Askep Koriokarsinoma

Anda di halaman 1dari 27

PENDAHULUAN

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita


Anatomi fisiologi sistem reproduksi wanita dibagi menjadi 2 bagian yaitu: alat
reproduksi wanita bagian dalam yang terletak di dalam rongga pelvis, dan alat
reproduksi wanita bagian luar yang terletak di perineum.
1. Alat genitalia wanita bagian luar

Gambar 2.1 Organ Eksterna Wanita ( Bobak, IM, 2000 )

a. Mons veneris / Mons pubis


Disebut juga gunung venus merupakan bagian yang menonjol di bagian depan
simfisis terdiri dari jaringan lemak dan sedikit jaringan ikat setelah dewasa tertutup
oleh rambut yang bentuknya segitiga. Mons pubis mengandung banyak kelenjar
sebasea (minyak) berfungsi sebagai bantal pada waktu melakukan hubungan seks.
b. Bibir besar (Labia mayora)
Merupakan kelanjutan dari mons veneris berbentuk lonjong, panjang labia
mayora 7-8 cm, lebar 2-3 cm dan agak meruncing pada ujung bawah. Kedua bibir ini
dibagian bawah bertemu membentuk perineum, permukaan terdiri dari:
1) Bagian luar
Tertutup oleh rambut yang merupakan kelanjutan dari rambut pada mons
veneris.
2) Bagian dalam
Tanpa rambut merupakan selaput yang mengandung kelenjar sebasea (lemak).
c. Bibir kecil (labia minora)
Merupakan lipatan kulit yang panjang, sempit, terletak dibagian dalam bibir besar
(labia mayora) tanpa rambut yang memanjang kea rah bawah klitoris dan menyatu
dengan fourchette, semantara bagian lateral dan anterior labia biasanya mengandung
pigmen, permukaan medial labia minora sama dengan mukosa vagina yaitu merah
muda dan basah.
d. Klitoris
Merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang bersifat erektil, dan letaknya
dekat ujung superior vulva. Organ ini mengandung banyak pembuluh darah dan serat
saraf sensoris sehingga sangat sensitive analog dengan penis laki-laki. Fungsi utama
klitoris adalah menstimulasi dan meningkatkan ketegangan seksual.
e. Vestibulum
Merupakan alat reproduksi bagian luar yang berbentuk seperti perahu atau lonjong,
terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette. Vestibulum terdiri dari muara
uretra, kelenjar parauretra, vagina dan kelenjar paravagina. Permukaan vestibulum
yang tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia, panas, dan friksi.
f. Perinium
Merupakan daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus vagina dan anus.
Perinium membentuk dasar badan perinium.
g. Kelenjar Bartholin
Kelenjar penting di daerah vulva dan vagina yang bersifat rapuh dan mudah robek.
Pada saat hubungan seks pengeluaran lendir meningkat.
h. Himen (Selaput dara)
Merupakan jaringan yang menutupi lubang vagina bersifat rapuh dan mudah robek,
himen ini berlubang sehingga menjadi saluran dari lendir yang di keluarkan uterus
dan darah saat menstruasi.
i. Fourchette
Merupakan lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, terletak pada
pertemuan ujung bawah labia mayoradan labia minora. Di garis tengah berada di
bawah orifisium vagina. Suatu cekungan kecil dan fosa navikularis terletak di antara
fourchette dan himen.

1. Alat genitalia wanita bagian dalam

Gambar 2.2 Organ Interna Wanita ( Bobak, IM, 2000 )

a. Vagina
Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan mampu
meregang secara luas karena tonjolan serviks ke bagian atas vagina. Panjang dinding
anterior vagina hanya sekitar 9 cm, sedangkan panjang dinding posterior 11 cm.
Vagina terletak di depan rectum dan dibelakang kandung kemih. Vagina merupakan
saluran muskulo membraneus yang menghubungkan rahim dengan vulva. Jaringan
muskulusnya merupakan kelanjutan dari muskulus sfingter ani dan muskulus levator
ani oleh karena itu dapat dikendalikan.
Pada dinding vagina terdapat lipatan-lipatan melintang disebut rugae dan
terutama di bagian bawah. Pada puncak (ujung) vagina menonjol serviks pada bagian
uterus. Bagian servik yang menonjol ke dalam vagina di sebut portio. Portio uteri
membagi puncak vagina menjadi empat yaitu: fornik anterior, fornik posterior, fornik
dekstra, fornik sinistra.Sel dinding vagina mengandung banyak glikogen yang
menghasilkan asam susu dengan PH 4,5. Keasaman vagina memberikan proteksi
terhadap infeksi. Fungsi utama vagina yaitu sebagai saluran untuk mengeluarkan
lendir uterus dan darah menstruasi, alat hubungan seks dan jalan lahir pada waktu
persalinan.

