Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang: Disfagia. Dysphagia Didefinisikan Sebagai Kesulitan Makan. Dysphagia
Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang: Disfagia. Dysphagia Didefinisikan Sebagai Kesulitan Makan. Dysphagia
Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang: Disfagia. Dysphagia Didefinisikan Sebagai Kesulitan Makan. Dysphagia
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menelan merupakan suatu aksi fisiologis kompleks ketika makanan atau
cairan berjalan dari mulut ke lambung. Menelan merupakan gerakan rangkaian
otot yang sangat terkoordinasi dimulai dari pergerakan voluntary lidah dan
diselesaikan dengan serangkaian reflex dalam faring dan esophagus. Proses ini
melibatkan struktur di dalam mulut, faring, laring dan esofagus. Keluhan sulit
menelan merupakan salah satu gejala kelainan atau penyakit di orofaring dan
esofagus. Keluhan ini akan timbul bila terdapat gangguan gerakan otot-otot
menelan dan gangguan transportasi makanan dari rongga mulut ke lambung.
Adanya penyakit, gangguan atau kelainan pada salah satu organ ini akan
mengganggu proses menelan (patrik, 2005).
Keluhan saat menelan bila terdapat gangguan gerakan-gerakan pada otot
menelan dan gangguan transportasi makanan dari mulut ke lambung.
Beberapa keluhan lain yang dapat menyertai keluhan sulit menelan adalah
nyeri waktu menelan (odinofagia), rasa terbakar di leher hingga dada, rasa
mual dan muntah, muntah darah (hematemesis), berak berdarah (melena)
batuk dan berat badan berkurang (Kartika, 2009).
Kesulitan menelan atau sulit menelan dikenal sebagai dysphagia atau
disfagia. Dysphagia didefinisikan sebagai kesulitan makan. Dysphagia
berhubungan dengan kesulitan makan akibat gangguan dalam proses menelan.
Kesulitan menelan dapat terjadi pada semua kelompok usia, akibat dari
kelainan kongenital, kerusakan struktur, dan/atau kondisi medis tertentu.
Masalah dalam menelan merupakan keluhan yang umum didapat di antara
orang berusia lanjut, dan insiden disfagia lebih tinggi pada orang berusia
lanjut dan pasien stroke (Rista, 2007)
Disfagia juga mempengaruhi peningkatan komplikasi seperti peningkatan
mortalitas, dan peningkatan biaya perawatan pasien di rumah sakit. Sejumlah
besar penderita stroke akan menunjukkan ciri-ciri disfagia dan merupakan
salah satu kondisi yang permanen (Crary, 2004).
1
1.2 Rumusan Masalah
1) Bagaimana anatomi dan fisiologi esophagus ?
2) Bagaimana definisi disfagia ?
3) Bagaimana proses menelan ?
4) Bagaimana etiologi dan patofiologi disfagia ?
5) Bagaimana manifestasi klinis disfagia ?
6) Bagaimana penatalaksanaan pada klien dengan disfagia ?
7) Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan disfagia ?
8) Apa saja prosedur diagnostik untuk pasien gangguan disfagia ?
9) Bagaimana komplikasi dan prognosis pada gangguan disfagia ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mempelajari konsep teori serta asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan disfagia.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Menjelaskan anatomi dan fisiologi esophagus.
2) Menjelaskan definisi disfagia.
3) Menjelaskan etiologi dan patofisologi disfagia .
4) Menjelaskan manifestasi klinis disfagia .
5) Menjelaskan penatalaksanaan pada klien dengan komplikasi
prognosis disfagia.
6) Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
disfagia
1.4 Manfaat
1) Menambah pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan asuhan
keperawatan baik dan tepat pada pasien dengan gangguan disfagia.
2) Memberikan informasi tentang penyakit disfagia, penyebab, manifestasi
klinis, penatalaksaan , prosedur diagnostic, pengobatannya, komplikasi
serta prognosis disfagia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2. Lapisan submukosa, mengandung sel-sel sekretori yang memproduksi
mucus. Mucus mempermudah jalannya makanan sewaktu menelan dan
melindungi mukosa dari cedera akibat zat kimia.
3. Lapisan muskularis , otot lapisan luar tersusun longitudinal dan lapisan
dalam tersusun sirkular. Otot yangterdapat 5% bagian atas esophagus
adalah otot rangka, sedangkan otot di separuh bagian bawah adalah otot
polos. Bagian diantaranya terdiri dari campuran otot rangka dan otot polos.
