Tahap Pengembangan Obat
Tahap Pengembangan Obat
Tahap Pengembangan Obat
#2 Uji praklinik
Setelah disintesis, suatu senyawa melalui proses screening, yang
melibatkan pengujian awal obat pada sejumlah kecil hewan dari jenis yang
berbeda (biasanya 3 jenis hewan) ditambah uji mikrobiologi untuk
menemukan adanya efek senyawa kimia yang menguntungkan. Meskipun
ada faktor lucky (kebetulan) dalam upaya ini, umumnya pendekatannya
cukup terkontrol berdasarkan struktur senyawa yang telah diketahui. Pada
tahap ini sering kali dilakukan pengujian yang melibatkan teratogenitas,
mutagenesis dan karsinogenitas, di samping pemeriksaan LD50, toksisitas
akut dan kronik.
Uji praklinik merupakan persyaratan uji untuk calon obat. Dari uji ini
diperoleh informasi tentang efikasi (efek farmakologi), profil farmakokinetik
dan toksisitas calon obat. Pada mulanya yang dilakukan pada uji praklinik
adalah pengujian ikatan obat pada reseptor dengan kultur sel terisolasi
atau organ terisolasi, selanjutnya dipandang perlu menguji pada hewan
utuh.
Hewan yang baku digunakan adalah galur tertentu dari mencit, tikus,
kelinci, marmot, hamster, anjing atau beberapa uji menggunakan primata.
Hewan-hewan ini sangat berjasa bagi pengembangan obat. Karena hanya
dengan menggunakan hewan utuh dapat diketahui apakah obat
menimbulkan efek toksik pada dosis pengobatan atau tidak.
Penelitian toksistas merupakan cara potesial untuk mengevaluasi:
Akan tetapi belum semua uji dapat dilakukan secara in vitro. Uji toksistas
sampai saat ini masih tetap dilakukan pada hewan percobaan, belum ada
metode lain yang menjamin hasil yang dapat menggambarkan toksisitas
pada manusia. Di samping itu, uji pada hewan percobaan ini juga
dirancang dengan perhatian khusus pada kemungkinan pengujian obat itu
lebih lanjut pada manusia atau uji klinis. Oleh karenanya, pada uji pra-klnis
ini dirancang dengan pertimbangan:
#4 Uji klinik
Setelah melewati uji pra klinis, maka senyawa atau molekul kandidat calon
obat tersebut menjadi IND (Investigasional New Drug) atau obat baru
dalam penelitian. Setelah calon obat dinyatakan mempunyai kemanfaatan
danaman pada hewan percobaan maka selanjutnya diji pada manusia (uji
klinik). Uji pada manusia Uji klinis pada manusia harus diteliti dulu
kelayakannya oleh komite etik mengikuti Deklarasi Helsinki.
Uji klinik terdiri dari 4 fase yaitu: (Baca juga: Clinical Research)
Fase I
Selama studi fase I, peneliti menguji obat baru pada sukarelawan normal
(orang sehat). Dalam kebanyakan kasus, 20 hingga 80 sukarelawan sehat
atau orang dengan penyakit berpartisipasi dalam fase ini. Namun, jika obat
baru ditujukan untuk digunakan pada pasien kanker, peneliti melakukan
studi fase I pada pasien dengan jenis kanker tersebut.
Lama studi yaitu beberapa bulan. Tujuan studi ini untuk mengetahui
apakah sifat yang diamati pada hewan percobaan juga terlihat pada
manusia. Pada fase ini ditentukan hubungan dosis dengan efek yang
ditimbulkannya dan profil farmakokinetik obat pada manusia.
Fase II
Calon obat diuji pada pasien tertentu diamati efikasi/khasiat dan efek
samping. Lama studi yaitu beberapa bulan hingga 2 tahun.
Dari uji ini, sekitar 25-30% obat bisa lolos ke tahap selanjutnya.
Fase IV
Studi ini diikuti oleh sukarelawan berjumlah ribuan dengan penyakit yang
diderita sesuai indikasi obat. Tujuan studi ini yaitu mengevaluasi keamanan
dan khasiat. Uji klinis fase 4 dilakukan setelah obat atau alat kesehatan
telah disetujui oleh FDA selama monitoring keamanan paska-pemasaran.