MAKALAH Konsep Studi Al-Qur'an & Hadis

Unduh sebagai rtf, pdf, atau txt
Unduh sebagai rtf, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Quran dan hadits merupakan dua sumber ajaran Islam. Kedua
sumber tersebut berperan penting dalam menentukan tujuan hidup manusia
baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Artinya, kedua sumber tersebut
merupakan seperangkat pedoman dan petunjuk bagi manusia untuk
berkehidupan. Oleh karena itu, merupakan hal penting mengetahui betul
kedua sumber tersebut.
Sedangkan pendidikan Islam adalah usaha memanusiakan manusia
berdasarkan Al-Quran dan Hadits. Pendidikan Islam berasal dari dua kata
yakni pendidikan dan Islam. Dimana Islam tidak mungkin lepas dari
pembahasan seputar Al-Quran dan hadits. Oleh karena itu, agar tidak
bingung, pada makalah ini kita akan membahas seputar konsep studi Al-
Quran dan hadits perspektif pendidikan Islam. Lebih rincinya, di bawah ini
adalah rumusan masalahnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peta konsep Studi Al-Qur’an dan Al-Hadits perspektif
pendidikan Islam?
2. Apa urgensi Studi Al-Qur’an dan Al-Hadits perspektif pendidikan
Islam, wahyu, dan fiqih?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui peta konsep Studi Al-Qur’an dan Al-Hadist
perspektif pendidikan Islam.
2. Untuk mengetahui urgensi Studi Al-Qur’an dan Al-Hadits
perspektif pendidikan Islam, wahyu, dan fiqih.

1
3.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Peta Konsep Studi al-Qur’an dan al-Hadits Perspektif Pendidikan
Islam

1. Pengertian Pendidikan Islam


Kata “pendidikan” yang umum kita gunakan sekarang, dalam
bahasa arabnya adalah tarbiyah, dengan kata kerja rabba. Kata
pengajaran dalam bahasa arabnya adalah ta’lim dengan kata kerjanya
‘allama. Pendidikan dan pengajaran dalam bahasa arabnya tarbiyah wa
ta’lim sedangkan pendidikan Islam dalam bahasa arabnya adalah
tarbiyah Islamiyah. Kata kerja rabba (mendidik) sudah di gunakan pada

2
zaman Nabi Muhammad SAW.1 Pendidikan secara teoritis mengandung
pengertian memberi makan (opvoeding) kepada jiwa anak didik sehingga
mendapatkan kepuasan rohaniah, juga sering diartikan dengan
menumbuhkan kemampuan dasar manusia.2
Pendidikan Islam adalah pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran
Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar
nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati
dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam yang telah diyakini secara
menyeluruh, serta menjadikan ajaran Islam itu sebagai suatu pandangan
hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di
akhirat kelak. Dari pengertian tersebut kita bisa memahami bahwa
bimbingan dan pertolongan yang diberikan haruslah berdasarkan pada
hukum-hukum Islam, dengan kata lain yang bersumber dari Al-Qur’an
dan hadis. Sebagaimana Allah berfirman dalam surah Al-Isra’ ayat 36
yang berbunyi :

Artinya : “Dan Janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak


mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati itu akan diminta pertanggungjawabannya”.
Pendidikan Islam merupakan ilmu yang mempelajari kerangka dan
konsep, prinsip, fakta serta teori pendidikan yang bersumber dari ajaran
Islam yang mengarahkan kegiatan pembinaan pribadi anak dengan
sengaja dan sadar, dilakukan oleh seorang pendidik untuk membina
pribadi muslim yang bertaqwa. Dengan kata lain pendidikan Islam
berfungsi mengarahkan para pendidik dalam membina generasi penerus
yang mandiri, cerdas dan berkpribadian yang sempurna (sehat jasmani
dan rohaninya) serta bertanggungjawab dalam menjalani hidupnya

1 Zakiah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2000), hal. 25.

2 M.Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan
Interdisipliner, (Jakarta: Bumi aksara, 1991), hal. 32.

3
sebagai hamba Allah, makhluk individu, dan sosial menuju terbentuknya
kebudayaan Islam.
2. Pengertian Studi al-Qur’an dan Studi al-Hadits
a. Studi al-Qur’an (‘Ulumul Qur’an)
Secara istilah (terminologi), para ulama’ telah merumuskan
definisi ‘ulum al-Qur’an dengan redaksi yang berbeda-beda,
diantaranya :
1) Az-Zarqani merumuskan definisi ‘ulum al-Qur’an sebagai
berikut: beberapa pembahasan yang berhubungan dengan Al-
Qur’an dari segi turunnya, urut-urutannya, pengumpulannya,
penulisannya, bacaannya, penafsirannya, kemukjizatannya,
nasikh dan mansukh, penolakan terhadap hal-hal yang bisa
menimbulkan keraguan terhadapnya, dan sebagainya.3
2) Manna al-Qattan mendefinisikannya sebagai berikut: ilmu
yang membahas hal-hal yang berhubungan dengan al-Qur’an
dari segi pengetahuan tentang sebab-sebab turunnya,
pengumpulan dan urutan-urutannya, pengetahuan tentang makki
dan madani, nasikh dan mansukh, muhkam dan mutasyabih dan
hal-hal lain yang ada hubungannya dengan Al-Qur’an.4
Kedua definisi di atas pada dasarnya sama, keduanya
menunjukkan bahwa ‘ulum Al-Qur’an (studi al-Qur’an) adalah
kumpulan sejumlah pembahasan yang ada hubungannya dengan al-
Qur’an baik yang ada di sekitar al-Qur’an (ma fi al-Qur’an) maupun
yang ada di sekitar al-Qur’an.
b. Studi al-Hadits (‘Ulumul Hadits)
‘Ulum Hadis (‫ )علححوم حححديث‬adalah istilah ilmu hadits di dalam
tradisi ulama hadits. ‘Ulum al-hadist terdiri dari 2 kata, yaitu ‘ulum
dan Al-hadist. Kata ‘ulum dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak
dari ‘ilm, jadi berarti ilmu-ilmu, sedangkan al-hadist di kalangan