4. Tunika serosa (lapisan luar), lapisan luar esophagus tidak memiliki
lapisan serosa ataupun selaput peritoneum, melainkan lapisan ini terdiri
atas jaringan ikat longgar yang menghubungkan esophagus dengan
struktur-struktur yang berdekatan. Tidak adanya serosa menyebabkan
semakin cepatnya penyebaran sel-sel tumor (pada kasus kanker
esophagus) dan meningkatnya kemungkinan kebocoran setelah operasi.
4
Distribusi darah ke esophagus mengikuti pola segmental. Bagian atas
disuplai oleh cabang-cabang arteria tiroidea inferior dan subklavia. Bagian
tengah disuplai oleh cabang-cabang segmental aorta dan arteria bronkiales,
sedangkan bagian subdiafragmatika disuplai oleh arteria sinistra dan frenika
inferior. Aliran darah vena juga mengikuti pola segmental. Vena esophagus
daerah leher mengalirkan darah ke vena azigos dan hemiazigos, dan dibawah
diafragma vena esophagus masuk ke dalam vena gastrika sinistra. Hubungan
antara vena porta dan vena sistemik memungkinkan pintas dari hati pada
kasus hipertensi porta. Aliran kolateral melalui vena esophagus menyebabkan
terbentuknya varises esophagus (vena variksosa esophagus). Vena yang
melebar ini dpaat pecah, menyebabkan pendarahan yang bersifat fatal.
Disfagia berasal dari bahasa Yunani yang berarti kesulitan makan. Kondisi
ini biasanya akan berhubungan dengan kondisi aspirasi pneumonia,
malnutrisi, dan dehidrasi (Paik, 2008). Tidak semua proses menelan/deglutasi
dapat berjalan dengan demikian mudahnya. Pada keadaan tertentu dimana
terjadi gangguan kerja saraf seperti pada penyakit Parkinson, disfungsi otot
seperti pasca-stroke (Teasell, 2008), desakan massa tumor, maupun gangguan
anatomi dari saluran pencernaan bagian atas dapat menyebabkan terjadinya
gangguan proses menelan (Alper,2001).
Secara fisiologis dalam sehari kita dapat menelan sebanyak kurang lebih
2000 kali sehingga masalah disfagia sangat mengganggu kualitas hidup
seseorang (Alpher, 2011). Disfagia adalah kesulitan menelan makanan.
Penyebab disfagia bermacam-macam sehingga perlu di amati dengan seksama
5
disfagia karna gangguan pada orofaring dan esophagus karena gejalnya sangat
mirip ( Gray, 2002).
Disfagia dapat terjadi pada gangguan non esophagus yang disebabkan oleh
penyakit otot atau neurologis. Penyakit-penyakit ini adalah gangguan
peredaran darah otak ( stroke, penyakit serebrovaskuer). Keadaan ini memicu
peningkatan resiko tersedak minuman atau makann yang tersangkut dalam
trakea atau bronkus.
2.2.1 Menelan
Secara fisilogis, proses menelan yang normal terdiri atas tiga tahapan
yaitu:
6
makanan yang telah dikunyah oleh mulut disebut bolus yang kemudian di
dorong ke belakang mengenai dinding posterior faring oleh gerakan
voluntar lidah.
2. Fase faringeal (setelah makanan di dalam faring)
palatum mole atau uvula bergerak secara reflex menutup rongga hidung.
Pada saat yang sama, laring terangkat dan menutup glottis, mencegah
makanan memasuki trakea. Kontraksi oto konstriktor faringeus mendorong
bolus melewati epiglottis menuju ke faring bagian bawah dan memasuki
esophagus. Pernafasan secara serentak dihambat untuk mengurangi
kemungkinan aspirasi.
3. Fase esofageal (di dalam esofagus)
mulai saat otot krikofaringues relaksasi sejenak dn memungkinkan bolus
memasuki esophagus. Setelah relaksasi, gelombang pristaltik primer yang
dimulai dari faring diantarkan ke otot krikofaringeus sehingga otot ini
berkontraksi. Gelombang peistalttik terus berjalan dengan kecepatan 2-4
cm/ detik, sehingga makanan yang tertelan mencapai lambung 5 sampai 10
detik. Timbulnya gelombang peristaltic ini dipacu oleh peregangan
esophagus oleh sisa-sisa partikel makanan.
