Proses Pembuatan Semen

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 26

Proses Pembuatan Semen --> Menggunakan Teknologi Ramah

Lingkungan
Proses pembuatan semen dibagi menjadi 6 tahapan, yaitu sebagai berikut :
1. Penambangan Bahan Baku
2. Penyiapan Bahan Baku
3. Penggilingan Awal
4. Proses Pembakaran
5. Penggilingan Akhir
6. Pengemasan

Flow Sheet Proses Pembuatan Semen

1. Penambangan Bahan Baku

Bahan baku utama yang digunakan dalam proses pembuatan


semen adalah batukapurdan tanah liat. Kedua bahan baku tersebut diperoleh dari proses
penambangan di quarry.
Penambangan bahan baku merupakan salah satu kegiatan utama dalam keseluruhan proses
produksi semen. Perencanaan penambangan bahan baku sangat menentukan pada proses – proses
selanjutnya yang akhirnya bermuara pada kualitas dan kuantitas semen. Penambangan bahan
baku yang tidak terencana dan terkontrol dengan baik akan menyebabkan gagalnya pemenuhan
target untuk tahap produksi selanjutnya yang jika dihubungkan dengan kualitas dan biaya
produksi secara keseluruhan dapat menurunkan daya saing produk terhadap produk yang sama
yang dihasilkan oleh pesaing
Persyaratan kualitas batukapur & tanah liat dalam proses penambangan adalah sebagai berikut :
a. Batukapur
52% <Cao< 54% dan MgO < 18%
b. Tanah liat
60%<SiO2 <70% dan 14%Al2O3<17%

Tahapan proses penambangan adalah sebagai berikut:


a. Pengupasan tanah penutup ( Stripping )
b. Pemboran dan peledakan ( Drilling and Blasting )
c. Penggalian/Pemuatan ( Digging/Loading )
d. Pengangkutan ( hauling )
e. Pemecahan ( crushing )

Proses Penambangan Bahan Baku

2. Penyiapan Bahan Baku

Bahan baku berupa batu kapur dan tanah liat akan dihancurkan untuk memperkecil ukuran agar
mudah dalam proses penggilingan. Alat yang digunakan untuk menghancurkan batukapur
dinamakan Crusher. Dan alat yang digunakan untuk memecah tanah liat disebut clay cutter.
Pada umumnya Crusher digunakan untuk memecah batu dari ukuran diameter ( 100 – 1500 mm )
menjadi ukuran yang lebih kecil dengan diameter ( 5 – 300 mm ) dengan sistim pemecahan dan
penekanan secara mekanis.
Batu Kapur ( 800 x 800 mm ) 18 % H2O masuk Hopper melewati Wobbler Feeder. Batu Kapur
< 90 mm akan lolos tanpa melewati Crusher ( 700 T/ J ). Tanah Liat ( 500 x 500 mm ) 30 %
H2O masuk Hopper melewati Apron Feeder dipotong -2 menggunakan Clay Crusher menjadi
ukuran 95 % lolos 90 mm. Produk dari Limestone Crusher dan Clay Crusher bercampur dalam
Belt Conveyor dan ditumpuk di dalam Storage Mix.
Setelah itu raw material akan mengalami proses pre-homogenisasi dengan pembuatan mix pile.
Tujuan pre-homogenisasi material adalah untuk memperoleh bahan baku yang lebih homogen.

Proses Penyiapan Bahan Baku

3. Penggilingan Awal

Bahan baku lainnya yang digunakan untuk membuat semen adalah bahan baku penolong yaitu
pasir besi dan pasir silika. Pasir besi berkontribusi pada mineral Fe2O3 dan pasir silka
berkontribusi pada mineral SiO2. Kedua bahan baku penolong tersebut akan dicampur dengan
pile batukapur & tanah liat masuk ke proses penggilingan awal, dimana jumlahnya ditentukan
oleh raw mix design.
Alat utama yang digunakan dalam proses penggilingan dan pengeringan bahan baku
adalah Vertical Roller Mill (VRM). Media pengeringnya adalah udara panas yang berasal dari
suspention-preheater dengan suhu sebesar 300 – 400 oC.
Vertical roller mills merupakan peralatan yang tepat untuk penggilingan dan pengeringan
material yang relatif basah. Penggilingan & pengeringan dapat dilakukan secara effisien didalam
satu unit peralatan.
Vertical roller mill menjalankan 4 fungsi utama didalam satu unit peralatan, yaitu :
a. Penggilingan ( Roller & grinding table )
b. Pengeringan (gas buang kiln, cooler, AH1)
c. Pemisahan (Separator)
d. Transportasi (Gas pengering ID Fan)
Bahan baku masuk ke dalam Vertical Roller Mill (Raw Mill) pada bagian tengah (tempat
penggilingan), sementara itu udara panas masuk ke dalam bagian bawahnya. Material yang
sudah tergiling halus akan terbawa udara panas keluar raw mill melalui bagian atas alat tersebut.
Material akan digiling dari ukuran masuk sekitar 7,5 cm menjadi max 90μm. Penggilingan
menggunakan gaya centrifugal di mana material yang diumpankan dari atas akan terlempar ke
samping karena putaran table dan akan tergerus oleh roller yang berputar karena putaran table itu
sendiri.
Kemudian material akan mengalami proses pencampuran (Blending) dan homogenisasi di dalam
Blending Silo. Alat utama yang digunakan untuk mencamnpur dan menghomogenkan bahan
baku adalah blending silo, dengan media pengaduk adalah udara.

Raw Mill Sebagai Tempat Penggilingan Awal

4. Proses Pembakaran

Dalam proses pembakaran dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu :

a. Pemanasan Awal (Preheating)