3 Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Studi Al-Qur’an. 15

4 Manna’ al-Qattan, Mabahith fi ‘Ulum al-Qur’an, 15-16

4
ulama hadits berarti segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW dari perbuatan, perkataan, taqrir, atau sifat.
Dengan demikian, gabungan kata ‘ulumul-hadist mengandung
pengertian “ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan hadits Nabi
Muhammad saw”.
Ilmu hadits adalah ilmu yang membahas kaidah-kaidah untuk
mengetahui kedudukan sanad dan matan, apakah diterima atau
ditolak. Menurut Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, ilmu
hadits, yakni ilmu yang berpautan dengan hadits, banyak ragam
macamnya. Menurut Izzudin Ibnu Jamaah, ilmu hadits adalah ilmu
tentang kaidah-kaidah dasar untuk mengetahui keadaan suatu sanad
atau matan (hadits)”.5
3. Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai Dasar-dasar Pendidikan
Islam
Dasar-dasar pendidikan Islam, secara umum dibagi kepada dasar
pokok, dasar tambahan dan dasar operasional. Dasar pokok Pendidikan
Islam adalah al-Quran dan al-Hadits, dasar tambahan berupa perkataan
dan perbuatan serta sikap para sahabat, ijtihad, mashlahah mursalah, dan
‘urf. Sedangkan dasar operasional meliputi dasar historis, sosial,
ekonomi, politik, psikologis, dan fisikologis.
a. Al-Qur`an
Al-Qur`an adalah kalam Allah SWT yang diturunkan kepada
Muhammad saw dalam bahasa Arab yang terang, guna menjelaskan
jalan hidup yang bermaslahat bagi umat manusia baik di dunia
maupun di akhirat. Terjemahan al-Qur`an kedalam bahasa lain dan
tafsirannya bukanlah al-Qur`an, dan karenanya bukan nash yang
qath`i dan sah dijadikan rujukan dalam menarik kesimpulan
ajarannya.6 Al-Qur`an menyatakan dirinya sebagai kitab petunjuk.
Allah swt menjelaskan hal ini didalam firman-Nya:

5 Syarah Manzhumah Al-Baiquniyah, www. wikipedia. com

6 Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung, Rosdakarya, 2010, hlm.43.

5
“Sesungguhnya al-Quran ini memberikan petunjuk kepada
(jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada
orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi
mereka ada pahala yang besar,” (Q.S. Al-Isra`: 9)
Petunjuk Al-Qur`an sebagaimana dikemukakan Mahmud
Syaltut dikelompokkan menjadi tiga pokok yang disebutnya sebagai
maksud-maksud Al-Qur`an, yaitu: pertama, petunjuk tentang aqidah
dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia dan tersimpul
dalam keimanan akan keesaan Tuhan serta kepercayaan akan
kepastian adanya hari pembalasan. Kedua, petunjuk mengenai
akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma-norma
keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam
kehidupan. Ketiga, petunjuk mengenai syariat dan hukum dengan
jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh
manusia dalam hubugannya dengan tuhan dan sesamanya.7
Pengelompokan tersebut dapat disederhanakan menjadi dua,
yaitu petunjuk tentang akidah dan petunjuk tentang syari`ah. Dalam
menyajikan maksud-maksud tersebut, al-Qur`an menggunakan
metode-metode sebagai berikut: (1) Mengajak manusia untuk
memperhatikan dan mengkaji segala ciptaan Allah, (2) Menceritakan
kisah umat terdahulu kepada orang-orang yang mengerjakan
kebaikan maupun yang mengadakan kerusakan, sehingga dari kisah
itu manusia dapat mengambil pelajaran tentang hukum sosial yang
diberlakukan Allah terhadap mereka, (3) Menghidupkan kepekaan
batin manusia yang mendorongnya untuk bertanya dan berfikir
tentang awal dan materi kejadiannya, kehidupannya dan
kesudahannya, sehingga insyaf akan Tuhan yang menciptakan segala