Posisi berdiri tegak dan gaya gravitasi adalah factor penting yang
mempermudah transport dalam esophagus bagian bawah, tapi adanya gerakan
peristaltic memungkinkan seeorang untuk minum air sambil posisi terbalik
dengan kepala dibawah. Sewaktu menelan terjadi perubahan tekan dalam
esophagus yang mencerminkan fungsi motoriknya. Dalam keadaan istirahat
tekanan dalam esophagus mencerminkan tekanan intratorak. Daerah sfingter
esophagus bagian atas dan bawah merupakan daerah bertekanan tinggi yang
berfungsi untuk mencegah aspirasi dan reflex isi lambung. Tekanan menurun
jika masing-masing sfingter relaksasi sewaktu menelan dan kemudian
mengikat bila gelombang peristaltic melewatinya.
7
2.3 Etiologi dan patofisiologi disfagia
Salah telan atau gangguan menelan (disfagia, keselek) dapat terjadi pada
keumpuhan n.IX dan X. medulla oblongata disebut juga dengan nama
bulbus.lesi di medulla oblongata dapat mengakibatkan lumpuhnya saraf IX, X,
XI, dan XII, dan disebut juga dengan kelumpuhan saraf bulber. Kelumpuhan
saraf bulber dapat bersifat lower-motor-neuron atau besifat upper-motor-
neuron. Pada kelumpuhan upper-motor-neuron lesinya terletak lebih atas dan
bilateral. Hal ini dapat terjadi pada infark serebri bilateral (hemiparase
dupleks), dan lesi di serabut kortiko-bulber yang bilateral. Kelumpuhan
demikian disebut juga sebagai kelumpuhan pseudo-bulber. (Lumbantobing,
S.M.;2015;Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental;Jakarta;FK UI)
8
Sulit menelan bukan karena sakit pada posisi makanan di orofaring, tetapi
juga disebabkan oleh gangguan mekanisme menelan akibat proses patologis
(Chicero, 2009). Pada infark serebri yang menimbulkan hemiparesis, sulit
menelan dapat menjadi gejala dini. Kelumpuhan UMN pada otot-otot yang
disarafi saraf glosofaringeus dan vagus mendasari gangguan menelan (Grams,
2008).
9
(Vaimann, 2009). 2) Disfagia gangguan fase faringeal
3) Disfagia gangguan fase esophageal
10
2.4 Manifestasi Klinis
b. Disfagia Esophageal
1. Sensasi makanan tersangkut di tenggorokan atau dada
2. Regurgitasi Oral atau faringeal
3. Perubahan pola makan
4. Pneumonia rekuren
11
Ada sejumlah cara latihan atau manuver yang berguna untuk melatih
fungsi motorik otot-otot yang bertugas dalam proses menelan dan seringkali
para klinikus menambahkan juga sejumlah cara-cara kompensasi dalam
menangani penderita dengan kasus disfagia. Bahkan sesungguhnya gabungan
yang seimbang antara kedua cara tersebut, pelatihan fungsi motorik dan
kompensasi,akan meningkatkan fungsi menelan penderita disfagia.
Terapi Disfagia
12
kemampuan lidahnya untuk mendorong ke depan, maka penderita harus
melatih lidahnya dengan cara mendorong ke depan.Namun dalam proses
menelan tidak ada kegiatan lidah yang semacam itu. Adapun hal yang dapat
dilakukan ialah melatih penderita untuk menelan secara benar dengan
mempertimbangkan proses-proses fungsional yang terjadi pada fase oral,
faringeal, respirasi, atau memindahkan bolus dari rongga mulut atau faring.
13
3. Stimulasi Listrik
Penggunaan stimulasi listrik untuk penanganan disfagia merupakan
terobosan baru dan menarik. Penggunaannya yang lebih sering pada
ekstremitas atas dan bawah dikarenakan otot-otot daerah tersebut yang
lebih besar sehingga lebih mudah diisolasi bila dibandingkan dengan otot-
otot daerah leher. Stimulasi listrik ialah penggunaan listrik bervoltase
rendah untuk menstimulasi otot sehingga menyebabkan serabut otot
berkontraksi..
