Krim

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI

FORMULASI SEDIAAN LIQUID DAN


SEMISOLIDA

A. Latar Belakang
Seiring dengan semakin berkembangnya sains dan teknologi, perkembangan di dunia
farmasi pun tak ketinggalan. Semakin hari semakin banyak jenis dan ragam penyakit yang
muncul. Perkembangan pengobatan pun terus dikembangkan. Berbagai macam bentuk
sediaan obat, baik itu liquid, solid dan semisolid telah dikembangkan oleh ahli farmasi dan
industri.
Ahli farmasi mengembangkan obat untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat, yang
bertujuan untuk memberikan efek terapi obat, dosis yang sesuai untuk dikonsumsi oleh
masyarakat. Selain itu, sediaan semisolid digunakan untuk pemakaian luar seperti krim,
salep, gel, pasta dan suppositoria yang digunakan melalui rektum. Kelebihan dari sediaan
semisolid ini yaitu praktis, mudah dibawa, mudah dipakai, mudah pada pengabsorbsiannya.
Juga untuk memberikan perlindungan pengobatan terhadap kulit.
Berbagai macam bentuk sediaan semisolid memiliki kekurangan, salah satu
diantaranya yaitu mudah ditumbuhi mikroba. Untuk meminimalisasi kekurangan tersebut,
para ahli farmasis harus bisa memformulasikan dan memproduksi sediaan secara tepat.
Dengan demikian, farmasis harus mengetahui langkah-langkah yang tepat untuk
meminimalisasi kejadian yang tidak diinginkan. Dengan cara melakukan, menentukan
formulasi dengan benar dan memperhatikan konsentrasi serta karakteristik bahan yang
digunakan dan dikombinasikan dengan baik dan benar.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dasar Teori
1. Definisi Krim
Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari
60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. (FI III)
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat
terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. (FI IV hal. 6)
Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung air tidak
kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. (Formularium Nasional)
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi yang mengandung satu
atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai
(mengandung air tidak kurang dari 60%). (Ilmu Resep hal. 74)
2. Penggolongan Krim
Krim terdiri dari emulsi minyak di dalam air atau disperse mikrokristal asam-asam
lemak atau alkohol berantai panjang dalam air yang dapat dicuci dengan air dan lebih
ditujukan untuk pemakaian kosmetika dan estetika.
Ada dua tipe krim, yaitu :
1. Tipe M/A atau O/W
Krim m/a (vanishing cream) yang digunakan melalui kulit akan hilang tanpa
bekas. Pembuatan krim m/a sering menggunakan zat pengemulsi campuran dari
surfaktan (jenis lemak yang ampifil) yang umumnya merupakan rantai panjang
alkohol walaupun untuk beberapa sediaan kosmetik pemakaian asam lemak lebih
popular.Contoh : vanishing cream.
Vanishing cream adalah kosmetika yang digunakan untuk maksud
membersihkan, melembabkan, dan sebagai alas bedak. Vanishing creamsebagai
pelembab (moisturizing) meninggalkan lapisan berminyak/ film pada kulit.
2. Tipe A/M atau W/O,
Yaitu minyak terdispersi dalam air. Krim berminyak mengandung zat
pengemulsi A/M yang spesifik seperti adeps lane, wool alcohol atau ester asam
lemak dengan atau garam dari asam lemak dengan logam bervalensi 2, misal Ca.
Krim A/M dan M/A membutuhkan emulgator yang berbeda-beda. Jika
emulgator tidak tepat, dapat terjadi pembalikan fasa.
Contoh : cold cream.
Cold cream adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud
memberikan rasa dingin dan nyaman pada kulit, sebagai krim pembersih berwarna
putih dan bebas dari butiran. Cold cream mengandung mineral oil dalam jumlah
besar.

Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau disperse mikrokristal asam–asam
lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih
ditujukan untuk pemakain kosmetika dan estetika. Krim dapat juga digunakan untuk
pemberian obat melalui vaginal. Ada 2 tipe krim yaitu krim tipe minyak dalam air (M/A)
dan krim tipe air dalam minyak (A/M). Pemilihan zat pengemulsi harus disesuaikan
dengan jenis dan sifat krim yang dikehendaki. Untuk krim tipe A/M digunakan sabun
polivalen, span, adeps lanae, kolsterol dan cera. Sedangkan untuk krim tipe M/A
digunakan sabun monovalen, seperti trietanolamin, natrium stearat, kalium stearat dan
ammonium stearat. Selain itu juga dipakai tween, natrium lauryl sulfat, kuning telur,
gelatinum, caseinum, CMC dan emulygidum.
Kestabilan krim akan terganggu/ rusak jika sistem campurannya terganggu, terutama
disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi yang disebabkan perubahan
salah satu fase secara berlebihan atau zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama
lain.
Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika diketahui pengencernya yang cocok
dan dilakukan dengan teknik aseptik. Krim yang sudah diencerkan harus digunakan
dalam jangka waktu 1 bulan. Sebagai pengawet pada krim umumnya digunakan metil
paraben (nipagin) dengan kadar 0,12% hingga 0,18% atau propil paraben (nipasol)
dengan kadar 0,02% hingga 0,05%. Penyimpanan krim dilakukan dalam wadah tertutup
baik atau tube ditempat sejuk, penandaan pada etiket harus juga tertera “obat luar”.
2. Cara Pembuatan Krim
Bagian lemak dilebur diatas penangas air, kemudian ditambahkan bagian airnya
dengan zat pengemulsi, aduk sampai terjadi suatu campuran yang berbentuk krim.
3. Kelebihan dan Kekurangan Krim
Adapun kelebihan dari sediaan krim yaitu:
1. Mudah menyebar rata.
2. Praktis.
3. Lebih mudah dibersihkan atau dicuci dengan air terutama tipe M/A (minyak dalam
air).
4. Cara kerja langsung pada jaringan setempat.
5. Tidak lengket, terutama pada tipe M/A (minyak dalam air).
6. Bahan untuk pemakaian topikal jumlah yang diabsorpsi tidak cukup beracun,
sehingga pengaruh absorpsi biasanya tidak diketahui pasien.
7. Aman digunakan dewasa maupun anak–anak.
8. Memberikan rasa dingin, terutama pada tipe A/M (air dalam minyak).
9. Bisa digunakan untuk mencegah lecet pada lipatan kulit terutama pada bayi, pada
fase A/M (air dalam minyak) karena kadar lemaknya cukup tinggi.
10. Bisa digunakan untuk kosmetik, misalnya mascara, krim mata, krim kuku, dan
deodorant.
11. Bisa meningkatkan rasa lembut dan lentur pada kulit, tetapi tidak menyebabkan kulit
berminyak.
Adapun kekurangan dari sediaan krim yaitu:
1. Mudah kering dan mudah rusak khususnya tipe A/M (air dalam minyak)
karena terganggu system campuran terutama disebabkan karena perubahan suhu dan
perubahan komposisi disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan atau
pencampuran 2 tipe krim jika zat pengemulsinya tidak tersatukan.
2. Susah dalam pembuatannya, karena pembuatan krim harus dalam keadaan panas.
3. Mudah lengket, terutama tipe A/M (air dalam minyak).
4. Mudah pecah, disebabkan dalam pembuatan formulanya tidak pas.
5. Pembuatannya harus secara aseptik.
4. Bahan-bahan penyusun krim
Formula dasar krim, antara lain :
1. Fase minyak, yaitu bahan obat dalam minyak, bersifat asam
Contoh : asam asetat, paraffin liq, octaceum,cera, vaselin, dan lain-lain.
2. Fase air, yaitu bahan obat yang larut dalam air, bersifat basa.
Contoh : Natr, Tetraborat (borax, Na. Biborat), TEA, NAOH, KOH, gliserin, dll.
Bahan – bahan penyusun krim, antara lain :
 Zat berkhasiat
 Minyak
 Air
 Pengemulsi
Bahan pengemulsi yang digunakan dalam sediaan krim disesuaikan dengan jenis dan
sifat krim yang akan dibuat/dikehendaki. Sebagai bahan pengemulsi dapat digunakan
emulgide, lemak bulu domba, setaseum, setil alcohol, stearil alcohol, trietanolalamin
stearat, polisorbat, PEG.
Bahan – bahan tambahan dalam sediaan krim, antara lain :
 Zat pengawet Untuk meningkatkan stabilitas sediaan
Bahan pengawet sering digunakan umumnya metal paraben 0,12 – 0,18 % propel
paraben 0,02 – 0,05 %.
 Pendapur untuk mempertahankan PH sediaan
 Pelembab
 Antioksidan untuk mencegah ketengikan akibat oksidasi oleh cahaya pada minyak
tak jenuh.

