SWK Kota Bandung

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 9

3.

1 Kebijakan Ruang Terbuka Hijau


3.1.1 Kebijakan Struktur Ruang Kota Bandung
Berdasarkan RTRW Kota Bandung tahun 2011-2031 rencana struktur ruang disusun untuk
mewujudkan efisiensi pemanfaatan ruang, keserasian pengembangan ruang dan keefektifan
sistem pelayanan. Struktur ruang Kota Bandung terdiri dari unsur-unsur pusat-pusat pelayanan
kota secara berjenjang, pembagian wilayah kota, sebaran kegiatan fungsional, dan sistem
jaringan prasarana transportasi. Untuk mendukung struktur ruang yang direncanakan,
Rencana hirarki pusat pelayanan wilayah Kota Bandung dibagi menjadi 3 jenjang yaitu:
a. Pusat pelayanan kota (PPK) melayani seluruh wilayah kota dan/atau regional;
b. Subpusat pelayanan kota (SPK) yang melayani subwilayah kota (SWK); dan
c. pusat lingkungan (PL).
A. Pusat Pelayanan Kota
Untuk mendukung struktur ruang yang direncanakan, wilayah Kota Bandung dibagi menjadi
delapan Subwilayah Kota (SWK) yang dilayani oleh delapan Subpusat Pelayanan Kota (SPK) dan
dua Pusat Pelayanan Kota (PPK). Pusat pelayanan kota melayani 2 juta penduduk, sedangkan
subpusat pelayanan kota melayani sekitar 500.000 penduduk.
Tabel III.1
Distribusi Penduduk Per Subwilayah Kota (SWK) Di Kota Bandung
Jumlah
Penduduk Rencana Distribusi Penduduk 2031
No Wilayah
tahun
2009 2015 2020 2025 2031
1 Bojonagara 400.600 444.760 481.510 518.260 555.010
2 Cibeunying 436.934 472.106 501.416 530.726 560.036
3 Tegallega 560.958 647.592 719.787 791.982 864.177
4 Karees 418.222 454.918 485.498 516.078 546.658
5 Arcamanik 198.380 244.700 283.300 321.900 360.500
6 Ujungberung 198.676 255.178 302.263 349.348 396.433
7 Kordon 179.255 224.009 261.304 298.599 335.894
8 Gedebage 92.220 122.622 147.957 173.292 198.627
Jumlah 2.485.245 2.865.885 3.183.035 3.500.185 3.817.335
Sumber: RTRW Kota Bandung Tahun 2011-2031

B. Pembagian Subpusat Pelayanan Kota (SPK)


Adapun pembagian subpusat pelayanan kota (SPK) di Kota Bandung adalah sebagai berikut:

