Kinetika Kimia

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 LAJU REAKSI

Laju reaksi adalah laju penurunan reaktan (pereaksi) atau laju bertambahnya
produk (hasil reaksi). Laju reaksi ini juga menggambarkan cepat lambatnya suatu reaksi
kimia, sedangkan reaksi kimia merupakan proses mengubah suatu zat (pereaksi) menjadi
zat baru yang disebut sebagai produk.

Dapat dirumuskan secara matematis untuk memudahkan pembelajaran. Pada reaksi


kimia: A → B, maka laju berubahnya zat A menjadi zat B ditentukan dari jumlah zat A
yang bereaksi atau jumlah zat B yang terbentuk per satuan waktu. Pada saat pereaksi (A)
berkurang, hasil reaksi (B) akan bertambah. Perhatikan diagram perubahan konsentrasi
pereaksi dan hasil reaksi pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram perubahan konsentrasi pereaksi dan hasil reaksi.


Berdasarkan gambar tersebut, maka rumusan laju reaksi dapat kita definisikan sebagai:

laju reaksi = – ∆ [A] / ∆ t

atau

laju reaksi = + ∆ [B] / ∆ t

Tanda – (negatif) menunjukkan pengurangan konsentrasi reaktan

Tanda + (positif) menunjukkan peningkatan konsentrasi produk

Dalam perbandingan tersebut, tanda + atau – tidak perlu dituliskan karena hanya
menunjukkan sifat perubahan konsentrasi.
Contoh:
Perhatikan penguraian nitrogen dioksida NO2, menjadi nitrogen oksida NO, dan oksigen
O2 :

2NO2 → 2NO + O2

a. Tulislah pernyataan untuk laju rata-rata berkurangnya konsentrasi NO2 dan laju
rata-rata bertambahnya konsentrasi NO dan O2
b. Jika laju rata-rata berkurangnya konsentrasi NO2 ditetapkan dan dijumpai sebesar
4×10-13mol L-1s-1, berapakah laju rata-rata padanannya (dari) bertambahnya
konsentrasi NO dan O2

Jawaban :

a. Laju rata-rata berkurangnya konsentrasi NO2 dinyatakan sebagai :

Laju rata-rata bertambahnya konsentrasi NO dan O2 dinyatakan sebagai:

b. Untuk tiap dua molekul NO2 yang bereaksi terbentuk dua molekul NO. Jadi
berkurangnya konsentrasi NO2 dan bertambahnya konsentrasi NO berlangsung
dengan laju yang sama

2.2 HUKUM LAJU REAKSI

Hukum laju reaksi (The Rate Law) menunjukkan korelasi antara laju reaksi (v)
terhadap konstanta laju reaksi (k) dan konsentrasi reaktan yang dipangkatkan dengan
bilangan tertentu (orde reaksi). Hukum laju reaksi dapat dinyatakan dalam persamaan
berikut :

Secara umum reaksi kimia dapat ditulis sebagai:

aA + bB ——-> cC + dD

persamaan laju reaksi untuk reaksi kimia secara umum adalah:

v = k [A]x [B]y

dengan:

v = laju reaksi kimia


k = konstanta laju reaksi

A = konsentrasi zat A

B = konsentrasi zat B

x = orde reaksi zat A

y = orde reaksi zat B

x+y = orde total / tingkat laju reaksi

x dan y adalah bilangan perpangkatan (orde reaksi) yang hanya dapat ditentukan melalui
eksperimen. Nilai x maupun y tidak sama dengan koefisien reaksi a dan b.

Bilangan perpangkatan x dan y memperlihatkan pengaruh konsentrasi reaktan A dan B


terhadap laju reaksi. Orde total (orde keseluruhan) atau tingkat reaksi adalah jumlah orde
reaksi reaktan secara keseluruhan. Dalam hal ini, orde total adalah x + y.

Contoh:
1. Reaksi 2A + B → C mempunyai tetapan lajun reaksi k dengan orde reaksi A = 2 dan
orde reaksi B = 1. Persamaan laju reaksi pembentukan C adalah...
Jawab:
Pada soal diketahui x = 2, y = 1. Maka laju reaksi untuk 2A + B → C adalah:

v = kA2.B

2. Suatu reaksi kimia aA + bB → C. Ketika konsentrasi kedua reaktan A dan B


dinaikkan dua kali lipat, laju reaksi meningkat menjadi empat kali lipat. Ketika
hanya konsentrasi A yang dinaikkan dua kali lipat dan konsentrasi B dibiarkan tetap,
laju reaksi menjadi dua kali lipat. Berdasarkan data tersebut, maka persamaan laju
reaksinya adalah...
Jawab:
persamaan laju reaksi umum adalah:

v = k [A]x [B]y

ketika konsentrasi B tetap:

 v = k2Ax .By

 v =2 kAx .By

2x = 2

x = 1.
Ketika konsentrasi A dan B dinaikkan:

 v = k2Ax .2By

 v = 4 kAx .By

2𝑥 .2𝑦 = 4

2𝑦 = 4

y = 1.

