Makalah Kelompok PengLim

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 20

TUGAS MAKALAH

JENIS LIMBAH PADA HASIL PROSES PELEBURAN


TEMBAGA
MATA KULIAH PENGOLAHAN LIMBAH

Disusun oleh :
Kelompok 3
Ekky Trias Atmaja 3334150041
Mahdi Husaini 3334150068
Feri Nurcahyadi 3334160030
Reyza Halim 3334160035

JURUSAN TEKNIK METALURGI FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
CILEGON - BANTEN
2019

i
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...............................................................................................i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proses Peleburan Tembaga ........................................................ 3

2.2 Jenis dan Karakteristik Limbah pada Hasil Proses Peleburan

Tembaga .................................................................................... 8

BAB III KESIMPULAN .................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 12

ii
1

BAB I

PENDAHULUAN

Seiring dengan meningkatnya kemajuan teknologi dan berkembangnya

kegiatan industri, selain membawa dampak positif juga membawa dampak negatif.

Tumbuh pesatnya industri juga berarti makin banyak limbah yang dikeluarkan dan

mengakibatkan permasalahan yang kompleks bagi lingkungan. Limbah yang sangat

berbahaya dan memiliki daya racun yang tinggi umumnya berasal dari buangan

industri, terutama industri kimia dan industri logam[1]. Oleh karena itu, proses

penanganan limbah menjadi bagian yang sangat penting dalam industri. Logam

berat tergolong limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang pada kadar

tertentu dapat membahayakan lingkungan sekitarnya karena bersifat toksik bagi

hewan dan manusia.

Limbah tembaga merupakan salah satu limbah B3. Dalam Peraturan

Pemerintah No. 18 tahun 1999 disebutkan bahwa limbah B3 adalah sisa suatu usaha

yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat atau

konsentrasinya tinggi dapat mencemarkan lingkungan hidup. Tembaga juga

merupakan logam berat. Usaha-usaha untuk menanggulangi pencemaran logam

berat di Indonesia sampai saat ini belum banyak dilakukan. Hal ini terutama karena

sebagian besar industri di Indonesia belum mempunyai sarana pengolahan limbah

yang memadai. Usaha yang dapat dilakukan untuk menghindari bahaya logam

berat, antara lain dengan menghindari sumber bahan pangan yang memiliki resiko
2

mengandung logam berat, mencuci, dna mengolah bahan pangan yang akan

dikonsumsi dengan baik dan benar. Selain itu, juga perlu memperhatikan dan peduli

terhadap lingkungan agar pencemaran tidak semakin bertambah jumlahnya.

Peningkatan pengetahuan mengenai logam berat juga dapat bermanfaat dan juga

lebih waspada terhadap pencemaran logam berat. Logam berat seperti Pb, Cud, Cu,

dan Zn dapat terakumulasi dalam jumlah yang cukup besar pada tanaman seperti

padi, rumput, beberapa jenis leguminosa untuk pakan ternak, dan sayuran[2].
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proses Peleburan Tembaga

Adapun contoh aplikasi proses peleburan tembaga di industri adalah PT.

Smelting Gresik. PT. Smelting Gresik adalah pabrik pengolahan biji tembaga

menjadi tembaga murni dengan tingkat kemurnian sampai 99,99%, yang berlokasi

di Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Proses pengolahan yang dilakukan oleh PT.

Smelting Gresik ini adalah dengan menggunakan metode Mitsubishi process yang

dikembangkan pada tahun 1970-1980 yang merupakan metode paling modern

dalam pengolahan tembaga, dan hanya ada 5 pabrik di dunia ini yang menggunakan

metode Mitsubishi process ini, dan salah satunya adalah di PT. Smelting Gresik ini.