b. Uterus
Merupakan jaringan otot yang kuat, berdinding tebal, muskular, pipih, cekung
dan tampak seperti bola lampu / buah peer terbalik yang terletak di pelvis minor di
antara kandung kemih dan rectum. Uterus normal memiliki bentuk simetris, nyeri bila
ditekan, licin dan teraba padat.
Uterus terdiri dari tiga bagian yaitu: fundus uteri yaitu bagian corpus uteri
yang terletak di atas kedua pangkal tuba fallopi, corpus uteri merupakan bagian utama
yang mengelilingi kavum uteri dan berbentuk segitiga, dan seviks uteri yang
berbentuk silinder. Dinding belakang, dinding depan dan bagian atas tertutup
peritoneum sedangkan bagian bawahnya berhubungan dengan kandung kemih.
Untuk mempertahankan posisinya uterus disangga beberapa ligamentum,
jaringan ikat dan peritoneum. Ukuran uterus tergantung dari usia wanita, pada anak-
anak ukuran uterus sekitar 2-3 cm, nullipara 6-8 cm, dan multipara 8-9 cm. Dinding
uterus terdiri dari tiga lapisan yaitu peritoneum, miometrium / lapisan otot, dan
endometrium.
1) Peritoneum
a. Meliputi dinding rahim bagian luar
b. Menutupi bagian luar uterus
c. Merupakan penebalan yang diisi jaringan ikat dan
d. pembuluh darah limfe dan urat saraf
e. Meliputi tuba dan mencapai dinding abdomen
2) Lapisan otot
a. Lapisan luar: seperti “Kap”melengkung dari fundus uteri menuju ligamentum
b. Lapisan dalam: berasal dari osteum tuba uteri sampai osteum uteri internum
c. Lapisan tengah: terletak di antara kedua lapisan tersebut membentuk lapisan
tebal anyaman serabut otot rahim. Lapisan tengah ditembus oleh pembuluh
darah arteri dan vena. Lengkungan serabut otot ini membentuk angka dan
sehingga saat terjadi kontraksi pembuluh darah terjepit rapat dengan demikian
perdarahan dapat terhenti.
3) Semakin ke arah serviks otot rahim makin berkurang dan jaringan ikatnya
bertambah. Bagian rahim yang terletak antara osteum uteri internum anatomikum
yang merupakan batas dan kavum uteri dan kanalis servikalis dengan osteum
uteri histologikum (dimana terjadi perubahan selaput lendir kavum uteri menjadi
selaput lendir serviks) disebut istmus. Istmus uteri ini akan menjadi segmen
bawah rahim dan meregang saat persalinan.
4) Kedudukan uterus dalam tulang panggul ditentukan oleh tonus otot rahim sendiri,
tonus ligamentum yang menyangga, tonus otot-otot dasar panggul, ligamentum
yang menyangga uterus adalah ligamentum latum, ligamentum rotundum (teres
uteri) ligamentum infindibulo pelvikum (suspensorium ovarii) ligamentum
kardinale machenrod, ligamentum sacro uterinum dan ligamentum uterinum.
a) Ligamentum latum
(1) Merupakan lipatan peritoneum kanan dan kiri uterus meluas sampai ke
dinding panggul
(2) Ruang antara kedua lipatan berisi jaringan ikat longgar dan mengandung
pembuluh darah limfe dan ureter
(3) Ligamentum latum seolah-olah tergantung pada tuba fallopi
(4) Ligamentum rotundum (teres uteri)
(5) Mulai sedikit kaudal dari insersi tuba menuju kanalis inguinalis dan
mencapai labia mayus
(6) Terdiri dari otot polos dan jaringan ikat
(7) Fungsinya menahan uterus dalam posisi antefleksi
b) Ligamentum infundibulo pelvikum
(1) Terbentang dari infundibulum dan ovarium menuju dinding panggul
(2) Menggantung uterus ke dinding panggul
(3) Antara tuba fallopi dan ovarium terdapat ligamentum ovarii proprium
c) Ligamentum kardinale machenrod
(1) Dari serviks setinggi osteum uteri internum menuju panggul
(2) Menghalangi pergerakan uterus ke kanan dan ke kiri
(3) Tempat masuknya pembuluh darah menuju uterus
d) Ligamentum sacro uterinum
Merupakan penebalan dari ligamentum kardinale machenrod menuju os
sacrum
e) Ligamentum vesika uterinum
(1) Dari uterus menuju ke kandung kemih
(2) Merupakan jaringan ikat yang agak longgar sehingga dapat mengikuti
perkembangan uterus saat hamil dan persalinan
5) Pembuluh darah uterus
a) Arteri uterina asenden yang menuju corpus uteri sepanjang dinding lateral dan
memberikan cabangnya menuju uterus dan di dasar endometrium membentuk
arteri spinalis uteri
b) Di bagian atas ada arteri ovarika untuk memberikan darah pada tuba fallopi
dan ovarium melalui ramus tubarius dan ramus ovarika.
6) Susunan saraf uterus
Kontraksi otot rahim bersifat otonom dan dikendalikan oleh saraf simpatis dan
parasimpatis melalui ganglion servikalis fronkenhouser yang terletak pada
pertemuan ligamentum sakro uterinum.

