Tafsir Al-Bayan - Hasbi Ash-Shiddieqiy

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

PENDAHULUAN

Penafsiran al-Qur’an di nusantara pada awal kemunculannya sangat kental dengan


nuansa kedaerahan seperti tafsir Turjuman al-Mustafid karya Syeikh Abdurrauf al-
Singkeli yang menggunakan bahasa Melayu. Kemudian mucul tafsir Faid al-Rahman
karya KH. Shaleh Darat, al-Ibriz karya Bisri Mustafa serta al-Iklil fi Ma’ani Tanzil karya
Misbah Mustafa yang menggunakan bahasa.
Sementara pada masa selanjutnya muncul tafsir-tafsir yang menggunakan bahasa
Indonesia sebagai piranti penafsiran seperti Hamka dengan tafsir al-Azhar, ataupun Hasbi
Ash-Shiddieqiy dengan al-Nur dan al-Bayan. Tafsir al-Bayan merupakan hasil karya
kedua yang dikarang oleh Prof. T.M Hasbi ash-Shiddieqy dalam bidang penafsiran al-
Qur’an sesudah karyanya yang pertama yaitu Tafsir An-Nur yang diterbitkan pada tahun
1956.
Makalah ini selanjutnya akan mendeskripsikan beberapa hal tentang Tafsir Al-
Bayan, menyangkut biografi penulis, karya-karyanya, karakteristik tafsirnya, serta aspek-
aspek keindonesiaan dalam tafsir tersebut.

1
PEMBAHASAN

A. Biografi Prof. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqiy

Beliau dilahirkan pada tanggal 10 Maret 1904 di Lhokseumawe, Aceh Utara.


Nama lengkap beliau adalah Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqiy. Ayahnya,
Teungku Qadhi Chik Maharaja Mangkubumi Husein ibn Muhammad Su’ud, adalah
seorang ulama terkenal di kampung halamannya dan mempunyai sebuah dayah
(pondok pesantren). Ibunya, Teungku Amrah binti Teungku Chik Maharaja
Mangkubumi Abdul Aziz, seorang putri Qadhi Kesultanan Aceh pada saat itu.1

Beliau dibesarkan dilingkungan keluarga pejabat, ulama, pendidik, dan


pejuang. Meskipun ayahnya seorang Qadhi Chik, masa kecilnya tidak berbeda
dengan masa masyarakat biasa. Didikan ayahnya inilah yang kemdian membentuk
karakter Hasbi menjadi seorang yang keras hati, disiplin, pekerja keras, serta berfikir
maju. Pada usianya yang ke-6, tepatnya pada tahun 1910 ibunya meninggal dunia.
Beliau diasuh bibinya, Tengku Syam, hingga bibinya meninggal dunia, tepatnya
1912. Sepeninggal bibinya, Hasbi memilih tinggal di rumah kakaknya ketimbang
tinggal bersama ayahnya yang telah menikah lagi, bahkan beliau sering tidur di
meunasah (langgar/musholah).2

Hasbi Ash-Shiddieqiy mulai mendapat pendidikan alawanya di pesantren


milik ayahnya sampai 1912. Pada tahun itu pula, Hasbi nyantri (belajar di pesantren)
di dayah Tengku Chik di Piyeung untuk belajar nahwu dan sharaf. Setahun belajar
disana, beliau melanjutkan ke dayah Tengku Chik di Bluk Bayu. Lalu setahun
kemudian pindah ke dayah Tengku Chik di Blang Kabu Geudong. Kemudian belajar
di dayah Tengku Chik di Blang Manyak Samakurok selama satu tahun. Pada tahun
1916, Hasbi melanjutkan studinya di dayah Tengku Chik di Tanjung Barat, khusus
mempelajari ilmu fiqh. Lalu belajar di dayah Tengku Chik di Kruengkale selama

1
https://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Hasbi. Lihat juga Nourouzzaman Shiddiqi, Fiqh
Indonesia: Penggagas dan Gagasannya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hlm. 3.
2
Nourouzzaman Shiddiqi, Fiqh Indonesia: Penggagas dan Gagasannya, hlm. 7-8.

