Sap Manajement Sress Ibu Hamil
Sap Manajement Sress Ibu Hamil
Sap Manajement Sress Ibu Hamil
DISUSUN OLEH :
1. M. YUSUF RAMADHANI
2. NENA SRI WULAN
3. NENGSIH WIDIYATI
4. NURAENI
5. NURUL FITRI ANGGRAENI
6. QUROTUL AINI
1. Penyuluh Pemateri
memberikan memberikan
15. Evaluasi
a. Evaluasi Struktur :
1) Kesiapan media meliputi leaflet, LCD proyektor, Microphone,
Power point
2) Dilaksanakan pada hari pada tanggal 21 April 2018
3) Dilaksanakan di Desa Satrean Kecamatan Maron Kabupaten
Probolinggo
4) Telah disetujui oleh kepala desa
b. Evaluasi Proses
1) Kegiatan penyuluhan berjalan tertib tanpa hambatan
2) Para ibu hamil mengajukan pertanyaan
3) Para ibu hamilmengikuti kegiatan sampai selesai
c. Evaluasi Hasil
1) Para ibuhami dapat menjawab dengan benar 75% dari
pertanyaan untuk mengevaluasi pemahaman apeserta setelah
dilakukan penyuluhan :
a) Apakah pengertian stres dan kehamilan?
b) Apa faktor yang menyebabkan stres selama masa
kehamilan?
c) Apakah Dampak stress pada ibu hamil ?
d) ApakahResikostres dapat mempengaruhi kesehatan ibu
hamil?
e) Bagaimana cara mengurangi tingkat stress
padaibuhamil
MATERI PENYULUHAN
MANAJEMEN STRES PADA IBU HAMIL
1. Pengertian
Stres adalah bentuk ketegangan dari fisik, psikis emosi maupun
mental. Bentuk ketegangan ini mempengaruhi kinerja keseharian
seseorang. Bahkan stres dapat membuat produktivitas menurun, rasa sakit
dan gangguan-gangguan mental. Pada dasarnya, stres adalah sebuah
bentuk ketegangan ketegangan.
Menurut Robbins (2001) stres juga dapat diartikan sebagai suatu
kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu
kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan
atau penghalang.
Menurut Woolfolk dan Richardson (1979) menyatakan bahwa
adanya sistem kognitif, apresiasi stres menyebabkan segala peristiwa yang
terjadi disekitar kita akan dihayati sebagai suatu stres berdasarkan arti atau
interprestasi yang kita berikan terhadap peristiwa tersebut dan bukan
karena peristiwa itu sendiri.
Sedangkan menurut Handoko (1997), stres adalah suatu kondisi
ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi
seseorang.
Stres menurut Hans Selye (1976) merupakan respons tubuh yang
bersifat tidak spesifik terhadap setiap tuntutan atau beban atasnya.
2. Penyebab Stres Selama Kehamilan
Stres yang terjadi pada ibu hamil dapat mempengaruhi kesehatan ibu
dan janin. Janin dapat mengalami keterhambatan perkembangan atau
gangguan emosi saat lahir nanti jika stres pada ibu tidak tertangani dengan
baik. Stres ini di bagi menjadi 2 :
a. Stres Internal : Faktor psikologis yang mempengaruhi dalam
kehamilan dapat berasal dari dalam diri ibu hamil (internal). Faktor
psikologis yang mempengaruhi ibu hamil sendiri ialah latar
belakang kepribadian ibu dan pengaruh perubahan hormonal yang
terjadi selama kehamilan. Ibu hamil memiliki kepribadian
immature atau kurang matang biasanya dijumpai pada calon
ibudengan usia ibu yang masih sangat muda, introvet atau tidak
mau berbagi dengan orang lain.
b. Stres Eksternal : berasal dari orang lain, sikap penerimaan atau
penolakan orang lain terhadap individu. Penyebab lain dari stres
dapat berasal dari eksternal dimana terjadinya keretakan dalam
rumah tangga, pengangguran atau adanya kematian anggota
keluarga.
