Fistula Vesikovaginal

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

Bedside teaching

Jumat, 15 September 2006

FISTULA VESIKO VAGINAL

Oleh :
dr. MA Yasa
dr. Evy Bachtiar
dr. Adyanur M
dr. Carmellia
dr. Alvin S

0
FISTULA VESIKO VAGINAL

PENDAHULUAN
Fistula vesiko vaginal atau vesico vaginal fistula (VVF) adalah terdapatnya
hubungan langsung antara vagina dengan vesika urinaria akibat adanya saluran
abnormal sehingga urin keluar setiap saat melalui vagina tanpa dapat ditahan. VVF
adalah bagian dari fistula urogenital wanita yang merupakan jenis fistula yang paling
sering terjadi pada traktus urinarius wanita.
Fistula memang tidak membahayakan jiwa, namun kelainan ini sangat
mengganggu kehidupan sosialnya dan tidak bebas bepergian. Umumnya akibat adanya
fistula ini sangat berpengaruh besar terhadap kehidupan emosional pasien. Urine yang
keluar setiap saat akan menimbulkan bau yang tak sedap sehingga penderita akan
menjauhi kegiatan sosial, pertemuan-pertemuan, baik di lingkungan hidupnya maupun
keluarga yang semula diikutinya secara baik,. Perceraian juga sering kali terjadi karena
tidak berfungsinya kehidupan seksual secara normal. Iritasi genetalia dan sekitarnya
juga merupakan keluhan yang sangat mengganggu.

Berdasarkan lokasinya, fistula antara traktus urinarius dan vagina dibagi menjadi:
1. Vesiko vagina
2. Urethro vagina
3. Vesiko urethro vagina
4. Uretero vagina
5. Vesiko utero vagina

1
SEJARAH

Bukti paling awal kasus VVF ditemukan pertama kalinya pada tahun 1923,
ketika Derry -seorang ahli arkeologi- memeriksa mummi Firaun yang bernama Ratu
Henheit (hidup 2050 tahun sebelum masehi). Pada eksplorasi mummi, tampak VVF
berukuran besar di dalam pelvis yang mengkerut. Sejarah fistula genital, pertama kali
didokumentasikan dengan jelas pada papyrus Ebers, sekitar 2000 tahun sebelum masehi.
Pada tahun 950, Avicenna menyimpulkan adanya korelasi antara vesiko vaginal dengan
wanita muda yang mengalami kesulitan dalam bersalin. Pada tahun 1597, Luiz de
Mercado untuk pertama kalinya memperkenalkan istilah fistula pada kelainan ini.
Prinsip dasar pembedahan pada reparasi VVF telah diperkenalkan pertama kali
pada tahun 1663 oleh Hedrik von Roonhuyse. Ia menekankan penggunaan spekulum
dan posisi lithotomi untuk meningkatkan lapang pandang pada bagian dinding kandung
kemih. Hingga abad 19 reparasi VVF umumnya berhasil. Pada tahun 1834, Robert de
Lamballe mempublikasikan laporan tentang reparasi VVF yang mengunakan skin flaps
pada vagina.
James Marion Sims mempublikasikan penanganan VVF tahun 1852 yang telah
sukses dengan operasinya yang telah dilakukan selama 30 tahun. Sims menekankan
pentingnya pembukaan yang baik, reseksi fistula dan tepi skar di vagina yang adekuat
dan drainase vesikourinaria yang terus-menerus pada post operatif. Pada tahun 1861,
Maurice Collis pertama kalinya memeperkenalkan teknik penutupan jaringan.
Selama awal abd 20 beberapa teknik tambahan telah dibunakan untuk
meningkatkan hasil operasi VVF. Pada tahun 1914, Latzko mempublikasikan teknik
partial colpocleisis untuk mereparasi VVF post histerektomi. Pada teknik ini dilakukan
reseksi pada skar mukosa vagina dan menutup jaringan secara horizontal. Angka
keberhasilan teknik Latzko sekitar 90%. Pada tahun 1950, O'Conor and Stovsky
memperkenalkan operasi secara transabdominal dan juga penggunaan elektrokoagulasi
sebagai penanganan awal pada VVF yang berdiameter 3,5 mm atau kurang dengan
angka keberhasilan sekitar 73%. Selanjutnya sejumlah ahli mengembangkan berbagai
variasi flaps yang diletakan di antara vesiko urinaria dan dinding vagina untuk
memperkecil kegagalan reparasi VVF.

