التنغيم Al Ashwat
التنغيم Al Ashwat
التنغيم Al Ashwat
Disusun oleh:
sehingga kita dapat menjalankan segala aktivitas dengan sebaik-baiknya. Dan berkat rahmat dan
karuniaNya pula, saya dapat menyelesaikan makalah Ilmu Al-Ashwat ini dengan judul ‘ ’التنغيمdengan
sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya sesuai pemahaman dari berbagai referensi yang telah saya baca.
Sholawat serta salam marilah kita haturkan kepada junjungan kita Nabi saw. yang telah menjadikan kita
semua kaum yang berilmu dan berakhlak baik dalam perkataan maupun perbuatan, dan telah
menyelamatkan kita semua dari zaman jahiliah ke zaman yang penuh rahmat dan kasih sayang dari Allah
swt ini.
Terimakasih kepada Allah swt. dan juga kepada seluruh pihak yang telah membantu saya,
sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Tetapi, tidak lepas dari itu
semua, saya sadar bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan baik dalam segi
penyusunan bahasa, kata, pembahasan, maupun aspek-aspek yang lainnya. Karena itu kritik dan saran
yang membangun sangat saya perlukan untuk penulisan makalah kedepannya agar dapat saya lakukan
Semoga makalah ini dapat beguna dan bermanfaat bagi saya maupun bagi para pembaca, dan
mohon maaf jika terdapat banyak sekali kesalahan dalam makalah ini.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
2. Rumusan masalah
Dalam pembahasan ini, yang menjadi masalahnya yaitu:
a. Bagaimana sejarah munculnya Ilmu Nagham al-qur’an?
b. Bagaimana sejarah munculnya Ilmu Nagham di Indonesia?
c. Ada berapa macam Ilmu Nagham serta pembagiannya?
3. Tujuan penulisan
Dalam pembahasan ini, yang menjadi tujuannya yaitu:
a. Untuk mengetahui sejarah munculnya Ilmu Nagham al-qur’an.
b. Untuk mengetahui sejarah munculnya Ilmu Nagham di Indonesia.
c. Untuk mengetahui ada berapa macam Ilmu Nagham serta pembagiannya.
BAB II
ISI
Pada awalnya minat dan pengetahuan umat Islam terhadap nagham tidak selazim ilmu
tajwid karena umat Islam terlebih dahulu mengetahui serta mempelajari ilmu tajwid
daripada ilmu Nagham Al-qur’an. Kata Nagham sendiri secara etimologi sama/sinonim
dengan kata “ghina” yang bermakna “lagu” atau “irama”. Sedangkan secara terminologi
Nagham dimaknai bagaikan membaca Al-qur’an dengan irama (seni) atau suara yang indah
atau merdu atau melagukan Al-qur’an secara baik dan benar tanpa melanggar aturan-aturan
bacaan. Imam Nawawi menuturkan, semua ulama sepakat bahwa memperindah suara dalam
membaca Alquran diperbolehkan dalam batas-batas tertentu. Jika batas-batas tersebut
dilanggar, maka bacaan seperti itu menjadi haram hukumnya.
Keberadaan ilmu nagham tidak hanya sekedar realisasi dari firman Allah dalam Qs. Al
Muzzammil ayat 4 yang artinya,”Bacalah Al Quran itu secara tartil”, dan dalam riwayat
hadist Nabi saw: "Tidaklah Allah mendengarkan sesuatu sebagaimana Dia mendengarkan
Nabi-Nya membaguskan bacaan Alquran dan mengeraskan suaranya." (HR Bukhari 7544,
Muslim 792). Riwayat lain juga menyebutkan, "Bukan golongan kami, orang yang tidak
taghanni dalam membaca Alquran." (HR Bukhari 350). Tetapi juga merupakan bagian yang
tak terpisahkan dari eksistensi manusia sebagai makhluk yang berbudaya yang menyandang
cipta, rasa, atau karsa. Nagham merupakan salah satu dari sekian ekspresi seni yang telah
menjadi bagian integral hidup manusia. Bahkan nagham ini telah tumbuh sejak lama. Ibnu
Manzur menyatakan bahwa ada dua teori tentang asal mula munculnya nagham Al-qur’an.
Pertama, nagham Al-qur’an muncul dari nyanyian nenek moyang bangsa Arab. Kedua,
nagham terinspirasi dari nyanyian budak-budak kafir yang menjadi tawanan perang. Dari
kedua teori tersebut menegaskan bahwa lagu-lagu Al-qur’an berpokok dari khazanah
tradisional Arab (yang tentu saja identik dengan padang pasir). Dengan teori ini pula
ditegaskan bahwa lagu-lagu Al-qur’an idealnya bernuansa irama Arab. Sehingga yang
pernah Mukti Ali katakan dalam sebuah kesempatan pertemuan ilmiah tentang pribumisasi
lagu-lagu Al-qur’an (misalnya menggunakan lagam es lilin atau dandang gulo) secara
otomatis tidak dapat diterima.