7 Mahmud Syaltut, Ila al-Qur`an al-Karim (Cairo: Mathba`ah al-Azhar, 1962), hal. 11-12

6
kekuatan, dan (4) Memberi kabar gembira dan janji serta peringatan
dan ancaman.
Menurut M. Quraish Shihab, hubungan al-Qur`an dan ilmu
tidak dilihat dari adakah suatu teori tercantum di dalam al-Qur`an,
tetapi adakah jiwa ayat-ayatnya, menghalangi kemajuan ilmu atau
sebaliknya, serta adakah satu ayat al-Qur`an yang bertentangan
dengan hasil penemuan ilmiah yang telah mapan. Kemajuan ilmu
tidak hanya dinilai dengan apa yang dipersembahkannya kepada
masyarakat, tetapi juga diukur terciptanya suatu iklim yang dapat
mendorong kemajuan ilmu itu.8 Dalam hal ini para ulama sering
mengemukakan perintah Allah SWT langsung maupun tidak
langsung kepada manusia untuk berfikir, merenung, menalar dan
sebagainya, banyak sekali seruan dalam al-Qur`an kepada manusia
untuk mencari dan menemukan kebenaran dikaitkan dengan
peringatan, gugatan, atau perintah supaya ia berfikir, merenung dan
menalar.
Sedangkan menurut al-Syaibani, dalam al-Quran terdapat
unsur-unsur perutusan Nabi Muhammad Saw baik berupa akidah,
ibadah, dan perundang-undangan yang menjadi dasar tujuan
pendidikan Islam.9 Seperti perutusan Nabi Muhammad Saw
mendirikan masyarakat manusia yang bersih, bersih akidah, bersih
hubungan dan bersih perasaan dan tingkah laku. Maka pendidikan
yang didasari al-Quran adalah pendidikan yang mementingkan
pembinaan pribadi dari segala seginya dan menekankan kesatuan
manusia yang tidak ada perpisahan antara jasmani, akal dan
perasaan.
b. Al-Hadits

8 M. Qurais Shihab, Membumikan al-Qur`an: Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan
Masyarakat, (Bandung : Mizan, 1995), hal. 42.

9 Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany, Fasafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,
1979), hal. 427.

7
Al-Qur`an disampaikan oleh Rasulullah SAW kepada
manusia dengan penuh amanat, tidak sedikitpun ditambah ataupun
dikurangi. Selanjutnya, manusialah hendaknya yang berusaha
memahaminya, menerimanya dan kemudian mengamalkannya.
Sering kali manusia menemui kesulitan dalam
memahaminya, dan ini dialami oleh para sahabat sebagai generasi
pertama penerima al-Qur`an. Karenanya mereka meminta penjelasan
kepada Rasulallah Saw yang memang diberi otoritas untuk itu. Allah
SWT menyatakan otoritas dimaksud dalam firman Allah SWT dalam
al-Qur’an Surah al-Nahl: 44:

“…….dan Kami turunkan kepadamu al-Dzikri (Al Quran),


agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah
diturunkan kepada mereka dan supaya mereka berfikir”
Penjelasan itu disebut Sunnah/al-Hadits yang secara bahasa
al-Thariqoh yang artinya jalan, adapun hubungannya dengan
Rasulullah saw berarti perkataan, perbuatan, atau ketetapannya.
Para ulama meyatakan bahwa kedudukan Sunnah terhadap
al-Qur`an adalah sebagai penjelas. Bahkan Umar bin al-Khaththab
mengingatkan bahwa Sunnah merupakan penjelasan yang paling
baik. Ia berkata “Akan datang suatu kaum yang membantahmu
dengan hal-hal yang subhat di dalam al-Qur`an. Maka hadapilah
mereka dengan berpegang kepada Sunnah, karena orang-orang
yang bergelut dengan sunah lebih tahu tentang kitab Allah SWT”.
Menurut Abdurrahman al-Nahlawi mengemukakan dalam
lapangan pendidikan sunnah mempunyai dua faedah: 1) Menjelaskan
sistem pendidikan Islam sebagaimana terdapat di dalam al-Qur`an
dan menerangkan hal-hal rinci yang tidak terdapat di dalamnya, dan

8
2) Menggariskan metode-metode pendidikan yang dapat di
praktikkan.10
Dengan adanya Sunnah/al-Hadits sebagai sumber hukum
kedua setelah al-Quran, maka dalam pendidikan apa yang dijelaskan
Rasulullah baik berupa perkataan, perbuatan maupun taqrir akan
menjadi sumber dasar dalam pendidikan baik sebagai sistem
pendidikan maupun metodologi pendidikan Islam yang harus
dijalani. Apalagi secara ilmiah, Rasulullah Saw dengan al-Quran dan
penjelasan Rasul berupa sunnah selama 23 tahun saja dapat sukses
melakukan perubahan peradaban masyarakat Arab dari Jahiliyah
menjadi peradaban madani. Padahal biasanya perdaban itu dibentuk
minimal 100 tahun yang telah berjalan.

B. Urgensi Studi Islam dan Hadits dalam Perspektif Pendidikan Agama


Islam, Wahyu, dan Fiqih (Pemahaman)
1. Urgensi Studi Islam dan Hadits Perspektif Pendidikan Agama
Islam
Sejak manusai menghendaki kemajuan dalam kehidupan, sejak
itulah timbul gagasan untuk melakukan pengalihan, pelestarian, dan
pengembangan kebudayaan melalui pendidikan. Oleh karena itu, dalam
sejarah pertumbuhan masyarakat, pendidikan senantiasa menjadi perhatian
utama dalam rangka memajukan kehidupan generasi sejalan dengan
tuntutan masyarakat.

