Dokumen ini membahas tentang penanganan kegawatdaruratan di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama seperti puskesmas, klinik, dan praktik dokter. Termasuk prosedur triase, resusitasi, stabilisasi, pemeriksaan lanjutan, penanganan definitif, dan rujukan ke fasilitas rujukan. Juga mensyaratkan sumber daya manusia seperti dokter dan perawat yang terlatih dalam penanganan kegawatdaruratan.
0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
124 tayangan6 halaman
Dokumen ini membahas tentang penanganan kegawatdaruratan di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama seperti puskesmas, klinik, dan praktik dokter. Termasuk prosedur triase, resusitasi, stabilisasi, pemeriksaan lanjutan, penanganan definitif, dan rujukan ke fasilitas rujukan. Juga mensyaratkan sumber daya manusia seperti dokter dan perawat yang terlatih dalam penanganan kegawatdaruratan.
Deskripsi Asli:
Penanganan Kegawatdaruratan Intrafasilitas Pelayanan Kesehatan Di Puskesmas
Dokumen ini membahas tentang penanganan kegawatdaruratan di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama seperti puskesmas, klinik, dan praktik dokter. Termasuk prosedur triase, resusitasi, stabilisasi, pemeriksaan lanjutan, penanganan definitif, dan rujukan ke fasilitas rujukan. Juga mensyaratkan sumber daya manusia seperti dokter dan perawat yang terlatih dalam penanganan kegawatdaruratan.
Dokumen ini membahas tentang penanganan kegawatdaruratan di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama seperti puskesmas, klinik, dan praktik dokter. Termasuk prosedur triase, resusitasi, stabilisasi, pemeriksaan lanjutan, penanganan definitif, dan rujukan ke fasilitas rujukan. Juga mensyaratkan sumber daya manusia seperti dokter dan perawat yang terlatih dalam penanganan kegawatdaruratan.
di Puskesmas, Klinik, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter dan Dokter Gigi/Tenaga Kesehatan. Puskesmas rawat inap dan Klinik rawat inap harus memiliki ruang Gawat Darurat sebagai tempat Pelayanan Kegawatdaruratan. Bagi Puskesmas nonrawat inap, Klinik nonrawat inap, dan tempat praktik mandiri Dokter dan Dokter Gigi/tenaga kesehatan melaksanakan Pelayanan Kegawatdaruratan di ruang tindakan. 1. PELAYANAN Pelayanan Kegawatdaruratan yang dilaksanakan di Puskesmas, Klinik, dan tempat praktik mandiri Dokter dan Dokter Gigi meliputi pelayanan triase, survei primer, survei sekunder, tatalaksana definitif dan rujukan. Sedangkan bagi tempat praktik mandiri tenaga kesehatan, pelayanan Kegawatdaruratan meliputi pelayanan triase, survei primer, dan rujukan. Apabila diperlukan evakuasi, Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat pertama yang menjadi bagian dari SPGDT dapat melaksanakan evakuasi tersebut. a. Triase 1) Adalah proses khusus memilah Pasien berdasarkan beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan jenis penanganan/intervensi kegawatdaruratan. 2) Prinsip Triase adalah pemberlakuan sistem prioritas dengan penentuan/penyeleksian Pasien yang harus didahulukan untuk mendapatkan penanganan, yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul berdasarkan: a) Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit b) Dapat mati dalam hitungan jam c) Trauma ringan d) Sudah meninggal 3) Prosedur triase: a) Pasien datang diterima tenaga kesehatan di ruang Gawat Darurat atau ruang tindakan. Bila jumlah Pasien lebih dari kapasitas ruangan, maka triase dapat dilakukan di luar ruang Gawat Darurat atau ruang tindakan. b) Penilaian dilakukan secara singkat dan cepat (selintas) untuk menentukan kategori kegawatdaruratan Pasien oleh tenaga kesehatan dengan cara: (1) Menilai tanda vital dan kondisi umum Pasien (2) Menilai