2
dua tahun untuk mempelajari hadis dan fiqh. Pada tahun 1920, Hasbi mendapatkan
syahada bahwa ilmunya telah cukup untuk mendirikan pesantren sendiri.3

Suatu ketika, Hasbi bertemu dengan Syeikh Muhammad ibn Salim al-Kalili,
seorang tokoh pembaharu pemikiran Islam Indonesia. Melalui Syeikh al-Kalili,
beliau mendapat kesempatan membaca kitab-kitab yang ditulis oleh tokoh-tokoh
pembaharu pemikiran Islam. Beliau juga berkesempatan mebaca majalah-majalah
yang menyuarakan suara-suara pembaharu yang diterbitkan di Singapura, Pulau
Pinang, dan Padang. Beliau juga mendiskusikan konsep dan tujuan pembaharuan
pemikiran Islam bersama Syeikh al-Kalili. Selanjutnya, Syeikh al-Kalili
mengajurkan Hasbi untuk melanjutkan studinya di perguruan al-Irsyad. Pada tahun
1926, Hasbi Ash-Shiddieqiy berangkat ke Surabaya untuk melanjutkan
pendidikannya di perguruan al-Irsyad, sebuah organisasi keagamaan yang didirikan
oleh Syekh Ahmad al-Surkati. Disini, beliau menekuni bahasa Arab selama satu
tahun setengah.4

B. Karya-karya Prof. Hasbi Ash-Shiddieqiy

Beliau adalah seorang ulama yang produktif dalam menuangkan ide


pemikirannya ke dalam sebuah tulisan. Karya-karya beliau mencakup berbagai
disiplin ilmu keislaman. Hasbi menghasilkan tulisan lebih dari seratus judul buku
dan ratusan artikel.5 Sementara disebutkan bahwa ada 37 (142 jilid) judul buku yang
beliau tulis dalam berbagai bidang keilmuan, dalam bidang fiqih ada 36 judul, dalam
bidang tafsir 8 judul, dalam bidang hadis 6 judul, dan tauhid 5 judul, sebelihnya
tema-tema yang bersifat umum. Karya beliau yang paling fenomenal adalah Tafsir
an-Nur, sebuah tafsir 30 juz yang ditulis dalam bahasa Indonesia.6

Berikut ini beberapa karya Hasbi Ash-Shiddieqiy dalam bentuk buku,


diantara lain:

3
Nourouzzaman Shiddiqi, Fiqh Indonesia: Penggagas dan Gagasannya, hlm. 13.
4
Nourouzzaman Shiddiqi, Fiqh Indonesia: Penggagas dan Gagasannya, hlm. 15-16.
5
Lihat Nourouzzaman Shiddiqi, Fiqh Indonesia: Penggagas dan Gagasannya, hlm. 16.
6
Saiful Amin, “Studi Perbandingan Tafsir al-Nur dan Tafsir al-Bayan Karya Hasbi Ash-
Shiddieqy” (Yogyakarta: Skirpsi Ushuluddin dan Pemikiran Islam, 2004), hlm. 22-26. Lihat juga
https://id.wikipedi.org/wiki/Muhammad_Hasbi

3
1. Tafsir dan Ilmu al-Qur’an
a. Beberapa Rangkaian Ayat
b. Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an
c. Tafsir al-Qur’an al-Majid al-Nur
d. Tafsir al-Bayan
e. Mukjizat al-Qur’an
f. Ilmu-ilmu al-Qur’an: Media Pokok Dalam Menafsirkan al-Qur’an

2. Hadis
a. Beberapa Rangkuman Hadis
b. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis
c. 2002 Mutiara Hadis
d. Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis
e. Problematika Hadis sebagai Dasar Pembinaan Hukum Islam
f. Koleksi Hadis-hadis Hukum
g. Rijalul Hadis
h. Sejarah Perkembangan Hadis

