Strategi Dan Metode Pembelajaran Pendidi PDF

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 135

STRATEGI DAN METODE

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM

Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta
Pasal 2:
Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak
Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang
timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi
pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketentuan Pidana
Pasal 72:
Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan
(2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu)
bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah),
atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,
atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran
Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

STRATEGI DAN METODE


PEMBELAJARAN PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM

Diterbitkan oleh:
Program Studi
Manajemen Pendidikan Islam (MPI)
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri (UIN)
Sunan Kalijaga Yogyakarta

Bekerjasama dengan:

Sekolah Tinggi Agama Islam


Yogyakarta (STAIYO)
Strategi dan Metode Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam
viii + 175 hlm: 19 cm x 27 cm
Cetakan 2, Maret 2017
ISBN: 978-602-61179-1-5
Penulis: Drs. Mangun Budiyanto, M.S.I & Syamsul
Kurniawan, S.Th.I, M.S.I
Editor: Imam Machali
Lay Out: Sufi Suhami
Desain Sampul: Zainal Arifin
© Copyright 2017
Diterbitkan oleh :
Program Studi Manajemen Pendidikan Islam (MPI)
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta
Jln. Marsda Adisucipto Yogyakarta 55281
Tlp. 0274 – 513056 Fax: 0274 - 519732
http://www.mpi.uin-suka.ac.id
Bekerjasama dengan:
Sekolah Tinggi Agama Islam Yogyakarta (STAIYO)
Jln. Ki Ageng Giring Trimulyo II Bansari Kepek Wonosari
Gunungkidul Yogyakarta 55813
Tlp. 0274 - 391224
Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahim
Hanya berkat karunia Allah SWT. kami berdua
bisa menyelesaikan buku ini. Dari itu, puji syukur
Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kepada-Nya.
Sholawat dan salam semoga dicurahkan Allah kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW, para keluarga,
sahabat-sahabatnya dan seluruh pengikut setianya.
Amin.
Buku Strategi dan Metode Pembelajaran Pendidi­kan
Agama Islam ini kami susun berdasarkan silabi yang
dikembangkan Sekolah Tinggi Agama Islam Yogya­
karta (STAIYO) di Wonosari Gunungkidul Yogya­karta,
yang dengan mata kuliah ini diharapkan mahasiswa
memiliki bekal keahlian untuk menjadi guru Pendidikan
Agama Islam yang professional. Namun demikian tidak
menutup kemungkinan para mahasiswa Tarbiyah dan
para guru Pendidikan Agama Islam pada umumnya,
bisa memanfaatkan buku ini.
Akhirnya, kami berdua mengucapkan banyak terima
kasih dan memberikan penghargaan yang setinggi-
tingginya kepada semua pihak yang telah membantu
terwujudnya buku ini, khususnya kepada Bapak Drs.

Pendidikan Agama Islam - v


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

H. Mardiyo, M.Si. (Ketua STAIYO di Wonosari) yang


menyambut baik kehadiran buku ini. Tegur sapa dan
kritik untuk perbaikan buku ini, masih tetap senantiasa
diharapkan.
Semoga sekecil apapun percikan pemikiran yang
tersaji di dalam buku ini dapat berguna bagi pengem­
bangan keilmuan, pendidikan dan kemajuan bangsa,
nusa dan agama. Amin.

Yogyakarta, 15 Maret 2017


Penulis

- Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.


- Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

vi- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

DAFTAR ISI

PENGANTAR ..............................................................v

BAB I: AKTIVITAS PEMBELAJARAN DALAM


SISTEM PENDIDIKAN ISLAM...............................1
A.Hakikat Pembelajaran..............................................2
B. Interaksi Pembelajaran sebagai Proses
Komunikasi Pendidikan..........................................5
C. Prinsip-prinsip Pembelajaran.................................7
1. Prinsip konteks.....................................................8
2. Prinsip menarik perhatian..................................9
3. Prinsip memberikan suasana kegembiraan.....9
4. Prinsip penyesuaian perkembangan anak
didik.......................................................................9
5. Prinsip prasyarat.................................................11
6. Prinsip peragaan..................................................11
7. Prinsip motoris....................................................12
8. Prinsip motivasi...................................................12

BAB II: FAKTOR - FAKTOR YANG


MEMPENGARUHI PROSES DAN HASIL
PEMBELAJARAN.......................................................14
A. Faktor dari Luar......................................................15
1. Faktor environmental input (lingkungan).......15

Pendidikan Agama Islam - vii


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

2. Faktor instrumental.............................................16
B. Faktor dari Dalam....................................................20
1. Kondisi fisiologis anak.......................................21
2. Kondisi psikologis anak ...................................22

BAB III: STRATEGI PEMBELAJARAN


PENDIDIKAN AGAMA ISLAM.............................26
A. Hakikat Strategi Pembelajaran..............................26
B. Klasifikasi Strategi Pembelajaran..........................32
1. Konsep dasar strategi pembelajaran................33
2. Pembelajaran sebagai suatu sistem..................33
3. Hakikat proses belajar........................................34
4. Sasaran kegiatan belajar.....................................35
5. Entering behavior anak didik...............................36
6. Pola-pola belajar anak didik..............................38
7. Pemilihan sistem pembelajaran........................48
8. Pengorganisasian kelompok belajar.................51
C. Dasar-dasar Pengklasifikasian..............................52
1. Pengaturan guru-anak didik.............................52
2. Struktur peristiwa pembelajaran......................53
3. Peranan guru-anak didik dalam
pengolahan pesan...............................................54
4. Proses pengolahan pesan.................................56
5. Tujuan-tujuan belajar.........................................58
D. Pelaksanaan Strategi Pembelajaran......................59

viii- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

BAB IV: METODE PEMBELAJARAN


PENDIDIKAN AGAMA ISLAM.............................66
A. Hakikat Metode Pembelajaran..............................66
B. Macam-macam Metode Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam............................................................68
1. Ceramah................................................................70
2. Tanya Jawab.........................................................74
3. Listening Teams (Tim Pendengar)......................76
4. Diskusi..................................................................79
5. Debat Aktif ..........................................................86
6. Team Quiz (Pertanyaan kelompok)...................92
7. Reading Aloud (Membaca dengan keras)..........95
8. Pemberian Tugas Belajar (Resitasi)...................99
9. Demonstrasi dan Eksperimen..........................101
10. Writing In The Here And Now (Menulis
Penga­la­man Secara Langsung)......................103
11. Catatan Terbimbing.........................................106
12. Karyawisata.......................................................108
13. Sosiodrama dan Bermain Peran.....................109

DAFTAR PUSTAKA.................................................118

Pendidikan Agama Islam - ix


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

BAB I:
AKTIVITAS PEMBELAJARAN DALAM
SISTEM PENDIDIKAN ISLAM

PENDIDIKAN Islam merupakan salah satu bidang


studi yang banyak mendapat perhatian dari ilmuan.
Hal ini karena di samping perannya yang amat strategis
dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia,
juga karena dalam pendidikan Islam terdapat berbagai
masalah yang kompleks. Bagi mereka yang terjun
ke dunia pendidikan Islam, mereka harus memiliki
kemampuan untuk mengembangkan sesuai dengan
tuntutan zaman (Moh. Haitami Salim dan Syamsul
Kurniawan, 2009: 1).
Guru Pendidikan Agama Islam dituntut untuk
banyak berkreasi dan berinovasi dalam segala hal,
termasuk di dalamnya berkreasi dalam menentukan
strategi dan metode pembelajaran. Aktivitas pembela­
jaran hendaknya memberikan kesempatan yang baik
kepada anak didik untuk memperoleh informasi,
ide, keterampilan, nilai, cara berpikir, sarana untuk
mengekspresikan dirinya, dan cara-cara bagaimana
belajar.

Pendidikan Agama Islam - 1


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

Berkenaan dengan itu, pada bab ini akan dibahas:


(1) Hakikat pembelajaran; (2) Interaksi pembelajaran
sebagai proses komunikasi pendidikan; dan (3) Prinsip-
prinsip pembelajaran.

A. Hakikat Pembelajaran
Proses pembelajaran adalah suatu keniscayaan yang
mesti terwujud dalam aktivitas keseharian pendidikan
(lihat Moh. Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, 2009:
213). Dengan demikian, hakikat pembelajaran dalam
perspektif pendidikan Islam perlu dipahami terlebih
dahulu sehingga bangunan pemikiran kependidikan ke
depan dan implementasinya dapat diwujudkan dalam
pendidikan secara khusus dan dalam kehidupan secara
umum (Andreas Harefa, 2004: 85-86).
Dalam kamus bahasa Inggris (lihat John M. Echols dan
Hassan Shadhily, 1993: 352), learn berarti mempelajari
dan learning artinya pengetahuan. Dalam pengertian
kamus ini, belajar diorientasikan pada sebuah proses
transfer of knowledge yang berlangsung di kelas.
Dalam perspektif pendidikan Islam, filosofi belajar
dida­sa­ri pada satu konsep ilmu yang muncul dari perin­
tah membaca.

ْ‫ اقـَْرأ‬2 ‫ َخلَ َق اإلنْ َسا َن ِم ْن َعلَ ٍق‬1 ‫ك الَّ ِذي َخلَ َق‬ ْ ِ‫اقـَْرأْ ب‬
َ ِّ‫اس ِم َرب‬
5 ‫ َعلَّم اإلنْسا َن َما َلْ يـَْعلَ ْم‬4 ‫ الَّ ِذي َعلَّم بِالْ َقلَ ِم‬3 ُ‫ك األ ْكرم‬
َ َ َ َ َ ُّ‫َوَرب‬
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang
Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha

2- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan


pena. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya (QS Al ‘Alaq: 1-5).
Perintah membaca pada ayat di atas secara umum
menurut Basuki dan M. Miftahul Ulum (2007: 125)
memerintahkan umat Islam untuk selalu belajar.
Belajar mempunyai makna filosofi yang sangat dalam
sekali. Belajar sekaligus sebagai jendela menuju dunia
pengetahuan. Oleh karenanya Islam menjadikan
“belajar” sebagai perintah wajib yang harus dilakukan
oleh setiap muslim sebagai jalan menuju pengetahuan.
Rasulullah SAW bersabda:
Mencari ilmu itu wajib bagi setiap orang muslim (HR
Al Baihaqi)
Belajar adalah sebuah proses untuk mencari, mene­
mukan, dan memaknai (Mahfudh Shalahuddin, 1990:
29-30). Belajar adalah sebuah upaya yang dilakukan
untuk mengerti hakikat sesuatu, sehingga terjadi
perubahan pada diri peserta didik, dari tidak tahu
menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Sedangkan mengajar berarti aktivitas guru dalam
mengorganisasikan lingkungan dan mendekatkannya
kepada anak didik sehingga terjadi proses belajar
(Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, 2005: 39). Alvin
W. Howard seperti dikutip oleh Slameto (2003: 32),
mendefinisikan aktivitas mengajar sebagai suatu
kegiatan untuk mencoba mendorong, membimbing
seseorang untuk mendapatkan, mengubah, atau
mengembangkan skill, attitude, ideals (cita-cita),

Pendidikan Agama Islam - 3


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

appreciations (penghargaan), dan knowledge. Bertolak


dari pengertian ini, keberhasilan mengajar tentunya
harus diukur dari bagaimana partisipasi anak didik
dalam proses pembelajaran dan seberapa jauh hasil
yang dicapainya.
Sebagai makhluk, manusia menurut Al Qur‘an
mempunyai keistimewaan dibandingkan dengan
makhluk yang lain, ialah karena mempunyai akal
untuk meraih ilmu dan mengembangkannya (lihat QS
Al Baqarah: 30-34). Dengan akalnya, manusia dapat
memiliki dan mencapai kebebasan dari berbagai
belenggu yang dapat menurunkan derajat atau
martabatnya seperti kebodohan dam keragu-raguan.
Dengan sifatnya yang dinamis, kreatif dan dengan
kecerdasannya sebagai manusia, anak didik mempunyai
bekal untuk menghadapi dan memecahkan problema-
problema.
Sehubungan dengan ini, usaha untuk meningkatkan
kecerdasan adalah tugas utama dalam aktivitas mengajar.
Sebagai makhluk, anak didik hendaklah dipandang
tidak hanya sebagai kesatuan jasmani dan rohani saja,
melainkan juga manifestasinya sebagai tingkah laku dan
perbuatan yang berada dalam pengalamannya. Jasmani
dan rohani, terutama kecerdasan perlu difung­sikan
dalam arti anak didik berada aktif dalam dan meman­
faatkan sepenuh-penuhnya lingkungannya. Ia perlu
men­da­patkan kesempatan yang cukup untuk bebas dan
sebanyak mungkin mengambil bagian dalam kejadian-
kejadian yang berlangsung di sekitarnya. Hal ini teru­
tama mengenai kejadian-kejadian dalam lapangan kebu­

4- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

dayaan (Imam Barnadib, 1994: 35).


Dalam rangka usaha mencapai efisiensi dalam
belajar, menggerakkan kognisi (mengetahui), afeksi
(merasa), dan konasi (berbuat), merupakan kegiatan yang
perlu mendapat perhatian yang cukup. Tujuannya tidak
lain adalah agar anak didik mengalami perkembangan
kepribadian yang utuh (integral) dan seimbang.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
perwu­judan proses pembelajaran merupakan suatu
proses yang mengandung serangkaian guru dan anak
didik atas dasar hubungan timbal balik yang berlang­
sung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan
tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara
guru dan anak didik itu merupakan syarat utama bagi
ber­lang­sungnya aktivitas pembelajaran. Interaksi dalam
aktivitas pembelajaran mempunyai arti yang lebih luas,
tidak sekadar hubungan antara guru dan anak didik,
tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan
hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran,
melainkan penanaman sikap dan nilai pada diri anak
didik yang sedang belajar.

B. Interaksi Pembelajaran sebagai Proses Komunikasi


Pendidikan
Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang pasti
menga­dakan hubungan atau interaksi dengan orang
lain. Interaksi tersebut dapat berupa interaksi yang
berlangsung dalam bidang sosial ekonomi, politik,
pendidikan, dan sebagainya. Salah satu dari interaksi
tersebut berupa interaksi edukatif yang berarti interaksi

Pendidikan Agama Islam - 5


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

yang berlangsung dalam ikatan tujuan pendidikan


(Winarno Surachmad, 1984: 7).
Interaksi edukatif dapat berlangsung baik di lingku­
ngan keluarga, masjid, sekolah, maupun masyarakat.
Interaksi edukatif yang berlangsung secara khusus
dengan ketentuan-ketentuan tertentu di lingkungan
sekolah lazim disebut interaksi pembelajaran. Interaksi
pembelajaran mengandung pengertian adanya
kegiatan interaksi dari guru yang melaksanakan tugas
mengajar di satu pihak, dengan anak didik yang sedang
melaksanakan kegiatan belajar di pihak lain (Sardiman
AM., 1989: 2).
Adapun ciri-ciri interaksi pembelajaran adalah
sebagai berikut: (1) Ada tujuan yang jelas akan dicapai;
(2) Ada bahan yang menjadi isi interaksi; (3) Ada
anak didik yang aktif mengalami; (4) Ada guru yang
melaksanakan; (5) Ada metode tertentu untuk mencapai
tujuan; (6) Ada situasi yang subur yang memungkinkan
proses interaksi berlangsung dengan baik; dan (7) Ada
penilaian terhadap hasil interaksi tersebut (Winarno
Surachmad, 1984: 16).
Seorang guru dalam mengajar hendaknya
mempertim-bangkan tujuan pembelajaran. Dengan
menempatkan tujuan sebagai pusat orientasi
interaksi pembelajaran, maka komponen lainnya
dalam pembelajaran menjadi sarana atau pendukung
tercapainya tujuan tersebut. Bahan atau materi pelajaran
disusun sedemikian rupa sehingga dapat mencapai
tujuan. Penilaian materi pelajaran dengan sendirinya
memperhatikan tingkat perkembangan anak didik

6- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

(Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, 2005: 119).


Interaksi pembelajaran diarahkan agar aktivitas
berada pada pihak anak didik. Hal ini menjadi
keharusan, karena memang anak didik merupakan
orientasi dari setiap proses atau langkah kegiatan
pembelajaran. Peranan guru Pendidikan Agama Islam
di sini sebagai pembimbing, yang dapat mengarahkan
anak didik dan memberikan motivasi, untuk mencapai
hasil yang optimal.
Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan diper­
lukan prosedur atau metode yang merupakan langkah-
langkah sistematis dalam proses pembelajaran. Prosedur
atau cara ini ada kemungkinan berbeda antara satu
proses pembelajaran dengan tujuan tertentu dan proses
pembelajaran dengan tujuan yang lain. Jadi, prosedur ini
menyesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai. Dalam
suatu aktivitas pembelajaran juga dibutuhkan situasi
yang mendukung, seperti sarana dan prasarana maupun
suasana yang akrab, demokratis yang memungkinkan
berkembangnya proses pembelajaran.
Pada akhirnya kegiatan dalam rangka proses pembe­
lajaran perlu dilihat hasilnya dengan cara mengadakan
evaluasi. Hal ini perlu dilakukan karena kegiatan
pendidikan melalui aktivitas pembelajaran ini mengalami
batas waktu sehingga keterikatan kepada waktu juga
menjadi tolak ukur keberhasilan kegiatan pembelajaran
(Suharyono dkk., 1991: 135).

C. Prinsip-prinsip Pembelajaran
Untuk interaksi pembelajaran yang efektif, di

Pendidikan Agama Islam - 7


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

samping menggunakan strategi dan metode yang


tepat juga harus memperhatikan dan melaksanakan
prinsip-prinsip pembelajaran (Abu Ahmadi dan Joko
Tri Prasetya, 2005: 45). Prinsip pembelajaran yaitu
kaidah-kaidah atau rambu-rambu bagi guru agar lebih
berhasil dalam mengajar. Jadi, dalam uraian ini yang
dimaksud dengan prinsip pembelajaran adalah prinsip-
prinsip, kaidah mengajar yang dilaksanakan oleh guru
secara maksimal agar lebih berhasil (Suharyono dkk.,
1991: 6)
Agar anak didik mudah dan berhasil dalam belajar,
guru Pendidikan Agama Islam harus memperhatikan
sekurang-kurangnya delapan prinsip berikut dalam
mengajar:

1. Prinsip konteks
Mengajar dengan memperhatikan prinsip ini,
guru Pendidikan Agama Islam dalam menyajikan
pelajaran hendaknya dapat menciptakan berma­
cam-macam hubungan dalam kaitan bahan pela­
jaran. Menghubungkan bahan pelajaran dapat
menggunakan bermacam-macam sumber, misalnya
surat kabar, majalah, perpustakaan, atau lingkungan
sekitar.
Dengan prinsip ini, anak didik akan mengetahui
“konteks” dari bahan yang dipelajari. Tanpa adanya
konteks, pengetahuan satu dengan pengetahuan
lain, biarpun terletak dalam satu rumpun, akan
terpisah-pisah sehingga pengetahuan anak didik
menjadi kurang kokoh.

8- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

2. Prinsip menarik perhatian


Bila dalam mengajar, anak didik memiliki
perhatian penuh kepada bahan pelajaran, maka
hasil belajar akan lebih meningkat sebab ada
konsentrasi yang pada gilirannya hasil belajar akan
lebih berhasil dan tidak mudah lupa.

3. Prinsip memberikan suasana kegembiraan


Prinsip ini dijabarkan dari sabda Rasulullah
SAW kepada Muadz bin Jabal dan Abu Musa
Al Asy‘ari untuk berdakwah kepada Gubernur
Romawi di Damaskus sebagai berikut:
Permudahlah dan jangan mempersulit, gembirakanlah
mereka dan jangan berbuat yang menyebabkan mereka
menjauhi kamu.
Prinsip ini sesuai dengan firman Allah:

185 ‫يد بِ ُك ُم الْعُ ْسَر‬


ُ ‫اللُ بِ ُك ُم الْيُ ْسَر َوال يُِر‬ ُ ‫يُِر‬
َّ ‫يد‬
Allah menghendaki kemudahan bagimu dan ti­
dak menghendaki kesukaran bagimu... (QS Al
Baqarah: 185)
4. Prinsip penyesuaian perkembangan anak
didik
Sejak awal perkembangan Islam, pendidikan
Islam diberikan kepada anak sesuai umur, kemam­
puan, perkembangan jiwa, dan bakat anak. Setiap
usaha dan proses pendidikan haruslah memper­
hatikan faktor pertumbuhan anak.

Pendidikan Agama Islam - 9


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

Pemahaman yang benar tentang perkembangan


anak didik akan membantu untuk memberi
perlakuan yang tepat kepada anak-anak didik.
Perkembangan anak didik pada dasarnya adalah
perubahan-perubahan yang terjadi dalam seluruh
bagian diri anak, baik fisik, sosial, emosi, dan
kognitif (berpikir). Anak didik akan lebih tertarik
perhatiannya bila bahan pelajaran yang diterimanya
sesuai dengan perkembangannya.
Keharusan bagi setiap guru Pendidikan Agama
Islam untuk mengetahui perkembangan anak didik,
yaitu taraf kematangan yang telah dicapai anak didik
serta taraf kesediaannya untuk belajar adalah mutlak.
Guru Pendidikan Agama Islam harus menjaga taraf
kematangan dan taraf kesediaan anak didik pada
setiap proses belajar dan pada setiap pengalaman
yang ingin dipelajarinya. Hal ini dilakukannya
agar usahanya berhasil dan menjamin anak didik
dapat mengambil manfaat dari unsur-unsur yang
dilakukannya dalam pengajaran, bimbingan, dan
pelatihannya. Oleh karena itu, guru Pendidikan
Agama Islam berbicara dengan mereka sesuai
dengan akal, taraf pengamatan dan pemahaman
mereka. Guru tidak bercakap-cakap dengan anak
didik usia kanak-kanak dengan bahasa bagi orang
dewasa, dan demikian pula sebaliknya. Di samping
itu, guru Pendidikan Agama Islam harus mengajar
mereka sesuai dengan kematangan jasmani, akal,
dan emosi mereka. Misalnya mengajar anak-
anak didik di Sekolah Dasar berbeda caranya bila

10- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

mengajar anak didik di Sekolah Menengah Umum.


Mengajar anak didik kelas I Sekolah Dasar berbeda
dengan ketika mengajar anak didik kelas VI. Di
dalam mengajar, guru Pendidikan Agama Islam
harus mengajar dari yang mudah kepada yang
kompleks, dari yang telah diketahui kepada yang
belum diketahui, dari yang kongkret kepada yang
abstrak, dan seterusnya.

5. Prinsip prasyarat
Prinsip ini menunjukkan pentingnya appersepsi
sebelum memulai suatu aktivitas pembelajaran.
Prinsip ini memberikan petunjuk kepada guru
Pendidikan Agama Islam bahwa dalam mengajar
hendaknya selalu mengaitkan dengan hal-hal yang
sudah diketahui. Dengan cara tersebut, anak akan
lebih tertarik sehingga bahan pelajaran mudah
diserap. Prinsip ini dilaksanakan pada permulaan
pembelajaran.

6. Prinsip peragaan
Prinsip peragaan memberikan pedoman bahwa
dalam mengajar hendaknya menggunakan alat
peraga. Dengan alat peraga, proses pembelajaran
tidak hanya dengan kata-kata (verbalistis).
Pelaksanaan prinsip ini dapat dilakukan dengan
menggunakan bermacam alat peraga atau media
pembelajaran. Kalau pembelajaran dilaksanakan
dengan menggunakan alat peraga, hasil belajar
anak didik lebih jelas dan ia pun tidak cepat lupa.

Pendidikan Agama Islam - 11


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

7. Prinsip motoris
Mengajar hendaknya dapat menimbulkan
aktivitas motorik anak didik. Belajar yang
melibatkan aktivitas motorik, menyebabkan anak
didik tidak cepat lupa dan menimbulkan hasil
belajar yang tahan lama.