2
ETIOLOGI

Di berbagai wilyah dunia, penyebab VVF itu berbeda-beda. Di negara- negara


industri, VVF kebanyakan (75%) disebabkan oleh trauma kandung kemih pada saat
operasi ginekologi terutama pada histerektomi per abdominal. Trauma ginekologi
menjadi penyebab terbanyak VVF di USA dan negara industri lainnya. Di negara
berkembang, VVF lebih banyak terjadi akibat partus lama (prolonged labor). Penyebab
VVF lainnya adalah akibat penggunaan instrumen urologi atau ginekologi, keganasan
pelvis (ca. cervix, dll), penyakit inflamasi, radio terapi dan trauma.
Fistula traktus urinarius yang disebabkan karena kasus obstetri saat ini sudah
banyak berkurang, sebab pelayanan obstetri sudah banyak diambil alih oleh tenaga
kesehatan serta proses rujukan obstetri sudah semakin baik. Namun demikian kasus
fistula urinarius masih saja terjadi dengan kecenderungan meningkatnya kejadian fistula
karena pembedahan ginekologi, terutama pasca operasi histerektomi.
Persalinan lama (prolonged labour) pada umumnya mengalami fistula vesiko
urethro vagina. Fistula obstetri terjadi sebagai akibat kompresi jaringan saat kepala
berada didasar panggul, jaringan mengalami iskemia dan infeksi lokal akan
mempercepat terjadinya proses nekrosis. Dapat pula sebagai akibat dari tindakan
operatif pervaginam : ekstraksi forseps, ekstraksi vakum, tindakan melahirkan pada
distosia bahu, perforasi kranioklasi dan seksio sesarea.
Berbeda dengan fistula obstetri, fistula ginekologi pada umumnya terjadi sebagai
akibat operasi histerektomi total baik perabdominal maupun pervaginal. Fistula terjadi
karena pemisahan dinding vesika terhadap dinding vagina kurang luas sehingga pada
saat pemotongan tunggul vagina, dinding vesika ikut terpotong atau terjahit. Maka
terjadilah fistula vesiko vagina, sedangkan fistula uretero vagina pada umumnya terjadi
karena terikatnya ureter saat melakukan penjahitan sisi tumpul vagina atau penjahitan
untuk menghentikan perdarahan di daerah jalur ureter.
Fistula dapat pula terjadi akibat operasi operasi colporraphy, neovagina ataupun
septum vagina. Metastase atau infiltrasi carcinoma cervix secara langsung maupun
radiasi pada terapi karsinoma serviks atau karsinoma korpus uteri dapat juga berakibat
timbulnya fistula.
Angka kejadian fistula sulit didapatkan secara pasti, WHO melaporkan insiden
fistula obstetri di Ethiopia 55 /100.000 kelahiran. Nigeria tercatat angka fistula obstetri

3
sebesar 33/100.000 kelahiran, di Asia tengah sekitar 13-30 /100.000. Di Nigeria dan
Ethiopia terdapat 9 pusat operasi fistula. Sampai tahun 1998, telah dioperasi penderita
ke 10.000. Dalam 1 tahun pusat tersebut dapat menyelesaikan 1.464 kasus fistula.
Fistula ginekologi belum banyak dilaporkan angka kejadiannya.
Diharapkan di tahun mendatang fistula obstetri akan semakin kecil, dengan
peningkatan pelayanan obstetri oleh tenaga kesehatan terlatih, membaiknya fasilitas
rujukan dan cepatnya pelayanan di rumah sakit rujukan.
Fistula ginekologi seluruhnya merupakan fistula vesiko vagina, hal ini terjadi
sebagai akibat komplikasi operasi histerektomi total, di mana terjadi lesi robekan
maupun terjahitnya dinding vesika urinaria. Diameter fistula rata rata berukuran 6 mm
(3 mm – 30 mm). Hingga saat ini kasus fistula uretero vagina ditangani oleh bagian
Bedah Urologi.
Fistula obstetrik umumnya jenis fistula vesiko urethro vagina, di mana terjadi
kerusakan pada “bladder neck” akibat kompressi-nekrosis. Hampir 80 % fistula vesiko
utero vaginal disebabkan oleh partus lama dan sekitar 4 % merupakan akibat
komplikasi operasi Seksio sesarea. Diameter fistula obstetri rata rata 20,7 mm ( 3 mm-
40 mm).

