178 401 1 PB

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 23

“PERAN GLOBALISASI DALAM PERGESERAN

PARADIGMA PEMERINTAHAN”

DISUSUN OLEH

ANGGIT DYATMIKO NASUTION (28.0083)

INSTITUSI PEMERINTAHAN DALAM NEGERI


FAKULTAS POLITIK PEMERINTAHAN
KAMPUS NUSA TENGGARA BARAT
TAHUN AJARAN 2018

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB 1. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................ 4
1.3.Tujuan .............................................................................................. 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 5
2.1 Pengertian dari Mewirausahakan Birokrasi ...................................... 5
2.2 Perlunya Kewirausahaan Birokrasi ................................................... 6
2.3 Mewirausahakan Birokrasi Pemerintah Daerah
di Era Good Local Governance ........................................................ 7
2.4 Bentuk-bentuk Transformasi dalam Kewirausahaan
Birokrasi ........................................................................................... 10
2.5 Peran Pemerintah dalam Era Globalisasi .......................................... 12
2.6 Globalisasi Menciptakan Paradigma Pemerintahan .......................... 16
BAB 3. PENUTUP .......................................................................................... 20
3.1. Kesimpulan ...................................................................................... 20
3.2. Saran ................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 21

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Paham yang beranggapan bahwa dunia ini seluas daun kelor agaknya
relevan dengan situasi saat ini yaitu globalisasi. Kita dapat berinteraksi dengan
siapa pun di dunia ini tanpa benturan ruang dan waktu. Hal ini sebagai akibat
dari berkembangnya teknologi terutama Teknologi Informasi/Information
Technology (IT). Hal ini sejalan dengan pemikiran Tapscott (1996, dikutip dalam
Everard, 2000, h. 3 dalam Setiono 2004, 222): “Today we are witnessing the
early turbulent days of revolution as significant as any other in human history. A
new medium of human communications is emerging, one that may proove to
surpass all previous revolutions-the printing press, the telephone, the TV, the
computer-in its many impact in our economic and social relationships has
occurred only handfull of times before in this planet...”

Perkembangan teknologi informasi boleh dikatakan sebagai faktor


penentu suksesnya industrialisasi, perdagangan, dan penciptaan efisiensi
perusahaan-perusahaan transnasional. Hal inilah yang sering menjadi influence
paradigma baru sektor publik seperti yang dikatakan Yuwono: Paradigma baru di
sektor publik disebabkan karena keberhasilan sektor privat/bisnis dalam
melakukan inisiatif dan kreativitas sehingga produktivitas, efisiensi, dan
efektivitasnya jauh lebih berkembang ketimbang sektor publik (Yuwono, 2001: 4).
Salah satu faktor kesuksesan sektor privat adalah penggunaan teknologi canggih
dalam sistem informasi manajemen yang sering kita sebut e-business.

Penyelenggaraan pemerintahan suatu negara tidak hanya terbatas


hubungannya dengan rakyatnya, akan tetapi juga menyangkut kiprahnyadi dunia
internasional. Dengan berlangsungnya “global village” ini gelombang pemikiran
tentang demokratisasi, hak asasi manusia, good government, good
governance, dan good corporate governance telah menjadi isu-isu yang patut
diperhatikan dan membutuhkan penanganan yang lebih baik. Jika dahulu
pemerintah terkenal dengan birokrasinya yang sangat boros, lamban, kaku, dan
tidak efisien, maka masyarakat saat ini membutuhkan sebuah kinerja pemerintah
yang cepat, murah, dan berorientasi pada proses agar dapat memberikan

1
dukungan yang signifikan dan kompetitif bagi para konsumernya (individu,
komunitas bisnis, masyarakat, dan stakeholders yang lain). (Indrajit, 2000: X).

Pada dasarnya tugas umum pemerintah adalah melayani masyarakat


yang di dalamnya berkaitan dengan pengumpulan, pengolahan, penyajian, dan
penyebaran data maupun informasi yang penting bagi masyarakat. Dalam
konteks ini, Teknologi Informasi (IT) akan sangat berperan didalamnya.
Penggunaan IT dalam penyelenggaraan pemerintah sering kita sebut e-
gov (electronic government).

Pergeseran paradigma pemerintahan dari paradigma government ke


governance, menggeser lokus dari yang serba pemerintah ke para pemangku
kepentingan (stakeholders) di dalam tata kelola pemerintahan. Konsekuensinya,
pemerintah bergeser peran lebih fokus ke fungsi fasilitator dan regulator daripada
sebagai provider dan pelaksana program dan kegiatan. Karena itu, pemerintahan
yang efektif salah satunya ditunjukkan oleh dikeluarkannya berbagai kebijakan
publik yang inovatif yang mampu mengakselerasi peran para stakeholder
lainnya, yakni sektor privat, para pelaku usaha dan civil society organizaton di
dalam pengelolaan urusan-urusan publik.

Pembuatan kebijakan (policy making) adalah proses yang pasti dijumpai


dalam setiap sistem politik. Bahkan dapat dikatakan bahwa produk dari setiap
sistem bahwa proses kebijakan publik adalah serangkaian intelektual yang
dilakukan dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas politis tersebut
mulai dari (1) penyusunan agenda, (2) formulasi kebijakan, (3) adopsi kebijakan,
(4) bisa ditempuh tatkala adanya problem sosial masyarakat yang diangkat
menjadi isu strategis kebijakan.