Respon neuromuskular yang terjadi dipengaruhi oleh:
a) Karakteristik aliran listrik
b) Apakah stimulasi yang diberikan bersifat kontinyu atau intermiten
c) Penempatan elektroda
d) Lamanya sesi yang diberikan kepada pasien (dosis)
e) Diberikan saat otot beristirahat atau diberikan dengan manuver otot
tertentu, keteraturan pemberian terapi.
Namun dari semua parameter ini belum ada satupun yang diteliti
secara seksama. Stimulasi listrik dengan frekuensi yang tinggi akan
menghasilkan kontraksi yang kuat, namun hal ini dapat cepat
menimbulkan kelelahan. Sebaliknya, stimulasi listrik dengan frekuensi
yang rendah akan menghasilkan kontraksi yang lebih lemah, namun hal ini
mengurangi terjadinya cedera otot. Hanya terdapat sedikit data penelitian
sebelumnya yang membahas mengenai stimulasi listrik yang adekuat
untuk penganan disfagia. Ada dugaan yang menyatakan bahwa stimulasi
listrik (disebut juga dengan Functional Neuromotor Stimulation – FNS)
sangat sesuai untuk gangguan motorik yang diakibatkan susunan sistem
saraf pusat yang terganggu namun system neuromuskular yang masih utuh.
14
Terdapat pengobatan yang berbeda untuk berbagai jenis dysphagia.
Pertama dokter dan speech-language pathologists yang menguji dan
menangani gangguan menelan menggunakan berbagai pengujian yang
memungkinkan untuk melihat bergagai fungsi menelan. salah satu
pengujian disebut dengan, laryngoscopy serat optik, yang memungkinkan
dokter untuk melihat kedalam tenggorokan. Pemeriksaan lain, termasuk
video fluoroscopy, yang mengambil video rekaman pasien dalam menelan
dan ultrasound, yang menghasikan gambaran organ dalam tubuh, dapat
secara bebas nyeri memperlihatkan tahapan-tahapan dalam menelan.
Setelah penyebab disfagia ditemukan, pembedahan atau obat-obatan
dapat diberikan. Jika dengan mengobati penyebab dysphagia tidak
membantu, dokter mungkin akan mengirim pasien kepada ahli patologi
hologist yang terlatih dalam mengatasi dan mengobati masalah gangguan
menelan.
Pengobatan dapat melibatkan latihan otot untuk memperkuat otot-otot
facial atau untuk meningkatkan koordinasi. Untuk lainnya, pengobatan
dapat melibatkan pelatihan menelan dengan cara khusus. Sebagai contoh,
beberapa orang harus makan dengan posisi kepala menengok ke salah satu
sisi atau melihat lurus ke depan. Meniapkan makanan sedemikian rupa
atau menghindari makanan tertentu dapat menolong orang lain. Sebagai
contoh, mereka yang tidak dapat menelan minuman mungkin memerlukan
pengental khusus untuk minumannya. Orang lain mungkin garus
menghindari makanan atau minuman yang panas ataupun dingin.
Untuk beberapa orang, namun demikian, mengkonsumsi makanan dan
minuman lewat mulut sudah tidak mungkin lagi. Mereka harus
menggunakan metode lain untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Biasanya
ini memerlukan suatu system pemberian makanan, seperti suatu selang
makanan (NGT), yang memotong bagian menelan yang tidak mampu
bekerja normal.
Berbagai pengobatan telah diajukan untuk pengobatan disfagia
orofaringeal pada dewasa. Pendekatan langsung dan tidak langsung
15
disfagia telah digambarkan. Pendekatan langsung biasnya melibatkan
makanan, pendekatan tidak langsung biasanya tanpa bolus makanan.
1) Modifikasi diet
Merupakan komponen kunci dalam program pengobatan umum
disfagia. Suatu diet makanan yang berupa bubur direkomendasikan
pada pasien dengan kesulitan pada fase oral, atau bagi mereka yang
memiliki retensi faringeal untuk mengunyah makanan padat. Jika fungsi
menelan sudah membaik, diet dapat diubah menjadi makanan lunak
atau semi-padat sampai konsistensi normal.