Setelah mengalami homogenisasi di blending silo, material terlebih dahulu ditampung ke dalam
kiln feed bin. Alat utama yang digunakan untuk proses pemanasan awal bahan baku adalah
suspension pre-heater.
Suspension preheater merupakan salah satu peralatan produksi untuk memanaskan awal bahan
baku sebelum masuk ke dalam rotary kiln. Suspension preheater terdiri dari siklon untuk
memisahkan bahan baku dari gas pembawanya, riser duct yang lebih berfungsi sebagai tempat
terjadinya pemanasan bahan baku (karena hampir 80% -90% pemanasan debu berlangsung di
sini), dan kalsiner untuk sistem-sistem dengan proses prekalsinasi yang diawali di SP ini. Pada
awalnya proses pemanasan bahan baku terjadi dengan mengalirkan gas hasil sisa proses
pembakaran di kiln melalui suspension preheater ini. Namun dengan berkembangnya teknologi,
di dalam suspension preheater proses pemanasan ini dapat dilanjutkan dengan proses kalsinasi
sebagian dari bahan baku, asal peralatan suspension preheater ditambah dengan kalsiner yang
memungkinkan ditambahkannya bahan bakar (dan udara) untuk memenuhi kebutuhan energi
yang diperlukan untuk proses kalsinasi tersebut. Peralatan terakhir ini sudah banyak ditemui
untuk pabrik baru dengan kapasitas produksi yang cukup besar, dan disebut dengan suspension
preheater dengan kalsiner.
Suspension pre-heater yang digunakan terdiri dari 2 bagian, yaitu in-line calciner (ILC) dan
separate line calciner (SLC). Material akan masuk terlebih dahulu pada cyclone yang paling atas
hingga keluar dari cyclone kelima. Setelah itu, material akan masuk ke dalam rotary kiln.
Penggunaan kalsiner mempunyai keuntungan sebagai berikut :
 Diameter kiln dan thermal load-nya lebih rendah terutama untuk kiln dengan kapasitas
besar. Pada sistem suspension preheater tanpa kalsiner, 100% bahan bakar dibakar di kiln.
Dengan kalsiner ini, dibandingkan dengan kiln yang hanya menggunakan SP saja, maka suplai
panas yang dibutuhkan di kiln hanya 35% - 50%. Biasanya sekitar 40 % bahan bakar yang
dibakar di dalam kiln, sementara sisanya dibakar di dalam kalsiner. Sebagai konsekuensinya
untuk suatu ukuran kiln tertentu, dengan adanya kalsiner ini, kapasitas produksinya dapat
mencapai hampir dua kali atau dua setengah kali lipat dibanding apabila kiln tersebut
dipergunakan pada sistem suspension preheater tanpa kalsiner. Kapasitas kiln spesifik, dengan
penggunaan kalsiner ini, bisa mencapai 4,8 TPD/m3.
 Di dalam kalsiner dapat digunakan bahan bakar dengan kualitas rendah karena
temperatur yang diinginkan di kalsiner relatif rendah (850 - 900 oC), sehingga peluang
pemanfaatan bahan bakar dengan harga yang lebih murah, yang berarti dalam pengurangan
ongkos produksi, dapat diperoleh.
 Dapat mengurangi konsumsi refraktori kiln khususnya di zona pembakaran karena
thermal load-nya relatif rendah dan beban pembakaran sebagian dialihkan ke kalsiner.
 Emisi NOx-nya rendah karena pembakaran bahan bakarnya terjadi pada temperatur yang
relatif rendah.
 Operasi kiln lebih stabil sehingga bisa memperpanjang umur refraktori.
 Masalah senyawa yang menjalani sirkulasi (seperti alkali misalnya) relatif lebih mudah
diatasi.

b. Pembakaran (Firing)

Alat utama yang digunakan adalah tanur putar atau rotary kiln. Di dalam kiln terjadi proses
kalsinasi (hingga 100%), sintering, dan clinkering. Temperatur material yang masuk ke dalam
tanur putar adalah 800–900 oC, sedangkan temperatur clinker yang keluar dari tanur putar adalah
1100-1400 oC.
Kiln berputar (rotary kiln) merupakan peralatan utama di seluruh unit pabrik semen, karena di
dalam kiln akan terjadi semua proses kimia pembentukan klinker dari bahan bakunya (raw mix).
Secara garis besar, di dalam kiln terbagi menjadi 3 zone yaitu zone kalsinasi, zone transisi, dan
zone sintering (klinkerisasi). Perkembangan teknologi mengakibatkan sebagian zone kalsinasi
dipindahkan ke suspension preheater dan kalsiner, sehingga proses yang terjadi di dalam kiln
lebih efektif ditinjau dari segi konsumsi panasnya. Proses perpindahan panas di dalam kiln
sebagian besar ditentukan oleh proses radiasi sehingga diperlukan isolator yang baik untuk
mencegah panas terbuang keluar. Isolator tersebut adalah batu tahan api dan coating yang
terbentuk selama proses. Karena fungsi batu tahan api di tiap bagian proses berbeda maka jenis
batu tahan api disesuaikan dengan fungsinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan
coating antara lain :
1. komposisi kimia raw mix
2. konduktivitas termal dari batu tahan api dan coating
3. temperatur umpan ketika kontak dengan coating
4. temperatur permukaan coating ketika kontak dengan umpan
5. bentuk dan temperatur flame
Pada zone sintering fase cair sangat diperlukan, karena reaksi klinkerisasi lebih mudah
berlangsung pada fase cair. Tetapi jumlah fase cair dibatasi 20-30 % untuk memudahkan
terbentuknya coating yang berfungsi sebagai isolator kiln.
Pada kiln tanpa udara tertier hampir seluruh gas hasil pembakaran maupun untuk pembakaran
sebagian bahan bakar di calciner melalui kiln. Karena di dalam kiln diperlukan temperatur tinggi
untuk melaksanakan proses klinkerisasi, maka kelebihan udara pembakaran bahan bakar di kiln
dibatasi maksimum sekitar 20 – 30%, tergantung dari bagaimana sifat rawmeal mudah tidaknya
dibakar (burnability of the rawmix). Dengan demikian maksimum bahan bakar yang dibakar di
in-line calciner adalah sekitar 20 – 25%. Pada umumnya calciner jenis ini bekerja dengan
pembakaran bahan bakar berkisar antara 10% hingga 20% dari seluruh kebutuhan bahan bakar,
karena pembakaran di calciner juga akan menghasilkan temperatur gas keluar dari top cyclone
yang lebih tinggi yang berarti pemborosan energi pula. Sisa bahan bakar yang berkisar antara 80%
hingga 90% dibakar di kiln. Untuk menaksir seberapa kelebihan udara pembakaran di kiln dalam
rangka memperoleh operasi kiln yang baik akan dilakukan perhitungan tersendiri. Kiln tanpa
udara tertier dapat beroperasi dengan cooler jenis planetary sehingga instalasi menjadi lebih
sederhana dan konsumsi daya listrik lebih kecil dibanding dengan sistem kiln yang memakai
cooler jenis grate.
Pada kiln dengan udara tertier, bahan bakar yang dibakar di kiln dapat dikurangi hingga sekitar
40% saja (bahkan dapat sampai sekitar 35%), sedangkan sisanya yang 60% dibakar di calciner.
Dengan demikian beban panas yang diderita di kiln berkurang hingga tinggal sekitar 300 kkal/kg
klinker. Karena dimensi kiln sangat bergantung pada jumlah bahan bakar yang dibakar, maka
secara teoritis kapasitas produksi kiln dengan ukuran tertentu menjadi sekitar 2,5 kali untuk
sistem kiln dengan udara tertier dibanding dengan kiln tanpa udara tertier. Sebagai contoh untuk
kapasitas 4000 ton per hari (TPD), kiln tanpa udara tertier membutuhkan diameter sekitar 5,5 m.
Sedangkan untuk kiln dengan ukuran yang sama pada sistem dengan udara tertier misalnya
sistem SLC dapat beroperasi maksimum pada kapasites sekitar 10.000 TPD. Namun kiln dengan
udara tertier harus bekerja dengan cooler jenis grate cooler sehingga diperlukan daya listrik
tambahan sekitar 5 kWh/ton klinker dibanding kiln dengan planetary cooler.

