Patofisiologi Anoreksia Dan Koheksia

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Anoreksia merupakan masalah yang seringkali dihadapi seorang lanjut usia.

Tidak adanya selera makan membuat individu tersebut tidak tertarik untuk

menelan makanan, anoreksia biasanya berkaitan dengan proses penyakit yang

secara langsung menghambat atau menahan pusat lapar atau merangsang aktivitas

pusat kenyang. Individu lanjut usia sering kali gagal untuk mengonsumsi jumlah

makanan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi mereka. 1

Anoreksia sangat sering ditemukan sebagai faktor prediktor morbiditas dan

mortalitas pada banyak kondisi yang berbeda. Meskipun anoreksia merupakan

masalah pada penuaan yang tidak dapat dihindari usia lanjut sering mendorong

perkembangannya melalui berbagai mekanisme. Perubahan terkait gaya hidup,

kondisi penyakit, serta faktor sosial dan lingkungan memiliki potensi untuk secara

langsung memengaruhi perilaku diet dan status gizi. Terlepas dari pentingnya

masalah yang berkaitan dengan asupan makanan dan, lebih umum, status gizi

jarang dihadapkan pada praktik klinis. 1

Berikut ini akan disajikan sebuah tinjauan pustaka mengenai patofisiologi

anoreksia dan kaheksia yang terutama terjadi pada individu lanjut usia. Pengertian

yang baik mengenai anoreksia dan kaheksia dapat membantu meningkatkan

kualitas hidup individu lanjut usia.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Anoreksia merupakan komponen penting dari sindroma kaheksia yang

memiliki peran penting dalam patogenesis menurunnya massa otot. Seiring

bertambahnya usia, ada kecenderungan untuk menurunnya asupan makanan yang

dikenal sebagai anoreksia akibat bertambahnya usia dan disertai dengan

penurunan massa otot. Anoreksia dan kaheksia adalah penyebab umum malnutrisi

pada pasien lansia dan pada penyakit lainnya, termasuk pasien kanker. Anoreksia

(kehilangan nafsu makan atau keinginan untuk makan) adalah gejala yang umum

pada orang lansia. 2

Anoreksia adalah penyebab paling umum malnutrisi pada pasien lansia

sedangkan kaheksia adalah suatu kondisi yang ditandai dengan hilangnya nafsu

makan, penurunan berat badan, kehilangan otot, dan kelemahan umum. Hal ini

juga umum pada pasien dengan tumor paru-paru, pankreas, dan saluran

pencernaan bagian atas. Kaheksia pada pasien kanker ditandai dengan adanya

inflamasi sistemik dengan balans negatif dari protein dan energi, serta adanya

kehilangan massa tubuh yang tidak disadari atau disengaja. Sindroma ini

berdampak dramatis bukan hanya pada kualitas hidup pasien namun juga

buruknya respon kemoterapi dan penurunan angka bertahan hidup pada pasien. 3

Pada pasien lansia, proses ini dikarenakan 3 faktor utama antara lain :

hilangnya rasa lapar dan terganggunya mekanisme pengontrol rasa kenyang,


terganggunya motilitas gastrointestinal yang berhubungan dengan usia, dan

faktor-faktor lain seperti depresi, masalah keuangan, dan masalah lainnya. 2

Gambar 2.1 Etiologi anoreksia pada lansia

B. Epidemiologi

Anoreksia akibat penuaan adalah kondisi yang sering terjadi pada orang

lanjut usia, terjadi pada sekitar 20% dari populasi lansia, yaitu individu diatas usia