c. Tuba Fallopi
Tuba fallopi merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterine
hingga suatu tempat dekat ovarium dan merupakan jalan ovum mencapai rongga
uterus. terletak di tepi atas ligamentum latum berjalan ke arah lateral mulai dari
osteum tubae internum pada dinding rahim.Panjang tuba fallopi 12cm diameter 3-
8cm. Dinding tuba terdiri dari tiga lapisan yaitu serosa, muskular, serta mukosa
dengan epitel bersilia. Tuba fallopi terdiri atas :
1) Pars interstitialis (intramularis) terletak di antara otot rahim mulai dari osteum
internum tuba.
2) Pars istmika tubae, bagian tuba yang berada di luar uterus dan merupakan bagian
yang paling sempit.
3) Pars ampuralis tubae, bagian tuba yang paling luas dan berbentuk “s”.
4) Pars infindibulo tubae, bagian akhir tubae yang memiliki lumbai yang disebut
fimbriae tubae.
Fungsi tuba fallopi :
1) Sebagai jalan transportasi ovum dari ovarium sampai kavum uteri.
2) Untuk menangkap ovum yang dilepaskan saat ovulasi.
3) Sebagai saluran dari spermatozoa ovum dan hasil konsepsi.
4) Tempat terjadinya konsepsi.
5) Tempat pertumbuahn dan perkembangan hasil konsepsi sampai mencapai bentuk
blastula yang siap mengadakan implantasi.
d. Ovarium
Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel menjadi
ovum, ovulasi, sintesis, dan sekresi hormon – hormon steroid. Letak: Ovarium ke arah
uterus bergantung pada ligamentum infundibulo pelvikum dan melekat pada
ligamentum latum melalui mesovarium. Jenis: Ada 2 bagian dari ovarium yaitu:
1) Korteks ovarii
a) Mengandung folikel primordial
b) Berbagai fase pertumbuhan folikel menuju folikel de graff
c) Terdapat corpus luteum dan albikantes
2) Medula ovarii
a) Terdapat pembuluh darah dan limfe
b) Terdapat serat saraf
e. Parametrium
Parametrium adalah jaringan ikat yang terdapat di antara ke dua lembar ligamentum
latum. Batasan parametrium
1) Bagian atas terdapat tuba fallopi dengan mesosalping
2) Bagian depan mengandung ligamentum teres uteri
3) Bagian kaudal berhubungan dengan mesometrium.
4) Bagian belakang terdapat ligamentum ovarii
(Bobak, Jansen, dan Zalar, 2001)
B. Pengertian karsinoma
A. Definisi
Koriokarsinoma adalah adalah satu jenis dari penyakit trofoblastik Gestasional (PTG)
dimana merupakan suatu tumor ganas yang berasal dari sel- sel trofoblas serta
sinsitiotrofloblas ( pembentukan plasenta ) yang menginvasi miometrium, merusak jaringan
di sekitar termasuk pembuluh darah sehingga menyebabkan perdarahan.Korio karsinoma
ialah suatu keganasan, berasal dari jaringan trofoblas dan kanker yang bersifat agresif,
biasanya dari plasenta. Hal ini ditandai dengan metastase perdarahan yang cepat ke paru-
paru. ( Berek, 1996 )
Koriokarsinoma adalah tumor ganas yang berasal dari jaringan yang mengandung
trofoblas, seperti : lapisan trofblas ovum yang sedang tumbuh,vili dari dari plasenta,
gelembung mola, dan emboli sel – sel trofoblas dimanapun di dalam tubuh ( Dito, 2006 ) “
korio “ adalah istilah yang diambil dari villi korionik yaitu salah satu jenis selaput pada rahim
manusia. Istilah “ karsinoma “ merupakan kanker yang berasal dari sel – sel spithelial.
Karena kanker ini merupakan kanker yang berasal dari salah satu plasenta yaitu korion maka
salah satu ciri khusus dari kanker ini adalah menghasilkan hormon hCG ( Human Chorionic
Gonadothropin ) yang sangat tinggi bahkan melebihi kadar hCG pada ibu
hamil.koriokarsinoma bisa menyerang semua wanita yang pernah hamil termasuk wanita
yang pernah mengalami mola hidatidosa. Tidak seperti mola hidatidosa, kariokarsinoma bisa
menyerang banyak organ dalam tubuh,seperti hati, limpa, paru – paru, tulang belakang, otak
juga dinding rahim.
Pada umumnya pada setiap kehamilan akan berakhir dengan lahirnya bayi yang cukup
bulan, sehat dan sempurna. Akan tetapi, ada kalanya terdapat gangguan perkembangan yang
dapat menyebabkan kegagalan dalam kehamilan. Salah satu bentuk dari kegagalan kehamilan
adalah hasil dari konsepsi yang tidak berupa janin, melainkan berkembang patologis berupa
gelembung seperti anggur yang dikenal sebagai hamil anggur / mola hidatidosa yang mana
kehamilan ini dapat mengalami tranformasi keganasan menjadi Tumor Trofoblas Gestasional
repository.maranatha.edu/1626/2/0310098_Chapter1.pdf
Koriokarsinoma secara klinis disebut sebagai penyakit tropoblas ganas. Keganasan ini
seringkali berasal dari kehamilan mola sebelumnya, meskipun dapat terjadi setelah berbagai
peristiwa kehamilan lainnya seperti abortus, kehamilan ektopik, maupun kehamilan aterm.
Frekuensi terjadinya koriokarsinoma di Amerika Serikat dan Eropa antara 1 : 20.000
sampai 1 : 40.000 kehamilan. Perkiraan insiden koriokarsinoma di Asia, Afrika, dan Amerika
Latin secara umum lebih tinggi, dengan frekuensi yang pernah dilaporkan 1 : 500 sampai
1000 kehamilan. Di Nigeria, koriokarsinoma merupakan tumor terbanyak ketiga pada wanita,
setelah karsinoma payudara dan serviks uteri. Perbedaan frekuensi ini mengasumsikan bahwa
kondisi sosial ekonomi atau faktor makanan dapat berperan pada terjadinya penyakit
tropoblas. Suatu penelitian kasus kontrol menyimpulkan bahwa defisiensi karotin, suatu
prekursor vitamin A merupakan faktor predisposisi terjadinya kehamilan mola. Namun
demikian, sampai saat ini penyebab terjadinya penyakit tropoblas belum jelas.
Koriokarsinoma merupakan keganasan yang berasal dari tropoblas plasenta, bersifat
sangat agresif dengan kemampuan yang tinggi menyebar secara hematogen. Koriokarsinoma
dapat berasal dari tropoblas previllus saat implantasi atau dari permukaan villus plasenta.
Mola hidatidosa merupakan asal tersering dari koriokarsinoma. Kurang lebih 50%
koriokarsinoma berkembang dari mola hidatidosa komplit, seperempatnya berasal dari
abortus, dan sisanya berkembang dari kehamilan normal atau kehamilan ektopik. Meskipun
pasien-pasien dengan koriokarsinoma paling sering menunjukkan gejala perdarahan abnormal
pervaginam, koriokarsinoma yang tidak didahului oleh kehamilan mola sering kali tidak
dicurigai sebelumnya. Sebaliknya, koriokarsinoma dapat mengalami regresi di uterus tanpa
menimbulkan gejala, dan metastasis merupakan gejala awal dari penyakit tersebut.
Seperti penanganan karsinoma secara umum, deteksi dini koriokarsinoma memegang
peranan penting. Mengingat koriokarsinoma terjadi pada wanita-wanita pada usia reproduksi,
penanganan yang optimal untuk mempertahankan fungsi reproduksinya menjadi
pertimbangan tersendiri. Koriokarsinoma merupakan keganasan yang bersifat sangat sensitif
terhadap pemberian kemoterapi dengan hasil pengobatan hampir 100% mencapai
kesembuhan. Oleh karena itu perhatian perlu ditingkatkan terhadap perkembangan terjadinya
koriokarsinoma sehingga dapat didiagnosis sedini mungkin untuk menghindari tindakan
operasi terhadap organ reproduksi yang masih diperlukan.
B. Klasifikasi
Koriokarsinoma dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam bentuk, yaitu:
a. Koriokarsinoma Villosum
Penyakit ini termasuk ganas tetapi derajat keganasannya lebih rendah. Sifatnya
seperti mola, tetapi dengan daya penetrasi yang lebih besar. Sel- sel trofoblas dengan
villi korialis akan menyusup ke dalam miometrium kemudian tidak jarang
mengadakan perforasi pada dinding uterus dan menyebabkan perdarahan intra
abdominal. Walaupun secara lokal mempunyai daya invasi yang berlebihan, tetapi
penyakit ini jarang disertai metastasis. Invasive mola berasal dari mola hidatidosa.
b. Koriokarsinoma Non Villosum
Penyakit ini merupakan yang terganas dari penyakit trofoblas. Sebagian besar
didahului oleh mola hidatidosa (83,3%) tetapi dapat pula didahului abortus atau
persalinan biasa masing-masing 7,6%. Tumbuhnya sangat cepat dan sering
menyebabkan metastasis ke organ-organ lain, seperti paru-paru, vulva, vagina, hepar
dan otak. Apabila tidak diobati biasanya pasien meninggal dalam 1 tahun.Apabila
dibandingkan dengan jenis kanker ginekologik lainnya, koriokarsinoma mempunyai
sifat yang berbeda, misalnya:
 Koriokarsinoma mempunyai periode laten yang dapat diukur, yaitu jarak
waktu antara akhir kehamilan dan terjadinya keganasan.
 Sering menyerang wanita muda.
 Dapat sembuh secara tuntas tanpa kehilangan fungsi reproduksi, dengan
pengobatan sitostatika.
 Dapat sembuh tanpa pengobatan melalui proses regresi spontan.
c. Koriokarsinoma Klinis
Apabila setelah pengeluaran jaringan mola hidatidosa kadar hCG turun lambat
apalagi menetap atau meningkat, maka kasus ini dianggap sebagai penyakit trofoblas
ganas. Artinya ada sel-sel trofoblas yang aktif tumbuh lagi di uterus atau di tempat
lain (metastasis) dan mengahasilkan hCG. Diagnosis keganasan tidak ditentukan oleh
pemeriksaan histopatologik tetapi oleh tingginya kadar hCG dan adanya metastasis.
2.4 Stadium Koriokarsinoma