SP Calciner & Kiln Sebagai Tempat Pembakaran

c. Pendinginan (Cooling)
Alat utama yang digunakan untuk proses pendinginan clinker adalah cooler. Selanjutnya clinker
dikirim menuju tempat penampungan clinker (clinker silo) dengan menggunakan alat
transportasi yaitu pan conveyor.
Laju kecepatan pendinginan klinker menentukan komposisi akhir klinker. Jika klinker yang
terbentuk selama pembakaran didinginkan perlahan maka beberapa reaksi yang telah terjadi di
kiln akan berbalik (reverse), sehingga C3S yang telah terbentuk di kiln akan berkurang dan
terlarut pada klinker cair yang belum sempat memadat selama proses pendinginan. Dengan
pendinginan cepat fasa cair akan memadat dengan cepat sehingga mencegah berkurangnya C3S.
Fasa cair yang kandungan SiO2-nya tinggi dan cair alumino-ferric yang kaya lime akan
terkristalisasi sempurna pada pendinginan cepat. Laju pendinginan juga mempengaruhi keadaan
kristal, reaktivitas fasa klinker dan tekstur klinker. Pendinginan klinker yang cepat berpengaruh
pada perilaku dari oksida magnesium dan juga terhadap soundness dari semen yang dihasilkan.
Makin cepat proses pendinginannya maka kristal periclase yang terbentuk semakin kecil yang
timbul pada saat kristalisasi fasa cair. Klinker dengan pendinginan cepat menunjukkan daya
spesifik yang lebih rendah. Hal ini disebabkan proporsi fasa cair yang lebih besar dan sekaligus
ukuran kristalnya lebih kecil.

5. Penggilingan akhir

Bahan baku proses pembuatan semen terdiri dari :


1. Bahan baku utama, yaitu terak/clinker.
2. Bahan baku korektif/penolong yaitu gypsum
3. Bahan baku aditif yaitu trass, fly ash, slag, dan lain-lain.
Finish Mill/penggilingan akhir adalah sebuah proses menggiling bersama antara terak dengan 3%
- 5% gypsum natural atau sintetis (untuk pengendalian setting dinamakan retarder) dan beberapa
jenis aditif (pozzolan, slag, dan batu kapur) yang ditambahkan dalam jumlah tertentu, selama
memenuhi kualitas dan spesifikasi semen yang dipersyaratkan.
Proses penggilingan terak secara garis besar dibagi menjadi sistim penggilingan open circuit dan
sistim penggilingan closed circuit. Gambar dibawah menunjukkan pada gambar ”a” closed
circuit dan gambar ”b” open circuit. Dalam open circuit panjang shell sekitar 4 – 5 kali dari
diameter untuk mendapatkan kehalusan yang diinginkan. Sedangkan dalam closed circuit
panjang shell sekitar 3 kali diameter atau kurang untuk mempercepat produk yang lewat.
Separator bekerja sebagai pemisah sekaligus pendingin produk semen.
Horizontal Tube Mill/Ball Mill adalah peralatan giling yang sering dijumpai di berbagai industri
semen, meskipun sekarang sudah mulai dijumpai vertical mill untuk menggiling terak menjadi
semen.
Material yang telah mengalami penggilingan kemudian diangkut oleh bucket elevator menuju
separator. Separator berfungsi untuk memisahkan semen yang ukurannya telah cukup halus
dengan ukuran yang kurang halus. Semen yang cukup halus akan dibawa udara melalui cyclone,
kemudian ditangkap oleh bag filter yang kemudian akan ditransfer ke dalam cement silo.
Finish Mill Sebagai Tempat Penggilingan Akhir

6. Pengemasan

Pengemasan semen dibagi menjadi 2, yaitu pengemasan dengan menggunakan zak (kraft dan
woven) dan pengemasan dalam bentuk curah. Semen dalam bentuk zak akan didistribusikan ke
toko-toko bangunan dan end user. Sedangkan semen dalam bentuk curah akan didistribusikan ke
proyek-proyek.
Tahapan proses pengemasan dengan menggunakan zak adalah sebagai berikut:
Silo semen tempat penyimpanan produk dilengkapi dengan sistem aerasi untuk menghindari
penggumpalan/koagulasi semen yang dapat disebabkan oleh air dari luar, dan pelindung dari
udara ambient yang memiliki humiditas tinggi. Setelah itu Semen dari silo dikeluarkan dengan
menggunakan udara bertekanan (discharge) dari semen silo lalu dibawa ke bin penampungan
sementara sebelum masuk ke mesin packer atau loading ke truck

 QUARRY
Pembuatan semen menggunakan bahan baku utama Batu Kapur dan Tanah Liat yang diambil dari proses
penambangan di Quarry milik Perseroan. Penambangan Batu Kapur dilakukan dengan cara peledakan dan Surface
Minner, sedangkan untuk memperoleh Tanah Liat dilakukan dengan cara pengerukan. Selanjutnya Batu Kapur dan
Tanah Liat diangkut ke Crusher dengan Dump Truck.
 CRUSHER
Batu Kapur dan Tanah Liat dikecilkan ukurannya sampai 8 cm di Crusher untuk kemudian disimpan di Stock Pile
(storage).
 STORAGE
Bahan baku yang didapat dari proses penambangan (Batu Kapur dan Tanah Liat) akan ditampung di
dalam storage untuk selanjutnya dilakukan proses prehomogenisasi yang disebut reclaimer. Proses prehomogenisasi
di reclaimer adalah proses yang sangat penting untuk menjamin kualitas dari produk yang dihasilkan baik dari raw
meal hingga produk akhir, yaitu semen.
 RAW MILL
Dari Stock Pile dimasukkan ke Raw Mill ditambahkan Pasir Besi dan Pasir Silika untuk digiling dan dikeringkan
menjadi Raw Meal. Raw Meal atau tepung baku adalah bahan baku untuk pembuatan terak (Clinker). Raw
Meal berbentuk seperti powder yang mempunyai kehalusan tertentu. Raw Meal mempunyai sifat fisika dan sifat
kimia tertentu yang digunakan sebagai kontrol kualitas produk. Sifat kimia digunakan sebagai pengatur proporsi
bahan-bahan yang akan diumpankan ke dalam proses. Raw Meal dihasilkan dari sebuah sistem peralatan yaitu Raw
Mill Plant yang terdiri dari alat-alat utama, sistem transport dan alat-alat separasi untuk kemudian disimpan di Raw
Meal Silo.
 PEMANASAN DAN PEMBAKARAN (KILN)
Raw Meal yang disimpan dalam CF Silo digunakan sebagai Umpan Kiln (Kiln Feed) akan mengalami beberapa
tahap proses sebelum akhirnya menjadi klinker kemudian melalui sistem pendinginan dan melalui alat transport
untuk disimpan di Klinker Silo. Proses pembakaran menggunakan bahan bakar Batu Bara yang telah digiling dan
dikeringkan melalui Coal Mill. Klinker sebagian digunakan ke cement mill Baturaja, Cement Mill di Palembang
dengan angkutan Kereta Api dan Truk sedangkan Cement Mill di Panjang dengan angkutan Truk untuk diproses
menjadi Semen Curah.
 PENGGILINGAN CLINKER (CEMENT MILL)
Klinker yang ditransport dari Kliker Silo Baturaja digiling di Cement Mill dengan menambahkan Gypsum dan bahan
ke-3. Proses penggilingan semen ini merupakan tahapan dimana kita akan mendapatkan semen seperti yang di pasar.
Material ini bersama-sama diumpankan ke semen mill kemudian mengalami proses penggilingan dan produknya
berupa semen OPC Tipe I dan PCC. Setelah didapat semen yang berkualitas maka semen tersebut disimpan melalui
semen silo kemudian ditransport ke bin semen melalui air slide, belt conveyor, dan vibrating screen. Keluaran dari
semen silo berupa semen curah sebagian dijual dalam bentuk Semen Curah dengan alat transport berupa mobil
kapsul dan gerbong kereta kapsul ke Palembang, Baturaja, dan Lampung dan sebagian dikirim ke Packing
Plant Baturaja.
 PENGANTONGAN SEMEN (PACKING PLANT)
Packing plant adalah sebuah kombinasi mesin dari alat transport sampai ke packer. Packer berfungsi untuk
melakukan pembungkusan atau pengepakan semen bungkus atau zak dan timbangan berat yang ditetapkan. Packer
merupakan unit terakhir dari proses produksi dari suatu pabrik semen dimana produk packer yang telah dikemas
berupa semen zak, 50 kg, big bag 1 ton untuk dipasarkan di Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, dan Jambi.
Proses Pembuatan Semen