Secara teoritis, kebijakan publik lahir akibat adanya suatu problem yang
terjadi dalam kehidupan masyarakat. Namun tidak semua problem dapat menjadi
sebuah kebijakan. “Sebuah problem harus didefinisikan, distrukturisasi,
diletakkan dalam batas-batas tertentu dan diberi nama. Bagaimana proses ini
terjadi merupakan hal krusial bagi penanganan suatu problem tertentu melalui
kebijakan. Kata dan konsep yang digunakan untuk mendeskripsikan,
menganalisis, atau menggolong-golongkan suatu problem akan membingkai dan

2
membentuk realitas yang akan kita hadapi untuk “dipecahkan,” realitas tempat di
mana suatu kebijakan akan kita terapkan. ....Nilai, kepercayaan, kepentingan,
dan akan mempengaruhi bagaimana kebijakan akan diputuskan di tempat
kebijakan diimplementasikan.

Pengambilan keputusan terhadap alternatif-alternatif pemecahan


masalah merupakan unsur yang menyebabkan sebuah kebijakan ditetapkan.
Alternatif- alternatif tersebut diusulkan oleh para aktor berdasarkan motif tertentu
yang diperjuangkan dalam perumusan kebijakan publik. “Karena pembuatan
kebijakan melibatkan berbagai aktor, dan karena setiap aktor mengusulkan
kebijakan yang berusaha memenuhi atau memuaskan kepentingannya, maka
kebijakan yang pada akhirnya dibuat adalah satu di antara semua usulan
kebijakan dari para aktor tersebut. Pemilihan satu di antara berbagai usulan atau
alternative kebijakan ini merupakan suatu keharusan, jika pada kenyataannya
selalu demikian-input yang berupa dukungan serta sumberdaya yang
tersediakan oleh sistem tidak mampu memenuhi semua usulan atau tuntutan
kebijakan semua aktor.

Keterlibatan beberapa aktor dalam perumusan kebijakan sangat


mempengaruhi pertimbangan terhadap alternatif-alternatif kebijakan yang
muncul. Untuk mengajukan alternatif, masing-masing aktor tentunya memiliki
pertimbangan-pertimbangan tersendiri. “Anderson menegaskan bahwa pemilihan
rancangan kebijakan (policy choices) dipengaruhi oleh hal-hal berikut yaitu nilai-
nilai, keterikatan partai (policy party affiliatian), kepentingan para pemilih, itu,
adalah wajar bila seorang aktor pembuat kebijakan akan berjuang agar alternatif
yang dikemukakannya bisa diputuskan dan ditetapkan menjadi sebuah kebijakan
dalam perumusan kebijakan publik.

Maka dari itu perlu diketahui peran globalisasi dalam pergeseran


paradigma pemerintahan di Indonesia melalui makalah ini.

3
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dibahas pada makalah ini adalah
sebagai berikut :

1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan mewirausahakan birokrasi?


1.2.2 Mengapa kita membutuhkan kewirausahakan birokrasi?
1.2.3 Bagaimana Mewirausahakan Birokrasi Pemerintah Daerah Di Era
Good Local Governance?
1.2.4 Bagaimana bentuk-bentuk transformasi kewirausahaan dalam
birokrasi?
1.2.5 Bagaimana peran pemerintah dalam Era Globalisasi?
1.2.6 Bagaimana globalisasi dapat menciptakan paradigma dalam
pemerintahan?

1.3 Tujuan

Selain untuk memenuhi tugas kuliah, tujuan penulisan makalah ini antara
lain sebagai berikut :
1.3.1 Untuk mengetahui serta memahami maksud dari mewirausahakan
birokrasi.
1.3.2 Untuk memahami alasan kita membutuhkan kewirausahaan
dalam birokrasi.
1.3.3 Untuk memahami dan mengetahui cara dalam mewirausahakan
birokrasi pemerintah daerah di Era Good Local Governance
1.3.4 Untuk memahami serta mempelajari bentuk-bentuk dari
transformasi kewirausahaan dalam birokrasi
1.3.5 Untuk mengetahui apa saja peran yang dilakukan pemerintah
dalam Era Globalisasi
1.3.6 Untuk mengetahui serta memahami paradigma pemerintahan
dalam Era Globalisas

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dari Mewirausahakan Birokrasi

Kata Kewirausahaan (Entrepreneurship) seringkali dipahami secara keliru,


karena seolah-olah HANYA berkaitan dengan dunia bisnis, ekonomi, dan lain-
lain. Padahal yang diperlukan dari kewirausahaan adalah MENTAL (mindset-
attitude-habits-character) berikut:

1. Disiplin dan menghargai waktu


2. Memiliki kesadaran diri yang tinggi
3. Memiliki kepercayaan diri tinggi
4. Memiliki motivasi diri tinggi
5. Memiliki keinginan mengambil risiko yang diperhitungkan (calculated
risks)
6. Berani gagal
7. Memiliki keinginan bekerja keras dan cerdas
8. Memiliki keinginan untuk mendengar orang lain

Mewirausahakan birokrasi adalah bukan bagaimana birokrasi tersebut


melakukan wirausaha untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya,
namun mewirausahakan birokrasi disini berarti mengubah system, atau
pengaturan birokrasi yang kaku, kulturis, dan irasional.