8. Prinsip motivasi
Motivasi ialah dorongan yang ada dalam diri
seseorang untuk melakukan sesuatu dalam rangka
memenuhi kebutuhannya. Motivasi memegang
peranan penting dalam pembelajaran. Makin kuat
motivasi seseorang dalam belajar, makin optimal
dalam melakukan aktivitas pembelajaran. Dengan
kata lain, intensitas (kekuatan) belajar sangat
ditentukan oleh motivasi (dorongan).
Pentingnya menjaga motivasi belajar dan
kebutuhan minat dan keinginannya pada proses
belajar tak dapat dipungkiri, karena dengan
menggerakkan motivasi yang terpendam dan
menjaganya dalam kegiatan-kegiatan yang dilak­
sanakan anak didik akan menjadikan anak didik itu
lebih giat belajar. Barangsiapa yang bekerja berda­
sarkan motivasi yang kuat, ia tidak akan merasa
lelah dan tidak cepat bosan. Oleh karena itu, guru
Pendidikan Agama Islam perlu memelihara motivasi
anak didiknya dan semua yang berkaitan dengan
motivasi seperti kebutuhan, keinginan, dan lain-
lain. Strategi dan metode mengajar yang digunakan
harus mampu menimbulkan sikap positif belajar

12- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

dan gemar belajar.


Dalam mengaplikasikan prinsip-prinsip di
atas, guru Pendidikan Agama Islam dapat: (1)
Menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan
anak didik; (2) Menghubungkan pelajaran dengan
pengalaman anak didik; (3) Memilih strategi dan metode
pembelajaran yang tepat. Prinsip-prinsip tersebut
dalam pelaksanaannya hendaklah dapat diterapkan
secara integral. Hal itu dapat dijelaskan bahwa belajar
yang berhasil adalah bila anak didik dalam melakukan
kegiatan belajar dapat berlangsung secara intensif dan
optimal, sehingga menimbulkan perubahan tingkah
laku yang lebih bersifat permanen (tetap) (Abu Ahmadi
dan Joko Tri Prasetya, 2005: 44).
Untuk itu, guru Pendidikan Agama Islam dalam
mengajar harus dapat menimbulkan aktivitas mental
dan fisik. Proses pembelajaran yang demikian itu akan
terwujud bila mendapat dukungan dari situasi belajar
di mana delapan prinsip di atas dapat dilaksanakan.

Pendidikan Agama Islam - 13


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

BAB II:
FAKTOR - FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PROSES DAN HASIL
PEMBELAJARAN

ADAPUN uraian mengenai faktor-faktor yang


mempengaruhi proses dan hasil pembelajaran,
skemanya dapat disusun dalam diagram sebagai
berikut:

Gambar 1.1.
Diagram faktor yang mempengaruhi proses dan hasil pembelajaran

14- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

A. Faktor dari Luar


Faktor dari luar terdiri dari dua bagian penting,
yaitu:

1. Faktor environmental input (lingkungan)


Kondisi lingkungan mempengaruhi proses dan
hasil belajar. Basuki dan M. Miftahul Ulum (2007:
145) berpendapat bahwa lingkungan merupakan
salah satu faktor pendidikan yang tidak sedikit
pengaruhnya terhadap anak didik. Lingkungan
ini dapat berupa lingkungan fisik/ alam dan
lingkungan sosial.
a. Lingkungan fisik/alami termasuk di dalamnya
adalah seperti suhu, kelembaban, kepengapan
udara, dan sebagainya. Belajar pada keadaan
udara yang segar, akan lebih baik hasilnya
daripada belajar dalam keadaan udara yang
panas dan pengap. Di Indonesia misalnya,
orang cenderung berpendapat bahwa belajar
pada pagi hari lebih baik hasilnya daripada
belajar pada siang atau sore hari.
b. Lingkungan sosial, baik yang berwujud
manusia maupun hal-hal lainnya, juga dapat
mempengaruhi proses dan hasil belajar.
Seseorang yang sedang belajar memecahkan
soal yang rumit dan membutuhkan konsentrasi
tinggi, akan terganggu, bila ada orang lain
yang mondar-mandir di dekatnya, atau
bercakap-cakap yang cukup keras di dekatnya.
Lingkungan sosial yang lain, seperti suara mesin

Pendidikan Agama Islam - 15


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

pabrik, hiruk-pikuk lalu lintas, gemuruhnya


pasar, dan sebagainya juga berpengaruh
terhadap proses dan hasil belajar. Karena itulah
disarankan agar lingkungan sekolah didirikan
di tempat yang jauh dari keramaian pabrik, lalu
lintas, dan pasar.

2. Faktor instrumental
Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang
keberadaan dan penggunaannya dirancangkan
sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan.
Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi
sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan
belajar yang telah dirancangkan (Abu Ahmadi dan
Joko Tri Prasetya, 2005: 105-106).
Faktor-faktor instrumental ini dapat berwujud,
seperti:
a. Kurikulum, yaitu rancangan pengajaran yang
isinya sejumlah mata pelajaran yang disusun
secara sistematis yang diperlukan sebagai syarat
untuk menyelesaikan suatu program studi
tertentu (Abuddin Nata, 1997: 123). Dalam UU RI
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, dalam pasal 1 ayat 19 dinyatakan
bahwa yang dimaksud dengan kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu. Menurut

16- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

Muhaimin dan Abdul Mujid (1993: 185), konsep


dasar kurikulum tidak hanya sebatas makna
kata, akan tetapi juga menekankan pada aspek
fungsinya yang ideal: (1) Kurikulum sebagai
program studi, yaitu seperangkat mata pelajaran
yang mampu dipelajari oleh anak didik di
sekolah atau di instansi pendidikan lainnya;
(2) Kurikulum sebagai content, yaitu memuat
sejumlah data atau informasi lainnya yang
memungkinkan timbulnya proses pembelajaran;
(3) Kurikulum sebagai kegiatan terencana, yaitu
yang memuat kegiatan yang direncanakan
tentang hal-hal yang akan diajarkan dan dengan
cara bagaimana hal tersebut dapat diajarkan
secara efektif dan efisien; (4) Kurikulum sebagai
hasil belajar, yaitu memuat seperangkat tujuan
yang utuh untuk memperoleh suatu hasil
tertentu, tanpa menspesifikasikan cara-cara
yang dituju untuk memperoleh hasil-hasil yang
dimaksud. Dalam pengertian lain, memuat
seperangkat hasil belajar yang direncanakan dan
diinginkan; (5) Kurikulum sebagai reproduksi
kultural, yaitu proses transformasi dan refleksi
butir-butir kebudayaan masyarakat agar
dimiliki dan dipahami peserta didik sebagai
bagian dari masyarakat tersebut; (6) Kurikulum
sebagai pengalaman belajar, yaitu keseluruhan
pengalaman belajar yang direncanakan di
bawah pimpinan sekolah; dan (7) Kurikulum
sebagai produksi, yaitu seperangkat tugas yang

Pendidikan Agama Islam - 17


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

harus dilakukan untuk mencapai hasil yang


ditetapkan terlebih dahulu.
b. Program/ bahan yang harus dipelajari, yaitu
seperangkat materi yang disusun secara
sistematis baik tertulis maupun tidak
sehingga tercipta lingkungan/suasana yang
memungkinkan siswa untuk belajar. Program/
bahan yang harus dipelajari secara garis besar
terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka
mencapai standar kompetensi yang telah
ditentukan. Secara terperinci, jenis-jenis materi
pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta,
konsep, prinsip, prosedur), keterampilan,
dan sikap atau nilai. Ditinjau dari pihak guru,
program/ bahan yang harus dipelajari itu harus
diajarkan atau disampaikan dalam kegiatan
pembelajran. Ditinjau dari pihak siswa,
program/ bahan yang harus dipelajari itu
harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai
standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
akan dinilai dengan menggunakan instrumen
penilaian yang disusun berdasar indikator
pencapaian pembelajaran.
c. Sarana dan fasilitas, yaitu segala sesuatu yang
merupakan penunjang terselenggaranya
aktivitas pembelajaran. Sarana dan fasilitas ini,
seperti: gedung perlengkapan belajar, ruangan
kelas, alat-alat praktikum, perpustakaan,
dan sebagainya. Dalam pendidikan Islam,

18- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

ketersediaan sarana dan fasilitas jelas diperlukan.


Sebab sarana dan fasilitas mempunyai peranan
yang besar dan berpengaruh terhadap
pencapaian tujuan pembelajaran.
d. Guru, yaitu orang yang kerjaannya mengajar atau
memberikan pelajaran di sekolah/kelas (Hadari
Nawawi, 1989: 123). Guru memegang peranan
penting dalam aktivitas pembelajaran. Para ahli
sepakat bahwa di antara kunci keberhasilan
aktivitas pembelajaran adalah berada pada
faktor guru (Mangun Budiyanto, 2010: 61). HAR
Tilaar, seperti dikutip Agus Maimun (2001: 29)
berpendapat bahwa profesionalisme seorang
guru baik secara intelektual, moral, dan spiritual
sangat memegang peranan penting dalam
memajukan atau berkembangnya Pendidikan
Agama Islam. Guru, memiliki dua peran
sekaligus, yaitu sebagai transfer of knowledge
dan transfer of value. Misi ilmu pengetahuan
meniscayakan guru untuk menyampaikan ilmu
sesuai perkembangan dan tuntutan masa depan
(aspek IQ), sehingga sebagai generasi yang hidup
pada hari ini dan untuk esok hari, dan terkait
dengan hari kemarin, anak didik tidak terputus
dari mata rantai yang ada dan terasing dari
dunianya, akan tetapi justru dapat mengambil
inisiatif dan peran di tengah-tengah masyarakat.
Misi pewarisan nilai mengharuskan guru untuk
memberikan bekal mental, moral, serta spiritual
kepada anak didik (aspek EQ dan SQ) secara

Pendidikan Agama Islam - 19


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

bersama-sama. Kemampuan untuk mengambil


apa yang baik dari masa lalu dan menimbang
apa yang baik pada masa kini merupakan
sebuah keterampilan analisis dan sintesis secara
bersama-sama yang harus dimiliki oleh seorang
guru, sehingga anak didik tidak alergi dengan
masa lalu dan phobia terhadap modernitas, akan
tetapi dapat menimbang dan menakar serta
menempatkannya secara adil, proporsional,
dan balance antara keduanya (Moh. Haitami
dan Syamsul Kurniawan, 2009: 172-173).
Kiranya jelas bahwa faktor-faktor yang
disebutkan di atas dan faktor-faktor lain yang
sejenis, besar pengaruhnya terhadap hasil dan proses
mengajar. Oleh karena itu, dalam kegiatan evaluasi
mengenai keberhasilan usaha pembelajaran, maka
faktor-faktor instrumental tersebut harus ikut
diperhitungkan.

B. Faktor dari Dalam


Faktor dari dalam adalah kondisi individu atau
anak yang belajar itu sendiri. Faktor individu dapat
dibagi menjadi dua bagian: (1) Kondisi fisiologis anak;
dan (2) Kondisi psikologis anak.
Di antara berbagai faktor yang mempengaruhi
proses dan hasil belajar, maka sebenarnya kondisi
individu anak didiklah yang memegang peranan paling
menentukan, baik kondisi fisiologis maupun psikologis.

20- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

1. Kondisi fisiologis anak


Secara umum kondisi fisiologis, seperti kese­
hatan yang prima, tidak dalam keadaan capai, tidak
dalam keadaan cacat jasmani, seperti kakinya atau
tangannya (karena ini mengganggu kondisi fisio­
logis), dan sebagainya, akan sangat membantu
dalam proses dan hasil belajar.
Anak yang kekurangan gizi, misalnya, kemam­
puan belajarnya berada di bawah anak-anak yang
tidak kekurangan gizi, sebab mereka yang keku­
rangan gizi biasanya cenderung lekas lelah, capai,
mudah mengantuk dan akhirnya tidak mudah
dalam menerima pelajaran.
Di samping kondisi yang umum tersebut, yang
tidak kalah pentingnya dalam mempengaruhi
proses dan hasil belajar adalah kondisi panca indera,
terutama indera penglihatan dan pendengaran.
Sebagian besar orang melakukan aktivitas belajar
dengan mempergunakan indera penglihatan dan
pendengaran.
Membaca, melihat contoh atau model, mela­
kukan observasi, mengamati hasil-hasil eksperimen,
mendengar keterangan guru, mendengarkan cera­
mah, mendengarkan keterangan orang lain dalam
diskusi, dan sebagainya hampir tidak dapat lepas
dari indera penglihatan dan pendengaran.
Karena pentingnya penglihatan dan pende­
ngaran inilah, maka dalam lingkungan pendidikan
formal, orang melakukan berbagai penelitian untuk

Pendidikan Agama Islam - 21


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

menemukan bentuk dan cara menggunakan alat


peraga yang dapat dilihat sekaligus didengar
(audio-visual aids). Guru Pendidikan Agama Islam
yang baik tentu akan memperhatikan bagaimana
keadaan panca indera, khususnya penglihatan dan
pendengaran anak didiknya (Abu Ahmadi dan Joko
Tri Prasetya, 2005: 106-107).

2. Kondisi psikologis anak


Di bawah ini akan diuraikan beberapa faktor
psikologis yang dianggap utama dalam mempe­
ngaruhi proses dan hasil belajar:
a. Minat. Minat sangat mempengaruhi proses
dan hasil belajar. Tanpa adanya minat untuk
belajar, anak didik tidak akan bergairah untuk
menyerap materi. Seseorang yang menaruh
minat yang tinggi pada mata pelajaran tertentu,
biasanya cenderung untuk memperhatikan dan
termotivasi terhadap mata pelajaran tersebut.
Sebaliknya, bila minat dan motivasi belajar
rendah maka perhatian terhadap materi yang
sedang diajarkan akan sangat berkurang. Jika
hal ini terjadi berlarut-larut dan terus-menerus
tanpa adanya upaya seorang guru untuk
membangkitkannya maka bisa jadi anak didik
tidak akan pernah memahami dan menaruh
perhatian terhadap materi pelajaran.
b. Kecerdasan. Kecerdasan memegang peranan
besar dalam menentukan berhasil tidaknya
anak didik mempelajari sesuatu atau mengikuti

22- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

sesuatu program pendidikan. Anak didik yang


lebih cerdas pada umumnya akan lebih mampu
belajar daripada anak didik yang kurang cerdas.
Kecerdasan anak didik biasanya dapat diukur
dengan menggunakan alat tertentu. Hasil dari
pengukuran kecerdasan biasanya dinyatakan
dengan angka yang menunjukkan perbandingan
kecerdasan yang terkenal dengan sebutan
Intelligence Quotient (IQ). Berbagai penelitian
menunjukkan hubungan yang erat antara
IQ dengan hasil belajar di sekolah. Dengan
memahami taraf IQ setiap anak didik, maka
guru akan dapat memperkirakan tindakan yang
harus diberikan kepada anak didiknya secara
tepat.
c. Bakat. Di samping kecerdasan, bakat merupakan
faktor yang besar pengaruhnya terhadap
proses dan hasil belajar seseorang. Hampir
tidak ada orang yang membantah, bahwa
belajar pada bidang yang sesuai dengan bakat
akan memperbesar kemungkinan berhasilnya
usaha itu. Anak didik yang memiliki bakat
yang tinggi pada bidang tertentu, disebut anak
berbakat. Secara definitif, anak didik berbakat
adalah mereka yang oleh orang-orang yang
berkualifikasi profesional diidentifikasikan
sebagai anak yang mampu mencapai prestasi
yang tinggi, karena mempunyai kemampuan-
kemampuan yang tinggi. Anak didik tersebut
adalah anak yang membutuhkan program

Pendidikan Agama Islam - 23


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

pendidikan berdiferensiasi dan pelayanan di


luar jangkauan program sekolah biasa, untuk
merealisasikan sumbangannya terhadap
masyarakat maupun terhadap dirinya.
d. Motivasi. Motivasi adalah kondisi psikologis
yang mendorong seseorang untuk melakukan
sesuatu. Jadi motivasi untuk belajar adalah
kondisi psikologis yang mendorong seseorang
untuk belajar. Penemuan-penemuan penelitian
mengungkap bahwa hasil belajar pada
umumnya meningkat jika motivasi untuk belajar
bertambah. Oleh karena itu, meningkatkan
motivasi belajar anak didik memegang peranan
penting untuk mencapai hasil belajar yang
optimal.
e. Kemampuan-kemampuan kognitif. Walaupun
diakui bahwa tujuan pendidikan yang berarti
juga tujuan belajar itu mencakup tiga aspek,
yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek
psikomotor; namun tidak dapat diingkari bahwa
sampai sekarang pengukuran kognitif masih
diutamakan untuk menentukan keberhasilan
belajar seseorang. Sedangkan aspek afektif dan
aspek psikomotorik lebih bersifat pelengkap
dalam menentukan derajat keberhasilan
belajar anak didik di sekolah. Selama sistem
pendidikan masih berlaku seperti sekarang ini,
kiranya jelas bahwa kemampuan-kemampuan
kognitif tetap merupakan faktor terpenting di
antara ketiga aspek tersebut di atas. Karena itu,

24- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

kemampuan-kemampuan kognitif akan tetap


merupakan faktor penting dalam belajar para
siswa atau anak didik.
Setelah diketahui berbagai faktor yang mempe­
ngaruhi proses dan hasil belajar seperti diuraikan di
atas, maka hal penting untuk dilakukan bagi para
pendidik, guru, dosen, orang tua, dan sebagainya adalah
mengatur faktor-faktor tersebut yang mempunyai
pengaruh dalam mencapai hasil belajar yang optimal.
Misalnya, kalau mengetahui bahwa tempat yang gaduh
tidak baik untuk belajar, maka jangan melakukan
kegiatan belajar di tempat yang ramai, dan sebagainya
(Munawir Yusuf, 1984: 59).

Pendidikan Agama Islam - 25


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

BAB III
STRATEGI PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UNTUK melaksanakan tugas secara profesional,


guru Pendidikan Agama Islam memerlukan wawasan
yang mantap tentang kemungkinan-kemungkinan
strategi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang telah
dirumuskan, baik tujuan pembelajaran yang dirumuskan
secara eksplisit, maupun hasil ikutan yang didapat
dalam proses pembelajaran, misalnya kemampuan
berpikir kritis, kreatif, sikap terbuka setelah anak didik
mengikuti diskusi kecil kelompok dalam proses belajar.
Berangkat dari pemikiran di atas, maka pembahasan
dalam bab ini mencakup: (1) Hakikat Strategi
Pembelajaran; (2) Klaksifikasi Strategi Pembelajaran;
dan (3) Pelaksanaan Strategi Pembelajaran.

A. Hakikat Strategi Pembelajaran


Secara umum strategi mempunyai pengertian
sebagai suatu garis besar haluan dalam bertindak
untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Istilah

26- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

strategi mula-mula dipakai di kalangan militer dan


diartikan sebagai seni dalam merancang (operasi)
peperangan, terutama yang erat kaitannya dengan
gerakan pasukan dan navigasi ke dalam posisi perang
yang dipandang paling menguntungkan untuk
memperoleh kemenangan. Penetapan strategi tersebut
harus didahului oleh analisis kekuatan musuh yang
meliputi jumlah personal, kekuatan persenjataan,
kondisi lapangan, posisi musuh, dan sebagainya.
Dalam perwujudannya, strategi itu akan dikembangkan
dan dijabarkan lebih lanjut menjadi tindakan-tindakan
nyata dalam medan pertempuran (Abu Ahmadi dan
Joko Tri Prasetya, 2005: 11).
Dewasa ini istilah strategi banyak dipinjam oleh
bidang-bidang ilmu lain, termasuk ilmu pendidikan.
Dalam kaitannya dengan aktivitas pembelajaran,
strategi bisa diartikan sebagai pengetahuan atau seni
mendayagunakan semua faktor/ kekuatan untuk
mengamankan sasaran pembelajaran yang hendak
dicapai melalui perencanaan dan pengarahan dalam
operasionalisasi sesuai dengan situasi dan kondisi
lapangan yang ada, termasuk pula perhitungan tentang
hambatan-hambatan baik fisik maupun non fisik
(seperti mental, spiritual, dan moral baik dari subyek,
obyek, maupun lingkungan sekitar) (lihat Moh. Haitami
Salim dan Syamsul Kurniawan, 2009: 214-215).
Dihubungkan dengan aktivitas pembelajaran dalam
Pendidikan Agama Islam, pemakaian istilah strategi
dimaksudkan sebagai daya upaya guru Pendidikan
Agama Islam dalam menciptakan suatu sistem

Pendidikan Agama Islam - 27


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses


pembelajaran. Maksudnya agar tujuan pembelajaran
Pendidikan Agama Islam yang telah dirumuskan
dapat tercapai secara berdaya guna dan berhasil guna,
guru Pendidikan Agama Islam dituntut memiliki
kemampuan mengatur secara umum komponen-
komponen pembelajaran Pendidikan Agama Islam
sedemikian rupa sehingga terjalin keterkaitan fungsi
antara komponen pembelajaran dimaksud.
Menurut Newman dan Logan, seperti dikutip
Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya (2005: 12), strategi
dasar arti setiap usaha mencakup 4 masalah, yaitu:
(1) Pengidentifikasian dan penetapan spesifikasi dan
kualifikasi hasil yang harus dicapai dan menjadi sasaran
usaha tersebut, dengan mempertimbangkan aspirasi
masyarakat yang memerlukannya. (2) Pertimbangan
dan pemilihan pendekatan utama yang ampuh untuk
mencapai sasaran. (3) Pertimbangan dan penetapan
langkah-langkah yang ditempuh sejak awal sampai
akhir. (4) Pertimbangan dan penetapan tolok ukur
dan ukuran baku yang akan digunakan untuk menilai
keberhasilan usaha yang dilakukan.
Kalau diterapkan dalam konteks aktivitas pembe­
lajaran dalam Pendidikan Agama Islam, keempat
strategi tersebut bisa diterjemahkan menjadi: (1)
Mengi­dentifikasikan serta menetapkan spesifikasi dan
kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian
anak didik sebagaimana yang diharapkan. (2) Memilih
sistem pendekatan pembelajaran berdasarkan aspirasi
dan pandangan hidup masyarakat. (3) Memilih dan

28- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

menetapkan metode pembelajaran yang dianggap paling


tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan
oleh para guru Pendidikan Agama Islam dalam kegiatan
mengajarnya. Dan (4) Menetapkan norma-norma dan
batas minimal keberhasilan atau kriteria dan standar
keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh
guru Pendidikan Agama Islam dalam melakukan
evaluasi hasil kegiatan pembelajaran, yang selanjutnya
menjadi umpan balik bagi penyempurnaan sistem
instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.
Dari uraian di atas, tergambar bahwa ada empat
masalah pokok yang sangat penting yang dapat
dijadikan pedoman dalam keberhasilan pelaksanaan
kegiatan pembelajaran:
Pertama, spesifikasi dan kualifikasi perubahan
tingkah laku yang bagaimana yang hendak dicapai
dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan itu.
Dengan kata lain, menentukan sasaran dari kegiatan
pembelajaran tersebut. Sasaran ini harus dirumuskan
secara jelas dan kongkret sehingga mudah dipahami oleh
anak didik. Perubahan perilaku dan kepribadian yang
diharapkan setelah anak didik mengikuti suatu kegiatan
pembelajaran itu harus jelas, misalnya, dari tidak bisa
membaca menjadi dapat membaca. Kalau sebelum
mengikuti pembelajaran para anak didik tidak mampu
membaca atau menulis huruf Al Qur‘an, maka setelah
mengikuti kegiatan pembelajaran, mereka menjadi
mampu membaca dan menulis huruf Al Qur‘an, dari
tidak bisa melaksanakan shalat, berubah menjadi dapat
melaksanakan shalat, dan seterusnya. Suatu aktivitas

