Seorang Wanita 74 Tahun Penderita Ketoasidosis Diabetikum Dengan Hipertensi Urgensi, Konstipasi
Seorang Wanita 74 Tahun Penderita Ketoasidosis Diabetikum Dengan Hipertensi Urgensi, Konstipasi
Oleh:
dr. Febrian Ramadhan Pradana
Pembimbing:
dr. Yudith Annisa, Sp. PD
Pemeriksaan fisik :
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan GCS 456, composmentis. Tekanan
darah 180/100mmHg, nadi 94x/menit, pernapasan 20x/menit tanpa disertai
kussmaul, suhu 36,9 C. Kepala dan leher tidak didapatkan anemia, ikterus, sianosis
maupun dispnoe, JVP pun tidak meningkat. Pada pemeriksaan jantung didapatkan
bunyi jantung ictus cordis tidak terlihat dan teraba, I II regular, murmur (-), gallop (-
), pada pemeriksaan paru didapatkan pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-),
vocal fremitus simetris, sonor/sonor, bunyi nafas dasar vesikuler, rhonki -/-,
wheezing -/-. Pemeriksaan abdomen didapatkan perut tampak datar, bising usus
4x/menit, timpani disemua kuadran abdomen, supel, nyeri tekan (+) region iliaca
sinistra, hepar dan lien tidak teraba membesar. Pada ekstremitas ditemukan akral
hangat, capillary refill time <2”, edema -/-, sianosis -/-.
Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 30 Mei 2018 didapatkan Hb
10,4gr/dL, leukosit 14.700 sel/mm2, limphosit 18%, midel 4%, granulosit 76%,
trombosit 303.000 sel/mm2, hematokrit 31%, eritrosit 3,5juta/mm2, MCV 87 FL,
MCH 28 Pg, MCHC 32g/dl, creatinin 3.0 mg/dl, BUN 49 mg/dl, Natrum
129mmol/L, Kalium 2,9mmol/L, Klorida 93mmol/L, GDA 234 mg/dl.
Pada pemeriksaan laboratorium urin lengkap protein ++, glukosa ++, keton +,
eritrosit 3-5lpb, leukosit 2-4lpb, epitel 4-6lpb, GDP 297 mg/dl, GD2PP 525 mg/dl,
natrium 135 mmol/L, kalium 3,4 mmol/L, klorida 9,8 mmol/L. GDA 100 mg/dl.
Lalu dari hasil pemeriksaan foto polos abdomen didapatkan kesimpulan
spondilosis lumbalis. Dan dari hasil pemeriksaan USG didapatkan kista ginjal kiri.
Diagnosis kerja
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium maka didiagnosis
sebagai ketoasidosis diabetikum disertai hipertensi urgensi, konstipasi disertai acute
kidney injury. hipokalemia dan hiponatremia. Pix: Dual line Infus PZ 2 liter dalam 2
jam (500cc/30menit), lalu dilanjutkan 80tpm/6 jam dan seterusnya 28tpm/24 jam +
Infus PZ 500cc + KCL 25mEq 21tpm, insulin drip novorapid 2,5U/jam, diet bubur
kasar 2100kkal/hari, injeksi ceftriaxone 2x1gr, injeksi ondancetron 2x8 mg,, injeksi
omeprazole 2x20mg, injeksi metoclopramide 3x10mg, drip metronidazole 2x500mg,
amlodipin 1x10mg, spironolakton 1x100mg lalu 12 jam kemudian insulin drip
diturunkan 1ml/jam lalu diturunkan 0,5ml/jam.
Pembahasan
Pada pasien ini komplikasi yang terjadi yaitu pasien mengalami ketoasidosis
diabetikum.
Angka kematian menjadi lebih tinggi pada beberapa keadaan yang menyertai
KAD seperti sepsis, syok yang berat, infark miokard akut yang luas, pasien usia
lanjut, konsentrasi kadar glukosa darah awal yang tinggi, uremia dan konsentrasi
keasaman darah yang rendah.16
Tingkat kematian pasien dengan ketoasidosis (KAD) adalah < 5% pada centre
yang berpengalaman, sedangkan tingkat kematian pasien dengan hiperglikemia
hiperosmoler (SHH) masih tinggi yaitu 15%. Prognosis keduanya lebih buruk pada
usia ekstrim yang disertai koma dan hipotensi.7,11
Pada kasus pasien ini, usia pasien tersebut adalah 74 tahun. Jadi angka
kejadian pada kelompok usia tersebut termasuk tinggi presentasinya pada penderita
DM.
Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk
pertama kali. Pada pasien KAD yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat
dikenali adanya faktor pencetus. Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam
pengobatan dan pencegahan ketoasidosis berulang. Faktor pencetus yang berperan
untuk terjadinya KAD adalah infeksi, infark miokard akut, pancreatitis akut,
penggunaan steroid, menghentikan atau mengurangi dosis insulin. Sementara itu 20%
pasien KAD tidak didapatkan faktor pencetus.16
Pada pasien ini faktor pencetusnya berupa infeksi, karena dari hasil
laboratorium didapatkan leukosit meningkat menjadi 14.700. Dan pasien tidak rutin
mengkonsumsi obat-obatan anti hiperglikemik,
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin secara relative
maupun absolut dan peningkatan hormone kontra regulator (glucagon, katekolamin,
kortiosol dan hormon pertumbuhan); keadaan tersebut menyebabkan produksi
glukosa hati meningkat dan utilisasi glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan hasil
akhir hiperglikemia. Keadaan hiperglikemia bervariasi dan tidak menentukan berat-
ringannya KAD. Adapun gejala dan tanda klinis KAD dapat dikelompokkan menjadi
dua bagian yaitu akibat hiperglikemia dan akibat ketosis.16
Sekitar 80% pasien KAD adalah pasien DM yang sudah dikenal. Kenyataan
ini tentunya sangat membantu untuk mengenali KAD akan lebih cepat sebagai
komplikasi akut DM dan segera mengatasinya.16
Sesuai dengan patofisiologi KAD, maka pada pasien KAD dijumpai
pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul), berbagai derajat dehidrasi (turgor kulit
berkurang, lidah dan bibir kering), kadang-kadang disertai hipovolemia sampai syok.
Bau aseton dari hawa napas tidak terlalu mudah tercium.16
Nyeri abdomen sering terjadi pada KAD. Diperlukan perhatian khusus untuk
pasien yang mengeluh nyeri abdomen,sebab gejala ini bisa merupakan akibat ataupun
faktor penyebab (terutama pada pasien muda) DKA. Evaluasi lebih lanjut harus
dilakukan jika keluhan ini tidak berkurang dengan perbaikan dehidrasi dan asidosis
metabolik.10
Derajat kesadaran pasien dapat dijumpai mulai komposmentis, delirium, atau
depresi sampai dengan koma. Bila dijumpai kesadaran koma perlu dipikirkan
penyebab penurunan kesadaran lain (misalnya uremia, trauma, infeksi, minum
alkohol).16
Pada pasien ini didapatkan gejala klinis berupa lemas disertai nyeri perut
namun kesadaran pasien masih baik yaitu komposmentis dan juga tidak didapatkan
pernapasan kussmaul.
Langkah pertama yang harus diambil pada pasien dengan KAD terdiri dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cepat dan teliti dengan terutama
memperhatikan patensi jalan napas, status mental, status ginjal dan kardiovaskular
dan status hidrasi. Langkah-langkah ini harus dapat menentukan jenis pemeriksaan
laboratorium yang harus segera dilakukan, sehingga penatalaksanaan dapat segera
mulai tanpa adanya penundaan.16
Pemeriksaan laboratorium yang paling penting dan mudah untuk segera
dilakukan setelah dilakukannya anamnesis dan pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan
konsentrasi glukosa darah dengan glucose sticks dan pemeriksaan urine dengan
menggunakan urine strip untuk melihat secara kualitatif jumlah glukosa, keton, nitrat,
dan leukosit dalam urine. Pemeriksaan laboratorium lengkap untuk dapat menilai
karakteristik dan tingkat keparahan KAD meliputi konsentrasi HCO3, anion gap, pH
darah dan juga idealnya dilakukan pemeriksaan AcAc dan laktat serta 3HB.16
pH <7,35
HCO3 rendah
Pada pasien ini didapatkan kadar GDP 297mg/dl dan GD2PP 525mg/dl
disertai ketonuria, glukosuria, proteinuria dan leukosit 2-4lpb pada pemeriksaan
urin lengkap. Dan didapatkan kadar kalium pada pasien ini sebesar 2,9mmol/L.
Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh
sel beta pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan peningkatan
berat badan. Hati-hati menggunakan sulfonylurea pada pasien dengan risiko
tinggi hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati, dan ginjal).14
Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri
dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivate asam benzoat) dan Nateglinid
(derivate fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian
secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi
hiperglikemia post prandial. Efek samping yang mungkin terjadi adalah
hipoglikemia.14
Metformin
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer.
Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DMT2.
