Pedoman Internal DBD Tinggal Print
Pedoman Internal DBD Tinggal Print
Pedoman Internal DBD Tinggal Print
PEDOMAN INTERNAL
DBD
TAHUN 2018
PUSKESMAS KELIR
Jln. PESUCEN NO.379 Telp.0333 415377
KEC.KALIPUROKAB. BANYUWANGI
2
BAB I
PENDAHULUAN
Masalah yang dihadapi dalam upaya pemberantasan vektor Demam Berdarah Dengue
ialah tersebarnya Aedes Aegypti baik dirumah maupun tempat- tempat umum, karena
kesadaran masyarakat terhadap kesehatan lingkungan masih rendah.
Mengingat tersebar luasnya Aedes Aegypti tersebut, maka dalam pemberantasannya
perlu adanya peran aktif masyarakat khususnya untuk memberantas jentik Aedes Aegypti
melalui pemberantasan sarang nyamuk (PSN) Demam Berdarah Dengue di rumah, sekolah
dan tempat umum untuk memutuskan rantai kehidupan nyamuk.
Untuk membina peran aktif masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk
tersebut diperlukan penggerak pemberantasan sarang nyamuk melalui penyuluhan, motivasi
dan bimbingan kepada masyarakat luas agar melakukan pemberantasan sarang nyamuk secara
teratur dalam kehidupan sehari-hari
A. Latar Belakang
Penyakit menular yang disebabkan oleh virus dari golongan Arbovirosis group
A dan B yang bermasalah di Indonesia adalah Demam Berdarah Dengue (DBD),
Chikungunya dan Japanese Encephalitis (JE). Ketiga penyakit tersebut sama-sama
ditularkan oleh gigitan vektor nyamuk tetapi mempunyai beberapa perbedaan antara lain
jenis/spesies nyamuk penularnya, pola penyebaran, gejala penyakit, tata laksana
pengobatan maupun upaya pencegahannya.
Penyakit DBD mulai dikenal di Indonesia sejak tahun 1968 di Surabaya dan
Jakarta, dan setelah itu jumlah kasus DBD terus bertambah seiring dengan semakin
meluasnya daerah endemis DBD. Penyakit ini tidak hanya sering menimbulkan KLB
tetapi juga menimbulkan dampak buruk sosial maupun ekonomi. Kerugian sosial yang
terjadi antara lain karena menimbulkan kepanikan dalam keluarga, kematian anggota
keluarga dan berkurangnya usia harapan penduduk.
Pada tiga tahun terakhir (2008-2010) jumlah rata-rata kasus dilaporkan
sebanyak 150.822 kasus dengan rata-rata kematian 1.321 kematian. Situasi kasus DBD
tahun 2011 sampai dengan Juni 2011 dilaporkan sebanyak 16.612 orang dengan kematian
sebanyak 142 orang (CFR=0,85%). Dari jumlah kasus tersebut, proporsi penderita DBD
pada perempuan sebesar 50,33% dan laki-laki sebesar 49,67% . Disisi lain angka
kematian akibat DBD pada perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki.
Situasi ini perlu diatasi dengan segera agar indikator kinerja/target
pengendalian DBD yang tertuang dalam dokumen RPJMN yaitu IR DBD pada tahun
2014 adalah 51/100.000 penduduk, serta ABJ sebesar ≥ 95% dapat dicapai.
1
3
B. Tujuan Pedoman
1. Tujuan Umum
Panduan bagi petugas kesehatan, masyarakat, tokoh masyarakat dan sektor-
sektor terkait dalam upaya bersama mencegah dan membatasi penyebaran penyakit
DBD, sehingga terjadinya kejadian luar biasa dapat dicegah serta angka kesakitan dan
kematian dapat diturunkan serendah-rendahnya.