Sebelum Nabi Muhammad SAW lahir, orang-orang Arab sudah mengenal kesenian
musik dan syair (sastra) yang diwarisi dari nenek moyang mereka. Tradisi tersebut terus
berlanjut ketika Rasulullah menyampaikan misi risalahnya di tengah-tengah masyarakat
Arab. Kemudian, mereka yang jatuh cinta kepada Islam lalu mengaplikasikan handasah al-
shaut dalam bacaan Alquran. Dengan kata lain, dalam konteks ini telah terjadi Islamisasi
terhadap seni suara yang dipraktikkan oleh orang-orang Arab sejak era pra-Islam. Hal ini
dianggap sebagai cikal bakal perkembangan nagham-nagham (lagu) Alquran pada era
selanjutnya. Penerapan nagham sebagai unsur estetika dalam bacaan Alquran sudah tumbuh
sejak periode awal Islam. Akan tetapi, sulit untuk mengetahui seperti apa proses
perkembangan nagham tersebut hingga memunculkan berbagai bentuk variannya seperti
yang kita akan ketahui hari ini. Hal itu disebabkan tidak adanya bukti yang dapat dikaji.
Akan tetapi, sejarah mencatat bahwa orang yang pertama kali menyenandungkan Al-qur’an
dengan irama yang indah adalah Rasulullah SAW sendiri. Abdullah bin Mughaffal pernah
mengilustrsikan kemerduan suara Nabi ketika melantunkan surah al-Fath yang mampu
membuat unta yang beliau tunggangi menjadi terperanjat karena mendengar suara Nabi saw.
Pada abad ke-20, lagu-lagu Al-qur’an mulai masuk dan berkembang di Indonesia. Transmisi
lagu-lagu tersebut dilakukan oleh ulama-ulama yang mengkaji ilmu-ilmu agama di Timur Tengah
kemudian pulang ke tanah air untuk mengembangkan ilmunya, termasuk seni baca Al-qur’an. Dilihat
dari penerapan Naghom Al-qur’an ini, ada dua versi yang berkembang, yaitu versi Makkawi dan
versi Mishri. Pada awalnya, lagu versi Makkawi sangat digandrungi di awal perkembangannya di
Indonesia, ini karena liriknya yang sangat sederhana dan relatif datar. Beberapa Qori yang menjadi
eksponen aliran ini adalah K.H. Arwani, K.H. Sya’roni, K.H. Munawwir, K.H. Abdul Qadir, K.H.
Damanhuri, K.H. Saleh Ma’mun, K.H. Muntaha, dan K.H. Azra’i Abdurrauf. Lalu, memasuki paruh
abad ke-20, seiring dengan eksebisi Qori Mesir ke Indonesia, mulai banyak perkembangan lagu versi
Mishri. Ini karena Pada tahun 60-an pemerintah Mesir mensuplai sejumlah maestro Qori seperti
Syeikh Abdul Basith Abdus Shomad, Syeikh Musthofa Ismail, Syeikh Mahmud Kholil Al Hushori,
dan Syeikh Abdul Qadir Abdul Azim. Karena karakter lagu Mishri yang lebih dinamis dan merdu,
dan cocok dengan kondisi Indonesia, membuat minat dan atensi umat Islam Indonesia terhadap lagu-
lagu Mishri sangat tinggi.
Sejumlah Qori Indoneasia yang menjadi elaboran lagu Mishri ini adalah K.H. Bashori Alwi,
K.H. Mukhtar Lutfi, K.H. Aziz Muslim, K.H. Mansur Ma’mun, K.H. Muhammad Assiry, dan K.H.
Ahmad Syahid.
Seni membaca Al-qur’an baru menampakkan geliatnya pada awal abad ke-20 yang
berpusat di Makkah dan Madinah serta di Indonesia sebagai negeri berpenduduk mayoritas
Muslim yang sangat aktif mentransfer ilmu-ilmu agama (termasuk Naghom Al-qur’an).
Hingga hari ini, Makkah dan Mesir merupakan kiblat nagham dunia. Masing-masing kiblat
memiliki karakteristik tersendiri. Dalam tradisi Makkawi (Makkah) dikenal lagu Banjakah,
Hijaz, Maya, Rakby, Jiharkah, Sika, dan Dukkah. Sementara, dalam tradisi Mishri (Mesir)
terdapat Bayyati, Hijaz, Shobah, Rashd, Jiharkah, Sika, dan Nahawand.