Pendidikan Agama Islam - 29


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

pembelajaran tanpa sasaran yang jelas, berarti aktivitas


tersebut dilakukan tanpa arah atau tujuan yang pasti.
Suatu usaha atau aktivitas yang tidak mempunyai arah
atau tujuan yang pasti, dapat menyebabkan terjadinya
penyimpangan-penyimpangan dan tidak tercapainya
hasil yang diharapkan.
Kedua, memilih cara pendekatan pembelajaran
yang dianggap paling tepat dan efektif untuk mencapai
sasaran. Bagaimana kita memandang suatu persoalan,
konsep, pengertian, dan teori apa yang kita gunakan
dalam memecahkan suatu kasus akan mempengaruhi
hasil yang dicapai. Satu masalah yang dipelajari
oleh dua orang dengan pendekatan berbeda akan
menghasilkan kesimpulan yang berbeda bahkan
mungkin bertentangan jika cara pendekatannya
menggunakan berbagai disiplin ilmu. Pengertian,
konsep ekonomi tentang baik, benar, atau adil, tidak
sama dengan baik, benar, atau adil menurut pengertian,
konsep dan teori dalam ilmu hukum, juga akan tidak
sama bila kita menggunakan pendekatan agama
karena pengertian, konsep, dan teori agama mengenai
baik, benar, atau adil itu jelas berbeda dengan konsep
ekonomi maupun antropologi. Begitu juga dengan
cara pendekatan yang digunakan dalam aktivitas
pembelajaran dalam Pendidikan Agama Islam.
Belajar menurut teori asosiasi, tidak sama dengan
pengertian belajar menurut teori problem solving. Topik
tertentu dalam Pendidikan Agama Islam yang dipelajari
atau dibahas dengan cara menghapal akan berbeda
hasilnya apabila dipelajari atau dibahas dengan teknik

30- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

diskusi atau seminar. Juga akan lain hasilnya andaikata


topik yang sama dibahas dengan menggunakan
kombinasi berbagai teori.
Ketiga, memilih dan menetapkan prosedur dan
metode pembelajaran yang dianggap paling tepat dan
efektif. Metode atau teknik penyajian untuk memotivasi
anak didik agar mampu menerapkan pengetahuan dan
pengalamannya untuk memecahkan masalah, berbeda
dengan cara atau metode untuk mendorong para anak
didik mampu berpikir dan memiliki cukup keberanian
untuk mengemukakan pendapatnya sendiri. Perlu
dipahami bahwa suatu metode mungkin hanya
cocok dipakai untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Jadi, dengan sasaran yang berbeda, guru hendaknya
jangan menggunakan teknik penyajian yang sama.
Bila beberapa tujuan ingin diperoleh, kita dituntut
untuk memiliki kemampuan menggunakan berbagai
metode atau mengkombinasikan beberapa metode
yang relevan.
Cara penyajian yang satu mungkin lebih
menekankan pada peranan anak didik, sementara
teknik penyajian yang lain lebih terfokus pada peranan
guru atau alat pengajaran seperti buku atau komputer.
Adapula metode yang lebih berhasil bila digunakan
anak didik dalam jumlah yang terbatas, atau cocok
untuk mempelajari materi Pendidikan Agama Islam
tertentu. Demikian juga apabila kegiatan pembelajaran
itu berlangsung di dalam kelas, di perpustakaan, atau
di masjid, tentu metode yang diperlukan agar tujuan
tercapai, untuk masing-masing tempat tersebut tidak

Pendidikan Agama Islam - 31


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

sama. Tujuan instruksional yang ingin dicapai itu


tidak selalu tunggal, bisa terdiri dari beberapa tujuan
atau sasaran. Untuk itu, guru Pendidikan Agama
Islam membutuhkan variasi dalam penggunaan
teknik penyajian supaya kegiatan pembelajaran yang
berlangsung tidak membosankan.
Keempat, menetapkan norma-norma atau kriteria
keberhasilan sehingga guru Pendidikan Agama Islam
mempunyai pegangan yang dapat dijadikan ukuran
untuk menilai sampai sejauh mana keberhasilan tugas-
tugas yang dilakukannya. Suatu program baru bisa
diketahui keberhasilannya, setelah dilakukan evaluasi.
Evaluasi dalam kegiatan pembelajaran merupakan
salah satu strategi yang tidak bisa dipisahkan dengan
strategi dasar yang lain.
Apa yang harus dievaluasi dan bagaimana evaluasi
itu harus dilakukan termasuk kemampuan yang harus
dimiliki oleh guru Pendidikan Agama Islam. Seorang
anak didik dapat dikategorikan sebagai anak didik
yang berhasil bila dilihat dari berbagai segi. Bisa dilihat
dari aspek kerajinannya mengikuti tatap muka dengan
guru, perilaku sehari-hari di sekolah, hasil ulangan,
hubungan sosial, kepemimpinan, keterampilan, dan
sebagainya, atau dilihat dari gabungan berbagai aspek.

B. Klasifikasi Strategi Pembelajaran


Ada berbagai masalah sehubungan dengan strategi
pembelajaran, yang secara keseluruhan diklasifikasikan
sebagai berikut:

32- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

1. Konsep dasar strategi pembelajaran


Strategi pembelajaran merupakan pola umum
tindakan guru-anak didik dalam manifestasi aktivitas
pembelajaran (Lihat Ahmad Rohani dan Abu
Ahmadi, 1991:31).
Konsep dasar strategi pembelajaran ini meli­
puti: (1) Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi
peru­bahan perilaku; (2) Menentukan pilihan berke­
naan dengan pendekatan terhadap masalah belajar
mengajar, dan memilih prosedur, metode, dan
teknik belajar mengajar; dan (3) Norma dan kriteria
keberhasilan kegiatan pembelajaran.

2. Pembelajaran sebagai suatu sistem


Pembelajaran sebagai suatu sistem instruksional
mengacu pada pengertian seperangkat komponen
yang saling bergantung antara satu dan lainnya
untuk mencapai tujuan. Sebagai suatu sistem,
pembelajaran meliputi sejumlah komponen antara
lain: tujuan, bahan, siswa, guru, metode, situasi, dan
evaluasi. Agar tujuan itu tercapai, semua komponen
yang ada harus diorganisasikan sehingga antar
setiap komponen itu terjadi kerjasama. Karena itu,
guru Pendidikan Agama Islam tidak boleh hanya
memperhatikan komponen tertentu saja, misalnya:
metode, bahan dan evaluasi saja, tetapi ia harus
mempertimbangkan komponen secara keseluruhan.
Berbagai persoalan yang dihadapi guru
Pendidikan Agama Islam antara lain: (1) Tujuan-
tujuan apa yang hendak dicapai; (2) Materi

Pendidikan Agama Islam - 33


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

Pendidikan Agama Islam apa yang perlu diajarkan;


(3) Metode dan alat apa yang harus dipakai; dan (4)
Prosedur apa yang akan ditempuh untuk melakukan
evaluasi. Secara khusus dalam proses pembelajaran,
guru Pendidikan Agama Islam berperan sebagai
pengajar, pembimbing, perantara sekolah dengan
masyarakat, administrator, dan lain-lain.
Untuk itu wajar bila guru Pendidikan Agama
Islam harusnya bisa memahami segenap aspek
pribadi anak didik. Beberapa aspek pribadi anak
didik menurut Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya
(2005: 17), seperti: (1) Kecerdasan dan bakat
khusus. (2) Prestasi sejak permulaan sekolah; (3)
Perkembangan jasmani dan kesehatannya; (4)
Kecenderungan emosi dan karakternya; (5) Sikap dan
minat belajar; (6) Cita-cita; (7) Kebiasaan belajar dan
bekerja; (8) Hobi dan penggunaan waktu senggang;
(9) Hubungan sosial di sekolah dan di rumah; (10)
Latar belakang keluarga; (11) Lingkungan tempat
tinggal; dan (12) Sifat-sifat khusus dan kesulitan
anak didik.
Usaha guru Pendidikan Agama Islam untuk
memahami anak didik ini bisa melalui evaluasi. Selain
itu, guru Pendidikan Agama Islam mempunyai
kewajiban untuk melaporkan perkembangan hasil
belajar para anak didik tersebut ke kepala sekolah
dan orang tua murid.

3. Hakikat proses belajar


Hakikat belajar adalah proses perubahan perila­

34- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

ku berkat pengalaman dan pelatihan. Artinya tujuan


kegiatan belajar ialah perubahan tingkah laku, baik
yang menyangkut pengetahuan, keterampilan,
sikap, bahkan meliputi segenap aspek pribadi.
Faktor yang sangat penting dalam proses belajar
adalah anak didik atau subjek belajar. Sebagai subjek
belajar, anak didik mempunyai kepribadian yang
unik. Ia mempunyai kapasitas mental yang berbeda
untuk mencapai pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang diharapkan oleh guru. Keunikan lain
yang ada pada anak didik ialah mereka mempunyai
bakat dan inteligensi yang berbeda (DN Adjai
Robinson, 1980: 13).
Hal lain, mereka mempunyai motivasi belajar
yang tidak sama. Motivasi ini sangat berperan
dalam menggerakkan anak didik untuk melakukan
aktivitas belajar. Seperti yang juga sudah diuraikan
di bab II sebelumnya, kondisi fisik subjek belajar
juga berpengaruh sekali terhadap hasil belajar.
Anak yang kekurangan gizi, misalnya, kemampuan
belajarnya berada di bawah anak-anak yang tidak
kekurangan gizi, sebab mereka yang kekurangan
gizi biasanya cenderung lekas lelah, capai, mudah
mengantuk dan akhirnya tidak mudah dalam
menerima pelajaran.

4. Sasaran kegiatan belajar


Setiap aktivitas pembelajaran tentu mempunyai
sasaran dan tujuan. Tujuan itu bertahap dan ber­
jenjang mulai dari yang sangat operasional dan

Pendidikan Agama Islam - 35


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

kongkret, yaitu tujuan instruksional khusus dan


tujuan instruksional umum, tujuan kurikuler, tujuan
institusional, tujuan nasional, sampai kepada tujuan
yang bersifat universal. Persepsi guru Pendidikan
Agama Islam atau persepsi anak didik mengenai
sasaran akhir aktivitas pembelajaran akan
mempengaruhi tujuan yang akan dicapai. Sasaran
itu harus diterjemahkan ke dalam ciri-ciri perilaku
kepribadian yang didambakan.
Pada tingkat sasaran dan tujuan yang univer­sal,
manusia yang diidamkan tersebut harus mempunyai
kualifikasi: (1) Pengembangan bakat secara optimal;
(2) Hubungan antar manusia; (3) Efisiensi ekonomi;
dan (4) Tanggung jawab selaku warga negara (Abu
Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, 2005: 16).

5. Entering behavior anak didik


Hasil kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama
Islam tercermin dalam perubahan perilaku, baik
secara material-substansial, struktural fungsional,
maupun secara behavioral. Yang menjadi persoalan
adalah kepastian bahwa tingkat prestasi yang
dicapai anak didik adalah benar merupakan
hasil kegiatan pembelajaran yang bersangkutan.
Untuk kepastiannya seharusnya kita mengetahui
karakteristik perilaku anak didik saat mereka
mau masuk sekolah dan mulai dengan kegiatan
pembelajaran dilangsungkan. Tingkat dan jenis
karakteristik perilaku anak didik yang telah
dimilikinya ketika mau mengikuti kegiatan

36- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

pembelajaran, itulah yang dimaksud dengan


entering behavior.
Entering behavior dapat diidentifikasi dengan
cara berikut: (1) Secara tradisional, para guru mulai
dengan pertanyaan tentang bahan yang pernah
diberikan sebelum menyajikan bahan baru. (2)
Secara inovatif, guru tertentu diberbagai lembaga
pendidikan mampu mengembangkan instrumen
pengukuran prestasi belajar dengan mengadakan
pra-tes sebelum anak didik mengikuti program
pembelajaran.
Gambaran tentang entering behavior anak didik
ini menurut Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya
(2005: 18) banyak menolong guru Pendidikan
Agama Islam, antara lain: (1) Diketahuinya seberapa
jauh kesamaan individual anak didik dalam taraf
kesiapannya, kematangan, serta tingkat penguasaan
pengetahuan dan keterampilan dasar bagi penyajian
bahan baru. (2) Diketahuinya disposisi perilaku
anak didik tersebut dapat mempertimbangkan
dan memilih bahan, prosedur, metode, teknik
dan alat bantu belajar mengajar yang sesuai. (3)
Dengan membandingkan pra-tes dengan nilai
hasil paska tes atau setelah menjalani program
kegiatan pembelajaran, guru Pendidikan Agama
Islam akan mendapat petunjuk, seberapa jauh
dan seberapa banyak perubahan perilaku itu telah
terjadi dalam diri anak didik. Perbedaan antara
nilai paska tes dan pra tes, baik secara kelompok
maupun individual, merupakan indikator prestasi

Pendidikan Agama Islam - 37


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

atas hasil pencapaian yang nyata sebagai pengaruh


dari aktivitas pembelajaran.
Ada tiga dimensi dari entering behavior yang
perlu diketahu guru Pendidikan Agama Islam:
(1) Batas-batas ruang lingkup materi pengetahuan
yang telah dimiliki dan dikuasai anak didik; (2)
Tingkatan tahapan materi pengetahuan terutama
kawasan pola-pola sambutan atau kemampuan
yang telah dimiliki anak didik; dan (3) Kesiapan
dan kematangan fungsi-fungsi psikofisik.
Di samping itu, seorang guru Pendidikan Agama
Islam sebelum merencanakan dan melak­sanakan
aktivitas pembelajaran harus dapat menjawab
pertanyaan: (1) Sejauh mana batas-batas materi
pengetahuan yang telah diketahui dan dikuasai
oleh anak didik yang akan diajari; (2) Tingkat dan
tahap serta jenis kemampuan manakah yang telah
dicapai dan dikuasai anak didik yang bersangkutan;
(3) Apakah anak didik sudah cukup siap dan matang
untuk menerima bahan dan pola-pola perilaku yang
akan diajarkan; dan (4) Seberapa jauh motivasi dan
minat belajar yang dimiliki anak didik sebelum
pembelajaran dimulai.

6. Pola-pola belajar anak didik


Robert M. Gagne, sebagaimana yang dikutip
Syaiful Bahri (2010: 12-19), membedakan pola-pola
belajar siswa ke dalam delapan tipe, di mana yang
satu merupakan prasyarat bagi lainnya yang lebih
tinggi hierarkinya. Delapan tipe belajar dimaksud

38- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

adalah: 1) Signal learning (belajar isyarat), 2) Stimulus-


response learning (belajar stimulus-respons), 3)
Chaining (rantai atau rangkaian), 4) Verbal associa­tion
(asosiasi verbal), 5) Discrimination learning (belajar
kriminasi), 6) Concept learning (belajar konsep), 7)
Rule learning (belajar aturan), dan 8) Problem solving
(memecahkan masalah).
Kedelapan tipe belajar sebagaimana disebutkan
di atas akan diuraikan satu per satu secara singkat
dan jelas sebagai berikut:
a. Belajar Tipe 1: Signal Learning (Belajar Isyarat)
Belajar tipe ini merupakan tahap yang
paling dasar. Jadi, tidak menuntut persyaratan,
namun merupakan hierarki yang harus dilalui
untuk tipe belajar yang paling tinggi. Signal
learning dapat diartikan sebagai proses
penguasaan pola-pola dasar perilaku bersifat
involuntary (tidak sengaja dan tidak disadari
tujuannya). Dalam tipe ini terlibat aspek
reaksi emosional di dalamnya. Kondisi yang
diperlukan buat berlangsungnya tipe belajar ini,
adalah diberikannya stimulus (signal) secara
serempak, perangsang-perangsang tertentu
secara berulang kali. Signal learning ini mirip
dengan conditioning menurut Pavlov yang
timbul setelah sejumlah pengalaman tertentu.
Respons yang timbul bersifat umum dan
emosional, selain timbulnya dengan tak sengaja
dan tak dapat dikuasai.

Pendidikan Agama Islam - 39


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

Contoh: Aba-aba “Siap!” merupakan suatu


signal atau isyarat untuk mengambil sikap
tertentu. Melihat wajah ibu menimbulkan rasa
senang. Wajah ibu di sini merupakan isyarat
yang menimbulkan perasaan senang itu. Melihat
ular yang besar menimbulkan rasa jijik. Melihat
ular itu merupakan isyarat yang menimbulkan
perasaan tertentu.
b. Belajar Tipe 2: Stimulus-Respons Learning (Belajar
Stimulus-Respons)
Bila tipe di atas digolongkan dalam jenis
classical condition, maka tipe belajar 2 ini
terma­suk ke dalam instrumental conditioning,
atau belajar dengan trial and error (mencoba-
coba). Proses belajar bahasa pada anak-anak
merupakan proses yang serupa dengan ini.
Kondisi yang diperlukan untuk berlangsungnya
tipe belajar ini adalah faktor inforcement. Waktu
antara stimulus pertama dan berikutnya amat
penting. Makin singkat jarak S-R dengan S-R
berikutnya, semakin kuat reinforce­ment.
Contoh: Anjing dapat diajar “memberi
salam” dengan mengangkat kaki depannya
bila kita katakan “Kasih tangan!” atau “Salam”.
Ucapan ‘kasih tangan’ merupakan stimulus yang
menimbulkan respons ‘memberi salam’ oleh
anjing itu.
Berdasarkan contoh di atas, jelas bahwa
kemam­ p uan itu tidak diperoleh dengan

40- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

tiba-tiba, akan tetapi melalui latihan-latihan.


Respons dapat diatur dan dikuasai. Respons
bersifat-spesifik, tidak umum dan kabur.
Respons diperkuat atau di-reinforce dengan
adanya imbalan atau reward. Sering gerakan
motoris merupakan komponen penting dalam
respons itu. Dengan belajar stimulus-respons
ini seorang pelajar mengucapkan kata-kata
dalam bahasa asing. Demikian pula seorang
bayi belajar mengatakan “Mama”.
c. Belajar Tipe 3: Chaining (Rantai atau Rangkaian)
Chaining adalah belajar menghubungkan
satuan ikatan S-R (Slimulus-Respons) yang
satu dengan lain. Kondisi yang diperlukan
bagi berlangsungnya tipe belajar ini antara
lain, secara internal anak didik sudah harus
terkuasai sejumlah satuan pola S-R, baik
psikomotorik maupun verbal. Selain itu prinsip
kesinambungan, pengulangan, dan reinforce­
ment tetap penting bagi berlangsungnya proses
chaining.
Contoh: Dalam bahasa kita banyak contoh
chaining seperti ibu-bapak, kampung-halaman,
selamat tinggal, dan sebagainya. Juga dalam
perbuatan kita banyak terdapat chaining ini,
misalnya pulang kantor, ganti baju, makan
malam, dan sebagainya. Chain­ing terjadi bila
terbentuk hubungan antara beberapa S-R, sebab
yang satu terjadi segera setelah yang satu lagi.
Jadi berdasarkan hubungan (contiguity).

Pendidikan Agama Islam - 41


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

d. Belajar Tipe 4: Verbal Association (Asosiasi


Verbal)
Baik chaining maupun verbal association,
kedua tipe belajar ini setaraf, yaitu belajar
menghubungkan satuan ikatan S-R yang satu
dengan yang lain. Bentuk verbal association
yang paling sederhana adalah bila diperlihatkan
suatu bentuk geometris, dan si anak dapat
mengatakan “bujur sangkar”, atau mengatakan
“itu bola saya”, bila dilihatnya bolanya.
Sebelumnya ia harus dapat membedakan bentuk
geometris agar dapat mengenal ‘bujur sangkar’
sebagai salah satu bentuk geometris, atau
mengenal ‘bola’, ‘saya’, dan ‘itu’. Hubungan itu
terbentuk, bila unsur-unsurnya terdapat dalam
urutan tertentu, yang satu segera mengikuti
yang satu lagi (contiguity).
e. Belajar Tipe 5: Discrimination Learning (Belajar
Diskriminasi)
Discrimination learning atau belajar
mengadakan pembeda. Dalam tipe ini anak
didik mengadakan seleksi dan pengujian di
antara dua perangsang atau sejumlah stimulus
yang diterimanya, kemudian memilih pola-
pola respons yang dianggap paling sesuai.
Kondisi utama bagi berlangsungnya proses
belajar ini adalah anak didik sudah mempunyai
kemahiran melakukan chaining dan association
serta pengalaman (pola S-R).

42- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

Contoh: Anak dapat mengenal berbagai merk


mobil beserta namanya, walaupun tampaknya
mobil itu banyak bersamaan. Demikian pula ia
dapat membedakan manusia yang satu dari yang
lain; juga tanaman, binatang, dan Iain-lain. Guru
mengenal anak didik serta nama masing-masing
karena mampu mengadakan diskriminasi di
antara anak-anak itu. Diskriminasi didasarkan
atas chain. Anak misalnya harus mengenal
mobil tertentu beserta namanya. Untuk
mengenal model lain harus pula diadakannya
chain baru, dengan kemungkinan yang satu
akan mengganggu yang satunya lagi.
Makin banyak yang dirangkaikan, makin besar
kesulitan yang dihadapi, karena kemungkinan
gangguan atau interference itu, dan kemungkinan
suatu chain dilupakan.
f. Belajar Tipe 6: Concept Learning (Belajar Konsep)
Concept learning adalah belajar pengertian.
Dengan berdasarkan kesamaan ciri-ciri dari
sekumpulan stimulus dan obyek-obyeknya,
ia membentuk suatu pengertian atau konsep,
kondisi utama yang diperlukan adalah mengua­
sai kemahiran diskriminasi dan proses kognitif
fundamen­tal sebelumnya.
Belajar konsep mungkin karena kesang­
gupan manusia untuk mengadakan representasi
internal tentang dunia sekitarnya dengan
menggunakan bahasa. Mungkin juga binatang

Pendidikan Agama Islam - 43


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

dapat melakukan demikian, akan tetapi sangat


terbatas. Manusia dapat melakukannya tanpa
batas berkat bahasa dan kemampuannya
mengabstraksi. Dengan menguasai konsep,
ia dapat menggolongkan dunia sekitarnya
menurut konsep itu, misalnya menurut warna,
bentuk, besar, jumlah, dan sebagainya. Ia dapat
menggolongkan manusia menurut hubungan
keluarga, seperti bapak, ibu, paman, saudara,
dan sebagainya; menurut bangsa, pekerjaan, dan
sebagainya. Dalam hal ini, kelakuan manusia
tidak dikuasai oleh stimulus dalam bentuk
fisik, melainkan dalam bentuk yang abstrak.
Misalnya kita dapat menyuruh anak dengan
perintah: “Ambilkan botol yang di tengah!”
Untuk mempelajari suatu konsep, anak harus
mengalami berbagai situasi dengan stimulus
tertentu. Dalam pada itu ia harus dapat
mengadakan diskriminasi untuk membedakan
apa yang termasuk dan tidak termasuk konsep
itu. Proses belajar konsep memakan waktu dan
berlangsung secara berangsur-angsur.
g. Belajar Tipe 7: Rule Learning (Belajar Aturan)
Rule learning belajar membuat generalisasi,
hukum, dan kaidah. Pada tingkat ini siswa
belajar mengadakan kombinasi berbagai konsep
dengan mengoperasikan kaidah-kaidah logika
formal (induktif, dedukatif, analisis, sintesis,
asosiasi, diferensiasi, komparasi, dan kausalitas)
sehingga anak didik dapat menemukan

44- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

konklusi tertentu yang mungkin selanjutnya


dapat dipandang sebagai “rule” : prinsip, dalil,
aturan, hukum, kaidah. dan sebagainya.
Belajar aturan adalah tipe belajar yang
banyak terdapat dalam pelajaran di sekolah.
Banyak aturan yang perlu diketahui oleh setiap
orang yang terdidik. Aturan ini terdapat dalam
tiap mata pelajaran. Misalnya, benda yang
dipanaskan memuai, angin berhembus dari
daerah maksimum ke daerah minimum, (a +
b) (a - b) = a2 - b2, untuk menjamin keselamatan
negara harus diadakan pertahanan yang ampuh,
tiap warga negara harus setia kepada negaranya,
dan sebagainya. Ada yang mengatakan, bahwa
anak-anak harus “menemukan sendiri” aturan-
aturan itu. Ada pula yang berpendirian,
aturan-aturan dapat juga dipelajari dengan
“memberitahukannya” kepada anak didik
disertai dengan contoh-contoh. dan cara ini
lebih singkat dan tidak kurang efektifnya.
Mengenal aturan tanpa memahaminya akan
merupakan “verbal chain” saja dan ini hanya
menunjukkan cara belajar yang salah.
h. Belajar Tipe 8: Problem Solving (Pemecahan
Masalah)
Problem solving adalah belajar memecahkan
masalah. Pada tingkat ini para anak didik
belajar merumuskan memecahkan masalah,
memberikan respons terhadap rangsangan yang
menggambarkan atau membangkitkan situasi

Pendidikan Agama Islam - 45


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

problematic, yang mempergunakan berbagai


kaidah yang telah dikuasainya. Menurut
John Dewey belajar memecahkan masalah itu
berlangsung sebagai berikut: individu menyadari
masalah bila ia dihadapkan kepada situasi
keraguan dan kekaburan sehingga merasakan
adanya semacam kesulitan. Langkah-langkah
yang memecahkan masalah, adalah sebagai
berikut:
1) Merumuskan dan menegaskan masalah
Individu melokalisasi letak sumber kesuli­tan,
untuk memungkinkan mencari jalan peme­ca­
hannya. Ia menandai aspek mana yang mungkin
dipecahkan dengan menggunakan prinsip atau
dalil serta kaidah yang diketahuinya sebagai
pegangan.
2) Mencari fakta pendukung dan merumuskan
hipotesis
Individu menghimpun berbagai informasi
yang relevan termasuk pengalaman orang lain
dalam menghadapi pemecahan masalah yang
serupa. Kemudian mengidentifikasi berbagai
alternatif kemungkinan pemecahannya yang
dapat dirumuskan sebagai pertanyaan jawaban
sementara yang memerlukan pembuktian
(hipotesis).
3) Mengevaluasi alternatif pemecahan yang
dikembangkan
Setiap alternatif pemecahan ditimbang dari

46- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

segi untung ruginya. Selanjutnya dilakukan


pengambilan keputusan memilih alternatif
yang dipandang paling mungkin (feasible) dan
menguntungkan.
4) Mengadakan pengujian atau verifikasi
Mengadakan pengujian atau verifikasi secara
ekspe­ r i­
m ental alternatif pemecahan yang
dipilih, dipraktikkan, atau dilaksanakan. Dari
hasil pelaksanaan itu diperoleh informasi untuk
membuktikan benar atau tidaknya yang telah
dirumuskan.
Dengan demikian proses belajar yang
tertinggi ini hanya mungkin dapat berlangsung
kalau proses-proses belajar fundamental lainnya
telah dimiliki dan dikuasai, menurut kondisi
lain yang diperlukan adalah bahwa kepada
anak didik hendaknya:
1) Diberikan stimulus yang dapat menimbulkan
situasi bermasalah dalam diri anak didik.
2) Diberikan kesempatan untuk memilih dan
berlatih merumuskan dan mencari alternatif
pemecahannya.
3) Diberikan kesempatan untuk berlatih dan
mengalami sendiri melaksanakan pemecahan
dan pembuktiannya. Dengan proses pengiden­
tifikasian entering behavior seperti dijelaskan
dalam uraian terdahulu, guru akan dapat
mengidentifikasi pada tahap belajar atau
tipe belajar yang telah dijalaninya. Atas dasar

Pendidikan Agama Islam - 47


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

itu guru dapat memilih alternatif strategi


pengorganisasiannya bahan dan kegiatan
pembelajaran.

7. Pemilihan sistem pembelajaran


Titik tolak untuk penentuan strategi pembela­
jaran Pendidikan Agama Islam tersebut adalah
perumusan tujuan pembelaran Pendidikan Aga­ma
Islam secara jelas. Agar anak didik dapat melaksa­
na­kan kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama
Islam secara optimal, selanjutnya guru Pendidikan
Agama Islam harus memikirkan pertanyaan berikut:
“Strategi manakah yang paling efektif dan efisien
untuk membantu tiap anak didik dalam pencapaian
tujuan yang telah dirumuskan?”
Pertanyaan di atas sangat sederhana namun
sukar untuk dijawab, karena tiap anak didik
mempunyai kemampuan yang berbeda. Tetapi
strategi memang harus dipilih untuk membantu
anak didik mencapai tujuan secara efektif dan
produktif.
Langkah yang harus ditempuh mula-mula
menentukan tujuan dalam arti merumuskan tujuan
dengan jelas sehingga dapat diketahui apa yang
diharapkan dapat dilakukan anak didik, dalam
kondisi yang bagaimana serta seberapa tingkat
keberhasilan yang diharapkan. Pertanyaan inipun
tidak mudah dijawab, sebab selain setiap anak didik
berbeda, juga tiap guru Pendidikan Agama Islam
pun mempunyai kemampuan dan kualifikasi yang

48- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

berbeda pula. Di samping itu tujuan yang bersifat


afektif seperti sikap dan perasaan, lebih sukar untuk
diuraikan (dijabarkan) dan diukur. Tujuan yang
bersifat kognitif biasanya lebih mudah. Strategi
yang dipilih guru Pendidikan Agama Islam untuk
aspek ini didasarkan pada perhitungan bahwa
strategi tersebut akan dapat membentuk sebagaian
besar anak didik mencapai hasil yang optimal.
Namun guru Pendidikan Agama Islam tidak
boleh berhenti sampai di situ, dengan kemajuan
teknologi, guru Pendidikan Agama Islam dapat
mengatasi perbedaan kemampuan anak didik
melalui berbagai jenis media instruksional.
Misalnya, sekelompok anak didik belajar materi
yang berhubungan dengan gerakan-gerakan
dan bacaan shalat melalui modul atau kaset
audio, sementara guru Pendidikan Agama Islam
membimbing kelompok lain yang dianggap masih
lemah.
Kriteria pemilihan strategi pembelajaran
Pendidikan Agama Islam, adalah: (1) Efisiensi.
Contohnya, seorang guru Pendidikan Agama
Islam akan mengajar baca tulis Al-Qur‘an. Tujuan
pengajarannya berbunyi: Siswa dapat membaca Al
Qur‘an surat Al Baqarah ayat 2 dan 185 dengan fasih
beserta tajwidnya dengan benar. Untuk mencapai
tujuan tersebut, strategi yang paling efisien ialah
menunjukkan teks QS Al Baqarah ayat 2 dan 185,
kemudian guru mencontohkan cara membaca ayat
tersebut dengan fasih beserta tajwidnya dengan

Pendidikan Agama Islam - 49


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

benar, dan anak didik diminta mengikuti dan


memperhatikan. Selanjutnya para anak didik
diminta mengulang-ulangnya di rumah sampai
hapal, sehingga waktu diadakan tes mereka dapat
membaca surat Al Baqarah ayat 2 dan 185 dengan
fasih beserta tajwidnya dengan benar. Dengan
kata lain mereka dianggap telah mencapai tujuan
pengajaran yang telah ditetapkan dengan biaya
yang murah.
(2) Efektifitas. Strategi yang paling efisien tidak
selalu merupakan strategi yang efektif. Jadi efisiensi
akan tetap merupakan pemborosan bila tujuan akhir
tercapai dalam waktu yang lama. Jadi bila tujuan
tercapai, masih harus dipertanyakan seberapa jauh
efektifitasnya. Suatu cara untuk mengukur efektifitas
ialah dengan jalan menentukan transferbilitas
(kemampuan memindahkan) prinsip-prinsip yang
dipelajari dalam waktu yang singkat. Kalau tujuan
dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat dan
lebih murah biayanya, maka strategi itu efektif dan
efisien.
(3) Keterlibatan anak didik. Pertimbangan lain
yang cukup penting dalam penentuan strategi
maupun metode pembelajaran Pendidikan Agama
Islam adalah tingkat keterlibatan anak didik.
Strategi inquiry biasanya memberikan tantangan
yang lebih intensif dalam hal keterlibatan anak
didik. Sedangkan pada strategi ekspository anak
didik cenderung lebih pasif. Biasanya guru tidak
secara murni menggunakan ekspository maupun

50- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

discovery, melainkan campuran. Guru yang


kreatif akan melihat tujuan yang akan dicapai dan
kemampuan yang dimiliki anak didik, kemudian
memilih strategi lain yang lebih efektif dan efisien
untuk mencapainya.

8. Pengorganisasian kelompok belajar


Mansyur (1991: 20) menyarankan pengorga­
nisasian kelompok belajar anak didik sebagai
berikut:
a. N = 1. Pada sistuasi yang ekstrim, kelompok
belajar itu mungkin hanya seorang. Jika
peserta hanya seorang, metode yang sesuai
mungkin konsep pembelajaran tutorial atau
independent study.
b. N = 2-20. Untuk kelompok kecil sekitar dua
sampai dua puluh orang, metode belajarnya
bisa dengan diskusi atau seminar.
c. N = 20-40. Kelompok besar (sebesar 20-40
orang), biasanya digunakan metode klasikal
atau classroom teaching. Tekniknya mungkin
bervariasi sesuai dengan kemampuan guru
untuk mengelolanya.
d. N > 40. Kalau kelompok belajar melebihi 40
orang, pesertanya biasanya disebut audiance.
Metode pembelajarannya bisa kuliah atau
ceramah.

Pendidikan Agama Islam - 51


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

C. Dasar-dasar Pengklasifikasian
Dasar-dasar yang dapat dipergunakan untuk
mengklasifikasikan strategi pembelajaran Pendidikan
Agama Islam:

1. Pengaturan guru-anak didik


Pengaturan guru-anak didik dapat dibedakan
sebagai berikut: Pertama, dari segi pengaturan guru
Pendidikan Agama Islam, dapat dibedakan pengajaran
Pendidikan Agama Islam oleh seorang guru atau
oleh suatu tim guru Pendidikan Agama Islam. Yang
dimaksud dengan tim guru Pendidikan Agama Islam
adalah suatu sistem mengajar yang dilakukan oleh
dua orang guru Pendidikan Agama Islam atau lebih
dalam satu kelas atau lebih. Para guru Pendidikan
Agama Islam tersebut bersama-sama mempersiapkan,
melaksanakan, dan mengevaluasi hasil belajar anak
didik. Pelaksanaannya secara bergilir dengan cara
metode ceramah atau bersama-sama dengan metode
diskusi panel.
Kedua, dari segi pengaturan anak didik, dapat
dibedakan menjadi tiga bentuk pengajaran:
a. Pengajaran klasikal, yaitu bila seorang guru
Pendidikan Agama Islam menghadapi kelompok
besar anak didik di dalam kelas dan memberi
pelajaran Pendidikan Agama Islam dengan satu
jenis metode mengajar.
b. Pengajaran kelompok kecil, yaitu bila anak
di­dik dalam satu kelas dibagi ke dalam bebe­
rapa kelompok (5-7 orang/ kelompok) dan

52- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

masing-masing kelompok diberi tugas untuk


menyelesaikan tugas.
c. Pengajaran perseorangan, bila masing-masing
anak didik secara pribadi diberi beban belajar
secara mandiri, misalnya dalam bentuk
pengajaran modul.
Ketiga, Dari segi hubungan guru-anak didik,
dapat dibedakan menjadi tiga:
a. Hubungan langsung guru-anak didik melalui
bentuk tatap muka.
b. Hubungan langsung guru-anak didik dalam
bentuk tatap muka dengan bantuan media
pengajaran sebagai alat bantu mengajar
Pendidikan Agama Islam, baik media cetak
(modul/buku) maupun media elektronik.
c. Hubungan tak langsung, bila penyampaian
pesan disampaikan dengan perantara media
baik melalui media cetak (modul/buku)
maupun elektronik (radio kaset, suara, atau
video).

2. Struktur peristiwa pembelajaran


Struktur peristiwa pembelajaran Pendidikan
Agama Islam dapat dibedakan menjadi dua:
Pertama, struktur peristiwa pembelajaran
Pendidikan Agama Islam yang bersifat tertutup,
yaitu aktivitas pembelajaran Pendidikan Agama
Islam yang segala sesuatunya telah ditentukan
secara relatif ketat di mana guru Pendidikan Agama

Pendidikan Agama Islam - 53


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

Islam tidak berani menyimpang dari persiapan


mengajar yang telah dibuat. Kedua, struktur
peristiwa pembelajaran Pendidikan Agama Islam
yang bersifat terbuka, di mana tujuan, materi,
dan strategi yang akan ditempuh ditentukan
pada saat aktivitas pembelajaran berlangsung.
Contoh pengajaran yang bersifat terbuka menurut
Engkoswara seperti dikutip Abu Ahmadi dan Joko
Tri Prasetya (2005: 27) adalah pengajaran unit, yaitu
suatu sistem mengajar yang berpusat pada suatu
masalah dan dipecahkan secara keseluruhan yang
mempunyai arti.

3. Peranan guru-anak didik dalam pengolahan


pesan
Pesan adalah materi pembelajaran yang
dipakai sebagai masukan untuk pencapaian suatu
tujuan, dapat berupa pengetahuan, wawasan,
keterampilan, atau isi pembelajaran lainnya. Maka
pesan juga bisa diartikan semua informasi yang
perlu diketahui oleh anak didik.
Berdasarkan peran guru-anak didik dalam
pengolahan pesan, mengutip pendapat Abu
Ahmadi dan Joko Tri Prasetya (2005: 28), aktivitas
pembelajaran Pendidikan Agama Islam dapat
dibedakan menjadi dua: Pertama, pengajaran
ekspositorik, yaitu apabila pesan disajikan dalam
keadaan siap diolah oleh guru Pendidikan Agama
Islam sebelum disampaikan kepada anak didik,
dengan ataupun tanpa bimbingan guru Pendidikan

54- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

Agama Islam (sifatnya sama dengan struktur


peristiwa pembelajaran Pendidikan Agama Islam
yang bersifat tertutup).
Kedua, Pengajaran bersifat heuristik atau
hipotetik, apabila pesan yang disajikan tidak
diolah tuntas oleh guru dengan maksud agar diolah
sendiri oleh para anak didik dengan atau tanpa
bimbingan guru (sifatnya sama dengan struktur
peristiwa pembelajaran Pendidikan Agama Islam
yang bersifat terbuka). Ada dua sub strategi dalam
strategi heuristik yang akhir-akhir ini sering
dikemukakan orang, yaitu penemuan (discovery)
dan penyelidikan (inquiry). Di dalam sub strategi
penemuan, para anak didik menemukan prinsip
atau hubungan yang sebelumnya tidak diketahui
sebagai akibat dari pengalaman belajar yang telah
diatur secara seksama oleh guru Pendidikan Agama
Islam. Sebaliknya di dalam sub strategi penyelidikan,
struktur peristiwa belajar Pendidikan Agama Islam
bersifat benar-benar terbuka, dalam arti anak didik
sepenuhnya dilepas untuk menemukan sesuatu
melalui proses asimilasi, yaitu memasukkan
hasil pengamatan ke dalam struktur kognitif
anak didik yang telah ada dan proses akomodasi
(yaitu mengadakan prubahan-perubahan dalam
arti penyesuaian di dalam struktur kognitif yang
lama sehingga cocok dengan fenomena baru yang
diamati).

Pendidikan Agama Islam - 55


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

4. Proses pengolahan pesan


Dapat dimafhumi, proses berpikir anak didik
di dalam menjalani pengalaman belajar Pendidikan
Agama Islam tidak selalu sama bergantung pada
strategi pembelajaran Pendidikan Agama Islam
yang diprogram guru Pendidikan Agama Islam.
Atas dasar proses pengolahan pesan, strategi
pembelajaran Pendidikan Agama Islam dapat
dibedakan sebagai berikut:
Pertama, Strategi pembelajaran induktif, yaitu
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di mana
proses pengolahan pesan bertolak dari contoh-
contoh kongkret kepada generalisasi atau prinsip
yang bersifat umum, dari fakta-fakta yang nyata
kepada konsep yang bersifat abstrak. Strategi
induktif berkembang dari suatu dasar konseptual
bahwa cara belajar seorang anak didik akan mantap
jika dimulai dari data empirik menuju konsep
sampai pada generalisasi.
Supaya lebih memahami strategi induktif,
anak didik perlu menguasai pengertian fakta, data,
konsep, dan generalisasi, serta kaitan antara istilah-
istilah tersebut. Fakta adalah benda-benda, hal-hal,
atau kejadian-kejadian yang dapat diamati dengan
indera manusia. Hasil pengamatannya sangat
dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan atau
kepentingan orang yang melakukan pengamatan.
Sebagai contoh: peristiwa musibah banjir. Dari
peristiwa itu, fakta yang didapat bisa bermacam-
macam, misalnya, ada korban berupa orang yang

56- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

luka atau meninggal; fakta lainnya, banyak rumah


yang terendam dan banyak sarana dan prasarana
rusak akibat musibah banjir; kerugian yang diderita
akibat banjir cukup besar, dan sebagainya. Data
adalah ciri karakteristik dari benda-benda, hal-
hal atau kejadian-kejadian yang diamati. Konsep
merupakan definisi atau batasan pengertian dari hal
yang diamati, sedangkan generalisasi merupakan
hasil kesimpulan hubungan korelatif antara konsep-
konsep. Dari contoh di atas misalnya, peristiwa
musibah banjir diajarkan kepada anak didik sebagai
kudrah dan iradah dari Allah SWT. Orang-orang
beriman akan selalu membaca kejadian-kejadian dan
peristiwa sebagai sebuah pertanda. Ia bisa berarti
teguran atau ujian, bisa azab bisa pula laknat. Bagi
orang-orang yang melakukan maksiat, mungkin ini
adalah sebuah teguran dan peringatan. Dan bisa
menjadi azab bagi orang-orang yang kufur. Bagi
mereka, orang-orang kufur, kematian dan segala
kejadian buruk yang menimpa mereka adalah azab.
Tapi bagi orang beriman, semua peristiwa musibah
adalah ujian.
Kedua, Strategi pengajaran deduktif, yaitu
merupakan kebalikan dari peroses pengajaran
induktif. Para anak didik pertama-tama
diperkenalkan pada generalisasi (konsep-konsep)
yang bersifat abstrak pada proses pembuktian
dalam bentuk data empirik yang mendukung
hubungan antara konsep-konsep tadi. Sebagai
ilustrasi pengajaran agama Islam secara deduktif,

Pendidikan Agama Islam - 57


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

misalnya anak didik diperkenalkan pada konsep


Islam tentang hari kiamat, yaitu peristiwa di mana
alam semesta beserta isinya hancur luluh yang
membunuh semua makhluk di dalamnya tanpa
terkecuali. Kemudian anak didik diperkenalkan
pada macam-macam/jenis-jenis kiamat, dan tanda-
tanda hari kiamat akan tiba.

5. Tujuan-tujuan belajar
Ada lima tipe hasil belajar menurut Robert M.
Gagne seperti dikutip Abu Ahmadi dan Joko Tri
Prasetya (2005: 30):
Pertama, Kemampuan inteletual. Yaitu sejum­
lah kemampuan mulai dari membaca, menulis,
menghitung sampai dengan kemampuan memper­
hitungkan kekuatan sebuah jembatan atau akibat
devaluasi. Kedua, Strategi kognitif yaitu kemam­
puan mengatur “cara belajar dan berpikir”
seseorang, dalam artian yang seluas-luasnya,
terma­suk kemampuan memecahkan masalah.
Ketiga, Informasi verbal, yaitu kemampuan
menye­rap pengetahuan dalam arti informasi dan
fakta termasuk kemampuan untuk mencari dan
mengolah informasi sendiri. Keempat, keterampilan
motorik, yaitu kemampuan yang erat dengan
keterampilan fisik seperti keterampilan menulis,
mengetik, dan lain-lain. Kelima, Sikap dan nilai, yaitu
kemampuan yang erat hubungannya dengan arah
serta intensitas emosional yang dimiliki seseorang.
Sekolah diharapkan berperan dalam pembentukan

58- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

sikap dan nilai ini, seperti sikap menghormati


orang lain, kesediaan bekerjasama, tanggung-jawab
atau keinginan untuk terus menerus belajar dan
sebagainya.

