Patofisiologi DBD

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 3

PATOFISIOLOGI DBD

Virus dengue yang pertama kali masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk
aedes dan menginfeksi pertama kali memberi gejala DF. Pasien akan mengalami gejala viremia
seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hyperemia ditenggorok,
timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada RES seperti pembesaran kelenjer
getah bening, hati, dan limfa. Reaksi yang berbeda nampak bila seseorang mendaparkan infeksi
berulang dengan tipe virus yang berlainan. Hal ini disebut the secondary heterologous infection
atau the sequential infection of hypothesis. Re-infeksi akan menyebabkan suatu rekasi
anamnetik antibody, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen antibody (kompleks
virus antibody) yang tinggi (Wijaya & Putri, 2016). Akibat aktivitas C3 dan C5 akan
dilepaskan C3a dan C5a, 2 peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan
mediator kuat yang menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding kapiler/vaskuler sehingga
cairan dari intravaskuler keluar ke ekstravaskuler atau terjadinya perembesaran plasma akibat
pembesaran plasma terjadi pengurangan volume plasma yang menyebabkan hipovolemia,
penurunan tekanan darah, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan (Ngastiyah,
2014). Plasma merembes sejak permulaan demam dan mencapai puncaknya saat renjatan. Pada
pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat berkurang sampai 30% atau lebih. Bila
renjatan hipovolemik yang terjadi akibat kehilangan plasma yang tidak dengan segera diatasi
maka akan terjadi anoksia jaringan, asidosis metabolik dan berakhir dengan kematian
(Ngastiyah, 2014). Trombositopenia terjadi akibat meningkatnya destruksi trombosit. Penyebab
peningkatan destruksi trombosit tidak diketahui, namun beberapa faktor dapat menjadi
penyebab seperti yaitu virus dengue, komponen aktif system 10 Poltekkes Kemenkes Padang
komplemen, dan kerusakan sel endotel. Trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan
kelainan system koagulasi dianggap sebagai penyebab utama perdarahan pada DBD (Soedarmo
dkk, 2008). 11 Poltekkes Kemenkes Padang 12 Poltekkes Kemenkes Padang 5. Manifestasi
Klinis Penyakit DBD ditandai oleh demam mendadak tanpa sebab yang jelas disertai gejala lain
seperti lemah, nafsu makan berkurang, muntah, nyeri pada anggota badan, punggung, sendi,
kepala dan perut. Gejala-gejala tersebut menyerupai influenza biasa. Pada hari ke-2 dan ke-3
demam muncul bentuk perdarahan yang beraneka ragam dimulai dari yang paling ringan
berupa perdarahan dibawah kulit (petekia atau ekimosis), perdarahan gusi, epistaksis, sampai
perdarahan yang hebat berupa muntah darah akibat perdarahan lambung, melena, dan juga
hematuria massif (Ngastiyah, 2014) Selain perdarahan juga terjadi syok yang biasanya
dijumpai pada saat demam telah menurun antara hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda – tanda anak
menjadi makin lemah, ujung – ujung jari, telinga dan hidung teraba dingin, dan lembap. Denyut
nadi terasa cepat, kecil dan tekanan darah menurun dengan tekanan sistolik 80 mmHg atau
kurang (Ngastiyah, 2014) Gejala klinis untuk diagnosis DBD, sebagai berikut : 1) Demam
tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari tanpa sebab jelas 2) Manifestasi
perdarahan, paling tidak terdapat uji torniket positif dan adanya salah satu bentuk perdarahan
yang lain misalnya petekia, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, melena atau hematemesis 3)
Pembesaran hati ( sudah dapat diraba sejak permulaan sakit) 4) Syok yang ditandai nadi lemah,
cepat, disertai tekanan nadi yang menurun ( menjadi 20 mmHg atau kurang), tekanan darah
menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang) disertai kulit yang teraba
dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien menjadi gelisah, timbul
sianosis disekitar mulut. 13 Poltekkes Kemenkes Padang 6. Respon Tubuh a. Sistem pernafasan
Adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan ekstravasasi aliran intravaskuler sel, hal
tersebut dapat dibuktikan dengan adanya cairan dalam rongga pleura bila terjadi efusi pleura
akan terjadi dispnea, sesak napas (Soedjas, 2011) b. Sistem sirkulasi Dengue syok sindrom
biasanya terjadi sesudah hari ke 2-7, disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler
sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritoneum,
hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemi yang mengakibatkan berkurangnya aliran
balik vena (venous return), prelod, miokardium volume sekuncup dan curah jantung, sehingga
terjadi disfungsi atau kegagalan sirkulasi dan penurunan sirkulasi jaringan. c. Sistem
kardiovaskuler Pada pasien DBD akan mengalami peningkatan hematokrit sehingga terjadi