2. Tujuan Khusus
a. Panduan untuk meningkatkan kesadaran pada masyarakat untuk mandiri hidup
sehat dan menciptakan lingkungan yang bersih.
b. Panduan untuk meningkatkan kemampuan dan peran serta masyarakat termasuk
keluarganya dalam menciptakan lingkungan yang bersih.
c. Panduan untuk meningkatkan jenis dan jangkauan kesehatan di masyarakat.
d. Panduan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di masyarakat.
C. Sasaran Pedoman
Pedoman ini ditujukan dalam upaya bersama mencegah dan membatasi
penyebaran dan pengendalian penyakit DBD dengan sasaran meliputi :
1. Individu, keluarga dan masyarakat di tujuh tatanan dalam PSN yaitu tatanan rumah
tangga, institusi pendidikan, tempat kerja, tempat-tempat umum, tempat penjual
makanan, fasilitas olah raga dan fasilitas kesehatan yang secara keseluruhan di daerah
terjangkit DBD mampu mengatasi masalah termasuk melindungi diri dari penularan
DBD di dalam wadah organisasi kemasyarakatan yang ada dan mengakar di
masyarakat.
2. Lintas program dan lintas sektor terkait termasuk swasta/dunia usaha, LSM dan
organisasi kemasyarakatan mempunyai komitmen dalam penanggulangan penyakit
DBD
3. Penanggungjawab program, Kecamatan dan Desa/Kelurahan mampu membuat dan
menetapkan kebijakan operasional dan menyusun prioritas dalam pengendalian DBD.
E. Batasan Operasional
Dewasa ini pembangunan kesehatan di Indonesia dihadapkan pada masalah dan
tantangan yang muncul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial ekonomi dan
perubahan lingkungan strategis, baik secara nasional maupun global. Penerapan
desentralisasi di bidang kesehatan dan pencapaian sasaran Millenium Development Goals
(MDGs) merupakan contoh masalah dan tantangan yang perlu menjadi perhatian seluruh
stakeholder bidang kesehatan, khususnya para pengelola program, dalam menyusun
kebijakan dan strategi agar pelaksanaannya menjadi lebih efisien dan efektif.
Program pencegahan dan pengendalian penyakit menular telah mengalami
peningkatan capaian walaupun penyakit infeksi menular masih tetap menjadi masalah
kesehatan masyarakat yang salah satunya DBD. Angka kesakitan DBD masih tinggi,
Target pengendalian DBD tertuang dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian
Kesehatan 2010-2014 dan KEPMENKES 1457 tahun 2003 tentang Standar Pelayanan
Minimal yang menguatkan pentingnya upaya pengendalian penyakit DBD di Indonesia
hingga ketingkat Kabupaten/Kota bahkan sampai ke desa. Melalui pelaksanaan program
pengendalian penyakit DBD diharapkan dapat berkontribusi menurunkan angka kesakitan
dan kematian akibat penyakit menular di Indonesia
Penyakit Dengue meliputi Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue
(DBD), dan Sindrom Syok Dengue (SSD). Penerapan epidemiologi diperlukan sebagai
metode pendekatan dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian penyakit Dengue.
Adapun Batasan Operasional kegiatan Program DBD meliputi Puskesmas
Kelir :
1. Penyakit DBD adalah Penyakit menular yang disebabkan oleh virus Dengue dan
ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti yang ditandai dengan demam mendadak 2 – 7
hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati disertai tanda
perdarahan dikulit berupa bintik (petechie), lebam atau ruam, kadang-kadang mimisan,
berak darah, muntah darah bahkan kesadaran menurun atau rejatan
2. Penderita atau tersangka adalah orang sakit dengan tanda-tanda demam mendadak,
perdarahan dikulit berupa bintik atau perdarahan lain
3. Pemeriksaan Jentik Berkala adalah pemeriksaan tempat penampungan air dan
tempat perkembanganbiakan nyamuk Aedes Aegypti untuk mengetahui adanya Jentik
nyamuk yang dilakukan dirumah- rumah dan tempat umum secara teratur sekurang-
kurangnya tiap 3 bulan untuk mengetahui keadaan populasi Jentik nyamuk penular
penyakit Demam Berdarah Dengue.