Dalam Islam, sejarah pembentukan masyarakat dimulai dari


keluarga Nabi Adam AS dan Hawa sebagai unit terkecil dari masyarakat di
muka bumi ini. Dalam keluarga tersebut telah dimulai proses pendidikan
umat manusia, meskipun dalam ruang lingkup terbatas sesuai dengan
kebutuhan hidupnya.

10 Abdurrahman al-Nahlawi, Ushul al-Tarbiyah al- Islamiyah, (Damaskus: Dar al-Fikr, 1979), cet
ke 1, hal. 23-24

9
Dasar minimal usaha mempertahankan hidup manusia terletak
pada tiga orientasi hubungan manusia, yaitu:

1. Hubungan manusia dengan Tuhan Menciptakan sekalian


alam;
2. Hubungan dengan sesama manusia;
3. Hubungan dengan alam sekitar, terdiri atas berbagai unsur
kehidupan, seperti tumbuh-tumbuhan, binatang, dan kekuatan
alamiah yang ada.

Pendidikan berkembang dari yang sederhana (primitif), yang


berlangsung ketika manusia masih berada dalam ruang lingkup kehidupan
yang serba sederhana serta konsep tujuan yang amat terbatas pada hal-hal
yang bersifat survival (pertahanan hidup terhadap ancaman alam sekitar),
sampai pada bentuk pendidikan yang sarat dengan metode, tujuan, serta
model pendidikan yang sesuai dengan masyarakat saat ini.

Pada kehidupan masyarakat yang semakin berbudaya dengan


tuntutan hidup yang makin tinggi, pendidikan ditujukan bukan hanya pada
pembinaan keterampilan, melainkan kepada pengembangan kemampuan-
kemampuan teoritis dan praktis berdasarkan konsep-konsep berpikir
ilmiah. Pendidikan dan masyarakat terus berkompetisi untuk maju. Itulah
salah satu ciri dari masyarakat yang dinamis dengan pendidikan sebagai
salah satu tumpuan kemajuan perkembangan hidupnya.

Khusus masyarakat Islam yang berkembang sejak Nabi


Muhammad SAW, pendidikan juga merupakan kunci kemajuan. Sumber-
sumber pokok ajaran Islam yang berupa al-Qur’an dan al-Hadits, banyak
mendorong umat Islam untuk menciptakan pola hidup maju, sehingga
dengan kesejahteraan yang berhasil diciptakannya, manusia secara
individual dan sosial, mampu meningkatkan derajat dan martabatnya, baik
bagi kehidupan di dunia maupun di akhirat nanti. Sehingga derajat dan
martabatnya sebagai khalifah di muka bumo dapat diraih berkat usaha
pendidikan yang bercorak Islami.

10
Allah SWT telah memberikan kepada manusia suatu kemampuan
kecerdasan berpikir dan menganalisis gejala alam. Tuhan senantiasa
mendorong manusia agar memfungsikan akal pikirannya untuk
mengaanalisis tanda-tanda kekuasaaan-Nya yang tampak dalam alan
semesta ciptaan-Nya. Keutamaan manusia dibandingkan makhluk lainnya
terletak pada kemampuan akal kecerdasannya. Oleh karena itu,
kemampuan “membaca” dan “menulis” tersebut merupakan yang pertama
kali diperintahkan oleh Allah SWT kepada utusan-Nya, Muhammad SAW,
dalam wahyu pertama yang diturunkan Allah SWT kepadanya, yakni QS.
Al-‘Alaq ayat 1-5:

‫ اسققرسأ مباِسسمم قربب ق‬,‫ق‬


‫ك اللذّي‬ ‫قخلق ق‬

‫ق ا س ملسنقساِقن ممسن قعلق ق‬


‫ق‬ ‫قخلق ق‬
‫اسققرسأ قوقربَب ق‬
َ‫ك اسلقسكقرم‬

, ‫اللمذّي قعللقم مباِسلققلقمم‬

‫قعللقم ا س ملسنقساِقن قماِ لقسم يقسعلقسم‬

Artinya:

1. Bacalan dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan

2. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.

3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,

4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam

5. Ia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya

Setelah manusia dapat membaca dan menulis, ia baru melangkah ke


tingkat proses proses “mengetahui” hal-hal yang belum diketahui,
sebagaimana Tuhan mengajarkan hal-hal itu kepadanya.11