GEJALA KLINIS
Umumnya keluhan pada VVF adalah keluar urine melalui vagina. Meskipun
ukuran fistula kecil, tetapi dapat menyebabkan kebocoran yang muncul sedikit-sedikit.
VVF harus dibedakan dari inkontinensia urine akibat sebab lain. Pasien mungkin juga
mengeluh sistitis yang berulang, iritasi kulit perineum akibat selalu basah, infeksi jamur
pada vagina atau nyeri panggul, walaupun jarang ditemukan. Bila VVF berukuran besar,
pasien mungkin tidak kencing sama sekali dan hanya mengalami kebocoran urine ke
dalam vagina.
VVF yang terjadi setelah histerektomi atau prosedur bedah lainnya, mungkin
tampak setelah pelepasan katerer urine atau 1 hingga 3 minggu setelah operasi. VVF
yang disebabkan oleh histerektomi, biasanya berlokasi tinggi dalam vagina pada daerah
tumpul vagina. VVF akibat radio terapi mungkin tidak tampak selama beberapa bulan
hingga beberapa tahun setelah pemberian radiasi.
Keluhan umum fistula vesiko vaginal adalah:

4
 Keluarnya urine yang tidak dapat ditahan segera setelah melahirkan atau operasi
ginekologi.
 Akibat keluarnya urine yang terus-menerus pada daerah introitus vagina, vulva
maupun daerah sekitarnya akan terjadi iritasi permukaan, kulit atau mukosa
kemerahan, mudah luka, gatal dan rasa pedih.
 Amenorea, terjadi pada beberapa kasus sebagai akibat terjadi endometritis kronis.

PEMERIKSAAN
Pemeriksaan pelvis dengan spekulum harus selalu dilakukan untuk mencoba
mencari lokasi fistula dan memastikan ukuran dan jumlah fistula. Palpasi untuk
memeriksa adanya massa atau kelainan pelvis lainnya yang mungkin diperlukan pada
saat reparasi fistula. Penilaian adanya inflamasi di sekeliling fistula adalah penting dan
berpengaruh pada saat operasi.
Pemeriksaan fistula traktus urinarius ditujukan untuk mengetahui secara tepat
letak, ukuran, jumlah dan jaringan yang mengalami lesi serta keadaan jaringan sekitar
fistula. Dengan melakukan anamnesis yang baik dan lengkap, diagnosis fistula dapat
ditegakan dengan mudah. Apabila penderita mengeluh keluar urine terus-menerus akan
tetapi masih dapat berkemih secara periodik, maka kemungkinannya adalah fistula
vesiko vagina berukuran kecil atau fistula yang berasal dari ureter (fistula uretero
vagina).

Pemeriksaan selengkapnya adalah sebagai berikut:


1. Inspeksi vulva, introitus dan daerah sekitar adanya iritasi.
2. Pemeriksaan inspeksi menggunakan spekulum sering kali dapat diidentifikasi
secara lengkap keadaan fistula. Ukuran, bentuk, letak dan jumlah fistula.
3. Sondage dapat dilakukan dengan cara memasukan sonde atau kateter logam
melalui muara uretra sampai melalui fistula . Ujung sonde/ kateter akan tampak
jelas pada vagina.
4. Tes metilen biru dapat dikerjakan apabila ingin membedakan fistula berasal dari
vesika urinaria atau ureter. Pasang kateter nelaton/ folley catheter, masukan
ujung kateter sampai mencapai vesika urinaria, masukan larutan metilen biru
100 – 150 cc. Apabila larutan metilen biru keluar dari fistula berarti merupakan

