Akuntansi Bisnis Pariwisata
Akuntansi Bisnis Pariwisata
Akuntansi Bisnis Pariwisata
“SISTEM KEPARIWISATAAN”
Oleh:
Kelompok 3 Akuntansi F
UNIVERSITAS MAHASARASWATI
2019
SISTEM KEPARIWISATAAN
Berbeda dengan Gunn, Leiper (1981 dalam Getz 1986) memandang sistem
kepariwisataan dari dimensi spasial. Gunn mengungkapkan bahwa sistem
kepariwisataan merupakan hubungan yang saling ketergantungan antara daerah
pembangkit wisatawan dengan destinasi pariwisata (ibid).
Model Leiper mengidentifikasi lima komponen dalam sistem kepariwisataan, yaitu
wisatawan, daerah tempat tinggal wisatawan, jalur transit, destinasi pariwisata, dan
industri pariwisata. Leiper juga mengemukakan bahwa pariwisata terjadi jika satu saja
dari komponen-komponen tersebut ada dalam suatu proses yang saling terkait (Leiper
dalam Pratiwi 2010). Sistem kepariwisataan Leiper dapat dilihat pada gambar berikut
ini.
Model Mill & Morrison dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 3 Sistem kepariwisataan Mill&Morrison (1985)-konteks perencanaan/
pengelolaan kepariwisataan
Pada awalnya, model sistem kepariwisataan yang dikembangkan oleh Mill &
Morrison merupakan model linier, yang menjelaskan hubungan linier antara komponen-
komponen di dalamnya, dan mendapat banyak kritik karena dianggap bukan sebuah
sistem. Pada tahun 1992, modelnya disempurnakan dan menunjukkan karakter sistem
kepariwisataan yang lebih kuat, walaupun tetap dengan empat komponen utama yang
sama dengan model awal.
Model Mill & Morrison menjelaskan bahwa pemasaran menjual destinasi kepada
pasar/wisatawan, sementara travel mengantarkan pasar ke destinasi pariwisata. Seluruh
komponen tersebut harus dipahami, direncanakan, dan dikelola dengan baik sehingga
dapat membangun sistem kepariwisataan yang positif dan memberikan manfaat yang
optimal bagi destinasi dan masyarakatnya.
Model sistem kepariwisataan lain yang terkait dengan proses
perencanaan/pengelolaan dikembangkan juga oleh Cornelissen pada tahun 2005 yang
merupakan pengembangan dari pemikiran Britton (1991) tentang sistem produk
pariwisata. Cornelissen menamakan modelnya sebagai The Global Tourism System
(Cornelissen 2005).
Cornelissen mengemukakan bahwa pariwisata global memerlukan pasar yang
berbeda/spesifik didasarkan pada pertukaran antara produsen dan konsumen pariwisata.
Pada sisi permintaan (demand), hal tersebut terdiri dari kelompok-kelompok sosial
dengan karakteristik sosial ekonomi dan sosial budaya, minat, kebutuhan, dan keinginan
tertentu. Pada sisi sediaan (supply) terdiri dari produsen-produsen yang berinteraksi,
inovasi, dan bersaing. Keterkaitan antara produsen dimonitor dan diatur oleh lembaga-
lembaga yang mengatur perkembangan/ berjalannya pariwisata (Cornelissen 2005).
Berikut sejumlah subkelas motif wisata serta tipe wisatanya secara umum sebagai berikut:
1. Motif Bersenang-senang atau Tamasya, Motif bersenang - senang atau tamasya,
melahirkan tipe wisata tamasya. Wisatawan tipe ini ingin mengumpulkan pengalaman
sebanyak - banyaknya,mendengarkan dan menikmati apa saja yang menarik perhatian. Ia tidak
terikat pada satu sasaran yangsudah ditentukan dari rumah. Wisatawan tamasya berpindah-
pindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain dengan menikmati pemandangan
alam, adat kebiasaan setempat, pesta rakyat, hiruk pikuk kota besar atau ketenangan tempat
yang sepi, monumen, peninggalan sejarah dan sebagainya.
2. Motif Rekreasi, Motif rekreasi dengan tipe wisata rekreasi ialah kegiatan yang
menyelenggarakan kegiatan yang menyenangkan yang dimaksudkan untuk memulihkan
kesegaran jasmani dan rohani manusia. Kegiatan - kegiatannya dapat berupa olahraga
(tenis, berkuda, mendaki gunung), membaca,mengerjakan hobi dan sebagainya; juga
dapat diisi dengan perjalanan tamasya singkat untuk menikmati keadaan di sekitar
tempat menginap (Sightseeing). Wisatawan tipe rekreasi biasanya menghabiskan
waktunya di satu tempat saja, sedang wisatawan tamasya berpindah-pindah tempat.