11 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2006), hal., 1-3

11
Pada pambahasan sebelumnya telah dijelaskan apa yang dimaksud
dengan studi Al-Qur’an dan hadits baik secara bahasa maupun istilah serta
beberapa pendapat dari para ahli. Pada intinya, studi Al-Qur’an adalah
kumpulan sejumlah pembahasan yang ada hubungannya dengan al-Qur’an
baik yang ada di dalam al-Qur’an (ma fi al-Qur’an) maupun yang ada di
sekitar al-Qur’an (ma haulahu). Adapun studi hadits adalah ilmu yang
membahas tentang kaidah-kaidah dasar untuk mengetahui keadaan suatu
sanad atau matan hadits, tarikh ar-rawi, dan lain sebagainya.
Dari pembahasan yang telah diuraikan di atas, timbul kemudian
pertanyaan apakah studi Al-Qur’an dan hadits penting/urgen dalam
pandangan/perspektif pendidikan Islam, jika penting apa urgensinya.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, alangkah pentingnya kita
mengetahui terlebih dahulu terlebih dahulu arti dari pendidikan Islam itu
sendiri. Sebenarnya di atas telah dijelaskan panjang lebar mengenai
pengertian pendidikan Islam. Pada intinya, Pendidikan Islam adalah segala
upaya atau proses pendidikan yang dilkaukan untuk membimbing tingkah
laku manusia, baik individu maupun sosial untuk mengarahkan potensi,
baik potensi dasar (fitrah) maupun ajar yang sesuai dengan fitrahnya
melalui proses intelektual dan spiritual berlandaskan nilai Islam untuk
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.12 Simpelnya,
pendidikan Islam adalah pendidikan yang berlandaskan ajaran Islam yang
bersumber dari Al-Quran dan Hadits/Sunnah dengan tujuan tercapainya
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Dari pengertian di atas, dapat pula kita ketahui bahwa tujuan
Pendidkan Islam dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: pertama,
pendidikan jasmani (fisik), pendidikan akal (peningkatan pemikiran akal
dan latihan secara teratur untuk berpikir benar), dan pendidikan akhlak
(tujuan utama pendidikan Islam selain bertambah kuatnya iman).13 Jika
mengutip pendapat Munir Mursi, tujuan pendidikan Islam adalah bahagia

12 Haitami Salim & Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2012), hal. 33.

13 Ibid., hal. 117-119.

12
di dunia dan akhirat, menghambakan diri kepada Allah, memperkuat
ikatan keislamian dan melayani kepentingan masyaakat Islam, dan
berakhlak mulia.14
Pada topik konsep studi Al-Qur’an dan Hadits sebelumnya telah
dijelaskan bahwa sumber pendidikan Islam yakni Al-Quran dan hadits.
Sumber pendidikan Islam ini memiliki fungsi yang sangat penting dan
strategis, yaitu: 1. Mengarahkan tujuan pendidikan Islam yang dicapai, 2.
Membingkai seluruh kurikulum yang dilakukan dalam proses belajar
mengajar, yang didalamnya termasuk materi, metode, media, sarana, dan
evaluasi, dan 3. Menjadi standar dan tolak ukur dalam evaluasi, apakah
kegiatan pendidikan telah mencapai dan sesuai dengan apa yang
diharapkan apa tidak.15
Setelah mengetahui penjabaran singkat mengenai pengertian
pendidikan Islam, sumber ajaran Islam/pendidikan Islam dan fungsinya,
serta tujuan pendidikan Islam, maka dapat dikatakan bahwa studi Al-
Qur’an dan hadits memiliki peran penting/urgen dalam perspektif
pendidikan Islam. Hal ini dikarenakan beberapa hal sebagai berikut:
1. Sumber pendidikan Islam adalah Al-Quran dan Hadits.
Artinya, segala rencana, upaya, dan aktivitas, serta tujuan
pendidikan berdasarkan atau mengacu pada Al-Qur’an dan
Hadits.
2. Pendidikan Islam adalah salah satu wadah untuk
menyebarkan ajaran Islam itu sendiri dengan tujuan
terbimbingnya manusia di jalan yang benar sebagaimana
fitrahnya.
3. Pendidik sebagai salah satu komponen dari pendidikan
harus memiliki pengetahuan dan pemahaman secara mendalam
terkait Ulumul Qur’an dan ulumul hadits atau (Ustudi Al-
Qur’an dan Hadits) agar tidak salah dalam mengajarkan ilmu
tersebut kepada peserta didik, serta mampu menyeimbangkan

14 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 68.

15 Abuddin Nata, llmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hal. 74-
75.

13
dan mengkontekstualkan al-quran dan hadits sesuai dengan
perkembangan zaman yang terus mengalami perubahan (solih
likulimakan wa zaman).
4. Dengan adanya pemahaman peserta didik yang baik dan
benar terhadap al-Qur’an dan Hadits maka Islam sebagai
rahmatan lil ‘alamin akan dapat terwujud (tujuan pendidikan
Islam tercapai).
Pada dasarnya urgensi studi al-Qur’an dan Hadits tercermin atau
sebagaimana fungsi sumber pendidikan Islam yakni al-Qur’an dan Hadits.
Namun target utama pentingnya studi al-Qur’an dan Hatits adalah manusia
itu sendiri dalam hal ini aktifis pendidikan (guru, siswa, pengawas, dsb).
2. Wahyu dan Fiqih dalam Orientasi Studi Al-Qur’an dan Hadits
Salah satu karakteristik yang melekat pada ajaran Islam adalah apa
yang disebut dengan al-Syumuliyah (komperehensif). Hal ini
mengambarkan secara kontekstual bahwa ajaran-ajaran yang ada dalam
Islam mencakup semua aspek kehidupan manusia. Maka dengan
demikian ajaran Islam itu mencakup kehidupan dunia dan akhirat,
mencakup amal perbuatan untuk dunia dan akhirat secara bersamaan.
Mencakup individu dan sosial masyarakat secara bersamaan. Serta
mencakup interaksi manusia dengan dirinya bak secara vertical maupun
horizontal.16
Salah satu objek kajian yang dari ajaran Islam adalah masalah
wahyu dan fiqih. Baik wahyu maupun fiqih, keduanya memiliki
signifikansi peran dalam kehidupan manusia.
a. Wahyu dalam Persepektif Al-Qur’an dan Al-Hadis
1) Defenisi wahyu
Kata wahyu pada dasarnya berasal dari bahasa Arab. Tetapi
kata ini sudah serap ke dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu,
sebgai madkhal (pintu gerbang) sebelum menguraikan makna
wahyu baik dalam tinjauan etimologis maupun terminologisnya

16 Ali Ibn Muhammad Maqbul al-Ahdal dan Abdul Hakim ibn Abdul Latif as-Sururu, Adhwa’ Ala
al-Tsaqafah al-Islamiyah, Sanaa: Dar al-Quds, 2006, hal. 15.