Jadi, persamaan laju reaksinya adalah

v = k [A] [B]

2.3 HUBUNGAN ANTARA KONSENTRASI REAKTAN DAN WAKTU

Hukum laju memungkinkan kita unruk menghitung laju reaksi dari konstanta laju dan
konsentrasi reaktan. Hukum laju dapat juga dikonversi menjadi persamaan yang
memungkinkan kita untuk menentukan konsentrasi reaktan disetiap waktu selama reaksi
berlangsung. Hukum laju yang digunakan ialah reaksi dengan orde pertama secara
keseluruhan.

1. Reaksi Orde pertama

Reaksi dengan orde satu adalah reaksi dimana laju bergantung pada
konsentrasi reaktan yang dipangkatkan dengan bilangan satu. Secara umum, reaksi
dengan orde satu dapat diwakili oleh persamaan reaksi berikut :

A ——-> Produk

Laju reaksi dapat dinyatakan dalam persamaan : v = – ∆ [A]/∆ t

Dari hukum laju, kita juga mengetahui bahwa: v = k [A]

Dengan menggabungkan kedua persamaan laju reaksi : – ∆[A]/∆ t = k [A] (1)

Kita dapat menetukan satuan dari konstanta laju k orde pertama dengan transposisi:

∆ [A] 1
k=– [A] ∆ t

karena satuan untuk ∆ [A dan [A] adalah M dan satuan untuk ∆t adalah detik, maka
𝑀 1
satuan untuk k adalah 𝑀 𝑑𝑒𝑡 = 𝑑𝑒𝑡 = 𝑑𝑒𝑡 −1
(tanda minus tidak masuk dalam perhitungan satuan). Dengan penyelesaian
kalkulus, kita dapat menunjukkan dari persamaan (1) bahwa:

ln { [A]t / [A]0 }= – kt (2)

keterangan:

ln = logaritma natural (logaritma dengan bilangan pokok e)

[A]0 = konsentrasi saat t = 0 (konsentrasi awal sebelum reaksi)

[A]t = konsentrasi saat t = t (konsentrasi setelah reaksi berlangsung selama t detik)

Dari persamaan (2) dapat diubah menjadi:

ln { [A]t - [A]0 }= – kt atau

ln [A]t = – kt + ln [A]0

contoh:

perubahan siklopropana menjadi propena dalam fasa gas adalah reaksi orde pertama
dengan konstanta laju 6,7 x 10−4 pada suhu 500C.

a. Jika konsentrasi awal siklopropana adalah 0,25M, berapa konsentrasinya setelah


8,8 menit?
b. Berapa lama diperlukan agar konsentrasi siklopropana turun dari 0,25M menjadi
0,15M?
c. Berapa lama diperlukan untuk mengubah 74 persen dari bahan awalnya?

Jawab:

a. Diketahui konsentrasi awal senyawa dan ditanyakan konsentrasinya setelah


beberapa saat, sehingga diperlukan persamaan (2), karena k diketahuidalam
satuan 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 −1, kita harus mengkonversi 8,8 menit menjadi detik.

[A]t
ln – = - kt
[A]0

[A]t 60 𝑑𝑒𝑡
ln – = (6,7 x 10−4 𝑠 −1)(8,8 min x )
0,25 M 1 𝑚𝑖𝑛

dengan menyelesaikan persamaan ini, kita mendapatkan ,

[A]t
ln – = 0,354
0,25 M

[A]t
– = 𝑒 −0,354
0,25 M

[A]t = 0,18 M
b. Kita gunakan persamaan (2) maka didapatkan:

0,15 M
ln – = (6,7 x 10−4 detik −1)t
0,25 M

t = 6,7 x 102 detik

t = 13 menit

c. Dalam perhitungan seperti ini, kita perlu mengetahui konsentrasi bahan awal
yang sebenarnya. Jika 74 persen bahan awal telah bereaksi, maka jumlah yang
tersisa setelah waktu t ialah (100% - 74%), atau 26%. Jadi, [A]t / [A]0 =
26%/100%, atau 0,26. Persamaan (2) dapat disusun ulang menjadi:

1 [A]t
t= ln –
𝑘 [A]0

1 1,0
= 6,7 x 10−4 detik−1 ln –
0,26

= 2,0 x 103 detik

= 33 menit

2. Waktu-paruh (half-life)

Waktu-paruh (half-life) suatu reaksi, t12, ialah waktu yang diperlukan agar
konsentrasi reaktan turun menjadi setengah dari konsentrasi awalnya. Dengan
menata persamaan (2) maka diperoleh

1 [A]t
t= ln –
𝑘 [A]0

berdasarkan definisi paruh-waktu, bila t = t12. [A] = [A]0/2, maka

1 [A]t
t12 = ln [A]0/2

𝑘

1 0,693
t12 = ln 2 – (4)
𝑘 k

contoh:

penguraian etana (C2 H6 ) menjadi radikal metiltermasuk reaksi ordo pertama dengan
konstanta laju 5,36 x 10−4 detik −1 pada 700C.

Hitunglah waktu-paruh reaksi ini dalam menit.