Di era otonomi daerah ini menurut saya konsep mewirausahakan


birokrasi sangatlah baik untuk diterapkan karena dengan adanya otonomi
membuat setiap daerah berupaya untuk mengatur birokrasi agar dapat berjalan
secara akuntabilitas, responsive, inovatif dan professional serta entrepreneur.
entrepreneur disini berarti pemerintah daerah mempunyai semangat
kewirausahaan dimana birokrasi diusahakan lebih inovatif dalam memberikan
pelayanan public agar dapast menjawab perkembangan masyarakat di era
globalisasi.

5
Mewirausahakan birokrasi sangatlah tepat diterapkan pada pendekatan
New Public Manajemen (NPM) dimana orientasi birokrasi yang lebih demokratis
dan fleksibel tergantung pada perkembangan masyarakat, adanya tingkat rasio
yang tinggi, dan masyarakat mempunyai posisi tawar yang tinggi dalam
menerima pelayanan publik.

Konteks kemunculan mewirausahakan birokrasi berawal dari :

1. Organ pemerintah yang gemuk dan lamban, sehingga cenderung bersifat


spending daripada mendatangkan profit dalam wilayah fiskal.
2. Pelayanan publik yang tidak efektif dan lambat, sehingga melahirkan
ketidakpercayaan masyarakat pada kapasitas pemerintah dalam
menyelrnggarakan pelayanan publik.

Mewirausahakan birokrasi menurut William Hudnut menyatakan bahwa :

Pemerintahan wirausaha bersedia meninggalkan program lama. Ia bersifat


inovatif, imajinatif dan kreatif, serta berani mengambil resiko.
Menurut Osborne dan Gaebler, mewirausahakan birokrasi berarti
mentransformasikan semangat wirausaha ke dalam sektor publik. Di era otonomi
daerah, dimana pemerintah di daerah dituntut untuk bisa mandiri, usaha tersebut
dapat diterapkan agar produktivitas dan efisiensi kerja Pemda bisa dioptimalkan.
Oleh karena itu, pemahaman atas cara-cara mewirausahakan birokrasi
Pemerintahan Daerah harus dikuasai oleh aparat birokrasi, terlebih-lebih oleh
Bupati/ Walikota termasuk pimpinan pada tiap-tiap instansi / dinas.

2.2 Perlunya Kewirausahaan Birokrasi

Dalam artikel dari Victor Nee ( 2005) berjudul The New Institutionalisms in
Economics and Sociology. P. 49-74. In the Handbook of Economic Sociology
(Neil J. Smelser and Richard Swedberg, Editors). 2nd Edition. Princeton
University Press, Princeton. 736 pages, (lihat bagan terlampir).

6
Terungkap bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi dari suatu negara
dapat bersumber dari birokrasi pemerintahan yang kompeten, bersih—tidak
korupsi, memiliki norma dan sasaran jangka panjang yang terukur, dan hal-hal
lain yang apabila diurutkan akan memiliki reaksi berantai sebagai berikut:

1. Mulai dari birokrasi pemerintahan (aparatur, administrasi, dll).


2. Menerapkan sistem rekrutmen berdasarkan meritokrasi (bebas KKN—
Korupsi, Kolusi, Nepotisme), memiliki jenjang karier yang dapat
diprediksi, dan penghargaan (renumerasi) jangka panjang.
3. Menetapkan norma dan sasaran bersama serta menurunkan ketertarikan
untuk korupsi dari individu-individu birokrat.
4. Meningkatkan keberhasilan kompetensi birokrat sehingga terjadi
peningkatan kemampuan organisasi pemerintah untuk mencapai sasaran
jangka panjang yang terukur.
5. Mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
6. Semoga dalam kontestasi pilkada dan pilpres akan terpilih bupati/wakil
bupati, walikota/wakil walikota, gubernur/wakil gubernur, presiden/wakil
presiden yang memperhatikan kewirausahaan birokrasi ini sehingga
memberikan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi di berbagai wilayah
di Indonesia.

2.3 Mewirausahakan Birokrasi Pemerintah Daerah Di Era Good


Local Governance

Mewirausahakan Birokrasi Pemerintah Daerah Di Era Good


Local Governance pertama kali disampaikan oleh David Osborne dan Ted
Gaebler dalam buku mereka yang berjudul Reinventing Government: How the
enterpreneurial spirit is transforming the public sektor. Buku tersebut ditulis
sebagai saran untuk membantu pencarian solusi di pemerintah Amerika Serikat
pada tahun 1993 yang menanggung beban berat sebagai akibat ditanganinya
seluruh kegiatan atau kebutuhan negara oleh pemerintah federal. Meskipun
disambut dengan sikap skeptis, lambat namun pasti, apa yang disampaikan
Osborne dan Gaebler dalam buku tersebut ternyata membawa angin segar bagi