65 tahun. Negara-negara maju mencatat bahwa sekitar 85% dari pasien dengan

perawatan jangka panjang, antara 23-62% individu lansia yang dirawat di rumah

sakit, dan 15% dari lansia di masyarakat menderita malnutrisi. Anoreksia karena

penuaan didefinisikan sebagai penurunan intake makanan atau buruknya selera

makan. 4
Sebuah penelitian di Italia ditemukan bahwa 21,2% lansia mengalami

anoreksia dengan persentase 34,1% wanita dan 27,2% pria di ruang perawatan

jangka panjang, dan persentase di komunitas sebanyak 3,3% wanita dan 11,3%

pria. Kehilangan selera makan dapat berujung pada kekurangan energi protein dan

penurunan berat badan sehingga akan banyak masalah timbul akibat malnutrisi

sehingga menurunnya kondisi kesehatan termasuk meningkatnya angka

kematian.4,5

C. Patofisiologi

1. Aroma dan rasa

Aroma dan rasa makanan akan berperan sangat penting dalam proses makan

sehingga seseorang dapat menikmati makanan tersebut. Indera penciuman dan

rasa berkurang dengan bertambahnya usia, meskipun pada tingkatan yang berbeda

untuk tiap individu. Hal ini juga berkontribusi pada kurangnya asupan makanan di

usia lanjut dan memiliki dampak negatif berupa jenis makanan yang itu-itu saja

dan zat gizi yang tidak seutuhnya tercukupi. 6,7

Taste bud (kuncup pengecap) pada lidah pasien usia lanjut juga sudah

mulai atrofi sehingga kurang dapat memfasilitasi pengecapan. Penyakit, obat-

obatan, merokok, dan beberapa paparan lingkungan dapat memperburuk

perubahan yang diamati dalam jumlah dan fungsi kuncup pengecap. Orang

dengan usia lanjut cenderung untuk kehilangan rasa asin dan manis terlebih

dahulu. Oleh karena itu, beberapa orang berusia lanjut akan cenderung memilih

makanan yang lebih tidak sehat namun lebih terasa lezat. Lambat laun, terdapat
penurunan sekresi air liur yang dapat mengurangi kemampuan untuk melarutkan

makanan dan membatasi interaksi makanan dengan sel reseptor rasa pada lidah. 6,7

Secara fisiologis, manusia memiliki 9000 kuncup pengecap sedari lahir

dan mereka akan berkelompok dan mengirim sinyal rasa ke otak melalui syaraf.

Penuaan dapat mengubah kemampuan itu. Meskipun indera perasa umumnya

tampaknya baik dalam regenerasi bahkan dengan bertambahnya usia, indera

perasa yang lebih lama kurang mahir regenerasi setelah cedera (contohnya cedera

setelah mengkonsumsi makanan yang terlampau panas). Jumlah kehilangan

bervariasi dari satu orang ke orang lain, tetapi wanita umumnya melaporkan

kehilangan selera di usia 50-an dan pria di usia 60-an. 8

Indera penciuman seringkali disepelekan namun pada akhirnya, kualitas

penciuman akan memburuk seiring waktu. Semakin seorang manusia menua,

fungsi penciuman akan berkurang dan tidak hanya kehilangan kemampuan

menghidu namun juga semakin tidak dapat membedakan jenis aroma yang dihidu.

Telah dilaporkan 75% dari lansia usia 80 tahun keatas mengalami masalah pada

menghidu. Seiring berjalannya usia, reseptor olfaktori akan berkurang atau

kemungkinan terjadinya kerusakan sentral pada sistem syaraf pusat, namun secara

natural akan terjadi apoptosis pada semua orang sehingga pada akhirnya akan

mengalami gangguan penciuman. Mamalia pada umumnya memiliki kemampuan

untuk meregenerasi namun kemampuan ini akan menurun. 9


2. Hormon

Ghrelin atau “hormon rasa lapar” adalah satu-satunya hormon perifer yang

diidentifikasi untuk merangsang rasa lapar. Hormon ini dilepaskan secara pulsatil

oleh sel ghrelin yang terdapat pada mukosa saluran pencernaan terutama di

lambung. Namun, hanya ada sedikit bukti yang tersedia mengenai bagaimana

dinamika ghrelin berubah selama proses penuaan. Kemungkinan berkaitan dengan

meningkatnya leptin dan insulin yang beredar sehingga sensitivitas dari ghrelin

yang semakin rendah. Serupa dengan ghrelin, terdapat perubahan dalam hormon

CCK (cholecystokinin) yang diamati pada individu lansia. CCK adalah prototipe

hormon kenyang yang diepaskan oleh proksimal usus kecil sebagai respon dari

pengiriman nutrisi, terutama protein dan lipid dari antrum. Perubahan ini juga

berperan dalam anoreksia akibat penuaan. 10

Akibat dari penuaan ditemukan juga peningkatan dari konsentrasi peptida

YY (tyrosine tyrosine) pada serum. Konsentrasi PYY menyebabkan fase puasa

yang lebih panjang sehingga pasien mengalami rasa kenyang lebih lama. CCK

dan PYY akan bekerja sama untuk mengirimkan signal kepada hipotalamus

sehingga individu tersebut mengalami fase puasa yang lebih panjang. 10

3. Fungsi gastrointestinal

Abnormalitas pada motilitas lambung dapat menyebabkan rasa kenyang yang

lebih dini dari seharusnya. Pada individu lansia ditemukan bahwa terjadi

penurunan sekresi oksida nitrat yang menyebabkan menurunnya komplians

lambung sehingga relaksasi fundus berkurang dan pengisian antral lebih cepat
terjadi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa penurunan kemampuan pengosongan

lambung dapat berujung pada rasa kenyang postprandial yang berkepanjangan.

