0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
127 tayangan

KHHNK

Koma hiperosmolar hiperglikemik nonketotik (HHNK) adalah komplikasi metabolik akut diabetes yang ditandai dengan hiperglikemia berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa ketoasidosis serta penurunan kesadaran. Kondisi ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti infeksi, obat-obatan, dan ketidakpatuhan terhadap pengobatan diabetes. Gejala klinisnya meliputi koma, dehidrasi, dan gangguan elektrolit

Diunggah oleh

Aris Susanto
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
127 tayangan

KHHNK

Koma hiperosmolar hiperglikemik nonketotik (HHNK) adalah komplikasi metabolik akut diabetes yang ditandai dengan hiperglikemia berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa ketoasidosis serta penurunan kesadaran. Kondisi ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti infeksi, obat-obatan, dan ketidakpatuhan terhadap pengobatan diabetes. Gejala klinisnya meliputi koma, dehidrasi, dan gangguan elektrolit

Diunggah oleh

Aris Susanto
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
Anda di halaman 1/ 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dengan mikroskop
elektron (Mansjoer dkk,1999).
Koma Hiperosmolar Hiperglikemik NonKetotik ialah suatu sindrom yang ditandai
dengan hiperglikemia berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa ketoasidosis, disertai
penurunan kesadaran (Mansjoer, 2000).
Angka kematian HHNK 40-50%, lebih tinggi dari pada diabetik ketoasidosis. Karena
pasien HHNK kebanyakan usianya tua dan seringkali mempunyai penyakit lain. Sindrom
koma hiperglikemik hiperosmolar non ketosis penting diketahui karena kemiripannya dan
perbedaannya dari ketoasidosis diabetic berat dan merupakan diagnosa banding serta
perbedaan dalam penatalaksanaan (Hudak dan Gallo).
Pasien yang mengalami sindrom koma hipoglikemia hiperosmolar nonketosis akan
mengalami prognosis jelek. Komplikasi sangat sering terjadi dan angka kematian mencapai
25%-50%.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana konsep teori dari Koma Hiperosmolar Hiperglikemik NonKetotik?
2. Bagaimana penatalaksanaan dari Koma Hiperosmolar Hiperglikemik NonKetotik?
3. Asuhan keperawatan apa yang dilakukan pada klien dengan gangguan Koma
Hiperosmolar Hiperglikemik NonKetotik?

1 | A s u h a n K e p e r a w a t a n HHNK
1.3 TUJUAN
1. Tujuan umum
Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien koma hiperglikemia
hiperosmolar non ketotik

2. Tujuan khusus
a. Untuk Mengetahui Pengertian Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Nonketotik.
b. Untuk Mengetahui Etiologi Dari Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Nonketotik.
c. Untuk Mengetahui Manifestasi Klinik Dari Koma Hiperosmolar Hiperglikemik
Nonketotik.
d. Untuk Mengetahui Patofisiologi Dari Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Nonketotik
e. Untuk Mengetahui Diagnosis Dari Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Nonketotik.
f. Untuk Mengetahui Penatalaksaan Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Nonketotik.
g. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Koma Hiperosmolar
Hiperglikemik Nonketotik.

2 | A s u h a n K e p e r a w a t a n HHNK
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN

Hiperglikemia, hiperosmoler, koma non ketotik (HHNK) adalah komplikasi metabolik


akut diabetes, biasanya pada penderita diabetes mellitus (DM) tipe 2 yang lebih tua. Pada
kondisi ini, terjadi hiperglikemia berat (kadar glukosa serum > 600 mg/dL) yang tanpa
disertai ketosis. Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolalitas, diuresis osmotik, dan
dehidrasi berat. Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila tidak segera ditanganin
(Price, 2006).