1. Bayyati
Setiap bentuk susunan lagu tilawah Alquran, terutama yang bersifat formal, selalu
diawali dan diakhiri dengan irama Bayyati. Lagu Bayyati penutup terdiri dari dua
bentuk dan dua tingkatan suara, yaitu Jawab dan Jawabul Jawab. Nagham ini biasanya
berkarakter serius dan penuh wibawa.
2. Shobah (Maya)
Lagu Shobah terdiri dari lima bentuk dengan tiga variasi, yaitu Ajami, Mahur, dan
Bastanjar. Sementara, untuk tingkatan suaranya ada dua, yakni Jawab dan Jawabul
Jawab. Nagham ini berkarakter sedih dan merupakan nagham yang paling sedih diantara
nagham yang lain (biasanya digunakan untuk ayat-ayat tentang azab).
3. Hijazi (Hijaz)
Lagu ini terdiri dari tujuh bentuk dan empat variasi, yaitu Kard, Kard- Kurd,
Naqrisy, dan Kurd. Sementara, bentuk tingkatan suaranya ada tiga, yakni Jawab,
Jawabul Jawab, dan Qarar. Nagham ini biasanya berkarakter ke-arab-arab-an, melodius,
dan nuansanya mistis dan menyeramkan.
4. Nahawand (Iraqi)
Lagu Nahawand terdiri dari lima bentuk dan dua selingan, yaitu Nuqrasy dan
Murakkab. Ciri-ciri variasi Nuqrasy adalah bernada rendah (turun) sedangkan variasi
Murakkab bernada tinggi (naik).Adapun tingkat suara Nahawand ada dua, yakni Jawab
dan Jawabul Jawab. Nagham ini biasanya berkarakter sedih namun karakter sedihnya
lebih lembut.
5. Sika
Lagu Sika terdiri dari enam bentuk dan empat variasi, yaitu Misri, Turki, Raml, dan
Uraq. Sementara, tingkatan suaranya ada tiga, yakni Qarar, Jawab, dan Jawabul Jawab.
Nagham ini terkenal didalam syair “الوداع ”طلع البدر علينا – من ثنية
6. Rast dan Rasta 'alan Nawa
Lagu Rast dan Rasta 'alan Nawa selalu berhubungan satu sama lainnya. Jika bacaan
dimulai dengan lagu Rast maka mesti dilanjutkan (disambung) dengan Rasta 'alan
Nawa. Jenis lagu ini terdiri dari tujuh bentuk dan tiga variasi, yaitu Usyaq, Zanjiran, dan
Syabir 'ala ar- Ras. Sementara, tingkat suaranya ada dua, yakni Jawab dan Jawabul
Jawab. Nagham ini biasanya berkarakter gembira, riang, tetapi juga tegas dan juga
powerfull.
7. Jiharkah
Lagu Jiharkah terdiri dari empat bentuk dan satu variasi, yaitu Kurdi.Sementara,
tingkatan suaranya ada dua, yaitu Jawab dan Jawabul Jawab. Karakter dari nagham ini
sama dengan karakter dari nagham Rast, yaitu gembira, riang, tetapi lembut.
8. Banjaka
Lagu Banjaka/Rakbi dikhususkan untuk lagu-lagu dalam bacaan tartil Alquran dan
nyanyian Qasidah saja.Lagu jenis ini jarang sekali (dan bahkan hampir tidak pernah
sama sekali) dipakai dalam bacaan tilawah Alquran. Kemungkinan besar karena lagu
tersebut kurang begitu cocok diterapkan dalam tilawah.
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Nagham-nagham dalam membaca al-qur’an sudah ada dari awal agama Islam
diturunkan namun sulit untuk dicari perkembangan sejarahnya karena pada saat itu belum
ada alat yang mampu untuk merekam suara. Jadi Ilmu Nagham ini hanya di wariskan secara
turun menurun dari generasi ke generasi dengan sederhana. Tetapi walaupun begitu, ilmu ini
tetap ada bahkan semakin populer seiring berjalannya waktu. Adapun nagham dibagi
menjadi dua versi, yaitu makkawi dan mishri. Nagham Makkawi merupakan nagham yang
berasal dari Makkah yang memilliki pembagian nagham lagi seperti nagham Banjakah,
Hijaz, Maya, Rakby, Jiharkah, Sika, dan Dukkah. Sementara nagham Mishri merupakan
nagham yang berasal dari Mesir yang memiliki beberapa pembagian lagi, yaitu terdapat
Bayyati, Hijaz, Shobah, Rashd, Jiharkah, Sika, dan Nahawand.