KREDO

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 5

Doa Syahadat Nicea atau Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel atau Kredo Nicea,

Merupakan hasil dari dua konsili ekumenis yang berlangsung di Nicea pada tahun 325
dan Konstantinopel pada tahun 381. Dalam Konsili Nicea I (325) hal utama yang dibahas adalah
ajaran Arius, seorang imam paroki di Baukalis di Alexandria, Mesir. Arius mengajarkan
bahwa Yesus bukanlah Allah, tetapi adalah makhluk ciptaan-Nya. Menurut Arius, ada saat di
mana Logos (Sabda Allah, maksudnya Yesus) tidak ada (Lihat:Arianisme). Konsili Nicea I
menolak ajaran Arius dan menganggapnya menyeleweng dari ajaran Gereja yang benar. Para
Bapa Gereja yang hadir dalam konsili tersebut menegaskan ajaran Gereja bahwa Yesus (Putera
Allah - Sabda Allah) sehakikat dengan Allah Bapa (Lihat:Tritunggal). Dalam Konsili
Konstantinopel I (381) hal utama yang dibahas adalah ajaran Makedonius I, Patriarkh
Konstantinopel. Makedonius mengajarkan bahwa Roh Kudus bukanlah Allah, tetapi adalah
makhluk ciptaan dan adalah pelayan Bapa dan Putera. Konsili Konstantinopel I menolak ajaran
Makedonius dan menegaskan bahwa Roh Kudus adalah Tuhan dan Allah yang setara dengan
Bapa dan Putera. Dalam Konsili Konstantinopel I tersebut, Pengakuan Iman Nicea kembali
diteguhkan dan diperluas pada bagian yang menerangkan Roh Kudus dan karya-NyaDalam
credo/ syahadat, kita memulai dengan perkataan “Aku Percaya” atau “Kami Percaya”. Iman
adalah syarat untuk mendapatkan keselamatan, karena tanpa iman, tidak seorangpun dapat
berkenan kepada Allah (Ibr 11:1). Kita dapat menjabarkan makna “Aku percaya” dalam tiga hal
(KGK, 35):
1. Manusia mempunyai kapasitas untuk mengetahui dan mengasihi Allah. Hal ini dapat kita lihat
dari tingkah laku religius seperti kurban, doa, upacara, meditasi dari semua budaya manusia,
walaupun tidak sempurna. Inilah sebabnya manusia disebut mahkluk religius[1]. Dapat dikatakan
bahwa manusia memiliki kemampuan untuk mengetahui dan mengasihi Pencipta-Nya, dan ini
menandakan bahwa manusia diciptakan menurut gambar Allah (Kej 1:27).
2. Tuhan datang kepada kita untuk mewahyukan Diri-Nya. Karena pengetahuan manusia tidak
sempurna untuk mencapai Tuhan, maka terdorong oleh kasih-Nya, Allah mewahyukan Diri-Nya
kepada manusia, agar manusia dapat memperoleh pengetahuan akan kebenaran.
3. Manusia harus menanggapi wahyu Allah. Karena pengetahuan manusia akan Allah tidaklah
sempurna sedangkan wahyu Allah adalah sempurna, maka sudah seharusnya manusia
menanggapi wahyu yang diberikan oleh Allah.
A. Manusia mempunyai kapasitas untuk mengetahui dan mengasihi Allah
1. Manusia terbuka terhadap kebenaran, kebaikan dan keindahan
Manusia merindukan kebahagiaan yang bersifat kekal, yang tidak dapat diberikan oleh materi
yang bersifat sementara.[2] Hal ini diperkuat dengan kemampuan manusia yang terbuka terhadap
kebenaran, di mana manusia mengenali nilai-nilai moral di dalam hati nuraninya, seperti: jangan
melakukan apa yang tidak ingin orang lain perbuat kepadamu. Manusia juga dapat menghargai
keindahan dan kebaikan, yang menjadi benih untuk mengenal Tuhan yang adalah indah dan baik
secara absolut.[3]
2. Manusia mengenali Tuhan lewat dunia
Kalau manusia mau mengamati dunia sekelilingnya, maka manusia dapat melihat bahwa tidak
mungkin dunia dan seluruh alam raya terjadi secara kebetulan, karena tertata secara teratur.
