Askep Ispa Full

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pendahuluan

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) di negara berkembang masih merupakan


masalah kesehatan yang menonjol, terutama pada anak. Penyakit ini pada anak
merupakan penyebab kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) yang tinggi.
Angka kematian ISPA di negara maju berkisar antara 10 -15 %, sedangkan di negara
berkembang lebih besar lagi.

Di Indonesia angka kematian ISPA diperkirakan mencapai 20 %. Hingga saat ini


salah satu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat adalah ISPA. (Infeksi Saluran
Pernapasan Akut). ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena
menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian
yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3 - 6 episode ISPA setiap tahunnya. 40
% - 60 % dari kunjungan di puskesmas adalah oleh penyakit ISPA (Anonim, 2009).

B. Tujuan penulisan

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Pada anak dengan ISPA

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui bagaimana pengkajian pada anak dengan ISPA.


b. Untuk mengetahui Diagnosa keperawatan apa yang muncul pada anak
dengan ISPA.
c. Untuk mengetahui Intervensi keperawatan pada anak dengan ISPA.
d. Untuk mengetahui Implementasi keperawatan apa yang tetapat pada anak
dengan ISPA.
e. Untuk mengetahui Evaluasi keperawatan serta rencana tindakan apa yang
akan dilakukan pada anak dengan ISPA.
2

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

1. Pengertian

Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan


(hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi
jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat melakukan
pernafasan (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 450).

ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA meliputi
saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah ISPA adalah infeksi
saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang dimaksud dengan saluran
pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru (alveoli), beserta
organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru. Sebagian
besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk, pilek dan tidak
memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita
pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian.

ISPA merupakan kepanjangan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut dan mulai
diperkenalkan pada tahun 1984 setelah dibahas dalam lokakarya Nasional ISPA di
Cipanas. Istilah ini merupakan padanan istilah bahasa inggris yakni Acute Respiratory
Infections (ARI).

ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari
saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk
jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA umumnya
berlangsung selama 14 hari. Yang termasuk dalam infeksi saluran nafas bagian atas adalah
batuk pilek biasa, sakit telinga, radang tenggorokan, influenza, bronchitis, dan juga
sinusitis. Sedangkan infeksi yang menyerang bagian bawah saluran nafas seperti paru itu
salah satunya adalah Pneumonia.(WHO)

Infeksi saluran pernafasan adalah suatu penyakit yang mempunyai angka kejadian
yang cukup tinggi. Penyebab dari penyakit ini adalah infeksi agent/ kuman. Disamping itu
terdapat beberapa faktor yang turut mempengaruhi yaitu; usia dari bayi/ neonatus,
3

ukuran dari saluran pernafasan, daya tahan tubuh anak tersebut terhadap penyakit serta
keadaan cuaca (Whaley and Wong; 1991; 1419).

2. Etiologi
Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia. Bakteri
penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus, Staphylococcus,
Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA
antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus,
Micoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.

Etiologi Pneumonia pada Balita sukar untuk ditetapkan karena dahak biasanya
sukar diperoleh. Penetapan etiologi Pneumonia di Indonesia masih didasarkan pada hasil
penelitian di luar Indonesia. Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai negara
menunjukkan bahwa di negara berkembang
streptococcus pneumonia dan haemophylusinfluenza merupakan bakteri yang selalu
ditemukan pada dua per tiga dari hasil isolasi, yakni 73, 9% aspirat paru dan 69, 1% hasil
isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di negara maju, dewasa ini Pneumonia pada anak
umumnya disebabkan oleh virus.

a. Faktor Pencetus ISPA

1) Usia

Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau


terkena penyakit ISPA lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang
usianya lebih tua karena daya tahan tubuhnya lebih rendah.

2) Status Imunisasi

Anak dengan status imunisasi yang lengkap, daya tahan tubuhnya lebih
baik dibandingkan dengan anak yang status imunisasinya tidak lengkap.