14
dalam perspektif Al-Qur’an. Dalam bahasa Indonesia, kata wahyu
memiliki arti ‘petunjuk dari Allah SWT yang diturunkan hanya
kepada para Nabi dan Rasul melalui mimpi dan sebagainya.
Dalam bahasa Arab, makna wahyu berasal dari kata ‘al-wahy yang
berarti indikasi, tulisan, pesan, ilham dan ungkapan yang
tersembunyi.
2) Wahyu dalam perspektif Al-Qur’an dan Al-Hadits
Dalam Al-Qur’an, kata wahyu disebutkan sebanyak 78
17
atau 79 kali.18 Adapun makna wahyu secara etimologi yang
dikorelasikan dengan kata-kata wahyu dan devirasinya yang
termaktub dalam Al-Qur’an.19 Hal ini sebagaimana firman Allah
SWT dalam QS An-Najm (53): 3-4:

Artinya: dan Tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran)


menurut kemauan hawa nafsunya. Dan ucapannya itu tiada lain
hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).
Ayat di atas menggambarkan bahwa apa yang diucapkan
oleh Nabi Muhammad Saw bukanlah keluar dari hawa nafsunya
dan bukan pula keluar karena dilatarbelakangi tujuan atau
kepentingan pribadinya. Dengan demikian yang diucapkan nya itu
hanyalah semata-mata berdasarkan wahyu yaitu Nabi Muhammad

17 Sebagaimana dikutip oleh Balîl ‘Abd al-Karîm dalam artikel yang berjudul Mafhûm al-Wahy.
Balîl ‘Abd al-Karîm, Mafhûm al-Wahy, http://www.alukah.net/sharia/0/8045/.

18 Sebagaimana dikutip dalam Majallat al-Jâmi’ah al-Islâmiyah, Edisi 45, Maktabah Syamilah,
Vol. 2011.

19 yaitu (1) al-irsâl yaitu pengangkatan sebagai nabi dan rosul, sebagaimana dalam surat an-Nisa
ayat 163, (2) al-isyârah yaitu mengisyaratkan, sebagaimana dalam surat Maryam ayat 11, (3) al-
ilhâm yaitu petunjuk Allah yang timbul di hati, sebagaimana dalam surat al-Maidah ayat 111, (4)
al-amr yaitu perintah, sebagaimana dalam surat al-Zalzalah ayat 5, (5) al-qaul yaitu firman Allah,
sebagaimana dalam surat an-Najm ayat 10, (6) i’lâm fî al-manâm yaitu pemberitahuan dalam
mimpi, sebagaimana dalam surat al-Syuro ayat 51, dan (7) ilâm bi al-waswasah yaitu bisikan atau
godaan, sebagaimana dalam surat al-An’am ayat 112. Jamâl ad-Dîn Abû alFaraj ‘Abdurrahmân ibn
al-Jauzî, Nuzhat al-A’yun an-Nawâzir Fî ‘Ilm al-Wujûh Wa an-Nazâir, Maktabah Syamilah, Vol.
2011.

15
kepada manusia tanpa penambahan atau pengurangan. Hal ini
menujukan bahwa wahyu bermakna pesan yang Allah sampaikan
kepada Nabi Muhammad Saw untuk kemudian disampiakan
kepada seluruh manusia yang berupa perintah ataupun larangan
dalam mengerjakan sesuatu (pedoman).

Artinya :dan mereka bertanya kepadamu tentang roh.


Katakanlah: "Roh itu Termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah
kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".
Dan dijelaskan dalam hadis sebagai berikut:
Artinya :Dari Ibnu Mas’ud bahwa suatu hari Nabi
Muhammad berjalan dengan tongkat dari Madinah disertai
dengan Ibnu Mas’ud dan lewat dari segolongan Yahudi. Salah
seorang dari mereka berkata,”Marilah kita bertanya kepada
mereka.” Mereka berkata, “ Coba terangkan kepada kami tentang
ruh, Nabi SAW berdiri seraya mengangkat kepala ke langit.
Terlihatlah beliau sedang diberi wahyu. Kemudian beliau
bersabda bahwa ruh adalah urusan Tuhan.” (HR. Bukhari).
Ayat beserta hadist di atas mengambarkan tentang
karakteristik dari pada wahyu, dimana wahyu tersebut berisi
larangan untuk mengetahui tentang hakikat dari ruh yang hal ini
disampaikan oleh Allah kepada Nabi Muhammad Saw agar tidak
menelaah terlalu mendalam terhadap ruh.
Dari penjabaran defenisi wahyu secara bahasa di atas,
paling tidak ada konklusi yang dapat diuraikan.
Pertama: bahwa makna wahyu secara global dalam
perspektif etimologi adalah sebuah pesan yang disampaikan pihak
pertama kepada pihak kedua. Baik melalui perantara ataupun