Keindahan dunia ini dapat menuntun manusia kepada Sang Pencipta.[4]
B.Allah menyatakan diri-Nya
Walaupun manusia dengan akal budinya mempunyai kemampuan untuk mengenal Pencipta-
Nya,[5] namun tanpa Allah menyatakan Diri-Nya, manusia tidak dapat memahami Pribadi Allah
secara lengkap.
1. Kitab Suci
Allah telah memberikan inspirasi Roh Kudus kepada para penulis Kitab Suci untuk menuliskan
Sabda Allah (2Tim 3:16), sehingga manusia dapat melihat rencana keselamatan Allah, yang
dimulai dari Perjanjian Lama (PL) sampai Perjanjian Baru (PB) dan manusia dapat memperoleh
pengetahuan akan kebenaran. Rencana keselamatan ini dimulai dari Adam dan Hawa (satu
keluarga), kemudian nabi Nuh (beberapa keluarga), Abraham (suku), Yakub (bangsa Israel),
Daud (kerajaan), dan Kristus yang mendirikan Gereja-Nya (seluruh dunia).
2. Tradisi Suci
Tradisi Suci adalah Tradisi yang berasal dari para rasul yang meneruskan apa yang mereka
terima dari ajaran dan contoh Yesus dan bimbingan dari Roh Kudus. Oleh Tradisi, Sabda Allah
yang dipercayakan Yesus kepada para rasul, disalurkan seutuhnya kepada para pengganti
mereka, supaya dalam pewartaannya, mereka memelihara, menjelaskan dan menyebarkannya
dengan setia.[6] Tradisi Suci ini tidak dapat bertentangan dengan Kitab Suci, bahkan mendukung
kejelasan akan makna dari Kitab Suci yang sebenarnya.
3. Magisterium Gereja atau Wewenang mengajar Gereja
Dari uraian di atas, kita mengetahui pentingnya peran Magisterium yang “bertugas
untukmenafsirkan secara otentik Sabda Allah yang tertulis atau diturunkan itu yang
kewibawaannya dilaksanakan dalam nama Yesus Kristus.” ((KGK, 85; DV, 10) Magisterium ini
tidak berada di atas Sabda Allah, melainkan melayaninya, supaya dapat diturunkan sesuai
dengan yang seharusnya. Dengan demikian, oleh kuasa Roh Kudus, Magisterium yang terdiri
dari Bapa Paus dan para uskup pembantunya [yang dalam kesatuan dengan Bapa Paus] menjaga
dan melindungi Sabda Allah itu dari interpretasi yang salah.
C.Iman adalah tanggapan manusia atas wahyu Allah
1. Iman sebagai tanggapan kita kepada Allah yang mewahyukan Diri-Nya.
Allah telah mewahyukan Diri-Nya kepada manusia secara bertahap, sejak Perjanjian Lama
sampai Perjanjian Baru dan kemudian diwariskan oleh Gereja dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Oleh karena wahyu Allah dapat memenuhi kerinduan kita akan kebahagiaan,
kebenaran, kebaikan, dan keindahan, maka sudah seharusnya kita menanggapi pewahyuan ini.
2. Iman sebagai pemberian Allah
Walaupun iman merupakan tanggapan manusia, namun sisi lain dari iman adalah pemberian
Allah, yang diberikan pada saat baptisan. Bantuan Allah ini membantu kita untuk menjawab
panggilan Allah untuk menjadi anak-anak Allah dan mengambil bagian di dalam kehidupan
Allah. Tuhan membantu kita, agar kita mampu untuk untuk menjalankan iman kita dan setia
sampai pada akhirnya. Semua tawaran dan bantuan Allah diberikan secara cuma-cuma kepada
manusia, yang juga menuntut tanggapan secara bebas dari manusia.