3) Lingkungan

Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-kota


besar dan asap rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA pada
anak.
4

b. Faktor Pendukung terjadinya ISPA

1) Kondisi Ekonomi

Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang


berkepanjangan berdampak peningkatan penduduk miskin disertai
dengan kemampuannya menyediakan lingkungan pemukiman yang sehat
mendorong peningkatan jumlah Balita yang rentan terhadap serangan
berbagai penyakit menular termasuk ISPA. Pada akhirnya akan mendorong
meningkatnya penyakit ISPA dan Pneumonia pada Balita.

2) Kependudukan

Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan jumlah


populasi Balita yang besar pula. Ditambah lagi dengan status kesehatan
masyarakat yang masih rendah, akan menambah berat beban kegiatan
pemberantasan penyakit ISPA.

3) Geografi

Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki potensi daerah endemis


beberapa penyakit infeksi yang setiap saat dapat menjadi ancaman bagi
kesehatan masyarakat. Pengaruh geografis dapat mendorong terjadinya
peningkatan kaus maupun kemaian penderita akibat ISPA. Dengan
demikian pendekatan dalam pemberantasan ISPA perlu dilakukan dengan
mengatasi semua faktor risiko dan faktor-faktor lain yang
mempengaruhinya.

4) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

PHBS merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA.


Perilaku bersih dan sehat tersebut sangat dipengaruhi oleh budaya dan
tingkat pendidikan penduduk. Dengan makin meningkatnya tingkat
pendidikan di masyarakat diperkirakan akan berpengaruh positif terhadap
pemahaman masyarakat dalam menjaga kesehatan Balita agar tidak
terkena penyakit ISPA yaitu melalui upaya memperhatikan rumah sehat
dan lingkungan sehat.
5

5) Lingkungan dan Iklim Global

Pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas


buang sarana transportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan
ancaman kesehatan terutama penyakit ISPA. Demikian pula perubahan
iklim gobal terutama suhu, kelembapan, curah hujan, merupakan beban
ganda dalam pemberantasan penyakit ISPA.

Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab


dari terjadinya infeksi saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang
merupakan penyebab utama yakni golongan A -hemolityc streptococus,
staphylococus, haemophylus influenzae,  clamydia trachomatis,
mycoplasma dan pneumokokus.

Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu
angka kejadian pada usia dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan
imunitas dari air susu ibu. Ukuran dari lebar penampang dari saluran
pernafasan turut berpengaruh didalam derajat keparahan penyakit.
Karena dengan lobang yang semakin sempit maka dengan adanya
edematosa maka akan tertutup secara keseluruhan dari jalan nafas.

Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses


terjadinya infeksi antara lain malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang
terjadi secara langsung mempengaruhi saluran pernafasan yaitu alergi,
asthma serta kongesti paru.

Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi


perubahan musim, tetapi juga biasa terjadi pada musim dingin (Whaley
and Wong; 1991; 1420).

3. Patofisiologi
Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 3 tahap yaitu :
a. Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi
apa-apa.
b. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi
lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.
c. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala
demam dan batuk.
6

Tahap lanjut penyaklit, dibagi menjadi empat yaitu :

a) Dapat sembuh sempurna.

b) Sembuh dengan atelektasis.

c) Menjadi kronos.

d) Meninggal akibat pneumonia.

Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar sehingga
untuk mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien.
Ketahanan saluran pernafasan tehadap infeksi maupun partikel dan gas yang ada di udara
amat tergantung pada tiga unsur alami yang selalu terdapat pada orang sehat yaitu
keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia, makrofag alveoli, dan antibodi.

Antibodi setempat yang ada di saluran nafas ialah Ig A. Antibodi ini banyak
ditemukan di mukosa. Kekurangan antibodi ini akan memudahkan terjadinya infeksi
saluran nafas, seperti yang terjadi pada anak. Penderita yang rentan (imunokompkromis)
mudah terkena infeksi ini seperti pada pasien keganasan yang mendapat terapi sitostatika
atau radiasi.Penyebaran infeksi pada ISPA dapat melalui jalan hematogen, limfogen,
perkontinuitatum dan udara nafas.

Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel mukosanya
telah rusak akibat infeksi yang terdahulu. Selain hal itu, hal-hal yang dapat mengganggu
keutuhan lapisan mukosa dan gerak silia adalah asap rokok dan gas SO2 (polutan utama
dalam pencemaran udara), sindroma imotil, pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi
(25 % atau lebih).

4. Manifestasi Klinis
a. Batuk, pilek dengan nafas cepat atau sesak nafas
Pada umur kurang dari 2 bulan, nafas cepat lebih dari 60 x / mnt.
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya
obstruksi hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran
pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau
minum (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 451).
b. Demam.

Pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul jika anak
sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali demam muncul
7

sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,5OC-
40,5OC.

c. Meningismus.

Adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens, biasanya terjadi
selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan
nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.

1. Anorexia.
2. Biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi
susah minum dan bhkan tidak mau minum.
3. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama
bayi tersebut mengalami sakit.
4. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran
pernafasan akibat infeksi virus.
5. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena
adanya lymphadenitis mesenteric.
6. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan
lebih mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
7. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan,
mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran
pernafasan.
8. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak
terdapatnya suara pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419).
5. Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan


laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah :

a. Biakan virus
b. Serologis
c. Diagnostik virus secara langsung.

Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan pemeriksaan


sputum biakan darah, biakan cairan pleura.

Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha
serta irama dari pernafasan.
8

1) Pola, cepat (tachynea) atau normal.


2) Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati
melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.
3) Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya bersin.
4) Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan
5) Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan
suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis,
nyeri pada rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum.
6) Riwayat kesehatan:
a) Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan)
b) Riwayat penyakit sekarang (kondisi klien saat diperiksa)
c) Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami penyakit seperti yang
dialaminya sekarang)
d) Riwayat penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang pernah mengalami
sakit seperti penyakit klien)
e) Riwayat sosial (lingkungan tempat tinggal klien)

Pemeriksaan fisik difokuskan pada pengkajian sistem pernafasan :

a. Inspeksi
1) Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan
2) Tonsil tampak kemerahan dan edema
3) Tampak batuk tidak produktif
4) Tidak ada jaringan parut pada leher
5) Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan
cuping hidung.
b. Palpasi
1) Adanya demam
2) Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan
pada nodus limfe servikalis
3) Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
c. Perkusi : Suara paru normal (resonance)
d. Auskultasi : Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru
9

6. Penatalaksanaan

Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang benar


merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya kematian
karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang
tepat pada pengobatan penyakit ISPA) .

Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar


pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik
untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang
kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang
pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting
bagi pederita ISPA.

Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut :

a. Upaya pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan :

a) Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.


b) Immunisasi.
c) Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
d) Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
b. Pengobatan dan perawatan

Prinsip perawatan ISPA antara lain :

a) Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari


b) Meningkatkan makanan bergizi
c) Bila demam beri kompres dan banyak minum
d) Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu tangan yang
bersih
e) Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak terlalu ketat.
f) Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut masih
menetek
c. Pengobatan antara lain :
a) Mengatasi panas (demam) dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres,
bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4
10

kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan
dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan
menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
b) Mengatasi batuk. Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan
tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½
sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
7. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
b. Hipertermi berhubungan dengan invasi mikroorganisme.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidak
mampuan dalam memasukan dan mencerna makanan
d. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan ISPA berhubungan dengan kurang
informasi.
11

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Keluhan Utama : Klien mengeluh demam, batuk , pilek, sakit tenggorokan.
b. Riwayat penyakit sekarang : Dua hari sebelumnya klien mengalami demam
mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan
menurun, batuk,pilek dan sakit tenggorokan.
c. Riwayat penyakit dahulu : Kilen sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit
sekarang
d. Riwayat penyakit keluarga : Menurut pengakuan klien,anggota keluarga ada juga
yang pernah mengalami sakit seperti penyakit klien tersebut.
e. Riwayat sosial : Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang
berdebu dan padat penduduknya
2. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa I : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan


ekspansi paru.

