Makalah Arsitektur Kota

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

Bab 1

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Masalah perkotaan pada saat ini telah menjadi masalah yang cukup rumit untuk
diatasi. Perkembangan perkotaan membawa pada konsekuensi negatif pada beberapa
aspek, termasuk aspek lingkungan. Dalam tahap awal perkembangan kota, sebagian
besar lahan merupakan ruang terbuka hijau. Namun, adanya kebutuhan ruang untuk
menampung penduduk dan aktivitasnya, ruang hijau tersebut cenderung mengalami
konversi guna lahan menjadi kawasan terbangun. Sebagian besar permukaannya,
terutama di pusat kota, tertutup oleh jalan, bangunan dan lain-lain dengan karakter
yang sangat kompleks dan berbeda dengan karakter ruang terbuka hijau.

Ruang Terbuka Hijau atau RTH merupakan salah satu komponen penting
perkotaan. Secara umum ruang terbuka publik (open spaces) di perkotaan terdiri dari
ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau. Ruang Terbuka Hijau (RTH)
perkotaan adalah bagian dari ruang - ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah
perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi (endemik maupun
introduksi) guna mendukung manfaat ekologis, sosial-budaya dan arsitektural
yang dapat memberikan manfaat ekonomi (kesejahteraan) bagi masyarakatnya
(Lokakarya RTH, 30 November 2005).

Ruang terbuka adalah ruang yang bisa diakses oleh masyarakat baik secara
langsung dalam kurun waktu terbatas maupun secara tidak langsung dalam kurun
waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang
terbuka hijau seperti taman kota, hutan dan sebagainya (Hakim dan Utomo, 2004).
Ruang Terbuka Hijau (RTH) dalam lingkungan pembangunan secara global saat
ini diperlukan demi menjaga keseimbangan kualitas lingkungan taman hidup suatu
daerah khususnya di daerah perkotaan yang memiliki berbagai permasalahan
berkaitan dengan masalah ruang yang sedemikian kompleks.

Oleh karena itu ruang terbuka publik juga sangat diperlukan keberadaannya di
Banda Aceh. Ruang terbuka publik di Banda Aceh yang akan dikaji adalah Ruang
Terbuka Publik yang terdiri dari ruang terbuka hijau dan juga ruang terbuka non hijau
seperti lapangan terbuka berupa taman dan area jalur pedestrian sebagai fasilitas
untuk pejalan kaki.
Bab 2
Pembahasan

2.1 Ruang Terbuka

Secara umum ruang terbuka publik (open spaces) di perkotaan terdiri dari ruang
terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau. Ruang Terbuka Hijau (RTH) perkotaan
adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang
diisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi (endemik maupun introduksi) guna
mendukung manfaat ekologis, sosial-budaya dan arsitektural yang dapat memberikan
manfaat ekonomi (kesejahteraan) bagi masyarakatnya. Ruang terbuka non-hijau dapat
berupa ruang terbuka yang diperkeras (paved) maupun ruang terbuka biru (RTB) yang
berupa permukaan sungai, danau, maupun areal-areal yang diperuntukkan sebagai
genangan retensi. Secara fisik RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami yang berupa
habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional, maupun RTH non-
alami atau binaan yang seperti taman, lapangan olah raga, dan kebun bunga. Secara
ekologis RTH dapat meningkatkan kualitas air tanah, mencegah banjir, mengurangi
polusi udara, dan menurunkan temperatur kota. Bentuk-bentuk RTH perkotaan yang
berfungsi ekologis antara lain seperti sabuk hijau kota, hutan kota, taman botani,
sempadan sungai dll. Secara sosial-budaya keberadaan RTH dapat memberikan fungsi
sebagai ruang interaksi sosial, sarana rekreasi, dan sebagai tetenger kota yang
berbudaya. Bentuk RTH yang berfungsi sosial-budaya antara lain taman-taman kota,
lapangan olah raga, kebun raya, TPU dan sebagainya.