Proses pengolahan di PT. Smelting Gresik terdiri dari 2 proses, yaitu proses

pyrometallurgy dan electrometallurgy. Pada proses smelter di PT. Smelting Gresik

ini, mereka menggunakan Mitsubishi process, dimana proses ini adalah proses yang

bekerja secara kontinyu. Karena proses kontinyu ini tersebut, semua proses berjalan

secara tertutup dan dengan begitu proses ini dapat mengurangi polusi dan

pencemaran lingkungan. Proses kontinyu ini memiliki 3 tahapan furnace, yaitu

smelting furnace lalu berlanjut ke slag cleaning furnace dan terakhir baru ke

converting furnace. Ketiganya dihubungkan oleh launder yang tertutup yang akan

dilewati oleh molten metal yang ditransfer dari satu furnace ke furnace selanjutnya

dengan memanfaatkan gravitasi[3]. Adapun flowchart proses peleburan tembaga


4

dengan menggunakan metode Mitsubishi process di PT. Smelting Gresik dapat

dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Flowchart Proses Peleburan Tembaga di PT. Smelting Gresik[4]

Pada smelting furnace, yang dimasukkan adalah konsetrat kering, flux yang

berupa pasir silikat, batubara, slag hasil converting furnace, dan recycling dust.

Semuanya dimasukkan dengan sistem pneumatic conveying. Konsetrat dengan

komposisi Cu : 30%; S : 30%; Fe : 25%; gangue mineral : 15% akan dimasukkan

ke dalamnya melalui lance pipe. Lance pipe ini berguna pula untuk memberikan

semacam aliran kuat yang mengakibatkan molten metal akan seperti teraduk secara

alamiah. Pada proses di smelting furnace, konsetrat tadi akan teroksidasi dan

melting dengan reaksi eksotermik. Reaksi eksotermik akan menghasilkan panas

nantinya akan dikumpulkan dan akan dijual dalam bentuk uap. Molten metal yang

masih tercampur dengan slag akan ditransfer ke furnace selanjutnya, yaitu slag

cleaning furnace.
5

Pada slag cleaning furnace adalah molten metal berisi matte dan slag

ditransfer dari smelting furnace melalui launderakan dipanaskan oleh dua buat set

elektroda. Dengan proses yang terjadi, maka matte yang mengandung Cu sebanyak

68% akan terpisah dengan slag dengan memanfaatkan prinsip perbedaan berat

jenis. Slag akan overflow, kemudian akan dikirim ke industri semen sebagai bahan

campuran pembuatan semen. Sedangkan, matte akan berlanjut ke converting

furnace melalui launder.

Ada hal yang perlu diperhatikan di slag cleaning furnace, yaitu harus

menjaga agar tidak terbentuknya Fe3O4. Terbentuknya Fe3O4 akan mengakibatkan

terbentuknya lapisan diantara slag dengan matte. Lapisan Fe3O4 mengakibatkan

matte tidak dapat terpisah menjadi underflow, sehingga molten metal yang berasal

dari smelting furnace akan ikut terbuang akibat adanya lapisan ini. Pada converting

furnace, matte yang dialirkan melalui launder dari slag cleaning furnace akan

dicampur dengan limestone dan slag hasil converting furnace akan direaksikan

dengan udara yang kaya oksigen. Dari hasil reaksi ini akan menghasilkan blister

copper dengan kandungan 98,5% Cu dan slag yang mengandung 14% Cu. Blister

copper akan terpisah berdasarkan prinsip perbedaan berat jenis. Blister copper akan

diteruskan ke anode furnace dengan menggunakan system switching launder. Dan

slag akan dikembalikan ke proses smelting furnace untuk diolah kembali.

Pada proses smelting, concentrate yang dimasukkan adalah konsentrat

kering. Untuk membuat konsetrat kering di PT. Smelting Gresik terdapat

concentrate dryer, dimana medianya juga ada yang berasal dari hasil lain proses

pengolahan seperti hot air hasil dari acid plant dan gas buangan dari anode furnace.
6

Keduanya ditambah oleh natural gas sebagai media untuk mengeringkan konsetrat.

Pada concentrate dryer terdapat bag filter yang berfungsi untuk menangkap dust

yang nantinya berguna untuk proses pengolahan di smelting furnace.