Tujuan kriteria hasil :

a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis
dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah,
tidak ada pursed lips)
b. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
c. Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)

Intervensi :

a. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi


b. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
c. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
d. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
e. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
f. Lakukan suction pada mayo
g. Berikan bronkodilator bila perlu
h. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
i. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
12

j. Monitor respirasi dan status O2


k. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
l. Pertahankan jalan nafas yang paten
m. Atur peralatan oksigenasi
n. Monitor aliran oksigen
o. Pertahankan posisi pasien
p. Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
q. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi

Diagnosa II : Hipertermi berhubungan dengan invasi mikroorganisme

Tujuan Kriteria Hasil :

1. Suhu tubuh dalam rentang normal

2. Nadi dan RR dalam rentang normal

3. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing

Intervensi :

1. Monitor suhu sesering mungkin

2. Monitor warna dan suhu kulit

3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR

4. Monitor intake dan output

5. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

6. Berikan pasien kompres air hangat, hindari pemberian kompres dingin.

7. Tingkatkan sirkulasi udara.

8. Kolaborasi pemebrian cairan intravena.

9. Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas.

10. Kolaborasi pemberian antipiretik.

11. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign


13

Diagnosa III : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan


dengan ketidak mampuan dalam memasukan dan mencerna makanan

Tujuan Kriteria Hasil :

1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan

2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan

3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

4. Tidak ada tanda tanda malnutrisi

5. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan

6. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

Intervensi :

1. Kaji adanya alergi makanan

2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.

3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe

4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C

5. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi

6. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)

7. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori

8. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi

9. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

10. BB pasien dalam batas normal

11. Monitor turgor kulit

12. Monitor mual dan muntah

13. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht


14

14. Monitor pertumbuhan dan perkembangan

Diagnosa IV : Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan ISPA berhubungan


dengan kurang informasi.

Tujuan Kriteria Hasil :

a. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,


prognosis dan program pengobatan.
b. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara
benar.
c. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan lainnya.

Intervensi :

a. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang
spesifik.
b. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan
anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
c. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang
tepat
d. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat.
e. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat.
f. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit.
g. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan.
h. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat
15

B. Evaluasi :

Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan


dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan
atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).Evaluasi yang diharapkan pada
pasien dengan myocarditis (Doenges, 1999) adalah :

1. Bersihan jalan nafas efektif, tidak ada bunyi atau nafas tambahan.

2. Suhu tubuh pasien dalam rentang normal antara 36 -37,5 C

3. Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah kepada BB normal.

4. Pengetahuan adekuat serta tidak terjadi komplikasi pada klien.


16

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
I. Identitas Keluarga
Nama : An “Z”
Umur : 5 Th
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Losarang
: KecamatanLosarang - Indramayu
Komposisi kelurga

No Nama Umur JK Hubungan Pekerjaan Pendidikan

£1 Ny “B” 35 P Istri IRT SMP


2 An “S” 14 L Anak Tidak ada SD
3 An “S” 10 P Anak Sekolah SD
4 An ”Z” 5 thn 1bln L Anak BS _

Genogram
a. Tipe keluarga
Keluarga Tn “S” merupakan tipe keluarga inti (nuclear family) yaitu keluarga terdiri dari
ayah, ibu dan 3 orang anak.
b. Latar belakang keluarga
Suku keluarga Tn “S” adalah suku Makassar, dimana keluarga tinggal dalam suatu
lingkungan yang sifatnya heterogen artinya lingkungan tempat tinggal keluarga Tn “S”
terdiri dari berbagai macam jenis pekerjaan, agama, suku dan budaya. Keluarga Tn “S”
mengatakan apabila ada anggota keluarganya yang sakit keluarga membawanya ke
Puskesmas atau rumah sakit.
17

c. Agama
Agama yang dianut oleh keluarga Tn “S” adalah agama Islam, keluarga
mengatakan tidak pernah mengikuti kegiatan keagamaan dan keluarga juga mengatakan
tidak ada nilai-nilai agama yang dapat mempengaruhi kesehatannya.