2) Suplai Nutrisi
Efek disfagia pada status gizi pasien adalah buruk. Disfagia dapat
menyebabkan malnutrisi. Banyak produk komersial yang tersedia untuk
memberikan bantuan nutrisi. Bahan-bahan pengental, minuman yang
diperkuat, bubur instan yang diperkuat, suplemen cair oral. Jika asupan
nutrisi oral tidak adekuat, pikirkan pemberian parenteral.
3) Hidrasi
Disfagia dapat menyebabkan dehidrasi. Pemeriksaan berkala keadaan
hidrasi pasien sangat penting dan cairan intravena diberikan jika terapat
dehidrasi.
4) Pembedahan
a. Pembedahan gastrostomy
Pemasangan secara operasi suatu selang gastrostomy memerlukan
laparotomy dengan anestesi umum ataupun lokal.
b. Cricofaringeal myotomy
Cricofaringeal myotomy (CPM) adalah prosedur yang dilakukan
untuk mengurangi tekanan pada sphicter faringoesophageal (PES)
dengan mengincisi komponen otot utama dari PES. Injeksi
botulinum toxin kedalam PES telah diperkenalkan sebagai ganti dari
CPM.
16
5. Terapi dan Obat
Pengobatan untuk kesulitan menelan seringkali disesuaikan dengan jenis
atau penyebab tertentu dari gangguan menelan yang anda alami.
1) Disfagia Orofaringeal
Untuk disfagia orofaringeal, dokter mungkin akan merujuk anda pada
terapis bicara atau menelan, dan sesi terapi dapat berupa:
a. Latihan. Latihan tertentu dapat membantu koordinasi otot-menelan
anda atau menstimulasi kembali saraf-saraf yang memicu refleks
menelan.
b. Belajar teknik menelan. Anda juga dapat mempelajari cara-cara
sederhana untuk menempatkan makanan di mulut anda atau posisi
tubuh dan kepala yang dapat membantu anda menelan dengan baik.
2) Disfagia Esofagus
Jenis pengobatan untuk disfagia esofagus mungkin berupa:
a. Pelebaran esofagus. Untuk kasus pengetatan esophageal sphincter
(achalasia) atau penyempitan kerongkongan, dokter mungkin
menggunakan prosedur endoskop dengan balon khusus yang
dilekatkan, balon tersebut kemudian meregang secara lembut dan
memperluas lebar kerongkongan atau meluluskan tabung fleksibel
atau tabung untuk meregangkan esofagus (dilatasi).
b. Pembedahan. Dalam kasus tumor esofagus, achalasia atau
divertikula faring, anda mungkin memerlukan prosedur
pembedahan untuk membersihkan jalan kerongkongan anda.
c. Obat-obatan. Kesulitan menelan yang berkaitan dengan GERD
dapat diobati dengan obat-obatan oral (resep) untuk mengurangi
asam lambung. Anda mungkin perlu mengambil obat ini untuk
jangka waktu tertentu. Jika mengalami kejang esofagus tetapi
esofagus Anda nampak normal dan tanpa disertai GERD, ini dapat
diobati dengan obat-obatan yang dapat merelaksasi kerongkongan
dan mengurangi ketidaknyamanan yang ditimbulkan.
17
3) Disfagia parah
Jika kesulitan menelan mencegah mendapatkan asupan makanan
dan minuman secara memadai, maka dokter mungkin
merekomendasikan:
a. Cairan diet khusus. Cairan ini dapat membantu anda
mempertahankan berat badan yang sehat dan terhindar dari
dehidrasi.
b. Tabung makanan. Dalam kasus disfagia yang parah, mungkin
diperlukan selang untuk melewati bagian dari mekanisme menelan
yang tidak berfungsi normal.
18
2.7 Komplikasi Disfagia
1. Peunomonia akut
Aspirasi adalah suatu keadaan dimana muatan lambung atau
orofaring kembali ke dalam laring atau bahkan trakea dan paru yang
menyebabkan pneumonia. Infeksi terjadi bila kolonisasi bakteri di orofaring
masuk ke dalam saluran pernafasan. Fungsi menelan dan reflek batuk yang
baik penting untuk mencegah aspirasi dari orofaring, dimana gangguan
keduanya dapat meningkatkan risiko infeksi. Oleh karenanya perlu
diketahui penanganan disfagia yang tepat untuk menghindari
perkembangan kondisi pasien ke arah yang lebih buruk.