2.2 Hutan Kota

Menurut Djamal (2005), hutan kota adalah komunitas vegetasi berupa pohon
dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitar kota, berbentuk jalur,
menyebar, atau bergerombol (menumpuk) dengan struktur menyerupai hutan
alam, membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan bagi satwa dan
menimbulkan lingkungan sehat, nyaman, dan estetis. Agar semua fungsi hutan
kota tersebut dapat dimaksimalkan maka perlu dicari dan dikembangkan bentuk dan
struktur hutan kota yang mendukungnya. Berdasarkan Lampiran I Peraturan Menteri
Kehutanan No. P.03/MENHUT-V/2004 tanggal 22 Juli 2004, Bagian ke-enam,
tentang Pedoman pembuatan Tanaman Penghijauan Kota sebagai Gerakan Nasioanl
Rehabilitasi Hutan dan Lahan, antara lain disebutkan bahwa luas minimal hutan
kota adalah 0,25 ha dalam satu kesatuan hamparan yang kompak (menyatu).

2.3 Pariwisata

Pariwisata adalah gabungan gejala dan hubungan timbal balik dari interaksi
wisatawan, bisnis, pemerintah maupun masyarakat dalam proses menarik dan
melayani wisatawan serta para pengunjung lainnya. Secara umum pariwisata
terbagi menjadi dua jenis, yakni pariwisata alam dan pariwisata buatan (budaya).
Pariwisata alam adalah suatu obyek wisata yang banyak mengacu pada kenampakan
fisik di muka bumi yang beragam dan mempunyai keistimewaan tersendiri.
Adapun wisata buatan adalah wisata yang menggambarkan hasil budaya manusia
seperti museum, tarian maupun wisata lain (Pendit, 1999 dalam Dewi Pramesti,
2006).

2.4 Taman Rekreasi

Taman Rekreasi adalah usaha yang menyediakan tempat berbagai jenis


fasilitas untuk memberikan kesegaran jasmani dan rohani yang mengandung
unsur liburan, pendidikan, kebudayaan sebagai usaha pokok disuatu kawasan
tertentu dan dapat dilengkapi dengan penyediaan jasa pelayanan makanan.
Ekowisata (Eco-tourism) atau wisata alam disebutkan dalam UU No. 9 tahun 1990
pasal 16 sebagai kelompok - kelompok obyek dan daya tarik wisata, yang diperkuat
oleh Perpu No. 18 tahun 1994, sebagai perjalanan untuk menikmati gejala
3keunikan alam dan ekowisata (Eco-tourism) merupakan bagian wisata alam yang
diantaranya adalah Taman Nasional, Hutan Raya dan Taman Rekreasi Alam,
Taman Satwa dan Taman Laut.

2.5 Tujuan Ruang Terbuka Publik

Secara umum, tujuan ruang terbuka publik (Carr, dkk 1992) adalah :

1. Kesejahteraan masyarakat
2. Peningkatan visual (visual enhancement)
3. Keberadaan ruang publik disuatu kota akan meningkatkan kualitas visual kota
tersebut menjadi lebih manusiawi, harmonis dan indah.
4. Peningkatan lingkungan (environmental enhancement)
5. Penghijauan pada suatu ruang terbuka publik sebagai sebuah nilai estetika juga
paru-paru kota yang memberikan udara segar di tengah-tengah polusi.
6. Pengembangan ekonomi (economic development) adalah tujuan yang umum
dalam penciptaan dan pengembangan ruang terbuka publik.
7. Peningkatan kesan (image Enhancement)

2.6 Fungsi Ruang Terbuka Publik

Fungsi ruang terbuka dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Fungsi umum:
- Tempat bersantai.
- Tempat komunikasi sosial.
- Tempat peralihan, tempat menunggu.
- Sebagai ruang terbuka untuk mendapatkan udara segar.
- Sebagai pembatas atau jarak diantara massa bangunan.

b. Fungsi ekologis:
- Penyegaran udara.
- Penyerapan air hujan.
- Pengendalian banjir.
- Memelihara ekosistem tertentu.
- Pelembut arsitektur bangunan.

Harvey S. Perloff menyebutkan bahwa ruang terbuka (open space) pada


pembentukannya mempunyai fungsi:

- Menyediakan cahaya dan sirkulasi udara ke dalam bangunan terutama bangunan


tinggi di pusat kota.
- Menghadirkan kesan perspektif dan vista pada pemandangan kota (urban scene),
terutama pada kawasan padat di pusat kota.
- Menyediakan area rekreasi dengan bentuk aktivitas/kegiatan yang spesifik.
- Melindungi fungsi ekologis kawasan.
- Memberikan bentuk sold-void kawasan kota.
- Sebagai area cadangan bagi pengguna dimasa mendatang (cadangan area
pengembangan).