Semen merupakan bahan bangunan yang digunakan untuk merekat, melapis, membuat beton, dll. Semen yang

terbaik saat ini adalah semen Portland yang ditemukan tahun 1824 oleh Joseph Aspdin.

Bahan Baku Pembuatan Semen:

1. Batu kapur

Batu kapur merupakan Komponen yang banyak mengandung CaCO3 dengan sedikit tanah lia, Magnesium Karbonat,

Alumina Silikat dan senyawa oksida lainnya. Senyawa besi dan organik menyebabkan batu kapur berwarna abu-abu
hingga kuning.

2. Tanah Liat

Komponen utama pembentuk tanah liat adalah senyawa Alumina Silikat Hidrat Klasifikasi Senyawa alumina silikat

berdasarkan kelompok mineral yang dikandungnya : Kelompok Montmorilonite Meliputi : Monmorilosite, beidelite,

saponite, dan nitronite Kelompok Kaolin Meliputi : kaolinite, dicnite, nacrite, dan halaysite Kelompok tanah liat

beralkali Meliputi : tanah liat mika (ilite).

3. Pasir Besi dan Pasir Silikat


Bahan ini merupakan Bahan koreksi pada campuran tepung baku (Raw Mix) Digunakan sebagai pelengkap

komponen kimia esensial yang diperlukan untuk pembuatan semen Pasir Silika digunakan untuk meneikkan

kandungan SiO2 Pasir Besi digunakan untuk menaikkan kandungan Fe2O3 dalam Raw Mix.

4. Gypsum ( CaSO4. 2 H2O )

Berfungsi sebagai retarder atau memperlambat proses pengerasan dari semen Hilangnya kristal air pada gipsum

menyebabkan hilangnya atau berkurangnya sifat gipsum sebagai retarder

PROSES PEMBUATAN SEMEN

Semen dapat dibuat dengan 2 cara Proses Basah Proses Kering Perbedaannya hanya terletak pada proses

penggilingan dan homogenisasi.

1. QUARRY ( PENAMBANGAN ):

Bahan tambang berupa batu kapur, batu silika,tanah liat, dan material-material lain yang mengandung kalsium,

silikon,alumunium,dan besi oksida yang diekstarksi menggunakan drilling dan blasting.

– Penambangan Batu Kapur:

Membuang lapisan atas tanah Pengeboran Membuat lubang dengan bor untuk tempat Peledakan Blasting

( peledakan ) Dengan teknik electrical detonation.

– Penambangan Batu Silika:

Penambangan silika tidak membutuhkan peledakan karena batuan silika merupakan butiran yang saling lepas dan

tidak terikat satu sama lain. Penambangan dilakukan dengan pendorongan batu silika menggunakan dozer ke tepi

tebing dan jatuh di loading area.

– Penambangan Tanah Liat:

Penambangan Tanah Liat Dilakukan dengan pengerukan pada lapisan permukaan tanah dengan excavator yang

diawali dengan pembuatan jalan dengan sistem selokan selang seling.

2. Crushing:

Pemecahan material material hasil penambangan menjadi ukuran yang lebih kecil dengan menggunakan crusher.

Batu kapur dari ukuran < 1 m → < 50 m Batu silika dari ukuran < 40 cm→ < 200 mm

3.CONVEYING:
Bahan mentah ditransportasikan dari area penambangan ke lokasi pabrik untuk diproses lebih lanjut dengan

menggunakan belt conveyor.

4. RAW MILL ( PENGGILINGAN BAHAN BAKU ):

Proses Basah Penggilingan dilakukan dalam raw mill dengan menambahkan sejumlah air kemudian dihasilkan slurry

dengan kadar air 34-38 %.Material-material ditambah air diumpankan ke dalam raw mill. Karena adanya putaran,

material akan bergerak dari satu kamar ke kamar berikutnya.Pada kamar 1 terjadi proses pemecahan dan kamar 2/3

terjadi gesekan sehingga campuran bahan mentah menjadi slurry.

Proses Kering Terjadi di Duodan Mill yang terdiri dari Drying Chamber, Compt 1, dan Compt 2. Material-material

dimasukkan bersamaan dengan dialirkannnya gas panas yang berasal dari suspension preheater dan menara

pendingin. Pada ruangan pengering terdapat filter yang berfungsi untuk mengangkut dan menaburkan material

sehingga gas panas dan material berkontaminasi secara merata sehingga efisiensi dapat tercapai. Terjadi

pemisahan material kasar dan halus dalam separator.

5. HOMOGENISASI:

Proses Basah Slurry dicampur di mixing basin,kemudian slurry dialirkan ke tabung koreksi; proses pengoreksian.

Proses Kering Terjadi di blending silo dengan sistem aliran corong.

6. Pembakaran/ Pembentukan Clinker:

Pembakaran/ Pembentukan Clinker terjadi di dalam kiln. Kiln adalah alat berbentuk tabung yang di dalamnya

terdapat semburan api. Kiln di design untuk memaksimalkan efisiensi dari perpindahan panas yang berasal dari

pembakaran bahan bakar.