Kemudian, slag-slag yang dihasilkan juga tidak dibuang begitu saja. Pada

Mitsubishi process, ada 2 kali proses yang menghasilkan slag yaitu slag cleaning

furnace dan converting furnace. Keduanya keluar dengan cara overflow akibat

perbedaan berat jenis. Dan setelah keluar dari furnace, keduanya akan diproses

granulasi di slag granulation. Dan nantinya slag dari smelting furnace akan dikirim

ke industri semen, sedangkan slag dari converting furnace akan diolah kembali di

smelting furnace.

Proses pada anode furnace, dimana material input berupa blister copper

yang ditransfer menggunakan launder yang switching. Pada anode furnace, proses

yang terjadi pada blister adalah oksidasi dan reduksi. Proses ini bertujuan agar

terproduksi refinery copper yang akan siap di casting pada proses selanjutnya.

Proses oksidasi terjadi dengan meniup udara dan oksigen pada furnace ini dan

bertujuan untuk mengurangi kadar sulfur hingga 0,05% sedangkan proses

reduksinya dengan cara meniupkan agen pereduksi bertujuan untuk mengurangi

kadar oksigen sampai dengan 0,15%.

Dengan banyaknya proses diatas yang menghasilkan gas, maka PT.

Smelting Gresik memiliki pengolahan gas hasil dari pengolahan logam. Pada

smelting furnace dan converting furnace, ada beberapa pengolahan gas hasil proses.

Yang pertama adalah gas akan melewati waste heat boiler yang bertujuan untuk

mengambil panas sehingga menghasilkan uap. Nantinya uap ini akan berada di
7

tangan konsumen. Kemudian gas tersebut akan melewati electrostatic precipitator

yang berguna untuk menangkap dust yang terikut ke gas. Kemudian dust ini akan

dimasukkan kembali saat smelting furnace. Selanjutnya gas akan dialirkan ke acid

plant yang selanjutnya diproses menjadi produk yang mempunyai nilai ekonomi

yaitu asam sulfat. Sedangkan pada anode furnace, gas pada saat oksidasi akan

dikirimkan langsung ke acid plant untuk dibuat asam sulfat. Sedangkan, pada

proses holding dan reduksi akan dikirim ke concentrate dryer sebagai media

mengeringkan konsentrat.

Tahap akhir smelter pada PT. Smelting Gresik dengan menggunakan

metode Mitsubishi process adalah casting. PT. Smelting Gresik menggunakan

teknologi casting dari Inggris yang dinamakan Hazelett Caster. Proses ini

berlangsung dalam 2 tahap dimana pertama-tama refined copper akan dituang

secara kontinyu ke dalam copper strip oleh sebuah Hazelett Twin Belt Caster. Lalu,

continuous copper strip tadi akan dipotong menjadi potongan anoda oleh hydraulic

shearing machine. Maka keluarlah hasil smelter PT. Smelting Gresik berupa anoda

tembaga, dan akan dilanjutkan ke proses refining.

Proses akhir dari proses pengolahan tembaga di PT. Smelting Gresik adalah

proses refinery menggunakan ISA process. Pada proses ini, tembaga hasil dari

smelter yaitu berupa anoda akan di electrorefining dengan proses elektrolisis

menggunakan Stainless Steel (SS) Blank sebagai katodanya, sedangkan

elektrolitnya adalah CuSO4-H2SO4-H2O. Proses ini diharapkan akan diperoleh

katoda tembaga dengan kandungan 99,99% dari anoda yang kandungannya sekitar

99% serta memisahkan logam berharga seperti Au, Ag, dan Pt mejadi slime. Prinsip
8

prosesnya adalah anode copper dan SS Blank akan diletakkan di sebuah sel

electrorefining, lalu dialiri arus DC sehingga tembaga pada anoda akan terlarut dan

kemudian akan terdeposit di katoda[3]. Adapun proses peleburan tembaga dengan

menggunakan metode Mitsubishi process di PT. Smelting Gresik dapat dilihat pada

gambar 2.2.