1. Ruang terbuka publik adalah simpul dan sarana komunikasi pengikat sosial untuk
menciptakan interaksi antar kelompok masyarakat (Carr, dkk 1992).
2. Ruang terbuka publik melayani kebutuhan sosial masyarakat kota dan
memberikan pengetahuan kepada pengunjungnya. Pemanfaatan ruang terbuka
publik oleh masyarakat sebagai tempat untuk bersantai, bermain, berjalan-jalan
dan membaca (Nazarudin, 1994).

Kevin Lynch (1990) menyatakan bahwa berdasarkan bentuk dan aktifitas yang
terjadi pada ruang terbuka kota dikategorikan menjadi 2 (dua), yaitu lapangan
(square) dan jalur (the street).
1. Lapangan (square) merupakan pusat orientasi kawasan,
2. Jalur (the street) merupakan suatu jaringan ruang yang menghubungkan satu
ruang dengan ruang lainnya, berupa trotoar atau pedestrian/jalur pejalan kaki.
Bab 3
Alternatif Ruang Terbuka Publik di Banda Aceh

3.1 Taman Bustanussalatin

Taman Bustanussalatin adalah nama lain dari Taman Sari yang terletak di depan
Balaikota Banda Aceh.Taman Sari adalah ruang terbuka hijau (RTH) yang memiliki
luas 3.000 meter persegi.

Bustanussalatin yang artinya taman raja-raja dibangun sebagai taman kesultanan


Aceh. Sudah ada sejak berdirinya Kerajaan Aceh Darussalam pada tahun 1514 M.
Terletak disepanjang Krueng Daroy yang melintasi Gunongan, Pinto Khop, Kandang,
hingga ke Pulau Gajah dan Mesjid Raya. Di dalamnya banyak ditumbuhi pohon-
pohon buah, bunga dan sayuran yang khasiatnya bermacam-macam. Dulu luasnya
hampir 1/3 kota Banda Aceh.

Beberapa bangunan yang terdapat dalam taman Bustanusslatin di bangun pada


masa Sultan Iskandar Muda diantaranya, Gegunongan Menara Permata (Gunongan)
yang dibangun untuk istri Sultan Iskandar Muda yang dari Pahang atau yang lebih
dikenal Putro Phang. Taman Ghairah (Taman Sari) dibangun oleh Sultan Iskandar
Muda dengan maksud menjadikan Bandar Aceh Darussalam sebagai Taman Firdaus.
Di dalam taman ini dahulu ditanam sekitar 50 jenis tanaman bunga dan 50 jenis
tanaman buah-buahan khas Aceh. Ditaman ini juga dibina beragam sarana hiburan
para sultan yang hingga kini masih dapat dilihat diantaranya Krueng Darol Iski atau
Krueng Daroy yang membelah taman, Gunongan, Kandang Sultan Alauddin
Mughayatsyah Iskandar Tani, Patarana Sangga dan Pinto Khop yang merupakan pintu
masuk ke Taman Ghairah.

3.2 Hutan Kota BNI

Hutan Kota BNI ini terletak di desa Tibang, Kec. Syiah Kuala, tak terlalu jauh
dari Simpang Mesra menuju arah Krueng Raya, tempat ini memang masih tergolong
baru. Lokasinya yang sedikit tersembunyi, membuat anda terkadang bisa saja
melewatinya jika tidak melihat papan nama Hutan Kota BNI yang ada di pinggir
jalan. Lokasi ini juga tak jauh dari tempat wisata Alue Naga.

Hutan kota ini dibangun atas kerja sama Pemko Banda Aceh, BNI dan Yayasan
Bustanussalatin serta masyarakat Tibang sendiri.

Daerahnya yang sebelumnya lahan rawa ini disulap menjadi sebuah Hutan
dengan berbagai macam tumbuhan. Ada 150 jenis pepohonan yang ada di Hutan Kota
BNI dengan jumlah total saat ini mencapai 3500 pohon, termasuk tanaman buah dan
tanaman langka. Hutan ini memiliki konsep wisata yang bermanfaat bagi masyarakat
kota Banda Aceh yang memiliki fasiltas seperti Jembatan, Jalur pejalan kaki,
jembatan tajuk pohon (Ramp Canopy Trail), jembatan atas bakau (Mangrove
Boardwalk), area pepohonan, kolam bakau dan pembibitan ikan, juga ada taman
tematik dan taman kontemplasi. Salah satu yang menarik perhatian masyarakat
adalah taman tematik. Taman ini memiliki beragam tema, seperti taman tematik
bambu, taman buah naga, taman tematik nusantara, taman tematik bunga dan taman
tematik herbal. Taman-taman tersebut benar-benar dimanfaatkan oleh masyarakat
belajar dan rekreasi serta kontemplasi.