kebutuhan medis (3) Menilai kemungkinan bertahan hidup (4) Menilai bantuan yang memungkinkan (5) Memprioritaskan penanganan definitif c) Mengkategorikan status Pasien menurut kegawatdaruratannya, apakah masuk ke dalam kategori merah, kuning, hijau atau hitam berdasarkan prioritas atau penyebab ancaman hidup. Tindakan ini berdasarkan prioritas ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Environment). Kategori merah merupakan prioritas pertama (Pasien cedera berat mengancam jiwa yang kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera). Kategori kuning merupakan prioritas kedua (Pasien memerlukan tindakan definitif, tidak ada ancaman jiwa segera). Kategori hijau merupakan prioritas ketiga (Pasien degan cedera minimal, dapat berjalan dan menolong diri sendiri atau mencari pertolongan). Kategori hitam merupakan Pasien meninggal atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin diresusitasi. d) Bagi Puskesmas atau Klinik yang melayani Pasien saat terjadi bencana alam ataupun kejadian bencana lainnya yang menyebabkan Pasien dalam jumlah banyak, penggunaan Tag Triase (pemberian label pada Pasien) perlu dilakukan. 4) Status Triase ini harus dinilai ulang terus menerus karena kondisi Pasien dapat berubah sewaktu-waktu. Apabila kondisi Pasien berubah maka dilakukan retriase. 5) Melakukan komunikasi dengan pusat komunikasi (misal PSC 119) dan Rumah Sakit rujukan, bila diperlukan. b. Survei Primer (Resusitasi dan Stabilisasi) 1) Tindakan resusitasi segera diberikan kepada Pasien dengan kategori merah setelah mengevaluasi potensi jalan nafas (airway), status pernafasan (breathing) dan sirkulasi ke jaringan (circulation) serta status mental Pasien yang diukur Alert Verbal Pain Unresponsive (AVPU). 2) Batasan waktu (respon time) untuk mengkaji keadaan dan memberikan intervensi secepatnya untuk Pasien yang membutuhkan pelayanan resusitasi adalah segera. 3) Melakukan monitoring dan retriase terhadap tindakan resusitasi yang diberikan. Monitoring kondisi Pasien berupa pemasangan peralatan medis untuk mengetahui status tanda vital, pemasangan kateter urine, dan penilaian ulang status mental Pasien. 4) Apabila kondisi Pasien memerlukan tindakan definitif segera namun pada Puskesmas/Klinik/tempat praktik mandiri Dokter dan Dokter Gigi tidak tersedia tenaga yang berkompeten ataupun fasilitas yang memadai, maka harus dilakukan rujukan segera sesuai prosedur tanpa melakukan survei sekunder. 5) Bagi tempat praktik mandiri tenaga kesehatan, Pasien harus segera dirujuk setelah melaksanakan survei primer. c. Survei Sekunder 1) Survei sekunder tidak diwajibkan apabila kondisi pasien memerlukan tindakan definitif segera namun pada Puskesmas/Klinik/tempat praktik mandiri Dokter dan Dokter Gigi tidak tersedia tenaga yang berkompeten ataupun fasilitas yang memadai. Pada kondisi ini, pasien harus segera dilakukan rujukan sesuai prosedur tanpa melakukan survei sekunder. 2) Melakukan anamnesa (alloanamnesa/autoanamnesa) untuk mendapatkan informasi mengenai apa yang dialami Pasien pada saat ini. 3) Pemeriksaan fisik, neurologis dan status mental secara menyeluruh (head to toe) dengan menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale). 4) Bagi Puskesmas/Klinik, melakukan pemeriksaan penunjang sesuai dengan ketersediaan fasilitas yang dimiliki. a) Pemeriksaan penunjang yang dilakukan seperti pemeriksaan laboratorium dan pencitraan yang diinstruksikan oleh dokter berdasarkan hasil kesimpulan anamnesa dan pemeriksaan fisik. b) Pemeriksaan penunjang dilakukan bila kondisi Pasien telah stabil, yaitu: tanda-tanda vital normal, tidak ada lagi kehilangan darah, keluaran urin normal 0,5-1 cc/kg/jam, dan atau tidak ada bukti kegagalan fungsi organ. 