LAPRAK P5 Sulfur JF
LAPRAK P5 Sulfur JF
LAPRAK P5 Sulfur JF
Laporan Praktikum
Untuk memenuhi tugas matakuliah Analisis Sediaan Kosmetik
Yang dibina oleh Ibu Riska Yudhistya Asworo S.Si., M.Si
Disusun oleh:
Kelompok 1
Nadia Firdausi (P17120171002)
Avio Maysayu I.P (P17120171006)
Sintia Anggriani (P17120171011)
Eka Fitri Agnesya (P17120173015)
Eka Aprilia (P17120173019)
Dina Putri W (P17120173023)
Muthia Rizqy Fadhilah (P17120174027)
Elin Rahma Setya R (P17120174035)
Maria Carolina YPKA (P17120174031)
Mandi telah menjadi suatu hal yang rutin pada zaman sekarang ini. Mandi dilakukan
untuk membersikan badan setelah melakukan aktivitas. Untuk membantu membersihkan
badan, manusia menggunakan berbagai bahan dari bahan alami seperti daun-
daunan, hingga membuat kosmetik sabun. Sabun mandi adalah senyawa
natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati dabn atau minyak
hewani berbentuk padat, lunak atau cair, berbusa. Penggunaan sabun dalam
kehidupan sehari-hari sudah tidak asing lagi, terutama sesuai dengan fungsi
utamanya yaitu membersihkan.
Sabun mandi yang biasanya digunakan oleh masyarkat termasuk
kedalam kosmetika yang dikategorikan kedalam kosmetika yang dikategorikan
sebagai sediaan mandi. Selain sabun mandi termasuk kedalam sediaan mandi
adalah sabun mandi dan sabun aseptik. Sabun aseptik adalah sabun mandi yang
di dalamnya mengandung bahan obat seperti iodoform, tymol, phenol,
betanapthol, dan sulfur. Sulfur merupakan bahan yang berasal dari alam.
Dikenal sejak dulu untuk mengatasi berbagai penyakit kulit, seperti budukan,
eksim, dan lain-lain.
Sulfur merupakan salah satu pilihan bagi banyak orang untuk mengobati
berbagai macam penyakit kulit. Sulfur juga mempunyai fungsi anti jamur,
antiseptik, anti parasit. Banyak produsen kosmetika baik lokal maupun asing
mengeluarkan berbagai jenis sabun mandi untuke menarik minat konsumen.
Bermacam–macam produk sabun mandi yang mutunya tidak sesuai dengan
persyaratan akan menjadi ancaman yang serius bagi masyarakat dan sabun
menjadi tidak memiliki fungsi membersihkan namun sebaliknya menjadi
berbahaya apabila kandungan bahan aktif di dalam sabun tidak sesuai standar.
Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui kandungan bahan aktif yang
terkandung di dalam sabun salah satunya kandungan sulfur.
1.2 Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui jumlah kandungan sulfur dalam sediaan sabun mandi
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sabun
Sabun adalah dari senyawa garam asam-asam lemak tinggi, seperti
natrium stearat C17H35COO-Na+. Aksi pencucian dari sabun banyak dihasilkam
dari kekuatan pengemulsian dan kemampuan menurunkan tegangan
permukaaan dari air. Konsep ini dapat dipahami dengan mengingat kedua sifat
dari anion sabun. Suatu gambaran dari stearat terdiri dari ion karboksil sebagai
“kepala” dengan hidrokarbon yang panjang sebagai “ekor” (Rukaesih, 2004).
Sabun merupakan produk pembersih untuk kulit manusia. Seperti
detergen, sabun mempunyai gugus hidrofobik yang berinteraksi dengan
minyak dan ujung anionik yang larut air. Mekanisme sabun mengangkat
minyak/ lemak dari benda adalah molekul sabun larut dalam air dan ujung
hidrofobik mengepung molekul minyak sedangkan ujung anion terlarut dalam
air membentuk misel sehingga minyak terlepas dari benda.
Garam natrium atau kalium yang dihasilkan oleh asam lemak dapat larut
dalam air dikenal sebagai sabun. Sabun kalium disebut sabun lunak dan
digunakan sebagai sabun untuk bayi. Asam lemak yang digunakan untuk sabun
umumnya adalah asam palmitat atau stearat. Dalam industri, sabun tidak dibuat
dari asam lemak tetapi langsung dari minyak yang berasal dari tumbuhan.