4. Abatisasi adalah penaburan insektisida pembasmi jentik pada tempat penampungan air
5. Pemberantasan Sarang Nyamuk adalah kegiatan pengendalian DBD dengan cara
penggerakan massa atau kerja bakti dan pemeriksaan jentik.
5
F. Dasar Hukum
1. KEPMENKES No. 581/MENKES/SK/VII/1992 Tentang Pemberantasan Penyakit
Demam Berdarah Dengue (lihat lampiran KEPMENKES tsb.)
2. KEPMENKES No. 92 Tahun 1994 Tentang Perubahan Atas Lampiran Keputusan
Menteri Kesehatan RI No. 581/Menkes/SK/VII/1992 Tentang Pemberantasan Penyakit
Demam Berdarah Dengue (lihat KEPMENKES tsb)
3. KEPMENDAGRI No. 31-VI Tahun 1994 Tentang Pembentukan Kelompok Kerja
Operasional Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue (POKJANAL DBD)
Tim Pembina LKMD Tingkat Pusat (lihat KEPMENKES tsb).
4. Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Penyakit
Menular (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3447)
5. Pergub. Jatim NOMOR 20 TAHUN 2011 tentang Pengendalian Penyakit
DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) di Propinsi Jawa Timur.
6
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
B. Distribusi Ketenagaan
Pengaturan dan penjadwalan pelaksanaan program DBD dikoordinir oleh
koordinator DBD sesuai dengan kesepakatan petugas pelaksana di wilayah masing –
masing. Ketenagaan Puskesmas Kelir terdiri dari :
NO JENIS SDM STATUS KEPEGAWAIAN TOTAL
PNS PTT THL Magang
1 Dokter Umum 1 1
2 Dokter Gigi 1 1
3 Sarjana Kesehatan Masyarakat 1 1
4 Perawat 5 3 8
5 Teknik Gigi 1 1
6 Bidan 5 1 4 2 12
7 Laborat 1 1
8 Sanitarian 1 1
9 Nutrisionis 1 1
10 Farmasi 1 1
11 Administrasi 4 5 1 10
12 Sopir 1 1
13 Kebersihan 1 1 1 3
JUMLAH 23 1 14 4 42
Standart kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) Program DBD di Puskesmas Kelir
5
7
C. Jadwal Kegiatan
Jadwal pelaksanaan kegiatan Program DBD disepakati dan disusun bersama
dengan sektor terkait dalam pertemuan lokakarya mini lintas sektor tiap tiga bulan sekali.
8
BAB III
STANDAR FASILITAS
Tahapinidimaksudkanuntukmemperolehinformasitentangkeadaandanperm
asalahan yang dihadapiolehPuskesmasKelirmelalui proses analisisterhadap data
yang dikumpulkan.