Gambar 2.2 Proses peleburan tembaga dengan menggunakan metode Mitsubishi

process di PT. Smelting Gresik[4]

2.2 Jenis dan Karakteristik Limbah pada Hasil Proses Peleburan Tembaga

Adapun jenis dan karakteristik limbah pada hasil proses peleburan tembaga

adalah sebagai berikut :

a. Gas SO2

Adapun sifat kimia dari SO2 adalah gas yang tidak berwarna

dengan bau yang menyengat. SO2 sangat mudah larut dalam air. Hal ini

tidak membuat gas SO2 tidak dapat terbakar. Konsentrasi untuk terdeteksi

pada indera perasa adalah 0,3-1 ppm di udara dan ambang bau adalah 0,5
9

ppm. Gas ini bersifat iritan. SO2 merupakan senyawa kimia dengan rumus

kimia SO2 yang tersusun dari 1 atom sulfur dan 2 atom oksigen. Adapun

reaksi kimia dari SO2 adalah sebagai berikut.

S(g) + O2(g) SO2(g)………………………………(2.1)

Sulfur dioksida merupakan ikatan yang tidak stabil dan sangat

reaktif terhadap gas yang lain. Berdasarkan sifat fisika SO2 memiliki titik

didih -10˚C, titik beku -75,5˚C, berat jenis relatif (air=1) 1,4.

Kelarutannya dalam air adalah 8,5 dalam 100 ml air pada suhu 25˚C. Gas

ini lebih berat dari udara, berat jenis uap relatif di udara 2,25 sedangkan

berat jenis relatif udara adalah 1.

Bau yang menyengat biasanya biasanya cukup untuk mendeteksi

kehadiran dari SO2. Kebanyakan orang dapat mendeteksi SO2 pada

tingkat 1 sampai 3 ppm (1 ppm setara dengan 2,62 mg/m3). SO2 bersama

dengan pencemar lainnya (CO, CO2, NO2, TSP, metana, senyawa

halogen, partikel logam, dll) merupakan pencemar udara primer yang

komposisi atau kadarnya tidak akan mengalami perubahan di atmosfer

baik secara kimia maupun fisis dalam jangka waktu yang relatif lama

yaitu harian sampai dengan tahunan.

Sulfur dioskida larut dalam air atau uap untuk membentuk asam

sulfur. Banyak logam termasuk seng, aluminium, cesium, dan besi

terbakar di pemanas SO2. SO2 bereaksi eksplosif ketika kontak dengan

natrium hidrida. SO2 terbakar bila dicampur dengan lithium asetilena

diamino karbida atau acetylide lithium ammonia[5].


10

b. Copper slag

Copper slag adalah hasil limbah industri peleburan tembaga, yang

memiliki sifat fisik berbentuk pipih dan runcing (tajam) dan sebagian

besar mengandung oksida besi dan silikat serta mempunyai sifat kimia

yang stabil dan sifat fisik yang sama dengan pasir. Copper slag biasanya

digunakan sebagai pengganti semen (cementitious) tetapi materialnya

harus dihaluskan hampir seperti semen agar didapatkan kualitas mutu

yang optimal[6].

Adapun sifat kimia dari copper slag adalah berat jenis slag 3,91.

Bulk density dari copper slag bervariasi dari 1,9-2,15 kg/m3 yang hampir

mirip dengan bulk density agregat halus konvensional. pH larutan ekstrak

air bervariasi dari 6,6 hingga 7,2. Kadar air bebas yang terkandung dalam

copper slag sekitar 26% merupakan salah satu opsi agregat yang

digunakan dalam perkerasan beton normal. Kehalusan copper slag sekitar

125 m2/kg[7]. Adapun komposisi kimia dari copper slag dapat dilihat pada

tabel 2.1.

Tabel 2.1 Komposisi Kimia dari Copper Slag[7]


11

Tugas Individu

Proses Pengolahan Limbah Gas SO2 Menggunakan Metode Flue Gas

Desulphurisation.