7
pemerintah federal dalam menyikapi permasalahan yang sedang dihadapi pada
saat itu.
Apa yang terjadi pada pemerintahan Amerika Serikat pada saat itu
sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kondisi Indonesia saat ini yang sedang
mengawali era GLG dimana sebagian wewenang pemerintah pusat
didelegasikan pada pemerintahan di daerah. Di GLG, pejabat negara (di daerah)
harus kreatif, mandiri dan inovatif dalam melaksanakan tugas-tugas
kepemerintahannya karena inti dari otonomi daerah ialah keleluasaan dan
kebebasan lebih luas untuk menggali dan mengolah aset-aset alamiahnya.
Mereka akan lebih banyak bekerjasama langsung dan lebih luas dengan swasta.
Hal inilah yang menjadi cakupan dalam Reinventing Government yang sering
disebut juga dengan Mewirausahakan Birokrasi.
Permasalahan yang sering muncul dalam memahami reinventing government
adalah adanya anggapan bahwa dengan adanya konsep mewirausahakan
birokrasi tersebut berarti kantor dinas/ instansi di Pemerintahan Daerah (pemda)
dituntut untuk “berbisnis” agar dapat memberi nilai tambah untuk PAD. Padahal,
maksud yang sebenarnya adalah memberdayakan institusional. Bukan
menciptakan “pengusaha” dalam lingkungan birokrasi pemerintahan.

Berkaitan dengan hal tersebut, Osborne dan Gaebler mengemukakan


sepuluh prinsip untuk mebentuk birokrasi-wirausaha, yaitu:
1. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan harus lebih menjadi pengarah
daripada menjadi pelaksana. Misalnya adalah bekerjasama dengan pihak
swasta dalam melakukan pemungutan pajak, akan tetapi penentuan
Wajib Pajak dan besarnya pungutan pajak tetap dilakukan oleh
pemerintah.
2. Pemerintah sebagai milik masyarakat harus lebih memberdayakan
masyarakat ketimbang terus-menerus melayani masyarakat. Salah satu
upayanya adalah dengan menghimbau masyarakat agar mampu
mengurus keamanan lingkungannya sendiri.
3. Pemerintah sebagai institusi yang berada di alam kompetisi haruslah
menyuntikkan semangat persaingan ke dalam tubuh aparat dan
organisasi pelayanannya. Misalnya dengan memberikan peluang bagi

8
swasta dalam menangani urusan-urusan yang dimonopoli pemerintah,
seperti air minum, listrik, dan telepon.
4. Unit-unit pemerintahan sebagai lembaga yang bertugas mewujudkan misi
harus lebih diberi kebebasan dalam berkreasi dan berinovasi. Untuk itu,
petunjuk pelaksanaan yang kaku dan mengikat harus dihindarkan, baik
mengenai keuangan, kepegawaian, maupun pelayanan kepada
masyarakat.
5. Pemerintah harus lebih mementingkan hasil yang akan dicapai daripada
terlalu memfokuskan pada faktor masukan (input). Misalnya, pemberian
bantuan untuk suatu sekolah haruslah lebih didasarkan kepada kinerja
dan produktivitasnya daripada jumlah muridnya.
6. Pemerintah sebagai pelayan masyarakat harus lebih mementingkan
terpenuhinya kepuasan pelanggan, bukannya memenuhi apa yang
menjadi kemauan birokrasi itu sendiri. Untuk itu, cara-cara baru dalam
memikat pelanggan harus dilakukan.
7. Pemerintah sebagai suatu badan usaha harus pandai mencari uang dan
tidak hanya bisa membelanjakannya. Oleh karena itu, cara-cara mencari
sumber penghasilan yang baru dan menggalakkan investasi harus selalu
menjadi pemikiran para manajer pemerintahan.
8. Pemerintah sebagai lembaga yang memiliki daya antisipatif harus mampu
mencegah daripada hanya menanggulangi masalah. Misalnya soal
kebakaran, dengan memakai prinsip ini, bukan mobil pemadam
kebakaran yang dibeli terus tetapi supervisi/ pengawasan terhadap
bangunan yang harus ditingkatkan.
9. Pemerintah harus menggeser pola kerja hierarki yang dianut ke model
kerja partisipasi dan kerja sama. Misalnya, rantai organisasi yang panjang
dan ‘gemuk’ harus dikurangi, struktur organisasi yang tebal harus
ditipiskan, dan gugus kendali mutu harus dikembangkan.
10. Pemerintah sebagai pihak yang berorientasi pada pasar harus berusaha
mengatrol perubahan lewat penguasaannya terhadap mekanisme pasar.
Misalnya, dalam menangani sampah yang berasal dari botol minuman,
daripada membiayai usaha daur ulang yang mahal, lebih baik pemerintah
mensyaratkan pengusaha minuman untuk membayar setiap pembeli
yang mengembalikan botolnya.

9
Berdasarkan kesepuluh cara tersebut, tidak dapat dihindari bahwa upaya
mewirausahakan birokrasi akan berdampak pada perubahan-perubahan
(reformasi) dalam instansi Pemda. Perubahan yang dilakukan adalah dalam
rangka melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap mekanisme birokrasi-
wirausaha di setiap lapisan birokrasi. Perubahan tersebut dapat berupa
debirokratisasi, deregulasi, rekonstruksi pemerintahan daerah, reposisi instansi-
instansi, bahkan rasionalisasi pegawai. Dalam perkembangannya, upaya-upaya
penyesuaian tersebut harus dapat menjamin terciptanya produktivitas dan
efisiensi kerja Pemda yang maksimal.