Minyak adalah ester asam lemak tidak jenuh dengan gliserol. Melalui proses
hidrogenasi dengan bantuan katalis Pt atau Ni, asam lemak tidak jenuh diubah
menjadi asam lemak jenuh, dan melalui proses penyabunan dengan basa KOH
dan NaOH akan terbentuk sabun dan gliserol (Poejiadi, 2007).
Terbuat dari lemak netral yang padat dan dikeraskan melalui proses
hidrogenasi. Jenis alkali yang digunakan adalah natrium hidroksida
dan sukar larut dalam air. Kebanyakan orang mulai meninggalkan
sabun batang karena alasan kurang higienis dan berisiko menjadi
tempat perpindahan bakteri, namun sabun batang dipercaya irit dan
memiliki wangi yang lebih tahan lama. Terbukti, sebesar 43% dari
100 orang yang disurvei masih menggunakan sabun batang hingga
kini. Jenis sabun batangan lainnya adalah sabun mandi kecantikan.
Sabun mandi kecantikan adalah suatu produk sabun untuk perawatan
kecantikan kulit wajah dan tubuh dengan formulasi yang sesuai
untuk kulit. Memberikan zat-zat gizi dan nutrisi yang sangat
diperlukan kulit dan membantu memelihara kulit dengan
mempertahankan kelembaban kulit serta membantu pertumbuhan
sel-sel baru jika terjadi kerusakan sel kulit. Pada sabun kecantikan
busa harus lembut dan sifat basanya lebih rendah. (Luis Spitz, 1996).
2. Sabun cair
Sabun jenis ini dibuat dari minyak kelapa jernih dan penggunaan
alkali yang berbeda yaitu kalium hidroksida. Bentuknya cair dan
tidak mengental pada suhu kamar. Sabun cair lebih digemari karena
praktis dan mudah penyimpanannya, terutama bagi orang yang suka
bepergian.
3. Shower gel
1. Saponifikasi (Penyabunan)
Pada proses saponifikasi trigliserida dengan suatu alkali, kedua
reaktan tidak mudah bercampur. Reaksi saponifikasi dapat
mengkatalisis dengan sendirinya pada kondisi tertentu dimana
pembentukan produk sabun mempengaruhi proses emulsi kedua
reaktan tadi, menyebabkan suatu percepatan pada kecepatan reaksi.
Proses reaksi saponifikasi adalah proses mereaksikan minyak dan
NaOH pada reaktor pada suhu ± 1250C dengan bantuan pemanas
steam.
2. Netralisasi
Jumlah alkali (NaOH) yang dibutuhkan untuk menetralisasi suatu
paduan asam lemak dapat dihitung sebagai berikut :
NaOH = {berat asam lemak x 40) / MW asam lemak Berat molekul
rata rata suatu paduan asam lemak dapat dihitung dengan persamaan
:
MW asam lemak = 56,1 x 1000/ AV
Dimana AV (angka asam asam lemak paduan) = mg KOH yang
dibutuhkan untuk menetralisasi 1 gram asam lemak
3. Pengeringan Sabun
Sabun banyak diperoleh setelah penyelesaian saponifikasi (sabun
murni) yang umumnya dikeringkan dengan vacum spray dryer.
Kandungan air pada sabun dikurangi dari 30-35% pada sabun murni
menjadi 8-18% pada sabun butiran atau lempengan. Jenis jenis
vacum spray dryer, dari sistem tunggal hingga multi sistem,
semuanya dapat digunakan pada berbagai proses pembuatan sabun.
4. Penyempurnaan Sabun
Dalam pembuatan produk sabun batangan, sabun butiran
dicampurkan dengan zat pewarna, parfum, dan zat aditif lainnya ke
dalam mixer (analgamator). Proses pembungkusan, pengemasan,
dan penyusunan sabun batangan merupakan tahap akhir. (Pratiwi,
2013)
2.2.2 Alkali
Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi
adalah NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. NaOH, atau
yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan
alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras.
KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya
yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat)
merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak,
tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak).
Ethanolamines merupakan golongan senyawa amin alkohol.
Senyawa tersebut dapat digunakan untuk membuat sabun dari asam
lemak. Sabun yang dihasilkan sangat mudah larut dalam air, mudah
berbusa, dan mampu menurunkan kesadahan air.
Sabun yang terbuat dari ethanolamines dan minyak kelapa
menunjukkan sifat mudah berbusa tetapi sabun tersebut lebih umum
digunakan sebagai sabun industri dan deterjen, bukan sebagai sabun
rumah tangga. Pencampuran alkali yang berbeda sering dilakukan oleh
industri sabun dengan tujuan untuk mendapatkan sabun dengan
keunggulan tertentu.
2.3 Bahan-Bahan Pendukung Pembuatan Sabun
Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses
penyempurnaan sabun hasil saponifikasi (pengendapan sabun dan
pengambilan gliserin) sampai sabun menjadi produk yang siap dipasarkan.
Bahan-bahan tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan aditif.
2.3.1 Garam (NaCl)
NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun.
Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl
yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun.
NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau
padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan
gliserin. Gliserin tidak mengalami pengendapan dalam brine karena
kelarutannya yang tinggi, sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus
bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar diperoleh sabun yang
berkualitas.
2.3.2 Bahan Aditif
Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam
sabun yang bertujuan untuk mempertinggi kualitas produk sabun
sehingga menarik konsumen. Bahan-bahan aditif tersebut antara lain :
builders, fillers inert, anti oksidan, pewarna, dan parfum.
a. Builders (Bahan Penguat)
Builders digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara
mengikat mineral- mineral yang terlarut pada air, sehingga bahan -
bahan lain yang berfungsi untuk mengikat lemak dan membasahi
permukaan dapat berkonsentrasi pada fungsi utamanya. Builder juga
membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses
pembersihan dapat berlangsung lebih baik serta membantu
mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah lepas. Yang
sering digunakan sebagai builder adalah senyawa - senyawa
kompleks fosfat, natrium sitrat, natrium karbonat, natrium silikat
atau zeolit.
b. Fillers (Bahan Pengisi)
Bahan ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan
baku. Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau
memperbesar volume. Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan
baku sabun semata mata ditinjau dari aspek ekonomis. Pada
umumnya, sebagai bahan pengisi sabun digunakan sodium sulfat.
Bahan lain yang sering digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu tetra
sodium pyrophosphate dan sodium sitrat. Bahan pengisi ini
berwarna putih, berbentuk bubuk, dan mudah larut dalam air.
c. Coloring Agent ( Zat Pewarna)
Bahan ini berfungsi untuk memberikan warna kepada sabun. Ini
ditujukan agar memberikan efek yang menarik bagi konsumen untuk
mencoba sabun ataupun membeli sabun dengan warna yang
menarik. Biasanya warna warna sabun itu terdiri dari warna merah,
putih, hijau maupun orange.
d. Fragrance (Bahan Pewangi)
Parfum termasuk bahan pendukung. Keberadaaan parfum
memegang peranan besar dalam hal keterkaitan konsumen akan
produk sabun. Artinya, walaupun secara kualitas sabun yang
ditawarkan bagus, tetapi bila salah memberi parfum akan berakibat
fatal dalam penjualannya. Parfum untuk sabun berbentuk cairan
berwarna kekuning kuningan dengan berat jenis 0,9. Dalam
perhitungan, berat parfum dalam gram (g) dapat dikonversikan ke
mililiter. Sebagai patokan 1 g parfum = 1,1ml. Pada dasarnya, jenis
parfum untuk sabun dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu parfum
umum dan parfum ekslusif.
Parfum umum mempunyai aroma yang sudah dikenal umum
di masyarakat seperti aroma mawar dan aroma kenanga. Pada
umumnya, produsen sabun menggunakan jenis parfum yang
ekslusif. Artinya, aroma dari parfum tersebut sangat khas dan tidak
ada produsen lain yang menggunakannya. Kekhasan parfum ekslusif
ini diimbangi dengan harganya yang lebih mahal dari jenis parfum
umum. Beberapa nama parfum yang digunakan dalam pembuatan
sabun diantaranya bouquct deep water, alpine, dan spring flower.