Jawab:

Untuk reaksi orde pertama, kita hanya memerlukan konstanta laju unruk
menghitung waktu-paruh reaksi. Dari persamaan (4).
0,693
t12 = –
k

0,693
= 5,36 x 10−4 detik−1 –

= 1,29 x 103 detik

= 21,5 menit

3. Reaksi orde-kedua

Reaksi orde-kedua adalah reaksi yang lajunya bergantung pada konsentrasi


salah satu reaktan dipangkatkan dua atau pada konsentrasi dua reaktan berbeda yang
masing-masingnya dipangkatkan satu. Jenis yang paling sederhana melibatkan
hanya satu molekul reaktan:

A ——-> Produk

Laju reaksi dapat dinyatakan dalam persamaan : v = – ∆ [A]/∆ t

Laju reaksi juga dapat dinyatakan dalam persamaan : v = k [A]2

Satuan k dapat diperoleh dari persamaan : k = v / [A]2 = M.s-1/M2 = s-1/M


atau 1/M.s

Dengan menggabungkan kedua persamaan laju reaksi : – ∆[A]/∆ t = k [A]2

Penyelesaian dengan kalkulus, akan diperoleh persamaan berikut :

1 / [A]t = 1 / [A]0 + kt (5)

Kita dapat memperoleh persamaan untuk waktu-paruh dari reaksi orde kedua
dengan menetapkan [A]t = [A]0/2 dalam persamaan (5)

1 / [A]0/2 = 1 / [A]0 + kt

Dengan menentukan t12 kita dapatkan

1
t12 = (6)
𝑘[A]0

perhatikan bahwa waktu paruh reaksi orde kedua berbanding terbalik dengan
konsentrasi reaktan awal. Hasil ini dapat diterima karena waktu-paruh akan lenih
singkat ditahap awal reaksi ketika terdapat lebih banyak molekul reaktan yang
Saling bertumbukan. Mengukur waktu-paruh pada konsentrasi-konsentrasi awal
yang berbeda adalah salah satu cara untuk membedakan antara reaksi orde pertama
dan reaksi orde kedua.

Contoh:
Atom iodin bergabung membentuk molekul iodin dalam fasa gas

I(g) + I(g) → I2 (g)

Reaksi ini mengikuti kinetika orde kedua dan memiliki konstanta laju yang tinggi
7,0 x 109/M . detik pada suhu 23C.

a. Jika konsentrasi awal I 0,086 M, hitunglah konsentrasi setelah 2,0 menit.


b. Hitunglah waktu paruh reaksi jika konsentrasi awal I 0,60 M dan jika 0,42 M.

Jawab:

a. Untuk menghitung konsentrasi suatu spesi setelah beberapa saat pada reaksi
orde kedua, kita memerlukan konsentrasi awal dan konstanta laju. Dengan
menerapkan persamaan (5).
1 1
= [A]0 + kt
[A]

1 1 60 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
= 0,086 M + (7,0 x 109/M . detik) (2,0 min x
[A] 1 min

dimana [A] adalah konsentrasi pada t = 2,0 menit. Dengan menyelesaikan


persamaan ini, kita dapatkan

[A] = 1,2 x 10-12 M

Ini merupakan konsentrasi yang sangat rendah sehingga hampir-hampir tidak


terdeteksi. Konstanta laju yang sangat besar untuk suatu reaksi berarti bahwa
secara praktis semua atom I bergabung hanya setelah 2,0 menit waktu reaksi.

b. Kita memerlukan persamaan (6) untuk bagian ini.

Untuk [I]0 = 0,60 M


1
t12 = 𝑘[A]0

1
= (7,0 x 109/M .detik)(0,60 M)

= 2,4 x 10-10 detik

Untuk [I]0 = 0,42 M

1
t12 = (7,0 x 109/M .detik)(0,42 M)

= 3,4 X 10-10 detik

Hasil ini menegaskan bahwa waktu paruh pada reaksi orde kedua bukanlah
suatu konstanta melainkan bergantung pada konsentrasi awal reaktan.
4. Reaksi orde ke-nol

Untuk reaksi orde ke nol

A ——-> Produk

Hukum lajunya adalah

v = k [A]0

=k

Jadi, laju reaksi orde ko nol ialah suatu konstanta, tidak bergantung pada konsentrasi
reaktan.

2.4 ENERGI AKTIVASI DAN KETERGANTUNGAN KONSTANTA LAJU TERHADAP


SUHU

Walau ada sedikit pengecualian, laju reaksi meningkat dengan menkngkatnya suhu.
Sebagai contoh, waktu yang diperlukan untuk merebus telur pada 100°C (sekitar 10
menit) lebih singkat dibandingkan pada 80C (sekitar 30 menit). Sebaliknya, cara yang
efektif untuk mengawetkan makanan ialah dengan menyimpannya pada suhu dibawah
nol, yang akan memperalmbat laju pembusukan.

Agar reaksi kimia dapat terjadi, reaktan harus bertumbukan. Tumbukan ini
memindahkan energi kinetik (energi gerak) dari satu molekul ke molekul lainnya,
sehingga masing-masing molekul teraktifkan. Tumbukan antarmolekul memberikan
energi yang diperlukan untuk memutuskan ikatan sehingga ikatan baru dapat terbentuk.