2.4 Bentuk-Bentuk Transformasi Kewirausahaan dalam Birokrasi

Transformasi kewirausahaan kedalam birokrasi dapat dilakukan dengan


landasan makro dan mikro, dan keduanya harus dijalankan secara bersama-
sama serta berkesinambungan.

a. Landasan Makro
Adapun landasan makro yang dimaksud adalah merubah regulasi
kepegawaian, pola pikir, budaya, dan nilai-nilai kerja para PNS agar mereka
bertransformasi menjadi PNS sebagai pelayan masyarakat yang produktif dan
kompetitif. Selain itu, harus dipastikan keberlangsungan berjalannya sistem yang
baik, sehingga terjadi perubahan positif menuju perbaikan kualitas pelayanan
publik secara terus-menerus. Dalam tataran praktek, upaya peningkatan kualitas
pelayanan publik dapat dilakukan melalui pengembangan model-model
pelayanan publik seperti model contracting out dan franchising.
Adapun dalam model contracting out, pemerintah memegang peran
sebagai pengatur, sedangkan pelayanan publik dilaksanakan oleh swasta
melalui suatu proses lelang. Untuk model franchising, pemerintah menunjuk
pihak swasta untuk dapat menyediakan pelayanan publik tertentu yang diikuti
dengan price regularity untuk mengatur harga maksimum.

10
b. Landasan Mikro

Adapun landasan mikro yang dimaksud adalah:

 Penetapan standar pelayanan. Didalamnya tercakup pengembangan


Standard Operating Procedures (SOP), pelanjutan (penyempurnaan)
Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang telah dilaksanakan oleh
Depdagri.
 Pelaksanaan survei pelayanan publik. Untuk survei ini, maka dia dapat
dilakukan oleh Kementrian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.
 Pembuatan indeks pelayanan publik. Untuk indeks ini dapat berasal dari
penerapan SPM di bidang lingkungan hidup, kesehatan, sosial, dan
pemerintahan (kabupaten/kota), penyusunan anggaran Pemda, dan bidang
pendidikan.
 Pengembangan sistem manajemen pengaduan.
 Dari sisi mikro, pengaduan masyarakat merupakan satu sumber informasi
bagi upaya-upaya pihak penyelenggara pelayanan publik (PNS) untuk
secara konsisten menjaga pelayanan yang dihasilkannya agar sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, perlu didisain suatu sistem
pengelolaan pengaduan yang secara cepat, efektif dan efisien dalam
mengolah berbagai pengaduan masyarakat, sehingga pengaduan
masyarakat tersebut menjadi bahan masukan bagi perbaikan kualitas
pelayanan publik ke depan.

Dengan menggunakan model contracting out dan franchising perusahaan


yang memegang pelayanan publik akan berusaha untuk tetap memberikan
pelayanan yang baik karena sewaktu-waktu mereka dapat digantikan oleh
perusahaan lain apabila mereka tidak memberikan pelayanan yang baik
terhadap publik.

11
2.5 Peran Pemerintah Dalam Era Globalisasi

Globalisasi sudah memasuki semua aspek kehidupan berbangsa dan


bernegara, seperti yang dijelaskan oleh Guido Bertucci dan Adriana
Alberti yaitu:

“Dapat dipastikan, globalisasi adalah fenomena yang rumit, dan


luas yang meliputi berbagai aspek kegiatan di bidang ekonomi, sosial dan
budaya. Memiliki karakter multidimensi dan memiliki definisi yang unik. Untuk
tujuan yang sederhana, dapat digambarkan sebagai peningkatan dan
mengalirnya secara intensif antara negara barang, jasa, modal, ide, informasi
dan manusia, yang memproduksi tanpa pembatasan bagi integrasi di bidang
ekonomi, sosial budaya dan berbagai kegiatan”.(Globalization and the Role of
the State : Challenges and Perspectives).

Negara dan Pemerintah di Indonesia telah mencoba menjalankan


perannya yang sangat penting, dengan membuat berbagai kebijakan dalam
menghadapi globalisasi ini, namun pada tahap proses implementasinya
menemukan banyak kendala dan hambatan, disamping karena pemerintah juga
tidak begitu sungguh –sungguh atau terkesan setengah hati didalam
menjalankan kebijakannya, disamping sumber daya manusia birokrasi yang
menjalankan kebijakan tersebut masih belum memiliki kompetensi dan
professional didalam bidangnya, dimana seharusnya pemerintah dalam
menghadapi era globalisasi ini harus betul-betul meningkatkan kemampuan SDM
nya dalam bidang teknologi komunikasi dan informasi, juga bidang-bidang
lainnya untuk dapat menguasai persaingan yang ketat, dan memahami
kekuatan-kekuatan yang dimiliki, karena salah satu dampak globalisasi adalah
meningkatnya saling ketergantungan diantara bangsa-bangsa di seluruh dunia.

