Laporan Fieldtrip Paleontologi Baturaja
Laporan Fieldtrip Paleontologi Baturaja
Laporan Fieldtrip Paleontologi Baturaja
SUMATERA SELATAN
OLEH :
KELOMPOK 2
PRAKTIKUM PALEONTOLOGI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
HALAMAN PENGESAHAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PENYUSUN
KELOMPOK 2
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat
dan hidayah-Nya sehingga praktikan dapat melaksanakan sebuah fieldtrip dan
menyelesaikannya dengan baik sehingga bisa disusun menjadi sebuah laporan fieldtrip.
Laporan Fieldtrip ini adalah sebuah laporan yang dibuat setelah melakukan
kuliah lapangan ke Kabupaten Lahat dan Pagaralam. Laporan ini disusun secara
sistematis dan sesuai berdasarkan data hasil kuliah lapangan yang sebenarnya
Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa dilaporan ini masih banyak terdapat
kekurangan dan kesalahan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari berbagai pihak demi kelancaran pembuatan laporan ini.
Akhirnya penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
KELOMPOK 2
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
BABIPENDAHULUAN
1.3Tujuan .................................................................................................... 2
3.1.2 Morfologi.................................................................................... 9
iv
3.3 Lokasi Penelitian 3 ................................................................................ 13
3.5.2 Morfologi.................................................................................... 17
v
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................
LAMPIRAN..................................................................................................
vi
BAB I
PENDAHULUAN
vii
lapangan. Sehingga, mahasiswa/i harus lebih sering mengamati kenampakan-
kenampakan geologi di lapangan agar dapat memahami lebih lanjut materi yang
telah dipelajari sebelumnya. Sebagai mahasiswa/i geologi tidak boleh hanya
memahami teori-teori geologi secara mentah saja. Tetapi, mahasiswa/i geologi
harus dapat membandingkan kebenaran dari hasil teori-teori tersebut karena
pada dasarnya sebuah teori-teori terlahir dari adanya penelitian yang telah ada
sebelumnya. Oleh karena itu, mahasiswa/i geologi dituntut untuk bisa
menganalisa dengan baik apa yang ada di lapangan dengan dasar teori-teori
yang telah dipelajari sebelumnya.
viii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ix
2.2. Kerangka Tektonik Regional Cekungan Sumatera Selatan
Cekungan Sumatera Selatan terletak memanjang berarah NW-SE di bagian
Selatan Pulau Sumatera. Luas cekungan ini sekitar 85.670Km2 dan terdiri atas
dua subcekungan, yaitu Sub Cekungan Jambi dan Sub Cekungan Palembang.
Sub Cekungan Jambi berarah NE-SW sedangkan Sub Cekungan Palembang
berarah NNW-SSE, dan diantara keduanya dipisahkan oleh sesar normal NE-
SW. Cekungan Sumatera Selatan ini berbentuk tidak simetris. Di bagian Barat
dibatasi oleh Pegunungan Barisan, di sebelah Utara dibatasi oleh Pegunungan
Tigapuluh dan Pegunungan Duabelas sedangkan di bagian Timur dibatasi oleh
pulau-pulau Bangka-Blitung dan di sebelah Selatan dibatasi oleh Tinggian
Lampung. (Pulonggono 1984)
x
2.3. Struktur Geologi Cekungan Sumatera Selatan
Cekungan Sumatera terbentuk sejak akhir Pra Tersier sampai awal Pra
Tersier. Orogenesa pada akhir Kapur-Eosen membagi Cekungan Sumatra
Selatan menjadi 4 sub cekungan, yaitu Sub Cekungan Palembang Tengah dan
Sub-Cekungan Palembang Selatan. Menurut Pulonggono (1984) U SKALA
1:1000000 7 pola Struktur di Cekungan Sumatra Selatan merupakan hasil dari
4 periode Tektonik Utama yaitu:
2.3.1 Upper Jurassic – Lower Cretaceous
Rezim tektonik yang terjadi adalah rezim tektonik kompresi, dimana
intrusi, magmatisme, dan proses metamorfosa pembentuk batuan dasar
masih berlangsung. Tegasan utama pada periode ini berarah N 0300 W
(WNW-ESE) yang mengakibatkan terbentuknya Sesar Lematang yang
berarah N0600 E.
2.3.2 Late Cretaceous – Oligocene
Fase yang berkembang pada periode ini adalah rezim tektonik
regangan / tarikan dimana tegasan utamanya berarah N-S. Struktur
geologi yang terbentuk adalah sesar-sesar normal dan pematahan
bongkah batuan dasar yang menghasilkan bentukan Horst (tinggian),
Graben (depresi) dan Half Graben. Periode ini merupakan awal
terbentuknya Cekungan Sumatra Selatan dan mulainya pengendapan
sedimen Formasi Lahat dan Talang Akar.