PEMBENTUKAN CLINKER:

Proses yang terjadi di dalam kiln: Pengeringan Slurry Pemanasan Awal Kalsinasi Pemijaran Pendinginan

Penyimpanan Klinker

PENGERINGAN SLURRY:

PENGERINGAN SLURRY terjadi pada daerah 1/3 panjang kiln dari inlet pada temperatur 100-500◦C sehingga terjadi

pelepasan air bebasdan air terikat untuk mendapatkan padatan tanah kering.

Pemanasan Awal :
Pemanasan Awal terjadi pada daerah 1/3 setelah panjang kiln dari inlet. Selama pemanasan tidak terjadi perubahan

berat dari material tetapi hanya peningkatan suhu yaitu sekitar 600°C dengan menggunakan preheater.

KALSINASI:

KALSINASI Penguraian kalsium karbonat menjadi senyawa-senyawa penyusunnya pada suhu 600 oC.

reaksinya:

CaCO3 → CaO + CO2 MgCO3 → MgO + CO2

PEMIJARAN:

Reaksi antara oksida-oksida yang terdapat dalam material yang membentuk senyawa hidrolisis yaitu C4AF, C3A,

C2S pada suhu 1450° C membentuk Clinker.

PENDINGINAN:

terjadi pendinginan Clinker secara mendadak dengan aliran udara sehingga Clinker berukuran 1150-1250 gr/liter.

Clinker yang keluar dari Cooler bersuhu 150-250° C.

TRANSPORTASI & PENYIMPANAN CLINKER :

Klinker kasar akan jatuh kedalam penggilingan untuk dihaluskan. Kemudian dengan drag chain, klinker yang telah

dihaluskan diangkut menuju silo klinker atau langsung ke proses cement mill untuk diproses lebih lanjut menjadi

semen.

CEMENT MILL:

Merupakan proses penggilingan akhir dimana terjadi pebghalusan clinker-clinker bersama 5 % gipsum alami atau

sintetik. Secara umum, dibagi menjadi 3 proses: Penggilingan clinker Pencampuran Pendinginan.

Semen merupakan bahan bangunan yang digunakan untuk merekat, melapis, membuat beton, dll.
Bahan Baku :
 Batu Kapur
 Tanah Liat
 pasir besi
 pasir silikat
 gypsum
Proses Pembuatan Semen
 Proses Basah
 Proses Kering
yang membedakan kedua proses ini adalah pada proses penggilingan dan homogenisasi.
Proses Pembuatan Semen:
 Quarry : Bahan tambang berupa batu kapur, batu silika,tanah liat, dan material-material lain yang
mengandung kalsium, silikon, alumunium, dan besi oksida yang diekstarksi menggunakan drilling
dan blasting.
 Crushing :Pemecahan material material hasil penambangan menjadi ukuran yang lebih kecil dengan
menggunakan crusher.
 Conveying:Bahan mentah ditransportasikan dari area penambangan ke lokasi pabrik untuk diproses
lebih lanjut dengan menggunakan belt conveyor.
 Raw mill (penggilingan) :Proses Basah penggilingan dilakukan dalam raw mill dengan
menambahkan sejumlah air kemudian dihasilkan slurry dengan kadar air 34-38 %.Material-
material ditambah air diumpankan ke dalam raw mill. Karena adanya putaran, material akan
bergerak dari satu kamar ke kamar berikutnya.Pada kamar 1 terjadi proses pemecahan dan kamar
2/3 terjadi gesekan sehingga campuran bahan mentah menjadi slurry. Sedangkan, pada proses
kering, terjadi di Duodan Mill yang terdiri dari Drying Chamber, Compt 1, dan Compt 2. Material-
material dimasukkan bersamaan dengan dialirkannnya gas panas yang berasal dari suspension
preheater dan menara pendingin. Pada ruangan pengering terdapat filter yang berfungsi untuk
mengangkut dan menaburkan material sehingga gas panas dan material berkontaminasi secara
merata sehingga efisiensi dapat tercapai. Terjadi pemisahan material kasar dan halus dalam
separator.
 Homogenisasi:Proses Basah, slurry dicampur di mixing basin,kemudian slurry dilairkan ke tabung
koreksi; proses pengoreksian. Sedangkan pada proses kering terjadi di blending silo dengan sistem
aliran corong.
 Pembakaran (pembentukan clinker): Terjadi di dalam kiln. Kiln adalah alat berbentuk tabung yang
di dalamnya terdapat semburan api. Kiln di design untuk memaksimalkan efisiensi dari
perpindahan panas yang berasal dari pembakaran bahan bakar.

Komponen bahan mentah utama semen berupa karbonat (CaCO3) yang umumnya diperoleh dari
batukapur yang tersebar luas di alam. Batu kapur diekstraksi dari alam melalui operasi penambangan.
Secara umum aktivitas penambangan ada 6 tahap yang meliputi:
Perencanaan Tambang
Membuat rancangan tambang (mencapai ultimate pit limit) dalam jangka waktu tertentu secara aman dan
menguntungkan serta merencanakan tahapan penambangan. Biasanya dimaksudkan sebagai bagian
dari proses perencanaan tambang yang berkaitan dengan masalah-masalah geometrik. Di dalamnya
termasuk perancangan batas akhir penambangan, tahapan (pushback), urutan penambangan tahunan /
bulanan, penjadwalan produksi, waste dump dan menentukan ultimate pit limit.
Developing Mining Road
Setiap operasi penambangan memerlukan jalan tambang sebagai sarana infrastruktur yang vital di dalam
lokasi penambangan dan sekitar-nya. Jalan tambang berfungsi sebagai penghubung lokasi-lokasi penting,
antara lain lokasi tambang dengan area crushing plant, pengolahan bahan galian, perkantoran,
perumahan karyawan dan tempat-tempat lain di wilayah penambangan.
Stripping Over Burden
1. Pembersihan Lahan/ Land Clearing
Operasi pembersihan lahan penambangan dilakukan pada lokasi tambang yang akan dibuka. Berkaitan
dengan operasi ini dilakukanbeberapa pekerjaan antara lain berupa penebangan kayu dan pembabatan
semak belukar.
2. Pengupasan Tanah Atas (Top Soil)
Operasi pengupasan lapisan tanah atas (Top Soil) akan menggunakan bucket dari Excavator. Operator
Excavator sambil mengupas tanah subur tersebut sekaligus mendorong dan mengumpulkannya pada
lokasi tertentu di dekat daerah operasi Excavator. Dengan demikian pada lahan penambangan akan
terdapa tlokasi penimbunan tanah subur yang pada gilirannya akan dimanfaatkan untuk reklamasi lahan
bekas penambangan. Apabilalokasi timbunan top soil ini relatif jauh maka pekerjaannyapemindahan top
soil akan memerlukan Excavator sebagai alat muat,dan Dump Truck sebagai alat angkut
3. Pemindahan Tanah Penutup (Overburden)
Tanah penutup dalam arti sebenarnya adalah tanah yang melingkupi produk yang akan digali misalnya
berupa batubara atau batu kapur sebagai bahan galian ekonomis. Overburden ini sendiri merupakan
lapisan yang terbentuksetelah lapisan bahan tambang (batubara ataupun batu kapur) yang berada di
bagian atasnya. Apabila sudah dilakukan pemindahan tanah penutup, maka overburden ini ditempatkan
pada disposal.
REPORT THIS AD