5
fistula vesiko vagina. Bila larutan biru tidak nampak berarti fistula berasal dari
ureter ( uretero-vagina, uretero utero vagina)
5. Apabila tes metilen biru negatif, untuk memastikan fistula uretero vaginal,
penderita diminta minum 250 ml air ditambahkan 2,5 ml indigo carmine, pasang
tampon dalam vagina, ditunggu 15 menit. Apabila tampon berwarna biru berarti
fistula berasal dari ureter (fistula ureterovaginal).
6. Pemeriksaan image IVP dapat dilakukan pada kasus kasus tertentu yang sulit.
7. Pemeriksaan cistoscopy dapat dilakukan untuk identifikasi keadaan dinding
vesika, fistula dan muara ureter serta seberapa jauh jarak fistula dengan muara
ureter. Biopsi pada saluran fistula dilakukan bila diduga ada suatu keganasan.
Memperhatikan lokasi relatif pada ureter, reparasi fistula mungkin memerlukan
reimplantasi ureter bila fistula meliputi orifisium uretra.
8. Kultur dan analisis urine.
9. Sistouretrografi, urografi dan atau pyeloureterografi retrograde. Beberapa fistula
kecil mungkin tidak dapat dilihat secara radiografi tanpa kandung kemih yang
diisi dan dipicu oleh kontraksi kandung kemih. Dilakukan penilaian refluks
vesiko ureteral, pemeriksaan untuk fistula multipel termasuk fistula urethra
vaginal, penilaian ukuran dan lokasi fistula.
10. Pemeriksaan MRI atau CT-Scan bisa dilakukan bila diduga adanya keganasan.

TERAPI
Dahulu operasi penutupan fistula dikerjakan sekurang kurangnya 6 bulan setelah
diketahui terjadi fistula. Tetapi sekarang pada umumnya sudah dapat dikerjakan operasi
pada 3 bulan setelah terjadinya fistula dengan pertimbangan bahwa jaringan sekitar
fistula sudah tidak didapatkan inflamasi. Beberapa penelitian diketahui bahwa
penutupan fistula dilakukan pada 2 bulan setelah terjadinya fistula, namun didahului
dengan pemberian preparat kortikosteroid untuk menghilangkan inflamasi jaringan
sekitar fistula, dengan angka keberhasilan bervariasi antara 60-90 %.

6
Terapi Non-Bedah
Drainase dengan kateter adalah penanganan awal pada kebanyakan kasus fistula
vesiko vaginal. Fulgurasi fistula dengan elektrokoagulasi, dikombinasi dengan fibrin
glue atau kolagen, diikuti dengan drainase kateter, telah memperlihatkan keberhasilan
dalam menangani fistula tanpa komplikasi yang berukuran kecil (kurang dari 3 mm).

Terapi Bedah
Angka keberhasilan terapi bedah hampir mendekati 98%. Komitmen pada
prinsip dasar bedah perlu sekali dilakukan untuk mencapai keberhasilan reparasi fistula
traktus urinarius, baik secara transabdominal, transvaginal maupun transvesical.

1. Operasi melalui vagina


Hampir semua fistula yang berdiameter kecil dapat ditangani dengan operasi
pervaginam. Fistula pasca histerektomi, umumnya dapat ditangani melalui operasi
Latzko dengan mudah, cepat dan memberikan kesembuhan yang tinggi.

2. Operasi melalui abdomen


Operasi melalui rongga peritoneum dan abdomen diperlukan apabila:
 Lubang fistula berdekatan dengan muara ureter, diperlukan pemasangan ureter
kateter dan mobilisasi vesika
 Diperlukan ureteroneocystostomy
 Diperlukan flap omentum
 Fistula yang melebar
 Kontraktur vesika sehingga diperlukan operasi tambahan untuk memperbesar
kapasitas vesika urinaria dengan penambahan dari sigmoid, colon atau ileum.

Keberhasilan operasi juga dipengaruhi dengan tersedianya peralatan medis yang


memadai. Untuk operasi fistula pervaginam, diperlukan peralatan yang panjang, mulai
dari gunting, scalpel, pinset, needle holder serta gunting deseksi yang bervariasi
ujungnya. Beragam retraktor vagina diperlukan untuk melihat fistula dengan mudah,
sehingga dengan mudah melakukan identifikasi, deseksi dan penjahitannya.