2.3.3 Oligocene – Pliocene Basin Fill
Fase tektonik yang terjadi pada daerah ini adalah fase tenang, tidak
ada pergerakan pada dasar cekungan dan sedimen yang terendapkan
lebih dulu (Formasi Lahat). Pengisian cekungan selama fase tenang
berlangsung selama awal Oligosen-Pliosen. Sedimen yang mengisi
cekungan selama fase tenang adalah Formasi Talang Akar, Formasi
Baturaja, Formasi Gumai (Telisa), 8 Formasi Lower Palembang (Air
Benakat), Middle Palembang Muara Enim) dan Upper Palembang
(Kasai).
2.3.4 Pliocene -Pleistocene Orogeny
Fase Tektonik yang terjadi pada periode ini adalah fase kompresi,
sesarsesar bongkah dasar cekungan mengalami reaktifasi yang
xi
mengakibatkan pengangkatan dan pembentukan antiklinorium utama di
Cekungan sumatra Selatan. Antiklinorium tersebut antara lain
Antiklinorium Muara Enim, Antiklinorium Pendopo-Benakat, dan
Antiklinorium Palembang (De Coster 1974).
Antiklinorium Palembang Utara, merupakan antiklinorium yang
besar terdiri dari beberapa antiklin. Batuan tertua yang tersingkap adalah
Formasi Talang Akar dan batuan dasar Pra-Tersier. Sisi selatan
cenderung menjadi lebih curam daripada sisi utara atau timur laut
(Pulonggono, 1984). Antiklinorium Pendopo-Limau, terdiri dari dua
antiklin paralel, yang merupakan daerah lapangan minyak terbesar di
Sumatra Selatan. Pada sisi baratdaya antiklin kemiringan lebih curam
dan dibatasi oleh sesar, dan ada bagian yang tertutup oleh batas half-
graben. Formasi tertua yang tersingkap di puncak adalah Formasi
Gumai.
Antiklinorium Gumai, terdiri dari enam atau lebih antiklin kecil yang
saling berhubungan, kebanyakan jurusnya berarah Timur-Barat, sangat
tidak simetri dengan keemiringan curam, sisi sebelah utara secara lokal
mengalami pembalikan (overturned). Formasi tertua yang ada di
permukaan adalah Formasi Lower Palembang atau Air Benakat.
Antiklin tersebut sebagai hasil 9 longsoran gravitasi dari antiklin
Pegunungan Gumai. Pulonggono (1984) menggambarkan antiklinorium
Gumai sebagai lapangan minyak kecil yang saling berhubungan,
dihasilkan dari Formasi Air Benakat dan Formasi Muara Enim.
Antiklinorium Muara enim, merupakan antiklin yang besar dengan
ekspresi permukaan kuat dan dengan singkapan batuan dasar Pra-
Tersier. Di dekat daerah Lahat menunjam ke arah timur, sisi utara
banyak lapisan batubara dengan kemiringan curam dan juga lebih
banyak yang tersesarkan daripada di sisi selatan. Kebalikannya di bagian
barat pegunungan Gumai dapat diamati kemiringan lebih curam di sisi
selatan dan sisi utara dengan kemiringan relatif landai. (Pulonggono,
1984)
2.4. Stratigrafi Regional Cekungan Sumatra Selatan
Stratigrafi daerah cekungan Sumatra Selatan secara umum dapat dikenal
satu megacycle (daur besar) yang terdiri dari suatu transgresi dan diikuti regresi.
xii
Formasi yang terbentuk selama fase transgresi dikelompokkan menjadi
Kelompok Telisa (Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja, dan Formasi
Gumai). Kelompok Palembang diendapkan selama fase regresi (Formasi Air
Benakat, Formasi Muara Enim, dan Formasi Kasai), sedangkan Formasi Lemat
dan older Lemat diendapkan sebelum fase transgresi utama. Stratigrafi
Cekungan Sumatra Selatan menurut De Coster 1974 adalah sebagai berikut:
2.4.1. Kelompok Pra Tersier
Formasi ini merupakan batuan dasar (basement rock) dari Cekungan
Sumatera Selatan. Tersusun atas batuan beku Mesozoikum, batuan
metamorf Plaeozoikum Mesozoikum, dan batuan karbonat yang
termetamorfosa. Hasil dating di beberapa tempat menunjukkan bahwa
beberapa batuan berumur Kapur Akhir sampai Eosen Awal. Batuan
metamorf Paleozoikum-Mesozoikum dan batuan sedimen mengalami
perlipatan dan pensesaran akibat intrusi batuan beku selama episode
Orogenesa Mesozoikum Tengah (Mid- Mesozoikum).