(Fitri, 2013)
e. Antioksidan
EDTA (ethylene diamine tetra acetate) ditambahkan dalam sabun
untuk membentuk kompleks (pengkelat) ion besi yang mengkatalis
proses degradasi oksidatif. Degradasi oksidatif akan memutuskan
ikatan rangkap pada asam lemak membentuk rantai lebih pendek,
aldehid dan keton yang berbau tidak enak. EDTA adalah reagen
yang bagus, selain membentuk kelat dengan semua kation, kelat ini
juga cukup stabil untuk metode titriametil. (Supena, 2007)
Bahan antioksidan pada sabun juga dapat menstabilkan sabun
terutama pada bau tengik atau rancid. Natrium silikat, natrium
hiposulfid, dan natrium tiosulfat diketahui dapat digunakan sebagai
antioksidan. Stanous klorida juga merupakan antioksidan yang
sangat kuat dan juga dapat memutihkan sabun atau sebagai
bleaching agent. (Farid Kurnia, 2009)
Minyak atau lemak bersifat tidak larut dalam semua pelarut berair, tetapi
larut dalam pelarut organik seperti misalnya : petroleum eter, dietil eter,
alkohol panas, khloroform dan benzena. Dimana asam lemak rantai pendek
sampai panjang rantai atom karbon sebanyak delapan bersifat larut dalam air.
Makin panjang rantai sehingga akan terbentuk gugus karboksil yang tidak
bermuatan. Kemudian dilakukan ekstraksi menggunakan pelarut non-polar
seperti petroleum. Asam lemak jenuh sangat stabil terhadap oksidasi, akan
tetapi asam lemak tidak jenuh sangat mudah terserang oksidasi. Dimana lemak
tidak dapat meleleh pada satu titik suhu, akan tetapi lemak akan menjadi lunak
pada suatu interval suhu tertentu. Hal ini disebabkan karena pada umumnya
lemak merupakan campuran gliserida dan masing-masing gliserida mempunyai
titik cair sendiri-sendiri (Tranggono & Setiaji, 1989).
Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak
jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap
tersebut disebabkan pembentukkan senyawa-senyawa hasil pemecahan
hidroperoksida. Menurut teori yang sampai kini masih dianut orang sebuah
atom hidrogen yang terikat pada suatu atom karbon yang letaknya disebelah
atom karbon lain yang mempunyai ikatan rangkap dapat disingkirkan oleh
suatu kuantum energi sehingga membentuk radikal bebas. Kemudian radikal
ini dengan oksigen membentuk peroksida aktif yang dapat membentuk
hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadi
senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek oleh radiasi energi tinggi,
energi panas, katalis logam, atau enzim. Senyawa dengan rantai C lebih pendek
ini adalah asam-asam lemak, aldehid- aldehid, dan keton yang bersifat volatil
dan menimbulkan bau tengik pada lemak (Winarno, 1997)
Menurut Buckle et al. (1997) ada dua tipe kerusakan yang utama pada
minyak dan lemak, yaitu :
a. Ketengikan terjadi bila komponen cita-rasa dan bau yang mudah menguap
terbentuk sebagai akibat kerusakan oksidatif dari lemak dan minyak tak
jenuh. Komponen-komponen ini menyebabkan bau dan cita-rasa yang tak
diinginkan dalam lemak dan minyak produk-produk yang mengandung
lemak dan minyak itu.
b. Hidrolisa minyak dan lemak menghasilkan asam-asam lemak bebas yang
dapat mempengaruhi cita-rasa dan bau daripada bahan itu. Hidrolisa dapat
disebabkan oleh adanya air dalam lemak atau minyak atau karena kegiatan
enzim.
Menurut Soedarmo et al (1988), kerusakan karena proses hidrolisa
terutama banyak terjadi pada minyak atau lemak yang mengandung asam
lemak jenuh dalam jumlah cukup banyak seperti pada minyak kelapa yang
mengandung asam laurat, sedangkan bau yang tengik ditimbulkan oleh asam
lemak bebas yang terbentuk selama proses hidrolisa. Proses hidrolisa pada
minyak atau lemak umumnya disebabkan oleh aktifitas enzim dan mikroba.