7
Penampakan Fistula
Fistula harus tampak dengan jelas mudah untuk identifikasi ukuran diameter,
jaringan sekitar dan pada fistula yang lebar akan nampak muara ureter. Fistula yang
terletak jauh ke dalam dapat didekatkan ke permukaan introitus dengan cara melakukan
jahitan tegel kiri kanan dan menariknya kepermukaan. Apabila fistula berdiameter kecil
dapat dibantu dengan kateter kecil (nomor 10 atau 12) dimasukan melalui fistula sampai
balon berada di dalam vesika, diisi cairan steril 3-4 ml dan ditarik kepermukaan introitus
vagina.

Diseksi fistula dan mobilisasi dinding vagina


Untuk memperoleh daerah yang cukup luas dan bebas (tension free) di sekitar
fistula maka diperlukan deseksi dinding vagina untuk memisahkannya dari vesika seluas
mungkin. Pertama-tama dilakukan insisi mengelilingi fistula, dapat ditambahkan insisi
longitudinal untuk memperluas daerah bebas sekitar fistula. Dengan gunting deseksi
dilakukan pemisaan antara dinding mukosa vagina dengan dinding vesika urinaria,
lapisan muskularis vesika urinaria dipertahankan tetap utuh. Daerah bebas sekitar fistula
ini diperlukan untuk dapat melakukan penjahitan 3 lapis tanpa adanya tegangan dinding
vagina maupun vesika. Apabila sudah didapatkan daerah bebas cukup luas maka tahap
berikutnya adalah melakukan penjahitan.

Penjahitan
Saat ini di pasaran banyak tersedia benang yang memenuhi syarat untuk
digunakan penjahitan fistula. Benang yang terpilih adalah jenis sintetis “delayed
absorbable” dari golongan polyglactin atau polyglycolic acid. Benang ini dapat bertahan
dalam jaringan sampai sekitar 60 hari dengan “tensile strenght” sekitar 1-2 minggu.
Ukuran benang yang biasa digunakan adalah nomor 3.0 dengan jarum bundar (round).
Penjahitan dimulai dari jahitan sudut dengan arah yang mudah dijangkau, tidak
menimbulkan tension jaringan. Jahitan dilakukan dengan jahitan sederhana satu-satu,
inverted ke dalam, tidak menembus mukosa vesika dan dengan tidak mengikatnya
terlebih dahulu. Ikatan dilakukan setelah seluruh benang terjahit disekitar fistula.
Setelah dilakukan ikatan, nampak lubang fistula sudah tertutup. Dilakukan tes
kebocoran dengan 100 cc NaCl yang diberi methilen biru, larutan ini dimasukkan ke
dalam vesika urinaria melalui kateter. Apabila tidak didapatkan kebocoran dapat

8
dilakukan penjahitan lapis kedua. Apabila masih didapatkan kebocoran, dilakukan
penjahitan ulang ditempat keluarnya larutan metilen biru.
Penjahitan lapis ketiga dikerjakan seperti halnya lapisan sebelumnya, yaitu
hanya sedalam lapisan muskularis tanpa menembus dinding mukosa vesika urinaria.
Penjahitan terakhir adalah dinding vagina, dijahit secara matras satu-satu menggunakan
benang 2.0 sintetis “delayed absorbable”.

Pemeriksaan Ureter
Pada operasi yang memiliki risiko penutupan ureter, maka pasca penutupan
fistula dianjurkan untuk melihat muara ureter melalui cystoscopy. Sebelumnya
diberikan 5 cc indigo carmin yang disuntikan intra vena dengan loading cairan infus.
Vesika urinaria diisi sekitar 200 cc dan dilakukan evaluasi dengan menggunakan
cystoscopy, keluarnya larutan berwarna biru dari muara ureter menandakan pasasi ureter
bekerja baik dan tidak ada pembuntuan.

Pengosongan Vesika Urinaria


Pasca operasi, vesika urinaria dihindarkan dari terjadinya distensi sebagai akibat
tersumbatnya kateter oleh bekuan darah. Distensi akan mengakibatkan robeknya
jaringan yang baru dilakukan penjahitan. Apabila fistula berdiameter kecil dan
diperkirakan pemakaian kateter tidak terlalu lama, maka dapat digunakan kateter folley
ukuran 14-16 yang dipasang transurethral. Untuk fungsi pengosongan berjangka waktu
lama (10-14 hari), diperlukan kateter folley 18-20 transpubik (cystostomy). Irigasi
vesika tidak diperlukan sejauh produksi urin dapat dimonitor dengan baik dan berjumlah
cukup.