Berdasarkan jauhnya penyebaran koriokarsinoma dibagi menjadi 4, yaitu:

 Stadium I yang terbatas pada uterus.


 Stadium II, sudah mengalami metastasis ke parametrium, serviks dan vagina.
 Satadium III, mengalami metastasis ke paru-paru.
 Stadium IV, metastasis ke oragan lain, seperti usus, hepar atau otak.

Ada beberapa sistem yang digunakan untuk mengkategorikan penyakit


trofoblas ganas. Semua sistem mengkorelasikan antar gejala klinik pasien dan risiko
kegagalan pada kemoterapi. Sistem Skoring FIGO tahun 2000 merupakan modifikasi
sistem skoring WHO. Tabel II : Skoring faktor risiko menurut FIGO (WHO) dengan
staging FIGO

Skor faktor resiko menurut FIGO (WHO) dg staging 0 1 2 4


Usia <40 >40 - -

Kehamilan sebelumnya mola abortus aterm -

Interval dg kehamilan tersebut (bulan) <4 4-6 7-12 >12

Kadar hCG asebelum terapi (miu/ml) <103 1000-10000 >10000-100000 >100000

Ukuran tumor terbesar termasuk uterus - 3-4 >5 cm -

Lokasi metastasis termasuk uterus Paru-paru Limpa, ginjal Traktus gastrointestinal Otak,
hepar

Jumlah metastasis yg diidentifikasi - 14 5-8 >8

Kegagalan kemoterapi sebelumnya - - Agen tunggal Agen multipel

Skor faktor resiko menurut FIGO (WHO) dg staging 0 1 2 4

Usia <40 >40 - -

Kehamilan sebelumnya mola abortus aterm -

Interval dg kehamilan tersebut (bulan) <4 4-6 7-12 >12

Kadar hCG asebelum terapi (miu/ml) <103 1000-10000 >10000-100000 >100000

Ukuran tumor terbesar termasuk uterus - 3-4 >5 cm -

Lokasi metastasis termasuk uterus Paru-paru Limpa, ginjal Traktus gastrointestinal Otak,
hepar