3. Fiqih
a. Syari’at Islam Menjawab Tantangan Zaman
b. Peradilan dan Hukum Acara Islam
c. Zakat Sebagai Salah Satu Unsur Pembinaan Masyarakat Sejahtera
d. Asas-asas Hukum Tatanegara Menurut Syari’at Islam
e. Perbedaan Matha Tidak Mengharuskan Kita Berlainan Pada Memulai Puasa
f. Ushul Fiqh: Sekitar Ijtihad bi al-Ra’yi dan Jalan-jalannya
g. Beberapa Problematika Hukum Islam
h. Pidana Mati Dalam Syari’at Islam
i. Sebab-sebab Perbedaan Faham Para Ulama Dalam Menetapkan Hukum Islam
j. Fakta-fakta Keagungan Syari’at Islam
k. Ruang Lingkup Ijtihad Para Ulama Dalam Membina Hukum Islam
l. Dinamika dan Elastisitas Hukum Islam

4
C. Latar Belakang Penulisan Tafsir al-Bayan

Kitab Tasir al-Bayan,7 merupakan kitab tafsir kedua yang ditulis oleh Hasbi
setelah menulis kitab tafsir pertamanya, tafsir al-Nur.8 Sebagiaman disebutkan di
dalam muqadimahnya:

“Dengan inayah Allah Taala dan taufiq-Nya, setelah saya selesai


dari menyusun Tafsir An-Nur yang menterjemahkan ayat dan
menafsirkannya, tertarik pula hati saya kepada menyusun al-
Bayan”9
Latarbelakang penulisan tafsir al-Bayan adalah untuk menyempurnakan
sistem penerjemahan yang terdapat dalam tafsir al-Nur. Disamping itu, beliau
menilai terjemahan al-Qur’an yang beredar di masyarakat perlu ditinjau ulang untuk
disempurnakan. Hasbi Ash-Shiddieqiy berkata:

“Maka setelah saya memerhatikan perkembangan terjemahan al-


Qur’an akhir-akhir ini, serta meneliti secara tekun terjemahan-
terjemahan itu, nyatalah bahawa banyak terjemahan kalimat yang
perlu ditinjau dan disempurnakan. Oleh karananya, dengan
memohon taufiq daripada Allah Taala, saya menyusun sebuah
terjemah yang lain dari yang sudah-sudah”10

D. Karakteristik Tafsir al-Bayan

Howard M. Ferespiel menggolongkan Tafsir al-Bayan karya Prof. Hasbi Ash-


Shiddieqiy dalam kategori tafsir generasi ketiga. Tafsir generasi ini bertujuan untuk
memahami kandungan al-Qur’an secara komprehensif. Tafsir generasi ketiga
menekankan ajaran-ajaran al-Qur’an dan konteksnya dalam bidang keislaman. Ciri
khusus tafsir pada generasi ini adalah memiliki indeks, ringkasan, dan daftar istilah-
istilah penting.11

7
Dalam mukadimahnya ditulis pada tahun 1966 dan diterbitkan pada tahun 1974.
8
Ditulis pada tahun 1952 dan diterbitkan pada tahun 1956. Lihat Saiful Amin, “Studi
Perbandingan Tafsir al-Nur dan Tafsir al-Bayan Karya Hasbi Ash-Shiddieqy” (Yogyakarta: Skripsi
Fakultas Usshuluddin dan Pemikiran Islam, 2004), hlm. 30.
9
Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Bayan Jilid I (Bandung: al-Ma’arif, 1974), hlm. i.
10
Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Bayan Jilid I, hlm. i.
11
Howard M. Federspiel, Kajian al-Qur’an d Di Indonesia terj. Tajul Arifin (Bandung: Mizan,
1996), hlm. 137.

5
1. Prof. Hasbi Ash-Shiddieqiy memulai tafsir ini dengan menyajikan varian materi-
materi yang terkait dengan al-Qur’an. Hal yang mungkin tidak ditemukan dalam
kitab tafsir lainnya. Berikut materi-materi tersebut:
a. Catatan tentang teknik penerjemahan
b. Jazirah Arab sebelum kelahiran Nabi Muhammad saw
c. Muhammad Rasullah
d. Al-Qur’an al-Majid, mencakup: nama-nama, definisi, makki dan madani.
e. Hikmah diturunkannya al-Qur’an secara berangsur-angsur
f. Hukum-hukum dalam al-Qur’an
g. Kemukjizatan al-Qur’an
h. Sejarah turunnya al-Qur’an
i. Sejarah pengumpulan al-Qur’an
j. Penafsiran al-Qur’an: metode dan upaya-upaya masa lampau
k. Penerjemahan al-Qur’an
l. Nasakh dalam al-Qur’an
m. Ketentuan-ketentuan membaca dan mendengarkan al-Qur’an
n. Qira’ah
o. Kamus tentang istilah-istilah yang digunakan dalam al-Qur’an.