Kadang-kadang, walaupun terjadi tumbukan, energi kinetik yang tersedia tidak cukup
untuk dipindahkan sehingga molekul tidak dapat bergerak dengan cukup cepat. Kita
dapat mengatasi hal ini dengan memanaskan campuran reaktan. Suhu adalah ukuran
energi kinetik rata-rata dari molekul tersebut; menaikkan suhu akan meningkatkan
energi kinetik yang ada untuk memutuskan ikatan-ikatan ketika tumbukan.

Saat tumbukan antarmolekul terjadi, sejumlah energi kinetik akan digunakan untuk
memutuskan ikatan. Jika energi kinetik molekul besar, tumbukan yang terjadi mampu
memutuskan sejumlah ikatan. Selanjutnya, akan terjadi pembentukan kembali ikatan
baru. Sebaliknya, jika energi kinetik molekul kecil, tidak akan terjadi tumbukan dan
pemutusan ikatan. Dengan kata lain, untuk memulai suatu reaksi kimia, tumbukan
antarmolekul harus memiliki total energi kinetik minimum sama dengan atau lebih dari
energi aktivasi (Ea), yaitu jumlah energi minimum yang diperlukan untuk memulai suatu
reaksi kimia. Saat molekul bertumbukan, terbentuk spesi kompleks teraktifkan
(keadaan transisi), yaitu spesi yang terbentuk sementara sebagai hasil tumbukan
antarmolekul sebelum pembentukan produk.

A + B ——-> AB* ——-> C + D

reaktan keadaan transisi produk


Konstanta laju reaksi (k) bergantung pada temperatur (T) reaksi dan besarnya energi
aktivasi (Ea). Hubungan k, T, dan Ea dapat dinyatakan dalam persamaan Arrhenius
sebagai berikut :

k = A e –Ea / RT atau ln k = ln A – Ea / R.T

keterangan:

k = konstanta laju reaksi

Ea = energi aktivasi (kJ/mol)

T = temperatur mutlak (K)

R = konstanta gas ideal (8,314 J/mol.K)

e = bilangan pokok logaritma natural (ln)

A = konstanta frekuensi tumbukan (faktor frekuensi)

Dari persamaan Arrhenius terlihat bahwa laju reaksi (dalam hal ini diwakili
konstanta laju reaksi) semakin besar saat reaksi terjadi pada temperatur tinggi yang
disertai dengan energi aktivasi rendah.

Kadang-kadang, walaupun telah terjadi tumbukan dengan energi kinetik yang cukup,
reaksi tetap tidak menghasilkan produk. Hal ini disebabkan oleh molekul yang tidak
mengalami tumbukan pada titik yang tepat. Tumbukan yang efektif untuk menghasilkan
produk berkaitan erat dengan faktor orientasi dan sisi aktif molekul bersangkutan.
Dengan demikian, molekul harus bertumbukan pada arah yang tepat atau dipukul pada
titik yang tepat agar reaksi dapat terjadi. Sebagai contoh, reaksi antara molekul A-B
dengan C membentuk molekul C-A dan B.

A-B + C ——-> C-A + B

Terlihat bahwa untuk menghasilkan produk molekul C-A, zat C harus bertumbukan
dengan molekul A-B pada ujung A. Jika zat C menumbuk molekul A-B pada ujung B,
tidak aka ada produk yang dihasilkan. Ujung A dari molekul A-B dikenal dengan istilah
sisi aktif, yaitu tempat pada molekul dimana tumbukan harus terjadi agar reaksi dapat
menghasilkan produk. Saat zat C menumbuk ujung A pada molekul A-B, akan ada
kesempatan untuk memindahkan cukup energi untuk memutus ikatan A-B. Setelah
ikatan A-B putus, ikatan C-A dapat terbentuk. Persamaan untuk proses tersebut dapat
digambarkan dengan cara berikut :

C∙∙∙∙∙∙∙A∙∙∙∙∙B ——-> C-A + B

Jadi, agar reaksi ini dapat terjadi, harus terdapat tumbukan antara zat C dengan molekul
A-B pada sisi aktifnya. Tumbukan antara zat C dengan molekul A-B harus
memindahkan cukup energi untuk memutuskan ikatan A-B (pemutusan ikatan
memerlukan energi) sehingga memungkinkan ikatan C-A terbentuk (pembentukan ikatan
melepaskan energi).
Laju reaksi berkaitan dengan frekuensi tumbukan efektif yang terjadi antarmolekul.
Apabila frekuensi tumbukan efektif semakin besar, tumbukan antarmolekul semakin
sering terjadi, mengakibatkan produk terbentuk dalam waktu yang singkat. Dengan
meningkatkan frekuensi tumbukan efektif antarmolekul, produk dalam jumlah besar
dapat dihasilkan dalam waktu yang singkat. Beberapa faktor yang dapat mengubah
jumlah frekuensi tumbukan efektif antarmolekul , antara lain :

1. Sifat reaktan dan ukuran partikel reaktan

Agar reaksi dapat terjadi, harus terdapat tumbukan antarmolekul pada sisi
aktif molekul. Semakin besar dan kompleks molekul reaktan, semakin kecil pula
kesempatan terjadinya tumbukan di sisi aktif. Kadang-kadang, pada molekul yang
sangat kompleks, sisi aktifnya seluruhnya tertutup oleh bagian lain dari molekul,
sehingga tidak terjadi reaksi. Secara umum, laju reaksi akan lebih lambat bila
reaktannya berupa molekul yang besar dan kompleks (bongkahan maupun
lempengan). Laju reaksi akan lebih cepat bila reaktan berupa serbuk dengan luas
permukaan kontak yang besar. Semakin luas permukaan untuk dapat terjadi
tumbukan, semakin cepat reaksinya.