d. Status sosial
Yang mencari nafkah dalam keluarga adalah Tn “S” yang bekerja sebagai buruh harian
yang berpenghasilan +Rp. 450.000 – Rp. 500.000 perbulan.
e. Rekreasi
Kegiatan waktu luang keluarga adalah nonton TV bersama.

II. Riwayat Perkembangan Keluarga


a. Tahap perkembangan keluarga Tn ” S ” saat ini Keluarga Tn “S” saat ini menghadapi tahap
perkembangan anak usia sekolah. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
dan kendalanya.Tahap memenuhi kebutuhan keluarga, membantu anak bersosialisasi
dan tahap pengaturan penggunaan penghasilan keluarga.
b. Riwayat kesehatan keluarga inti
Keluarga Tn “S” terbentuk kurang lebih 16 tahun yang lalu dan telah dikaruniai
oleh 3 orang anak, anggota keluarga Tn “S” yang mengalami gangguan kesehatan saat ini
adalah An.”Z” yang menderita penyakit Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA)
c. Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya
Kedua orang tua tidak pernah mengalami gangguan atau masalah kesehatan yang
mengganggu aktivitas sehari –hari. Dan tiap bulan An.”Z”menderita penyakit ISPA dengan
gejala seperti batuk,pilek, dan demam..

III. Lingkungan
a. Jenis bangunan rumah Tn “S” adalah semi permanen dengan luas bangunan 3 m x 4 m.
Lantai rumah terbuat dari semen, status pemilikan rumah kontrakan, atap rumah seng,
ventilasi rumah tidak ada, penerangan rumah menggunakan listrik.
18

b. Kebersihan rumah
Ruang tamu dan kamar tidur nampak pakaian yang bergantungan, banyak sampah yang
berserakan di ruang dapur, dapur nampak kurang bersih, keluarga mengatakan tidak
mengetahui kondisi lingkungan yang memenuhi syarat kesehatan.
c. Pemakaian air
Sumber air yang digunakan oleh keluarga Tn “S” adalah air PAM dimana air PAM
digunakan untuk keperluan sehari-hari, keadaan fisik air tidak berwarna, tidak berbau dan
berasa.
d. Pembuangan air limbah keluarga
Keluarga mempunyai sarana pembuangan air limbah yang mengalir langsung ke selokan,
dimana selokan tersebut banyak terdapat sampah plastik dan airnya tidak mengalir,
keluarga mempunyai jamban jenis angsa latring yang berjarak + 3 meter dari air PAM.
e. Pembuangan sampah terakhir keluarga Sampah keluarga ditampung dikantong plastik
lalu dibuang dibelakang rumah.dan kemudian di bakar.
f. Kandang ternak, Keluarga Tn “S” tidak mempunyai hewan ternak.
g. Pencemaran lingkungan
Jenis pencemaran lingkungan yaitu pembuagan limbah rumah tangga langsung ke SPAL
terbuka dengan keadaan airnya warna hitam dan berbau.

