Tikus Sawah Fix

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tikus merupakan salah satu hewan pengganggu yang keberadaannya
sudah meresahkan masyarakat. Tikus memilki berbagai jenis spesies, yang
salah satunya adalah Tikus Sawah atau yang dikenal dengan nama latin Rattus
argentiventer. Keberadaan tikus sawah yang terlalu banyak di lingkungan
menyebabkan banyak kerugian bagi masyarakat khususnya petani yang lahan
pekerjaannya adalah sawah.
Murakami et al.(1990) menyatakan bahwa kerusakan tanaman padi di
Indonesia yang disebabkan oleh tikus jantan mencapai 20% setiap tahunnya.
(Rusdy and Irvandra, 2008) Oleh karena itu pengendalian Tikus Sawah harus
dilakukan agar kerugian di bidang pertanian akibat Tikus Sawah dapat
dikurangi. Pengendalian Tikus Sawah harus didasari dengan pengetahuan
mengenai Tikus Sawah itu sendiri, terutama pengetahuan tentang bionomik
Tikus Sawah. Oleh karena itu, penulis akan membahas mengenai Tikus
Sawah, baik dari taksonomi, morfologi, hingga bionomiknya untuk memenuhi
pengetahuan yang dibutuhkan agar pengendalian Tikus Sawah dapat
dilakukan secara efektif.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana taksonomi dari Tikus Sawah?
2. Bagaimana morfologi dari Tikus Sawah?
3. Bagaimana bionimik (kebiasaan hidup) dari Tikus Sawah?
C. Tujuan
1. Mengetahui taksonomi dari Tikus Sawah.
2. Mengetahui morfologi dari Tikus Sawah.
3. Mengetahui bionimik (kebiasaan hidup) dari Tikus Sawah.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Taksonomi

Klasifikasi tikus sawah menurut (Cipto et al., 2009) adalah sebagai


berikut:

Phylum : Chordata

Sub phylum : Vertebrata

Kelas : Mammalia

Ordo : Rodentia

Famili : Muridae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus rattus

Sub Spesies : Rattus rattus argentiventer (Robb & Kloss.)

B. Morfologi

Secara fisik tikus sawah mirip dengan tikus rumah , namun telinga dan
ekor yang dimiliki tikus sawah lebih pendek dari tikus rumah. Panjang kepala-
badan dan tungkai belakang pada tikus secara berurutan adalah 170- 208 mm
dan 33-43 mm. Bentuk hidung kerucut. Ekor biasanya lebih pendek dari
panjang kepala-badan, dengan rasio 96,4 ± 1,3 persen dengan warna ekor
ventral coklat gelap. Telinga lebih pendek dan lebih tebal dari Rattus rattus.
Tubuh bagian atas (punggung) berwarna coklat kekuningan dengan bercak-
bercak hitam di rambut- rambutnya, sehingga memberi kesan seperti abu-abu.

2
Rambut pelindung hitam/gelap dan pendek dengan tekstur agak kasar. Rumbai
bulu roma di bagian depan telinga berwarna jingga pada yang muda. Ini
merupakan karakteristik selama stadia pradewasa dan dewasa muda. Daerah
tenggorokan, perut, dan inguinal berwarna putih dan sisa pada bagian bawah
berwarna keperakan atau putih keabu-abuan. Di bagian thorax dengan
abdomen biasanya berwarna gelap. Warna pada permukaan atas kaki sama
dengan warna badan, dan banyak yang mempunyai warna coklat gelap pada
bagian karpal dan tarsal. Ekor berwarna gelap pada bagian atas dan bawah.
Tikus betina mempunyai 12 puting susu : satu pasang pada pektoral, 2 pasang
pada postaxial, satu pasang pada abdomen dan 2 pasang pada inguinal
(3+3=12). (Dewi, 2010)

C. Kebiasaan Hidup (Dewi, 2010)

Tikus sawah merupakan hewan nokturnal yang telah beradaptasi dengan


fenologi tanaman padi. Secara rutin, aktivitas harian dimulai senja hari hingga
menjelang fajar. Selama periode tersebut, tikus sawah mengeksplorasi sumber
pakan dan air, tempat berlindung, serta mengenali pasangan dan individu dari
kelompok lain. Siang hari dilalui dengan bersembunyi dalam lubang, semak
belukar, atau petakan sawah (ketika padi telah rimbun). Tikus ini tergolong
hewan omnivora yang mampu memanfaatkan beragam pakan untuk bertahan
hidup. Komposisi pakan yang dikonsumsi tergantung kondisi lingkungan dan
bervariasi sepanjang stadia tumbuh padi. Meskipun demikian, padi merupakan
pakan utama yang paling disukainya. Dalam mengkonsumsi pakan, tikus
sawah lebih dahulu mencicipi untuk mengetahui reaksi terhadap tubuhnya dan
apabila tidak membahayakan akan segera memakannya.2