2. Penekanan aspek kebahasaan

Tafsir al-Bayan ini sangat kental sekali akan nuansa kebahasaan. Prof.
Hasbi Ash-Shiddieqiy menekankan akan pentingnya menterjemahkan makna
lafadz dan menterjemahkan kalimat-kalimat, baik di awal ayat, dipertengahan,
maupun di akhir ayat. Serta menterjemahkan kalimat-kalimat yang mempunyai
dua terjemahan.12 Contohnya QS. Al-Baqarah ayat 6-8:

  


 
  
   
   

12
Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Bayan Jilid I, hlm. 1.

6
   
  
   
   
 
 
   
Sesungguhnya orang-orang kafir sama saja terhadap mereka, apakah sudah
kamu berikan peringatan ataukah belum; mereka tidak beriman. Karena Allah
menancapkan (menutup mati) kalbu (akal) mereka; dan atas penglihatan mereka
ada tutup. Dan bagi mereka siksa yang besar (berat). Dan – ada – diantara
manusia orang yang berkata: kami mengimani hari akhir, padahal mereka itu
sekali bukan orang-orang yang beriman.

Beberapa lafadz dalam ayat di atas dijelaksan oleh dalam catatan kaki:13

- Kufur, menurut pengertian syara’ ialah tidak beriman kepada


Allah, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari kemudian dan
apa saja yang Rasul sampaikan yang tak dapat diketahui dengan
mempergunakan akal biasa. Orang yang tidak beriman kepada
yang wajib diimani sesudah sampai seruan kepadanya dinamai
kafir.
- Qalbu pada asalnya bermakna jantung (hati). Di dalam banyak
ayat al-Qur’an dimaknakan akal dan ma’rifat.
- Hari akhir ialah dari saat bangkit dari kubur hingga isi surga
dan neraka masuk ke tempatnya masing-masing atau hingga
masa yang tidak berkesudahan lagi.

Contoh dari kalimat-kalimat yang mempunyai dua terjemahan, QS. Adh-


Dhuha ayat 10:
   

Adapun penanya, maka janganlah engkau menghardiknya.

Pada footnote dijelaskan:

Dapat juga diartikan ayat ini dengan “Dan janganlah engkau


menghardik orang-orang yang meminta sesuatu kepada engkau”.

13
Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Bayan Jilid I, hlm. 189-190.

7
Makna yang kami terangkan ini lebih tepat. Baca ayat 21, 25, surat 70:
al-Ma’arij.14

Nampaknya terjemah dan tafsir al-Bayan karya Prof. Hasbi Ash-


Shiddieqiy ini sangat mudah difahami. Penjelasannya tidak terlalu panjang dan
juga tidak terlalu ringkas. Ditambah lagi dengan adanya footnote membuat
pembaca dari kalangan awam dapat memahaminya dengan mudah.

3. Penggunaan catatan kaki

Catatan kaki digunakan Prof. Hasbi Ash-Shiddieqiy dalam rangka untuk


menjelaskan kata atau kalimat tertentu untuk memperjelas kembali makna teks
agar lebih memperjelas maksudnya, sebagaimana dicontohkan pada sub bab
sebelumnya. Serta untuk merujuk ayat lain yang memiliki keterkaitan atau untuk
membandingkannya. Contohnya QS. Al-‘Araf ayat 32:

    


  
 
   
  
 
   
 
  
Katakanlah olehmu (kepada orang-orang musyrik) siapakah yang
mengharamkan perhiasan yang Allah telah keluarkan untuk hamba-hamba-Nya
dan segala rizki yang baik-baik? Katakanlah olehmu: Dia itu (diciptakan) untuk
orang-orang yang beriman (dan orang-orang kafir) di dunia. Sedangkan pada
hari kiamat hanya bagi mereka yang beriman saja. Demikianlah Kami jelaskan
ayat-ayat Kami bagi kaum yang mengetahui.