Disfagia menyebabkan penderita mudah mengalami aspirasi,
dimana aspirasi selanjutnya akan menyebabkan pneumonia. Beberapa
factor yang mempengaruhi terjadinya aspirasi ini diantaranya adalah
jumlah, sifat fisik dan letak kedalaman aspirasi serta mekanisme
pembersihan oleh paru. Aspirasi semakin berbahaya pada aspirasi dalam
jumlah yang lebih besar, letak yang semakin distal dan sifat yang lebih
asam. Bila aspirasi diikuti organisme infeksius atau bahkan flora normal
19
karena asupan cairan yang kurang. Sebaliknya, dehidrasi juga merupakan
factor resiko terjadinya pneumonia. Hal ini disebabkan pertama karena
berkurangnya aliran air liur yang dapat perubahan kolonisasi di orofaring,
kedua karena letargi dan perubahan status mental yang dapat
20
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas klien
Nama, umur, suku/bangsa, agama, pendidikan alamat.
2. Keluhan Utama
Kaji bagaimana keluhan disfagia? Apakah kesulitan menelan terjadi
pada rongga mulut, orofaring, atau pada esophagus? Kaji adanya
keluhan geli pada saat menelan. Kaji adanya perasaan tersumbat pada
saat menelan.
3. Riwayat penyakit sekarang
Mengalami kesulitan menelan makanan dan minuman.
4. Riwayat penyakit dahulu
Kaji riwayat penyakit yang berhubungan dengan proses menelan,
seperti riwayat stroke, gangguan neuromuscular, hipertensi,
ataupenyakit kardiovaskular. Kaji adanya riwayat operasi kepala
operasi dan leher sebelumnya.
5. Riwayat penyakit keluarga
Adanya penyakit yg sama pada generasi sebelumnya.
6. Gaya Hidup
Kaji pola hidup pasien yang berhubungan dengan gangguan menelan,
seperti kebiasaan merokok, kebiasaan minum alkohol, pola hygiene
mulut, pola makan dengan diet yang diawetkan/diasinkan.
7. Kaji berapa lama keluhan disfagia telah dirasakan pasien? Bagaimana
perjalanan keluhan disfagia bertambah berat, apakah awal keluhan
dengan cepat menjadi keluhan yang berat dalam melakukan proses
menelan?.
8. Kaji adanya penurunan berat badan, adanya riwayat pneumonia
aspirai, dan adanya keluhan fisik secara umum?
9. Kaji factor predisposisi yang dapat menyebabkan keluhan disfagia
muncul. Apakah pada saat menelan makanan makanan padat atau
21
makan cair? Apakah pada aat mengalami tekanan psikologis pasien
mengalami disfagia?
10. Kaji keluhan yang menyertai disagia. Apakah ada keluhan odinofagia
(nyeri menelan) atau pirosis (nyeri ulu hati)? Apakah disfagia juga
disertai demam, sesak nafas, batuk, atau perasaa mengganjal/
menyumbat di tenggorokan?
11. Kaji riwayat penggunaan obat-obat yang bisa mengganggu proses
menelan, seperti pascaanestesi, atau obat-obat muskulo relaksan pusat.
12. Pemeriksaan fisik
1. Periksa keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien.
2. Pasien terlihat mengalami kesulitan pada saat melakukan proses
menelan.
3. Pasien terlihat batuk setelah berusaha untuk makan.
4. Terdapat perubahan suara pasien pada saat berbicara.
5. Terdapat adanya kumpulan makanan pada rongga mulut.
6. Lakukan pemeriksaan rongga mulut dengan mengevaluasi erakan
dan kekuatan mulut dan otot lidah. Lakukan pemeriksaan lidah,
meliputi: gerakan pangkal lidah, gerakan arkus faring, uvula, dan
pergerakan pallatum molle.
7. Periksa adanya pembesaran tosil (amandel).
8. Periksa neurologi fungsi motorik dan sensorik saraf cranial
9.Periksa posisi dan kelenturan leher/ lubang servikal, evaluasi masa
leher, pembesaran kelenjar leher dan adanya lesi trauma.
3.2 Prosedur Diagnostik
22
fluoroskopi, atau perekaman gambaran radiografik menggunakan teknik
gambar bergerak ( sineradiografi ).