Hewan terrestrial ini membuat lubang di dalam tanah sebagai tempat


tinggal. Lubang yang dihuni tikus disebut lubang aktif. Pada saat bera
panjang, tikus sawah lebih banyak tinggal di habitat pelarian (refuge area)
seperti semak, pekarangan, atau migrasi ke gudang padi. Pada stadia vegetatif
padi, lubang aktif berbentuk sederhana dan dangkal, tetapi menjadi komplek

3
dan bercabang pada stadia generatif padi yang juga merupakan saat
berkembang biak tikus sawah. Pada umumnya, lubang aktif berisi tikus betina
beserta anak- anak pradewasa. Selama aktif reproduksi, tikus jantan tinggal
dalam petak lahan menunggu malam hari untuk kawin dengan betina dalam
kelompoknya.2

Perilaku sosial tikus sawah mencakup perilaku menjaga wilayah


kekuasaannya (territorial) dan tingkatan sosial. Pada kerapatan populasi
rendah hingga sedang, seekor jantan dominan paling berkuasa atas sumber
pakan, jalur jalan, lokasi bersarang, dan tikus betina dalam kelompoknya.
Pada densitas populasi tinggi, jantan yang kalah kompetisi (subordinat) keluar
mencari wilayah dan membentuk kelompok baru. Perilaku tersebut
menyebabkan penyebaran populasi tinggi, jantan yang kalah kompetisi
(subordinat) keluar mencari wilayah dan membentuk kelompok baru. Perilaku
tersebut menyebabkan penyebaran populasi yang merata sehingga tikus sawah
mampu mengokupasi wilayah yang luas (terutama daerah endemik).2

Kemampuan indera tikus sawah berupa penglihatan, pendengaran,


penciuman, perasa, dan peraba. Sedangkan kemampuan fisiknya yaitu
mengerat (gnawing), menggali (digging), berlari, melompat, meloncat,
memanjat (climbing), berenang (swimming) dan menyelam (diving).

Otak tikus sawah berkembang sempurna sehingga memiliki kemampuan


belajar dan mengingat, meskipun sangat terbatas dibanding manusia. Tikus
sawah mampu mengingat letak sarang, lokasi sumber pakan dan air, serta
pakan beracun yang menyebabkan sakit. Pada percobaan laboratorium, tikus
mampu belajar dan mengingat letak pintu yang menyediakan pakan sebagai
upahnya. Media komunikasi tikus sawah adalah suara dan secara kimiawi
dengan air seni dan feromon. Tikus mengeluarkan suara peringatan untuk
menyampaikan bahaya dan penanda territorial air seni juga sebagai penanda
wilayah, pembawa pesan tingkat sosial, dan kondisi birahi tikus betina
(feromon seks). Setiap benda baru (termasuk pakan) di lingkungannya, tikus

4
curiga sehingga akan menghindari kontak dengan benda tersebut. Tikus
enggan memakan umpan beracun tanpa didahului pemberian umpan
pendahuluan (pre- baiting). Mereka mencicipi/memakan sedikit umpan
beracun akut dan tidak mati (tetapi sakit), akan mengingatnya sehingga
pengumpanan lanjutan kadang mengalami kegagalan (umpan tidak dimakan).2

Dalam penelitian (Bari, 2017) menyatakan bahwa tikus sawah yang


diberi perlakuan suara predator mengalami gangguan metabolisme yang
ditandai dengan konsumsi makan adan minum,serta produksi fese dan sekresi
urin yang lebih sedikit. Tikus sawah juga mengalami gangguan pola aktivitas
harian yang ditandai dengan jumlah waktu yang dihabiskan untuk locomotion
(bergerak), foraging (makan dan minum), dan resting (terdiam dan tidur) lebih
lama dari kebiasaan tikus sawah pada umumnya.

Induk betina selalu membuat 2-3 pintu darurat untuk meloloskan diri
jika ada ancaman yang masuk sarangnya. Ketika diempos (fumigasi), induk
betina menyumbat lubang sarang dengan tubuhnya agar anak- anaknya
selamat. Tanggul irigasi dan pematang besar merupakan habitat yang dipilih
tikus untuk membuat lubang sarangnya pada periode aktif reproduksi (nesting
site). Bagi usaha pengendalian, habitat tikus sawah merupakan lokasi utama
tindakan pemantauan (monitoring) dan pengendalian. 2

Teknik pengendalian tikus sawah dengan cara sanitasi lingkungan dan


manipulasi habitat (pembersihan gulma dan meminimalisasi ukuran pematang
= 30 cm), konstruksi bangunan yang tahan terhadap masuknya tikus dan
monitoring populasi tikus disekitar permukiman, kultur teknis (pengaturan
pola tanam, pengaturan waktu panen, dan pengaturan jarak tanam), fisik
mekanis (gropyokan massal,rutin dan berkelanjutan; penggunaan perangkap
suara ultrasonik, gelombang elektromagnetik dan sinar ultraviolet (Johan,
2009) dan jerat; berburu tikus dengan bantuan anjing; senapan angin;
penggunaan alat penyembur api; penggenangan lubang dengan air dan
lumpur), biologi/hayati (konservasi predator, pemanfaatan patogen spesifik),