9
KOMPLIKASI
Komplikasi dini pasca operasi :
 Ureter obstruksi, dapat berupa obstruksi karena terjahit secara langsung atau
terlipat akibat jahitan disekitar ureter. Dapat diketahui dengan evaluasi
cystoscopy.
 Perdarahan vesika urinaria. Perdarahan dapat terjadi akibat perlukaan mukosa
vesika urinaria. Bekuan darah dapat menyumbat kateter sehingga menghambat
keluarnya urin. Distensi vesika yang berlebihan dapat mengakibatkan jaringan
yang baru saja dijahit akan terbuka. Bekuan dapat dibersihkan dengan
penghisapan melalui urethra, apabila kesulitan dapat dilakukan cystostomy.
 Infeksi dapat terjadi akibat invasi kuman di daerah genital, pada umumnya
adalah gram negatif. Antibiotika profilaksis dapat diberikan sebelum operasi.
Pemasangan kateter bukan indikasi pemakaian antibiotika. Infeksi pasca operasi
ditandai dengan panas badan, nyeri supra pubis, lekositosis, nadi meningkat,
lekosit urin meningkat. Antibiotika diberikan sesuai dengan pola kuman yang
ada. Pemeriksaan kultur dan kepekaan urin, darah diperlukan pada kasus ini.
Antibiotika yang dapat diberikan sambil menunggu hasil kultur, dari golongan
Quinolone dan Aminoglikosida.
 Fistula terbuka. Kegagalan penutupan fistula biasanya dapat diketahui pada hari
7-10, penderita akan mengeluh “ngompol” kembali. Ganti kateter dengan ukuran
lebih besar untuk memastikan urine dapat keluar dengan lancar, penutupan
spontan diharapkan dapat terjadi. Apabila masih tetap bocor, dilakukan operasi
ulang setelah 3 bulan.
 Inkontinensia. Pada vesika yang kontraktur, seringkali didapatkan gangguan
pada sphinkter, sehingga meskipun fistula sudah tertutup dengan baik penderita
tidak dapat menahan berkemihnya, urin keluar spontan melalui urethra.

10
JENIS OPERASI
1. Modifikasi Latzko di Daerah Supra Trigonum
Merupakan operasi yang biasanya digunakan pada penutupan fistula akibat
komplikasi histerektomi total. Prinsip operasi Latzko adalah membebaskan dinding
anterior vagina dari dinding posterior vesika urinaria. Dilakukan penjahitan dinding
vesika, menutup fistula dengan dinding vagina anterior dan posterior. Karena
penggantungan tunggul vagina demikian tinggi sering kali apabila terjadi fistula akan
sulit dicapai dan didekatkan ke introitus vagina.
Untuk mengatasinya bisa menggunakan kateter folley pediatri nomer 10 atau 12
yang dimasukan ke dalam fistula sampai mencapai rongga vesika, kemudian diisi 3-4 cc
cairan steril. Kateter ditarik ke arah operator maka akan didapatkan fistula yang lebih
mudah dijangkau. Hati-hati saat melakukan insisi, karena apabila menembus dinding
vagina dan vesika urinaria, balon kateter akan pecah. Kemudian dilakukan diseksi
dinding mukosa vagina dan vesika urinaria serta penjahitannya seperti telah diterangkan
diatas.

2. Operasi Fistula Daerah Trigonum.


Fistula di daerah trigonum akan berdekatan dengan ureter dan berisiko terjadi
obstruksi ureter. Langkah pertama adalah identifikasi fistula dan jaringan sekitarnya dan
identifikasi muara ureter. Pasang kateter ureter kiri dan kanan. Insisi sekitar fistula dan
dilakukan diseksi secara hati-hati untuk memisahkan mukosa vagina dengan vesika,
penjahitan dilakukan secara satu-satu, inverted ke dalam, menggunakan “synthetic
delayed absorbable” 3.0. Kateter ureter berfungsi sebagai marker maupun fiksasi agar
tidak terjadi pelipatan atau obstruksi ureter saat penjahitan. Jahitan dilakukan 3 lapis dan
kateter dipertahankan selama 14 hari.