3. Esofaguskopi
23
Persiapan esofagoskopi terdiri atas puasa selama enam jam dan
berbagai bentuk premedikasi yaitu penyemprotan tenggorakn dengan
anestesi lokal. Pemerikasaan endoskopi nesofagus, lambung, dan
duodenum sering digabungkan dalam satu pemeriksaan.
4. Pemeriksaan Motilitas
24
nyeri yang diinduksi oleh asam. Penyakit yang paling sering ditemukan
bila hasil uji ini positif adalah esofagitis refluks, tetapi setiap penyakit
yang menyebabkan terputusnya kontinuitas mukosa esofagus dapat
menyebabkan uji ini menjadi positif. Penderita nyeri dada yang berasal
dari jantung tidak dapat membedakan antara larutan garam dan perfusi
asam.
6. pH metri 24 jam
25
3.3 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan menelan b.d gangguan pengiriman, transit, dan adanya
obstruksi gastrointestinal.
2. Risiko aspirasi b.d ketidakmampuan menelan akibat kerusakan saraf
control cranial.
3. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d kurangnya makanan yang
adekuat.
3.4 Intervensi dan Rasional
1. Gangguan menelan b.d pengiriman, transit, dan adanya obtruksi
gastrointestinal
Kaji kemampuan pasien dalam menelan, Pasien yang mengalami disfagia dapat
catat setiap gangguan fisik atau keluhan terjadi pada fase oral, fase fraingeal dan
dalam proses menelan. faase esofangeal, pengenalan yang baik
pada gangguan setiap fase dapat menjadi
data dasar intervensi keperawatan
selanjutnya
26
pasien dengan pasca kemoradioterapi pada
kepala dan leher juga mengalami disfagia.
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang jenis Kondisi disfagia bisa disebabkan oleh
diet yang sesuai dengan kondisi individu kondisi multifaktur. Pemberian diet
dengan kolaborasi bersama ahli gizi dapat
memaksimalkan tujuan dalam pemenuhan
nutrisi pasien.
Observasi intake nutrient pasien dan kaji Intervensi dalam mengevaluasi factor yang
hal yang menghambat proses menelan memperberat kondisi menelan dan sebagai
bahan tambahan untuk intervensi
selanjutnya
Stimulasi bibir untuk membuka dan Membantu melatih kembali sensori dan
menutup mulut secara manual dengan meningkatkan control stimular
menekan ringan bagian atas atau bawah
bibir
27
Intervensi Rasional
28
Monitor kondisi jalan napas pada Aspirasi merupakan hal yang
saat pasien makan dan setelah berbabhaya pada jalan nafas. Oleh
makan. karna itu, dengan memonitor jalan
anfas, perawat dapat lebih cepat
meberikan intervensi.
29
menarik makan
30
diberikan
a. Evaluasi
Evaluasi setelah dilakukan intervensi keperawatan adalah sebagai
berikut :
1. Pasien beradaptasi dengan kondisi klinik disfagia dan intake nutrisi
bisa dilaksanakan.
2. Tidak terjadi aspirasi pada saat dan setelah dilakukan pemberian
makan oral.
3. Terjadi penurunan respon nyeri.
4. Pasien tidak mengalami penurunan BB.
5. Kecemasan pasien berkurang.
31
BAB IV
STUDI KASUS
Tn A berusia 40 tahun bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil. Tn A pernah
mengalami stroke 6 bulan yang lalu. Saat ini Tn A sering mengalami dehidrasi,
dan kekurangan nutrisi akibat Tn A mengalami kesusahan saat menelan. Saat
menelan makanan terasa nyeri pada tenggorokan. Pasien mengeluh susah tidur
dalam sebulan ini.