B. Uraian Bahan
a. Uraian Zat aktif
1. Zink Oksid (Sumber FI Edisi IV, Halaman 835)
Warna : Putih atau putih kekuningan
Rasa : Pahit
Bau : Tidak berbau
Pemerian : Serbuk amorf sangat halus, lambat laun menyerap CO2 dari
udara
Kelarutan : Tidak larut dalam air dan dalam etanol, larut dalam asam
encer
Syarat dan Rentang : ZnO yang baru dipijarkan tidak kurang dari 99,0% dan tidak
lebih dari 100,5%
Khasiat : Antiseptikum lokal
Khasiat &Penggunaan: Analgetikum, Antipiretikum.

b. Uraian Zat Tambahan


1. Acidum Stearicum/ Asam Stearat (FI III hal. 57)
Rumus Empiric : C18H36O2
BM : 284,47.
Struktur : CH3(CH2)16COOH
Fungsi : Pengemulsi, Solubilizing Agent
Ointment/Krim : 1-20%.
Pemerian : Zat padat keras mengkilat menunjukkan susunan hablur,
putih atau kuning pucat, mirip lemak lilin.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam 20 bagian etanol
(95%)P, dalam 2 bagian kloroform P dan dalam 3 bagian eter
P.
Stabilitas : asam stearat merupakan bahan yang stabil terutama dengan
penambahan antioksidan. Sebaiknya disimpan dalam wadah
tertutup baik ditempat kering dan sejuk.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Khasiat : Zat tambahan, untuk melembutkan kulit dengan konsentrasi
1-20%.

2. Cera Alba (FI IV : 186)


Pemerian : Tidak berasa, berwarna putih atau kuning telur, bentuk granul
berupa fine atau sheet dengan bentuk warna jernih. Rasa
hampir sama dengan malam kuning tetapi tidak berasa.
Fungsi : Basis krim, stabilizing agnet ( W / O )
Kelarutan : Larut dalam Kloroform, Eter, Minyak, Minyak mengup dan
Karbon Disulfid hangat. Sedikit larut dalam Etanol 95 %.
Praktis tidak larut dalam air.
Incompatibilitas : Inkompatible dengan oksigen.
Titik lebur : 61 – 65 oC
Konsentrasi : 5 – 20 %
3. Vaselin Putih (FI IV : 822)
Pemerian : Putih atau kekuningan pucat, massa berminyak transparan
dalam lapisan tipis setelah didinginkan pada suhu 0oC
Kelarutan : Sukar larut dalam etanol; tidak larut dalam air; mudah larut
dalam benzena
Syarat : Dapat mengandung stabilitator yang sesuai; memnuhi
syarat seperti yang tertera pada vaselin kuning
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Khasiat : Zat tambahan
4. Tween 80 ( Farmakope Indonesia IV halaman 687, Handbook of Pharmaceutical
excipient edisi VI halaman 375 )
Pemerian : Cairan seperti minyak, jernih berwarna kuning mudahingga
coklat muda, bau khas lemah, rasa pahit dan hangat.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, larutan tidak berbau dan
praktis tidak berwarna, larut dalam etanol, dalam etil asetat,
tidak larut dalam minyak mineral.
Konsentrasi : 1-15%.
Stabilitas : Stabil pada elektrolit dan asam lemah, dan basa. Berangsur-
angsur akan tersaponi dengan asam kuat dan basa.
OTT : Akan berubah warna atau mengendap dengan phenol, dan
tannin.
pH larutan : 6-8 untuk 5% zat (w/v) dalam larutan berair
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, lindungi dari cahaya, ditempat
sejuk dan kering.
5. TEA ( Trietanolamin ) (FI IV hal.1203)
Fungsi : Alkalizing agent, pengemulsi
Kelarutan :  Didalam Aseton berbentuk misel pada suhu tertentu  1 :
24 Benzen, 1 : 63 Etil Eter berbentuk misel dalam Methanol,
air, Karbon Tetra Klorida.
Titik lebur : 20 – 21oC
Incompatibilitas : Reaksi dengan Asam mineral, membentuk garam kristal dan
Ester dalam Asam lemah tinggi, TEA membentuk garam yang
terlarut dalam air dan membentuk karakter busa. TEA dapat
beraksi dengan Coper membentuk garam kompleks.
ADI : 5 – 15 g / kg BB