a. Subwilayah Kota Bojonagara dengan Subpusat Pelayanan Setrasari, meliputi


Kecamatan Sukasari, Sukajadi, Cicendo, Andir;
b. Subwilayah Kota Cibeunying dengan Subpusat Pelayanan Sadang Serang meliputi
Kecamatan Cidadap, Coblong, Bandung Wetan, Sumur Bandung, Cibeunying Kidul,
Cibeunying Kaler;
c. Subwilayah Kota Tegallega dengan Subpusat Pelayanan Kopo Kencana,meliputi
Kecamatan Bandung Kulon, Babakan Ciparay, Bojongloa Kaler, Bojongloa Kidul, Astana
Anyar;
d. Subwilayah Kota Karees dengan Subpusat Pelayanan Maleer, meliputi Kecamatan
Regol, Lengkong, Kiaracondong, Batununggal;
e. Subwilayah Kota Arcamanik dengan Subpusat Pelayanan Arcamanik, meliputi
Kecamatan Arcamanik, Mandalajati, Antapani;
f. Subwilayah Kota Ujungberung dengan Subpusat Pelayanan Ujungberung meliputi
Kecamatan Cibiru, Ujungberung, Cinambo, Panyileukan;
g. Subwilayah Kota Kordon dengan Subpusat Pelayanan Kordon, meliputi Kecamatan
Bandung Kidul, Buah batu; dan
h. Subwilayah Kota Gedebage dengan Subpusat Pelayanan Derwati, meliputi Kecamatan
Gedebage, Rancasari.
Subpusat pelayanan kota minimum memiliki fasilitas skala subwilayah kota yang
meliputi fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan, sosial, olahraga/rekreasi, pemerintahan,
perbelanjaan, dan transportasi. Idealnya, fasilitas tersebut berada pada satu lokasi tetapi bila
tidak memungkinkan paling sedikit fasilitas tersebut berada di dalam wilayah yang dilayaninya.
Fasilitas minimum skala subwilayah kota yang dimaksud antara lain:
a. pendidikan: perguruan tinggi dan perpustakaan;
b. kesehatan: rumah sakit kelas C;
c. peribadatan: masjid dan tempat ibadah lain;
d. bina sosial: gedung serba guna;
e. olahraga/rekreasi: stadion mini, gedung pertunjukan, taman kota;
f. pemerintahan: kantor kecamatan, kantor pelayanan umum, Koramil, Kantor
g. Urusan Agama (KUA)/Badan Penasehat Perkawinan Perselisihan dan
h. Perceraian (BP-4)/balai nikah, pos wilayah pemadam kebakaran, kantor pos,
i. telekomunikasi, dipo kebersihan dan gardu listrik;
j. perbelanjaan/ niaga: pusat perbelanjaan/pasar (eceran aglomerasi); dan
k. transportasi: terminal transit dan parkir umum.
Selain Itu beberapa Sub Wilayah Kota memiliki fungsinya masing-masing seperti
Bojonegara yang akan menjadi Aerobiopolis, Cibeunying (Travelapolis), Karees
(Karyapolis), Arcamanik (Sportipolis), Kordon (Ekshibisiopolis), Ujungberung
(Sundapolis), dan Gedebage (Teknopolis).

Perlu diketahui, dalam menumbuhkan ekonomi dan infrastruktur, Pemkot Bandung


mengembangkan dalam 8 Sub Wilayah Kota (SWK). Di antaranya, SWK Bojonegara
yang merupakan kawasan bandara dan industri strategis. SWK Cibeunying sebagai
wilayah bangunan heritage dan pusat kuliner. SWK Tegalega sebagai pengembang
industri kreatif.

Sedangkan SWK Karees sebagai pengembang kreatif terpadu dan juga


mengembangkan kampung kreatif. SWK Arcamanik berpotensi olahraga, SWK
Ujungberung pusat budaya dan kearifan lokal. SWK Jordon sebagai
penyelenggaraan event dan produk barang jasa dan SWK Gedebage potensi pusat
pemerintahan dan bisnis.

Analisis Bangkitan Perjalanan[


Model yang digunakana dalam analisis bangkitan perjalanan :

 Model regressi berganda


 Analisis kategori
Model regresi berganda
Adalah model yang banyak digunakan dengan memasukkan variabel ekonomi dalam regresi

Dimana:

 Yi adalah Bangkitan perjalanan zona i


 ao, a1, a2, .. an adalah parameter yang dikalibrasi
 X1, X2, .. Xn adalah variabel
Analisis kategori]
Disini tipe rumah tangga dikelompokkan kedalam beberapa kelompok, perjalanan yang
dibangkitkan tergantung kepada kelompok keluarga yang ada dalam kategori yang
bersangkutan.
l. Struktur dan Bentuk Kota
m. Posted on 11 Oktober 2011by nudwi

Suatu kota dengan segala aktivitas yang ada di dalamnya akan mengalami
perkembangan atau perubahan dari waktu ke waktu. Aktivitas sosial, ekonomi,
bahkan politik di suatu kota dapat mempengaruhi bentuk dan struktur kota yang ada
dan sudah lama terbentuk. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan tersebut pasti
membutuhkan lahan. Jika suatu kota dibangun tanpa perencanaan yang baik maka
penggunaan lahan tersebut secara langsung akan mengakibatkan bentuk dan
struktur kota yang baru, dan ini akan berpengaruh pula pada aspek–aspek lain di
dalam kota tersebut.