Proses hidrolisa dapat dipercepat dengan kondisi kelembaban yang tinggi,
kadar air tinggi serta temperatur tinggi. Proses hidrolisa pada minyak dan
lemak akan menghasilkan ketengikan hidrolitik, dimana terjadi pembebasan
asam-asam lemak yang mempengaruhi rasa dari minyak tersebut. Enzim yang
dapat menimbulkan ketengikan hidrolitik adalah enzim lipase. Ketengikan
pada minyak dan lemak nabati terjadi karena berkurangnya kandungan vitamin
E (tocopherol) yang dapat berfungsi sebagai anti oksidan.
Lemak netral murni tidak berbau, tidak ada rasa, dan umumnya tidak
berwarna. Warna dari lemak dan minyak alami adalah karena adanya pigmen-
pigmen yang bercampur atau larut dalam lemak. Bila lemak dibiarkan dalam
waktu yang lama kontak langsung dengan udara dan lembab, khususnya ada
cahaya dan panas, akan terjadi perubahan menjadi tengik. Perubahan ini terjadi
karena proses oksidasi dan proses ini akan dipercepat dengan adanya logam-
logam yang bersifat katalisator seperti Zn, Cu. (Soedarno & Girindra, 1988)
Pada titrasi iodometri, analit yang dipakai adalah oksidator yang dapat
bereaksi dengan I- (iodide) untuk menghasilkan I2. I2 yang terbentuk secara
kuantitatif dapat dititrasi dengan larutan tiosulfat. Dari pengertian diatas maka
titrasi iodometri adalah dapat dikategorikan sebagai titrasi kembali.
Iodida adalah reduktor lemah dan dengan mudah akan teroksidasi jika
direaksikan dengan oksidator kuat. Iodida tidak dipakai sebagai titrant hal ini
disebabkan karena faktor kecepatan reaksi dan kurangnya jenis indikator yang
dapat dipakai untuk iodide. Oleh sebab itu titrasi kembali merupakan proses
titrasi yang sangat baik untuk titrasi yang melibatkan iodida.
Senyawaan iodida umumnya KI ditambahkan secara berlebih pada larutan
oksidator sehingga terbentuk I2. I2 yang terbentuk adalah equivalent dengan
jumlah oksidator yang akan ditentukan. Jumlah I2 ditentukan dengan menitrasi
I2 dengan larutan standar tiosulfat (umumnya yang dipakai adalah Na2S2O3)
dengan indikator amilum jadi perubahan warnanya dari biru tua kompleks
amilum I2 sampai warna ini tepat hilang.
Setiap mmol IO3- akan menghasilkan 3 mmol I2 dan 3 mmol I2 ini akan
tepat bereaksi dengan 6 mmol S2O32- (1 mmol I2 tepat bereaksi dengan 2 mmol
S2O32- sehingga mmol IO3- ditentukan atau setara dngan 1/6 mmol S2O32- Kita
menitrasi langsung antara tiosulfat dengan analit, alasannya adalah karena
analit yang bersifat sebagai oksidator dapat mengoksidasi tiosulfat menjadi
senyawaan yang bilangan oksidasinya lebih tinggi dari tetrationat dan
umumnya reaksi ini tidak stoikiometri. Alasan kedua adalah tiosulfat dapat
membentuk ion kompleks dengan beberapa ion logam seperti Besi(II).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan titrasi Iodometri
adalah sebagai berikut: Penambahan amilum sebaiknya dilakukan saat
menjelang akhir titrasi, dimana hal ini ditandai dengan warna larutan menjadi
kuning muda (dari oranye sampai coklat akibat terdapatnya I2 dalam jumlah
banyak), alasannya kompleks amilum- I2 terdisosiasi sangat lambat akibatnya
maka banyak I2 yang akan terabsorbsi oleh amilum jika amilum ditambahkan
pada awal titrasi, alasan kedua adalah biasanya iodometri dilakukan pada
media asam kuat sehingga akan menghindari terjadinya hidrolisis amilum.