Seperti taman tematik herbal, taman tersebut ditanam berbagai tanaman herbal,
seperti bawang, selada, kacang dan lain-lain. Setiap taman diberikan symbol informasi
yang berisikan nama tanaman tersebut, sehingga para orang tua yang membawa anak-
anak dapat memberikan pendidikan secara langsung kepada anak-anak. Taman lain,
seperti Taman bamboo dan taman bunga, dimanfaatkan oleh masyarakat yang ingin
menjadikan taman tersebut sebagai background foto mereka.

Hutan Kota ini berfungsi untuk menjaga ekologi sebagai upaya menggalakkan
Banda Aceh kota hijau yang bebas polusi, mengembalikan keanekaragaman hayati
terutama di kawasan yang rusak berat akibat bencana tsunami Desember 2004, juga
diharapkan mempunyai nilai sosial dan ekonomi bagi masyarakat.

Hutan kota BNI di Banda Aceh akan menjadi contoh bagi hutan kota lain yang
akan dibangun di beberapa kota di Indonesia.

Untuk bisa berkeliling melihat hutan kota ini disediakan jalan setapak bagi para
pengunjung, terdapat juga jembatan, kolam penampungan air dan tempat beristirahat.
Setiap tumbuhan yang ada disini pun diberi papan nama agar pengunjung mengetahui
nama dari tumbuhan itu. Selain pohon khas pantai seperti waru, kelapa, bak beum dan
ketapang, ada pula tananam kayu keras (jati, trambesi, mahoni, dll), buah (mangga,
jeruk, nangka, dll), bunga (kemuning, kamboja, teratai dll), dan tanaman langka khas
Aceh (Geureumbang, Kari/Jampe, dll), ada juga beberapa tanaman langka seperti
Keumira, Bak Kleu, Jati Emas, Jeumpa Kuneng, bak mane, Cibrek, dan Janda Merana
yang akan menjadi icon Hutan Kota. Sehingga, selain bersantai, Anda juga dapat
belajar dan menambah pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan.Bukan itu saja,
perjalanan Anda mengelilingi Hutan Kota akan semakin menarik ketika melintas
diatas jembatan menuju hutan bakau. Jembatan dari kayu itu, akan menambah
“sensasi hutan” dengan tanaman bakau di kiri kanannya.

Selain jalur pejalan kaki, Hutan Kota BNI dilengkapi kolam retensi yang didesain
untuk sarana rekreasi. Sisi-sisinya sengaja dibuat landai agar aman bagi berbagai
kalangan, termasuk anak-anak. Sementara itu, sebuah jembatan entrance sepanjang 25
meter menjadi penghubung area Hutan Kota BNI Banda Aceh dengan area parkir di
pinggir jalan besar. Fasilitas lainnya yang tak kalah menarik adalah ramp canopyyang
memberikan akses bagi pengunjung Hutan Kota BNI untuk mengamati pohon pada
ketinggian tajuknya.Pada ketinggian ini masyarakat dapat menikmati daun, bunga,
buah dan berbagai habitat flora serta fauna yang hidup di dalam tajuk pohon. Dari titik
tertinggi ramp yang mencapai 5 meter, pengunjung juga bisa menikmati pemandangan
sekeliling hutan kota yang dipenuhi area rawa dan pantai. Pada perjalanan turun dari
titik tertinggi ke arah utara tapak pengunjung akan bisa menikmati pemandangan
Pulau Weh dan Pulau Aceh.
Selain menjadi tempat rekreasi, Hutan Kota BNI juga dijadikan lokasi penelitian
oleh beberapa ilmuan yang ingin mempelajari tentang tumbuhan.Nurlia Farida, salah
seorang pengelola Hutan Kota BNI menjelaskan, Hutan Kota saat ini dipilih sebagai
lahan praktek oleh Mahasiswa Fakultas Pertanian Unsyiah serta tempat belajar bagi
Mahasiswa MIPA Biologi Unsyiah. Secara ekologi Hutan Kota banyak memberikan
manfaat yang akan mengubah tanah gersang menjadi rimbun sehingga udara menjadi
sejuk. Akar pohon akan mengemburkan dan akan menyehatkan tanah. Ketika pohon
telah besar kebutuhan Karbon akan terpenuhi khususnya masyarakat setempat dan
juga menyejukan,” ujar Nurlia..