D. Pelaksanaan Strategi Pembelajaran


Proses pembelajaran adalah suatu aspek dari
lingkungan sekolah yang terorganisasi. Lingkungan
ini diatur serta diawasi agar kegiatan belajar terarah
sesuai tujuan pendidikan. Lingkungan belajar yang baik
adalah lingkungan yang menantang dan merangsang
para anak didik untuk belajar, memberikan rasa aman
dan kepuasan serta mencapai tujuan yang diharapkan.
Salah satu faktor yang mendukung kondisi
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di dalam
suatu kelas adalah job describtion proses pembelajaran
yang berisi serangkaian pengertian peristiwa belajar
yang dilakukan oleh kelompok-kelompok anak
didik. Sehubungan dengan hal ini, job describtion guru
Pendidikan Agama Islam dalam pelaksanaan aktivitas
pembelajaran adalah:
1. Perencanaan instruksional, yaitu alat atau media
untuk mengarahkan kegiatan-kegiatan organisasi
belajar.
2. Organisasi belajar yang merupakan usaha mencipta­
kan wadah dan fasilitas atau lingkungan yang sesuai
dengan kebutuhan yang mengandung kemungkinan
terciptanya proses pembelajaran.
3. Menggerakkan anak didik yang merupakan usaha
memancing, membangkitkan, dan mengarahkan

Pendidikan Agama Islam - 59


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

motivasi belajar anak didik. Penggerak atau


motivasi di sini pada dasarnya mempunyai
makna lebih daripada memerintah, mengarahkan,
mengaktualkan, dan memimpin.
4. Supervisi dan pengawasan, yaitu usaha mengawasi,
menunjang, membantu, menugaskan, dan
mengarahkan aktivitas pembelajaran sesuai dengan
perencanaan instruksional yang telah didesain
sebelumnya.
5. Penelitian yang bersifat assesment yang mengandung
pengertian yang dibandingkan dengan pengukuran
atau evaluasi pendidikan (Mansyur, 1991: 27).
Di samping itu, berbagai usaha juga perlu dilakukan
untuk menganalisis proses pengolahan pembelajaran
Pendidikan Agama Islam ke dalam unsur-unsur
komponennya. Komponen-komponen tersebut
menurut Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya (2005: 34),
mencakup:
1. Merencanakan, yaitu mempelajari masa mendatang
dan menyusun rencana kerja.
2. Mengorganisasikan, yaitu membuat organisasi
usaha, manager, tenaga kerja, dan bahan.
3. Mengkoordinasikan, yaitu menyatukan dan
mengkorela-sikan semua aktivitas.
4. Mengawasi dan memeriksa agar segala sesuatu
dikerjakan sesuai dengan peraturan yang digariskan
dan instruksi-instruksi yang diberikan.
Untuk meningkatkan hasil belajar Pendidikan
Agama Islam dalam bentuk pengaruh instruksional

60- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

dan untuk mengarahkan pengaruh pengiring terhadap


hal-hal yang positif dan berguna bagi anak didik, guru
Pendidikan Agama Islam harus pandai memilih isi
pengajaran serta bagaimana proses belajar itu harus
dikelola dan dilaksanakan di sekolah.
Ada dua jenis belajar yang perlu dibedakan, yaitu
belajar konsep dan belajar proses. Belajar konsep lebih
menekankan hasil belajar kepada pemahaman fakta dan
prinsip, banyak bergantung pada apa yang diajarkan
guru, yaitu bahan atau isi pelajaran, dan lebih bersifat
kognitif. Sedangkan belajar proses atau keterampilan
proses lebih menekankan pada masalah bagaimana
bahan pelajaran itu diajarkan dan dipelajari.
Bila persoalan belajar keterampilan proses itu
dikaitkan dengan model pembelajaran aktif, inovatif,
kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM), maka
tampak kesamaan konseptual. Baik belajar konsep
maupun belajar keterampilan proses, keduanya
mempunyai ciri-ciri: (1) Menekankan pentingnya makna
belajar untuk mencapai hasil belajar yang memadai;
(2) Menekankan pentingnya keterlibatan anak didik
di dalam proses belajar; (3) Menekankan bahwa belajar
adalah proses dua arah yang dapat dicapai oleh anak
didik; dan (4) Menekankan hasil belajar secara tuntas
dan utuh.
Belajar keterampilan proses, bukanlah merupakan
gagasan yang bersifat baku. Belajar keterampilan
proses dan belajar konsep merupakan garis kontinum,
yang satu lebih menekankan penghayatan proses, dan
yang lain lebih menekankan perolehan atau hasil,

Pendidikan Agama Islam - 61


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

pemahaman fakta, dan prinsip. Belajar keterampilan


proses tidak mungkin terjadi bila tidak ada materi atau
bahan pelajaran yang dipelajari. Sebaliknya belajar
konsep tidak mungkin terjadi tanpa keterampilan
proses anak didik.
Dalam aktivitas pembelajaran Pendidikan Agama
Islam terdapat dua hal yang ikut menentukan
keberhasilannya, yaitu pengaturan proses pembelajaran
dan pengajaran itu sendiri yang keduanya mempunyai
saling ketergantungan. Kemampuan mengatur proses
pembelajaran yang baik akan menciptakan situasi yang
memungkinkan anak didik belajar sehingga menjadi
titik awal keberhasilan pengajaran. Anak didik dapat
belajar dalam suasana yang wajar. Dengan demikian,
dalam aktivitas pembelajaran Pendidikan Agama Islam,
anak didik memerlukan sesuatu yang memungkinkan
dia berkomunikasi secara baik dengan guru, teman,
maupun dengan lingkungannya. Kebutuhan akan
bimbingan, bantuan, dan perhatian guru akan berbeda
untuk setiap individu anak didik.
Untuk menciptakan suasana yang menumbuhkan
gairah belajar anak didik dan meningkatkan prestasi
belajar anak didik dalam Pendidikan Agama Islam, mereka
membutuhkan pengorganisasian proses belajar yang
baik. Proses pembelajaran yang dimaksud merupakan
suatu rentetan kegiatan guru Pendidikan Agama Islam
untuk menumbuhkan dan mempertahankan organisasi
proses pembelajaran yang efektif, yang meliputi: tujuan
pembelajaran, pengaturan penggunaan waktu luang,
pengaturan ruang dan alat perlengkapan pelajaran di

62- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

kelas, serta pengelompokan anak didik dalam aktivitas


belajar (Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, 2005: 35-36).
Tujuan pembelajaran merupakan pangkal tolak
keber­hasilan dalam pembelajaran. Makin jelas rumu­
san tujuan, makin mudah menyusun rencana dan
mengimplementasikan aktivitas pembelajaran dengan
bimbingan guru. Dalam perumusan tujuan instruksional
khusus menurut Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya
(2005: 36) perlu mempertimbangkan hal-hal berikut:
1. Kemampuan dan nilai-nilai apa yang diinginkan
dipertimbangkan pada diri anak didik.
2. Bagaimana cara mencapai tujuan itu, apakah secara
bertahap atau sekaligus.
3. Apakah perlu menekankan aspek-aspek tertentu.
4. Seberapa jauh kebutuhan itu dapat memenuhi
kebutuhan perkembangan anak didik.
5. Apakah waktu yang tersedia cukup untuk mencapai
tujuan-tujuan itu.
Selanjutnya, waktu yang tersedia untuk setiap
pelajaran Pendidikan Agama Islam per semester, per
tahun sangat terbatas. Karena itu diperlukan pengaturan
waktu yang tersedia. Melalui pengaturan waktu, anak
didik diharapkan dapat melakukan berbagai aktivitas
belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Waktu
yang tersedia bisa dirasakan lama dan menjadi sumber
kebosanan bagi anak didik dalam belajar. Sebaliknya
bisa juga dirasakan singkat bila diisi dengan kegiatan-
kegiatan yang menyenangkan anak didik dalam
belajar. Waktu yang tersedia hendaknya diisi dengan

Pendidikan Agama Islam - 63


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

aktivitas bermakna dan dapat memberikan hasil belajar


produktif.
Pengaturan ruang kelas juga perlu diperhatikan,
seperti: ukuran dan bentuk kelas, bentuk serta ukuran
bangku dan meja anak didik, jumlah anak didik
dalam satu kelas, jumlah anak didik dalam kelompok
belajar, jumlah kelompok belajar dalam satu kelas, dan
komposisi anak didik dalam kelompok belajar (yang
pandai, yang kurang pandai, jenis kelamin laki-laki
dan perempuan).
Agar aktivitas belajar itu sesuai dengan kebutuhan
cara belajar anak didik, diperlukan pengelompokan
anak didik dalam belajar. Dalam penyusunan anggota
kelompok perlu dipertimbangkan antara lain: (1)
Kegiatan belajar apa yang akan dilaksanakan; (2) Siapa
yang menyusun anggota kelompok, apakah guru, anak
didik, atau guru dan anak didik secara bersama-sama;
(3) Atas dasar apa kelompok belajar itu dibentuk; dan
(4) Apakah kelompok belajar itu selalu tetap atau
berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan cara belajar.
Untuk mewujudkan suasana belajar di mana anak
didik menjadi pusat kegiatan belajar, pengaturan kursi
dan alat-alat lain harus mudah dipindah-pindah untuk
kepentingan kerja kelompok. Ruangan dan fasilitas
yang tersedia perlu diatur untuk melayani aktivitas
belajar. Ruang gerak guru Pendidikan Agama Islam
dalam proses organisasi pembelajaran tidak terbatas.
Kegiatan mengarahkan, menjelaskan, memberikan
jawaban spontan, serta memberikan umpan balik,
merupakan aktivitas guru Pendidikan Agama Islam

64- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

untuk memenuhi kebutuhan anak didik yang beragam


(lihat Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, 2005: 36-37).
Pada akhirnya, perlu diketahui bahwa proses
belajar yang bermakna adalah proses belajar yang
melibatkan berbagai aktivitas anak didik. Untuk itu,
seorang guru Pendidikan Agama Islam harus berupaya
untuk mengaktifkan aktivitas pembelajaran tersebut.

Pendidikan Agama Islam - 65


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

BAB IV
METODE PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

A. Hakikat Metode Pembelajaran.


Ditinjau dari segi kebahasaan, kata metode berasal
dari kata Yunani “methodos”, yang terdiri dari kata
“meta” yang berarti “melalui” dan “hodos” yang
berarti “jalan”. Jadi metode berarti jalan yang dilalui
(HM Arifin, 1994: 97). Secara lebih sederhana, metode
dapat berarti cara kerja (Osman Rabily, 1982: 351), atau
cara yang tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu
(Soergarda Poerbakawatja dan H.A.H Harahap, 1992:
351; Ahmad Tafsir, 1991: 9).
Secara umum, metode berarti cara yang telah diatur
dan terpikir baik-baik untuk mencapai sesuatu maksud
(W.J.S. Poerwadarminta, 1976: 649). Bila dihubungkan
dengan pembelajaran Pendidikan Agama Islam
adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar
yang dipergunakan oleh seorang guru Pendidikan
Agama Islam. Pengertian lain ialah teknik penyajian
yang dikuasai guru Pendidikan Agama Islam untuk
mengajar atau menyajikan bahan pelajaran Pendidikan

66- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

Agama Islam kepada anak didik di dalam kelas, baik


secara individual atau secara kelompok/klasikal,
agar pelajaran itu dapat diserap, dipahami, dan
dimanfaatkan oleh anak didik dengan baik. Makin baik
metode pembelajaran, makin efektif pula pencapaian
tujuan.
Di dalam kenyataannya, cara atau metode mengajar
yang digunakan untuk menyampaikan informasi berbeda
dengan cara yang ditempuh untuk memantapkan anak
didik dalam menguasai pengetahuan, keterampilan, dan
sikap (kognitif, psikomotor, afektif). Khusus metode
mengajar di dalam kelas, menurut Abu Ahmadi dan
Joko Tri Prasetya (2005: 52), efektifitas suatu metode
dipengaruhi oleh faktor tujuan, faktor anak didik,
faktor situasi, dan faktor guru itu sendiri.
Penetapan suatu metode belajar mengajar harus
dikuasai guru Pendidikan Agama Islam, sebab berhu­
bungan erat dengan kode etik guru, di mana seorang
guru harus menciptakan suasana sekolah yang sebaik-
baiknya yang menunjang berhasilnya proses pembe­
lajaran (Soetjipto dan Raflis Kosasi, 2004: 34).
Dengan memiliki pengetahuan secara umum
mengenai sifat berbagai metode, seorang guru Pendidi­
kan Agama Islam akan lebih mudah menetapkan
meto­de yang paling sesuai dalam situasi dan kondisi
penga­jaran yang khusus. Tanpa suatu metode yang
baik dalam proses atau aktivitas pembelajaran, maka
tujuan dari proses atau aktivitas pembelajaran itu
akan susah untuk dicapai (Subari, 1988: 73-74). Jika
cara mengajar seorang guru Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam - 67


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

menyenangkan di mata anak didiknya, maka anak didik


akan tekun, rajin, antusias menerima pelajaran yang
diberikan, sehingga diharapkan akan terjadi perubahan
tingkah laku pada anak didik baik tutur katanya, sopan-
santunnya, motorik, dan gaya hidupnya.

B. Macam-macam Metode Pembelajaran Pendidikan


Agama Islam
Kalau kita perhatikan dalam proses perkembangan
pendidikan di Indonesia bahwa salah satu hambatan
yang menonjol dalam pelaksanaan pendidikan ialah
masalah metode pembelajaran. Metode tidaklah
mempunyai arti apa-apa bila dipandang terpisah
dari komponen lain. Metode hanya penting dalam
hubungannya dengan segenap komponen lainnya,
seperti tujuan, situasi, dan lain-lain.
Dalam konteks ini, metode pembelajaran
berhubungan erat dengan tujuan yang ingin dicapai.
Menurut Hisyam Zaini dkk. (2002: 82), beberapa tujuan
yang ingin dicapai: (1) Mendapatkan pengetahuan; (2)
Mampu menyampaikan pendapat; (3) Merubah sikap;
dan (4) Keahlian dalam bidang tertentu.
Di dalam penggunaan satu metode atau beberapa
metode, syarat-syarat berikut ini harus selalu
diperhatikan (Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, 2005:
52-53):
1. Metode pembelajaran yang dipergunakan harus
dapat membangkitkan motivasi, minat, atau gairah
belajar anak didik.
2. Metode pembelajaran yang dipergunakan harus

68- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

dapat menjamin perkembangan kepribadian anak


didik.
3. Metode pembelajaran yang dipergunakan harus
dapat memberikan kesempatan bagi anak didik
untuk mewujudkan hasil karya.
4. Metode pembelajaran yang dipergunakan harus
dapat merangsang keinginan anak didik untuk
belajar lebih lanjut, melakukan eksplorasi dan
inovasi (pembaruan).
5. Metode pembelajaran yang dipergunakan harus
dapat mendidik murid dalam teknik belajar sendiri
dan cara memperoleh pengetahuan melalui usaha
pribadi.
6. Metode pembelajaran yang dipergunakan harus
dapat meniadakan penyajian yang bersifat verbalitas
dan menggantinya dengan pengalaman atau situasi
yang nyata dan bertujuan.
7. Metode pembelajaran yang dipergunakan harus
dapat menanamkan dan mengembangkan nilai-
nilai dan sikap-sikap utama yang diharapkan dalam
kebiasaan cara bekerja yang baik dalam kehidupan
sehari-hari.
Dapat dimafhumi bahwa metode pembelajaran
banyak ragamnya. Dengan begitu, seorang guru
Pendidikan Agama Islam dalam mengajarkan
Pendidikan Agama Islam seyogyanya menguasai
metode pembelajaran yang beraneka ragam, agar dalam
proses dan aktivitas pembelajaran tidak menggunakan
hanya satu metode saja, tetapi harus divariasikan, yaitu

Pendidikan Agama Islam - 69


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

disesuaikan dengan tipe belajar anak didik dan kondisi


serta situasi yang ada pada saat itu, sehingga tujuan
pembelajaran yang sudah dirumuskan oleh seorang
guru Pendidikan Agama Islam dapat terwujud/
tercapai.
Macam-macam metode pembelajaran yang bisa kita
gunakan dalam Pendidikan Agama Islam, antara lain:

1. Ceramah
Yang dimaksud dengan metode ceramah adalah
suatu metode di dalam pendidikan dan pengajaran
di mana cara menyampaikan pengertian-pengertian
materi pengajaran kepada anak didik dilaksanakan
dengan lisan oleh guru di dalam kelas. Hubungan
antara guru dengan anak didik banyak menggunakan
bahasa lisan (Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya,
2005: 53).
Peranan guru dan murid berbeda secara jelas,
yaitu guru terutama dalam menuturkan dan
menerangkan secara aktif, sedangkan murid mende­
ngarkan dan mengikuti secara cermat serta membuat
catatan tentang pokok persoalan yang diterangkan
oleh guru. Dapat dimafhumi bahwa dalam metode
ceramah ini, peran utama ada pada guru. Berhasil
atau tidaknya pelaksanaan metode ceramah
bergantung padanya. Karena itu, beberapa hal
yang perlu mendapat perhatian oleh seorang guru
Pendidikan Agama Islam dalam hubungannya
dengan penggunaan metode ceramah, yaitu
tentang kesatuan bahan pelajaran, apa yang akan

70- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

disampaikan kepada anak didiknya, bagaimana


mengajarnya, dan alat-alat pengajaran apa yang
dapat dipergunakan.
Dalam lingkungan pendidikan modern, memang
seringkali orang menampik pemakaian metode ini,
dengan alasan kurang efektif, namun sebagian yang
lain masih menganggap metode ceramah sebagai
metode yang paling baik, tetapi dalam situasi lain
mungkin sangat tidak efisien. Guru Pendidikan
Agama Islam yang bijaksana tentu saja harus
menyadari kondisi-kondisi yang berhubungan
dengan situasi pembelajaran yang dihadapinya,
sehingga ia bisa memutuskan bilamanakah metode
ceramah sewajarnya dipergunakan, dan bilakah
sebaiknya dipakai metode lain.
Tidak jarang guru menunjukkan kelemahannya,
karena ia hanya mengenal satu atau dua macam
metode saja dan karenanya ia selalu menggunakan
metode ceramah untuk segala macam situasi,
tanpa memvariasikan dengan metode yang lain.
Kelemahan ini yang menurut Hisyam Zaini dkk.
(2002: 83) merupakan salah satu sebab mengapa
metode ceramah dikritik orang, dan sering
dikaitkan dengan sifat verbalistis (kata-kata tetapi
tidak mengerti artinya).
Agar metode ceramah dapat berjalan efektif dan
efisien maka tentu saja guru Pendidikan Agama
Islam perlu memperhatikan situasi dan kondisi
dari materi Pendidikan Agama Islam yang akan
diajarkan. Di bawah ini akan dijelaskan beberapa

Pendidikan Agama Islam - 71


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

contoh situasi di mana metode ceramah itu sesuai


untuk digunakan/diterapkan, yaitu:
a. Di saat guru Pendidikan Agama Islam menyam­
paikan fakta atau pendapat di mana tidak
terda­pat bahan bacaan yang merangkum fakta
yang dimaksud. Sebagai contoh: di suatu
kelas, seorang guru Pendidikan Agama Islam
ingin mengajarkan tentang sejarah masuknya
Islam di Indonesia. Di perpustakaan sekolah
tidak tersedia referensi yang menggambarkan
sejarah masuknya Islam di Indonesia tersebut.
Maka tepatlah bila guru memberikan penjelasan
dengan metode ceramah.
b. Jika guru Pendidikan Agama Islam
menyampaikan pengajaran kepada sejumlah
anak didik yang besar (misalnya sekitar 40 orang
atau lebih), maka metode ceramah lebih efisien
dari metode lain seperti diskusi, demonstrasi,
atau eksperimen. Sebab dengan diskusi, guru
harus mengatur anak didik secara berkelompok
dengan mengubah susunan kursi, sudah tentu
dibutuhkan kelas yang juga besar. Juga guru
akan mengalami kesulitan dalam mengawasi
kelompok-kelompok yang berjumlah besar.
Demikian pula untuk penyelenggaraan
demonstrasi atau eksperimen untuk jumlah
besar, selain alat-alat yang tidak mencukupi,
pengelolaan pengajaran Pendidikan Agama
Islam juga mengalami kesulitan.
c. Kalau guru adalah pembicara yang bersemangat,

72- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

tentu bisa memberikan motivasi kepada anak


didik untuk mengerjakan suatu pekerjaan.
Dalam keadaan tertentu, sebuah pembicaraan
yang bersemangat akan menggerakkan
hati anak didik untuk menimbulkan tekad
baru. Contohnya ceramah tentang semangat
Rasulullah mendakwahkan agama Islam pada
periode Mekah dan Madinah.
d. Guru Pendidikan Agama Islam dapat
menyimpulkan pokok-pokok penting yang
sudah diajarkan, sehingga memungkinkan
anak didik melihat lebih jelas hubungan antara
pokok yang satu dengan lainnya. Contohnya:
setelah guru Pendidikan Agama Islam selesai
mengajarkan tentang pengertian akhlak terpuji
dan akhlak tercela, para anak didik diberikan
tugas untuk menjawab beberapa pertanyaan
yang dikerjakan dirumah sehubungan dengan
contoh-contoh akhlak terpuji dan akhlak tercela.
Kemudian pada pertemuan berikutnya, guru
membincangkan bersama tentang tugas yang
dikerjakan anak didik, dan guru menyimpulkan.
Kelebihan metode ceramah: (a) Praktis dari sisi
penerapan dan media yang digunakan; (b) Efisien
dari sisi waktu dan biaya; (c) dapat menyampaikan
materi yang banyak; (d) Mendorong guru untuk
menguasai materi yang akan ia ajarkan; (e) Anak
didik tidak perlu persiapan; dan (f) Anak didik
dapat langsung menerima ilmu pengetahuan
(Hisyam Zaini, dkk., 2002: 84). Sedangkan

Pendidikan Agama Islam - 73


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

kelemahan penggunaan metode ceramah: (a) Guru


sulit untuk mengetahui pemahaman anak didik
terhadap bahan-bahan yang diberikan; (b) Kadang-
kadang guru cenderung ingin menyampaikan
bahan sebanyak-banyaknya hingga menjadi bersifat
pemompaan; (c) Anak didik cenderung menjadi
pasif dan ada kemungkinan kurang tepat dalam
mengambil kesimpulan, berhubung guru dalam
menyampaikan bahan pelajaran secara lisan; dan (d)
Jika guru tidak memperhatikan segi-segi psikologis
dari anak didik, ceramah dapat bersifat melantur
dan membosankan. Sebaliknya kalau guru berlebih-
lebihan berusaha untuk menimbulkan humor, inti
dan isi ceramah menjadi kabur (Abu Ahmadi dan
Joko Tri Prasetya, 2005: 56).

2. Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah metode penyam­
paian pelajaran dengan jalan guru mengajukan
pertanyaan dan anak didik menjawab, atau bisa
juga suatu metode di dalam aktivitas pembela­
jaran di mana guru bertanya sedangkan anak
didik menjawab tentang bahan materi yang
ingin diperolehnya (lihat http://www.syafir.
com/2011/01/08/metode-tanya-jawab).
Metode tanya jawab bisa dilakukan sebagai
ulangan pelajaran yang telah diberikan, sebagai
selingan dalam pembicaraan, untuk mengarahkan
proses berpikir, dan untuk merangsang anak didik
supaya perhatiannya tercurah kepada masalah

74- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

yang sedang dibicarakan.


Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mene­
rapkan metode ini: (a) Guru harus benar-benar
menguasai bahan pelajaran, termasuk semua
jawaban yang mungkin akan didengarkan dari
anak didiknya atas suatu pertanyaan yang diajukan;
(b) Guru harus benar-benar mempersiapkan semua
pertanyaan yang diajukan olehnya kepada anak
didik dengan cepat dan tepat; (c) Pertanyaan-
pertanyaan harus jelas dan singkat; (d) Susunlah
pertanyaan dalam bahasa yang mudah dipahami
anak didik; (e) Guru harus mengarahkan pertanyaan
pada seluruh kelas; (f) Berikan waktu yang cukup
untuk memikirkan jawaban pertanyaan, sehingga
anak didik dapat merumuskannya dengan
sistematis; (g) Tanya jawab harus dilakukan dengan
suasana yang tenang dan bukan dalam suasana
yang tegang yang penuh dengan persaingan tidak
sehat di antara anak didik; (h) Agar sebanyak-
banyaknya anak didik memperoleh giliran
menjawab pertanyaan dan jika seseorang tidak
dapat menjawab segera, giliran diberikan kepada
anak didik yang lain; (i) Usahakan selalu agar
setiap pertanyaan hanya berisi satu problem saja;
(j) Pertanyaan harus dibedakan dalam golongan
pertanyaan pikiran dan pertanyaan yang meminta
pendapat dan hanya fakta-fakta (lihat http://www.
syafir.com/2011/01/08/metode-tanya-jawab).
Dengan menggunakan tanya jawab ini, guru
Pendidikan Agama Islam dapat memberikan

Pendidikan Agama Islam - 75


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

motivasi atau stimulus kepada anak didik


menjawab pertanyaan tersebut, atas arahan dari
guru Pendidikan Agama Islam baik dilakukan
pada waktu apersepsi, selingan maupun waktu
berakhirnya aktivitas pembelajaran. Selain daripada
itu, tanya jawab bisa dilakukan pada waktu guru
Pendidikan Agama Islam belum menjumpai materi
pelajaran yang akan disampaikan kepada anak
didik.
Sedangkan kekurangan metode ini: (a) Apabila
terjadi perbedaan pendapat akan banyak waktu
untuk menyelesai-kannya; (b) Kemungkinan
akan terjadi penyimpangan perhatian anak didik,
terutama apabila terdapat jawaban-jawaban yang
kebetulan menarik perhatiannya, tetapi bukan
sasaran yang dituju; (c) Dapat menghambat cara
berpikir, apabila guru Pendidikan Agama Islam
kurang pandai dalam menyajikan materi pelajaran;
dan (d) Situasi persaingan bisa timbul, apabila guru
kurang menguasai teknik pemakaian metode ini
(Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, 2005: 56-57).

3. Listening Teams (Tim Pendengar)


Metode listening teams (tim pendengar)
dimaksudkan untuk mengaktifkan seluruh anak
didik secara berkelompok dan memberikan tugas
yang berbeda kepada masing-masing kelompok
tersebut (Hisyam Zaini, dkk., 2002: 28. Adapun
langkah-langkahnya:
a. Peserta didik dibagi ke dalam empat kelompok.

76- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

Masing-masing kelompok mendapat salah satu


dari tugas-tugas berikut ini: Kelompok pertama,
anak didik yang diberi tugas bertanya. Kelompok
ini bertugas membuat pertanyaan yang
didasarkan pada materi pelajaran Pendidikan
Agama Islam yang sebelumnya disampaikan
guru dengan menggunakan metode ceramah.
Kelompok ini diminta mengajukan minimal dua
pertanyaan atau disesuaikan dengan situasi dan
kondisi. Kelompok kedua, kelompok pendukung.
Kelompok ini bertugas menemukan ide-ide dan
menyampaikan poin-poin yang disepakati/
disetujui atau dipandang berguna dari materi
pelajaran Pendidikan Agama Islam yang baru
saja disampaikan dengan menjelaskan alasannya.
Kelompok ketiga, kelompok pembantah. Kelompok
ini bertugas mencari ide-ide dan mengomentari
poin-poin mana yang tidak disepakati/tidak
disetujui atau dirasa tidak banyak membantu
dari materi pelajaran Pendidikan Agama Islam
yang baru saja disam­paikan dengan menjelaskan
alasannya. Kelompok keempat, kelompok pemberi
contoh. Kelompok ini bertugas memberi contoh
spesifik atau aplikasi khusus dari materi
pelajaran Pendidikan Agama Islam yang baru
saja disampaikan oleh guru.
b. Guru menyimpulkan materi pelajaran Pendidikan
Agama Islam dengan menggunakan metode
ceramah. Setelah selesai, beri kesempatan kepada
masing-masing kelompok untuk menyelesaikan

Pendidikan Agama Islam - 77


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

tugasnya sesuai dengan yang telah ditetapkan


pada awal aktivitas pembelajaran.
c. Masing-masing kelompok diberi kesempatan
untuk menyampaikan hasil dari tugasnya
dengan baik.
Guru bertugas memberikan pengarahan tentang
pelaksanaan tugas masing-masing kelompok,
sehingga proses pembelajaran dapat berjalan
dengan lancar. Selain itu, guru juga memberikan
komentar jika ada pendapat kelompok yang
menyimpang dari materi pelajaran Pendidikan
Agama Islam pada saat itu.
Metode listening teams dapat juga dirancang dalam
bentuk variasi yang lain. Contohnya: perintahkan
sebuah kelompok untuk mengikhtisarkan
pembelajaran dengan menggunakan metode
ceramah, atau mintalah sebuah kelompok untuk
membuat pertanyaan yang menguji pemahaman
anak didik tentang materi pelajaran. Variasi lain dapat
juga dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
terlebih dahulu kepada anak didik. Jawabannya
akan ditemukan dalam penyajian materi pelajaran.
Anak didik diminta untuk mendengarkan dengan
cermat agar menemukan jawabannya. Kelompok
yang dapat menjawab sebagian besar pertanyaan
dianggap memperoleh kemenangan.

78- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

4. Diskusi
Diskusi tidaklah sama dengan berdebat. Diskusi
selalu ditujukan untuk memecahkan suatu masalah
yang menimbulkan berbagai pendapat (S. Nasution,
1995: 152).
Menurut bahasa, diskusi diartikan sebagai
perte­muan ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai
suatu masalah (lihat Tim Penyusun Kamus Pusat
Pembinaan dan Pengembangan bahasa Depdikbud,
1994: 238). Metode diskusi dalam aktivitas
pembelajaran umumnya dipahami sebagai proses
interaksi dan komunikasi dua arah atau lebih
yang melibatkan guru dan anak didik. Metode ini
merupakan salah satu cara untuk menciptakan
proses belajar aktif.
Diskusi sebagai metode pembelajaran dapat
diterapkan pada kelas besar yang terdiri dari 40-100
orang, namun akan jauh lebih efektif bila metode
diskusi diterapkan pada kelas kecil yang terdiri atas
20-30 orang (Hisyam Zaini, dkk. 2002: 134).
Sebagai metode dalam aktivitas pembelajaran,
diskusi mungkin saja tidak efektif untuk menyajikan
informasi baru di mana anak didik sudah dengan
sendirinya termotivasi. Tetapi diskusi lebih
cocok dan diperlukan apabila guru hendak: (a)
memanfaatkan berbagai kemampuan yang ada
pada anak didik; (b) Memberi kesempatan pada
anak didik untuk mengeluarkan kemampuannya;
(c) Membantu anak didik belajar berpikir secara

Pendidikan Agama Islam - 79


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

kritis; (d) Membantu anak didik belajar menilai


kemampuan dan peranan diri sendiri maupun
teman-temannya; (e) Membantu anak didik
menyadari dan mampu merumuskan berbagai
masalah sendiri maupun dari pelajaran di
sekolah; dan (f) Mengembangkan motivasi untuk
belajar lebih lanjut (http://gurupkn.wordpress.
com/2007/11/26/metode-diskusi.htm).
Ada beberapa tipe/ jenis diskusi antara lain:
a. Diskusi tak formal, di mana anak-anak didik
berhadapan satu dengan lain dalam situasi
face to face relationship. Bentuk diskusi ini hanya
mungkin dilakukan dalam kelompok yang kecil.
Keuntungannya adalah sangat mengaktifkan
anak-anak didik.
b. Panel diskusi atau round table discussion, dimana
pokok diskusi ditinjau dari berbagai segi.
Peserta diskusi hendaknya terdiri atas orang-
orang yang berlainan pandangannya.
c. Diskusi formal, di mana untuk diskusi ini perlu
seorang moderator, pembicara, dan peserta
diskusi.
d. Diskusi dalam bentuk simposium. Simposium
dilakukan bila ada masalah yang mengandung
kontroversi. Tokoh-tokoh yang berlainan
pendapat memberikan keterangan kemudian
diadakan diskusi antara pendengar dan
pembicara. Dalam hal ini tidak dicari kebenaran
tertentu tetapi mendapatkan berbagai

80- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

pandangan.
e. Diskusi ceramah, di mana seorang pembicara
memberi uraian tentang suatu masalah lalu
berdiskusi dengan para pendengar. Di sini
hanya ada satu pandangan dan pembicara
berfungsi sebagai pemimpin.
Dari sekian banyak jenis/tipe diskusi, diskusi
yang berpusat pada anak didik cenderung lebih
efektif daripada diskusi yang berpusat pada guru.
Langkah, petunjuk dan kegiatan yang perlu
diperhatikan oleh guru Pendidikan Agama Islam
dalam pelaksanaan metode diskusi antara lain: (a)
Persoalan harus jelas. Guru harus menetapkan sendiri
suatu pokok masalah atau problem yang akan
didiskusikan atau guru Pendidikan Agama Islam
meminta kepada anak didik untuk mengemukakan
suatu problem sebagai kajian diskusi; (b) Guru
Pendidikan Agama Islam menjelaskan tujuan
diskusi; (c) Guru Pendidikan Agama Islam
memberikan ceramah dengan diselingi tanya jawab
mengenai materi pelajaran yang didiskusikan;
(d) Mendorong semua anak didik berbicara
mengeluarkan pendapatnya, jangan sampai
anak didik yang berani saja yang menggunakan
kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya; (e)
Guru Pendidikan Agama Islam mengatur giliran
pembicara agar tidak semua anak didik berbicara
serentak mengeluarkan pendapatnya; (f) Menjaga
suasana kelas dan mengatur setiap pembicara
agar seluruh kelas dapat mendengarkan apa yang

Pendidikan Agama Islam - 81


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

sedang dikemukakan; (g) Berusaha agar diskusi


tidak terlalu formal, melainkan diselingi dengan
humor; (h) Mengatur agar sifat dan isi pembicaraan
tidak menyimpang dari pokok/problem; (i)
Mencatat hal-hal yang menurut pendapat guru
Pendidikan Agama Islam harus segera dikoreksi
yang memungkinkan anak didik tidak menyadari
pendapat yang salah; (j) Selalu berusaha agar diskusi
berlangsung antara anak didik dengan anak didik;
(k) Bukan lagi menjadi pembicara utama melainkan
menjadi pengatur pembicaraan; (l) Menyimpulkan
hasil-hasil pembicaraan di akhir kegiatan diskusi;
dan (m) mengakhiri diskusi tepat pada waktunya.
Sedangkan langkah, petunjuk, dan kegiatan yang
perlu diperhatikan oleh anak didik, antara lain: (a)
Menelaah topik/pokok masalah yang diajukan oleh
guru atau mengusahakan suatu problem dan topik
kepada kelas; (b) Ikut aktif memikirkan sendiri atau
mencatat data dari buku-buku sumber atau sumber
pengetahuan lainnya, agar dapat mengemukakan
jawaban pemecahan problem yang diajukan; (c)
Mengemukakan pendapat baik pemikiran sendiri
maupun yang diperoleh setelah membicarakan
bersama-sama teman sebangku atau kelompok;
(d) Berbicara dengan jelas supaya dapat dipahami
oleh peserta lain tanpa ada salah paham, dengan
mengemukakan argumen-argumen yang valid,
tidak berbicara tanpa ada alasan, dasar, atau sumber
yang kuat; (e) Mendengar tanggapan reaksi atau
tanggapan kelompok lainnya terhadap pendapat

82- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

yang baru dikemukakan; (f) Mendengarkan


dengan teliti dan mencoba memahami pendapat
yang dikemukakan oleh anak didik atau kelompok
lain; (g) Menghargai dan menghormati pendapat
teman-teman atau kelompok lainnya walau berbeda
pendapat; (h) Mencatat sendiri pokok-pokok
pendapat penting yang saling dikemukakan teman
baik setuju maupun bertentangan; (i) Menyusun
kesimpulan-kesimpulan diskusi dalam bahasa yang
baik dan tepat; (j) Ikut menjaga dan memelihara
ketertiban diskusi; (k) Tidak bertujuan untuk
mencari kemenangan dalam diskusi melainkan
berusaha mencari pendapat yang benar yang
telah dianalisa dari segala sudut pandang; dan (l)
Bersikap ramah selama berlangsungnya diskusi.
Dalam sebuah diskusi, terkadang dijumpai
peserta yang aktif sementara yang lain pasif (hampir
tidak berbicara sepatah katapun). Hal ini tentu
menjadikan kegiatan diskusi tidak berjalan efektif
dan hasilnya hanya bisa dirasakan oleh beberapa
anak didik saja sementara yang lain tidak. Untuk
mengatasi hal ini, setidaknya ada dua teknik yang
bisa dipakai:
Pertama, Buzz Groups atau Buzz Session. Kelas
dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil untuk
melakukan diskusi singkat tentang suatu problem.
Tiap kelompok diminta menghasilkan suatu
hipotesis yang mereka pandang relevan mengenai
suatu konsep atau solusi terhadap sebuah problem.
Masing-masing kelompok menunjuk seseorang

Pendidikan Agama Islam - 83


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

yang bertugas sebagai pemimpin sekaligus


juru bicara yang akan melaporkan hasil diskusi
kelompoknya. Ia kemudian meminta kepada
setiap anggotanya untuk mengemukakan ide untuk
menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah
yang sedang didiskusikan. Hasil ide yang telah
disepakati ini lalu dilaporkan dalam diskusi besar.
Biasanya dalam diskusi seperti ini, masing-masing
kelompok diberi batasan waktu, misalnya lima
menit atau tergantung kompleksitas masalahnya.
Kedua, The Inner Circle. Yaitu kelas di dalam
kelas. Sebagian anak didik bertindak sebagai
kelompok diskusi dan sebagian yang lain sebagai
observer. Akan lebih baik jika dimungkinkan kursi
disusun membentuk dua lingkaran konsentrik.
Guru kemudian mengajukan pertanyaan kepada
anak didik – terutama anak didik yang pasif –
sedangkan yang lain mendengarkan pendapat dari
yang bersangkutan. Dengan teknik ini anak didik
sebagai anggota the inner circle akan lebih merasa
punya tanggung jawab untuk mengeluarkan
pendapatnya (lihat Hisyam Zaini, dkk. 2002: 116-
118).
Dalam diskusi yang baik biasanya konflik akan
muncul. Tugas guru Pendidikan Agama Islam dalam
hal ini adalah memfokuskan konflik tersebut dan
menjadikannya sebagai sebuah pelajaran tambahan.
Di antara cara yang bisa dilakukan guru Pendidikan
Agama Islam: (a) merujuk suatu teks atau sumber
lain jika solusi tersebut bergantung pada fakta-

84- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

fakta yang pasti; (b) Menjadikan konflik sebagai


dasar bagi tugas perpustakaan; (c) jika problemnya
menyangkut nilai, maka guru Pendidikan Agama
Islam membantu untuk menyadarkan anak didik
akan nilai yang terkandung di dalamnya; (d)
Menginventarisir di papan tulis semua argumen,
misalnya guru Pendidikan Agama Islam membuat
kolom “setuju A” dan “setuju B” atau “pro” dan
“kontra”, kemudian meminta argumen atau fakta
dari anggota diskusi yang ingin mengemukakan
pendapatnya. Jika argumen sudah dianggap selesai,
maka diskusi beralih ke tahap pemecahan masalah,
yaitu dengan mengidentifikasi wilayah pro dan
kontra (lihat Hisyam Zaini, dkk. 2002: 118-119).
Kelebihan metode diskusi antara lain: (a)
Mendidik anak didik untuk belajar mengemukakan
pikiran atau pendapat; (b) Memberi kesempatan
kepada anak didik untuk memperoleh penjelasan-
penjelasan dari berbagai sumber data; (c) Memberi
kesempatan kepada anak didik untuk menghayati
pemecahan suatu problem bersama-sama; (d)
Melatih anak didik untuk berdiskusi di bawah
asuhan guru; (e) Merangsang anak didik untuk
ikut mengemukakan pendapat sendiri, menyetujui
atau menentang pendapat teman-temannya; (f)
Membina suatu perasaan tanggung jawab mengenai
suatu pendapat, kesimpulan, atau keputusan yang
akan atau telah diambil; (g) Mengembangkan rasa
solidaritas/toleransi terhadap pendapat yang
bervariasi atau mungkin bertentangan sama sekali;

Pendidikan Agama Islam - 85


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

(h) Membina anak didik untuk berpikir matang-


matang sebelum berbicara; (i) berdiskusi bukan
hanya menuntut pengetahuan, siap dan kefasihan
berbicara saja tetapi juga menuntut kemampuan
berbicara secara sistematis dan logis; dan (j)
dengan mendengarkan semua keterangan yang
dikemukakan oleh pembicara, pengetahuan dan
pandangan anak didik mengenai suatu problem
akan bertambah luas.
Sedangkan kelemahan metode diskusi: (a)
Tidak semua topik dapat menggunakan metode
diskusi. Hanya hal-hal yang bersifat problematis
saja yang dapat didiskusikan; (b) Diskusi yang
mendalam memerlukan banyak waktu; (c) Sulit
untuk menentukan batas luas atau kedalaman
suatu uraian diskusi; (d) Biasanya tidak semua
anak didik berani menyatakan pendapat sehingga
waktu akan terbuang karena menunggu anak
didik mengemukakan pendapat; (e) Pembicaraan
dalam diskusi mungkin didominasi oleh anak
didik yang berani dan telah terbiasa berbicara.
Anak didik pemalu dan pendiam tidak akan
menggunakan kesempatan untuk berbicara; dan (f)
Memungkinkan timbulnya rasa permusuhan antar
kelompok atau menganggap kelompoknya sendiri
lebih pandai dan serba tahu daripada kelompok lain
atau menganggap kelompok lain sebagai saingan,
lebih rendah, remeh, atau lebih bodoh (lihat http://
gurupkn.wordpress.com/2007/11/26/metode-
diskusi.htm).

86- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

5. Debat Aktif
Metode debat aktif merupakan salah satu di
antara metode pembelajaran Pendidikan Agama
Islam yang bisa digunakan untuk merangsang
anak didik dalam mendiskusikan materi pelajaran
Pendidikan Agama Islam, supaya terlibat secara aktif
dalam mengemukakan pendapat dan berpikir kritis,
dengan membagi anak didik menjadi dua kelompok,
yaitu kelompok “pro” dan “kontra”.
Konsep pengembangan metode debat aktif
dilandasi oleh pokok-pokok pikiran tentang
demo­kratisasi pengajaran di dalam kelas dan teori
belajar Gestalt. Demokratisasi pengajaran di dalam
kelas memberikan kesempatan kepada anak didik
untuk bertanya, berpikir, dan bertindak atas dasar
kebebasan yang bertanggung jawab. Kesempatan
untuk mempertanyakan suatu hal atau suatu
masalah berarti mengajak anak didik lain untuk
memberikan pendapat, komentar, kritik tertentu
sehingga dapat ditemukan jawaban-jawaban atas
problem yang dihadapi (Omar Hamalik, 2003: 37).
Teori belajar Gestalt memandang bahwa
belajar adalah proses untuk mendapatkan suatu
pemahaman, dengan harapan pemahaman tersebut
bisa digunakan untuk memecahkan problem-
problem yang dihadapinya (Baharuddin, 2007:
88-89). Pemahaman tersebut diperoleh melalui
proses berpikir yang sistematik dan konstruktif.
Berdasarkan pokok pikiran teori belajar Gestalt, maka
metode debat aktif diharapkan dapat menciptakan

Pendidikan Agama Islam - 87


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

suasana pembelajaran yang demokratis dan anak


didik memperoleh pemahaman yang mendalam
terhadap materi pelajaran yang telah disajikan.
Ada beberapa prinsip yang dapat digunakan
sebagai pedoman dalam pelaksanaan metode debat
aktif, yaitu: (a) Terciptanya keaktifan belajar. Melalui
metode debat aktif diharapkan anak didik dapat
aktif terlibat secara langsung dalam proses kegiatan
debat, sehingga suasana pembelajaran menjadi
hidup dengan tumbuhnya rasa ego pada tiap-tiap
anak didik untuk mempertahankan ide mereka.
(b) Meningkatkan minat dan motivasi belajar. Dalam
proses debat, minat dan motivasi belajar anak didik
akan meningkat karena perhatian dan pemikiran
mereka terfokus pada masalah-masalah yang
sedang mereka hadapi; (c) Mendapatkan pengalaman
melakukan debat. Pada umumnya anak didik akan
belajar lebih banyak tentang topik mereka dan
topik lain yang disajikan dalam kelas jika mereka
telah terlibat secara langsung, sehingga mereka
mendapat pengalaman yang berharga; (d) Proses
debat memperkuat daya serap anak didik. Dengan
terlibatnya anak didik untuk memecahkan sebuah
masalah dalam sebuah topik melalui argumentasi-
argumentasi yang efektif, akan dapat memperkuat
daya serap anak didik; (e) Penerapan. Penerapan
metode debat aktif disesuaikan dengan kemampuan
anak didik; dan (f) Hasil belajar. Pendekatan
instruksional dari metode ini berorientasi kepada
pengembangan keterampilan-keterampilan dalam

88- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

logika, memecahkan masalah, berpikir kritis,


komunikasi lisan dan tertulis, pengembangan aspek
afektif, pengembangan komunikasi interpersonal,
rasa percaya diri atas kemampuan mengajukan
pendapat dan analisis kritis (Omar Hamalik, 2003:
39-40).
Berikut langkah-langkah dalam pelaksanaan
metode debat aktif:
a. Guru Pendidikan Agama Islam memilih topik
kontroversial dalam materi Pendidikan Agama
Islam yang berguna untuk diperdebatkan
dengan mempertimbangkan jenjang anak didik
dan relevansinya dengan materi pelajaran serta
minat anak didik.
b. Guru Pendidikan Agama Islam menyampaikan
informasi tentang materi Pendidikan Agama
Islam yang akan diajarkan.
c. Guru Pendidikan Agama Islam membagi anak
didik menjadi dua tim debat. Berikan secara
acak, posisi “pro” kepada satu kelompok dan
posisi “kontra kepada kelompok yang lain.
d. Guru Pendidikan Agama Islam membagi
anak didik menjadi dua hingga sub kelompok
dalam masing-masing tim debat. Misalnya,
dalam sebuah kelas yang berisi 24 anak didik
dapat dibuat tiga sub kelompok pro dan tiga
sub kelompok kontra, masing-masing terdiri
dari empat anggota. Tiap sub kelompok
diperintahkan untuk menyusun argumen-

Pendidikan Agama Islam - 89


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

argumen untuk posisi yang ditentukannya.


Atau tiap-tiap sub kelompok memilih daftar
argumen yang lengkap yang memungkinkan
untuk didiskusikan. Pada akhir diskusi mereka,
setiap sub kelompok memilih seorang juru
bicara.
e. Guru Pendidikan Agama Islam mengatur posisi
menjadi dua atau empat kursi (tergantung pada
jumlah sub kelompok yang dibuat untuk tiap
sisi/bagian) untuk para juru bicara kelompok
pro dalam posisi berhadapan dengan kursi
juru bicara dari pihak yang kontra dengan
jumlah yang sama. Posisi anak didik yang lain
dibelakang tim debat mereka. Untuk contoh
awal, susunan seperti berikut:
x x
x pro kontra x
x x
x x

f. Setelah semua anak didik mendengarkan


argumen pembuka, perdebatan dihentikan
dan mereka kembali ke sub kelompok semula.
Sub-sub kelompok diminta untuk menyusun
strategi dalam rangka mengcounter argumen
pembuka dari sisi yang berlawanan. Masing-
masing sub kelompok memilih juru bicara, akan
lebih baik bila menggunakan orang baru.
g. Debat dimulai kembali, juru bicara-juru bicara

90- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

yang duduk berhadapan memberikan “counter


argumen”. Ketika perdebatan berlangsung
anak didik yang lain didorong untuk mencatat
argumen-argumen dan saran dari juru bicara-
juru bicara mereka.
h. Ketika perdebatan dianggap telah cukup,
perdebatan tersebut dapat diakhiri. Selanjutnya,
guru Pendidikan Agama Islam memberikan
ulasan tentang materi pelajaran Pendidikan
Agama Islam yang telah diperdebatkan.
i. Pada akhir kegiatan guru Pendidikan Agama
Islam melakukan evaluasi guna mengetahui
sejauhmana tingkat pemahaman materi yang
telah diserap oleh anak didik melalui metode
debat aktif.
Ada beberapa kelebihan dalam penggunaan
metode debat aktif, yaitu: (a) Anak didik
dirangsang untuk menganalisa masalah di dalam
kelompok, asalkan debat tersebut diarahkan pada
pokok permasalahan yang dikehendaki; (b) dalam
pertemuan debat, anak didik dapat menyampaikan
fakta dari kedua sisi masalah, kemudian diteliti fakta
mana yang valid dan bisa dipertanggungjawabkan;
(c) Terjadinya pembicaraan aktif antara pemateri
dan penyanggah diharapkan akan membangkitkan
daya tarik untuk turut berpartisipasi dalam
mengeluarkan pendapat; (d) Bila masalah yang
diperdebatkan menarik, maka pembicaraan itu
mampu mempertahankan minat anak didik untuk
terus mengikuti perdebatan itu.

Pendidikan Agama Islam - 91


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

Sedangkan kelemahan-kelamahan metode


debat aktif: (a) Dalam pertemuan ini kadang-kadang
keinginan untuk menang mungkin terlalu besar,
sehingga tidak memperhatikan pendapat orang
lain; (b) karena perdebatan yang sengit bisa terjadi
terlalu banyak emosi yang terlibat, sehingga debat
itu semakin gencar dan ramai; dan (c) Memerlukan
waktu yang relatif lama sehingga perlu perencanaan
alokasi waktu yang matang (Roestiyah, 2004: 148-
149).