Pemahaman terhadap bentuk dan struktur kota dapat digunakan untuk


mengidentifikasi karakteristik suatu kota yang dapat membantu memperlancar
jalannya proses perencanaan kota dalam rangka mencari solusi permasalahan kota.
Dalam tulisan ini akan dipaparkan ringkasan literatur mengenai definisi, bentuk dan
struktur kota dengan harapan arti penting yang berkaitan dengan perencanaan kota
dapat mudah dipahami.
Definisi Kota
Definisi tentang kota dapat dilihat dari berbagai macam sudut pandang. Berikut
beberapa definisi kota seperti yang saya kutip dari buku “Perancangan Kota Secara
Terpadu” karya Markus Zahnd.
 Menurut Amos Rapoport, dari sudut pandang sosiologis sebuah kota adalah
suatu pemukiman yang relatif besar, padat dan permanen terdiri dari kelompok
individu-individu yang heterogen dari segi sosial.
 Dari segi demografis-geografis, kota adalah kelompok orang-orang dalam
jumlah tertentu, hidup dan bertempat tinggal bersama dalam suatu wilayah
geografis tertentu dan berpola hubungan rasional dan individualistis.
 Dari segi ekonomi, kota adalah pusat pertemuan lalu lintas perdagangan,
ekonomi, kegiatan industri serta tempat perputaran uang secara cepat dan dalam
volume banyak.
 Dari segi sosio-anthropologis, kota adalah hubungan antara manusia yang
tinggal di kota sangat heterogen dan keaneka ragaman social budaya yang mengarah
pada rasional, egois dan kurang intim.
 Dari segi arsitektur, sebuah pemukiman dapat dirumuskan sebagai sebuah kota
dari segi suatu fungsi khusus yaitu menyusun sebuah wilayah dan menciptakan
ruang-ruang efektif melalui pengorganisasian sebuah daerah pedalaman yang lebih
besar berdasarkan hierarki-hierarki tertentu. Artinya, ciri-ciri morfologi, bentuk dan
wujud perkotaan dapat sangat berbeda antara suatu wilayah terhadap wilayah
lainnya.
Berdasarkan kutipan dari Jorge E.Hardoy, Amos Rapoport merumuskan kota
dengan lebih spesifik melalui beberapa kriteria yaitu (Zahnd,Markus.1999:4):
 Ukuran dan jumlah penduduk yang besar terhadap massa dan tempat.
 Bersifat permanen.
 Kepadatan minimum terhadap massa dan tempat.
 Struktur dan tata ruang perkotaan ditunjukkan oleh jalur jalan dan ruang
perkotaan yang nyata.
 Tempat dimana masyarakat tinggal dan bekerja.
 Fungsi perkotaan minimum yang diperinci, meliputi: sebuah pasar, pusat
administratif atau pemerintahan, pusat militer, pusat keagamaan atau sebuah
pusat aktifitas intelektual bersama dengan kelembagaan yang sama.
 Heterogenitas dan pembedaan yang bersifat hirarkis pada masyarakat.
 Pusat ekonomi perkotaan yang menghubungkan sebuah daerah pertanian di
tepi kota dan memproses bahan mentah untuk pemasaran yang lebih luas.
 Pusat pelayanan bagi daerah-daerah lingkungan setempat.
 Pusat penyebaran, memiliki falsafah hidup perkotaan pada massa dan
tempatnya.