2. Konsentrasi reaktan

Menaikkan jumlah tumbukan akan mempercepat laju reaksi. Semakin banyak


molekul reaktan yang bertumbukan, semakin cepat reaksi tersebut. Sepotong kayu
dapat terbakar di udara (yang mengandung gas oksigen 20%), tetapi kayu tersebut
akan terbakar dengan jauh lebih cepat di dalam oksigen murni. Dengan mempelajari
efek konsentrasi terhadap laju reaksi, kita dapat menentukan reaktan mana yang
lebih mempengaruhi laju reaksi (ingat tentang orde reaksi).

3. Tekanan pada reaktan yang berupa gas

Tekanan pada reaktan yang berupa gas pada dasarnya mempunyai pengaruh
yang sama dengan konsentrasi. Semakin tinggi tekanan reaktan, semakin cepat laju
reaksinya. Hal ini disebabkan adanya kenaikan jumlah tumbukan. Peningkatan
tekanan dapat memperkecil volume ruang sehingga molekul semakin mudah
bertumbukan satu sama lainnya.

4. Suhu

Secara umum, menaikkan suhu menyebabkan laju reaksi meningkat. Pada


kimia organik, ada aturan umum yang mengatakan bahwa menaikkan suhu 10°C
akan menyebabkan kelajuan reaksi menjadi dua kali lipat. Kenaikan suhu dapat
meningkatkan jumlah tumbukan antarmolekul. Menaikkan suhu menyebabkan
molekul bergerak dengan lebih cepat, sehingga terdapat peningkatan kesempatan
bagi molekul untuk saling bertumbukan dan bereaksi. Menaikkan suhu juga
menaikkan energi kinetik rata-rata molekul. Energi kinetik minimum yang dimiliki
molekul harus sama atau lebih besar dari energi aktivasi agar reaksi dapat
berlangsung. Reaktan juga harus bertumbukan pada sisi aktifnya. Kedua faktor
inilah yang menentukan apakah suatu reaksi berlangsung atau tidak.
5. Katalis (Katalisator)

Katalis adalah zat yang menaikkan laju reaksi tanpa dirinya sendiri berubah di
akhir reaksi. Hal ini berarti katalis terbentuk kembali setelah reaksi berakhir. Katalis
dapat menaikkan laju reaksi dengan memilih mekanisme reaksi lain yang energi
aktivasinya lebih rendah dari mekanisme semula.

A + B ——-> C + D (tanpa katalis)

A + B ——-> C + D (dengan katalis)

kdengan katalis > ktanpa katalis sehingga vdengan katalis > vtanpa katalis

Laju reaksi akan lebih cepat jika puncak energi aktivasinya lebih rendah. Hal ini
berarti reaksi akan lebih mudah terjadi. Total energi reaktan dan produk tidak
dipengaruhi oleh katalis. Hal ini berarti entalpi (∆H) reaksi tidak dipengaruhi oleh
katalis. Katalis dapat menurunkan energi aktivasi reaksi dengan satu dari dua cara
berikut :

1. Memberikan permukaan dan orientasi

Terjadi pada katalis heterogen. Katalis ini hanya mengikat satu molekul pada
permukaan sambil memberikan orientasi yang sesuai untuk memudahkan
jalannya reaksi. Katalis heterogen adalah katalis yang berada pada fasa yang
berbeda dengan reaktan. Katalis ini umumnya merupakan logam padat yang
terbagi dengan halus atau oksida logam, sedangkan reaktannya adalah gas atau
cairan. Katalis heterogen cenderung menarik satu bagian dari molekul reaktan
karena adanya interaksi yang cukup kompleks yang belum sepenuhnya
dipahami. Setelah reaksi terjadi, gaya yang mengikat molekul ke permukaan
katalis tidak ada lagi, sehingga produk terlepas dari permukaan katalis. Katalis
dapat siap melakukannya lagi.

2. Mekanisme alternatif

Terjadi pada katalis homogen, yaitu katalis yang mempunyai fasa sama
dengan reaktannya. Katalis ini memberikan mekanisme alternatif atau jalur
reaksi yang memiliki energi aktivasi yang lebih rendah dari reaksi aslinya.
Dengan demikian, reaksi dapat berlangsung dalam waktu yang lebih singkat.