Developing Drainage
Drainase adalah suatu usaha untuk mencegah, mengeringkan,dan mengeluarkan air yang masuk atau
menggenangi suatu daerah tertentu. Tujuan drainase di daerah tambang adalah :
 Mencegah terjadinya korosi pada peralatan tambang.
 Mencegah terjadinya akumulasi (genangan) air di dalam tambang.
 Menciptakan kondisi kerja yang aman dan nyaman di dalam tambang.
Blasting/Ripping
1. Blasting ( Peledakan )
Memecah atau membongkar batuan padat atau material yang bersifat kompak atau masive dari batuan
induknya menjadi material yang cocok untuk dikerjakan dalam proses produksi selanjutnya dengan
menggunakan bahan peledak. Bahan yang digunakan dalam blasting antara lain amonium nitrat,
detonator, dan dinamit. Waktu peledakan biasanya saat lunch break.
2. Ripping ( Menyobek/ Mengeruk)
Membongkar material tambang yang tidak terlalu keras agar dari area penambangan sehingga dapat di
angkut, biasanya dilakukan dengan ripper (bulldozer) atau excavator
Loading, Transportation, dan Unloading
Loading adalah merupakan salah satu kegiatan penambangan untuk memuat bahan mentah yang
terdapat di lokasi pemuatan keatas dump truck. Alat muat yang digunakan pada harus dipilih yang sesuai
dengan kondisi lokasi, dan material yang akan dimuat, serta kelas alat muat dan dump truck

PROSES PEMBUATAN SEMEN

BAB 1
PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN OPERASI

1.1 Pengenalan produksi

Proses pembuatan semen yang digunakan adalah proses kering. Pada proses kering kandungan
air tepung baku yang diumpankan dalam Kiln sekitar 1%. Adapun proses pembuatan semen terdiri dari
beberapa tahap berikut ini :

1. Penyediaan Bahan Baku

2. Tahapan Proses

Pada tahapan proses dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :


a. Penggilingan dan pengeringan bahan baku

b. Homogenisasi

c. Pembakaran tepung baku menjadi clinker

d. Pendinginan clinker

e. Penggilingan akhir

f. Pengepakan semen

1.2 Penyediaan bahan baku

Bahan baku utama yang digunakan dalam proses pembuatan semen adalah batu kapur, dan tanah
liat. Sedangkan pasir silika, dan pasir besi sebagai bahan baku korektif dan bahan pembantunya adalah
gypsum dan trass. Batu kapur dan tanah liat di tambang sendiri di Bukit Kromong yang terletak kurang
lebih 1,5 km dari lokasi pabrik. Sedangkan gypsum,pasir silica dan pasir besi dibeli dari luar.

Gambar 1.1 Batu kapur


Gambar 1.2 Pasir silika

Gambar 1.3 Tanah liat


Gambar 1.4 Pasir besi

1.3 Peralatan yang digunakan


Peralatan yang digunakan pada proses pembuatan semen adalah sebagai berikut,
1. Limestone Crusher
2. Reclaimer
3. Grinding mill
4. Homogenizing silo
5. Suspension Preheater
6. Rotary Dryer
7. Rotary kiln
8. Grates Cooler
9. Clinker silo
10. Coal mill
11. Pre-Grinding Mill
12. Cement mill
13. Cement silo

BAB II

PERENCAAN DAN PENGENDALIAN OPERASI

2.1 Diagram alir proses pembuatan semen


Gambar 2.1 Diagram alir proses pembuatan semen

2.2 Tahapan proses pembuatan semen

Tahapan dalam proses produksi semen dibagi menjadi beberapa tahapan sebagai berikut,

1. Persiapan material/bahan baku (Preparation of raw material)

2. Pembakaran (burning)

3. Penggilingan akhir (finish grinding)

4. Pengepakan (packing)

Proses pembuatan semen yang dilakukan di PT. Indocement Tunggal prakarsa dengan menggunakan
proses kering (Dry process). Dalam subbab ini akan dijelaskan secara dalam mengenai proses
pembuatan semen yang dilakukan.

2.3 Persiapan material Baku (Preparation of Raw Material)

Tahap ini meliputi proses penyediaan bahan baku dan proses pengolahan bahan baku seperti
crushing, pre-homogenizing, grinding, weighing, dan mixing (homogenizing).

2.3.1 Penyediaan bahan baku

Proses awal pembuatan semen dimulai dengan mempersiapkan bahan baku seperti Limestone,
clay,silica sand, gypsum, dan iron sand. Penyediaan bahan baku yang akan ditambang adalah tugas pada
bagian departmen mining, penambangan yang dilakukan langsung ditambang dari gunung kromong
yang terletak 1,5 km dari lokasi pabrik. Adapun bahan lain seperti pasir silika didatangkan dari rembang,
pasir besi didatangkan dari cilacap serta gypsum didatangkan dari gresik. Penambangan digunung
kromong dilakukan secara terbuka dengan aktivitas penambangan sebagai berikut :
1. Pelepasan batu kapur

a. Pengupasan (Stripping)

Pengelupasan dilakukan untuk mengelupasi lapisan tanah yang menutupi batuan kapur. Pengelupasan
dilakukan kurang lebih sedalam 30 cm dengan menggunakan buldozer.

b. Pengeboran

Pengeboran dilakukan dititik-titik tertentu pada batuan yang telah tersingkap dengan menggunakan
compressor rock drill. Pengeboran dilakukan dengan kedalaman 10 meter dan sudut kemiringan 20°C
dari bidang vertikal.

c. Peledakan (Blasting)

Peledakan dilakukan dengan memasukan dinamit (powergel) yang dihubungkan dengan detonator (alat
pemicu ledakan) pada dasar lubang batuan yang telah di bor, sebelum dilakukan proses peledakan,
permukaan ditutup terlebih dahulu menggunakan tanah. Peledakan dilakukan dengan rata-rata jenjang
8-9 meter. Bahan peledak yang digunakan adalah ANFO (Alumunium Nitrat Fuel Oil) yang merupakan
campuran antara amonium nitrat dengan solar dengan perbandingan kurang lebih 94,5%:5,5% berat
masing-masing.

2. Pengeceilan ukuran Batuan (Breaking)

Ukuran batuan hasil peledakan berupa limestone dan clay biasanya masih terlalu besar (ukurannya
lebih dari 1 m3). Batuan dipecahkan dengan menggunakan rocker breaker (Axcavator yang ujungnya
diganti denga hammer) agar mudah dalam proses pengangkutan.

3. Pemuatan (Loading) dan pengangkutan (Hauling)

Batuan yang telah hancur kemudian dimuat kedalam dumptruk menggunakan wheel loader. Dump
truk akan mengangkut batuan dari tempat penambangan ke tempat penghancuran (crusher).