16
tidak. Di samping itu, pesan ini juga baik berupa isyarat, tulisan
maupun lisan.
Kedua: bahwa wahyu secara etimologi yang dikorelasikan
dengan term wahyu yang ada dalam Al-Qur’an, memiliki ruang
lingkup yang lebih luas daripada defenisi wahyu secara
terminology. Dari dua defenisi di atas, mengambarkan bahwa
wahyu adalah segala firman Allah yang disampaikan kepada Nabi-
Nya baik melalui perantara maupun tidak, dan wahyu yang Allah
turunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir
termanifestasikan dalam dua warisan utamanya, yaitu Al-Qur’an
dan Hadist Rasulullah.

b. Fiqih dalam Perspektif Al-Qur’an dan Al-Hadits


a. Defenisi Fiqih secara etimologi
Fiqih secara etimologi, berarti ‫ اق س ملسدقرا ك‬/ ‫ اقسلفقسهههههكم‬yaitu
‫ك‬
pemahaman yang mendalam dan membutuhkan potensi akal.
Adapun pengertian Fiqih secara terminologi Para ulama
mendefinisikannya sebagai berikut :
‫اقسلمعسلكم مباِسلقسحقكاِممَ اللشسرمعيلمة اسلقعقملميلمة اقسلكمسكستقسبقمة ممسن أقمدللتمقهاِ قالتلسف م‬
‫صسيلميلمة‬
“Ilmu tentang hukum syara’ tentang perbuatan manusia
(amaliah) yang diperoleh melalui dalil-dalilnya yang terperinci”
Sementara itu ulama lain mengemukakan bahwa Fiqh adalah
‫قمسجكمسوقعةك اسلقسحقكاِممَ اللشسرمعيلمة اسلقعقملميلمة اقسلكمسكستقسبقمة ممسن أقمدللتمقهاِ قالتلسف م‬
‫صسيلملية‬
“Himpunan hukum syara’ tentang perbuatan manusia
(amaliah) yang diperoleh melalui dalil-dalilnya yang terperinci”
Defenisi pertama menunjukkan bahwa Fiqih dipandang
sebagai ilmu yang berusaha menjelaskan hukum. Sedangkan
defenisi kedua menunjukkan fiqih dipandang sebagai hukum. Hal
ini terjadi karena adanya kemiripan antara Fiqh sebagai ilmu atau
pemahaman dan Fiqih sebagai hukum. Ketika Fiqih didefinisikan
sebagai ilmu atau pemahaman, diungkapkan secara deskriptif.

17
Manakala ia didefinisikan sebagai hukum dinyatakan secara
deskriptif. Maka, Fiqih sebagai pemahaman dan hukum yaitu kita
mempelajari dan memahami segala syariat tentang perbuatan
manusia dengan diikuti adanya hukum-hukum tertentu berdasarkan
dalil yang telah ditentukan secara terperinci.
c. Urgensi Fiqih dalam perspektif Al-Qur’an dan Al-Hadis
Fiqih dalam perspektif Al-Qur’an tidak hanya mengatur tentang
pengamalan hukum-hukum Islam, akan tetapi lebih dari itu Al-Qur’an
juga mengatur tentang bagamana prinsip habluminnallah dan
habluminnas. Hal ini terlihat sebagai mana firman Allah Swt pada ayat
sebagai berikut:

Artinya:
Diwajibkan atas kamu berperang, Padahal berperang itu
adalah sesuatu yang kamu benci. boleh Jadi kamu membenci sesuatu,
Padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai
sesuatu, Padahal ia Amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang
kamu tidak mengetahui.
Ayat di atas mengambarkan tentang penetapan kewajiban jihad
dari Allah SWT, bagin kaum muslimin. Hal ini perlu dilakukan agar
menghentikan kejahatan musuh di wilayah Islam, ketidaktauan
seseorang terhadap akibat atau balasan suatu perbuatan ataupun
ketentuan Allah, menjadikan menjadikannya menyenangi perbuatan
yang dibeci atau diharamkan dan menjadikannya membenci dan
menjauhi perbuatan yang sebenarnya dicintai dan diridhai Allah,
walaupun terkadang bertentangan dengan keinginan dan hawa nafsunya
dan seluruh perintah Allah adalah baik, dan seluruh larangan-
laranganNya adalah buruk. Maka dari itu wajib bagi setiap muslim

18
untuk melaksanakan seluruh perintahNya dan menjauhi seluruh
larangan-laranganNya.
Dengan demikian urgensi studi Al-Qur’an dan hadist dalam
perspektif wahyu dan fiqh adalah sebagai Tafaquh fi Ad-din
(memperdalam pemahaman agama), menanamkan nilai-nilai dan
kesadaran beribadah kepada Allah Swt, sebagai pedoman mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Membiasakan pengamalan
terhadap hukum Islam dengan ikhlas dan perilaku yang sesuai dengan
peraturan yang berlaku, membentuk kedisiplinan dan rasa tanggung
jawab sosial, Meneguhkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt
serta menanamkan akhlaq, Membangun mental dalam menyesuaikan
diri dalam lingkungan fisik dan sosial dan Memperbaiki kesalahan
dalam kelemahan dalam pelaksanaan ibadah dalam kehidupan sehari-
hari.