2.5 MEKANISME REAKSI

Persamaan reaksi total adalah menyatakan perubahan kimia total yang terjadi jika
reaksi telah selesai. Ini tidak berarti bahwa semua pereaksi langsung mengalami
perubahan menghasilkan produk. Tetapi perubahan kimia total biasanya merupakan
jumlah dari serangkaian reaksi-reaksi sederhana. Reaksi yang sederhana ini disebut
proses elementer. Rangkaian proses elementer yang akhirnya akan menghasilkan
produk disebut mekanisme reaksi. Mekanisme reaksi membicarakan sederetan tahap
dari suatu reaksi kimia, yang disebut tahap elementer, yang berguna juga untuk
menentukan persamaan hukum laju. Berikut penjelasannya.
Seperti telah disebutkan terdahulu, persamaan kimia yang sudah sepenuhnya setara
tidak memberi informasi banyak tentang bagaimana reaksi sesungguhnya terjadi. Dalam
banyak kasus, persamaan ini sekedar menyatakan jumlah dari sederet reaksi sederhana
yang sering dinamakan tahap elementer (elementary steps, atau reaksi elementer)
karena reaksi-reaksi sederhana tersebut merepresentasikan jalannya reaksi keseluruhan
pada tingkat molekul. Urutan tahap-tahap elementer yang mengarah pada pembentuk
produk dinamakan mekanisme reaksi (reaction mechanism). Sebagai contoh mekanisme
reaksi, mari kita lihat reaksi antara nitrogen oksida dan oksigen:

2NO(g) + O2(g) → 2NO2(g)

Kita mengetahui bahwa produk tidak terbentuk langsung dari tumbukan dua molekul NO
dengan satu molekul O2 karena N2O2 terdeteksi selama jalannya reaksi. Anggaplah
bahwa reaksi sebenarnya berlangsung dalam dua tahap elementer seperti berikut:

Pada tahap elementer pertama, dua molekul NO bertumbukan membentuk satu molekul
N2O2. Peristiwa ini diikuti dengan reaksi antara N2O2 dan O2 yang menghasilkan dua
molekul NO2. Persamaan kimia total, yang menyatakan keseluruhan perubahan,
dinyatakan dengan menjumlahkan tahap elementer 1 dan 2:

Spesi seperti N2O2 disebut zat antara (intermediate) karena spesi-spesi itu muncul dalam
mekanisme reaksi (yaitu tahap elementer) tetapi tidak dalam persamaan reaksi setara.
Perlu diingat bahwa zat antara selalu terbentuk di awal tahap elementer dan terpakai
dalam tahap elementer berikutnya.

Banyaknya molekul yang bereaksi dalam tahap elementer menentukan molekularitas


reaksi (molecularity of a reaction). Setiap tahap elementer yang baru dibahas disebut
reaksi bimolekular (bimolekular reaction), yaitu tahap elementer yang melibatkan dua
molekul. Reaksi unimolekular (unimolecular reaction) adalah reaksi yang tahap
elementernya hanya melibatkan satu molekul yang bereaksi.

Contoh reaksi mekanisme tiga tahap atau tiga proses elementer:

2NO + 2H2 → 2H2O + N2

Maka akan terjadi

2NO → N2O2 (Tahap 1)

N2O2 + H20 → N2O + H2O (Tahap 2)

N2O + H2 → N2 + H2O (Tahap 3)

Bila ketiga tahap reaksi ini dijumlahkan akan menghasilkan persamaan reaksi total,

2NO + 2H2 → 2H2O + N2 (Reaksi total)

Dengan mengetahui tahap elementer suatu reaksi, kita dapat menentukan hukum laju.
Misalkan kita mengikuti tahap elementer unimolekular berikut:

A → produk

Karena ini adalah proses yang terjadi pada tingkat molekul, semakin banyak molekul
A yang ada, semakin cepat laju pembentukan produk. Jadi kita dapat menuliskan hukum
laju secara langsung berdasarkan tahap elementer:

Laju = k [A]

Untuk tahap bimolekular yang melibatkan molekul A dan B:

A + B → produk

Laju pembentukan produk bergantung pada seberapa sering A dan B bertumbukan,


yang juga bergantung pada konsentrasi A dan B. Dalam hal ini kita dapat menuliskan
hukum laju sebagai:

Laju = k [A] [B]

Sama halnya, untuk tahap elementer bimolekular dengan jenis

A + A → produk

Atau

2A → produk
Hukum lajunya menjadi

v = k A2

contoh-contoh ini menunjukkan bahwa orde reaksi untuk setiap reaktan dalam tahap
elementernya sama dengan koefesien stoikiometrinya di dalam reaksi kimia untuk tahap
itu. Sebaliknya, kita tidak dapat mengetahui hanya dengan melihat persamaan reaktan
setara saja apakah reaksi berlangsung seperti yang ditunjukkan atau dalam sederetan
tahap elementer. Penentuan ini dilakukan dilaboratorium.

Studi mengenai mekanisme reaksi melalui percobaan dimulai dengan pengumpulan


data (pengukuran laju). Kemudian, kita analisis data tersebut untuk menentukan
konstanta laju dan orde reaksi, dan kita tuliskan hukum lajunya. Akhirnya kita ajukan
mekanisme yang betul untuk reaksi tersebut berdasarkan tahap elementernya. Uraian
tahap dalam mengkaji mekanisme reaksi kurang lebih:

Mengukur laju reaksi → merumuskan hukum laju → mempostulatkan mekanisme reaksi


yang masuk akal

Tahap elementer harus memenuhi dua syarat:

 Jumlah tahap elementer harus menghasilkan persamaan reaksi yang setara.