1. Pendahuluan

Flue Gas Desulphurisation (FGD) adalah metode pengolahan gas SO2 secara

fisik dan kimia yang banyak dipakai saat ini. Metode ini memerlukan biaya

investasi dan operasional yang cukup besar. Metode ini digunakan untuk

menurunkan emisi gas SO2 dari gas buang (flue gas)[8]. Adapun gambar dari Flue

Gas Desulphurization di PLTU Paiton - Probolinggo, Jawa Barat dapat dilihat pada

gambar 2.3.[9].

Gambar 2.3 Flue Gas Desulphurization di PLTU Paiton - Probolinggo, Jawa

Barat[9]

Secara umum, FGD dikelompokkan menjadi 3, yaitu proses basah (wet

scrubber), proses kering (dry scrubber), dan penyerap yang dapat digenerasi[10].
12

Dalam aplikasi industri, tipe FGD yang paling banyak dipakai adalah wet scrubber,

karena memiliki efisiensi yang tinggi dan menghasilkan produk pengolahan berupa

gypsum sintesis yang memiliki kualitas yang tinggi. Adapaun keuntungan dari tipe

FGD jenis wet scrubber adalah efisiensi yang lebih tinggi lebih dari 90% dengan

kemampuan penyerapan scrubber yang tinggi dan menghasilkan produk gypsum

yang berkualitas dan setara dengan gypsum alami. Adapun keuntungan dari

penggunaan FGD ini menurut EPA-CICA United State EPA 452/F-03-034 adalah

sebagai berikut[11] :

a. Efisiensi FGD dalam menurunkan SO2 sekitar 50% sampai dengan 98%;

b. Hasil produksi FGD dapat digunakan kembali;

c. Tingkat kesulitan dalam pproses retrofit FGD dari moderat hingga rendah;

d. Ketersediaan dan kemudahan dalam mendapatkan reagent.

2. Proses FGD

Sistem FGD menghilangkan gas buang berupa SO2 dengan menyemprotkan

limestone ke dalam aliran gas buang. Adapun diagram alir proses FGD

menggunakan limestone dapat dilihat pada gambar 2.4.[11]

Gambar 2.4 Diagram Alir Proses FGD menggunakan limestone[11]


13

Batu kapur (CaO) direaksikan dengan sejumlah air di dalam mixer sehingga

akan terbentuk larutan Ca(OH)2. Gas buang dari proses pembakaran yang

mengandung SO2 sebelum dibuang melalui cerobong akan diinjeksikan ke dalam

menara absorber pada bagian bawah dan akan dikontakkan dengan larutan

Ca(OH)2 yang disemprotkan melalui bagian atas menara absorber. Pada sisi lain di

bagian bawah menara juga diinjeksikan sejumlah udara hingga teroksidasi menjadi

SO3. Kemudian didinginkan dengan menggunakan air (H2O) agar bereaksi menjadi

asam sulfat (H2SO4). Asam sulfat kemudian direaksikan dengan batu kapur hingga

diperoleh hasil pemisahan berupa gypsum[11, 12]. Adapun proses yang terjadi pada

FGD dapat dilihat pada gambar 2.5[13, 14].

Gambar 2.5 Proses yang Terjadi di FGD[13, 14]

Di dalam absorber akan terjadi reaksi kimia dan mekanisme difusi gas SO2

masuk ke dalam larutan Ca(OH)2 dan akan membentuk lumpur CaSO4.H2O. Reaksi

ini berlangsung pada suhu 50ºC dan tekanan 1,1 atm. Lumpur yang terbentuk

selanjutnya akan melalui proses pemurnian lagi di dalam thickener dan filter. Akhir

dari proses ini adalah pembentukan gypsum dihidrat (CaSO4.2H2O) melalui proses
14

pengeringan di dalam dryer pada rentang suhu 150-200ºC. Gas yang kemudian

dibuang kini berupa uap air tanpa adanya kandungan oksida sulfur[11, 12]. Adapun

reaksi yang terjadi pada proses FGD ini adalah sebagai berikut[11] :
15

BAB III

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah sebagai

berikut :

1. Cu termasuk dalam limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) selain

Pb, Cd, Zn, dll.