6. Team Quiz (Pertanyaan kelompok)


Penerapan metode team quiz menurut Melvin
L. Silbermen (2006: 175), dapat meningkatkan rasa
tanggung jawab atas apa yang mereka pelajari
dengan cara yang menyenangkan dan tidak
mengancam atau tidak membuat mereka takut.
Beberapa langkah yang bisa dipakai dalam
metode ini, sebagai berikut:
a. Pilihlah topik yang bisa disajikan dalam tiga
segmen, misalnya tentang macam-macam sunnah,
pembagian hadits berdasarkan kualitas rawi dan
pembagian hadits berdasarkan kuantitas rawi.
b. Bagilah anak didik menjadi tiga tim.
c. Jelaskan format pelajaran dan mulailah penyajian
materinya. Batasi hingga 10 menit atau kurang
dari itu.
d. Perintahkan tim A untuk menyiapkan kuis jawa­
ban singkat, kuis tersebut harus sudah siap tidak

92- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

lebih dari 5 menit. Tim B dan tim C menggunakan


waktu ini untuk memeriksa ulang catatan mereka.
e. Tim A memberi kuis kepada anggota tim B, jika
tim B tidak dapat menjawab satu pertanyaan,
tim C segera menjawabnya.
f. Tim A mengarahkan pertanyaan berikutnya
kepada anggota tim C, dan mengulangi proses
yang sama.
g. Ketika kuisnya selesai, lanjutkan dengan segmen
kedua dari pelajaran tersebut, dan tunjuklah tim
B sebagai pemandu kuis.
h. Setelah tim B menyelesaikan kuisnya, lanjutkan
dengan segmen ketiga dari pelajaran tersebut
dan tunjuklah tim C sebagai pemandu kuis.
Variasi lain dari team quiz yaitu:
a. Berikan tim pertanyaan/kuis yang telah diper­
sia­pkan yang darinya mereka memilih kapan
mereka mendapat giliran menjadi pemandu
kuis.
b. Berikan satu penyajian materi secara kontinyu,
bagilah anak didik menjadi dua tim.
c. Pada akhir pelajaran, perintahkan dua tim
saling memberi kuis.
Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan
team quiz: (a) pada awal kegiatan, guru Pendidikan
Agama Islam menyampaikan materi pelajaran
Pendidikan Agama Islam dengan metode ceramah
singkat atau dengan metode resitasi (di mana guru

Pendidikan Agama Islam - 93


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

menugaskan kepada anak didik secara individu


untuk membaca teks yang sudah ditentukan);
(b) Guru Pendidikan Agama Islam hendaknya
membagi waktu menjadi tiga segmen, sehingga
semua tim berhak menjadi pemandu kuis; (c)
Tim yang bertugas sebagai pemandu kuis,
hendaknya dipilih satu orang yang membaca
teks pertanyaan, satu orang sebagai juri dan satu
orang sebagai scorer/pencatat nilai; (d) Bentuk
pertanyaan hendaknya berupa jawaban singkat
(misalnya menyebutkan macam-macam sunnah
atau menjelaskan pengertian/definisi, misalnya
apa yang dimaksudkan dengan hadits shahih;
(e) Hindari pertanyaan dengan jawaban uraian
pendapat, misalnya bagaimana pendapat Anda
apabila orang yang beramal dengan hadits dhaif?;
(f) Guru Pendidikan Agama Islam berkesempatan
untuk mengklarifikasi jawaban-jawaban anak didik
pada akhir kegiatan.
Penggunaan metode team quiz dapat
membangkitkan antusiasme anak didik dalam
aktivitas pembelajaran dan melatih mereka bekerja
sama dalam sebuah tim. Pada sisi lain, guru harus
senantiasa memotivasi anak didik yang secara
individu mungkin merasa kurang dilibatkan
didalam kelompoknya. Guru juga harus mampu
mengelola kelas dengan baik, disebabkan kondisi
kelas yang bisa saja ramai.
Metode team quiz dengan berbagai keunggulan
dan kelemahannya dapat digunakan sebagai

94- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

alternatif model pembelajaran pada masa sekarang,


di mana guru Pendidikan Agama Islam hanya
bertugas sebagai fasilitator, sehingga aktivitas
pembelajaran lebih terpusat pada aktivitas anak
didik, dengan pendekatan kelompok.

7. Reading Aloud (Membaca dengan keras)


Menurut bahasa reading aloud artinya membaca
dengan keras. Reading aloud adalah salah satu
metode pembelajaran yang penerapannya dengan
cara membaca dengan keras, baik oleh guru ataupun
anak didik atas kebijakan guru.
Metode reading aloud merupakan salah satu
metode yang dalam implementasinya dimaksudkan
untuk mengaktifkan individu (anak didik) secara
umum. Dengan reading aloud yang bisa diartikan
dengan penekanan khusus pada teks-teks tertentu,
diharapkan akan lebih memusatkan perhatian anak
didik pada materi pelajaran Pendidikan Agama
Islam yang sedang diajarkan oleh guru Pendidikan
Agama Islam dan memotivasi anak didik untuk
bertanya dan mendiskusikannya.
Pada dasarnya metode reading aloud sama
sebagaimana metode lainnya, sebagai salah satu
metode yang diterapkan dalam rangka memotivasi
dan mengkondisikan peran aktif anak didik dalam
aktivitas pembelajaran. Anak didik akan belajar
secara aktif kalau rancangan pembelajaran yang
disusun guru mengharuskan anak didik, baik
secara sukarela maupun terpaksa, menuntut

Pendidikan Agama Islam - 95


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

anak didik melakukan aktivitas belajar. Sebab


belajar yang efektif adalah belajar dengan berbuat,
berpikir, mendiskusikan, bertanya, dan melakukan
rangkaian aktivitas lain yang dapat mengantarkan
kepada pemahaman.
Secara khusus, tujuan metode reading aloud
sebagai berikut: (a) Dengan membatasi sebagian teks
dibaca dengan keras, dimaksudkan agar perhatian
anak didik terpusat pada teks atau materi yang
sedang diajarkan sehingga pemahamannya akan
lebih mendalam; (b) Dengan memberikan teks pada
anak didik, anak didik termotivasi untuk belajar
secara aktif dengan memikirkan, memahami, dan
mendiskusikan atau menanyakan poin-poin yang
masih belum dimengerti; (c) Dengan membagi
teks dengan paragraf tertentu, dimaksudkan agar
anak didik lebih terfokus pada teks itu sehingga
pemahamannya akan lebih komprehensif dan
spesifik; (d) dengan menghentikan bacaan pada
teks-teks tertentu memberikankesempatan
bagi anak didik untuk memberikan penjelasan,
pemahaman, dan atau tanggapan setelah guru
memberikan kesempatan atau memberikan
penekanan atau contoh bahasan tertentu; dan (e)
Dengan guru bertanya pada anak didik, anak didik
terinspirasi untuk bisa mendeskripsikan dan atau
menyimpulkan materi Pendidikan Agama Islam
yang dipresentasikan.
Agar metode reading aloud bisa efektif, guru
Pendidikan Agama Islam harus memperhatikan

96- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

langkah-langkah atau prosedur pelaksanaan yang


tepat dan proporsional. Langkah-langkah yang
harus dilakukan guru dalam metode ini:
a. Guru Pendidikan Agama Islam memilih teks
yang cukup menarik untuk dibaca dengan
keras.
b. Guru Pendidikan Agama Islam memberikan
kopian teks kepada anak didik, diberi tanda
poin-poin atau isu-isu teks yang menarik untuk
didiskusikan.
c. Undang beberapa anak didik untuk membaca
bagian-bagian teks yang berbeda-beda.
d. Ketika bacaan sedang berlangsung, berhentilah
pada beberapa tempat untuk menekankan arti
penting poin-poin tertentu, untuk bertanya, atau
sekadar memberi contoh. Beri anak didik waktu
untuk berdiskusi jika mereka menunjukkan
ketertarikan terhadap poin tersebut.
e. Akhiri proses dengan bertanya kepada anak
didik apa yang ada di dalam teks yang mereka
baca.
Dari langkah-langkah di atas menunjukkan
bahwa guru Pendidikan Agama Islam dituntut untuk
kreatif dan inovatif dalam aktivitas pembelajaran,
dengan menyiapkan dan memberikan teks kepada
sejumlah anak didik sebagai bahan pelajaran. Untuk
lebih efektif, teks-teks yang direncanakan akan
dibaca dengan keras harus dibatasi, yang menurut
Melvin L Silberman (2006: 39), teks dimaksud berisi

Pendidikan Agama Islam - 97


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

kurang dari 500 kata.


Guru Pendidikan Agama Islam juga harus
membe­rikan kesempatan, rangsangan, dan perta­
nyaan pada teks yang dibaca untuk mengaktifkan
anak didik dalam memahami teks yang telah
tersedia. Standar efektifitas dalam metode ini adalah
peran aktif anak didik dalam belajar dan bukan
benar atau salah dalam memberikan tanggapan
atau jawaban. Selanjutnya guru Pendidikan
Agama Islam harus bisa memancing anak didik
untuk bertanya, mendiskusikan dengan temannya,
dengan memberikan kesempatan kepada sebagian
anak didik untuk membacakan teks yang berbeda
(berbeda teksnya antara anak didik yang satu
dengan anak didik yang lainnya).
Adapun variasi yang perlu diterapkan dalam
penerapan reading aloud adalah: (a) Pembacaan
teks dilakukan oleh guru Pendidikan Agama Islam
sendiri, jika seorang guru merasa hal ini akan
meningkatkan cara penyajian teks, atau seorang guru
Pendidikan Agama Islam meragukan kemampuan
baca anak didiknya; dan (b) Perintahkan pasangan
anak didik untuk membacakan satu sama lain,
hentikan klarifikasi dan diskusi bila itu dirasa perlu.
Adapun keunggulan metode reading aloud:
(a) Reading aloud mempunyai trik khusus dalam
memfokuskan atau memusatkan perhatian
anak didik pada materi yang sedang diajarkan,
sehingga mengarah pada pemahaman yang lebih
komprehensif; (b) Reading aloud memberikan

98- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

motivasi dan ruang kreatifitas anak didik yang lebih


untuk bisa memahami pelajaran Pendidikan Agama
Islam lebih lanjut; (c) Reading aloud fleksibel dan
solutif untuk mengkondisikan suasana pembelajaran
di kelas, terutama bila dilakukan pada suasana
pembelajaran yang tidak kondusif; (d) Reading
aloud memungkinkan suasana pembelajaran yang
menyenangkan karena di samping sebagai metode
belajar mengajar juga sebagai variasi pembelajaran.
Sedangkan kelemahan metode reading aloud:
(a) Reading aloud tidak bisa digunakan dalam
keseluruhan materi pelajaran Pendidikan Agama
Islam, dalam setiap materi dan pembahasan,
terutama materi yang tergolong banyak. (b) Fokus
reading aloud tidak bisa mewakili keseluruhan materi
yang membutuhkan penjelasan yang panjang dan
bercabang; (c) Efektifitas reading aloud lebih terfokus
pada upaya mengaktifkan individu dan bersifat
umum, sehingga terkesan tidak melahirkan daya
saing anak didik; dan (d) Reading aloud menuntut
guru Pendidikan Agama Islam untuk kreatif untuk
memberikan klasifikasi dan stressing pada materi-
materi tertentu supaya anak didik bisa fokus pada
materi-materi tersebut.

8. Pemberian Tugas Belajar (Resitasi)


Metode pemberian tugas belajar (resitasi)
sering juga disebut metode pekerjaan rumah yaitu
metode di mana anak didik diberi tugas di luar jam
pelajaran. Dalam pelaksanaan metode ini anak-

Pendidikan Agama Islam - 99


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

anak didik dapat mengerjakan tugasnya tidak


hanya di rumah, tetapi dapat di perpustakaan, di
laboratorium, di kebun percobaan, dan sebagainya
untuk dipertanggung-jawabkan kepada guru.
Dalam pengajaran Pendidikan Agama Islam,
metode resitasi dilakukan: (a) Apabila guru
Pendidikan Agama Islam mengharapkan agar
semua pengetahuan yang telah diterima anak didik
lebih mantap; (b) Untuk mengaktifkan anak-anak
didik mempelajari sendiri suatu masalah dengan
membaca sendiri, mengerjakan soal-soal sendiri,
mencoba sendiri; dan (c) Agar anak-anak didik
lebih rajin.
Adapun yang harus diperhatikan seorang
guru Pendidikan Agama Islam ketika hendak
menggunakan metode ini: (a) Tugas yang diberikan
harus jelas, sehingga anak didik mengerti apa yang
harus dikerjakan; (b) Waktu untuk menyelesaikan
tugas harus cukup; (c) Adakan kontrol yang
sistematis sehingga mendorong anak-anak didik
bekerja dengan sungguh-sungguh; dan (d) Tugas
yang diberikan harus menarik perhatian anak-
anak didik; mendorong anak didik untuk mencari,
mengalami, dan menyampaikan; (e) anak-anak didik
mempunyai kemungkinan dapat menyelesaikan; (f)
serta bersifat praktis dan ilmiah.
Kelebihan metode ini: (a) Baik sekali untuk
mengisi waktu luang yang konstruktif; (b)
Memupuk rasa tanggung jawab dalam segala tugas
pekerjaan, sebab dalam metode ini anak-anak didik

100- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

harus mempertanggungjawabkan segala sesuatu


yang telah dikerjakan; (c) Membiasakan anak didik
giat belajar; dan (d) Memberikan tugas yang bersifat
praktis umpamanya membuat laporan tentang
peribadatan di daerah masing-masing, kehidupan
sosial dan sebagainya.
Sedangkan kekurangan metode ini: (a)
Seringkali tugas di rumah itu dikerjakan oleh orang
lain sehingga anak tidak tahu menahu pekerjaan
tersebut; (b) Sulit untuk memberikan tugas karena
perbedaan individual anak-anak didik dalam
kemampuan dan minat belajar; (c) Seringkali anak-
anak didik tidak mengerjakan tugas dengan baik,
cukup menyalin hasil pekerjaan teman-temannya;
dan (d) Apabila tugas itu terlalu banyak dan terlalu
berat, akan mengganggu keseimbangan mental
anak didik (lihat Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya,
2005: 61-62).

9. Demonstrasi dan Eksperimen


Yang dimaksud dengan metode demonstrasi
adalah metode mengajar di mana guru Pendidikan
Agama Islam atau orang lain yang sengaja diminta
atau anak didik sendiri memperlihatkan kepada
seluruh kelas suatu proses, misalnya proses cara
mengambil air wudhu, proses jalannya shalat dua
rakaat, dan sebagainya.
Yang dimaksud metode eksperimen adalah
metode pengajaran Pendidikan Agama Islam
di mana guru dan anak didik bersama-sama

Pendidikan Agama Islam - 101


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

mengerjakan sesuatu sebagai latihan praktis dari apa


yang diketahui, misalnya anak didik mengerjakan
penyelenggaraan shalat jum‘at, memandikan
jenazah, dan sebagainya.
Metode demonstrasi dan eksperimen dalam
pelajaran Pendidikan Agama Islam dilakukan
bilamana: (a) Anak didik menunjukkan keterampilan
tertentu; (b) Untuk memudahkan berbagai
penjelasan, sebab penggunaan bahasa dapat lebih
terbatas; (c) Untuk menghindari verbalisme; dan (d)
Untuk membantu anak didik memahami dengan
jelas jalannya suatu proses dengan penuh perhatian
sebab akan menarik.
Adapun yang harus diperhatikan seorang
guru Pendidikan Agama Islam ketika hendak
menggunakan metode ini: (a) Lakukan dengan
metode demonstrasi dan eksperimen dalam hal-hal
yang bersifat praktis dan urgen dalam masyarakat;
(b) Arahkan pendemonstrasian dan eksperimen agar
anak-anak didik dapat memperoleh pengertian yang
lebih jelas, pembentukan sikap, serta kecakapan
praktis; (c) Usahakan supaya anak didik dapat
mengikuti demonstrasi dan eksperimen; dan (d)
Berilah pengertian sejelas-jelasnya landasan teori
dari apa yang hendak didemonstrasikan maupun
dieksperimenkan.
Kelebihan metode ini: (a) Perhatian anak didik
akan terpusat kepada apa yang didemonstrasikan,
dan memberikan kemungkinan berpikir lebih
kritis; (b) Memberi pengalaman praktis yang dapat

102- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

membentuk perasaan dan kemauan anak didik; (c)


Akan mengurangi kesalahan dalam mengambil
kesimpulan, karena anak didik mengamati langsung
terhadap suatu proses; dan (d) Dengan metode ini
sekaligus masalah-masalah yang mungkin timbul
dalam hati anak-anak didik dapat dijawab.
Sedangkan kekurangan metode ini: (a) Dalam
melaksanakan metode demonstrasi dan eksperimen
biasanya memerlukan waktu yang banyak; (b)
Apabila kekurangan alat-alat peraga, atau alat-
alatnya tidak sesuai dengan kebutuhan pengajaran
Pendidikan Agama Islam, maka metode ini kurang
efektif; (c) Metode ini sukar dilaksanakan apabila
anak didik belum matang untuk melaksanakan
eksperimen; dan (d) Banyak alat-alat yang tidak
didemonstrasikan dalam kelas karena besarnya
atau karena harus dibantu dengan alat-alat yang
lain (lihat Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, 2005:
62-63).

10. Writing In The Here And Now (Menulis Penga­


la­man Secara Langsung)
Metode writing in the here and now (menulis
penga­­­la­­man secara langsung) dapat membantu anak
didik merefleksikan pengalaman-pengalaman yang
mereka alami. Menurut Melvin L. Silberman (2006:
198), sebuah cara untuk meningkatkan perenungan
secara mandiri adalah dengan meminta anak didik
melaporkan tindakan kala ini tentang sebuah
pengalaman yang mereka miliki (seakan itu terjadi

Pendidikan Agama Islam - 103


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

di sini dan sekarang).


Prosedur dan langkah-langkah metode writing
in the here and now:
a. Guru Pendidikan Agama Islam memilih jenis
pengalaman yang diinginkan untuk ditulis
oleh anak didik. Bisa berupa masa lampau atau
yang akan datang. Di antara contoh yang dapat
diangkat adalah memandikan jenazah, berpuasa
di bulan suci Ramadhan, atau menunaikan
zakat.
b. Guru Pendidikan Agama Islam menginforma­
sikan kepada anak didik tentang pengalaman
yang telah dipilih untuk tujuan penulisan
reflektif. Guru Pendidikan Agama Islam mem­
beritahu mereka bahwa cara yang berharga
untuk merefleksikan pengalaman adalah
menye­n angkan atau mengalaminya untuk
pertama kali di sini dan saat sekarang.
c. Guru Pendidikan Agama Islam memerintahkan
anak didik untuk menulis, saat sekarang tentang
pengalaman yang telah dipilih. Perintahkan
mereka untuk memulai awal pengalaman dan
menulis apa yang sedang mereka dan lainnya
lakukan dan rasakan. Guru Pendidikan Agama
Islam menyuruh anak didik untuk menulis
sebanyak mungkin yang mereka inginkan
tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi dan
perasaan-perasaan yang dihasilkannya.
d. Guru Pendidikan Agama Islam memberikan

104- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

waktu yang cukup untuk menulis. Anak didik


seharusnya tidak merasa terburu-buru. Ketika
mereka selesai, guru mengajak mereka untuk
membacakan tentang refleksinya.
e. Guru mendiskusikan hasil pengalaman anak
didik tersebut bersama-sama.
Beberapa variasi metode ini:
a. Untuk membantu anak didik mendapatkan
kegairahan dalam menulis imajinatif,
laksanakan diskusi kelompok yang relevan
dengan topik pelajaran yang akan ditugaskan
pada mereka.
b. Perintahkan anak didik untuk saling bercerita
tentang apa yang telah mereka tulis. Salah satu
alternatifnya adalah dengan memerintahkan
sejumlah anak didik untuk membacakan karya
mereka yang sudah selesai. Alternatif yang
kedua adalah dengan meminta pasangan untuk
saling bercerita tentang apa yang mereka tulis.
Kelebihan metode ini: (a) Melatih dan memper­
tajam daya imajinasi anak didik; dan (b) lebih
meningkatkan pemahaman anak didik terhadap
materi pelajaran Pendidikan Agama Islam.
Sedangkan kekurangannya: (a) Kesulitan bagi
sebagian anak didik yang merasa tidak mempunyai
pengalaman terkait dengan materi pelajaran; dan (b)
Kurang efisiennya waktu disebabkan kadang anak
didik banyak yang mengulur-ngulur pekerjaannya.

Pendidikan Agama Islam - 105


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

11. Catatan Terbimbing


Metode catatan terbimbing sebagaimana diung­
kapkan oleh Melvin L. Silbermen (2006: 123) adalah
sebuah konsep yang mengarahkan atau memberikan
panduan kepada anak didik dalam membuat
catatan-catatan pada saat guru menyampaikan
materi pelajaran Pendidikan Agama Islam. Dengan
metode ini diharapkan anak didik memiliki tingkat
konsentrasi dan fokus perhatian terhadap poin-poin
utama dalam materi pelajaran tersebut.
Langkah-langkah yang harus dipersiapkan oleh
seorang guru Pendidikan Agama Islam ketika ingin
menggunakan metode ini:
a. Guru Pendidikan Agama Islam memberikan
panduan kepada anak didik ringkasan poin-
poin utama materi yang disampaikan dengan
metode ceramah.
b. Kosongkan poin-poin yang dianggap penting
sehingga akan terdapat ruang-ruang kosong
dalam panduan tersebut. Misalnya :
1) Mengosongkan istilah atau definisi,
contohnya: ...... adalah segala perkataan,
perbuatan, dan ketetapan yang datang dari
Nabi Muhammad SAW.
2) Mengosongkan beberapa pernyataan
jika poin utamanya terdiri dari beberapa
pernyataan, contohnya: Dilihat dari segi
kualitasnya, maka hadits terdiri dari: (1)
Hadits shahih, (2) ...... , (3) ......

106- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

3) Menghilangkan beberapa kata kunci dari


beberapa paragraf, contohnya: (1) Al Qur‘an
adalah wahyu Allah yang diturunkan
kepada ...... melalui perantaraan malaikat
Jibril; (2) Wahyu yang pertama diterima
nabi Muhammad SAW adalah surat ......,
ketika Nabi Muhammad SAW bertahannuts
di ......
4) Dibuat bahan ajar (handout) yang tercantum
di dalamnya sub topik dari materi pelajaran,
kemudian berikan tempat kosong yang
cukup sehingga anak didik dapat membuat
catatan di dalamnya. Bentuk ini akan terlihat
seperti contoh berikut:
Dari segi kuantitas sanad hadits dibagi
menjadi:
Mutawatir
.........
.........
.........
Ahad
.........
.........
.........
c. Membagikan handout kepada anak didik
dan menjelaskannya bahwa bagian yang
dikosongkan itu memang sengaja dihilangkan,
karena hal tersebut merupakan poin penting

Pendidikan Agama Islam - 107


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

yang akan dijadikan fokus perhatian dalam


aktivitas pembelajaran.
d. Setelah proses pembelajaran selesai, selanjutnya
guru Pendidikan Agama Islam meminta anak
didik untuk membacakan hasil catatannya.
e. Berikan klarifikasi atau komentar secukupnya.