Pengosongan lambung yang lebih lambat pada orang lansia mungkin dikaitkan

dengan penurunan kemampuan pencernaan di lambung.11

Gambar 2.2 Hubungan nitric oxide, adaptive relaxation, dan selera makan
Gastritis kronis dan beberapa obat seperti Proton Pump Inhibitor (PPI)

yang dapat menyebabkan hypochlorhydria sehingga lebih lanjut dapat

memperlama pengosongan lambung. Hypochlorhydria merupakan kondisi yang

dapat mengganggu kesehatan karena kondisi ini HCL dalam lambung menurun

akibat gastritis kronis yang terjadi pada lansia dengan pemakaian PPI jangka

panjang. HCL banyak berperan pada banyak proses fisiologis termasuk

penyerapan minera seperti kalsium, magnesium, potassium, zink, dan zat besi.

Sehingga kekurangan HCL akan berujung pada kesulitan penyerapan zat-zat

mikronutrien untuk tubuh. Lansia menjadi semakin rentan untuk menderita

osteoporosis, patah tulang, dan kekurangan vitamin B12 dan magnesium. HCL
juga bertanggung jawab untuk memecah protein makanan yang membantu dalam

pencegahan alergi makanan yang terkait dengan pencernaan protein yang tidak

lengkap. Obat penghambat asam tersedia secara luas namun faktanya obat tersebut

sering digunakan dalam jangka waktu lama bahkan bertahun-tahun. Pengosongan

lambung yang lebih lambat dapat mengurangi nafsu makan dan asupan makanan

pada individu lanjut usia.12

4. Inflamasi

Inflamasi kronik yang menjadi penanda dalam proses penuaan menghasilkan

IL-1 dan Tumor Necrosis Alfa (TNF-a), sehingga kadarnya lebih tinggi pada

individu lansia. . Interleukin 1 yang diproduksi oleh limfosit dan makrofag

merupakan sitokin yang sangat potensial dalam menyebabkan anoreksia.

Interleukin 1 dapat mengurangi porsi, durasi, dan frekuensi makanan yang

dikonsumsi. Sitokin ini berefek sangat besar ketika disuntikkan ke hipotalamus

ventromedial dengan cara langsung menembus sawar darah otak atau dengan

mengaktivasi melalui syaraf vagal. Selain itu, IL-1 juga menguatkan aktivasi

serotonin dan meningkatkan produksi CRF sehingga dapat berujung pada

anoreksia. Efek anoreksik dari IL-1 dapat di halangi sebagian dengan antibodi.

Sebagian besar efek dari Interleukin 1 dimediasi oleh IL-1 alfa untuk organ perifer

sedangkan untuk otak dimediasi oleh IL-1 beta. 13

TNF-a meningkat pada mencit yang menderita kaheksia baik secara perifer

maupun sentral. TNF-a juga dapat menembus sawar darah otak dan menimbulkan
efeknya dengan menstimulasi syaraf vagal. Pada penelitian dengan mencit,

inhibitor TNF-a dapat meningkatkan selera makan. 14

D. Faktor resiko dan Komplikasi

Beberapa faktor resiko yang dikaitkan dengan sindroma kaheksia pada lansia.

Diantaranya ada faktor fisik, kondisi sosial dan lingkungan, penyakit akut dan

kronis, dan pengobatan yang didapat. Masalah fisik akan mengganggu aktivitas

sehari-hari termasuk mengganggu intake makanan dan kehilangan selera makan.

Terganggunya fisik dapat membatasi aktivitas sehari-hari sehingga berujung pada

anoreksia dan kaheksia. Begitu pula sebaliknya, anoreksia dan kaheksia dapat

menggaggu aktivitas fisis. Selain itu, menurunnya fungsi menghidu dan mengecap

serta proses mengunyah juga berpengaruh pada proses intake makanan. 1,15

Kondisi medis khusus pada lansia seperti masalah pencernaan, sindrom

malabsorpsi, infeksi akut dan kronis, dan kondisi hipermetabolisme (semisalnya

hipertiroidisme) sering menyebabkan anoreksia dan defisiensi mikronutrien.