2.2 ETIOLOGI

Koma hiperosmolar hipoglikemik nonketotik dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai


berikut (Soewondo, 2009) :

1. Infeksi, misalnya adanya selulitis, infeksi gigi, pneumonia, sepsis, dan ISK
2. Pengobatan, misalnya pada penggunaan obat kemoterapi, glukokortikoid, fenitoin, diuretic
tiazid, dan propanolol.
3. Noncompliance, maksudnya adalah ketidakpatuhan penderita Diabetes Melitus terhadap
penatalaksanaan yang dianjurkan, misalnya dalam hal mengkonsumsi makanan, tidak patuh
meminum obat, melewatkan jadwal penyuntikan, dan lain-lain.
4. Diabetes Melitus tidak terdiagnosis.
5. Penyalahgunaan obat, seperti alkohol dan kokain.
6. Penyakit penyerta, missal adanya infark miokard akut, tumor yang menghasilkan hormone
adrenokortikotropin, kejadian serebrovaskular, sindrom cushing, hipertemia, hipotermia,
thrombosis mesenterika, pancreatitis, emboli paru, gagal ginjal, luka bakar berat,
tirotoksitosis, dll.

2.3 MANIFESTASI KLINIK


Tanda dan gejala umum pada klien dengan HHNK adalah haus, kulit terasa hangat dan
kering, mual dan muntah, nafsu makan menurun, nyeri abdomen, pusing, pandangan kabur,
banyak kencing, mudah lelah.

3 | A s u h a n K e p e r a w a t a n HHNK
Gejala-gejala meliputi :
1. Agak mengantuk, insiden stupor atau sering koma.
2. Poliuria selam 1 -3 hari sebelum gejala klinis timbul.
3. Tidak ada hiperventilasi dan tidak ada bau napas.
4. Penipisan volume sangat berlebihan (dehidrasi, hipovolemi).
5. Glukosa serum mencapai 600 mg/dl sampai 2400 mg/dl.
6. Kadang-kadang terdapat gejala-gejala gastrointestinal.
7. Hipernatremia.
8. Kegagalan mekanisme haus yang mengakibatkan pencernaan air tidak adekuat.
9. Osmolaritas serum tinggi dengan gejala SSP minimal (disorientasi, kejang setempat).
10. Kerusakan fungsi ginjal.
11. Kadar HCO3 kurang dari 10 mEq/L.
12. Kadar CO2 normal.
13. Celah anion kurang dari 7 mEq/L.
14. Kalium serum biasanya normal.
15. Tidak ada ketonemia.
16. Asidosis ringan.

2.4 PATOFISIOLOGI

Sindrome Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik mengambarkan kekurangan


hormon insulin dan kelebihan hormon glukagon. Penurunan insulin menyebabkan hambatan
pergerakan glukosa ke dalam sel, sehingga terjadi akumulasi glukosa di plasma. Peningkatan
hormon glukagon menyebabkan glycogenolisis yang dapat meningkatkan kadar glukosa
plasma. Peningkatan kadar glukosa mengakibatkan hiperosmolar. Kondisi hiperosmolar
serum akan menarik cairan intraseluler ke dalam intra vaskular, yang dapat menurunkan
volume cairan intraselluler. Bila klien tidak merasakan sensasi haus akan menyebabkan
kekurangan cairan.
Tingginya kadar glukosa serum akan dikeluarkan melalui ginjal, sehingga timbul
glycosuria yang dapat mengakibatkan diuresis osmotik secara berlebihan ( poliuria ). Dampak
dari poliuria akan menyebabkan kehilangan cairan berlebihan dan diikuti hilangnya potasium,
sodium dan phospat.

4 | A s u h a n K e p e r a w a t a n HHNK
Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga
kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan
hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila
terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa
dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan
dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka
sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra
selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus
menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi. Perfusi ginjal menurun
mengakibatkan sekresi hormon lebih meningkat lagi dan timbul hiperosmolar hiperglikemik.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-
sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein
menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien
akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia.
Kegagalan tubuh mengembalikan ke situasi homestasis akan mengakibatkan
hiperglikemia, hiperosmolar, diuresis osmotik berlebihan dan dehidrasi berat. Disfungsi
sistem saraf pusat karena ganguan transport oksigen ke otak dan cenderung menjadi koma.
Hemokonsentrasi akan meningkatkan viskositas darah dimana dapat mengakibatkan
pembentukan bekuan darah, tromboemboli, infark cerebral, jantung.