Bentuk Kota
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan kota adalah bentuk
dan pola kota. Pola suatu kota tersebut dapat menggambarkan arah
perkembangan dan bentuk fisik kota. Ekspresi keruangan morfologi kota secara
umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu bentuk kompak dan bentuk tidak kompak
(Yunus, 2000: 14).
1. Bentuk kompak mempunyai 7 macam bentuk, yaitu:
a. Bujur sangkar (the square cities)
Bujur sangkar menunjukkan sesuatu yang murni dan rasionil, merupakan bentuk
yang statis, netral dan tidak mempunyai arah tertentu. Bentuk bujur sangkar
merupakan bentuk kota yang bercirikan dengan pertumbuhan di sisi-sisi jalur
transportasi dan mempunyai kesempatan perluasan ke segala arah yang relatif
seimbang dan kendala fisikal relatif yang tidak begitu berarti. Hanya saja adanya
jalur transportasi pada sisi-sisi memungkinkan terjadinya percepatan
pertumbuhan area kota pada arah jalur yang bersangkutan.
b. Kipas (fan shaped cities)
Bentuknya sebagian lingkaran, arah ke luar kota mempunyai perkembangan yang
relatif seimbang.
c. Empat persegi panjang (the rectangular cities)
Merupakan bentuk kota yang pertumbuhannya memanjang sedikit lebih besar
daripada melebar, hal ini dimungkinkan karena adanya hambatan-hambatan
fisikal terhadap perkembangan area kota pada salah satu sisinya.
d. Pita (ribbon shaped cities)
Merupakan bentuk kota dengan peran jalur transportasi yang dominan,
terbentuk pola kota yang memanjang.
e. Bulat (rounded cities)
Merupakan bentuk kota yang paling ideal, karena jarak dari pusat kota keluar
kota hampir sama. Selain itu perkembangan pembangunan keluar kota terjadi
secara cepat.
f. Gurita/bintang (octopus shaped cities)
Merupakan bentuk kota yang jalur transportasinya mirip seperti ribbon shaped
city, hanya saja pada bentuk gurita jalur transportasi tidak hanya satu arah saja,
tetapi keberbagai arah keluar kota.
g. Tidak berpola (Unpattern cities)
Kota dengan pola demikian merupakan kota yang terbentuk pada suatu daerah
dengan kondisi geografis yang khusus, yaitu daerah dimana kota tersebut telah
menciptakan latar belakang khusus dengan kendala-kendala pertumbuhan
sendiri.
n. 2. Bentuk tidak kompak mempunyai empat macam bentuk, yaitu:
a. Berantai (chained cities). Merupakan bentuk kota terpecah tapi hanya
terjadi di sepanjang rute tertentu. Kota ini seolah-olah merupakan mata
rantai yang dihubungkan oleh rute transportasi, sehingga peran jalur
transportasi sangat dominan.
b. Terpecah (fragment cities). Merupakan bentuk kota dimana perluasan
areal kota tidak langsung menyatu dengan induk, tetapi cenderung
membentuk exclaves (umumnya berupa daerah permukiman yang berubah
dari sifat perdesaan menjadi sifat perkotaan).
c. Terbelah (split cities). Merupakan bentuk kota kompak namun terbelah
perairan yang lebar. Kota tersebut terdiri dari dua bagian yang terpisah yang
dihubungkan oleh jembatan-jembatan.
d. Satelit (stellar cities). Merupakan bentuk kota yang didukung oleh
majunya transportasi dan komunikasi yang akhirnya tercipta bentuk kota
megapolitan. Biasa terdapat pada kota-kota besar yang dikelilingi oleh kota-
kota satelit. Dalam hal ini terjadi gejala penggabungan antara kota besar
utama dengan kota-kota satelit di sekitarnya, sehingga kenampakan morfologi
kotanya mirip “telapak katak pohon”.
o. Pola Kota
Pola suatu kota sangat berpengaruh dalam perkembangan fisik kota. Terdapat
lima jenis pola kota antara lain:
1. Pola Kota Radio konsentris (Ring Radial). Bentuk kota ini memiliki pusat
di tengah kota dengan tujuan agar dapat melayani daerah sekitarnya dari
segala arah. Pola ini biasanya diterapkan pada kota-kota kerajaan.
2. Pola Kota Linier. Ciri-ciri dari pola ini antara lain: pusat tidak jelas,
tumbuh di sekitar jaringan jalan yang ada dan biasanya terdapat di kota-kota
pantai.
3. Pola Kota Grid (Rectalinier). Ciri-ciri dari penggunanan pola ini antara
lain: pusat kota biasanya terdapat disembarang tempat, tidak memiliki
jenjang, penggunaan tanah efisien dan optimal, banyak jalan dan
persimpangan.
4. Pola Satelit. Merupakan kota-kota kecil yang masih tergantung pada kota
induknya. Fungsi kota ini sebagai: kota tidur (dormitory city), kota kampus
dan kota hiburan (entertaint city)
5. Pola Kota Constalation. Kota ini merupakan kota-kota kecil yang tidak
memiliki kota induk. Bentuk kota ini ditentukan oleh struktur kota itu sendiri
ditentukan oleh elemen-elemen kota dan zoning.
p. Urban Sprawl
Perkembangan fisik kota yang tidak beraturan menyebabkan perubahan
bentuk kota. Secara garis besar terdapat tiga jenis proses perluasan areal
kekotaan atau urban sprawl. (Yunus, 2000: 125)
1. Perembetan konsentris, merupakan jenis perembetan areal kekotaan yang
paling lambat. Perembetan berjalan perlahan-lahan terbatas pada seluruh
bagian luar kenampakan fisik kota. Membentuk suatu kenampakan morfologi
kota yang relatif kompak sehingga peran transportasi terhadap perembetan
konsentris ini tidak begitu besar.
2. Perembetan memanjang, menunjukkan ketidakmerataan perembetan
areal kekotaan di seluruh bagian sisi-sisi luar dari pada daerah kota utama.
Perembetan paling cepat terlihat di sepanjang jalur transportasi yang ada,
khususnya yang bersifat menjari (radial) dari pusat kota.
3. Perembetan meloncat. Perkembangan lahan kekotaan terjadi berpencaran
secara sparadis dan tumbuh di tengah-tengah lahan pertanian sehingga
keadaan yang demikian sangat menyulitkan Pemerintah Kota untuk
membangun prasarana-prasarana fasilitas kebutuhan hidup sehari-hari.
Pembahasan karakteristik kota menurut Melville C. Branch ditinjau dari 3 aspek diantaranya
kota secara fisik, sosial dan ekonomi.
1. Aspek fisik
Kota ditinjau dari aspek fisik adalah kawasan terbangun atau built up area yang terletak saling
berdekatan/terkonsentrasi, yang meluas dari pusatnya hingga ke wilayah pinggiran, atau wilayah
geografis yang didominasi oleh struktur binaan. Dalam pengertian ini aspek fisik kota terdiri dari:
bangunan-bangunan dan kegiatan-kegiatan yang berada di permukaan tanah, atau dekat
dengan muka tanah; instalasi-instalasi di bawah permukaan tanah; dan kegiatan-kegiatan di
dalam ruangan kosong di angkasa.