6. Propilen Glikol (FI. Edisi III Hal. 534)


Nama resmi : PROPYLENGLYCOLUM
Nama sinonim : Propilenglikol
Rumus molekul : C3H8O2
Berat molekul : 76,10
Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, rasa agak
manis, higroskopik
Kelarutan : Dapat campur dengan air, dengan etanol (95%)p, dan dengan
kloroform p, larut dalam 6 bagian eter p, tidak dapat campur
dengan eter minyak tanah p, dan dengan minyak lemak
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Khasiat : Zat tambahan, pelarut
7. Air suling/aquadest (Farmakope Indonesia III halaman 96)
BM : 18,02.
Rumus molekul : H₂O.
Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Stabilitas : Air adalah salah satu bahan kimia yang stabil dalam bentuk
Fisik (es, air, dan uap). Air harus disimpan dalam wadah yang
sesuai. Pada saat penyimpanan dan penggunaannya harus
terlindungi dari kontaminasi partikel - pertikel ion dan bahan
organik yang dapat menaikan konduktivitas dan jumlah
karbon organik. Serta harus terlindungi dari partikel - partikel
lain dan mikroorganisme yang dapat tumbuh dan merusak
fungsi air.
OTT/Inkompabilitas : Dalam formula air dapat bereaksi dengan bahan eksipient
lainya yang mudah terhidrolisis.

C. Prinsip Percobaan
Pembuatan krim menggunakan zat aktif Zink Oksid dan bahan tambahan yaitu asam
stearat, cera alba, vaselin putih, tween 80, TEA, propilenglikol dan aquades. Evaluasi
dilakukan dengan pemeriksaan organoleptik, homogenitas, pemeriksaan daya lelat,
pemeriksaan daya sebar, pemeriksaan daya tercuci krim, pemeriksaan pH, uji viskositas, uji
sentrifugasi, pemeriksaan stabilitas terhadap suhu, pengukuran distribusi ukuran partikel, uji
iritasi kulit. Evaluasi kembali dilakukan setelah penyimpanan selama seminggu.

BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Praktikum pembuatan sediaan krim ini berlangsung pada hari Selasa tanggal 4 Mei 2015 di
Laboratorium Kimia Farmasi STIKes BTH Tasikmalaya.

B. Alat Dan Bahan


a. Alat : Alat yang di gunakan dalam percobaan ini adalah timbangan, batang pengaduk,
botol coklat, spatel, kertas perkamen, gelas ukur, erlenmeyer, pipet tetes, beaker glass,
viskometer Brookfield, kaca objek, kaca, indicator, sentrifugator,
b. Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Zink Oksid, asam stearat, Cera alba,
Vaselin putih, Tween 80, TEA, Propilenglikol dan aquades

C. Formulasi (Formula E)
R/ Krim Baby, mengandung Zink Oksid 10% sebanyak 100 gram
Asam Stearat 15 %
Cera Alba 2%
Vaselin Putih 8%
Tween 80 6%
TEA 1,5 %
Propilenglikol 8%
Aquadest ad 100 gram