2.4.2. Formasi Kikim Tuff dan older Lemat atau Lahat
Batuan tertua yang ditemukan pada Cekungan Sumatera Selatan
adalah batuan yang berumur akhir Mesozoik. Batuan yang ada pada
Formasi ini terdiri dari batupasir tuffan, konglomerat, breksi, dan
lempung. Batuan-batuan tersebut kemungkinan merupakan bagian dari
siklus sedimentasi yang berasal dari Continental, akibat aktivitas
vulkanik, dan proses erosi dan disertai aktivitas tektonik pada akhir
Kapur-Awal Tersier di Cekungan Sumatera Selatan.
2.4.3. Formasi Lemat Muda atau Lahat Muda
Formasi Lemat tersusun atas klastika kasar berupa batupasir,
batulempung, fragmen batuan, breksi, “Granit Wash”, terdapat lapisan
tipis batubara, dan tuf. Semuanya diendapkan pada lingkungan
kontinen. Sedangkan Anggota Benakat dari Formasi Lemat terbentuk
pada bagian tengah cekungan dan tersusun atas serpih berwarna coklat
abu-abu yang berlapis dengan serpih tuffaan (tuffaceous shales),
batulanau, batupsir, terdapat lapisan tipis batubara dan batugamping
(stringer). Glauconit diendapkan pada lingkungan fresh brackish.
Formasi Lemat secara normal dibatasi oleh bidang ketidakselarasan
(unconformity) pada bagian atas dan bawah formasi. Kontak antara
xiii
Formasi Lemat dengan Formasi Talang Akar yang diinterpretasikan
sebagai paraconformable. Formasi Lemat berumur Paleosen-Oligosen,
dan Anggota Benakat berumur Eosen Akhir-Oligosen, yang ditentukan
dari spora dan pollen, juga dengan dating K-Ar. Ketebalan formasi ini
bervariasi, lebih dari 2500 kaki (+- 760 M). Pada Cekungan Sumatra
Selatan dan lebih dari 3500 kaki (1070 M) pada zona depresi sesar di
bagian tengah cekungan (didapat dari data seismik). (Pulonggono, 1984)
2.4.4. Formasi Talang Akar
Formasi Talang Akar terdapat di Cekungan Sumatra Selatan, formasi
ini terletak di atas Formasi Lemat dan di bawah Formasi Telisa atau
Anggota Basal Batugamping Telisa. Formasi Talang Akar terdiri dari
batupasir yang berasal dari delta plain, serpih, lanau, batupasir kuarsa,
dengan sisipan batu lempung karbonan, batubara dan di beberapa tempat
konglomerat. Kontak antara Formasi Talang Akar dengan Formasi
Lemat tidak selaras pada bagian tengah dan pada bagian pinggir dari
cekungan kemungkinan paraconformable, sedangkan kontak antara
Formasi Talang Akar dengan Telisa dan anggota basal batugamping
Telisa adalah conformable. Kontak antara Talang Akar dan Telisa sulit
dipick dari sumur di daerah palung disebabkan litologi dari dua formasi
ini secara umum sama. Ketebalan dari Formasi Talang Akar bervariasi
1500-2000 feet (sekitar 460-610m). Umur dari Formasi Talang Akar ini
adalah Oligosen Atas-Miosen Bawah dan kemungkinan meliputi N 3
(P22), N7 dan bagian N5 berdasarkan zona Foraminifera Plantonik
yang ada pada sumur yang dibor pada formasi ini berhubungan dengan
delta plain dan daerah shelf. (Pulonggono, 1984)
2.4.5. Formasi Baturaja
Anggota ini dikenal dengan Formasi Baturaja. Diendapkan pada
bagian Intermediate-Shelfal dari Cekungan Sumatera Selatan, di atas
dan di sekitar platform dan tinggian. Kontak pada bagian bawah dengan
Formasi Talang Akar atau dengan batuan Pra Tersier. Komposisi dari
Formasi Baturaja ini terdiri dari Batugamping Bank (Bank Limestone)
atau platform dan reefal. Ketebalan bagian bawah dari formasi ini
bervariasi, namun rata-ratta 200-250 feet (sekitar 60-75 m). Singkapan
dari Formasi Baturaja di Pegunungan Garba tebalnya sekitar 1700 feet
xiv
(sekitar 520 m). Formasi ini sangat fossiliferous dan dari analisis umur