A. KEADAAN GEOGRAFI
1. SecarageografisLuaswilayahPuskesmasKelir : 78,16 Km²
o Dataranrendah : 20 %
o Datarantinggi : 80 %
Wilayah kerjapuskesmasKelirberbatasandengan :
Sebelah Utara : PuskesmasKlatak
SebelahTimur : PuskesmasKlatak
Sebelah Selatan : PuskesmasKelir
Sebelah Barat : PuskesmasPaspan
Gambar 2.1
9
B. DEMOGRAFI
1. JumlahpendudukwilayahPuskesmasKelir :
Laki-Laki : 9.741 Jiwa
Perempuan : 10.095 Jiwa
Total : 19.836 Jiwa
2. KepadatanPendudukdanKeluargamiskin
No Desa / Kelurahan Jumlahpenduduk Jumlah KK
1. Bulusari 4.635 1.134
2. Pesucen 4.635 1.635
3. Telemung 5.142 1.423
4. Kelir 5.427 1.618
2. Data SaranaKesehatan
No SaranaKesehatan Jumlah
1. PuskesmasInduk 1
2. PuskesmasPembantu 2
3. Polindes/Poskesdes 2/2
4. PosyanduBalita/Lansia 32/12
5. PraktekBidanSwasta 4
10
D. Data SumberDaya
1. Data Ketenagaan
PuskesmasKelirmerupakansalahsatuPuskesmasrawatjalan Tingkat
Pertama, yang ketenagaanterdiridari :
NO JENIS SDM STATUS KEPEGAWAIAN TOTAL
PNS PTT THL Magang
1 DokterUmum 1 1
2 Dokter Gigi 1 1 2
3 SarjanaKesehatan 1 1
Masyarakat
4 Perawat 4 3 1 8
5 Bidan 3 1 3 3 10
6 Laborat 1 1
7 Sanitarian 1 1
8 Nutrisionis 1 1
10 Farmasi 0
11 Administrasi 3 2 1 6
12 Sopir 1 1
13 Kebersihan 1 1
JUMLAH 12 1 11 9 33
2. KeadaanSaranaprasaranaKesehatanPuskesmasKelir
Saranaprasaranapelayanankesehatan di
PuskesmasKelirsebagaiberikut :
NO NAMA RUANG JUMLAH
1 Ruangpelayananrawatjalan 8 unit
2 PelayananGawatDarurat 1 unit
3 GudangObat 1 unit
4 Ruangpenyimpananvaksin 1 unit
5 RuangKepalaPuskesmas 1 unit
6 Ruang Tata Usaha 1 unit
7 Ruangrapat / Aula 1 unit
8 Musholla 1 unit
9 SPAL 1 unit
10 Tempatparkirkaryawan 2 unit
11
Sedangkansaranaprasaranauntukpenunjangkegiatan program
kesehatanIndera yang dimilikiPuskesmasKelirmeliputi :
NO NAMA SARANA JUMLAH
1 Ambulans / PuskesmasKeliling ( Pusling ) 1
2 Sepeda motor 2
3 Komputer 8
4 Laptop 6
5 Printer 4
7 LCD 2
8 Televisi 1
9 Mesin Finger Print 1
10 Genset 1
11 AlatPemadamKebakaran 0
- Total 0
3. Pelaksana UKBM
NO NAMA KADER JUMLAH KET
1 Kader Pos UKK 0
2 Kader Posyandulansia / POSBINDU 75 Aktif
3 Dokter Kecil 65 Dari 8 SD/MI
4 Kader KesehatanRemaja 8 1 SMP
5 SantriHusada 10 Santriwati 8, santriwan 2
6 Kader SakaBaktiHusada 8 MA
7 JuruPemantauJentik (Jumantik) 6
BAB IV
A. Lingkup Kegiatan
Program pembinaan kesehatan lingkungan dalam rangka pengendalian penyakit
DBD merupakan upaya program pengembangan Puskesmas yang lebih mengutamakan
upaya promotif, preventif, dengan tidak mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif.
Program kesehatan lingkungan dalam rangka pengendalian penyakit DBD di
Puskesmas Kelir meliputi:
1. Promotif
13
b. Melaksanakan bulan bakti “Gerakan 3M” pada saat sebelum musim penularan.
c. Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) setiap 3 bulan sekali dan dilaksanakan oleh
petugas Puskesmas.
d. Pemantauan wilayah setempat (PWS) dan dikomunikasikan kepada pimpinan
wilayah pada rapat bulanan POKJANAL DBD yang menyangkut hasil pemeriksaan
Angka Bebas Jentik (ABJ).