3. Iman adalah kepastian
Iman bukanlah masalah perasaan atau loncatan emosi sesaat, namun iman adalah sesuatu yang
pasti karena kebenarannya diberikan oleh Allah sendiri, yang tidak mungkin berdusta. Iman juga
tidak bertentangan dengan akal budi, karena keduanya diciptakan oleh Tuhan. Jadi kepastian
iman adalah berdasarkan otoritas Allah sendiri.
4. Tahapan iman adalah mendengar, mempertimbangkan, mempercayai dan mentaati (Kis 8:27-
39).
Tahap pertama adalah mendengar, yang berarti perlu ada yang memberitakan dan perlu ada yang
menanggapi. Dikatakan “Bagaimanakah aku dapat mengerti, kalau tidak ada yang membimbing
aku?” (Kis 8:31) Setelah mendengar, diperlukan pertimbangan akal budi. Akal budi tidak
bertentangan dengan iman, karena keduanya berasal dari Tuhan. Dan setelah mempertimbangkan
tentang iman yang diberikan, seseorang dapat mempercayaikebenaran. Setelah menerima
kebenaran iman, seseorang harus mentaati kebenaran yang diberitakan, baik dalam perkara yang
mudah maupun dalam perkara yang sulit.
5. Ketaatan iman adalah cermin dari kedewasaan iman
Kedewasaan iman seseorang terlihat dari ketaatan imannya, yang berarti menempatkan
kebenaran iman di atas kepentingan pribadi. Kalau Tuhan telah menyatakan kebenaran, maka
selayaknya kita tidak memilih-milih kebenaran yang kita percayai, melainkan kita
mempercayainya secara menyeluruh. Mentaati [Latin: ob-audire] bukanlah sekedar mendengar,
namun mendengarkan. Ketaatan iman berarti penyerahan yang total dari akal budi dan keinginan
kita kepada kebenaran yang diwahyukan oleh Allah, yang kebenaran-Nya dijamin oleh Allah
sendiri. Sikap ini membuat seseorang menjadi saksi Allah, karena hidupnya dijalankan sesuai
dengan perintah Allah.
6. Manfaat dari iman.
a. Iman menyatukan jiwa kita dengan Tuhan.
Persatuan dengan Allah terjadi dalam baptisan, sehingga baptisan disebut sakramen iman yang
pertama, yang menuntun seseorang pada keselamatan (lih. Mrk 16:16). Inilah sebabnya Rasul
Paulus menegaskan bahwa tanpa iman tidak ada seorangpun yang berkenan kepada Allah (lih.
Ibr 11:6).
b. Iman memperkenalkan kita pada kehidupan kekal.
Kitab Suci mengajarkan, “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau,
satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.” (Yoh
17:3)
c. Iman menuntun kehidupan kita.
Untuk dapat hidup baik, maka seseorang harus mengetahui bagaimana untuk hidup dengan baik.
Cara untuk hidup baik tidak dapat dicari sendiri oleh setiap individu, karena untuk mencapainya
diperlukan waktu yang lama dan dapat salah. Dikatakan “Orang yang benar itu akan hidup oleh
percayanya (imannya).” (Hab 2:4)
d. Iman membantu kita untuk mengalahkan pencobaan.
Pencobaan dapat datang dari setan, dari dunia, maupun dari kedagingan kita.