anggota ini berumur Miosen. Fauna yang ada pada Formasi Baturaja
umurnya N6-N7. (Pulonggono, 1984)
2.4.6. Formasi Telisa (Gumai)
Formasi Gumai tersebar secara luas dan terjadi pada zaman Tersier,
formasi ini terendapkan selama fase transgresif laut maksimum,
(maximum marine transgressive) ke dalam 2 cekungan. Batuan yang ada
di formasi ini terdiri dari napal yang mempunyai karakteristik
fossiliferous, banyak mengandung foram plankton. Sisipan
batugamping dijumpai pada bagian bawah. Formasi Gumai beda fasies
dengan Formasi Talang Akar dan sebagian berada di atas Formasi
Baturaja. Ketebalan dari formasi ini bervariasi tergantung 13 pada posisi
dari cekungan, namun variasi ketebalan untuk Formasi Gumai ini
berkisar dari 6000 – 9000 feet (1800-2700 m). Penentuan umur Formasi
Gumai dapat ditentukan dari dating dengan menggunakan foraminifera
planktonik. Pemeriksaan mikropaleontologi terhadap contoh batuan dari
beberapa sumur menunjukkan bahwa fosil foraminifera planktonik yang
dijumpai dapat digolongkan ke dalam zona Globigerinoides sicanus,
Globogerinotella insueta, dan bagian bawah zona Orbulina Satiralis
Globorotalia peripheroranda, umurnya disimpulkan Miosen Awal-
Miosen Tengah. Lingkungan pengendapan Laut Terbuka (Neritik).
(Pulonggono, 1984)
2.4.7. Formasi Lower Palembang (Air Benakat)
Formasi Lower Palembang diendapkan selama awal fase siklus
regresi. Komposisi dari formasi ini terdiri dari batupasir glaukonitan,
batulempung, batulanau, dan batupasir yang mengandung unsur
karbonatan. Pada bagian bawah dari Formasi Lower Palembang kontak
dengan Formasi Telisa. Ketebalan dari formasi ini bervariasi dari 3300
– 5000 kaki (sekitar 1000 – 1500 m ). Fauna-fauna yang dijumpai pada
Formasi Lower Palembang ini antara lain Orbulina Universa d’Orbigny,
Orbulina Suturalis Bronimann, Globigerinoides Subquadratus
Bronimann, Globigerina Venezuelana Hedberg, Globorotalia
Peripronda Blow & Banner, Globorotalia Venezuelana Hedberg,
Globorotalia Peripronda Blow & Banner, Globorotalia mayeri Cushman
xv
& Ellisor, yang menunjukkan umur 14 Miosen Tengah N12-N13.
Formasi ini diendapkan di lingkungan laut dangkal.
2.4.8. Formasi Middle Palembang (Muara Enim)
Batuan penyusun yang ada pada formasi ini berupa batupasir,
batulempung, dan lapisan batubara. Batas bawah dari Formasi Middle
Palembang di bagian selatan cekungan berupa lapisan batubara yang
biasanya digunakan sebagai marker. Jumlah serta ketebalan lapisan-
lapisan batubara menurun dari selatan ke utara pada cekungan ini.
Ketebalan formasi berkisar antara 1500 – 2500 kaki (sekitar 450-750
m). De Coster (1974) menafsirkan formasi ini berumur Miosen Akhir
sampai Pliosen, berdasarkan kedudukan stratigrafinya. Formasi ini
diendapkan pada lingkungan laut dangkal sampai brackist (pada bagian
dasar), delta plain dan lingkungan non marine.
delta plain dan daerah shelf. (Pulonggono, 1984)
2.4.9. Formasi Upper Palembang (Kasai)
Formasi ini merupakan formasi yang paling muda di Cekungan
Sumatra Selatan. Formasi ini diendapkan selama orogenesa pada Plio-
Pleistosen dan dihasilkan dari proses erosi Pegunungan Barisan dan
Tigapuluh. Komposisi dari formasi ini terdiri dari batupasir tuffan,
lempung, dan kerakal dan lapisan tipis batubara. Umur dari formasi ini
tidak dapat dipastikan, tetapi diduga Plio-Pleistosen. Lingkungan
pengendapannya darat.
xvi
Gambar 3. Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan (De Coaster, 1974)
Gambar 4. Peta Geologi Lembar Baturaja Sumatera (S. Gafoer dkk, 1993)
xvii