 Tahap penentu laju, yaitu tahap yang paling lambat dari seluruh rangkaian tahap
menuju pembentukan produk, kita harus memprediksi hukum laju yang sama seperti
yang ditentukan secara percobaan.

Satu analogi untuk tahap penentu laju adalah arus lalu lintas pada jalan yang sempit.
Dengan anggapan mobil tidak dapat saling mendahului dijalan itu. Laju mobil yang
bergerak ditentukan oleh mobil yang geraknya paling lambat. Perlu diingat bahwa untuk
setiap skema reaksi yang diajukan, kita harus mampu mendeteksi keberadaan setiap zat
antara yang terbentuk dalam satu atau lebih tahap elementer.

Penguraian hidrogen peroksida memperjelas mekanisme reaksi berdasarkan percobaan


ini. Reaksi ini dibantu oleh ion iodin. Reaksi keseluruhannya adalah:

2H2O2(aq) → 2H2O(I) + O2(g)

Dari percobaan, hukum lajunya adalah

v = k  H2O2 I-

Jadi, reaksinya adalah orde pertama terhadap H2O2 maupun I-. Anda dapat melihat
bahwa, penguraian tidak terjadi dalam satu tahap elementer seperti dalam persamaan
reaksi setaranya. Jika ya, reaksinya adalah reaksi orde kedua untuk H2O2 (perhatikan
koefisien 2 dalam persamaan). Selain itu ion I-, yang bahkan tidak ada dalam persamaan
keseluruhan, muncul dalam rumus hukum laju. Bagaiman kita bisa menjelaskan
kenyataan ini?
Kita dapat menjelaskan hukum laju yang teramati dengan menganggap bahwa reaksi
berlangsung dalam dua tahap elementer yang terpisah, masing-masing adalah reaksi
bimolekular.

Jika kita asumsikan lagi bahwa tahap 1 adalah tahap penentu laju, maka laju reaksi dapat
ditentukan dari tahap pertama saja:

v = k1  H2O2 I-

dimana k1 = k. Perhatikan bahwa ion IO- adalah zat antara karena ion ini tidak muncul
dalam persamaan keseluruhan. I- berbeda dari IO- karena ion I- ada pada awal reaksi dan
pada akhir reaksi. Fungsi I- adalah katalis. Akhirnya perhatikan bahwa jumlah tahap 1
dan 2 menghasilkan persamaan reaksi yang setara.

2.6 PENGARUH KATALIS PADA LAJU REAKSI

Laju menyatakan seberapa cepat atau seberapa lambat suatu proses berlangsung.
Laju juga menyatakan besarnya perubahan yang terjadi dalam satu satua waktu.

Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi kimia pada suhu tertentu,
tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri. Suatu katalis berperan
dalam reaksi tapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk. Katalis memungkinkan reaksi
berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi pada suhu lebih rendah akibat
perubahan yang dipicunya terhadap pereaksi. Katalis menyediakan suatu jalur pilihan
dengan energi aktivasi yang lebih rendah. Katalis mengurangi energi yang dibutuhkan
untuk berlangsungnya reaksi.

Katalis memiliki beberapa sifat, di antaranya:

1. Katalis tidak bereaksi secara permanen.


2. Jumlah katalis yang diperlukan dalam reaksi sangat sedikit.
3. Katalis tidak mempengaruhi hasil reaksi.
4. Katalis tidak memulai suatu reaksi, tetapi hanya mempengaruhi lajunya.
5. Katalis hanya bekerja efektif pada suhu optimum, artinya di atas atau di bawah suhu
tersebut kerja katalis berkurang.
6. Suatu katalis hanya mempengaruhi laju reaksi secara spesifik, artinya suatu katalis
hanya mempengaruhi laju satu jenis reaksi dan tidak dapat untuk reaksi yang lain.
7. Keaktifan katalis dapat diperbesar oleh zat lain yang disebut promotor.
8. Hasil suatu reaksi dapat bertindak sebagai katalis, sehingga zat tersebut disebut
autokatalis.
9. Katalis dalam senyawa organik disebut enzim.
10. Terdapat katalis yang dapat memperlambat suatu reaksi, sehingga katalis itu disebut
katalis negatif atau inhibitor.
Berdasrkan Penggunaannya, katalis dapat dibedakan ke dalam dua golongan
utama, yaitu: katalis homogen dan katalis heterogen.

 Katalis homogen (Pembentukan senyawa antara) adalah katalis yang berada dalam
fase yang sama. Umumnya bereaksi dengan satu atau lebih pereaksi untuk
membentuk suatu perantara kimia yang selanjutnya bereaksi membentuk produk
akhir reaksi, dalam suatu proses yang memulihkan katalisnya.