2.5 DIAGNOSIS

Pasien dengan HHNK, umumnya berusia lanjut, belum diketahui mempunyai DM, dan
pasien DM tipe 2 yang mendapat pengaturan diet dan atau obat hipoglikemi oral. Seringkali
dijumpai penggunaan obat yang semakin memperberat masalah, misalnya diuretic
(Soewondo, 2009).

Keluhan pasien HHNK ialah : rasa lemah, gangguan penglihatan, atau kaki kejang.
Dapat pula ditemukan keluhan mual dan muntah, namun lebih jarang jika dibandingkan
dengan KAD. Kadang, pasien dating dengan disertai keluhan saraf seperti letargi,
disorientasi, hemiparesis, kejang atau koma (Sewondo, 2009).

Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tamda dehidrasi berat seperti turgor yang
buruk, mukosa pipi yang kering, mata cekung, perabaan ekstremitas yang dingin dan denyut
nadi yang cepat dan lemah. Dapat pula ditemukan peningkatan suhu tubuh yang tak terlalu

5 | A s u h a n K e p e r a w a t a n HHNK
tinggi. Akibat gastroparesis dapat pula dijumpai distensi abdomen, yang membaik setelah
rehidrasi adekuat (Soewondo, 2009).

Perubahan pada status mental dapat bekisar dari disorientasi sampai koma. Derajat
gangguan neurologis yang timbul berhubungan secara langsung dengan osmolaritas efektif
serum. Koma terjadi saat osmolaritas serum mencapai lebih dari 350 mOsm per kg (350
mmol per kg). Kejang ditemukan pada 25% pasien, dan dapat berupa kejang umum, local,
maupun, mioklonik. Dapat juga terjadi hemiparesis yang bersifat reversible dengan koreksi
deficit cairan (Soewondo, 2009).

Temuan laboratorium awal pada pasien dengan HHNK adalah konsentrasi glukosa
darah yang sangat tinggi (> 600 mg per dL) dan osmolaritas serum yang tinggi (> 320 mOsm
per kg air [normal = 290 ± 5]), dengan pH lebih besar dari 7,30 dan disertai ketonemia ringan
atau tidak. Separuh pasien akan menunjukkan asidosis metabolik dengan anion gap yang
ringan (10 – 12). Jika anion gap nya berat (>12), harus dipikirkan diagnosis diferensial
asidosis laktat atau penyebab lain. Muntah dan penggunaan diuretik tiazid dapat
menyebabkan alkalosis metabolik yang dapat menutupi tingkat keparahan asidosis.
Konsentrasi kalium dapat meningkat atau normal. Konsentrasi kreatinin, blood urea nitrogen
(BUN), dan hematokrit hampir selalu meningkat. HHNK menyebabkan tubuh banyak
kehilangan berbagai macam elektrolit (Soewondo, 2009).

Kehilangan Elektrolit pada HHNK


Elektrolit Hilang
Natrium 7 – 13 mEq per kg
Florida 3 – 7 mEq per kg
Kalium 5 – 15 mEq per kg
Fosfat 70 – 140 mEq per kg
Kalsium 50 – 100 mEq per kg
Magnesium 50 – 100 mEq per kg
Air 100 – 200 mEq per kg

6 | A s u h a n K e p e r a w a t a n HHNK
Dalam penemuan laboratorium awal pada koma hiperosmolar dengan seri Brookiyn
dan Washington, didapatkan data sebagai berikut (Foster, 2000) :

Penemuan Laboratorium Awal pada Koma Hiperosmolar


Seri : Brookiyn Washington
Umur, tahun 60 57

Glukosa, mmol/L (mg/dl) 65(1166) 54(976)

Natrium, mmol/L 144 142

Kalium, mmol/L 5 5

Klorida, mmol/L 99 98

Bikarbonat, mmol/L 17 22

BUN, mmol/L (mg/dl) 31(87) 23(65)