2. Contoh proses peleburan tembaga ini adalah di PT. Smelting Gresik

dengan menggunakan Mitsubishi process dimana dilakukan 3 tahapan

furnace yaitu smelting furnace, slag cleaning furnace, dan converting

furnace.

3. Hasil limbah proses peleburan Cu ini meliputi copper slag dan gas SO2.
16

DAFTAR PUSTAKA

[1] Eskani, Istihanah Nurul., De Carlo, Ivone. 2007. Pengolahan Limbah Cair

Industri Tembaga. Dinamika Kerajinan dan Batik Vol. 24. Balai Besar

Kerajinan dan Batik : Yogyakarta.

[2] Sigit E Wijayanto. 2005. Limbah B3 dan Kesehatan. Makalah On Air

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

[3] http://etheses.uin-malang.ac.id/2322/8/07510049_BAB_4.pdf (diakses

pada tanggal 25 Februari 2019 pukul 20.13 WIB).

[4] https://prezi.com/m/sax4kjrlym-p/analisis-pabrik-pengolahan-tembaga-pt-

smelting-gresik/ (diakses pada tanggal 25 Februari 2019 pukul 21.07 WIB)

[5] http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34325/1/ROIS

%20SOLICHIN-FKIK.pdf (diakses pada tanggal 25 Februari 2019 pukul

21.32 WIB)

[6] Kartini, Wahyu. 2007. Pengaruh Copper Slag Sebagai Cementitious

Terhadap Kuat Tekan Beton. Jurnal Teknik Sipil Universitas Pembangunan

Nasional Veteran Jawa Timur. Vol. IV No.2. Juli. ISBN/ISSN:1693-5756

[7] Kushartomo, Widodo., Supiono, Citra Wijaya. 2014. Pengaruh Copper

Slag Terhadap Sifat Mekanis Reactive Poowder Concrete. Jurnal Kajian

Teknologi Jurusan Teknik Sipil Universitas Tarumanagara Jakarta Vol. 10

No. 3. November.
17

[8] Indrasti, N. S., Yani, M., Manik, Sugyanto P. 2005. Penghilangan Gas SO2

(Sulfur Oksida) dengan Teknik Biofilter Menggunakan Thiobacillus sp.

pada Media Serbuk, Gergaji, Kompos, dan Tanah. Jurnal Teknologi

Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Vol. 14 No. 3. Hal 107-111.

[9] PT. Sucofindo Prima Internasional Konsultan. 2015. Laporan Triwulanan

Monitoring Lingkungan PT. Jawa Power PLTU Paiton Swasta Tahap II

Probolinggo, Jawa Timur. Jakarta.

[10] Susanto, Herri. 2015. Penyusunan Kriteria Pemilihan Proses Flue Gas

Desulphurization PLTU-Batubara. Prosiding SNTKK Fakultas Teknik

Industri Institut Teknologi Bandung. ISBN 1693-4393. Hal. B12.1-B12.9.

[11] Purnamasari, Dina. 2017. Upaya Penurunan Emisi SO2 dari Hasil

Pembakaran Batubara pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)

dengan Menggunakan Flue Gas Desulphurization (FGD) Tipe Basah.

Prosiding SNATIF ke-4 Fakultas Teknik Universitas Muria Kudus. Hal.

249-252. ISBN: 978-602-1180-50-1.

[12] Lestari, A. Y. D. 2013 Prarancangan Pabrik Gipsum dengan Proses

Desulfurisasi Gas Buang Kapasitad 2.500 Ton/Tahun. Naskah Publikasi

Prodi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah

Surakarta.

[13] https://www.materialstoday.com/surface-science/features/market-for-frp-

grows-in-the-power-industry/ (diakses pada tanggal 25 April 2019 pukul

09.10 WIB)
18

[14] https://energyeducation.ca/encyclopedia/Wet_scrubber (diakses pada

tanggal 7 Mei 2019 pukul 07.21 WIB)

Anda mungkin juga menyukai