19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagaimana pembahasan mengenai peta konsep studi Al-
Qur’an dan Hadits serta urgensinya dalam perspektif Pendidikan
Islam, wahyu, dan fiqih (pemahaman) yang telah diuraikan ataupun
dijabarkan secara panjang lebar seperti di atas, maka dapat ditarik
kesimpulannya sebagai berikut:
1. Ulum Al-Qur’an adalah ilmu yang membahas beberapa
pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an dari segi
turunnya, urut-urutannya, makki dan madaninya,
pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, penafsirannya,
kemukjizatannya, muhkam dan mutasyabih, nasikh dan mansukh,
penolakan terhadap hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan
terhadapnya, dan lain sebagainya. Adapun studi hadits (ulum al-
hadits) adalah ilmu yang membahas kaidah-kaidah dasar untuk
mengetahui keadaan suatu sanad atau matan hadits, tarikh ar-rawi
dan lain sebagainya. Al-Qur’an dan hadits atau sunnah adalah
sumber ajaran Islam termasuk sumber pendidikan Islam. Dengan
demikian, dalam pendidikan dalam hal ini adalah Pendidikan
Islam, apa yang tertuang di dalam Al-Qur’an dan dijelaskan
Rasulullah baik berupa perkataan, perbuatan maupun taqrir akan
menjadi sumber dasar dalam pendidikan baik sebagai sistem
pendidikan maupun metodologi pendidikan Islam yang harus
dijalani.
2. Urgensi studi Al-Quran dan Hadits perspektif pendidikan
Islam adalah sebagai berikut: a. Sumber pendidikan Islam adalah
Al-Quran dan Hadits. Artinya, segala rencana, upaya, dan
aktivitas, serta tujuan pendidikan berdasarkan atau mengacu pada
Al-Qur’an dan Hadits, b. Pendidikan Islam adalah salah satu

20
wadah untuk menyebarkan ajaran Islam itu sendiri dengan tujuan
terbimbingnya manusia di jalan yang benar sebagaimana
fitrahnya, c. Pendidik sebagai salah satu komponen dari
pendidikan harus memiliki pengetahuan dan pemahaman secara
mendalam terkait Ulumul Qur’an dan ulumul hadits atau (Ustudi
Al-Qur’an dan Hadits) agar tidak salah dalam mengajarkan ilmu
tersebut kepada peserta didik, serta mampu menyeimbangkan dan
mengkontekstualkan al-quran dan hadits sesuai dengan
perkembangan zaman yang terus mengalami perubahan (solih
likulimakan wa zaman), d. Dengan adanya pemahaman peserta
didik yang baik dan benar terhadap al-Qur’an dan Hadits maka
Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin akan dapat terwujud (tujuan
pendidikan Islam tercapai)
3. Urgensi studi Al-Qur’an dan Hadits dalam perspektif
wahyu dan fiqih adalah sebagai tafaqquh fi ad-din (memperdalam
pemahaman agama), menanamkan nilai-nilai dan kesadaran
beribadah kepada Allah Swt, sebagai pedoman mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, membiasakan
pengamalan terhadap hukum Islam dengan ikhlas dan perilaku
yang sesuai dengan peraturan yang berlaku, membentuk
kedisiplinan dan rasa tanggung jawab sosial, meneguhkan
keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt serta menanamkan
akhlaq, membangun mental dalam menyesuaikan diri dalam
lingkungan fisik dan sosial, dan memperbaiki kesalahan dalam
kelemahan dalam pelaksanaan ibadah dalam kehidupan sehari-
hari.

21
DAFTAR PUSTAKA

Al-Baiquniyah, Syarah Manzhumah Al-Baiquniyah, www. wikipedia.com, diakses


pada tanggal 19 Maret 2018 pukul 16.00 WIB.

Al-Ahdal Balîl ‘Abd al-Karîm, Mafhûm al-Wahy,


http://www.alukah.net/sharia/0/8045/, diakses pada tanggal 18 Maret 2018,
pukul 15.30 WIB.

Al-Qattan, Manna’, Mabahith fi ‘Ulum al-Qur’an.

Al-Nahlawi, Abdurrahman, Ushul al-Tarbiyah al- Islamiyah, Damaskus: Dar al-


Fikr, 1979.

Al-Syaibany, Omar Muhammad al-Toumy, Fasafah Pendidikan Islam, Jakarta:


Bulan Bintang, 1979.

Arifin, M., Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis
Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: Bumi aksara, 1991.

Drajat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2000.

Nata, Abuddin, llmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2010.

Salim, Haitami & Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2012.

Shihab, M. Qurais, Membumikan al-Qur`an: Fungsi dan Peran Wahyu Dalam


Kehidupan Masyarakat, Bandung : Mizan, 1995.

22
Syaltut, Mahmud, Ila al-Qur`an al-Karim, Cairo: Mathba`ah al-Azhar, 1962

Tafsir, Ahmad, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung, Rosdakarya, 2010.

Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012.

Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Studi Al-Qur’an.

23

Anda mungkin juga menyukai