Kreatinin, mmol/L (mg/dl) 490(5,5) -

Asam lemak bebas, mmol/L 0,73 0,96

Osmolaritas, mosmol/Liter 384 374


Data rata-rata dari 33 kejadian koma hiperosmoler (AA Arieff, HJ Carrol, Medicine
51:73, 1972)
Data rata-rata dari 20 kejadian koma hiperosmoler (JE Gerich et al, Diabetes 20:28,
1971)

2.6 PENATALAKSANAAN
1. Prinsip Penatalaksanaan

Angka kematian pada koma hiperosmolar tinggi (>50%). Akibatnya terapi segera
sangat mendesak. Tindakan yang paling penting adalah pemberian cairan intravena dalam
jumlah besar untuk memulihkan sirkulasi dan aliran urin. Deficit cairan rata-rata adalah 10
sampai 11 liter. Sementara air tawar akan sangat diperlukan, terapi awal harus berupa larutan
garam isotonik, 2 sampai 3 liter harus diberikan dalam 1 sampai 2 jam pertama. Kemudian
salin separuh kekuatan dapat digunakan. Begitu kadar glukosa mencapai normal, dapat
diberikan dekstrose 5 persen sebagai pembawa air tawar. Jika komahiperosmolar dapat
dipulihkan dengan cairan saja, insulin harus diberikan untuk mengendalikan hiperglikemia
lebih cepat. Banyak penulis menganjurkan dosis kecil insulin tetapi mungkin diperlukan
jumlah yang lebih besar terutama pada pasien obes. Garam kalium biasanya diperlukan lebih
awal dalam terapi koma hiperosmolar disbanding pada ketoasidosis karena pergeseran K+

7 | A s u h a n K e p e r a w a t a n HHNK
plasma intraseluler selama peningkatan terapi tanpa asidosis. Jika terdapat asidosis laktat,
natrium bikarbonat harus diberikan sampai perfusi jaringan dapat dipulihkan. Antibiotika
diperlukan jika infeksi merupakan penyakit (Foster, 2000).

Penatalaksanaan Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (HHNK) meliputi


lima pendekatan (Soewondo, 2009) :

a. Rehidrasi intravena agresif


b. Penggantian elektrolit
c. Pemberian insulin intravena
d. Diagnosis dan manajemen faktor pencetus dan penyakit penyerta
e. Pencegahan

2. Penatalaksanaan Medikamentosa

a. Cairan

Langkah pertama dan terpenting dalam penatalaksaan HHNK adalah penggantian


cairan yang agresif, dimana sebaiknya dimulai dengan mempertimbangkan perkiraan defisit
cairan (biasanya 100 sampai 200 mL per kg, atau total rata-rata 9 L). Penggunaan larutan
isotonik akan dapat menyebabkan overload cairan dan cairan hipotonik mungkin dapat
mengkoreksi defisit cairan terlalu cepat dan potensial menyebabkan kematian dan lisis mielin
difus. Sehingga pada awalnya sebaiknya diberikan 1L normal saline per jam. Jika pasiennya
mengalami syok hipovolemik, mungkin dibutuhkan plasma expanders. Jika pasien dalam
keadaan syok kardiogenik, maka diperlukan monitor hemodinamik
(Soewondo, 2009).

Pada awal terapi, konsentrasi glukosa darah akan menurun, bahkan sebelum insulin
diberikan, dan hal ini dapat menjadi indikator yang baik akan cukupnya terapi cairan yang
diberikan. Jika konsentrasi glukosa darah tidak bisa diturunkan sebesar 75- 100 mg per dL
per jam, hal ini biasanya menunjukkan penggantian cairan yang kurang atau gangguan ginjal
(Soewondo, 2009).

8 | A s u h a n K e p e r a w a t a n HHNK
b. Elektrolit

Kehilangan kalium tubuh total seringkali tidak diketahui pasti, karena konsentrasi
kalium dalam tubuh dapat normal atau tinggi. Konsentrasi kalium yang sebenarnya akan
terlihat ketika diberikan insulin, karena ini akan mengakibatkan kalium serum masuk ke
dalam sel. Konsentrasi elektrolit harus dipantau terus-menerus dan irama jantung pasien juga
harus dimonitor (Soewondo, 2009).