Berikut ini merupakan skema umum reaksi katalitik, di mana C melambangkan


katalisnya:
A + C → AC (1)
B + AC → AB + C (2)

Meskipun katalis (C) termakan oleh reaksi 1, namun selanjutnya dihasilkan


kembali oleh reaksi 2, sehingga untuk reaksi keseluruhannya menjadi :

A + B + C → AB + C

Salah satu contoh katalis homogen adalah reaksi fase gas antara berelang dioksida
(SO2) dan oksigen (O2) untuk menghasilkan belerang trioksida (SO3), yaitu :

2SO2 (g) + O2 (g) → SO3 (g) (1) Lambat dan mempunyai energi pengaktifan tinggi.

Laju reksi tersebut dapat ditingkatkan dengan menambahkan katalis, katalis yang
digunakan adalah nitrogen oksida (NO). Reaksi hadirnya NO sebagai katalis adalah
sebagai berikut :

2NO (g) + O2 (g) → 2NO2 (g) (2)

NO2 (g) + SO2 (g) → SO3 (g) + NO (g) (3)

Dua reaksi yang lebih cepat menggantikan reaksi yang lebih lambat. NO2 yang
terbentuk dalam reaksi (2) merupakan senyawa antara darimana NO dihasilkan
kembali dalam reaksi (3).

Katalis ini dapat berada dalam dua wujud:

a. dalam wujud gas, contoh:

NO(g)
2CO(g) + O2(g) → 2CO2(g)

b. dalam wujud larutan, contoh:

H+
C12H22O11(aq) + H2O(l) → C6H12O6(aq) + C6H12O6(aq)
 Katalis heterogen (Adsorpsi) adalah katalis yang ada dalam fase berbeda dengan
pereaksi dalam reaksi yang dikatalisisnya. Penggunaan katalis heterogen biasanya
pada suhu dan tekanan tinggi. Umumnya katalis heterogen berupa zat padat yang
terdiri dari logam atau oksida logam dan pereaksinya berupa cair dan gas.
Keuntungan penggunaan katalis heterogen adalah katalisnya dapat dipisahkan
dengan penyaringan dari produk bila reaksi telah selesai. Banyak proses industri
yang menggunakan katalis heterogen, sehingga proses dapat berlangsung lebih
cepat dan biaya produksi dapat dikurangi. Beberapa logam ada yang dapat mengikat
cukup banyak molekul-molekul gas pada permukannya, misalnya Ni, Pt, Pd dan V.
Gaya tarik menarik antara atom logam dengan molekul gas dapat memperlemah
ikatan kovalen pada molekul gas, dan bahkan dapat memutuskan ikatan itu. Satu
contoh sederhana untuk katalisis heterogen yaitu bahwa katalis menyediakan suatu
permukaan di mana pereaksi-pereaksi (atau substrat ) untuk sementara terjerap.
Ikatan dalam substrat-substrat menjadi sedemikian lemah sehingga memadai
terbentuknya produk baru. Ikatan atara produk dan katalis lebih lemah, sehingga
akhirnya terlepas.

Contoh:
Fe(s)
N2(g)+3H2(g) → 2NH3(g)

Ni(s)
C2H4(g)+H2(g) → C6H6(g)

Katalis dapat bekerja dengan membentuk senyawa antara atau mengabsorpsi zat
yang direaksikan. Sehingga katalis dapat meningkatkan laju reaksi, sementara katalis
itu sendiri tidak mengalami perubahan kimia secara permanen. Cara kerjanya yaitu
dengan menempel pada bagian substrat tertentu dan pada akhirnya dapat menurunkan
energi pengaktifan dari reaksi, sehingga reaksi berlangsung dengan cepat.

Ada jenis katalis yang lain yaitu katalis enzim. Katalis enzim ini disebut sebagain
katalis biologis. Banyak reaksi- reaksi penting yang dikatalisis oleh enzim, misalnya
pengubahan karbohidrat atau amilum menjadi glukosa dalam mulut yang dikatalisis
oleh enzim ptyalin. Enzim merupakan molekul protein dengan bentuk yang
karakteristik yang hanya akan mengijinkan molekul-molekul Pereaksi tertentu
berikatan. Reaksi enzimatik ada yang berlangsung secara homogen, Namun ada pula
yang berlangsung secara heterogen. Karakteristik enzim adalah pada Kespesifikan dan
efisiensinya. Dikatakan spesifik karena reaksi hanya berlangsung pada substrat yang
spesifik. misalnya enzim urease spesifik untuk reaksi hidrolisis urea. Efisiensi enzim
berkaitan dengan kemampuan enzim meningkatkan laju reaksi berlipat ganda
dibandingkan tanpa enzim.

Berdasarkan fungsinya, katalis dibedakan menjadi 2, yaitu :


o Katalis positif (katalisator) yang berfungsi mempercepat reaksi.
o katalis negatif (inhibitor) yang berfungsi memperlambat laju reaksi.

Berdasarkan cara bereaksinya, katalis dibedakan menjadi 2, yaitu :

o Katalis aktif yaitu katalis yang ikut terlibat reaksi dan pada akhir rekasi terbentuk
kembali.
o Katalis pasif yaitu katalis yang tidak ikut bereaksi, hanya sebagai media reaksi saja.

Anda mungkin juga menyukai