D. Prosedur Pembuatan

Siapkan alat
Setarakan
dan bahan Menimbang
timbangan
bahan

Massa 1 : Massa 2 :
Panaskan fase Panaskan fase
Minyak ( Asam air ( tween 80,
stearate, cera TEA,
alba, vaselin propilenglikol)
putih) pada pada suhu 70oC
suhu 70oC
Tambahkan fase
air ke dalam fase Tuang ke dalam pot
minyak aduk kuat krim
hingga terbentuk
massa krim yang
homogen

Lakukan
Kemas, Evaluasi
beri etiketBAB IV
& label
EVALUASI DAN PEMBAHASAN

A. Evaluasi Sediaan
1. Organoleptis
Krim yang dibuat mempunyai hasil :
- Warna : Putih
- Bau : Bau Khas
- Tampilan : Merata
2. Homogenitas
Sediaan diletakkan diantara 2 gelas objek, kemudian diperhatikan kehomogenannya.
Hasil Pengamatan : Tampak terlihat sediaan krim yang dibuat sudah homogen,
menandakan sediaan tersebut baik

3. Pemeriksaan Daya Tercuci Krim


1 gram krim dioleskan pada tangan kemudiaan dicuci dengan sejumlah volume air
sambil membilas tangan

Hasil Pengamatan :
Sediaan krim yang
dibuat dapat tercuci
dengan air, sehingga tipe
nya adalah m/a

4. Pengukuran pH
Krim dimasukkan kedalam
wadah kemudian pH
diukur menggunakan pH
universal, kemudiaan hasilnya dilihat dengan mencocokkan warna strip dengan warna
acuan.
 Nilai pH : 6
 Sifat : Asam lemah
Hasil pemeriksaan pH diperoleh pH yaitu 6. pH ini masih masuk pada kisaran pH
normal kulit yaitu 4,5-6,5 (Osol, 1975) sehingga diharapkan sediaan krim tersebut tidak
mengiritasi.

5. Uji Viskositas
Sediaan sebanyak 10 gram diuji dalam viscometer Brookfield hingga spindel
terendam.

Rpm Persentase Cp
30 26,4 % 3520
60 26,4 % 1760
100 26,4 % 1056

Lalu di buat kurva :


Tipe alir : dilatan

6. Uji Sentrifugasi
Sediaan krim di sentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm selama 30 menit, kemudian
diamati perubahan fisiknya

Hasil Pengamatan :
Sediaan krim tidak
memisah, menandakan
sediaan krim yang dibuat
baik

7. Pemeriksaan Stabilitas
Terhadap Suhu
Pemeriksaan dilakukan
pada suhu kamar dan suhu
dingin (-40C) selama 7
hari. Diperoleh hasil pemeriksaan semua sediaan krim tidak mengalami pemisahan
selama disimpan pada suhu kamar dan suhu dingin.

8. Tipe Emulsi.
Sediaan yang dibuat adalah tipe o/w karena pada saat di uji pemeriksaan daya tercuci
krim, sediaan krim dapat tercuci dengan air.