Jumlah metastasis yg diidentifikasi - 14 5-8 >8

Kegagalan kemoterapi sebelumnya - - Agen tunggal Agen multipel

d. Manifestasi

Perdarahan tidak teratur setalah berakhirnya suatu kehamilan dan dimana terdapat
subinvolosio uteri pendarahan juga terus menerusatau intermitten dengan pendarahan
mendadak dan terkadang massif.
Pada pemeriksaan genikologis ditemukan terus menrus membesar dan lembek. Kista
tekalutein bilateral.lesi metastase divagina dan organ lain.
Perdarahan karena perforasi uterus atau lesi metastase ditandai dengan :
- Nyeri perut
- Melena
- Peninggian tekanan intrakranial berupa sakit kepala,kejang, hemiplegia.
a. Peningkatan jumlah kadar ß-hCG .
 Kadar ß-hCG normal pada tiap umur kehamilan berbeda, dari 5-25 IU/ml.
 Kadar ß-hCG yang dianggap mola < 100.000 IU/urine 24jam • Kadar ß-hCG
yang dianggap kanker adalah > 100.000 IU/urine 24jam >40.000 u/ml dalam
interval lebih dari 4 bulan.
b. Batuk berdarah dan sesak nafas.
c. X-ray dada menunjukkan adanya perembesan cairan di ujung kedua paru- paru.
d. Sakit kepala dan hemiplegi.
e. Sakit tulang belakang .
f. Perut bengkak dan sklera menjadi kuning .
g. Hilang selera makan dan berat badan turun.
h. gambar 3. X-ray dada menunjukkan adanya perembesan cairan di ujung kedua paru-
paru.
i. Ekspulsi gelembung mola.
j. Rahim membesar .
k. Anemis dan gejala sekunder.
l. Anamnesa/ keluhan :
1. Terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih parah dari kehamilan
biasa.
2. Kadang ada tanda toksemia gravidarum .
3. Terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, bewarna tengguli tua
atau kecoklatan.
4. Pembesaran uterus tidak sesuai dengan tuanya kehamilan seharusnya (lebih besar) .
5. Keluarnya jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada) yang
merupakan diagnosa pasti
Gambaran Klinis
1. Tentang perdarahan:
a. Selalu terjadi perdarahan, bisa berupa perdarahan sedikit- sedikit, kadang-kadang
berulang, bisa juga sekaligus banyak hingga terjadi syok hipovolemik. Ini terjadi
bila massa tumor berada di cavum uteri, serviks, vulva, atau vagina.
b. Tidak akan terjadi perdarahan bila massa tumor berada di miometrium.
c. Bahaya perdarahan bisa juga terjadi saat melakukan operasi (durante
operationum), yaitu saat melepaskan omentum atau usus dari daerah perforasi.
Sehingga, sebaiknya omentum yang melekat jangan dilepaskan dari daerah
perforasi dan pemotongan omentum sebaiknya dilakukan di tempat lain.
d. Perdarahan juga terjadi bila massa tumor melekat pada dinding vagina dengan
dasar yang luas (tidak merupakan tangkai) dan disertai vaskularisasi yang
berlebihan.
e. Silent rupture yang tidak memberikan gejala akut.
Hal ini dikarenakan saat terjadi perforasi durante operationum daerah tersebut
segera tertutup oleh omentum atau usus sehingga proses perdarahan terhenti.
Silent rupture dapat juga terjadi pada perforasi yang kecil tanpa harus ada
penutupan oleh jaringan di sekitarnya.
1. Bermetastase
a. Kasus dengan metastasis di vulva atau vagina memiliki gambaran klinik yang
berbeda. Pada metastasis tunggal, besar, bertangkai, perdarahan sedikit.
Namun ada juga yang disertai perdarahan yang banyak pada metastasis
multipel dan kecil-kecil.
b. Bila sudah bermetastasis ke organ lain, seperti: usus, hati, paru-paru, atau otak,
maka gejala nonginekologis akan lebih dominan. Misalnya: hematemesis
(muntah darah)/ melena (berak darah), ikterus, dyspnoea (sulit bernafas),
hemoptoe atau hemoptysis (batuk darah), gangguan fungsi pernafasan, atau
gangguan neurologis (sistem saraf). Karena disertai berbagai gejala
nonginekologis tersebut, maka koriokarsinoma sering dijuluki "The Great
Imitator".
Kadar βhCG paksa mola setelah menurun tidak menurun dapat lagi meningkat atau titer
βhCG mendapat atau meninggi setelah terminasi kehamilan, mola , atau abortus.pemeriksaan
foto thorax dapat ditemukan adanya lesi yang metastase.
Pada sediaan histopatologis dapat ditemukan villus, namun demikian dengan tidak
memperlihatkan gambaran patologik tidak dapat menyingkarkan suatu keganasan.

2.5. Patofisiology choriocarciboma


Choriocarcinoma terjadi setelah kehamilan, biasanya setelah mola hydatidosa kadang-
kadang setelah abortus atau kehamilan aterme maka merupakan penyakit masa reproduktip ;
tetapi adakalanya timbul pada teratoma.
Faktor predisposisi : a. Mola hidatidosa.
- Umur b. Postpartum.
- Gizi c. Postabortus.
- Status sosio & ekonomi d. Kehamilan ektopik.

Corio
Perforasi
carsinoma
rahim

Perdarahan
intra Amenorea
Informasi tidak
peritoneal
adekuat

Pendarahan uterus
yang tidak teratur < pengetahuan

Obstruksi
Ansietas
Anemia

Perforasi Parasimpatis
dinding usus
Kadar Hb
bermetastase Pengel HCL
G2 jaringan ber < Pendarahaan parietal
intra abdominal
otak

kelemahan Muntah
Sub involusi
uterus
Intoleransi Paru- paru Resiko
aktivitas
ketidakseimbangan
elektrolit
Pendarahan bleeding
Jumlah sel
dalam otak
troboblas

Ketidak efektifan
hati
obstruksi perfusi jaringan
Emboli paru –
paru akut Vagina
Iradiasi hepar O2 diotak
hipoksia
Ikterus iskemik obstruksi
Merangsang
reseptor bhsp
nekrose
Gangguan
Gangguan pola
citra tubuh
seksual
Hemaptoe Gangguan
(batuk darah) rasa nyaman
Gangguan Nyeri
pola nafas

2.6. Etiologi
Kanker ini berasal dari salah satu komponen uri atau plasenta maka salah satu cirri
khusus kanser ini adalah ia boleh menghasilkan hormone HCG (Human Chorionic
Gonadotrophin”) yang sangat tinggi malah lebih tinggi dari pada wanita-wanita yang hamil.
Kejadian dipengaruhi oleh :
a. Mola hidatidosa (50-60%)
b. Postpartum (25%)
c. Postabortus (22,5%)
d. Kehamilan ektopik (2,5%)