1. Setan dapat mencobai kita untuk melawan Allah. Pencobaan ini dapat dikalahkan oleh iman,
karena iman mengatakan bahwa Dia adalah Allah dari semua, yang harus ditaati. Dikatakan
“Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang
mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia dengan iman yang teguh,
sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang
sama.” (1 Pet 5:8-9)
2. Dunia dapat menggoda kita dengan menawarkan gemerlapnya kekayaan maupun ketakutan
akan penderitaan. Iman dapat mengalahkan godaan tersebut, karena iman mengajarkan bahwa
ada kehidupan yang yang lebih baik di Sorga, sehingga kita dapat menyingkirkan gemerlapnya
dunia dan tidak takut dalam menghadapi percobaan dunia. Rasul Yohanes menuliskan “Inilah
kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita.”(1Yoh 5:4) Iman juga membantu kita untuk
mengerti bahwa ada kejahatan yang lebih ditakuti dari semua ancaman dunia ini, yaitu neraka.
Kristus berkata, “Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi
yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa
membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka.” (Mat 10:28)
3. Kedagingan menggoda kita dengan kenikmatan dunia ini. Karena iman mengatakan bahwa
hamba nafsu dapat kehilangan keselamatan kekal (lih. Gal 5:19-21), maka kita dapat
menghindari godaan ini dengan iman. Sabda Tuhan mengatakan, “dalam segala keadaan
pergunakanlah perisai iman.” (Ef 6:16)
7. Bagaimana bertumbuh dalam iman?
Karena iman adalah karunia Tuhan untuk membantu kita menuju keselamatan, maka sudah
seharusnya kita memelihara dan menjaga iman kita dengan bijaksana setiap saat. Agar kita dapat
hidup, bertumbuh dan setia pada iman kita sampai akhir, maka kita perlu: (a) disegarkan
dengan Firman Allah dan doa; (b) minta kepada Tuhan untuk menambah iman kita; (c)
terus bertumbuh dalam perbuatan kasih yang berdasarkan iman. Pertumbuhan dan kemantapan
iman perlu didukung dengan pengertian yang benar tentang iman, sehingga diperlukan
sikap iman yang mencari pengertian.
8. Kehilangan iman atau dosa melawan iman
Ada kalanya, seseorang dapat kehilangan karunia yang paling berharga yang diberikan oleh
Tuhan, yaitu iman. Kehilangan iman adalah sama saja dengan kehilangan hubungan kasih mesra
dengan Allah, sehingga dapat berakibat sangat fatal. Beberapa hal yang menyebabkan seseorang
dapat kehilangan iman adalah:
a. Ketidakperdulian. Ketidakperdulian akan hal-hal yang bersifat rohani, akan tujuan akhir (yaitu
Sorga) dapat menyebabkan akibat fatal, karena akan membuat seseorang tidak melihat
pentingnya iman.
b. Terjebak oleh jeratan dunia ini. Orang yang terfokus pada apa yang terjadi di dunia ini dapat
kehilangan fokus akan kehidupan kekal.
c. Skandal dari umat dan Gereja. Seseorang dapat kehilangan iman karena batu sandungan yang
diakibatkan oleh umat beriman yang hidup tidak sesuai dengan apa yang diimaninya. Lebih
lanjut kekecewaan terhadap Gereja juga dapat menyebabkan seseorang kehilangan iman. Orang
ini gagal untuk melihat bahwa fokus dari iman bukanlah pada orang-orangnya namun pada
pengajaran dan kebenaran yang diberikan. Namun demikian, adalah tantangan bagi seluruh umat
beriman dan Gereja untuk dapat memancarkan kebenaran dan kasih Kristus.
d. Kejahatan di dunia. Orang sering kehilangan iman karena melihat kejahatan di dunia ini,
sehingga seseorang bertanya-tanya, di manakah Tuhan. Orang dalam kategori ini gagal melihat
bahwa ada keadilan yang akan ditegakkan pada saat akhir zaman. Kejahatan tidak membuktikan
bahwa kebaikan tidak ada, karena kebaikan juga dapat dilihat di dunia ini.
e. Tekanan budaya dan sosial terhadap iman. Seseorang yang hidup dalam tekanan sosial dan
budaya yang memandang sinis terhadap agama dapat menyeret seseorang yang kurang kuat
imannya kepada arus budaya yang bertentangan dengan nilai-nilai kristiani.

Anda mungkin juga menyukai