IV. Struktur keluarga


a. Pola komunikasi
Proses komunikasi dalam keluarga cukup baik dan terbuka. Penerimaan pesan baik,
bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi adalah bahasa Makassar dan kadang-
kadang menggunakan bahasa Indonesia.
b. Struktur kekuatan keluarga. Pengambilan keputusan dalam keluarga yaitu Tn “S” selaku
kepala keluarga.
c. Struktur peran
Tn “S” sebagai kepala keluarga berperan sebagai mencari nafkah sedangkan Ny “B”
sebagai pengasuh anak dan mensosialisasikan anak, serta sebagai ibu rumah tangga.
d. Nilai dan norma keluarga Tidak ada nilai-nilai keluarga yang dianut oleh keluarga yang
dapat mempengaruhi kesehatan.
19

V. Fungsi keluarga
1. Fungsi afektif Keluarga cukup rukun dan perhatian dalam membina
rumah tangga.
2. Fungsi biologis Keluarga selalu mengatakan makan makanan yang
bergizi seperti tempe,telur, ikan dan sayur mayor.
3. Fungsi perawatan kesehatan Keluarga selalu memperhatikan dan
berupaya selekas mungkin mencari bantuan pelayanan kesehatan bila
ada anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
4. Fungsi social Keluarga selalu mengajarkan dan menanamkan sikap dan
perilaku yang baik bagi anak-anaknya
5. Fungsi ekonomi Kepala keluarga yaitu Tn ”S” bekerja sebagai buruh
harian dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga
6. Fungsi reproduksi Tn ”S” berusia 35 tahun dan Ny “ B “ berusia 35 tahun
merupakan usia produktif, saat ini Ny “ B“ menggunakan alat kontrasepsi
suntik
VI. Koping Keluarga
a. Stres jangka panjang yang dihadapi keluarga adalah cemas dengan kondisi An.”Z” yang
menderita penyakit Infeksi Saluran pernafasan atas dan masa depan anak-anaknya.
Sedangkan stres jangka pendek yang dihadapi keluarga adalah keluarga tidak mempu
mengenal dan merawat penyakit An.”Z”
b. Usaha yang dilakukan oleh keluarga untuk menanggulangi stres yakni keluarga membawa
An.”Z” ke Puskesmas.
c. Batas kemampuan keluarga dalam menghadapi stres yakni keluarga masih dapat
mengerti tentang masalah yang dihadapi dan terus berusaha agar masalah kesehatan
dapat diatasi.

VII. Pengkajian Fisik Anggota Keluarga


1. Riwayat kesehatan medis anggota keluarga
Keluhan yang dirasakan anggota keluarga pada saat ini An.”Z” menderita penyakit infeksi
saluran pernafasan atas dengan gejala seperti deman, batuk, dan pilek yang dirasakan
kurang lebih 5 hari yang lalu. Upaya yang dilakukan dalam mengatasi keluhan adalah
dengan memeriksakan kesehatan anaknya ke puskesmas dan minum obat paracetamol
dan istirahat yang cukup
20

2. Keluarga berencana Ny “B” memakai alat kontrasepsi suntikan, Ny “B” mengatakan tidak
ada keluhan.
3. Pemeriksaan fisik pada anggota keluarga yang bermasalah (An.”Z”)
Tanda-tanda vital An.”Z”
TD : 90/60 mmHg
N : 100x/i

S : 38,5 0C
P : 30x/i
BB : 15kg
TB : 98cm
Kebersihan rambut dan kepala
Rambut berwarna hitam, rambut pendek dan kulit kepala nampak bersih, frekuensi
mencuci rambut 2 x seminggu, tidak ada nyeri tekan.
Keadaan kulit
Warna kulit kuning langsat , kulit nampak bersih .

Kesehatan mata
Konjungtiva tidak anemis, simentris kiri dan kanan, pergerakan bola mata kanan dan kiri
normal, sklera tidak ikterus.
Hidung
Tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak ada epistaksis, tidak ada nyeri tekan dan ada
sekret yang menghalangi penciuman.
Telinga
Simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen yang menghalangi pendengaran, klien tidak
ada gangguan pendengaran
Kebersihan gigi dan mulut
Gigi tampak bersih frekuensi mennggosok gigi 2 x /sehari
Bibir klien nampak lembab,tidak ada stomatitis,tidak ada gangguan menelan
Pemeriksaan thoraks
a. Jantung
Bunyi jantung S1 lup di dengarkan pada interkosta 2dan 3 dan bunyi jantung S2 dup
terdengar pada interkosta 4dan 5 murni tidak ada suara tambahan.
21