B. Pembahasan
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi yang mengandung satu
atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (mengandung
air tidak kurang dari 60%)
Pada permukaan kulit ada lapidan dari bahan yag di emulsika terdiri dari campuran
kompleks dari cairan berlemak, keringat, dan lapisan tanduk yang dapat terkelupas, yang
terakhir dari lapisan sel epidermis yang telah mati yang disebut lapisan tanduk atau stratum
corneum da letaknya langsung di bawah lapisan yang diemulsikan. Di bawah lapisan tanduk
decara teratur ada lapisan pernghak\lang epidermis yang hidup atau disedut stratum
germinativum, dan dermis atau kulit sesungguhnya.
Pembuluh darah kapiler dan serabut-serabut saraf timbul dari jaringan lemak
subkutan masuk kedalam dermis dan sampai pada epidermis. Kelenjar keringat berada pada
kelenjar subkutan menghasilkan produknya denagan cara pembuluh keringat menemukan
jalannya ke permukaan kulit. kelenjar lemak dan folikel rambut yang berpangkal pada
dermis dan lapisan subkutan juga menemukan jalannya kepermukaan dan nampak seperti
pembuluh dan rambut berturut-turut.
Mungkin obat dapat mempenetrasi kulit yang utuh detelah pemakaian topikal
melalui dinding folikel rambut, kelenjar keringat, atau kelenjar lemak atau antara sel-sel dari
selaput tanduk. Sebenarnya dahan obat yang dipakai mudah memasuki kulit yang rusak atau
pecah-pecah, akan tetapi sesungguhnya penetrasi semacam itu bukan absorpsi permutan
yang besar.
Apabila kulit luka maka cara utama untuk penetrasi obat umumnya melalui lapisan
epidermis, lebih baik dari pada melalui folikel rambut atau kelenjar keringat, karena luas
permukaan yang terakhir ini lebih kecil bila dibandingkan dengan daerah kulit yang tidak
mengandumg elemen anatomi ini. Selaput yang tidak menutupi lapisan tanduk umumnya
tidak terus menerus dan sebenarnya tidak mempunyai daya tahan terhadap penetrasi. Karena
susunan dari bermacam-macam selaput dengan proporsi lemak dan keringat yang diproduksi
dan derajat daya lepasnya melalui pencucian dan penguapan keringat. Selaput bukan
penghalang yang sesungguhnya, terhadap pemindahan obat delama tidak memiliki
komposisi, ketebalan atau kelanjutan yang tertentu.
Absorpsi perkutan suatu obat pada umumnya disebabkan oleh penetrasi langsung
obat melalui stratum corneum 10-15m, tebal lapisan datar mengeringkan sebagian demi
sebagian jaringan mati yang membentuk permukaan kulit yang paling luar. Stratum corneum
terdiri dari kurang lebih 40 protein dan 40air dengan lemak berupa perimbangannya
terutama sebagai trigliserida, asam lemak bebas, kolesterol, dan fosfat lemak. Kandungan
lemak dipekatkan dalam fase ekstravaskuler stratumcorneum dan debegitu jauh akan
membentuk membran yang mengelilingi sel. Komponen lemak dipandang sebagai faktor
utama yang decara langdung bertanggungjawab terhadap rendahnya penetrasi obat melalui
stratum corneum. Sekali molekul obat melalui stratum corneum kemudian dapat terus
melalui selaput epidermis yang lebih dalam dan masuk ke dermis, apabila obat mencapai
lapisan pembuluh kulit maka obat tersebut siap untuk diabsorpsi ke dalam sirkulasi umum.

Faktor-faktor yang mempengaruhi abdorpsi perkutan diantaranya :