5
kimiawi (fumigasi, umpan beracun, penggunaan zat penolak dan penarik,
penggunaan senyawa pemandul).2

D. Biologi dan Ekologi

Tikus sawah bersifat omnivora serta memerlukan pakan yang banyak


mengandung zat tepung (karbohidrat) seperti biji padi, kelapa, dan umbi.
Jagung dan tebu pada umumnya kurang disukai oleh tikus sawah (Kalshoven
1981). Apabila tidak tersedia makanan di sawah, tikus baru menyerang
pertanaman lainnya seperti tanaman jagung, palawija dan ubi kayu serta ubi
jalar. Keragaman komoditi menyebabkan terciptanya lingkungan yang selalu
menguntungkan bagi kehidupan dan perkembangan tikus (Rusdy and
Irvandra, 2008). Hasil dari penelitian (Rusdy and Irvandra, 2008)
menunjukkan bahwa ketika padi telah siap dipanen ternyata tikus lebih tertarik
memakan padi daripada umpan yang ada dalam perangkap.

Tikus sawah menyerang padi pada malam hari. Pada siang hari tikus
bersembunyi di dalam lubang pada tanggul irigrasi, jalan sawah, pematang,
dan daerah perkampungan dekat sawah. Pada periode sawah bera sebagian
besar tikus sawah bermigrasi ke daerah perkampungan dekat sawah dan
kembali ke sawah setelah pertanaman padi menjelang generatif. Kehadiran
tikus di daerah persawahan dapat dideteksi dengan memantau keberadaan
jejak kaki (foot print), jalur jalan (run way), kotoran, lubang aktif, dan gejala
serangan. Tikus betina bunting sekitar 21-23 hari dan mampu beranak rata-rata
sejumlah 10 ekor. Tikus dapat berkembang biak apabila makanannya banyak
mengandung zat tepung. Populasi tikus sawah sangat ditentukan oleh
ketersediaan makanan dan tempat persembunyian yang memadai. Tempat
persembunyian tikus antara lain tanaman, semak belukar, rumpun bambu,
pematang sawah yang ditumbuhi gulma, dan kebun yang kotor (Sudarmaji,
2005) Tanaman padi merupakan pakan utama bagi tikus sawah dan semua
stadia pertumbuhan dapat dirusak. Daur perkembangan hidup tikus betina dan
besarnya kerusakan yang ditimbulkan oleh tikus sawah berkaitan erat dengan

6
fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi. Jumlah anakan padi yang
dikerat oleh seekor tikus sawah dalam semalam tergantung musim dan fase
pertumbuhan tanaman. Kerusakan tanaman padi pada waktu bunting dan
bermalai adalah yang sangat berpengaruh terhadap turunnya produksi (Brooks
dan Rowe 1979).

Tikus jantan lebih aktif mencari makan dan mencari pasangan.


Sedangkan tikus betina lebih banyak berdiam dalam liang dengan aktivitas
melahirkan, menyusui dan hanya sekali-kali keluar mencari makanan. (Rusdy
and Irvandra, 2008). Hal ini dibuktikan dalam penelitian (Dewi, 2010)
menunjukkan terhadap rasio tikus yang tertangkap lebih banyak adalah tikus
yang berkelamin jantan.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tikus sawah (Rattus argentiventer) merupakan salah satu hewan
pengganggu yang keberadaaannya harus dikendalikan dengan memperhatikan
aspek bionomiknya agar lingkungan tidak rusak dan tetap seimbang.

B. Saran
1. Mempelajari bionomik tikus sawah dapat meningkatkan pengetahuan
dalam mengendalikan tikus sawah di lingkungan lebih efektif.
2. Mengendalikan tikus sawah yang benar dapat menjaga keseimbangan
lingkungan.

8
Daftar Pustaka

Bari, I. N. (2017) ‘Pengaruh Suara Predator terhadap Metabolisme dan Aktivitas


Harian Tikus Sawah ( Rattus argentiventer ) di Laboratioum’, 28(3), pp. 157–160.

Cipto et al. (2009) ‘Bioekologi Tikus Sawah Sebagai Pengetahuan Dasar Dalam
Tindakan Pengendalian’.

Dewi, D. I. (2010) ‘TIKUS SAWAH (Rattus argantiventer, Robinsin & Kloss


1916)’.

Permada, J. (2009) ‘TINGKAT KEJERAAN RACUN DAN UMPAN PADA


TIKUS SAWAH (Rattus argentiventer Rob. & Klo.), TIKUS RUMAH (Rattus
rattus diardii Linn.), DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Mill.) JOHAN’.

Rusdy, A. and Irvandra, F. (2008) ‘PREFERENSI TIKUS (Rattus argentiventer)


TERHADAP JENIS UMPAN PADA TANAMAN PADI SAWAH’, pp. 68–73.

Sudarmaji (2005) ‘Penelitian Sifat Tikus Sawah’.

Anda mungkin juga menyukai