Lanjut menurut sarjana ini, karakteristik fisik kota dipengaruhi oleh beberapa unsur-unsur antara
lain:

 Topografi tapak

Topografi tapak memiliki pengaruh terhadap unsur-unsur yang berada di dalam kota, pada
umumnya jaringan jalan primer menyebar keluar ke tempat arah angin melalui kemiringan-
kemiringan yang akan memberikan kenyamanan dan keamanan berkendaraan. Pembangunan
yang dilakukan di kawasan topografi tidak baik, memiliki konsekuensi tersendiri yakni biaya
besar untuk pembangunan yang dirancang secara khusus.

 Bangunan

Bangunan merupakan unsur kota yang beitu jelas dilihat, bangunan yang didirikan seharusnya
menghindari kondisi-kondisi fisik yang buruk untuk meminimalisir biaya konstruksi. Penempatan
bangunan akan menunjukkan pola sirkulasi setempat, atau bangunan diatur sesuai dengan pola
jalan. Dengan berkembangnya, bangunan-bangunan akan terhubung dengan utilitas umum yang
sudah ada atau jaringan tersebut dibangun.

 Struktur (bukan bangunan)

Struktur atau bangunan lain yang bukan berupa bangunan gedung, bangunan lain yang
dimaksud adalah jembatan, gorong-gorong, saluran irigasi dan pengendali banjir, jaringan utilitas
umum, gardu-gardu listrik, fasilitas pengolahan limbah, bak-bak penampung, pengilang minyak
dan berbagi instalasi lain yang tidak lazim disebut bangunan. Struktur-struktur yang bukan
bangunan memiliki peran penting terhadap sebuah kota seperti jalu-jalur transportasi dan jalur
utilitas karena keduanya merupakan pembentuk pola penggunaan lahan.

 Ruang terbuka

Ruang terbuka tidak hanya sekedar berupa taman, temapt bermain, dan tempat rekreasi yang
lain. Tetapi juga penggunaan lahan yang terbuka ke langit dengan beragam ukuran diantaranya
makam, landasan pesat terbang, dan lahan-lahan pertanian yang dipertimbangkan sebagai
runag terbuka perkotaan. Semakin ke pinggiran kota ruang terbuka akan semakin banyak
dibandingkan di pusat kota.

 Kepadatan perkotaan

Kepadatan perkotaan menunjukkan sebaran konsentrasi bangunan dan kegiatan produktif


hingga melebihi kemampuan jaringan transportasi yang ada hingga menimbulkan kemacetan
lalu lintas. Kepadatan perkotaan dilihat 3 kondisi antara lain presentase koefisien dasar
bangunan (KDB), ketinggian bangunan (TB) dan kuantitas ruang terbuka yang permanen di
seluruh areal kota.