Jika konsentrasi kalium awal <3,3 mEq per L (3,3 mmol per L), pemberian insulin
ditunda dan diberikan kalium (2/3 kalium klorida dan 1/3 kalium fosfat sampai tercapai
konsentrasi kalium setidaknya 3,3 mEq per L). Jika konsentrasi kalium lebih besar dari 5,0
mEq per L (5,0 mmol per L), konsentrasi kalium harus diturunkan sampai dibawah 5,0 mEq
per L, namun sebaiknya konsentrasi kalium ini perlu dimonitor tiap dua jam. Jika konsentrasi
awal kalium antara 3,3-5,0 mEq per L , maka 20-30 mEq kalium harus diberikan dalam tiap
liter cairan intravena yang diberikan (2/3 kalium klorida dan 1/3 kalium fosfat) untuk
mempertahankan konsentrasi kalium antara 4,0 mEq per L (4,0 mmol per L) dan 5,0 mEq per
L (Soewondo, 2009).

c. Insulin

Hal yang penting dalam pemberian insulin adalah perlunya pamberian cairan yang
adekuat terlebih dahulu. Jika insulin diberikan sebelum pemberian cairan, maka cairan akan
berpindah ke intrasel dan berpotensi menyebabkan perburukan hipotensi, kolaps vaskular,
atau kematian. Insulin sebaiknya diberikan dengan bolus awal 0,15U/kgBB secara intravena,
dan diikuti dengan drip 0,1U/kgBB per jam sampai konsentrasi glukosa darah turun antara
250 mg per dL (13,9 mmol per L) sampai 300 mg per Dl. Jika konsentrasi glukosa dalam
darah tidak turun 50-70 mg/dL per jam, dosis yang diberikan dapat ditingkatkan. Ketika
konsentrasi glukosa darah sudah mencapai dibawah 300 mg/dL, sebaiknya diberikan
dekstrosa secara intravena dan dosis insulin dititrasi secara sliding scale sampai pulihnya
kesadaran dan keadaan hiperosmolar (Soewondo, 2009).

3. Penatalaksanaan Non Medikamentosa

Pasien Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (KHHNK) biasanya datang


dengan keadaan penurunan kesadaran dan dalam keadaan gawat darurat, oleh karena itu
pemberian obat secara non farmakologi akan kurang tepat karena memberikan efek yang
cukup lama. Penatalaksaan yang tepat bagi pasien (KHHNK) yaitu secara medikamentosa.

9 | A s u h a n K e p e r a w a t a n HHNK
Selain itu dapat juga dengan dilakukan pencegahan penyakit Diabetes Melitus yang biasanya
merupakan penyebab awal KHHNK, meliputi (Yunir, 2009) :

a. Terapi gizi
Prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status
gizi diabetesi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.
b. Latihan jasmani
Latihan jasmani pada diabetesi akan menimbulkan perubahan metabolik, yang
dipengaruhi selain oleh lama, berat latihan, dan tingkat kebugaran, juga oleh kada insulin
plasma, kadar glukosa darah, kadar benda keton dan imbangan cairan tubuh

4. Identifikasi dan Mengatasi Faktor Penyebab


Walaupun tidak direkomendasikan untuk memberikan antibiotik kepada semua pasien
yang dicurigai mengalami infeksi, namun terapi antibiotik dianjurkan sambil menunggu
kultur pada pasien usia lanjut dan pada pasien hipotensi. Berdasarkan penelitian terkini,
peningkatan konsentrasi C-reactive protein dan interleukin-6 merupakan indikator awal
sepsis pada pasien dengan HHNK (Soewondo, 2009).