Stres yang terjadi pada ibu hamil juga berasal dari support keluarga. Ibu
merupakan salah satu anggota keluarga yang sangat berpengaruh sehingga
perubahan apapun yang terjadi pada ibu akan mempengaruhi keadaan
keluarga. Bagi pasangan baru, kehamilan merupakan kondisi dari masa anak
menjadi orang tua sehingga kehamilan dianggap suatu krisis bagi kehidupan
berkeluarga yang dapat diikuti oleh stres dan kecemasan. Dukungan keluarga
memegang peranan yang besar dalam menentukan status kesehatan ibu,
karena selama hamil ibu mengalami perubahan fisik atau psikologis sehingga
membuat emosi ibu hamil labil.
Subtstance Abuse adalah pola psikoaktif dari penggunaan zat atau
bahan yang beresiko secara fisik bagi kesehatan ibu hamil dan janinnya, dapat
memberikan pengaruh juga secara psikologis. Pengaruh psikologis tersebut
dalam bentuk ketergantungan, kecanduan dan penyalahgunaan. Gejala- gejala
gangguan psikologis akibat substance abuse antara lain : ganggguan dalam
sosialisasi, gelisah, sifat lekas marah, halusinasi, euphoria atau ketagihan dan
over dosis, paranoid, stres.
Partner abuse merupakan kekerasan atau penyiksaan yang dilakukan
oleh pasangan ibu hamil dan sangat berpengaruh terhadap proses kehamilan.
Kekerasan terebut dapat berupa kekerasan emosional,seksual atau fisik,
kekerasan seperti pemukulan, penyiksaan dibebani kerja berat. Kekerasan
psikologis seperti tidak di perhatikan, suami selingkuh, dimarahi tanpa sebab
yang pasti, istri menanggung beban keluarga, tingkah laku suami yang buruk
seperti mabuk,judi dan pemarah. Kekerasan terhadap wanita dapat terjadi
pada semua kebudayaan, pendidikan, ras, agama dan latar belakang sosial
ekonomi. Kekerasan terhadap wanita merupakan suatu bentuk kejantanan
laki-laki terhadap wanita. Seseorang wanita bagaikan sebuah benda, harta
yang harus tunduk pada peraturan rumah tangga dan patut mendapat
kekerasan .
3. Dampak Stress Pada Ibu Hamil
Dampak stres bagi wanita hamil merupakan suatu hal yang perlu diketahui
agar ibu hamil lebih aware akan bahayanya dan berusaha mengendalikannya.
Berikut ini akan adalah beberapa dampak stres yang perlu diperhatikan oleh
wanita hamil:
Ibu hamil yang mengalami stres karena terlalu banyak masalah dan
pikiran juga akan mengeluarkan hormon kortisol. Hormon kortisol yang
banyak diproduksi juga bisa masuk ke dalam tubuh bayi dalam kandungan
dan memicu resiko alergi pada bayi saat lahir. Hal ini terbukti dalam
sebuah penelitian, dimana ditunjukkan bahwa bayi yang mendapat banyak
hormon kortisol dalam kandungan memiliki resiko alergi yang lebih tinggi
dimana bayi yang tidak mendapat banyak hormon kortisol.
Dampak stres bagi wanita hamil tidak hanya terjadi pada saat
wanita tersebut mengandung, melainkan juga akan berdampak dalam
jangka panjang. Hal inilah yang harus diwaspadai. Bayi yang dilahirkan
oleh ibu yang mengalami stres atau depresi selama masa kehamilan,
memiliki resiko 1,5 kali lebih tinggi untuk mengalami depresi ketika
usianya menginjak 18 tahun. Bahkan, anak tersebut berpotensi mengalami
gangguan emosi, seperti menunjukkan perilaku yang agresif.