Dalam catatan kaki dijelaskan:


Ayat ini membolehkan kita memakai yang baik, memakan yang
sedap, lezat serta menolak faham mengutamakan makanan-
makanan rendah dan pakaian-pakian rendah. Bahkan ayat ini
membolehkan kita memakai kain sutera. Golongan yang tidak

14
Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Bayan Jilid IV, hlm. 1645-1648.

8
membolehkannya menghususkan ayat ini dengan hadis ahad.
Ayat ini mengumpulkan segala yang mubah.15
4. Meringkas ungkapan-ungkapan pokok dalam al-Qur’an
Misalnya surat an-Nisa memuat:
a. Kesetaraan manusia.
b. Keharusan wali anak yatim memelihara harta anak yatim dengan sebaik-
baiknya.
c. Keharusan berlaku adil kepada para istri dan tentang batasan jumlah istri
yang diperbolehkan.
d. Keharusan membayar mahar.
e. Masa penyerahan harta anak yatim kepada mereka.
f. Hak harta waris bagi anak yatim dan para wanita.
g. Perincian harta waris.
h. Hukuman bagi pezina.
i. Taubat yang diterima Allah.
j. Tidak hahal menjadikan istri sebagai harta waris.
k. Wanita yang halal dan haram dinikahi.

E. Sumber Penafsiran

Sumber penafsiran yang digunakan Prof. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqiy dalam


tafsir al-Bayan banyak merujuk kepada ayat lain (yufasiru ba’dhahu ba’dhan)
misalnya ketika menafsirkan makna QS. Qaf ayat 15 “Maka apakah Kami telah
lemah dalam penciptaan yang pertama sehingga Kami tidak sanggup
mengulanginya? Sebenarnya mereka dalam keragu-raguan terhadap penciptaan
yang kedua” Hasbi Ash-Shiddieqiy menafsirkan makna “penciptaan pertama”
dengan merujuk kepada surat al-Akhqaf ayat 33 yang dimaknai dengan penciptaan
langit dan bumi.16

Penggunaan hadis-hadis Nabi yang shahih, misalnya ketika meanfsirkan surat


asy-Syura ayat 23 “Yang demikian itu adalah yang Allah mengembirakan hamba-

15
Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Bayan Jilid II, hlm. 522-523.
16
Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Bayan Jilid IV, hlm. 1371.

9
hamba-Nya yang beriman dan yang mengerjakan amal-amal shalih. Katakanlah
olehmu ‘Aku tidak akan memintakan upah kepadamu terhadap seruanku ini,
melainkan kamu mengasihani akan daku, karena mengingat kerabatan kita.” dengan
merujuk kepada Shahih Bukhari nomor 1643, serta merujuk pada kitab Minhaj al-
Sunnah karya Ibnu Taimiyah.17

Merujuk kepada pandagan-pandagan para ulama baik ulama klasik (tafsir bi


al-ma’shur dan tafsir bi al-ra’yi) maupun ulama modern. Seperti Ibnu Katsir, al-
Razi,18 al-Qasimi,19 Zamakhsyari,20 Abu Hnifah21, Muhammad Abduh, dan lain
sebagainya.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan kitab tafsir, paling tidak ada tiga model sistematika
penulisan. Pertama, sistematika mushafi, yaitu model yang berpedoman pada
susunan ayat atau surat dalam mushaf. Kedua¸ sistematika nuzuli atau zamani, yaitu
berasarkan kronologi turunnya ayat atau surat. Ketiga, sistematika maudhu’i,
berdasarkan tema-tema tertentu.22

Sistematika penulisan yang digunakan oleh Prof. Hasbi Ash-Shiddieqiy


dalam menyusun tafsir al-Bayan adalah sistematika model mushafi. Beliau menulis
kitab tafsir al-Bayan di mulai dari surat al-Fatihah hingga surat al-Nas yang termuat
dalam empat jilid.