13. Peningkatan peran serta masyarakat
Sasaran peran serta masyarakat terdiri dari keluarga melalui peran PKK dan
organisasi kemasyarakatan atau LSM, murid sekolah melalui UKS dan pelatihan guru,
tatanan institusi (kantor, tempat-tempat umum dan tempat ibadah). Berbagai upaya
secara politis telah dilaksanakan seperti instruksi Bupati telah dibuat suatu komitmen
bersama pimpinan daerah Bupati untuk pengenadalian DBD
14. Sistem kewaspadaan dini (SKD) dan penanggulangan KLB
Upaya SKD DBD ini sangat penting dilakukan untuk mencegah terjadinya
KLB dan apabila telah terjadi KLB dapat segera ditanggulangi dengan cepat dan tepat.
Upaya dilapangan yaitu dengan melaksanakan kegiatan penyelidikan epidemiologi
(PE) dan penanggulangan seperlunya meliputi foging fokus, penggerakan masyarakat
dan penyuluhan untuk PSN serta larvasidasi.
15. Penyuluhan
Promosi kesehatan tentang penyakit DBD tidak hanya menyebarkan leaflet
atau poster tetapi juga ke arah perubahan perilaku dalam pemberantasan sarang
nyamuk sesuai dengan kondisi setempat.
16. Kemitraan/jejaring kerja
Penyakit DBD tidak dapat diselesaikan hanya oleh sektor kesehatan saja,
tetapi peran lintas program dan lintas sektor terkait sangat besar. Wadah kemitraan
telah terbentuk melalui SK KEPMENKES 581/1992 dan SK MENDAGRI 441/1994
dengan nama Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL). Organisasi ini merupakan
wadah koordinasi dan jejaring kemitraan dalam pengendalian DBD.
17. Capacity building
Peningkatan kapasitas dari Sumber Daya baik manusia maupun sarana dan
prasarana sangat mendukung tercapainya target dan indikator dalam pengendalian
DBD. Sehingga secara rutin perlu diadakan sosialisasi/penyegaran/pelatihan kepada
petugas dari tingkat kader sampai Puskesmas.
18. Monitoring dan evaluasi
Monitoring dan evaluasi ini dilaksanakan secara berjenjang dari tingkat
kelurahan / desa sampai ke Kecamatan yang menyangkut pelaksanaan pengendalian
DBD, dimulai dari input, proses, output dan outcome yang dicapai pada setiap tahun.
15
B. Metode
Metode yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian penyakit DBD
dengan cara survei jentikyang meliputi semua tempat atau bejana yang dapat menjadi
tempat perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti.
Disamping itu yang lebih penting dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian
penyakit DBD yang paling efektif dengan metode melibatkan peran serta masyarakat
(PSM), sehingga secara cepat dapat memutus rantai penularan. Beberapa metode lain
pengendalian vektor DBD antara lain :
1. Biologi
Pengendalian secara biologis menggunakan agent biologi seperti predator/
pemangsa sebagai musuh alami stadium pradewasa vektor DBD. Jenis predator yang
digunakan adalah ikan pemakan jentik seperti cupang, tampalo, gabus dll
2. Pemberantasan sarang nyamuk(PSN)
Pada fase jentik dilakukan upaya PSN dengan kegiatan 3M Plus yaitu dengan
menguras, menutup dan memanfaatkan barang-barang bekas (mengubur)
3. Manajemen lingkungan
Upaya pengelolaan lingkungan, sehingga tidak kondosif sebagai habitat
perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti seperti 3M Plus yaitu dengan menguras,
menutup dan memanfaatkan barang-barang bekas (mengubur) dan menjaga
kebersihan lingkungan rumah, mengatur ventilasi dan pecahayaan yang baik.