12. Karyawisata
Metode karyawisata sering diberi penger­
tian sebagai suatu metode pembelajaran yang
dilaksanakan dengan cara bertamasya di luar kelas.
Dalam perjalanan tamasya, ada hal-hal tertentu yang
telah direncanakan guru Pendidikan Agama Islam
untuk didemonstrasikan pada anak didik, di samping
hal-hal yang secara kebetulan ditemukan di dalam
perjalanan tamasya tersebut.
Metode karyawisata dilakukan: (a) Apabila akan
memberi pengertian yang lebih jelas dengan alat
peraga langsung; (b) Apabila akan membangkitkan
penghargaan dan cinta terhadap lingkungan; dan
(c) Apabila akan mendorong anak didik menghargai
lingkungan dengan baik.
Adapun yang harus diperhatikan seorang
guru Pendidikan Agama Islam ketika hendak
menggunakan metode ini: (a) Rumusan tujuan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam harus jelas
sehingga terlihat wajar dan tidaknya metode ini
digunakan; (b) Selidiki obyek yang akan ditinjau
dan perhatikan hal-hal yang sekiranya akan menjadi
ksulitan-kesulitan (antara lain kendaraan dan

108- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

sebagainya); dan (c) Jelaskan tujuan karyawisata


kepada anak-anak didik dan siapkan pertanyaan-
pertanyaan yang harus mereka jawab.
Kelebihan metode ini: (a) Memberi kepua­
san kepada anak didik mengenai lingkungan
dengan banyak melihat kenyataan-kenyataan di
samping keindahan di luar kelas; (b) Anak didik
dapat memperoleh tambahan pengalaman melalui
karyawisata, sedangkan guru Pendidikan Agama
Islam mendapatkan kesempatan menerangkan
segala sesuatu; (c) Anak didik akan bersikap
terbuka, obyektif, dan berpandangan luas akibat
dari pengetahuan yang diperoleh dari luar yang
akan mempertinggi prestasi kepribadiannya.
Sedangkan kelemahan metode ini: (a) Apabila
obyek karyawisata tidak cocok untuk mencapai
tujuan; (b) Waktu yang tersedia tidak mencukupi;
dan (c) pembayaran karyawisata merupakan beban
tambahan anak didik sehingga memberatkan bagi
anak-anak didik yang orangtuanya tidak mampu
(lihat Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, 2005: 66-
67).

13. Sosiodrama dan Bermain Peran


Metode sosiodrama adalah metode pembela­ja­
ran Pendidikan Agama Islam dengan mendemon­
strasikan cara bertingkah laku dalam hubungan
sosial, sedangkan bermain peran menekankan
kenyataan di mana anak didik diikutsertakan dalam
permainan peran di dalam mendemonstrasikan

Pendidikan Agama Islam - 109


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

masalah-masalah sosial (Abu Ahmadi dan Joko Tri


Prasetya, 2005: 65).
Ramayulis (2000: 24) menjelaskan pengertian
sosiodrama yang berasal dari kata sosio yang artinya
masyarakat dan drama artinya keadaan orang atau
peristiwa yang dialami orang, sifat, dan tingkah
laku, hubungan seseorang, hubungan seseorang
dengan orang lain dan sebagainya.
Metode ini sebagai prinsip dasarnya telah
diuraikan di dalam Al Qur‘an di mana banyak kita
jumpai macam-macam drama, dari drama cinta
segitiga sampai drama cinta sejati (misalnya drama
Habil dan Qabil, Yusuf dan Zulaikha), Adam dan
Hawa, dan sebagainya).
Dalam metode sosiodrama dan bermain peran,
anak didik bisa memerankan tingkah laku tokoh
secara bebas sesuai dengan imajinasi mereka,
selain itu mereka akan lebih menghayati pelajaran
Pendidikan Agama Islam yang diberikan. Unsur
yang menonjol dari metode sosiodrama dan bermain
peran adalah unsur hubungan kemasyarakatan,
seperti berperan sebagai pahlawan, petani, dokter,
guru, dan sebagainya.
Kesuksesan metode sosiodrama dan bermain
peran sangat tergantung pada kualitas permainan
yang dirancang oleh sang sutradara alias guru mata
pelajaran (dalam hal ini guru Pendidikan Agama
Islam). Di samping itu sangat tergantung juga pada
persepsi anak didik terhadap peran yang dimainkan

110- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

dalam situasi yang nyata.


Adapun prosedur atau langkah-langkah metode
sosiodrama dan bermain peran:
a. Guru berupaya memperkenalkan permasalahan
kepada anak didik, agar mereka dapat mempe­
lajari dan menghayati tugas yang mereka peran­
kan dan menggambarkan permasalahan dengan
jelas disertai dengan contoh.
b. Guru menyediakan suatu cerita kemudian
dibacakan di depan kelas berulangkali, bila
arah cerita sudah dipahami baru karya itu bisa
dipentaskan.
c. Memilih pemain (partisipan), guru Pendidikan
Agama Islam dan anak didik membahas karakter
dari setiap pemain dan menentukan siapa
yang akan memainkannya, dalam pemilihan
pemain ini guru Pendidikan Agama Islam
dapat memilih anak didik yang sesuai dengan
karakter untuk memainkannya atau anak didik
sendiri yang mengusulkan untuk memainkan
siapa dan mendeskripsikan peran-perannya,
sebagai contoh, seorang anak memilih peran
sebagai ayah yang galak dengan kumis tebal
seperti pak Raden, dia ingin memerankannya
atau guru sendiri yang menunjuk salah seorang
anak didik untuk memerankan ilustrasi di atas.
d. Menata panggung, dalam hal ini guru
Pendidikan Agama Islam mendiskusikan
dengan anak didik di mana dan bagaimana

Pendidikan Agama Islam - 111


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

peran itu akan dimainkan, apa saja kebutuhan


yang diperlukan. Penataan panggung ini dapat
dilakukan secara sederhana atau kompleks,
pementasan secara sederhana adalah hanya
dengan membahas skenario saja (tanpa
dialog lengkap) yang menggambarkan urutan
permainan peran, misalnya siapa dulu yang
muncul kemudian diikuti oleh siapa dan
seterusnya. Sementara penataan panggung
secara kompleks meliputi aksesoris lain seperti
kostum, dekorasi, tempat, dan lain-lain. Konsep
sederhana memungkinkan untuk dilakukan
karena intinya adalah bukan kemegahan
panggung, tetapi proses bermain peran itu
sendiri.
e. Menyiapkan pengamat. Guru Pendidikan
Agama Islam menunjuk beberapa orang
anak didik untuk menjadi pengamat, namun
demikian pengamat di sini harus juga terlibat
aktif dalam permainan peran tersebut.
f. Pementasan. Drama atau permainan peran
dilaksanakan secara spontan. Pada awalnya
banyak anak didik yang masih bingung
memainkan perannya atau bahkan tidak sesuai
dengan peran yang seharusnya dilakonkan alias
bertukar peranan. Jika drama dan permainan
peran sudah terlalu jauh melenceng dari alur
cerita, guru Pendidikan Agama Islam dapat
menghentikannya dan segera masuk ke langkah
berikutnya.

112- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

g. Guru bersama anak didik bersama-sama


mendiskusikan, mengevaluasi drama dan
permainan peran. Sehingga pada pementasan
yang kedua akan berjalan lebih baik lagi, karena
para anak didik sudah menemukan peran yang
sesuai dengan skenario yang telah disusun
gurunya.
h. Langkah berikutnya, diskusi dan evaluasi
kedua. Dalam pembahasan diskusi dan evaluasi,
lebih diarahkan pada realitas, karena pada
saat drama dan permainan peran dilakukan,
banyak peranan yang barangkali melampaui
batas kenyataan, misalnya seorang anak didik
memainkan peran sebagai pembeli, ia membeli
barang dengan harga yang tak realistis, contoh
lainnya seorang anak didik yang memainkan
peran sebagai orang tua yang galak, kegalakan
yang ia perankan tidak sesuai dengan skenario
peran yang harusnya ia perankan.
i. Yang terakhir, anak didik diajak berbagi
pengalaman tentang tema drama dan permainan
peran yang telah dilakukan dan dilanjutkan
dengan membuat kesimpulan. Misalnya
anak didik akan berbagi pengalaman tentang
bagaimana ia dimarahi habis-habisan oleh
ayahnya, kemudian guru Pendidikan Agama
Islam membahas bagaimana sebaiknya anak
didik menghadapi situasi tersebut, seandainya
jadi ayah dari anak didik tersebut, sikap apa
yang sebaiknya dilakukan.

Pendidikan Agama Islam - 113


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

Metode sosiodrama dan bermain peran bisa


diterapkan pada seluruh jenjang pendidikan,
mulai dari taman kanak-kanak sampai jenjang
SMA. Dalam melaksanakan metode sosiodrama
dan bermain peran pada jenjang kelas rendah tidak
perlu disusun suatu cerita secara khusus, guru
cukup menggambarkan isi cerita secara garis besar,
kemudian kepada anak didik ditentukan peran-
peran yang ada dalam cerita tersebut.
Sedangkan pada kelas yang lebih tinggi, perlu
disusun berdasarkan pertimbangan: (a) Menentukan
topik; (b) Menyusun kalimat-kalimat yang tepat;
(c) Menentukan pemeran; (d) Mempelajari tugas
masing-masing selanjutnya melaksanakan
perma­ i nan. Langkah-langkah tersebut dalam
pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan tujuan
serta jenis permainan (Conny Semiawan, dkk., 1990:
83).
Situasi suatu masalah diperagakan secara singkat,
dengan tekanan utama pada karakter atau sifat,
kemudian diikuti diskusi dengan masalah yang baru
diperagakannya, setelah itu ditentukan secara pasti
situasi masalah, mengatur para pelaku, peragaan
situasi, menghentikan permainan pada saat mencapai
klimaks, menganalisa dan membahas peran tersebut
serta mengevaluasi hasilnya (A. Surjadi, 1989: 97).
Permainan peran ini bertujuan untuk memecahkan
suatu masalah secara bersama-sama, di samping
itu juga anak didik dapat memperoleh kesempatan
untuk merasakan bagaimana perasaan orang lain.

114- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

Kelebihan dari metode sosiodrama dan bermain


peran: (a) melatih anak untuk mendramatisasikan
sesuatu serta melatih keberanian; (b) Metode ini
akan menarik perhatian anak didik sehingga suasana
kelas menjadi hidup; (c) Anak-anak dapat meng­
hayati suatu peristiwa sehingga mudah mengam­
bil kesimpulan berdasarkan penghayatan sendiri;
dan (d) Anak dilatih untuk menyusun pikirannya
dengan teratur.
Sedangkan kekurangannya: (a) Metode ini
memerlukan waktu yang cukup banyak; (b) Memer­
lukan persiapan yang teliti dan matang; (c) kadang-
kadang anak didik tidak mau mendrama­tisasikan
suatu adegan karena malu; dan (d) kita tidak dapat
mengambil kesimpulan apa-apa apabila pelaksanaan
dramatisasi itu gagal Abu Ahmadi dan (Joko Tri
Prasetya, 2005: 66-67).
Demikianlah beberapa metode yang bisa jadi
pilihan guru Pendidikan Agama Islam dalam aktivitas
pembelajaran. Sebagaimana dapat kita mafhumi,
mengajar merupakan usaha yang sangat kompleks,
sehingga sulit untuk menentukan tentang bagaimana
mengajar yang baik itu. Pelaksanaan interaksi pembe­
lajaran yang baik dapat menjadi petunjuk tentang
pengetahuan seorang guru Pendidikan Agama Islam
dalam mengakumulasikan dan mengaplikasikan segala
penge­tahuan keguruannya. Itulah sebabnya dalam
melak­sanakan interaksi pembelajaran perlu adanya
kete­rampilan mengajar dari seorang guru, termasuk
keterampilan memilih dan menggunakan metode-

Pendidikan Agama Islam - 115


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

metode mengajar (lihat Sardiman AM, 2007: 195).


Mengingat belajar adalah proses bagi anak didik
untuk membangun gagasan atau pemahaman sendiri,
maka aktivitas pembelajaran hendaknya memberikan
kesempatan kepada anak didik untuk melakukan
hal itu secara lancar dan termotivasi. Suasana belajar
yang diciptakan oleh guru harus melibatkan anak
didik secara aktif, misalnya mengamati, bertanya, dan
mempertanyakan, menjelaskan, dan sebagainya. Belajar
aktif pendek kata tidak dapat terjadi tanpa adanya
partisipasi anak didik.
Terdapat berbagai cara membuat proses pembela­
jaran yang melibatkan keaktifan anak didik dan
mengasah ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Proses pembelajaran aktif (dalam memperoleh infor­
masi, keterampilan, dan sikap akan terjadi melalui
proses pencarian dalam diri anak didik. Para anak
didik hendaknya lebih dikondisikan berada dalam
suatu bentuk pencarian daripada sebuah bentuk reaktif,
yaitu mereka mencari jawaban terhadap pertanyaan
baik yang dibuat oleh guru Pendidikan Agama
Islam maupun yang ditentukan oleh mereka sendiri.
Semua ini dapat terjadi bilamana anak didik diatur
sedemikian rupa sehingga berbagai tugas dan aktivitas
pembelajaran dilaksanakan dalam rangka mendorong
mereka berpikir, bekerja, dan merasa.
Pada metode-metode pembelajaran di atas, guru
Pendidikan Agama Islam diharapkan bisa mengem­
bangkan atau mencari-cari metode yang dipandang
lebih tepat, sebab tidak ada metode yang paling ideal.

116- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

Masing-masing metode mempunyai kelebihan dan


kekurangan sendiri. Hal ini sangat bergantung pada
tujuan yang hendak dicapai, materi yang diajarkan,
pengguna metode (guru), ketersediaan fasilitas, kondisi
anak didik dan situasi serta kondisi yang ada waktu
itu. Namun yang perlu dipertimbangkan adalah
metode yang dipakai seyogyanya bisa menyenangkan,
menggembirakan, dan menciptakan kesan yang baik
bagi diri anak didik, karena itu menurut Al-Syaibany
(1979: 619-620), akan menarik minat dan keinginannya
serta menolongnya mencapai tujuan-tujuan dan
selanjutnya menambah semangatnya dalam aktivitas
pembelajaran.
Selamat beraktivitas, semoga Allah SWT senantiasa
membimbing dan merahmati kita. Amin.

Pendidikan Agama Islam - 117


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan Joko Tri Prasetya, 2005. Strategi


pembelajaran Untuk Fakultas Tarbiyah. Bandung:
Pustaka Setia.
AM, Sardiman, 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar
Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo.
Anonim, 2003. UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Jakarta: Sinar Grafika.
Arifin, HM., 1994. Ilmu Pendidikan Islam. jakarta: Bumi
Aksara.
Baharuddin, 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran.
Yogyakarta: Ar Ruzz Media.
Barnadib, Imam, 1994. Filsafat Pendidikan: Sistem dan
Metode. Yogyakarta: Andi Offset.
Basuki dan M. Miftahul Ulum, 2007. Pengantar Ilmu
Pendidikan Islam. Ponorogo: STAIN Po Press.
Budiyanto, Mangun, 2010. Ilmu Pendidikan Islam.
Yogyakarta: Griya Santri.
Echols, John M. Dan hassan Shadily, 1993. Kamus
Inggris-Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Harefa, Andreas, 2004. Menjadi Manusia Pembelajar:

118- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

Pemberdayaan Diri, Transformasi Organisasi dan


Masyarakat Lewat Proses Pembelajaran. Kompas
Media Nusantara.
Hamalik, Omar, 2003. Pendekatan baru Strategi
pembelajaran Berdasarkan CBSA. Bandung: Sinar Baru
Algensido.
http://gurupkn.wordpress.com/2007/11/26/metode-
diskusi.htm).
http://www.syafir.com/2011/01/08/metode-tanya-
jawab
Maimun, Agus, 2001. Madrasah for Tomorrow: Madrasah
Masa Depan. Jakarta: DEPAG RI.
Mansur, 1991. Strategi pembelajaran. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Nata, Abuddin, 1997. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta:
Logos Wacana Ilmu.
Nasution, S., 1995. Didaktik Asas-asas Mengajar. Jakarta:
Bumi Aksara.
Nawawi, Hadari, 1989. Organisasi Sekolah dan Pengelolaan
Kelas. Jakarta: Haji Masagung.
Poerbakawatja, Soergarda dan H.A.H Harahap, 1992.
Ensiklopedi Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung.
Rabily, Osman, 1982. Kamus Internasional. Jakarta: Bulan
Bintang.
Ramayulis, 2000. Teknik-teknik Mengajar Pendidkan
Agama Islam. Batusangkar: STAIN My Press.
Robinson, Adjai, 1988. Asas-asas Praktik Mengajar.
Jakarta: Bhratara.

Pendidikan Agama Islam - 119


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

Roestiyah, 2004. Strategi pembelajaran. Jakarta: Rineka


Cipta.
Rohani, Ahmad dan Abu Ahmadi, 1991. Pengelolaan
Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Salim, Moh. Haitami dan Syamsul Kurniawan, 2009.
Studi Ilmu Pendidikan Islam. Pontianak: STAIN
Pontianak Press.
Sardiman AM., 1986. Interaksi dan Motivasi Belajar
Mengajar. Jakarta: Rajawali.
Shalahuddin, Mahfudh , 1990. Pengantar Psikologi
Pendidikan. Surabaya: Bina Ilmu.
Silbermen, Melvin L., 2006. Acitive Learning: 101 Cara
Belajar Siswa Aktif . Terj. Raisul Muttaqin. Bandung:
Nusamedia dan Nuansa.
Slameto, 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Soetjipto dan Raflis Kosasi, 2004. Profesi Keguruan.
Jakarta: Rineka Cipta.
Subari, 1988. Supervisi Pendidikan. Surabaya: Fajar
Harapan.
Suharyono dkk., 1991. Strategi pembelajaran I. Semarang:
IKIP Semarang Press.
Surachmad, Winarno, 1984. Pengantar Interaksi
pembelajaran: dasar, Teknik, dan Metodologi Pengajaran.
Bandung: Tarsito.
Syaibany, Omar Muhammad Al-Toumy, 1979. Falsafah
Pendidikan Islam. Terj. Hasan Langgulung. Jakarta:
Bulan Bintang.

120- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

Syaiful Bahri Djamarah dkk, 2010. Strategi Belajar


Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Tafsir, Ahmad, 1991. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif
Islam. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan
Pengembangan bahasa Depdikbud, 1994. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Yusuf, Munawir, 1984. Psikologi Belajar. Surakarta: UNS.
Zaini, Hisyam, dkk., 2002. Strategi Pembelajaran Aktif
di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: CTSD UIN Sunan
Kalijaga.

Pendidikan Agama Islam - 121


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

TENTANG PENULIS

Drs. H. Mangun Budiyanto, MSI.


Lahir di Batang 19 Desember 1955.
Pendidikan formalnya diawali dari SD
Negeri Getas (1969), MTs Sunan Kalijaga
Bawang (1972), SP (Sekolah persiapan)
IAIN Walisongo Pekalongan (1975),
Sarjana Muda Fak. Tarbiyah (Jurusan
PAI) IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1980), Sarjana
Lengkap Fak. Tarbiyah (Jurusan PAI) IAIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta (1982), Kuliah Pasca Sarjana
Sosiologi Agama Fisipol UGM Yogyakarta (tidak lulus),
dan lulus Pasca Sarjana Program Studi Pendidikan UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta (2009). Sedang pendidikan
non formalnya diawali dari Madrasah Diniyah di Getas
(1962-1967), Pondok Pesantren Nurul Huda Klawen-
Batang (1967-1969), Pondok Pesantren Al-Ikhlas
Bawang (1969-1972), Pondok Pesantren Nurul Islam
Pekalongan (1973-1975), dan Pondok Pesantren Al-
Munawir Krapyak Yogyakarta (1976-1977).
Saat ini yang bersangkutan aktif sebagai Dosen
Tetap pada Jurusan Manajemen Pendidikan Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta dan Dosen Luar Biasa STAIYO
di Wonosari. Disamping itu juga aktif sebagai Praktisi
pada berbagai kegiatan pendidikan Al-Qur’an untuk
anak-anak, antara lain sebagai Penatar Nasional Taman
Kanak-kanak Al-Qur’an dan Taman Pendidikan Al-
Qur’an, Penatar Nasional Metodologi Baca Al-Qur’an

122- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

“Iqro”, Tim Perumus Kurikulum Nasional TPQ Dep.


Agama RI, sebagai Seketaris Pembina Tim Nasional
Peningkatan Mutu Pendidikan Al-Qur’an Indonesia,
aktif di Lembaga Dakwah dan Pendidikan Al-Qur’an
(LDPQ) Yogyakarta, Ketua Dewan Pakar Badko TKA-
TPA Daerah Istimewa Yogyakarta. Dan juga aktif di
Dewan Masjid Indonesia sebagai Ketua II DMI Wilayah
Daerah Istimewa Yogyakarta.
Karya-karya tulisnya antara lain Aspek-aspek
Pendidikan Islam (2001), Ustadz Ideal (2005), Ciri-
ciri Anak Sholeh (2003), Prinsip-prinsip Metodologi
Iqro’ (1995), Menuju Terbentuknya Generasi Qur’ani
(2005), Cara Mudah Memahami Juz ‘Amma (2007), Ilmu
Pendidikan Islam (2011),Pedoman Memilih Pemimpin
dalam Islam (2014). Pedoman Pengelolaan TKQ-TPQ-
TQA (2016), Meneladani Keluarga Nabi Ibrahim AS
(2016), Menjadi Guru Idela; Perspektif Ilmu pendidikan
Islam (2016) dll.

Pendidikan Agama Islam - 123


Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I


Syamsul Kurniawan, S.Th.I., M.S.I adalah
peminat kajian sejarah, kebu­dayaan, dan
pendidikan. Lahir di Pontianak pada
tanggal 1 Juli 1983. Setamatnya dari MAN
2 Pontianak, pada tahun 2001 penulis
merantau ke Yogyakarta untuk menem­
puh pendidikan tinggi di Fakultas Ushuluddin UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta (sebelumnya bernama IAIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta). Penulis menamatkan pendi­
dikan Sarjana (S1) pada Fakultas Ushuluddin pada tahun
2005.
Tahun 2007 penulis baru mendapatkan kesempatan
untuk melanjutkan Program Magister (S2) di UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta pada Program Studi pendi­
dikan Islam, Konsentrasi Pemikiran Pendidikan Islam.
Penulis menamatkan Pendidikan Magister (S2) pada
tahun 2009.
Tamat kuliah, penulis merintis karir sebagai Staff
Direktur Program Pascasarjana IAIN Pontianak, dan
selanjutnya dipromosikan menjadi Staff Rektor IAIN
Pontianak. Kini, penulis bekerja sebagai PNS dosen
di IAIN Pontianak dan menjabat sebagai Sekretaris
Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah
dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Pontianak.
Di bidang kemasyarakatan, penulis berkecimpung
di organisasi Muhammadiyah, dan menjabat sebagai
Sekretaris Lembaga Hubungan Antar Agama dan

124- Strategi dan Metode Pembelajaran


Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

Peradaban, PW Muhammadiyah Kalimantan Barat dan


juga menjabat sebagai Sekretaris Bidang Pembinaan
Karakter Bangsa Majelis Wilayah KAHMI Kalimantan
Barat. Penulis juga aktif mengisi ceramah dan menjadi
narasumber dalam kegiatan seminar atau forum diskusi.
Penulis produktif menerbitkan sejumlah artikel dan
buku terutama di bidang kajian sejarah, kebudayaan,
dan pendidikan. Karya tulis yang telah dipublikasikan
secara nasional, di antaranya: Jejak Pemikiran Tokoh
Pendidikan Islam (2011), Strategi dan Metode
Pembelajaran PAI: Sebuah Pengantar (2012), Tradisi
dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat:
Sebuah Deskripsi tentang Kearifan Lokal Umat Islam
Kalimantan Barat (2015), Pemikiran Pendidikan Islam
Soekarno (2016), Ilmu Pendidikan Islam: Sebuah Kajian
Komprehensif (2016), dan lain-lain.
Menikah tahun 2010 dengan Ns. Masmuri, S.Kep.,
M.Kep dan dikaruniai pada tahun 2015 seorang putri
bernama Ayunindya Sophie Azzahra. Sekarang penulis
bertempat tinggal di Komplek Perumahan Gading
Garden Nomor A/23 Desa Kapur Kabupaten Kubu
Raya. Kontak dengan penulis dapat melalui email:
[email protected].***

Pendidikan Agama Islam - 125

Anda mungkin juga menyukai