 Iklim
Iklim akan berpengaruh pada fisik suatu kota, rata-rata curah hujan akan berhubungan dengan
penyediaan saluran drainase, rancangan jalan dan bangunan, jenis vigetasi perkotaan, dengan
keseimbangan antara kegiatan dalam dan luar ruang. Suhu udara di suatu kota juga
mempengaruhi berbagai unsur fisik kota, melalui kebutuhan akan pendinginan dan
penghangatan udara.

 Vegetasi

Unsur vegetasi menigkatkan daya tarik kota dan menjaga kebersihan udara, selain itu vegetasi
juga mengurangi terjadinya erosi tanah, bahaya tanah longsor, dan mengurangi kebisingan,
serta dapat berperan sebagai pematah angin. Vegetasi dapat memberikan kepuasan tersendiri
bagi manusia terhadap keinginannya untuk senantiasa berdekatan dengan alam. Keberadaan
vegetasi bisa terdapat di seluruh bagian kota mulai dari sepanjang jalan dalam kota, jalan bebas
hambatan yang utama, kanal-kana pengendali banjir, jalur kereta api dan ruang-ruang
pergerakan lainnya, di taman-taman kota, tempat-tempat bermain, kawasan rekreasi dan
pertanian, makam dan ruang terbuka lainnya.

 Kualitas estetika

Setiap individu dan kebudayaan sangatlah beragam tetapi sebagian orang menyetujui adanya
unsur tertentu fisik kota mendukung kualitas estetikanya.

2. Aspek sosial

Kota dipandang dari aspek sosial merupakan konsentrasi penduduk yang membnetuk suatu
komunitas yang pada awalnya bertujuan untuk meningkatkan produktivitas melalui konsentrasi
dan spesialisasi tenaga kerja serta meningkatkan diversitas intelektual, kebudayaan, dan
kegiatan rekreatif di kota-kota. Faktor yang mempengaruhi akan hal ini adalah a) besaran dan
komposisi penduduk dan b) keruangan. Dalam besaran dan komposisi penduduk harus
mempertimbangkan angka kelahiran, kematian, penduduk yang tinggal di kota, penduduk yang
berpindah ke kota dari pedesaan di sekitar kota atau daerah lain, atau imigran dari negara lain.
Sedangkan dari sisi keruangan adalah di sudut pusat kota baik pemerintahan atau komersial
biasanya terdapat bangunan apartemen yang tidak terawat yang merupakan tempat tinggal
sebagian besar penduduk berpenghasilan paling rendah.

3. Aspek ekonomi

Kota menurut aspek ekonomi adalah kota yang memiliki fungsi sebagai penghasil produksi
barang dan jasa, untuk mendukung kehidupan penduduknya dan keberlangsungan kota itu
sendiri. Ekonomi perkotaan dibagi menjadi tiga bagian diantaranya, ekonomi publik, ekonomi
swasta (privat) dan ekonomi khusus. Ekonomi publik meliputi pelaksanaan pemerintah kota
seperti terlihat pada anggaran pendapatan dan belanja departemen-departemen yang
melaksanakannya secara regular, distrik sekolah dan distrik khusus. Ekonomi swasta meliputi
berbagai macam kegiatan yang diselenggarakan oleh perusahaan swasta, mulai dari
perusahaan industry dan komersial yang besar hingga kegiatan usaha yang independen.
Sedangkan ekonomi khusus meliputi bermacam-macam organisasi nirlaba, sukarela, organisasi
yang bebas pajak, yang semuanya tidak diselenggarakan oleh pemerintah ataupun perusahaan
yang memiliki tujuan utama mencari keuntungan.

Ekonomi perkotaan yang sehat mampu menyediakan berbagai kebutuhan keperluan perkotaan,
terutama untuk menerima perkembangan baru yang disebabkan oleh kemajuan di bidang
teknologi dan perubahan keadaan.
DAFTAR PUSTAKA
Yunus, Hadi Sabari. 2000. Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Zahnd, Markus. 1999. Perancangan Kota Secara Terpadu. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius
https://taufikzk.wordpress.com/2016/01/31/karakteristik-kota/

Anda mungkin juga menyukai