4. Kimiawi
Pengendalian vektor secara kimiawi dengan larvasidasi yaitu pengendalian
vektor pada tahap jentik/telur atau insektisida yang mana sasarannya pada nyamuk
dewasa
C. Langkah Kegiatan
Langkah-langkah kegiatan dalam pengendalian untuk menghambat penyebaran
penyakit DBD ditujukan pada :
1. Pengendalian vektor yaitu dengan cara :
a. Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB)
Sasaran (target) kegiatan ini 100 sampel rumah / banguanan diperiksa
secara acak. Target Puskesmas Kelir 400 rumah / banguanan per desa/kelurahan
dalam 1 tahun, sehingga total target seluruhnya sebesar 2400 rumah / banguanan
yang terdiri 4 kelurahan dan 2 desa
b. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
16
2. Penangan penyakit
Setiap kasus yang dilaporkan ke puskesmas ditindaklanjuti dengan PE yang
dimulai dari rumah penderita DBD bila hasil PE positif (ditemukan 1 atau lebih
penderita DBD lainnya dan atau ≥ 3 orang tersangka DBD dan ditemukan jentik ≥ 5%)
dilakukan penanggulangan fokus dengan Fogging (penyemprotan) atau ULV
(pengabutan) untuk membatasi penyebaran penyakit DBD. Adapun kegiatan penangan
penyakit DBD yaitu :
a. Penyelidikan Epidemiologi
1) Setelah menemukan / menerima laporan adanya penderita DBD, petugas
puskesmas / koordinator DBD segera mencatat dalam buku catatan harian
penderita DBD;
2) Petugas memperkenalkan diri dan selanjutnya melakukan wawancara dengan
keluarga untuk mengetahui ada tidaknya penderita DBD lainnya (sudah ada
konfirmasi dari rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan lainnya) penderita
demam saat itu dalam kurun waktu 1 minggu sebelumnya. Bila ditemukan
penderita demam tanpa sebab yang jelas, dilakukan pemeriksaan kulit (petekie)
dengan uji torniquet;
3) Petugas melakukan PE pada radius 100 meter dari lokasi tempat tinggal
penderita dengan pemeriksaan jentik di tempat menampung air dan tempat-
tempat lain yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes
Aegypti baik di dalam maupun diluar rumah / bangunan kemudian petugas juga
melakukan PE di sekolah / tempat kerja bila penderita siswa sekolah atau
pekerja;
4) Petugas mencatat dalam form PE dari hasil pemeriksaan adanya penderita
DBD lainnya atau dan penderita demam (tersangka DBD) dan pemeriksaan
jentik;
5) Petugas melakukan penanggulangan fokus (penyuluhan, PSN, Larvasidasi
selektif dan Fogging) bila hasil PE positif (ditemukan 1 atau lebih penderita
17
DBD lainnya dan atau ≥ 3 orang tersangka DBD dan ditemukan jentik ≥ 5%,
sedangkan hasil negatif dilakukan penyuluhan, PSN dan Larvasidasi selektif
6) Petugas melaporkan hasil PE kepada kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota
untuk tindak lanjut lapangan dikoordinasikan dengan Kades / Lurah
18
Petugas Menemukan/Menerima
laporan adanya penderita DBD
Hasil ( + ) Hasil ( - )
1. Penyuluhan, 1. Penyuluhan,
2. PSN 2. PSN
3. Larvasidasi selektif 3. Larvasidasi selektif
4. Fogging
1.