Sebagian besar dari pasien mola akan segera sehat kembali setelah jaringannya
dikeluarkan, tetapi ada sekelompok wanita yang kemudian menderita degenerasi keganasan
menjadi koriokarsinoma.
- status sosial ekonomi
- umur
- gizi
- consanguinitas ( perkawinan antar keluarga )
Masa laten rata-ratanya: di atas 4 bulan. Ini sesuai dengan pendapat Hertig yang
mengatakan bahwa masa laten koriokarsinoma antara satu minggu sampai sembilan tahun.
Koriokarsinoma banyak ditemukan pada wanita muda dengan paritas (kelahiran) rendah atau
bahkan nullipara (istilah untuk wanita yang belum pernah melahirkan bayi).
Gambaran Histologis
Pemeriksaan histologis tumor menemukan adanya sheets (lembaran) atau foci (titik
pusat/poin) trofoblas dengan background (latar belakang) hemorrhage (perdarahan)
dan necrosis (kematian sel) namun tidak disertai villi.
Penegakan Diagnosis
1) Klinik
Kriteria HBes dari Acosta Sison, yang berarti:
H = having expelled a product of conception
B = bleeding
es = enlargement and softness of the uterus.
Maksud kriteria Acosta Sison di atas adalah: pada semua wanita yang pernah
mengeluarkan hasil kehamilan, apapun jenisnya, kemudian mengalami perdarahan
pervaginam, yang disertai dengan adanya subinvolusi uterus, maka wanita itu patut dicurigai
menderita koriokarsinoma.
2) Laboratorium
Selama follow-up ditemukan distorsi dari kurva regresi beta-hCG sebelum minggu ke-12,
atau kenaikan lagi setelah pernah mencapai kadar normal. Singkatnya, ada peninggian kadar
beta-hCG.Hendaknya juga diperiksa kadar T3, T4, dan TSH sehubungan dengan penyulit
tirotoksikosis.
3) USG
Tampak massa kompleks disertai neovaskularisasi.Terkadang gambaran USG dapat
menunjukkan adanya ancaman perforasi atau perforasi pada uterus.
4) Pemeriksaan Patologi Anatomi (PA)
Gambaran PA menunjukkan adanya sel-sel trofoblas yang atipik, tanpa vili korialis,
disertai hemoragi dan nekrosis.

Penatalaksanaan
1. Kemoterapi
Kemoterapi diberikan atas indikasi:
a. besar uterus di bawah 14 minggu.
b. tidak ada tanda-tanda perforasi atau ancaman perforasi.
c. wanita muda dengan paritas (kelahiran) rendah, atau yang masih menginginkan
anak.
d. protokol terapi disesuaikan menurut skor faktor risiko FIGO
2. Operasi
Operasi bukanlah terapi utama koriokarsinoma, melainkan hanya sebagai
tindakan adjuvant. Pada prinsipnya, fungsi reproduksi haruslah dipertahankan.
Namun bila bersifat life saving, maka operasi tidak bisa dihindari.
a. Histerektomi
Dibagi oleh Soper menjadi histerektomi primer (bila dilakukan sebelum
pemberian kemoterapi) dan histerektomi sekunder (bila kemoterapi pertama
dianggap gagal).Histerektomi dilakukan berdasarkan:
 indikasi absoluta
a. perdarahan per vagina yang tidak terkontrol dengan obat
b. perforasi uterus, terutama jika disertai acute abdomen.
 indikasi relatif
a. kegagalan kemoterapi
b. ancaman perforasi uterus, berdasarkan gambaran USG
c. uterus lebih besar dari 14 minggu
d. jumlah anak cukup
 Reseksi parsial uterus
Dilakukan jika massa tumor di uterus tidak terlalu besar, soliter, jelas
berkapsul dan penderita masih menginginkan fungsi reproduksinya.
 Ekstirpasi pada metastasis vulva atau vagina
Teknik yang umum dilakukan adalah dengan membuat pullstring ligation
pada dasar tangkai, lalu memotong tangkai di atas ikatan tadi. Teknik ini
efektif pada tangkai yang tidak terlalu besar namun sukar dilakukan pada
metastasis vagina yang berdasar lebar.
 Lobektomi atau kraniotomi, dilakukan jika telah bermetastasis ke paru-paru
dan otak yang resisten terhadap kemoterapi.
3. Radiasi
Setelah diagnosis ditegakkan, whole brain irradiation dengan dosis 3000 cGy
haruslah segera diberikan, dalam 10 kali fraksi.
C. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1) Intoleransi aktifitas diri bd kelemahan
2) Gangguan pola nafas yang hemaptoe ( batuk darah)
3) Gangguan citra diri bd ikterus
4) Gangguan rasa nyaman nyeri bd sakit kepala
5) Ansietas bd integritas biologis aktual atau yang dirasa sekunder akibat
penyakit
6) Gangguan pola seksual bd ketakutan perdarahan pervaginam penyakitnya

1. asuhan keperawatan
I. Pengkajian
1. Identitas klien: nama, umur (biasanya pada orang tua), jenis kelamin,
alamat,pekerjaan, agama, suku, tanggal MRS, no Reg dan diagnosa medis
2. Keluhan umum : lemah
3. Keadaan umum : pasien mengalami perdarahan berlebihan di vagina dan
sering mual berlebihan.
4. Riwayat penyakit sekarang : Dalam 4 bulan terakhir klien merasa mual
berlebihan , hilang selera makan dan sering terjadi perdarahab di vagina .
5. Riwayat obstetri dan menstruasi
Selama 4 bulan terakhir mengalami menorraghi dan perdarahan yang
berlebihan pada vagina.
6. Riwayat penyakit dulu
Klien pernah mengalami mola hidatidosa pada tahun pertama setelah
melahirkan anak kedua.
7. Riwayat alergi : klien mengatakan mempunyai alergi
8. Riwayat penyakit keluarga.
Tidak ada keluarga yang pernah mengalami sakit ini.
9. Keadaan umum :
Pemeriksaan fisik
• Pemeriksaan dalam
Terdapat pembesaran rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin, terdapat
perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan cavum vagina, serta evaluasi keadaan
serviks.
a. Inspeksi
1. Muka dan kadang-kadang badan terlihat pucat kekuning- kuningan yang disebut muka
mola (mola face).
2. Kalau gelembung mola keluar dapat dilihat dengan jelas
D. Palpasi
1. Uterus lebih besar/membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek.
2. Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballottement juga gerakan janin.
3. Adanya fenomena harmonica: darah dan gelembung mola keluar dan fundus uteri
turun, lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru
E. Auskultasi
1. Tidak terdengar bunyi DJJ.
2. Terdengan bising dan bunyi khas
• Reaksi kehamilan
Karena kadar HCG yang tinggi maka uji biologic dan uji imunologik ( galli mainini dan
planotest) akan positif setelah pengenceran (titrasi)
a. galli mainini 1/3000 (+) maka suspect mola hidatidosa atau koriokarsinoma
b. galli mainini 1/2000 (+) maka kemungkinan mola atau hamil kembar