Penyakit lain seperti gagal jantung kongestif atau penyakit paru obstruktif kronis

dan penyakit parkinson sering dikaitkan dengan anoreksia. Depresi juga salah satu

gangguan psikologis yang paling umum di antara orangtua dan sering terjadi

terkait dengan hilangnya nafsu makan. Lansia dengan gejala depresi banyak gejala

dan tanda yang dapat menyebabkan anoreksia dan penurunan berat badan,

termasuk kelemahan, sakit perit, mual, dan diare. Kehilangan nafsu makan
berkurangnya asupan makanan juga sering diamati pada lansia dengan gangguan

kognitif kronis.1,15

Berkaitan dengan banyaknya penyakit yang biasa dialami oleh individu

lansia, maka banyak juga obat-obatan yang dikonsumsi sehingga dpaat

menyebabkan malabsorpsi, gangguan pencernaan, kehilangan nafsu makan dan

akhirnya berkurangnya asupan makanan. Resiko anoreksia yang disebabkan

polifarmasi dan interaksi obat-obatan dan masalah pencernaan.1,15

Faktor lain yang berperan adalah faktor sosial dimana jika lansia tinggal

seorang diri maka akan menurunkan selera makan dan asupan makanan.

Konsekuensi dari anoreksia dan kaheksia pada lansia adalah individu tersebut

menjadi malnutrisi, lebih rentan terhadap penyakit, dan meningkatnya mortalitas.


1

E. Manajemen Anoreksia Lansia

Bukti-bukti penggunaan obat-obatan untuk pengobatan farmakologis pasien

anoreksia lansia sangat terbatas. Sebaliknya, sangat disarankan untuk melakukan

skrining awal dan penggunaan pendekatan komprehensif ketika mengelola lansia,

yang kemungkinan besar akan mengarah pada hasil perawatan kesehatan yang

diharapkan, yang mempromosikan kemandirian dan meningkatkan kualitas hidup.


16

Skrining awal dapat menggunakan kuisioner SNAQ (Short Nutritional

Assessment Questionnaire) yang berisi pertanyaan singkat mengenai apakah ada

intensi untuk menurunkan berat badan, apakah terdapat penurunan selera makan,
dan penggunaan suplemen makanan atau minuman dalam 1 bulan terakhir.

Pertanyaan ini diberikan setiap kali berinteraksi dengan orang tua dalam

pengaturan perawatan kesehatan. Intervensi dini dapat mencegah penurunan berat

badan di masa depan dan penurunan kesehatan biasanya terjadi seiring waktu.

Faktor-faktor medis, emosional, sosial dan lingkungan harus di gali lebih lanjut.

Keberhasilan untuk memperbaiki kondisi-kondisi tersebut akan mencegah

perburukan dari anoreksia.16

Strategi tatalaksana termasuk dengan menambah rasa makanan agar

individu lansia dapat lebih menikmati makanan yang dikonsumsi, seperti

menambahkan saus untuk makanan atau glutamat. Aspek lainnya adalah

mendorong kegiatan yang mempromosikan kesehatan bagi lansia seperti

kampanye kesehatan dan berolahraga untuk meningkatkan cadangan otot sehingga

lansia menjadi lebih kuat menghadapi berbagai penyakit. Latihan aerobik dan

resistensi akan meningkatkan massa dan kekuatan otot. Saat ini direkomendasikan

bahwa orang tua yang sehat harus mengkonsumsi setidaknya1.2 g / kg berat badan

per hari. Selain itu, lebih lanjut direkomendasikan bahwa hingga 25 g protein

dikonsumsi bersama dengan masing-masing dari 3 makanan utama, disamping itu

ditambah asupan buah dan serat. 16

Beberapa studi juga menganjurkan pemberian minuman protein tinggi

untuk menambah asupan kalori sehari-hari dengan membagi kedalam porsi kecil

agar tetap dapat menambah asupan nutrisi lain. 16


BAB III

KESIMPULAN

Anoreksia dan kaheksia adalah penyebab umum malnutrisi pada pasien

lansia. Individu lanjut usia sering kali gagal untuk mengonsumsi jumlah makanan

yang cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi mereka. Anoreksia adalah

kehilangan nafsu makan atau keinginan untuk makan. Sedangkan kaheksia adalah

suatu kondisi yang ditandai dengan hilangnya nafsu makan, penurunan berat

badan, kehilangan otot, dan kelemahan umum disebabkan oleh anoreksia.

Pada pasien lansia, proses ini dikarenakan 3 faktor utama antara lain :

hilangnya rasa lapar dan terganggunya mekanisme pengontrol rasa kenyang,

terganggunya motilitas gastrointestinal yang berhubungan dengan usia, dan

faktor-faktor lain seperti depresi, masalah keuangan, dan masalah lainnya.