4. Penghancuran (Crushing)

Crushing merupakan awal proses dari tahapan persiapan material. Limestone dan clay hasil tambang
yang masih berukuran besar dihancurkan didalam mesin pengahancur (crusher). Crusher yang
digunakan untuk menghancurkan limestone disebut limestone crusher. Dan yang digunakan untuk
menghancurkan clay disebut additive crusher. Limestone yang diangkut oleh dump truk diumpankan
menggunakan appron feeder masuk kedalam crusher untuk dihancurkan menjadi ukuran yang lebih
kecil. Debu yang keluar dari sisi discharge crusher akan ditarik oleh fan untuk ditampung dalam dust
collector yang berjenis bag filter.

Material yang telah mengalami crushing dan debu yang telah dikumpulkan bag pilter akan diangkut
menggunakan belt conveyor menuju tripper. Pada proses crushing untuk clay, selain dilengkapi dengan
dust collector juga didukung dengan unit pemanas yang berfungsi sebagai pengering clay yang memiliki
kandungan air sangat tinggi dibandingkan dengan limestone.

Gambar 2.2 Crusher untuk penghancur Limestone

Spesifikasi :

Type : Impact Crusher

(Kawasaki SAP-7/250N)

Capacity : 650 Tph

Motor : 850KW

2.3.2 Pengolahan bahan baku

Proses ini berlangsung secara berkelanjutan dengan menggunakan sejumlah peralatan utama
seperti reclaimer, weighing feeder, drayer, raw grinding mill, serta peralatan transport seperti belt
conveyor dan bucket elevator.

Berikut urutan proses pengolahan bahan baku


1. Pre-homogenizing

Limestone yang membentuk tumpukan (piles) akan diruntuhkan dengan menggunakan alat yang
dinamakan limestone reclaimer. Alat ini berfungsi sebagai alat untuk mencampur lapisan-
lapisan limestone dalam piles. Kadar CaO Pada limestone sebelum dilakukan pembakaran harus berada
pada kisaran 45-49% berat, sedangkan kondisi limestone hasil penambangan memiliki kadar Cao
Bervariasi sehingga diperlukan homogenisasi. Proses homogenisasi awal (pre-
homogenizing) limestone dilakukan dengan menggunakan limestone reclaimer.

Setelah dilakukan proses pre-homogenisasi, maka limestone dan clay masing-masing diangkut
menggunakan belt conveyor menuju limestone hopper (untuk limestone) dan additive hopper (untuk
clay). Selain itu, material lain seperti iron sand juga diangkut menuju iron sand hopper dari belt feeder
menggunakan belt conveyor, namun karena jumlah iron sand yang digunakan sedikit maka tidak
menggunakan reclaimer, melainkan menggunakan truk untuk mengangkutnya dari stock yard menuju
belt feeder.
Gambar 2.3 Limestone Reclaimer

Spesifikasi :

Limestone Reclaimer

Type : Bridge Type

Capacity : 280 Tph

2. Weighing

Semen terbuat dari campuran beberapa material dengan komposisi tertentu, yaitu terdiri dari
limestone,clay, pasir besi, pasir silika, dan gypsum. Untuk menentukan berat dari masing-masing
material maka akan terlebih dahulu ditimbang menggunakan weighing feeder. Material yang ditimbang
berasal dari masing-masing hopper. Setelah mengalami proses penimbangan maka material tersebut
ditransportasikan menggunakan belt konveyor menuju raw mill.

Gambar 2.4 Weighing feeder untuk menimbang material

3. Grinding
Material baku yang telah melewati proses weighing yang telah bercampur tersebut kemudian
melalui proses grinding dengan menggunakan raw grinding mill dengan type roller mill. Tujuan dilakukan
proses grinding adalah menghaluskan material dengan diameter rata-rata kurang dari 90 µm. Sebelum
material tersebut memasuki raw grinding mill, material tersebut melewati classifier yang berfungsi
memisahkan material halus dengan material kasar. Material-material halus setelah dipisahkan oleh
classifier kemudian dibawa oleh udara menuju electrostatic precipitator. Sedangkan material kasar
disirkulasikan kembali dengan chain konveyer dan bucket elevator menuju classifier dan raw mill kembali.
Dengan diameter butiran material yang sangat kecil tersebut maka luas permukaan per kilogram
beratnya akan menjadi besar sehingga pada proses pembakaran nantinya akan meyerap panas lebih
baik.

Gambar 2.5 Raw Grinding Mill Type Roller

Spesifikasi mesin :

Type : Kawasaki CK-310 Roller Mill

Capacity : 340 Tph

Dimension : Ø 5,7m x L 8,6m

Feed size : 50 mm, under 90%

Max grain size : 100 mm

Grinding table : Nominal Ø 3100 mm

Outside Ø 4359 mm

Speed 29,7 rpm

Roller : Nominal Ø 2410 mm Width Ø 850 mm

4. Homogenizing

Material yang telah dilakukan proses raw grinding mill tersebut kemudian dilanjutkan dengan
dengan proses homogenisasi (homogenizing) yang ditransportasikan dengan menggunakan chain
konveyer dan bucket elevator. Namun untuk mengetahui besarnya ukuran debu dari material tersebut
dilakukan sampling terlebih dahulu yang diambil dari material baku selama perjalanan menuju
homogenizing. Proses sampling dilakukan oleh Departmen Quality Control dan hasilnya dilaporkan
kepada operator CCR (Central Control Room ) jika hasilnya menyimpang dari range yang ditetapkan,
maka operator akan mensetting ulang besaran-besaran operasi misalkan dengan menaikkan putaran
motor classifier jika debu terlalu kasar sehingga debu yang keluar dari classifier akan lebih halus.

Homogenisasi pada prinsipnya adalah proses pengadukan material baku yang dilakukan
dalam homogenizing silo. Hal ini dilakukan karena komposisi material tersebut masih belum homogen.
Proses pengadukan dalam homogenizing silo tersebut menggunakan aliran udara yang dihembuskan
oleh blower.
Proses homogenizing ini merupakan proses akhir dari tahap persiapan bahan baku. Material
tersebut kemudian di transportasikan dengan alat yaitu air sliding conveyer, bucket elevator,dan
pneumatic konveyer. Dan untuk mengukur berat material baku yang akan diumpankan ke suspension
preheater digunakan weighing feeder. Namun sebelum material memasuki pneumatic konveyer,
terlebih dahulu dilakukan sampling ulang untuk mengetahui komposisi material setelah proses
homogenisasi dan sebelum memasuki proses pemanasan awal di suspension preheater. Proses
penentuan komposisi material dilakukan dengan menggunakan X-ray analyzer dibagian quality control.