Dosis Metformin diturunkan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
(GFR 30- 60 ml/menit/1,73m2). Metformin tidak boleh diberikan pada
beberapa keadaan seperti: GFR<30mL/menit/1,73m2, adanya gangguan hati
berat, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya
penyakit serebro- vaskular, sepsis, renjatan, PPOK,gagal jantung [NYHA FC
III-IV]). Efek samping yang mungkin berupa gangguan saluran pencernaan
seperti halnya gejala dispepsia.14
Tiazolidindion (TZD)
Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator Activated
Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang terdapat antara
lain di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan
resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa,
sehingga meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer. Tiazolidindion
meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga dikontraindikasikan pada pasien
dengan gagal jantung (NYHA FC III-IV) karena dapat memperberat
edema/retensi cairan. Hati-hati pada gangguan faal hati, dan bila diberikan
perlu pemantauan faal hati secara berkala. Obat yang masuk dalam golongan
ini adalah Pioglitazone.14
a. Insulin
Pengaturan diet dan kegiatan jasmani merupakan hal yang utama dalam
penatalaksanaan DM, namun bila diperlukan dapat dilakukan bersamaan dengan
pemberian obat antihiperglikemia oral tunggal atau kombinasi sejak dini. Pemberian
obat antihiperglikemia oral maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah.
Terapi kombinasi obat antihiperglikemia oral, baik secara terpisah ataupun fixed dose
combination, harus menggunakan dua macam obat dengan mekanisme kerja yang
berbeda. Pada keadaan tertentu apabila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai
dengan kombinasi dua macam obat, dapat diberikan kombinasi dua obat
antihiperglikemia dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis
dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dapat diberikan kombinasi
tiga obat anti-hiperglikemia oral.14
Kombinasi obat antihiperglikemia oral dengan insulin dimulai dengan
pemberian insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang). Insulin
kerja menengah harus diberikan jam 10 malam menjelang tidur, sedangkan insulin
kerja panjang dapat diberikan sejak sore sampai sebelum tidur. Pendekatan terapi
tersebut pada umumnya dapat mencapai kendali glukosa darah yang baik dengan
dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin basal untuk kombinasi adalah 6-10
unit. Kemudian dilakukan evaluasi dengan mengukur kadar glukosa darah puasa
keesokan harinya. Dosis insulin dinaikkan secara perlahan apabila kadar glukosa
darah puasa belum mencapai target. Pada keadaaan dimana kadar glukosa darah
sepanjang hari masih tidak terkendali meskipun sudah mendapat insulin basal, maka
perlu diberikan terapi kombinasi insulin basal dan prandial, sedangkan pemberian
obat antihiperglikemia oral dihentikan dengan hati-hati.14
b. Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan
pemberian insulin.
Pada mayoritas pasien, terapi insulin diberikan secara simultan dengan cairan
intravena. Apabila pasien dalam keadaan syok atau kadar kalium awal kurang dari 3,3
mEq/L, resusitasi dengan cairan intravena atau suplemen kalium harus diberikan
lebih dahulu sebelum infus insulin dimulai. Insulin infus intravena 5-7 U/jam
seharusnya mampu menurunkan kadar glukosa darah sebesar 50–75 mg/dL/jam serta
dapat menghambat lipolisis, menghentikan ketogenesis, dan menekan proses
glukoneogenesis di hati.16
Kecepatan infus insulin harus selalu disesuaikan. Bila faktor-faktor lain
penyebab penurunan kadar glukosa darah sudah dapat disingkirkan dan penurunan
kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dL/jam, maka kecepatan infus insulin perlu
ditingkatkan. Penyebab lain dari tidak tercapainya penurunan kadar glukosa darah,
antara lain rehidrasi yang kurang adekuat dan asidosis yang memburuk.16
Bila kadar glukosa darah sudah turun < 250 mg/dL, dosis insulin infus harus
dikurangi menjadi 0,05-0,1 U/kgBB/jam sampai pasien mampu minum atau makan.
Pada tahap ini, insulin subkutan dapat mulai diberikan, sementara infus insulin harus
dilanjutkan paling sedikit 1–2 jam setelah insulin subkutan kerja pendek
diberikan.16,22
2. IDR IV : 4 unit/jam IV
Fase II 1. Rumatan : NaCl 0,9% atau pot. R (IR 4-8u), Maltosa 10%
(IR 6-12u) bergantian : 20tt/m (dimulai perlahan, berjalan perlahan,
diakhiri perlahan)
3. IR : 3 x 8-12 u SC
Pada pasien ini telah diberikan fase I dan fase II dari penatalaksanaan KAD.
Penatalaksanaan fase pertama pada pasien ini diberikan rehidrasi sebanyak 2L NaCl
0,9% dalam waktu 2 jam pertama lalu dilanjutkan 80tpm selama 6 jam lalu diberikan
18tpm selama 24 jam berikutnya. Lalu diberikan insulin drip novorapid 2,5U/jam
dan tetap diberikan novorapid 3x8U SC. Lalu diberikan KCL drip 25mEq dalam
infus NaCL0,9% dan diberikan antibiotik ceftriaxone 2x1gr. Lalu setelah selesai
pada fase pertama, pasien diberikan penatalaksanaan fase kedua dengan diberikan
cairan rumatan NaCL 0,9% 21tpm, novorapid 3x8U SC dan diberikan diet B1
2100kkal/hari.