12
Guido Bertucci dan Adriana Alberti dalam tulisannya menyebutkan ada
empat kekuatan utama yang mengendalikan di belakang meningkatnya saling
ketergantungan :

1. Perdagangan dan Liberalisasi investasi,


2. Inovasi teknologi dan pengurangan biaya komunikasi,
3. Kewirausahaan, dan
4. Jaringan sosial global”.

Meskipun banyak yang percaya dan mengatakan bahwa inovasi teknologi


dan kewirausahaan adalah kekuatan utama di belakang globalisasi ini, tetapi
faktor itu saja tidak cukup untuk dapat menjelaskan bagaimana proses integrasi
ekonomi ditingkatkan.`

Pemerintah harus memainkan perannya dalam meningkatkan saling


ketergantungan dan mengintegrasikan ekonomi secara khusus
melalui penyebaran dan memperluas kegiatan serta merumuskan kebijakan-
kebijakan dan peraturan-peraturan yang berorientasi pasar, sehingga bangsa
dan masyarakat dapat bertahan dalam persaingan didalam globalisasi ekonomi.
Apa yang harus dilakukan oleh pemerintah dan kemampuan apa yang harus
dimiliki untuk menghadapi tantangan dan pengaruh globalisasi, adalah
pemerintah harus mendefinisi ulang perannya dalam pembuatan kebijakan-
kebijakannya antara lain:

1. Meningkatkan kapasitas pemerintahan dan kepastian hukum;


2. Reformasi sistem peradilan;
3. pembangunan (kerangka) ekonomi
4. Mewujudkan sistem lingkungan persaingan ekonomi
5. Stabilitas harga dan fiskal
6. Membangun sistem perpajakan yang adil
7. Ketenagakerjaan dan pasar modal
8. Regulasi privatisasi
9. Kemitraan usaha kecil dan menengah
10. Mengembangkan teknologi informasi
11. Promosi teknologi dan pengembangan infrastruktur.

13
Perubahan Peran Negara.

Kondisi nyata yang terjadi di Indonesia pada saat ini akibat dampak
Globalisasi adalah terpuruknya perekonomian negara sejak krisis moneter pada
tahun 1997 sampai saat ini, tingkat pertumbuhan menurun dengan drastis,
pengangguran bertambah banyak, karena bertambahnya karyawan yang
mengalami PHK akibat banyaknya perusahaan baik nasional maupun regional
yang tidak mampu lagi bersaing dengan perusahaan asing akibat lemahnya daya
saing secara nasional, kemampuan daya beli masyarakat juga menurun, jumlah
penduduk miskin bertambah setiap tahunnya, anak-anak putus sekolah dan yang
tidak dapat melanjutkan sekolah juga bertambah, masalah kebutuhan dasar dan
kebutuhan pokok menjadi sulit didapatkan, sektor perbankkan juga mengalami
kesulitan dengan likuiditas , adanya ketidakstabilan tingkat suku bunga, maka
untuk mengatasinya yaitu dengan cara berusaha meningkatkan daya saing
secara nasional didalam menghadapi gelombang globalisasi ekonomi melalui
perubahan dan pergantian peran pemerintah yang selama ini belum mengadopsi
dan berinovasi dengan situasi dunia, sejalan dengan apa yang disampaikan oleh
Dennis A. Rondinelli ( Promoting National Competitiveness in a Globalization
Economy : The State Changing Roles ) :

“Globalisasi ini, selama lebih dari dua dekade, telah mengubah "aturan
permainan" bangsa-bangsa dalam persaingan perdagangan internasional dan
investasi. Peran negara sebagai pusat perencana dan kontrol dari perekonomian
nasional, sebagai dasar penyedia barang dan jasa, dan sebagai mesin
pertumbuhan ekonomi, yang sebagian besar telah discredited sebagai fungsi
efektif karena pemerintah ingin meningkatkan daya saing nasional dalam
ekonomi global”.

Dengan pernyataan ahli tersebut maka pemerintah atau negara harus


meningkatkan kemampuannya dalam berkompetisi dalam merebut pasar dan
mampu menciptakan keunggulan global melalui kekuatan intern dan sumberdaya
yang dimilikinya untuk lebih dioptimalkan .

14
Rondinelli juga menyatakan tentang peran negara antara lain :

“Pemerintah di negara-negara yang ingin berpartisipasi secara efektif


dalam persaingan ekonomi global harus semakin memperhatikan peran
barunya sebagai katalis untuk pengembangan pasar, produktivitas dan efisiensi,
regulator serta memastikan bahwa pasar tetap terbuka dan adil, promoters
ekspansi usaha sektor swasta, dan pergerakan manusia dan modal sebagai
sumber daya pembangunan. Mereka harus menggunakan sumber daya mereka
untuk menyediakan layanan dan infrastruktur serta kegiatan produktif yang
kompetitif secara nasional dan internasional”.

Untuk dapat mengatasi situasi persaingan global maka pemerintah tidak


bisa bekerja sendiri, dalam hal ini pemerintah harus melibatkan semua
komponen dan kekuatan yang ada, yaitu masyarakat baik individu ataupun
kelompok dan berbagai sektor yang dapat memberikan kontribusi kepada
peningkatan daya saingnya, kondisi ini sesuai dengan pernyataan Rondinelli
antara lain :

“Dalam ekonomi global, pemerintah harus bekerja sama dengan sektor


swasta, organisasi masyarakat madani, lembaga keuangan internasional, dan
kelompok-kelompok masyarakat untuk mengembangkan lembaga-lembaga yang
mendukung dan mempertahankan sistem pasar melalui semua perusahaan yang
terlibat dalam ukuran regional dan global”.