2.8 Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium
Menurut The International Federation of Gynecology and Oncology (FIGO) menetapkan
beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk mendiagnosis PTG termasuk koriokarsinoma
adalah:
1. Menetapnya kadar ß hCG pada empat kali penilaian dalam 3 minggu atau lebih
(misalnya hari 1,7, 14 dan 21)
2. Kadar ß hGC meningkat pada selama tiga minggu berturut-turut atau lebih
(misalnya hari 1,7 dan 14)
3. Tetap terdeteksinya ß hCG sampai 6 bulan pasca evakuasi mola.
4. Gambaran patologi anatomi adalah koriokarsinoma
b. Pemeriksaan Penunjang
1. Uji Sonde
Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis
servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila
tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola atau koriokarsinoma.

2. Foto rontgen abdomen


Tidak terlihat tulang-tulang janin (pada kehamilan 3-4 bulan)
3. Ultrasonografi
Khusus pada mola akan kelihatan bayangan badai salju dan tidak terlihat janin (merupakan
diagnosa pasti), waspadai juga koriokarsinoma.
• Data Klinik Pemeriksaan Diagnostik
1. Perdarahan dalam separo pertama kehamilan
2. Nyeri perut bagian bawah
3. Toksemia sebelum 24 minggu kehamilan
4. Hiperemesis gravidarum
5. Rahim terlalu besar untuk tanggalnya
6. Tanda tonus jantung janin dan bagian janin
7. Keluarnya vesikel - ultrasonografi
8. Foto rontgen
(Hacker/Moore, essensial obstetric dan ginekologi, 2001: 683)

Intervensi
1. Intoleransi aktifitas diri b.d kelemahan
Tujuan : klien akan menunjukkan terpenuhi kebutuhan rawat diri waktu 1 x 24 jam
Kriteria Hasil :
kebutuhan personal hygiene terpenuhi .
klien nampak rapi dan bersih.
Intervensi :
1. Kaji kemampuan klien dalam memenuhi rawat diri.
2. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, anjurkan aktivitas alternativ
sambil istirahat
3. Berikan bantuan ADL dan ambulasi
4. Rencanajan periode istirahat adekuat.
2) Ketidakefektifan pola nafas b.d batuk darah
3) Gangguan citra diri bd ikterus

4) Tujuan dan criteria hasil : Diharapkan setelah dilakuakan intervensi, klien tidak merasa
bahwa penyakitnya adalah suatu penderitaan, dan pada bayi, orangtua harus
memahami bahwa penyakit ini dapat disembuhkan, dengan criteria hasil :
Keluarga sabar menghadapi kondisi anaknya.

Intervensi Keperawatan :

1. Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang kondisi dan pengobatan, dan ansietas
seubungan dengan situasi saat ini.
R/mengidentifikasi luas masalah dan perlunya intervensi.
2. Perhatikan perilaku menarik diri pada keluarga, tidak efektif menggunakan
pengingkaran atau perilaku yang mengindikasikan terlalu mempermasalahkan tubuh
dan fungsinya.
R/indikator terjadinya kesulitan menangani stress terhadap apa yang terjadi.
3. Tentukan tahap berduka. Perhatikan tanda depresi berat /lama.
R/identifikasi tahap yang pasien sedang alami memberikan pedoman
untuk mengenal dan menerima perilaku dengan tepat. Depresi lama
menunjukan intervensi lanjut.
4. Akui kenormalan perasaan.
R/pengenalan perasaan tersebut diharapkan membantu orangtua pasien
untuk menerima perilaku dan mengatasinya secara efektif.
5. Anjurkan orang terdekat untuk memperlakukan pasien secara normal
dan bukan sebagai orang cacat.
R/menyampaikan harapan untuk mengatur situasi dan membantu
perasaan harga diri dan orang lain.
6. Yakinkan keluarga bahwa penyakit ini dapat disembuhkan dan tetap
sabar menghadapi kondisi anaknya.
R/memperkuat keyakinan keluarga dan memberikan semangat yang
mempertahankan harga diri keluarga dan menghindari kecemasan yang
berlebihan

5) Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d perdarahan, proses penjalaran penyakit


Tujuan : Nyeri berkurang dalam waktu 1 x 24 jam
Kriteria Hasil :
• Klien mengekspresikan penurunan nyeri/ ketidaknyamanan
• Klien tampak rileks, dapat tidur dan istirahat dengan tepat.
Intervensi:
1. Beri informasi yang akurat untuk mengurangi rasa takut.
2. Bicarakan alasan individu mengalami peningkatan atau penurunan
nyeri (misalnya: keletihan/meningkat atau adanya distraksi/menurun).
3. Beri individu kesempatan untuk istirahat siang dan dengan waktu tidur
yang tidak terganggu pada malam hari (Harus istirahat bila nyeri
mereda).
4. Bicarakan dengan individu dan keluarga penggunaan terapi distraksi
serta metode pereda nyeri lain.
5. Ajarkan tindakan pereda nyeri non invasif
a. Relaksasi
 Beri tahu teknik untuk menurunkan ketegangan otot rangka
yang dapat menurunkan intensitas nyeri.
 Tingkatkan relaksasi pijat punggung, masase, atau mandi
air hangat.
 Ajarkan strategi relaksasi khusus (misal : bernapas
perlahan, teratur, atau nafas dalam, kepalkan tinju,
menguap)
b. Stimulasi kutan.
 elaskan manfaat terapeutik dari preparat mentol/pijat
punggung
6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
7. Pantau tanda-tanda vital klien
8. Pantau intensitas nyeri klien

