Tugas Terstruktur Metodologi Penelitian
Tugas Terstruktur Metodologi Penelitian
Tugas Terstruktur Metodologi Penelitian
Oleh :
Septi Melia Hany (B1A016056)
Rizki Nur Viana (B1A016066)
Sekar Tyas Pertiwi (B1A016080)
Ristra Sefty Anggriani (B1A016098)
B. Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh yang baik terhadap pertambahan berat badan
sapi Aceh jantan yang diberikan pakan eceng gondok yang difermentasi dengan
Aspergillus niger sebagai bahan pakan alternatif.
C. Rumusan Masalah
Apakah terjadi pengaruh yang baik terhadap pertambahan berat badan sapi
Aceh jantan yang diberikan pakan eceng gondok yang difermentasi dengan
Aspergillus niger sebagai bahan pakan alternatif.
D. Hipotesis
Ho : tidak ada pengaruh terhadap pertambahan berat badan sapi Aceh jantan yang
diberikan pakan eceng gondok yang difermentasi dengan Aspergillus niger
sebagai bahan alternatif.
H1 : ada pengaruh terhadap pertambahan berat badan sapi Aceh jantan yang
diberikan pakan eceng gondok yang difermentasi dengan Aspergillus niger
sebagai bahan alternatif.
II. MATERI DAN METODE PENELITIAN
A. Materi Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah empat ekor sapi
Aceh jantan dengan kisaran umur antara 2–2,5 tahun dan berat badan antara 240 kg–
260 kg, kombinasi bahan pakan antara rumput gajah, rumput lapangan dan eceng
gondok fermentasi.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan gantung dan
digital, kalkulator, dan ember.
B. Metode Penelitian
1. Prosedur Penelitian
Sapi–sapi yang dijadikan materi penelitian dipilih terlebih dahulu, pemilihan
sapi–sapi ini bertujuan untuk mendapatkan keseragaman antar sapi, baik itu jenis
kelamin, umur, maupun berat badan sapi, hasil pemilihan di dapatkan umur sapi
rata–rata berkisar 2–2,5 tahun, dengan berat badan sapi A = 260 kg, sapi B = 248 kg,
sapi C = 246 kg, dan sapi D = 239 kg. Selanjutnya, sapi tersebut diadaptasi untuk
memudahkan dalam pengumpulan data guna mengurangi kesalahan dalam analisis
data, serta menyesuaikan dengan perlakuan penelitian. Adaptasi pemberian pakan
dilakukan selama seminggu, selanjutnya sapi ditimbang untuk mendapatkan data
awal berat badan sapi, tujuan dilakukan proses adaptasi terlebih dahulu adalah untuk
mempersiapkan sapi menerima pakan perlakuan pada parameter yang akan diteliti.
Sapi yang dijadikan materi penelitian adalah bangsa sapi Aceh jantan. Pemberian
pakan sapi dilakukan pagi hari pukul 08.00–10.00 WIB dan sore hari pukul 16.00–
18.00 WIB dengan pemberian kombinasi bahan pakan antara rumput gajah, rumpu
tlapangan, dan eceng gondok fermentasi. Air minum yang diberikan adlibitum yaitu
pemberian air minum tidak dibatasi sehingga sapi dapat minum air setiap saat
diperlukan. Pemberian pakan perlakuan A (tanpa subtitusi), B (10%), C (20%) dan D
(30%).
A. Hasil
Tabel 3.3 Konversi Pakan Sapi Aceh Jantan (kg/Hari/Ekor dalam bentuk
bahan kering)
B. Pembahasan
Berdasarkan rataan pertambahan berat badan sapi Aceh jantan yang diberi
pakan berbasis rumput gajah, rumput lapangan dan eceng gondok fermentasi
menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P < 0,05) antara perlakuan A, B dan C dan
D. Tabel 3.1 diatas memperlihatkan bahwa pertambahan berat badan sapi Aceh
tertinggi, yaitu pada sapi yang diberikan pakan perlakuan A tanpa pemberian eceng
gondok fermentasi dengan pertambahan berat badan harian sebesar 0,46 ± 0,030
kg/hari. Sedangkan, pertambahan badan harian cenderung rendah pada sapi yang
diberikan pakan perlakuan D (eceng gondok fermentasi sebanyak 30%), yaitu
pertambahan berat 0,26 ± 0,057 kg/hari. Pakan perlakuan D berbeda nyata dengan
pakan perlakuan A, pakan perlakuan B dan pakan perlakuan C (Mahyuddin et al.,
2016).
Imbangan hijauan :konsentrat sangat mempengaruhi kandungan energi dalam
pakan yang merupakan kontrol fisiologis konsumsi bahan kering pakan. Kandungan
energi dalam pakan menyebabkan ternak berhenti makan, meskipun retikulo
rumennya masih mampu menampung lebih banyak pakan. Hijauan terkadang sudah
cukup menjadi makanan yang baik bagi pertumbuhan sapi (Taufiq et al., 2017).
