalam segala hal, termasuk kesamaan dalam kesederhanaan.
tidak ada warna hitam yang lebih baik antara yang satu dengan yang lainnya.
Semua hitam adalah sama.
Rumah adat suku Kajang berbentuk rumah panggung, tak jauh beda
bentuknya dengan rumah adat suku Bugis-Makassar. Bedanya, setiap rumah
dibangun menghadap ke arah barat. Membangun rumah melawan arah
terbitnya matahari dipercayai mampu memberikan berkah.
Dalam hal perkawinan, masyarakat adat Kajang terikat oleh adat yang
mengharuskan menikah dengan sesama orang dalam kawasan adat. Jika
tidak maka mereka harus hidup di luar kawasan adat, pengecualian bagi
pasangan yang bersedia mengikuti segala aturan dan adat-istiadat yang
berlaku di dalam kawasan adat. Hal tabu lainnya adalah memasukkan
barang-barang buatan manusia yang tinggal di luar kawasan adat serta
pengaruh maupun bentuk-bentuk lainnya ke dalam kawasan adat (Adhan,
2005: 283)
Tanah adat Kajang dengan budayanya yang khas menjadi tempat wisata di
Kab.Bulukumba. Pusat kegiatan komunitas suku Kajang berada di Dusun
Benteng, yang ditandai dengan kehadiran rumah Ammatoa, sang pemimpin
adat yang selalu didatangi oleh para pengunjung untuk mempelajari tentang
suku kajang.
Dua buah alat musik Basing yang merupakan sebuah alat musik tiup dari
bambu menyerupai suling. Musik Basing ini biasa ditampilkan setelah upacara
pemakaman pada suku Kajang di Sulawesi Selatan. Dokumentasi ini dibuat
pada rangkaian kegiatan rekaman Program Seri Musik Indonesia Volume 18
“Sulawesi: Musik untuk Festival; Pemakaman dan Iringan Kerja” di Dusun
Janaya Desa Tana Toa Kec. Kajang Kab. Bulukumba Sulawesi Selatan
September 1996. Produksi ini menghasilkan audio dalam bentuk CD dan
kaset yang diterbitkan oleh Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia
bekerjasama dengan Simthsonian Institution.
1. Jika ada orang luar yang masuk ke dalam wilayah suku kajang, serta tidak
meminta izin lalu melakukan hal-hal yang tidak wajar maka akan di kenakan
doti pada orang tersebut. Doti semacam bacaan yang dapat menimbulkan
kematian.
2. Menurut mitos di sana, burung kajang adalah cikal bakal manusia yang
dikendarai oleh To Manurung sebagai Ammatoa maka dari itulah daerah
tersebut disebut dengan “SUKU KAJANG”
3. Larangan membuat rumah dengan bahan bakunya adalah batu bata.
Menurut pasang hal ini adalahpantang karena hanya orang mati yang berada
didalam liang lahat yang diapit oleh tanah. Rumah yang bahan bakunya dari
batu bata meskipun pemiliknya masih hidup namun secara prisip mereka
dianggap sudah tiada atau dalam bahasa kasarnya telah mati, karena sudah
dikelilingi oleh tanah.
Pada upacara adat makan siang di tepi sawah ini mempunyai syarat tertentu.
Nasi yang dipersiapkan harus dari beras hitam. Karena jenis beras inilah yang
pertama kali dapat ditanam oleh leluhur mereka. Upacara makan siang
dilanjutkan dengan meminum sejenis minuman keras khas Sulawesi Selatan
yang disebut “ballo”
Suku unik, alami, sederhana, alam yang masih asri, hutan yang masih terjaga,
dan lain-lain, menjadikan kajang adalah salah satu faforit wisata budaya.
Salah satunya yang membuat terhambatnya wisata kesana adalah, ketakukan
orang luar memasuki kajang. Karena mendengar orang kajang sendiri orang
akan takut akan “dotinya”, semacam sihir dan kekuatan ghaib yang bisa
mematikan. Selain itu, “tau kajang” sendiri agak tertutup dengan orang-orang
luar.
SARAN