pengentalan darah dan mengakibatkan aliran darah ke jantung menjadi lambat atau berkurang.
Ketika aliran darah ke jantung melambat curah jantung akan menurun. d. Sistem otak Otak
akan mengalami kekurangan oksigen karena awal permulaan nya terjadi peningkatan
permeabilitas pembuluh darah ke ekstravaskuler menyebabkan terjadi peningkatan hematokrit,
sehingga darah menjadi kental dan suplai oksigen ke otak juga akan berkurang. Pasien menjadi
gelisah bahkan menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran. 7. Pemeriksaan Diagnostik a.
Pemeriksaan darah 1) Pemeriksaan Darah lengkap (a) Hemoglobin biasanya meningkat, apabila
sudah terjadi perdarahan yang banyak dan hebat Hb biasanya menurun 14 Poltekkes Kemenkes
Padang Nilai normal: Hb: 10-16 gr/dL (b) Hematokrit meningkat 20% karena darah mengental
dan terjadi kebocoran plasma Nilai normal: 33- 38% (c) Trombosit biasa nya menurun akan
mengakibat trombositopenia kurang dari 100.000/ml Nilai normal: 200.000-400.000/ml (d)
Leukosit mengalami penurunan dibawah normal Nilai normal: 9.000-12.000/mm3 2)
Pemeriksaan kimia darah akan menunjukkan: hipoproteinemia, hipokloremia, dan hiponatremia
3) Pemeriksaan analisa gas darah, biasanya diperiksa: (a) pH darah biasanya meningkat Nilai
normal: 7.35-7.45 (b) Dalam keadaan lanjut biasanya terjadi asidosis metabolik mengakibatkan
pCO2 menurun dari nilai normal (35 – 40 mmHg) dan HCO3 rendah. b. Pemeriksaan rontgen
thorak Pada pemeriksaan rontgen thorak ditemukan adanya cairan di rongga pleura yang
meyebabkan terjadinya effusi pleura. (Wijayaningsih, 2013) 8. Penatalaksanaan Ngastyah
(2014), menyebutkan bahwa penatalaksanaan pasien DBD ada penantalaksanaan medis dan
keperawataan diantanya : a. Penatalaksanaan Medis 1) DBD tanpa renjatan Demam tinggi,
anoreksia, dan sering muntah menyebabkan pasien dehidrasi dan haus. Orang tua dilibatkan
dalam pemberian minum pada anak sedikt demi sedikit yaitu 1,5-2 liter dalam 24 jam. Keadaan
hiperpireksia diatasi dengan obat antipiretik dan kompres 15 Poltekkes Kemenkes Padang
hangat. Jika anak mengalami kejang-kejang diberi luminal dengan dosis : anak yang berumur 1
tahun 75mg. atau antikonvulsan lainnya. Infus diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan
apabila pasien teruss menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancan
terjadinya dehidrasi atau hematokrit yang cenderung meningkat. 2) DBD disertai renjatan
Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus segara dipasang infus sebagai pengganti cairan
yang hilang akibat kebocoran plasma. Cairan yang biasanya diberikan Ringer Laktat. Pada
pasien dengan renjatan berat pemberian infus harus diguyur. Apabila renjatan sudah teratasi,
kecepatan tetesan dikurangi menjadi 10 ml/kgBB/jam. Pada pasien dengan renjatan berat atau
renjatan berulang perlu dipasang CVP (central venous pressure) untuk mengukur tekanan vena
sentral melalui safena magna atau vena jugularis, dan biasanya pasien dirawat di ICU. b.
Penatalaksanaan keperawatan 1) Perawatan pasien DBD derajat I Pada pasien ini keadaan
umumya seperti pada pasien influenza biasa dengan gejala demam, lesu, sakit kepala, dan
sebagainya, tetapi terdapat juga gejala perdarahan. Pasien perlu istirahat mutlak, observasi
tanda vital setiap 3 jam, periksa Ht, Hb dan trombosit secara periodik (4 jam sekali). Berikan
minum 1,5-2 liter dalam 24 jam. Obat-obatan harus diberikan tepat waktunya disamping
kompres hangat jika pasien demam. 2) Perawatan pasien DBD derajat II Umumnya pasien
dengan DBD derajat II, ketika datang dirawat sudah dalam keadaan lemah, malas minum dan
tidak jarang setelah dalam perawatan baru beberapa saat pasien jatuh kedalam keadaan
renjatan. Oleh karena itu, lebih baik jika pasien segera dipasang 16 Poltekkes Kemenkes
Padang infus. Bila keadaan pasien sangat lemah infus lebih baik dipasang pada dua tempat.
Pengawasan tanda vital, pemeriksaan hematokrit dan hemoglobin serta trombosit. 3) Perawatan
pasien DBD derajat III (DSS) Pasien DSS adalah pasien gawat maka jika tidak mendapatkan
penanganan yang cepat dan tepat akan menjadi fatal sehingga memerlukan perawatan yang
intensif. Masalah utama adalah kebocoran plasma yang pada pasien DSS ini mencapai
puncaknya dengan ditemuinya tubuh pasien sembab, aliran darah sangat lambat karena menjadi
kental sehingga mempengaruhi curah jantung dan menyebabkan gangguan saraf pusat. Akibat
terjadinya kebocoran plasma pada paru terjadi pengumpulan cairan didalam rongga pleura dan
menyebabkan pasien agak dispnea, untuk meringankan pasien dibaringkan semi-fowler dan
diberikan O2. Pengawasan tanda vital dilakukan setiap 15 menit terutama tekanan darah, nadi
dan pernapasan. Pemeriksaan Ht, Hb dan trombosit tetap dilakukan secara periodik dan semua
tindakan serta hasil pemeriksaan dicatat dalam catatan khusus.

Anda mungkin juga menyukai