5) Tindakan restraint sesuai indikasi dengan teknik terstandar yang aman, dengan tujuan untuk mengamankan Pasien, orang lain dan lingkungan dari perilaku Pasien yang tidak terkontrol. 6) Apabila kondisi Pasien memerlukan tindakan definitif namun pada Puskesmas/Klinik/tempat praktik mandiri Dokter dan Dokter Gigi tidak tersedia tenaga yang berkompeten ataupun fasilitas yang memadai, maka harus dilakukan rujukan segera sesuai prosedur. d. Tata Laksana Definitif 1) Penanganan/pemberian tindakan terakhir untuk menyelesaikan permasalahan setiap Pasien. 2) Penentuan tindakan yang diambil berdasarkan hasil kesimpulan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Yang berwenang melakukan tata laksana definitif adalah Dokter dan Dokter Gigi yang terlatih. e. Rujukan 1) Rujukan dilaksanakan jika tindak lanjut penanganan terhadap Pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan di Puskesmas/Klinik/tempat praktik mandiri Dokter dan Dokter Gigi/tenaga kesehatan karena keterbatasan sumber daya. 2) Sebelum Pasien dirujuk, terlebih dahulu dilakukan koordinasi dengan Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang dituju mengenai kondisi Pasien, serta tindakan medis yang diperlukan oleh Pasien. 3) Proses pengiriman Pasien dilakukan bila kondisi Pasien stabil, menggunakan ambulans Gawat Darurat atau ambulans transportasi yang dilengkapi dengan penunjang resusitasi, didampingi oleh tenaga kesehatan terlatih untuk melakukan tindakan resusitasi dan membawa surat rujukan. Bagi tempat praktik mandiri Dokter dan Dokter Gigi/tenaga kesehatan, penyediaan ambulans dilaksanakan berkoordinasi dengan Fasilitas Pelayanan Kesehatan rujukan atau PSC 119. 2. SUMBER DAYA MANUSIA Puskesmas dan Klinik harus memiliki: a. Dokter dan Dokter Gigi 1) Dokter/dokter gigi dengan kemampuan untuk melakukan triase, survei primer (resusitasi dan stabilisasi), survei sekunder, dan tatalaksana definitif sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya. 2) Dokter spesialis/dokter gigi spesialis di Klinik utama dengan kemampuan untuk melakukan triase, survei primer (resusitasi dan stabilisasi), survei sekunder, dan tata laksana definitif sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya. Dokter dan Dokter Gigi di Puskesmas rawat inap dalam memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan dapat berstatus on call, untuk penanganan kasus kegawatdaruratan di luar jam operasional. b. Perawat Perawat minimal setingkat Diploma 3 yang memiliki kompetensi kegawatdaruratan. Kompetensi kegawatdaruratan dapat diperoleh dari pendidikan ataupun pelatihan terkait pelayanan kegawatdaruratan. c. Tenaga Kesehatan Lain dan Tenaga Nonkesehatan Kebutuhan jenis dan jumlah tenaga kesehatan lain dan tenaga nonkesehatan disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan dan tingkat kemampuan masing-masing Fasilitas Pelayanan Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. 3. SARANA, PRASARANA, OBAT, BAHAN MEDIS HABIS PAKAI, DAN ALAT KESEHATAN Standar sarana, prasarana, obat, bahan medis habis pakai, dan alat kesehatan mengikuti standar Puskesmas, Klinik, tempat praktik mandiri Dokter dan Dokter Gigi/tenaga kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang harus diperhatikan untuk Ruang Gawat Darurat diharapkan memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. Luas ruang gawat darurat disesuaikan dengan beban kerja dan ketersediaan sumber daya fasilitas pelayanan kesehatan. b. Lokasi ruang gawat darurat harus mudah diakses oleh masyarakat yang membutuhkan pelayanan gawat darurat dengan tanda-tanda yang jelas dari dalam dan dari luar fasilitas pelayanan kesehatan.