b. Dada/paru
Dada nampak simetris kiri dan kanan pergerakan mengikuti pola napas,
frekuensi pernapasan 30x/i bunyi nafas ronchi
Pemeriksaan abdomen
Tidak ada nyeri tekan, perut tidak kembung
Struktur dan bentuk tulang belakang normal, tidak ada kelainan bentuk tulang belakang
seperti lordosis, kiposis, dan skoliosis
Ekstremitas atas dapat berfungsi dengan baik,tidak ada oedema pada tangan, sedangkan
ekstremitas bawah juga dapat berfungsi dengan baik,klien mampu berjalan,tadak ada
oedema(pembengkakan) pada kaki dan lutut.
22

ANALISA DATA

No Data Masalah Kesehatan Masalah Keperawatan

1 DS : ISPA pada An.”Z” 1. Hipertermia pada An.”Z”


keluarga Tn.”S”berhubungan
- Ibu An. “Z” mengatakan anaknya keluarga Tn.”S” dengan :
demam sejak 5 hari yang lalu
Ketidak mampuan keluarga
- Ibu klien mengatakan anaknya mengenal masalah ISPA
batuk-batuk dan suka menangis
- Ibu An.”Z” mengatakan anaknya
pilek
DO :
- Klien nampak rewel
- badan An.”Z” teraba panas
-nampak ada pengeluaran sekret
cair
tanda-tanda vital
TD : 90/60 mmHg
N : 100x/i P:30x/i
S : 38,5 oC

2. Sanitasi lingkungan 2. Resiko


DS :
yang tidak memenuhi Terjadinya berbagai macam
- Keluarga mengatakan tidak syarat pada keluarga penyakit menular (DHF, Diare
mengerti tentag syarat – syarat Tn.”S” dan Thypoid) pada keluarga
rumah sehat Tn. “S” berhubungan dengan
ketidak mampuan keluarga
DO: mengenal sanitasi lingkungan
yang memenuhi syarat
- jenis SPAL terbuka
kesehatan.
- selokan kotor
- Ventilasi tidak ada
- Rumah nampak kotor
- nampak ruang dapur kotor dan
perabotan tidak tertata dengan
rapi
23

SKALA PRIORIHTAS MASALAH

Dx. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) pada An.”Z” keluarga Tn. “S” b/d ketidak mampuan
keluarga mengenal masalah
No. Kriteria Perhitungan Skor

1. Sifat masalah 3/3 x 1 1


Tidak / kurang sehat
2. Kemungkinan masalah dapat diubah 2/2 x 2 2
Mudah
3. Potencial masalah umntuk cegah 3/3 x 1 1
Tinggi
4. Menonjolnya masalah 2/2 x 1 1
Madalah besar harus segera ditangani

Total 5

Dx. Resiko terjadinya berbagai macam penyakit menular (DHF, Diare dan Thypoid) pada
keluarga Tn. “S” b/d sanitasi lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan

No. Kriteria Perhitungan Skor

1. Sifat masalah 2/3 x 1 2/2


Ancaman kesehatan
2. Kemungkinan masalah dapat diubah 2/2 x 2 2
Mudah
3. Potencial masalah untuk cegah 3/3 x 1 1
Tinggi
4. Menonjolnya masalah 2/2 x 1 1
Masalah besar harus ditangani

Total 3 2/3

PRIORITAS MASALAH
Berdasarkan hasil pembahasan diatas :
Maka urutan prioritas masalah :
1. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) pada An.”Z” keluarga Tn. “S” b/d ketadak mampuan
keluarga mengenal masalah ISPA skor (5).
2. Resiko terjadinya berbagai macam penyakit menular (DHF, Diare dan Thypoid) pada keluarga
Tn. “S” b/d sanitasi lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan skor (3 2/3).

Anda mungkin juga menyukai