Kota Banda Aceh sebagai Serambi Makkah juga menjadi sudut pandang para
pengunjung yang selama ini melihat bahwa para remaja menjadikan tempat wisata
untuk berpacaran. Hal tersebut juga tidak luput dari perhatian pengelola hutan kota. “
dari segi syariat Islam, cara yang sudah dilakukan adalah kita membatasi waktu
berkunjung sampai pukul 18:00, jika sudah malam tempat ini tidak dapat dikunjungi
lagi, kita juga meminta bantuan dari warga Gampong Tibang untuk memantau dan
memberi teguran jika ada yang bandel ” ujar Johan Muhammad, salah satu Pengelola
Hutan Kota.

Keunikan dari Hutan Kota BNI Banda Aceh adalah hutan kota yang dibangun
dimulai dari kondisi tak ada hutan eksisiting. Lahan yang digunakan adalah lahan
terbuka dan rusak karena tsunami. Sejak dibebaskan oleh Pemko Banda Aceh lahan
ini tak produktif. Sebagian besar tanah adalah tanah urugan sehingga diperkirakan tak
memiliki nutrisi dan unsur hara yang baik. Lokasi Hutan Kota BNI berada hanya 20
menit berkendaraan mobil dari pusat Kota Banda Aceh sehingga sangat mudah
diakses masyarakat. Jalan beraspal dan lebar menambah kenyamanan. Secara formil,
lahan ini sudah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Banda Aceh
sebagai kawasan hijau. Meski pembangunan Hutan Kota BNI tersebut masih dalam
tahap awal, namun menfaat yang dirasakan saat ini adalah lahan yang dulunya
terbengkalai sekarang menjadi lebih hijau, meningkatkan keanekaragaman hayati,
meningkatkan kualitas air dan tanah, serta meningkatkan kepedulian dan rasa
memiliki masyarakat.
BAB 4
Penutup

Ruang terbuka hijau merupakan bagian dari elemen perkotaan. Ruang terbuka
hijau memiliki fungsi ekologis, estetika, sosial budaya dan ekonomi. Namun pada
pelaksanaan pembangunan tidak jarang keberadaan RTH tergusur dengan bangunan-
bangunan, jalan dan jembatan serta perkerasan lainnya. Ruang terbuka hijau memiliki
peran penting bagi perkotaan. Hal ini menuntut adanya pengelolaan RTH agar dapat
memenuhi kuantitas dan kualitas yang dibutuhkan sebuah kota. Disamping itu, upaya
pengelolaan ini melindungi eksistensi RTH.

Bagaimanapun perancanaan dan perencangan kota, haruslah tetap


memperhitungkan ketersediaan lahan terbuka minimal 30 persen. Eksistensi RTH
harus terus dipertahankan di Banda Aceh maupun kota – kota lainnya dengan regulasi
dan peraturan yang dibuat oleh pemerintah.
Referensi

etd.repository.ugm.ac.id/.../D3-2015-315451-introduction.pdf

etd.repository.ugm.ac.id/.../60775/.../S2-2013-343147-chapter5.pdf

https://ardinifp.wordpress.com/2012/05/07/ruang-terbuka-hijau-bagi-perkotaan/

http://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-7870-bab1.pdf

Diambil dalam modul manajemen bencana seputar beberapa bencana di indonesia

https://bandaacehkotamadani.wordpress.com/2012/08/30/hutan-kota-bni-banda-aceh/

http://museum.acehprov.go.id/koleksi-terbaik/bustanussalatin/index.php

http://febryaristian.blogspot.nl/2011/06/makalah-tentang-ruang-terbuka-hijau.html
ALTERNATIF RUANG TERBUKA PUBLIK BANDA
ACEH

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Arsitektur Kota

Penyusun:

TEGUH SULTANUDDIN (1504104010100)

Dosen Kelas:

Irfandi, S.T., M.T. (197812232002121003)

JURUSAN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

2018

Anda mungkin juga menyukai