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan asupan oral,
ketidaknyamanan mulut, mual akibat peningkatan kadar ß- hCG
Tujuan : Nutrisi klien terpenuhi dalam waktu 2x24 jam
Kriteria Hasil :
- Klien menyatakan nafsu makannya meningkat
- Klien terlihat tidak lemah
- Porsi makan klien habis
Intervensi :
2. Jelaskan alasan mengapa nafsu makan klien menurun akkibat
kemoterapi
3. Jelaskan pentingnya nutrisi adekuat bagi proses penyembuhan penyakit
.
4. Beri dorongan klien agar meningkatkan selera makannya.
5. Beri suasana makan yang rileks.
6. Tawarkan makanan porsi kecil tapi sering untuk mengurangi perasaan
tegang pada lambung.
7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk penetapan asupan nutrisi klien.
8. Pantau kadar ß-hCG pasien secara berkala.
9. Pantau porsi makan yang dihabiskan klien
4. Ansietas b.d ancaman intregritas biologis aktual atau yang dirasa sekunder akibat
penyakit
Tujuan : Klien menyatakan dapat menerima penyakitnya dengan baik
Kriteria Hasil:
- Klien terlihat tidak cemas akibat penyakitnya
- Klien mampu menggunakan mekanisme koping yang efektif.
Intervensi:
1) Beri kenyamanan dan ketentraman hati.
2) Singkirkan stimulasi yang berlebihan.
3) Bila ansietas telah berkurang dan cukup untuk terjadi
pemahaman, bantu klien mengenali ansietas untuk mulai
memahami atau memecahkan masalah.
4) Gali intervensi yang menurunkan ansietas .
5) Beri aktivitas yang dapat menurunkan tegangan.
6) Pantau keadaan umum klien

5. Ketidakefektifan pola seksualitas b.d ketakutan terkaitan perdarahan per vaginam


penyakitnya.
Tujuan : Klien mengetahui kapan saja dia bisa melakukan hubungan seksual
Kriteria Hasil:
• Pola seksualitas klien normal
• Klien terlihat tidak cemas terhadap aktifitas seksualnya
• Klien mampu menggunakan mekanisme koping yang efektif.
Intervensi:
1. Identifikasi penyebab ketidakefektifan pola seksualitas .
2. Kaji tingkat kecemasan klien .
3. Jelaskan pada klien waktu untuk melakukan hubungan seksual sesuai kondisinya .
4. Beri edukasi tentang keadaan klien apabila berhubungan seksual .
5. Tekankan bahwa penyakitnya tidak mempunyai dampak yang serius pada fungsi
seksualitasnya .
6. Pantau keadaan umum klien
Daftar pustaka

Baergen RN et al: Placental site trophoblastic tumor: A study of 55 cases and review of the
literature emphasizing factors of prognostic significance. Gynecol Oncol 2006;100(3):511.
Berek J: Staging and treatment of gestational trophoblastic disease.www.uptodate.com.
Version 13.3; August 2005.
DeCherney AH et al: Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology. 10th Edition.
New York: McGraw-Hill. 2007;53:885-895.
Dorigo O, Berek J: Pathology of gestational trophoblastic disease. www.uptodate.com.
Version 13.3; August 2005.
FIGO Committee Report: FIGO staging for gestational trophoblastic neoplasia 2000. Int J
Gynecol Obstet 2002;77;286.
Manuaba IBG.: Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri & Ginekologi. Edisi 2. Jakarta:
Penerbit EGC. 2004:260.
Martaadisoebrata D.: Buku Pedoman Pengelolaan Penyakit Trofoblas Gestasional. Jakarta:
Penerbit EGC. 2005:62-81.
Martaadisoebrata D. Clinical Profile and Prognosis of Invasive Mole (IM) and
Choriocarcinoma (ChCa) Complicated with Uterine Perforation. MOGI;25-4:240-3, Oktober
2001.
Prawirohardjo S., Kun S. Martiono, Tjokronegoro S. Hydatidiform Mole and
Choriocarcinoma in Indonesia. Asiatic Congress of Obstet. Gynecol. Tokyo. 1959.
Sarnadi N., Martaadisoebrata D. Perbedaan Perjalanan Penyakit Penderita Mola Invasif dan
Koriokarsinoma pasca Mola Hodatidosa di RSHS. Bandung KOGI XI, Bali 31 Juni-3 Juli,
2000.
Simon C, et.al. Oxford Handbook of General Practice. Second Edition. Oxford University
Press. 2005: 739.
Smith HO et al: Choriocarcinoma and gestational trophoblastic disease. Obstet Gynecol Clin
North Am 2005;32:661.
Song HZ., Wu PC., Wang Y., Yang X., Dong S. Pregnancy outcome after successful
chemotherapy for choriocarcinoma and invasive mole. Long term follow up. Am. J. Obstet.
Gynecol. 1988;158:538-45.
http://www.hmole-chorio.org.uk
http://library.usu.ac.id/download/fk/patologi-soekimin3.pdf
http://www.cancer.gov/Templates/db_alpha.aspx?CdrID=46753
http://en.wikipedia.org/wiki/Choriocarcinoma
http://www.nature.com/labinvest/journal/v83/n12/pdf/3780771a.pdf
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001496.htm
http://www.healthatoz.com/healthatoz/Atoz/common/standard/transform.jsp?requestURI=/he
althatoz/Atoz/ency/choriocarcinoma.jsp
digilib.unimus.ac.id/download

Anda mungkin juga menyukai