32
4.4 Riwayat Psikososial dan Pola Hidup Sehari-hari
1. Pasien mudah bergaul
2. Pasien mengalami insomnia
3. Kekurangan cairan
4. Pasien mengalami konstipasi
5. Intoleransi aktivitas
6. Gangguan pada personal hygiene
7. Nyeri di tenggorokan
8. Gelisah/cemas
9. Mudah letih
4.5 Pemeriksaan Fisik
TTV :
1. Tekanan darah : 100/70
2. Pernapasan : 18 kali/menith
3. Denyut Nadi : 60 kali/menit
4. Suhu tubuh : 37,5 0 C
PENGKAJIAN MULUT DAN FARING :
1. Inspeksi
- Bibir tidak simetris
- Warna bibir pucat
- Keadaan mukosa bibir kering dan pecah-pecah
- Warna gigi kuning
- Ada karies, plak dan peradangan pada pharynx
- Jumlah gigi tidak lengkap ( berkurang 3)
- Edema pharynx
- Pembesaran tonsil
- Ovula simetris
- Leher simetris
- Permukaan leher mormal
- Tidak ada pembesaran vena jugularis
- Pembesaran tiroid
2. Palpasi
33
- Kelenjar limfe normal
- Edema pharynx
- Pembesaran tiroid
3. Uji nervus
- Fasial cranial (pengecapan 1/3 anterior lidah) normal
- Glossofaringeus (1/3 posterior lidah) normal
- Vagus (refleks menelan) abnormal, kesulitan menelan. Pasien tidak mampu
menelan.
- Hiplogosus (gerakan lidah) normal
34
3. Resiko terjadi aspirasi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan akibat
kerusakan saraf kontrol fasial
4.8 TINDAKAN KEPERAWATAN
Rencana Tindakan Kep.
No. Diagnosa Kep
Tujuan Intervensi Rasional
1. Resiko gangguan - Pasien dapat- -
Tinjau ulang kemampuan pasien Pasien dapat
menelan menunjukkan berkosentrasi
menelan, catat luasnya paralisis
berhubungan metode menelan selama
dengan makanan yang fasial mekanisme
kelemahan otot- tepat tanpa makan tanpa
- Tingkatkan upaya untuk dapat
otot menelan menimbulkan adanya
akibat paralise keputusasaan melakukan proses menelan yang gangguan dari
luar atau
efektif seperti membantu pasien
lingkungan
menegakkan kepala. - Pasien mampu
mengunya secara
- Letakkan pasien pada posisi
perlahan.
-
duduk/tegak selama dan setelah Pasien mampu
menelan
makan
makanan yang
- Stimulasi bibir untuk membuka dan lunak/
kental/cair
menutup mulut secara manual
- Pasien mampu
dengan menekan ringan diatas meminum cairan
dengan
bibir/dibawah dagu
menggunakan
- Letakkan makanan pada daerah sedotan.
mulut yang tidak sakit/terganggu
- Sentuh bagian pipi paling dalam
dengan spatel untuk mengetahui
adanya kelemahan lidah
- Berikan makan dengan perlahan
pada lingkungan yang tenang
- Mulai dengan memberikan
makanan per oral setengah cair,
makanan lunak ketika pasien dapat
menelan air
- Bantu pasien untuk memilih
makanan yang kecil atau tidak perlu
mengunyah dan mudah ditelan
35
- Anjurkan pasien menggunakan
sedotan untuk meminum cairan
- Anjurkan untuk berpartisipasi
dalam program latihan
4.9 IMPLEMENTASI
Hari/tanggal Jam Implementasi Evaluasi
Kamis 07.15 - Tingkatkan upaya untuk 09.00
09/10 2008 dapat melakukan proses
menelan yang efektif seperti
S : Merasa mampu untuk berusaha menelan
membantu pasien
O : Pasien tampak bersemangat
menegakkan kepala A : Masalah teratasi
Hasil : Pasien mampu menegakkan P : Mempertahankan intervensi
kepala
09.30 - Mulai memberikan makanan 11.15
per oral setengah cair, dan
makanan lunak ketika pasien
S : Pasein merasa senang karena mampu
dapat menelan air. menelan air
Hasil : Pasien mampu menelan airO : Pasien mampu menelan air dan
dan makanan lunak makanan lunak
A : Masalah masih tetap ada
P : Lanjutkan intervensi
11.30 - Menganjurkan pasien makan 13.00
dan mengunyah makanan S : Pasien merasa kesulitan mengunyah
secara perlahan O : Pasien mampu mengunyah dengan
Hasil : Pasien mampu mengunyah perlahan
makanan A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi
36
BAB IV
KESIMPULAN
37
DAFTAR PUSTAKA
Agustari. 2011. Disfagia Dapat Dijumpai Pada Pasien yang Mengalami Stroke.
diakses dalam
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24954/5/Chapter%20I.pdf
[ 16 Oktober 2015 pukul 13.00 WIB]
Bailey J Byron. Esophageal disorders. Head and neck surgery Otolaringology.
Vol.1.2.1998;56:781-8014.
38