Titrasi harus dilakukan dengan cepat untuk meminimalisasi terjadinya oksidasi
iodida oleh udara bebas. Pengocokan pada saat melakukan titrasi iodometri
sangat diwajibkan untuk menghindari penumpukan tiosulfat pada area tertentu,
penumpukkan konsentrasi tiosulfat dapat menyebabkan terjadinya
dekomposisi tiosulfat untuk menghasilkan belerang. Terbentuknya reaksi ini
dapat diamati dengan adanya belerang dan larutan menjadi bersifat koloid
(tampak keruh oleh kehadiran S).
S2O32-+ 2H+ → H2SO3 + S
Tetapi reaksi lambat dan tak terjadi bila tiosulfat dititrasikan ke dalam
larutan iod yang asam, jika larutan diaduk dengan baik. Reaksi antara iod dan
tiosulfat jauh lebih cepat daripada reaksi penguraian.
Dalam larutan netral atau sedikit sekali basa, oksidasi menjadi sulfat
itu tidak terjadi, jika digunakan iod sebagai titran. Banyak zat pengoksid
kuat, seperti pereaksi dichromat, permanganat dan garam serium (IV),
mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat, namun reaksinya tidak kuantitatif.
(A.L. Underwood, 1986)
METODOLOGI
3.2.2 Bahan
1. Sabun mandi 6. Formalin
2. Natrium sulfit 4% b/v 7. Asam asetat glasial
3. Aquades 8. Iodin
4. Kloroform 9. Kalium Iodida
5. Etanol 10. Kanji
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Penetapan Kadar Sulfur dalam Sabun Mandi
1. Memarut sampel sabun dan menimbangnya sebanyak 100 mg
2. Dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 mL dan ditambahkan 60
mL larutan natrium sulfit 4% b/v kemudian dipindahkan kedalam
labu alas bulat
3. Menghubungkan labu alas bulat dengan pendingin refluks dan
dididihkan hingga sampel larut seluruhnya
4. Didinginkan dengan suhu ruang
5. Ditambahkan 2,5 mL kloroform dan 25 mL etanol
6. Diaduk selama 12 menit
7. Ditmbahkan 5 mL formalin, 125 mL aquades, dan 1 mL asam
asetat glasial sambil terus diaduk
8. Ditambahkan larutan kanji sebagai indikator kurang lebih 5 mL
9. Dititrasi dengan larutan iodin 0,1 N hingga titik akhir titrasi yaitu
larutan berwarna biru atau ungu
Memindahkan larutan
1 Pipet Tetes dalam skala kecil
Tempat untuk
menyimpan dan
membuat larutan. Beaker
glass memiliki takaran
2 Gelas Beker
namun jarang bahkan
tidak diperbolehkan
untuk mengukur volume
suatu zat cair.
Untuk mengaduk larutan
3 Batang Pengaduk sampel
Wadah untuk
4 Gelas Arloji menimbang sampel
berfungsi untuk
memindahkan cairan
Untuk memanaskan
12. Hot Plate suatu larutan
Untuk mempertahankan
Untuk menampung
NO PERLAKUAN HASIL
5.1 Kesimpulan
Pada praktikum ini, praktikan dapat mengetahui jumlah kandungan
sulfur pada sediaan sabun mandi. Hasil dari ptaktikum dari ke empat
percobaan didapatkan volume rata rata titran sebesar 2,43 ml dengan kadar
sulfur dalam sampel sebesar 7,79% . Maka dapat diketahui kadar sulfur
berada dibawah batas maksimum yang ditetapkan SNI 06 3532 1994
sehinnga sampel memenuhi syarat dalam SNI.
5.2 Saran
Sebaiknya setiap proses dapat dilakukan sendiri, agar praktikan
dapat melakukan praktikum sendiri dari awal hingga akhir dan memahami
setiap prosedur.
DAFTAR PUSTAKA
Diketahui:
Volume titrasi: T1= 2,6; T2= 2,1; T3= 2,5; T4= 2,5 (V rata-rata=2,425 mL)
N I2 : 0,1 N
Jawab:
𝑁 1
% sulfur = 𝑉 × 0,1 × 0,003206 × 𝐵𝑢 × 100%
0,1 𝑁 1
= 2,425 𝑚𝐿 × × 0,003206 × 0,025 𝑔 × 100%
0,1
= 31,0982 %