5. Pencegahan
Hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan adalah perlunya penyuluhan mengenai
pentingnya pemantauan konsentrasi glukosa darah dan compliance yang tinggi terhadap
pengobatan yang diberikan. Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah adanya akses
terhadap persediaan air. Jika pasien tinggal sendiri, teman atau anggota keluarga terdekat
sebaiknya secara rutin menengok pasien untuk memperhatikan adanya perubahan status
mental dan kemudian menghubungi dokter jika hal tersebut ditemui (Soewondo, 2009).
Pada tempat perawatan, petugas yang terlibat dalam perawatan harus diberikan edukasi
yang memadai mengenai tanda dan gejala HHNK dan juga edukasi mengenai pentingnya
asupan cairan yang memadai dan pemantauan yang ketat (Soewondo, 2009). Kemudian diet
yang baik merupakan salah satu pencegahan dari HHNK. Diet yang dianjurkan adalah
makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai
dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut :
a. Karbohidrat : 60-70 %
b. Protein : 10-15 %
c. Lemak : 20-25 %

10 | A s u h a n K e p e r a w a t a n HHNK
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan
kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat
badan ideal. Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensim insulin
dan memperbaiki respons sel-sel β terhadap stimulus glukosa. Dalam salah satu penelitian
dilaporkan bahwa penurunan 5% berat badan dapat mengurangi kadar HbA1c sebanyak 0,6%
(HbA1c adalah salah satu parameter status DM), dan setiap kilogram penurunan berat badan
dihubungkan dengan 3-4 bulan tambahan waktu harapan hidup. Selain jumlah kalori, pilihan
jenis bahan makanan juga sebaiknya diperhatikan. Masukan kolesterol tetap diperlukan,
namun jangan melebihi 300 mg per hari. Sumber lemak diupayakan yang berasal dari bahan
nabati, yang mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh dibandingkan asam lemak
jenuh. Sebagai sumber protein sebaiknya diperoleh dari ikan, ayam (terutama daging dada),
tahu dan tempe, karena tidak banyak mengandung lemak. Masukan serat sangat penting bagi
penderita diabetes, diusahakan paling tidak 25 g per hari. Disamping akan menolong
menghambat penyerapan lemak, makanan berserat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh juga
dapat membantu mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan penderita DM tanpa risiko
masukan kalori yang berlebih. Disamping itu makanan sumber serat seperti sayur dan buah-
buahan segar umumnya kaya akan vitamin dan mineral (American Diabetes Association,
2004).
Selain diet, dengan berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar
gula darah tetap normal. Saat ini ada dokter olah raga yang dapat dimintakan nasihatnya
untuk mengatur jenis dan porsi olah raga yang sesuai untuk penderita diabetes. Prinsipnya,
tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus
pengaruhnya bagi kesehatan (American Diabetes Association, 2004). Olahraga yang
disarankan adalah yang bersifat CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive,
Endurance Training). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75- 85% denyut nadi
maksimal (220-umur),disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penderita. Beberapa
contoh olahraga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang,dan
lain sebagainya. Olahraga aerobik ini paling tidak dilakukan selama total30-40 menit per hari
didahului dengan pemanasan 5-10 menit dan diakhiri pendinginan antara 5-10 menit. Olah
raga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh
dan juga meningkatkan penggunaan glukosa (American Diabetes Association, 2004).

11 | A s u h a n K e p e r a w a t a n HHNK
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN
1. Primery Survey
a. Air way
Kemungkinan ada sumbatan jalan nafas, terjadi karena adanya penurunan
kesadaran / koma sebagai akibat dari gangguan transport oksigen ke otak.
b. Breathing
Tachypnea, sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
c. Circulation
Sebagai akibat diuresis osmotik, akan terjadi dehidrasi. Visikositas darah juga akan
mengalami peningkatan, yang berdampak pada resiko terbentuknya trombus. Sehingga
akan menyebabkan tidak adekuatnya perfusi organ.
d. Disability
Kemungkinan terjadinya penurunan kesadaran.
2. Sekunder Survey
Bilamana managemen ABC menghasilkan kondisi yang stabil, perlu pengkajian dengan
menggunakan pendekatan head to toe. Dari pemeriksaan fisik ditemukan pasien dalam
keadaan apatis sampai koma, tanda-tanda dehidrasi seperti turgor turun disertai tanda
kelainan neurologis, hipotensi postural, bibir dan lidah kering, tidak ada bau aseton yang
tercium dari pernapasan.
a. Pemeriksaan fisik (Mata : cekung, wajah : pucat, hidung : tidak terdapat cuping hidung)
b. Neurologi (Stupor, lemah, disorientasi, kejang, reflek normal, menurun atau tidak ada.
c. Pulmonary (Tachypnae, dyspnae, nafas tidak bau acetone)
d. Cardiovaskuler (Tachicardia, hipotensi postural, mungkin penyakit kardiovaskulaer
(hipertensi, CHF ), Capilary refill > 3 detik.
e. Renal (Poliuria ( tahap awal ), Oliguria ( tahap lanjut ), Nocturia, inkontinensia
f. Integumentary (Membran mukosa dan kulit kering, turgor kulit tidak elastis,mempunyai
infeksi kulit, luka sulit sembuh.
g. Gastrointestinal (Distensi abdomen dan penurunan bising usus)