3. Operasi Transabdominal
Pada fistula letak tinggi dengan mobilisasi jaringan sekitarnya baik sehingga
fistula mudah tampak, dapat diselesaikan dengan operasi melalui vaginal. Akan tetapi
apabila didapatkan sikatrik jaringan sekitar, sehingga fistula sulit dicapai, maka
dipertimbangankan operasi melalui transabdominal - transvesica. Dilakukan insisi
longitudinal pada vesika urninaria, eksplorasi dan identifikasi lubang fistula dari dalam
maupun dari luar dinding vesika. Dilakukan eksisi fistula dan penutupan lapis demi

11
lapis melalui dinding vesika dari sisi luar mengunakan “synthetic delayed absorbable”
3.0 sebanyak 3 lapis. Hindari penjahitan lapisan mukosa vesika. Insisi longitudinal
dijahit memakai benang yang sama secara jelujur atau satu-satu sebanyak 3 lapis.
Kateter dipertahankan selama 14 hari. Fistula vesiko utero vagina merupakan indikasi
penutupan fistula secara transabdominal.

Perawatan Pasca Operasi


Pada kasus yang sederhana dengan diameter fistula yang kecil umunya operasi
berlangsung dengan mudah, tidak banyak mengandung jaringan fibrosis disekitar fistula
dan dapat dirawat selama 7-10 hari. Sedangkan pada fistula yang lebar atau berada di
daerah trigonum, umumnya dirawat selama 14 hari. Kateter dipertahankan selama
perawatan. Setelah pelepasan kateter, dilakukan bladder training dengan berkemih
sesering mungkin pada 1 hari pertama. Selanjutnya berkemih apabila timbul sensasi.
Antibiotika kombinasi amoksisilin – asam clavulanat atau sefazolin 1 gram dan
gentamisin 160 mg diberikan 30 menit sebelum operasi, antibiotika lanjutan tidak
diperlukan selama tidak dijumpai tanda tanda infeksi nyata.
Hormon estrogen diberikan untuk merangsang proses epitelialisasi pada
penderita yang sudah pasca menopause, amenore atau yang dikerjakan ovarektomi.
Preparat yang digunakan berupa ethynil estradiol oral atau krim estriol setiap hari.

Faktor-faktor yang berpengaruh pada kegagalan operasi:


 Diameter fistula , semakin lebar risiko kegagalan semakin tinggi
 Letak dan jumlah fistula
 Jaringan fibrosis sekitar fistula
 Vesika urinaria yang mengalami kontraktur
 Operasi fistula berulang
 Infeksi saluran kemih
 Penyakit sistemik
 Usia penderita
 Pengalaman operator dan material operasi
 Perawatan pasca operasi

12
REFERENSI

1. Roger D. Surgery for vesicocaginal fistula, in Campbell’s urology. 8th ed.


Elsevier : London. 2002: 1195-203.
2. DiSaia PJ, Creasman WT. Clinical gynecologic oncology, 6th ed,. Mosby Inc:St.
Louis, Missouri. 2002: 482-4.
3. Little NA, Juma S, Raz S. Vesicovaginal fistulae: Seminar in Urology Vol VII, No
2 (May) 1989: 78-85
4. WHO. Safe Motherhood a Newsletter of worldwide activity. No Issue 1999:
Special Feature Vesico Vaginal Fistulae
5. Podratz KC, Symmonds RE, Hagen JV. Vesicovaginal Fistulae, Obstet and
Gynecol. Vol. 1 no.2. June 1987.
6. Kortazz S, Gergely I. Successful pregnancy after surgical repair of vesico uterine
fistulae. VNU Science Press, Utrech Academi Kiado. Budapest, May 1985.
7. WHO, Maternal Health and Safe Motherhood Programme : Obstetric Fistulae, a
Review of Available Information . WHO/MCH/MSM/91.5
8. Rock JA, Thomson D. Te Linde’s Operative Gynecology, 8 th ed. 1997 :1175 –
1205.

13

Anda mungkin juga menyukai