Dalam menafsirkan ayat al-Qur’an, Prof. Hasbi Ash-Shiddieqiy memulai


dengan menjelaskan makki dan madani (tempat turunnya ayat) serta jumlah ayat.
Kemudian menjelaskan berbagai hal yang berhubungan dengan surat tersebut, baik
latar belakang penamaan surat, pokok utama kandungan surat, serta hubungan

17
Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Bayan Jilid IV, hlm. 1285-1286.
18
Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Bayan Jilid IV, hlm. 1474.
19
Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Bayan Jilid IV, hlm. 1445.
20
Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Bayan Jilid IV, hlm. 1299.
21
Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Bayan Jilid IV, hlm. 1476.
22
Amin al-Khulli, Manhaj fi al-Nahwi wa al-Balagha wa al-Tafsir wa al-Adab (Mesir: Darul
Ma’rifah, 1961), hlm. 300-306.

10
dengan surat sebelumnya.23 Lalu menuliskan beberapa ayat yang akan ditafsirkan,
dengan memberikan tema kecil dalam menafsirkan beberapa ayat, misalnya tema
“Keharusan mengembalikan segala rupa pertengkaran kepada ketetapan Allah dan
hikmat al-Qur’an diturunkan”.24 Kemudian penjelasan makna ayat diletakkan pada
catatan kaki.

G. Metodologi Penafsiran

Ada beberapa metode yang digunakan ulama dalam menafsirkan al-Qur’an:25

1. Metode Tahlili (Analisis)


Metode ini berusaha menafsirkan ayat al-Qur’an dengan memaparkan
segala aspek yang terkandung dalam ayat al-Qur’an serta menerangkan
makna yang tercakup di dalamnya dengan mengikuti tertib susunan mushaf.
2. Metode Ijmali (Global)
Metode yang menafsirkan ayat al-Qur’an dengan cara mengemukakan
makna global. Penafsiran ini tidak menjelaskan secara rinci, tetapi ringkas
dan umum sehingga seakan-akan kita membaca al-Qur’an padahal yang
dibaca adalah tafsirnya.
3. Metode Muqaran (Komparatif)
Tafsir yang menggunakan pendekatan perbandingan antara ayat-ayat
al-Qur’an yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksinya atau redaksi
yang berbeda padahal isi kandungannya sama.
4. Metode Maudhui (Tematik)
Metode tafsir yang membahas ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki
kesamaan tema, lalu menganalisis ayat-ayat tersebut.

Mencermati bagaimana Prof. Hasbi Ash-Shiddieqiy menafsirkan al-Qur’an,


dapat disimpulkan bahwa dalam menafsirkan ayat al-Qur’an, metode yang digunakan
adalah metode ijmali (global), dimana beliau menjelaskan makna ayat al-Qur’an
dengan menggunakan makna global.

23
Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Bayan Jilid I, hlm. 185-186.
24
Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Bayan Jilid IV, hlm. 1279.
25
Ahmad Izza, Metodologi Ilmu Tafsir (Bandung: Tafakur, 2011), hlm. 103-116.

11
H. Aspek Keindonesiaan

Hal pertama yang menunjukkan bahwa kitab tafsir al-Bayan ini yang
mengedepankan aspek keindonesian adalah penggunaan bahasa indonesia. Hal ini
berbeda dengan tafsir Faid al-Rahman karya KH. Shaleh Darat, ataupun al-Ibriz
karya Bisri Mustafa serta al-Iklil fi Ma’ani Tanzil karya Misbah Mustafa dimana
ketiga mufassir tersebut menggunakan huruf Pegon26 dalam menafsirkan al-Qur’an
yang menunjukkan aspek lokalitas. Berangkat dari kedua corak ini, maka dapat
disimpulkan bahwa penggunaan bahasa dalam menafsirkan al-Qur’an di Indonesia
dapat dibagi dalam dua kategori. Pertama, corak kedaerahan, yaitu penggunaan
bahasa daerah dalam menafsirkan al-Qur’an. Kedua, corak keindonesiaan, yakni
penggunaan bahasa indonesia dalam menafsirkan al-Qur’an.

26
Huruf Pegon adalah huruf Arab yang dimodifikasi untuk menuliskan bahasa Jawa juga Bahasa
Sunda. Lihat https://id.wikipedia.org/wiki/Pegon

12

Anda mungkin juga menyukai