12 | A s u h a n K e p e r a w a t a n HHNK
3. Tersier Survey
A. Riwayat Keperawatan
a) Persepsi - managemen kesehatan
- Riwayat DM tipe II
- Riwayat keluarga DM
- Gejala timbul beberapa hari, minggu.
b) Nutrisi – metabolik
- Rasa haus meningkat, polidipsi atau tidak ada rasa haus.
- Anorexia
- Berat badan turun.
c) Eliminasi
- Poliuria, nocturia.
- Diarhe atau konstipasi.
d) Aktivitas – exercise
- lelah, lemah.
e) Kognitif
- Kepala pusing, hipotensi orthostatik.
- Penglihatan kabur.
- Gangguan sensorik.
B. Pemeriksaan Diagnostik
a. Serum glukosa: 800-3000 mg/dl.
b. Gas darah arteri: biasanya normal.
c. Elektrolit biasanya rendah karena diuresis.
d. BUN dan creatinin serum meningkat karena dehidrasi atau ada gangguan renal.
e. Osmolalitas serum: biasanya lebih dari 350 mOsm/kg.
f. pH > 7,3.
g. Bikarbonat serum > 15 mEq/L.
h. Sel darah putih meningkat pada keadaan infeksi.
i. Hemoglobin dan hematokrit meningkat karena dehidrasi.
j. EKG mungkin aritmia karena penurunan potasium serum.
k. Keton urine tidak ada atau hanya sedikit.

13 | A s u h a n K e p e r a w a t a n HHNK
3.2 DIAGNOSA
1. Resiko ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan ketidakadekuatan cairan
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat:
gangguan membran mukosa mulut

Diagnosa Tujuan Rencana Tindakan


NANDA NOC NIC
1. Resiko Setelah dilakukan Manajemen Cairan
ketidakseimbangan tindakan keperawatan - Berikan cairan oral/parenteral
volume cairan selama 1x24 jam sesuai indikasi (sesuai kondisi
berhubungan dengan diharapkan: umum, usia, kasus penyakit)
ketidakadekuatan Keseimbangan cairan - Monitor intake & output yang
cairan yang adekuat, dengan akurat dalam 24 jam
KH: - Monitor kelembaban membran
- Asupan cairan mukosa, adanya peningkatan
oral/parenteral adekuat suhu tubuh, usia lanjut
- Tidak ada tanda-tanda - Monitor keadaan umum,tanda-
dehidrasi tanda vital, dan status
- TTV dalam batas hemodinamik
normal : - kolaborasi pemberian terapi:
Suhu: 36,3- 37,4 obat, cairan intravena, dan
Nadi : pemeriksaan elektrolit: Na, Ca,
bayi : 140/menit Cl, K, Mg
anak 2th : 120/menit,
anak 4th : 100/menit,
anak 10-14th : 85-
90/menit.
Laki-laki dewasa: 60-
70/menit
Premp.dewasa: 70-
85/menit.
Tekanan darah (RR) :
umur : 110/75 mmHg,
umur 30-40 th : 125/85