Meskipun pemerintah di banyak negara berkembang ,perannya sedang


mengalami transisi tranformasi dibidang ekonomi, tidak semua negara harus
meninggalkan tradisi dan ciri serta kemampuan daerahnya dan fungsi-
fungsi yang dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing.

Maka untuk menghadapi era globalisasi ini, pemerintah harus dapat


melakukan perannya sebagai katalisator juga sebagai dinamisator, pemerintah
harus membuat suatu kebijakan didalam memperkuat system ekonomi yang
mampu bertahan dan mampu menghadapi persaingan yang ketat didalam
merebut pangsa pasar global, dalam hal ini yaitu kebijakan yang berpihak
kepada usaha-usaha rakyat sepert

15
Contohnya yaitu Melalui:

1. Peningkatan Usaha Kecil dan Menengah;


2. Mengurangi biaya ekonomi tinggi/ perilaku noncompetitive;
3. sistem perizinan;
4. Mengurangi hambatan usaha kecil;
5. Menetapkan satu kerangka hukum untuk transaksi dan penyelesaian
perselisihan komersial;
6. Memaksakanhukum;
7. Melindungi bisnis dan properti intelektual;
8. Reformasi struktur perpajakan dan pemihakan terhadap perusahaan
kecil;
9. Reformasikebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah;
10. Reformasi sistem ketenagakerjaan; Menyediakan infrastruktur untuk
usaha kecil.

Globalisasi yang bergerak ke arah interaksi yang lebih besar, integrasi dan
saling ketergantungan di antara masyarakat dan organisasi di seluruh wilayah
negara.

“The strongest manifestasi dari globalisasi yang telah meningkatkan interaksi


ekonomi di antara negara-negara dalam perdagangan dan investasi internasional
dan arus modal, orang, teknologi, dan informasi. Tetapi globalisasi juga tampak
jelas dalam meningkatkan tingkat politik internasional secara meluas dan
interaksi sosial dan budaya tukar yang terjadi selama seperempat abad” (
Rondinelli).

2.6 Globalisasi Menciptakan Paradigma Dalam Pemerintahan

Globalisasi merupakan sebuah fenomena dimana negara-negara di dunia


secara langsung maupun tidak langsung mengharapkan terjadinya sebuah
interaksi antara masyarakat yang jauh lebih efektif dan efisien dibandingkan
dengan saat- saat sebelumnya dalam Indrajit(2002:ix). Teknologi informasi dan
komunikasi (Information and Communication Technology/ICT)yang mendorong
percepatan globalisasi dalam memperoleh akses informasi, akses pelayanan,

16
dan juga akses kecepatan dan kemudahan dalam bertransaksi.Penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi saat ini sudah semakin meluas. Hal tersebut
merupakan dampak dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menghasilkan manfaat positif
bagi kehidupan manusia dan memberikan banyak kemudahan, seperti
kemudahan dalam berinteraksi dan memperoleh informasi.

Kesadaran akan pentingnya penggunaan teknologi informasi dan komunikasi


juga diterapkan dalam sistem pemerintahan. Karena pada dasarnya mayoritas
bentuk pelayanan pemerintah kepada masyarakat adalah hal-hal yang berkaitan
dengan pengumpulan, pengolahan, dan penyediaan berbagai data informasi,
pengetahuan, maupun kebijakan beserta penyebarannya ke seluruh anggota
masyarakat yang membutuhkan. Melalui pemanfaatan teknologi informasi pada
instansi pemerintahan, masyarakat menginginkan pemerintahan yang bersih,
transparan, efektif, efisien, dan akuntabel dalam penyelenggaraan pemerintahan
yang baik (good governance) dan peningkatan kualitas pelayanan publik.

Pergeseran paradigma pemerintahan dari paradigma government ke


governance, menggeser lokus dari yang serba pemerintah ke para pemangku
kepentingan (stakeholders) di dalam tata kelola pemerintahan. Konsekuensinya,
pemerintah bergeser peran lebih fokus ke fungsi fasilitator dan regulator daripada
sebagai provider dan pelaksana program dan kegiatan. Karena itu, pemerintahan
yang efektif salah satunya ditunjukkan oleh dikeluarkannya berbagai kebijakan
publik yang inovatif yang mampu mengakselerasi peran para stakeholder
lainnya, yakni sektor privat, para pelaku usaha dan civil society organizaton di
dalam pengelolaan urusan-urusan publik.

Penerapan teknologi informasi dan komunikasi pada sektor publik dalam


rangka peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat mutlak dibutuhkan.
Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Bresford dalam Kaiman
(2003:7) bahwa dalam globalisasi yang sudah bergulir, menuntut penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi tidak terkecuali pada birokrasi publik.

Seiring dengan perkembangan, fungsi pemerintahan ikut berkembang,


dahulu fungsi pemerintah hanya membuat dan mempertahankan hukum, akan

17
tetapi pemerintah tidak hanya melaksanakan undang-undang tetapi berfungsi
juga untuk merealisasikan kehendak negara dan menyelenggarakan kepentingan
umum (public service). Perubahan paradigma pemerintahan dari penguasa
menjadi pelayanan, pada dasarnya pemerintah berkeinginan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat.