Petugas mengarsipkanhasil pelaksanaan PE dan
dilaporkan kepada kepala Dinas Kesehatan
dengan tembusan kepada camat dan
Kades/Lurah setempat
b. Fogging (penyemprotan)
1) Petugas membuat peta wilayah yang akan difogging (batas wilayah dan jumlah
rumah)
2) Petugas mengecek mesin fog serta perlengkapannya terpasang dengan baik,
kemudian mengoplos Malathion dan solar sesuai kebutuhan (perbandingan
Malathion 1 lt dan solar 19 lt);
3) Petugas mengisi tangki bahan bakar dan tangki larutan menggunakan corong
yang berfilter, kemudian tutup rapat
4) Petugas membuka kran bensin secukupnya, kemudian pompa perlahan-lahan
dengan menekan tombol start;
5) Petugas membuka solution tap (kran larutan), maka larutan akan mengalir dan
segera tersembur;
6) Petugas melakukan fogging sesuai rencana dimulai dari dalam rumah (bila
tingkat diawali dari lantai atas) kemudian bagian belakang keluar melalui pintu
depan, kemudian diluar rumah dimulai dari ujung arah angin;
7) Bila sudah selesai petugas menutup solution tap (kran larutan) dan fuel control
(kran bensin) dengan memutar tombol kearah stop, maka mesin akan mati;
8) Petugas membuang tekanan dalam tangki larutan dan tangki BBM kemudian
kencangkan kembali;
9) Petugas mencatat rumah-rumah yang mendapatkan fogging dan melaporkan
hasil kegiatan fogging ke Dinas Kesehatan
10) Petugas mengarsipkan laporan hasil kegiatan
20
c. Fogging (penyemprotan)
1) Petugas membuat peta wilayah yang akan difogging (batas wilayah dan jumlah
rumah)
2) Petugas mengecek mesin fog serta perlengkapannya terpasang dengan baik,
kemudian mengoplos Malathion dan solar sesuai kebutuhan (perbandingan
Malathion 1 lt dan solar 19 lt);
3) Petugas mengisi tangki bahan bakar dan tangki larutan menggunakan corong
yang berfilter, kemudian tutup rapat
4) Petugas membuka kran bensin secukupnya, kemudian pompa perlahan-lahan
dengan menekan tombol start;
5) Petugas membuka solution tap (kran larutan), maka larutan akan mengalir dan
segera tersembur;
6) Petugas melakukan fogging sesuai rencana dimulai dari dalam rumah (bila
tingkat diawali dari lantai atas) kemudian bagian belakang keluar melalui pintu
depan, kemudian diluar rumah dimulai dari ujung arah angin;
7) Bila sudah selesai petugas menutup solution tap (kran larutan) dan fuel control
(kran bensin) dengan memutar tombol kearah stop, maka mesin akan mati;
8) Petugas membuang tekanan dalam tangki larutan dan tangki BBM kemudian
kencangkan kembali;
9) Petugas mencatat rumah-rumah yang mendapatkan fogging dan melaporkan
hasil kegiatan fogging ke Dinas Kesehatan
10) Petugas mengarsipkan laporan hasil kegiatan
22
BAB V
LOGISTIK
18
25
BAB VI
KESELAMATAN SASARAN KEGIATAN / PROGRAM
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
19
26
BAB IX
PENUTUP
Pedoman ini digunakan sebagai acuan bagi koordinator program DBD di Puskesmas
dan lintas sektor terkait dalamrangka meningkatkan kualitas pelayanan dalam pengendalian
penyakit DBD di wilayah kerja PuskesmasKelir. Untuk meningkatkan efektifitas pemanfaatan
pedoman pelayanan pengendalian DBD di Puskesmas ini hendaknya koordinator program
DBD di Puskesmas dapat menjabarkannya dalam protab (prosedur tetap) yang berisi langkah –
langkah dari setiap kegiatan sesuai dengan kondisi PuskesmasKelir.
Selain itu keberhasilan kegiatan pemberdayaan masyarakat tergantung pada
komitmen yang kuat dari semua pihak terkait dalam upaya meningkatkan kemandirian
masyarakat dan peran serta aktif masyarakat dalam pengendalian DBD sehingga derajat
kesehatan masyarakat dapat optimal.
Selain itu pedoman ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar advokasi bagi
pemegang kebijakan untuk meningkatkan mutu pelayanan pengendalian DBD di Puskesmas.
20
27
DAFTAR PUSTAKA
Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue, Menteri Kesehatan RI, Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011
Modul Pelatihan bagi Pengelola Program Pengendalian Demam Berdarah Dengue di Indonesia,
Pemerintah Kab. Banyuwangi, Dinas Kesehatan, 2013
Petunjuk Teknis Pembinaan dan Penggerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah
Dengue oleh Masyarakat, Tim Pengendalian Program PSN Demam Berdarah Dengue,
Propinsi Jawa Timur, 2006