Anoreksia akibat penuaan adalah kondisi yang sering terjadi pada orang lanjut

usia, terjadi pada sekitar 20% dari populasi lansia, yaitu individu diatas usia 65

tahun.

Patofisiologi dari anoreksia berupa berkurangnya kemampuan untuk

menghidu dan mengecap sehingga rasa makanan menjadi tidak menarik. Selain

itu terdapat pengaruh dari hormon, terganggunya fungsi gastrointestinal dan juga

inflamasi kronik khas pada lansia. Beberapa faktor resiko yang dikaitkan dengan

sindroma kaheksia pada lansia. Diantaranya ada faktor fisik, kondisi sosial dan

lingkungan, penyakit akut dan kronis, dan pengobatan yang didapat.


Untuk penanganan sangat disarankan untuk melakukan skrining awal dan

penggunaan pendekatan komprehensif ketika mengelola lansia, yang

kemungkinan besar akan mengarah pada hasil perawatan kesehatan yang

diharapkan, yang mempromosikan kemandirian dan meningkatkan kualitas hidup,

sehingga dapat memberikan angka harapan hidup yang lebih tinggi untuk lansia.
DAFTAR PUSTAKA

1. Landi F, Calvani R, Tosato M, Martone AM, Ortolani E, Savera G, Sisto A,


Marzetti E. Anorexia of aging: risk factors, consequences, and potential
treatments. Nutrients. 2016; 8(69): 1-10
2. Morley JE. Anorexia of ageing: a key component in the pathogenesis of both
sarcopenia and cachexia. Journal of Cachexia, Sarcopenia, and Muscle.2017;
8 : 523-26
3. Ezeoke CC, Morley JE. Pathophysiology of anorexia in the cancer cachexia
syndrome. J Cachexia Sarcopenia Muscle. 2015;6(4):287-302
4. Donini LM, Poggiogalle E, Piredda M, Pinto A, Barbagallo M, Cucinotta D,
et.al. Anorexia and eating patterns in the elderly. 2013.
5. Donini LM, Dominguez LJ, Barbagallo M, Savina C, Castellaneta E,
Cucinotta D, et.al. Senile anorexia in different geriatric settings in Italy. J
Nutr Health Aging. 15: 775-81
6. Macintosh C. Morley JE. Chapman IM. The anorexia of aging. Nutrition.
2000; 16: 983-95
7. Di Fransesco V. Fantin F. Omizollo F. Residori L. Bissoli L, Bosello O,
Zamboni M. The anorexia of aging. Dig Dis. 2007;25: 129-37
8. Jacewicz N. Why taste buds dull as we age. 2017. National Public Radio.
Diunduh tanggal 25 Januari 2019. Diunduh dari :
https://www.npr.org/sections/thesalt/2017/05/05/526750174/why-taste-buds-
dull-as-we-age
9. Boyce JM, Shone GR. Effects of ageing on smell and taste. Postgrad Med J.
2006. 82(966): 239-241
10. Chapman IM. Anorexia of aging. Clin Geriatr. Med. 2007; 23: 735-56
11. Di Francesco V, Zamboni M, Zoico E, Mazzali G, Dioli A, Omizzoo F,
Bissoli L, Fantin F, Rizzotti P, et al. Unbalanced serum leptin and ghrelin
dynamics prolong postprandial satiety and inhibit hunger in healthy elderly:
another reason for the anorexia of aging. Am. J. Clin. Nutr. 2006; 83 : 1149-
52
12. Kines K, Krupczack T. Nutritional interventions for gastroesophageal reflux,
irritable bowel syndrome, and hypochlorhydria : a case report. Integr Med.
2016; 15(4) : 49-53
13. Bennani-Baiti N, Davis MP. Cytokines and cancer anorexia cachexia
syndrome. Am J Hospice Pall Med 2008;25:407–411.
14. Patel HJ, Patel BM. Tnf –a and cancer cachexia: molecular insights and
clinical implications. Life Sci. 2017;170 : 56-63 doi:
10.1016/j.lfs.2016.11.033
15. Landi F, Lattanzio F, Dell Aquila G, Eusebi P, Gasperini B, Liperoti R,
Belluigi A, Bernabei R, Cherubini A. Prevalence and potentially reversible
factors associated with anorexia among older nursing home residents: Results
from the ULISEE project. J. Am. Med Dir. Assoc. 2013. 14: 119-124
16. Visvanathan R. Anorexia of aging. Clinics in Geriatric Medicine. 2015. 31(3)
: 417-27

Anda mungkin juga menyukai