14 | A s u h a n K e p e r a w a t a n HHNK
mmHg,
umur 40-60 th : 140/90
mmHg.
2. Kekurangan volume Setelah dilakukan Manajemen cairan
cairan berhubungan tindakan keperawatan - Monitor warna, jumlah dan
dengan asupan selama 1x24 jam frekuensi kehilangan cairan
cairan yang tidak diharapkan: dalam 24 jam
adekuat: gangguan Kekurangan cairan akan - Observasi kehilangan cairan yang
membran mukosa teratasi, dengan KH: tinggi
mulut - Tidak ada tanda- - Diare, drainase luka, diaforesis
Data Subyektif : klien tanda dehidrasi: BB (banyak keringat), pengisapan
mengatakan haus tidak turun, elastisitas nasogastrik, perdarahan IWL
kelemahan kulit baik, membran - Monitor status hidrasi:
Data Obyektif : mukosa lembab, mata kelembaban membran mukosa,
penurunan turgor kulit, tidak cekung nadi suhu, respirasi dan tekanan
membran mukosa - TTV dalam batas darah
mulut/ kulit kering, nadi normal : - Timbang dan pantau kemajuan
meningkat TD Suhu: 36,3- 37,4 BB
menurun. Nadi : - Kolaborasi pemberian cairan
bayi : 140/menit intravena, pemasangan NGT,
anak 2th : 120/menit, douwer kateter clan pemeriksaan
anak 4th : 100/menit, elektrolit
anak 10 -14th : 85- Manajemen hipovolumia
90/menit. - Identifikasi faktor yang
Laki-laki dewasa: 60- berkontribusi terhadap bertambah
70/menit buruknya dehidrasi: demam,
Premp.dewasa: 70- stres, obat-obatan
85/menit. - kaji adanya vertigo dan hipotensi
Tekanan darah postural
(RR): - Monitor tingkat kesadaran,
umur : 110/75 mmHg, keadaan umum dan status
umur 30-40th : 125/85 hemodinamik
mmhg,

15 | A s u h a n K e p e r a w a t a n HHNK
umur 40-60th : - Monitor respon klien terhadap
140/90mmHg. penambahan cairan
- Atur posisi klien trendelenburg
diindikasikan/ bila hipotensi
- Kolaborasi dalam pemberian
produk darah/ cairan IV sesuai
program

16 | A s u h a n K e p e r a w a t a n HHNK
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Hiperglikemia, hiperosmoler, koma non ketotik (HHNK) adalah komplikasi metabolik


akut diabetes, biasanya pada penderita diabetes mellitus (DM) tipe 2 yang lebih tua. Pada
kondisi ini, terjadi hiperglikemia berat (kadar glukosa serum > 600 mg/dL) yang tanpa
disertai ketosis. Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolalitas, diuresis osmotik, dan
dehidrasi berat. Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila tidak segera ditanganin.

Pasien dengan HHNK, umumnya berusia lanjut, belum diketahui mempunyai DM, dan
pasien DM tipe 2 yang mendapat pengaturan diet dan atau obat hipoglikemi oral. Seringkali
dijumpai penggunaan obat yang semakin memperberat masalah, misalnya diuretic

4.2 Saran

Setelah membaca makalah kami ini, kami berharap kepada pembaca, khususnya pada
mahasiswa keperawatan dapat lebih memahami lebih dalam mengenai penatalaksanaan dan
asuhan keperawatan Hiperglikemia, hiperosmoler, koma non ketotik.

17 | A s u h a n K e p e r a w a t a n HHNK
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. Standards of medical care in diabetes. Diabetes Care.


2004;27(Suppl 1):S15-S35.

Asman. 1996. .Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: balai penerbit FKUI.
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan
dan pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Foster, Daniel W. 2000. Diabetes Mellitus. Dalam : Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit
dalam edisi 13/ editor edisi bahasa inggris, Kurt J. Isselbacher et al; editor bahasa
Indonesia, Ahmad H. Asdie. Jakarta: EGC.

Hudak dan Gallo. 2001. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, edisi VI, volume II.
Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius.
Price, Sylvia A., Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester,
Yasmin asih. Jakarta : EGC.
Soewondo, Pradana. 2009. Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik. Dalam : Aru W.
Sudoyo et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta : Interna Publishing.
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. 2006. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta : FKUI
Yunir, Em, Soebardi, dan Suharko. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3. Jakarta :
Interna Publishing.

18 | A s u h a n K e p e r a w a t a n HHNK

Anda mungkin juga menyukai