Gambar 2.5 Homogenizing silo

2.4 Pembakaran (Burning)

Tahapan kedua dari proses pembuatan semen adalah proses pembakaran (burning), proses
pemanasan awal material dilakukan di suspension preheater dengan menggunakan gas hasil
pembakaran dari kiln dan cooler dengan temperatur mencapai 1100°C. Material baku terlebih dahulu
dimasukkan ke dalam suspension preheater dengan pneumatic conveyer. Didalamsuspension preheater
aliran berawal dari siklon tertinggi dan turun menjadi siklon terbawah. Gas panas dihisap oleh ID fan dari
kiln dan cooler menuju siklon tertinggi sehingga proses perpindahan panas antara material panas dan
gas panas terjadi secara counter flow. Perpindahan panas pada material terjadi secara konveksi.
Gambar 2.6 Suspension Preheater

Suspension preheater yang digunakan dilengkapi dengan calsiner dimana proses pembakaran
dilakukan didalamnya. Proses kalsinasi mulai terjadi pada siklon paling bawah dengan temperatur
material sekitar 750°C. Proses kalsinasi bertujuan mengubah material baku menjadi klinker. Klinker yang
keluar dari suspension preheater melalui outlet duct kedua (siklon paling bawah) masuk kiln melalui kiln
feed end untuk melanjutkan proses kalsinasi yang telah dilangsungkan dicalsiner dan dua siklon paling
bawah dari suspension preheater. Bahan bakar utama yang digunakan untuk proses pembakaran di kiln
adalah batu bara yang disuplai dari unit coal mill.

Gambar 2.7 Material Yang dilakukan pembakaran pada Kiln

Setelah selesai proses pembakaran di kiln maka material keluar melalui discharge end dari kiln
menuju proses pendinginan yang dilakukan di cooler. Proses pendinginan clinker di cooler menggunakan
aliran udara yang disuplai dari sejumlah blower. Aliran udara pendingin tersebut masuk melalui celah-
celah yang terdapat diantara grate cooler. Akibat proses pendinginan tersebut, klinker yang awal masuk
cooler bertemperatur sekitar 1400°C turun hingga mencapai temperatur sekitar 220°C. Batas maksimum
temperatur udara yang keluar dari cooler sekitar 250°C dapat menurunkan kemampuan Electrostatic
Precipitator sehingga untuk menjamin tidak dilampauinya batasan temperatur tersebut maka cooler
dilengkapi dengan satu unit water spray.

Gambar 2.8 Skema pendinginan di Cooler


Sebelum dibuang kelingkungan sekitar, udara dari cooler yang telah melewati electrostatic
precipitator dengan temperatur yang masih tinggi di ekstrak menuju suspension preheater yang
digunakan sebagai udara pembakaran di calsiner yang biasa disebut tertiary air. Klinker yang telah
mengalami penurunan temperatur tersebut kemudian membeku dan membentuk gumpalan karena
pendinginan yang terjadi di cooler. Namun klinker yang telah membeku ini akan menyulitkan proses
transportasi menuju clinker storage silo, maka klinker tersebut terlebih dahulu dihancurkan di clinker
breaker yang terdapat di pintu keluar cooler. Setelah dihancurkan di clinker breaker tersebut maka
dihasilkan klinker dengan diameter sekitar 50 mm. Klinker yang keluar dari proses penghancuran
di clinker breaker tersebut kemudian di transportasikan menuju dua buahclinker storage silo yang
menggunakan drag chain konveyer dimana klinker yang telah dihaluskan tersebut dipisahkan antara
klinker dengan kualitas yang baik dengan kualitas yang kurang baik di dua buah clinker storage
silo secara terpisah.

2.5 Penggilingan Akhir (Cement Mill)

Klinker yang telah diangkut menuju clinker storage silo kemudian di transportasikan
menujuclinker hopper dengan menggunakan bucket elevator, dan belt conveyer. Selain itu gypsum yang
diangkut dari gypsum yard menuju gypsum hopper dan juga additive material diangkut menujuadditive
hopper. Ketiga jenis material yang terdapat didalam hopper tersebut kemudian ditimbang dengan
menggunakan weighing feeder sesuai dengan komposisi semen yang dibutuhkan.

Klinker dan additive material tersebut kemudian dicampur dan digiling dalam pre-grinding mill.
Hasil yang telah digiling hingga halus tersebut kemudian dialirkan dengan aliran udara daribooster
fan menuju classifier,sedangkan yang masih kasar akan jatuh kembali menuju bucket elevator dan
kemudian dikembalikan menuju pre-grinding mill.

Gambar 2.9 Finish Mill/Cement Mill

Material dari classifier yang masih kasar kemudian di proses di cement mill yang dicampur dengan
gypsum. Produk cement mill yang masih kasar tersebut kemudian diangkut bucket
elevatormenuju classifier sedangkan produk yang telah halus pada classifier akan dialirkan
menggunakanbag filter. Sedangkan cement halus yang telah diproses di cement mill kemudian diangkut
denganscrew conveyer menuju dua jenis cement storage silo. Satu digunakan untuk semen
jenis Ordinary Portland Cement (OPC) sedangkan yang kedua diisi dengan semen jenis campuran.

Gambar 2.10 Cement Silo

2.6 Pengepakan (Packing)

Semen yang berada dalam cement storage silo kemudian diangkut dengan air sliding
conveyer menuju bucket elevator dan kemudian dilewatkan pada vibrating screen untuk menghancurkan
gumpalan-gumpalan semen sehingga dapat terbentuk debu seluruhnya. Dari vibrating screen kemudian
semen di transportasikan ke sejumlah feed bin dengan menggunakan air sliding conveyer dan dari
masing-masing feed bin akan mensuplai semen menuju rotary feederyang berputar dan mengisi
kantong-kantong semen yang dialirkan dengan menggunakan udara bertekanan. Rotary feeder juga
dilengkapi dengan peralatan kontrol yang dapat mengatur jumlah semen yang akan dimasukkan
kedalam kantong semen.

Kelebihan semen yang dialirkan kedalam kantong semen kemudian ditampung dalam screw
conveyer yang kemudian dialirkan ke chain konveyer dan dilanjutkan menuju bucket elevatoruntuk
diumpankan kembali ke dalam feed bin. Kantong-kantong semen yang telah diisi kemudian
ditransportasikan oleh belt conveyer menuju check weigher untuk dilakukan pengecekan berat tiap
kantong semen. Semen yang telah ditimbang beratnya tersebut kemudian dilewatkan melalui sebuah
bag cleaner yang berfungsi untuk menghisap debu yang menempel dibagian luar kantong semen. Dari
sini kantong semen tersebut ditransportasikan kembali dengan menggunakan belt conveyer menuju dua
buah bag loader yang dilengkapi dengan lifting yang berfungsi mengangkut dan mengarahkan kantong
semen menuju ke truck. Semen yang telah di packing tersebut memiliki berat sebesar 40 kg tiap kantong
untuk jenis OPC,dan 50 kg tiap kantong untuk semen PPC (Peuzolan Portland Cement) yang siap untuk
didistribusikan.

Anda mungkin juga menyukai