Menurut Mahyuddin et al. (2016), pertumbuhan yang cepat terjadi pada periode lahir
hingga usia penyapihan dan pubertas, namun setelah usia pubertas hingga usia
dewasa pertumbuhannya menjadi lambat. Usia penyapihan hingga usia puberitas laju
pertumbuhan masih bertahan pesat, namun dari usia setelah pubertas hingga dewasa
laju pertumbuhan berangsur menurun dan akan terus menurun.
Analisis ragam memperlihatkan bahwa penambahan berbagai level eceng
gondok fermentasi menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P > 0.05) terhadap
konsumsi pakan sapi aceh jantan. Rata-rata konsumsi ransum cenderung lebih tinggi
pada perlakuan B = 5,14 ±0,075 kg/ekor/minggu, A = 5,13 ± 0,120 kg/ekor/minggu,
C = 5,11 ±0,056 kg/ekor/minggu, D = 5,06 ±0,049 kg/ekor/minggu. Terjadi
penurunan konsumsi ransum pada perlakuan D, disebabkan adanya perbedaan
imbangan kadar energi dalam ransum. Jumlah kandungan eceng gondok fermentasi
dalam perlakuan D mencapai 30%, menyebabkan rendahnya palatabilitas, sehingga
konsumsi pakan menjadi rendah maka terjadinya penurunan energi metabolisme.
Penggunaan eceng gondok fermentasi yang semakin tinggi dalam ransum
menyebabkan kecernaan nutrient ransum menurun dan ketersediaan energy
metabolisme menurun sehingga berakibat pada rendahnya pertambahan bobot badan
(Mahyuddin et al., 2016). Menurut Parakkasi (1999), palatabilitas pakan dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya rasa, bentuk, dan aroma dari pakan itu sendiri.
Tingkat konsumsi dapat disamakan dengan palatabilitas atau menggambarkan
palatabilitas. Keadaan fisik dan kimiawi pakan yang dicerminkan dari kenampakan,
aroma, rasa, dan tekstur menunjukkan daya tarik, sehingga dapat merangsang ternak
untuk mengkonsumsinya.
Menurut Hume (1982), konsumsi bahan kering pakan dipengaruhi oleh
kemampuan rumen untuk menampung bahan kering, selain itu semakin cepatnya
bahan pakan meninggalkan rumen, maka semakin banyak pula pakan yang masuk
atau terkonsumsi. Menurut Siregar (2003), konsentrat yang lebih mudah dicernaakan
memacu pertumbuhan mikroba dan meningkatkan proses fermentasi dalam rumen,
tetapi pemberian pakan tambahan sebelum hijauan dapat menurukan pH rumen
karena konsentrasi VFA rumen yang menurun terlalu tinggi akibat konsumsi
karbohidrat mudah terfermentasi.
Berdasarkan konversi pakans api Aceh jantan pada Tabel 3.3 diatas
menunjukkan bahwa hasil uji antara perlakuan tidak berbeda nyata(P > 0,05). Rataan
konversi pakan terjelek terdapat pada perlakuan D (22,23 ±5,205 kg) diikuti
perlakuan C (14,66 ±1,387 kg), B (13,04 ±0,382 kg) dan A (11,49 ±0,755 kg).
Subtitusi eceng gondok fermentasi yang dapat diberikan pada sapi Aceh tidak lebih
dari 20%, karena pada pemberian eceng gondok fermentasi dalam pakan
mengakibatkan tingginya angka konversi pakan yang menunjukkan terjadinya
penurunan pertambahan berat badan pada sapi Aceh.
Menurut Siregar (2003), semakin kecil nilai konversi pakan, maka semakin
efisien sapi tersebut dalam memanfaatkan pakan. Konversi pakan dipengaruhi oleh
kemampuan ternak untuk mencerna bahan pakan, kecukupan zat pakan untuk
kebutuhan pertumbuhan, hidup pokok, dan fungsi tubuh yang lain serta jenis pakan
yang dikonsumsi. Batasan konversi pakan sapi yang baik adalah 8,56–13,29.
KESIMPULAN
Mahyuddin, Asril & Mudatsir., 2016. Performans Sapi Aceh yang diberi Pakan
Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) Fermentasi dengan Probiotik
Aspergillus niger sebagai Subtitusi Rumput Gajah dan Rumput Lapangan.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah, 1(1), pp. 824-833.
Parakkasi, A., 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
Setianingtyas, R. W., Sudjatmogo, & Suprayogi, T. H., 2014. Tampilan Lemak dan
Bahan Kering Tanpa Lemak pada Susu Sapi Perah Akibat Pemberian Ransum
dengan Imbangan Hijauan dan Konsentrat yang Berbea. Animal Agriculture
Journal, 3(2), pp. 121-129.
Taufiq,M. N., Dewi, C.,&Mahmudy,W. F., 2017. Optimasi Komposisi Pakan Untuk
Penggemukkan Sapi Potong Menggunakan Algoritma Genetika. Jurnal
Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer, 1(7), pp. 571-582.