Semakin dituntutnya pemerintah untuk melaksanakan tatanan


pemerintahannya dengan baik dan peningkatan kualitas pelayanan publik, hal
tersebut menjadi pendorong pelaksanaan penerapan electronic government (e-
gov) sebagai sistem yang memanfaatkan teknologi informasi pada instansi
pemerintahan. Pemanfaatan atau pengembangan e-government merupakan
upaya untuk mendukung kinerja pemerintah yang berbasis elektronika dalam
rangka penyelenggaraan dan peningkatan kualitas layanan kepada masyarakat
secara efektif dan efisien. Melalui pengembangan dan penerapan e-
governmentdilakukan penataan sistem manajemen dan proses kerja di
lingkungan instansi pemerintah khususnya instansi yang melaksanakan fungsi
pelayanan publik, dengan berjalannya e-government ini maka diharapkan
seluruh aktivitas organisasi pemerintah dapat dilaksanakan secara elektronik
sehingga mempermudah fungsi kebijakan dan pelayanan, dalam
pelaksanaannya konsep e-government ini merupakan tanggung jawab bersama,
artinya bukan hanya pemerintah saja tetapi juga peran serta masyarakat (share
goals).

Peran E-Government dalam Kebijakan Publik


Secara umum kebijakan publik merupakan: Apa yang dilakukan dan tidak
dilakukan oleh pemerintah. Atau secara operasional dapat diartikan segala
ketentuan-ketentuan pemerintah yang menyangkut kepentingan publik. Salah
satu faktor penentu keefektifan kebijakan publik adalah data/informasi yang valid.
Dalam suatu manajemen data/informasi menempati peran penting dalam rangka
mengetahui hal-hal/isu-isu strategis dalam suatu organisasi. Lebih khusus dalam
kebijakan publik yang meliputi formulasi, implementasi, dan evaluasi,
data/informasi mutlak diperlukan dalam tiap tahap tersebut.

18
Pentingnya data yang valid dalam proses formulasi, implementasi, dan
evaluasi akan sangat berpengaruh terhadap tercapainya tujuan organisasi.
Penggunaan IT dalam proses kebijakan adalah antara pemerintah
dengan stakeholders dapat saling mengakses informasi/data yang nantinya akan
digunakan dalam formulasi kebijakan publik. Misalnya suatu Pemda ingin
membuat RS/Puskesmas, tentu akan membutuhkan dana yang valid tentang
jumlah penduduk, tingkat kelahiran, rata-rata orang sakit yang menggunakan
jasa RS/Puskesmas tiap tahun, dan data penting lainnya.

Road to E-Government

Bagaimana sebenarnya model pemerintahan lama berevolusi menjadi


sebuah e-government? Ada sebuah teori yang cukup menarik untuk disimak dari
seorang praktisi pemerintahan di Kanada. Secara umum, evolusi terjadi melalui
empat tahapan besar, yaitu (Canada, GTIS):

1. Knowledge Society: Human capital, innovation, standard of living, investment


capital, trade, health, security;

2. Infrastructure: Network centric, speed to market, process less, electronic


service, electronic commerce enabled, secure, trusted, reliable and
interoperable;

3. Enabling Policy: Citizen engagement, connect ivy, inclusion of all


Canadians, horizontal infrastructure, learning organization;

4. E-Government: Client centric, accessible, affordable, cross jurisdictional,


transparent, renewable.

19
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari uraian diatas, nampak bahwa globalisasi merupakan pemicu e-


government disamping kemajuan teknologi informasi dan komunikasi serta
meningkatnya kualitas kehidupan manusia. Sementara e-government adalah
salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan good governance. Good governance
sendiri dalam pelaksanaannya memungkinkan adanya pemanfaatan terhadap
teknologi informasi dan komunikasi.

3.2 Saran

Adapun saran untuk pembahasan kali ini adalah diperlukannya beberapa hal
berikut :

- Melakukan inovasi-inovasi baru dari hari ke hari baik yang bersifat


tongible maupun intongible, karena adanya kesadaran bahwa satu-
satunya cara untuk dapat bertahan dan menang dalam era global adalah
dengan berusaha mengikuti setiap perkembangan yang terjadi.
- Kesadaran untuk terus mengupdate diri menghadapi globalisasi baik
dibidang pemerintahan maupun dibidang lain serta berpikiran luwes.
- Knowledge Society merupakan modal dasar dan titik awal dari
berkembangnya pola kehidupan masyarakat yang mengarah pada
keinginan untuk menerapkan konsep e-government.

20
DAFTAR PUSTAKA

Indrajit, Richardus Eko. 2002. Electronic Government. Yogyakarta: Andi

Pratama, Budi Arief. 2015. Implementasi E-Government Dalam Penyelenggaraan


Pemerintahan di Era Globalisasi. Semarang : Universitas Diponegoro

Winarno, Budi. 2004. Globalisasi Wujud Imperalisme Baru. Yogyakarta: Tajidu


Press.

21

Anda mungkin juga menyukai