3. Motif Kebudayaan, Dalam tipe wisata kebudayaan orang tidak hanya sekedar mengunjungi suatu
tempat untuk menyaksikan dan menikmati atraksi, akan tetapi lebih dari itu. Ia mungkin
datang untuk mempelajari atau mengadakan penelitian tentang keadaan setempat.
Seniman - seniman sering mengadakan perjalanan wisata untuk memperkaya diri,
menambah pengalaman dan mempertajam kemampuan penghayatannya. Dalam wisata
budaya itu juga termasuk kunjungan wisatawan ke berbagai peristiwa khusus (special
events) seperti upacara keagamaan, penobatan raja, pemakaman tokoh tersohor,
pertunjukan rombongan kesenian yang terkenal dan sebagainya.
4. Wisata Olahraga, Wisata olahraga ialah pariwisata di mana wisatawan mengadakan
perjalanan wisata karena motif olahraga. Wisata olahraga ini merupakan bagian yang
penting dalam kegiatan pariwisata. Olahraga dewasa ini merata di kalangan rakyat dan
tersebar di seluruh dunia, dengan bermacam - macam organisasi baik yang bersifat
nasional maupun internasional. Dalam hubungan dengan olahraga, harus dibedakan
antara pesta olahraga atau pertandingan olahraga (sporting events).
5. Wisata Bisnis, Bisnis merupakan motif dalam wisata bisnis. Banyak hubungan terjadi
antara orang-orang bisnis. Ada kunjungan bisnis, ada pertemuan-pertemuan bisnis, ada
pekan raya dagang yang perlu dikunjungi dan sebagainya, ada yang besar, ada yang
kecil. Semua peristiwa itu mengundang kedatangan orang - orang bisnis, baik dari
dalam maupun dari luar negeri. Arus wisatawan itu tidak hanya bertambah besar pada
waktu peristiwa - peristiwa itu terjadi.
6. Wisata Konvensi, Banyak pertemuan - pertemuan nasional maupun internasional
untuk membicarakan bermacam-macam masalah: Kelaparan dunia, pelestarian hutan,
pemberantasan penyakit tertentu, sekadar untuk pertemuan tahunan antara ahli - ahli
di bidang tertentu, dan sebagainya. Perjalanan wisata yang timbul karenanya pada
umumnya disebut wisata konvensi.
7. Motif Spiritual, salah satu tipe wisata yang tertua. Sebelum orang mengadakan
perjalanan untuk rekreasi, bisnis, olahraga dan sebagainya, orang sudah mengadakan
perjalanan untuk berziarah (pariwisata ziarah) atau untuk keperluan keagamaan lain.
Tempat-tempat ziarah di Palestina, Roma, Mekkah dan Madinah merupakan tempat-
tempat tujuan perjalanan pariwisata yang penting.
8. Motif Interpersonal, orang dapat mengadakan perjalanan untuk bertemu dengan orang
lain: orang dapat tertarik oleh orang lain untuk mengadakan perjalanan wisata.
9. Motif Kesehatan, kegiatan - kegiatan yang berhubungan dengan pariwisata di tempat -
tempat sumber air mineral yang dianggap memiliki khasiat untuk menyembuhkan
penyakit. Atau wisata kesehatan seperti yang sekarang sering dilakukan pasien
Indonesia yang berobat ke Singapura, Jepang, check up ke Amerika Serikat, dan
sebagainya. Perjalanan pasien - pasien tersebut adalah perjalanan wisata kesehatan.
10. Wisata Sosial, (Social Tourism) Seperti motif wisata pada umumnya, motif wisata
sosial ialah reakreasi, bersenang - senang atau sekadar mengisi waktu libur. Akan
tetapi perjalanannya dilaksanakan dengan bantuan pihak - pihak tertentu yang
diberikan secara sosial. Bantuan itu dapat berupa kendaraan, tempat penginapan
seperti wisma peristirahatan atau hotel, yang hanya menarik sewa yang rendah sekali.
Sebagai contohnya, wisata sosial buruh suatu pabrik untuk mengisi waktu liburan yang
diberi subsidi oleh perusahaan, berupa angkutan, makan, dan wisma peristirahatan.