 Obat yang dicampur dalam pembawa tertentu harus bersatu pada permukaan
kulit dalam konsentrasi yang cukup.
 Konsentrasi obat umumnya merupakan faktor yang penting, jumlah obat
yang diabsorpsi secara perkutan perunit luas permukaan setiap periode
waktu.
 Semakin banyak obat diserap dengan cara absorpsi perkutan apabila bahan
obat dipakai pada permukaan yang lebih luas.
 Bahan obat harus mempunyai suatu daya tarik fisiologi yang lebih besar pada
kulit dari pada terhadap pembawa.
 Beberapa derajat kelarutan bahan obat baik dalam minyak dan air dipandang
penting untuk efektifitas absorpsi perkutan.
 Absorpsi obat nampaknya ditingkatkan dari pembawa yang dapat dengan
mudah menyebar dipermukaan kulit, sesudah dicampur dengan cairan
berlemak dan pembawa obat untuk berhubungan dengan jaringan sel untuk
absorpsi.
 Pembawa yang meningkaykan jumlah uap air yang ditahan kulit umumnya
cenderung baik bagi absopsi pelarut obat.
 Hidrasi dari kulit merupakan fakta yang paling penting dalam absorpsi
perkutan.
 Hidrasi kulit bukan hanya dipengaruhi oleh jenis pembawa tetapi juga oleh
ada tidaknya pembungkus dan sejenisnya ketika pemakaian obat.
 Pada umumnya penggosokan atau pengolesan waktu pemakaian pada kulit
akan meningkatkan jumlah obat yang diabsorpsi dan semakin lama
pengolesan dengan digosok-gosok maka semakin banyak pula obat yang
yang diabsorpsi.
Dalam pembuatan krim ini, dilakukan metode seperti pada pembuatan emulsi. Fase
minyak dan fase air yang telah dileburkan, kemudian dicampurkan dengan cara
penggerusan. Kemudian setelah itu ditambahkan zat aktif yaitu Zink Oksid.
Setelah sediaan sirup dibuat sesuai formula, kemudiaan sediaan tersebut dilakukan
evaluasi. Adapun evaluasi yang dilakukan meliputi, organoleptis, homogenitas, pemeriksaan
daya tercuci krim, pengukuran pH, viskositas, uji sentrifugasi, pemeriksaan stabilitas
terhadap suhu dan penentuan tipe krim.
Pada pengujian organoleptis, yaitu menguji sediaan dari warna, bau, dan rasanya.
Dipantau dari warna, sediaan krim memiliki warna putih, memiliki bau khas, dan tampilan
yang merata.
Pada pengujian homogenitas, sediaan diletakkan diantara 2 gelas objek, kemudian
diperhatikan kehomogenannya. Diperoleh hasil pengamatannya yaitu tampak terlihat
sediaan krim yang dibuat sudah homogen, tidaak terlihat partikel-partikel yang kasar yang
menandakan sediaan tersebut baik.
Pada pengujian pemeriksaan daya tercuci krim, sediaan di ujikan pada tangan
praktikan dengan cara mengoleskan krim pada tangan, kemudian praktikan mencuci krim
tersebut dengan air. Hasil yang diperoleh ternyata krim tersebut bisa dicuci dengan air, yang
menandakan sediaan tersebut mempunyai tipe minyak dalam air
Pada pengujian pemeriksaan pH, krim dimasukkan kedalam wadah kemudian pH
diukur menggunakan pH universal, kemudiaan hasilnya dilihat dengan mencocokkan warna
strip dengan warna acuan. Didapat nilai pH 6, sehingga sifatnya asam lemah. pH ini masih
masuk pada kisaran pH normal kulit yaitu 4,5-6,5 (Osol, 1975) sehingga diharapkan sediaan
krim tersebut tidak mengiritasi.
Pada pengujian viskositas, setelah data dimasukkan ke dalam kurva ternyata
dihasilkan jenis aliran dilatan. Dimana aliran dilatan diperoleh ketika semakin besar
kecepatan, maka semakin besar viskositas. Dilihat dari bentuk kurva, berbentuk agak
melengkung ke bawah. Pengujian viskositas ini dilakukan menggunakan viscometer
Brookfield.
Pada pengujian sentrifugasi, sediaan dimasukkan dalam tabung sentrifuge dan
dimasukkan kedalam alat sentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 30 menit. Hasil
yang didapat, sediaan krim yang dibuat tidak terjadi pemisahan, sehingga sediaan ini baik
Pada Pemeriksaan Stabilitas terhadap suhu, pemeriksaan dilakukan pada suhu kamar
dan suhu dingin (-40C) selama 7 hari. Diperoleh hasil pemeriksaan semua sediaan krim
tidak mengalami pemisahan selama disimpan pada suhu kamar dan suhu dingin.
Pada pengujian tipe krim, sediaan yang dibuat adalah tipe o/w karena pada saat di uji
pemeriksaan daya tercuci krim, sediaan krim dapat tercuci dengan air.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Krim adalah bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi yang mengandung satu atau
lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (mengandung
air tidak kurang dari 60%)
2. Pada pengujian organoleptis, sediaan krim memiliki warna putih, memiliki bau khas,
dan tampilan yang merata.
3. Pada pengujian homogenitas, diperoleh hasil pengamatannya yaitu tampak terlihat
sediaan krim yang dibuat sudah homogeny.
4. Pada pengujian pemeriksaan daya tercuci krim, diperoleh ternyata krim tersebut bisa
dicuci dengan air,
5. Pada pengujian pemeriksaan pH, didapat nilai pH 6 sehingga diharapkan sediaan krim
tersebut tidak mengiritasi.
6. Pada pengujian viskositas, dihasilkan jenis aliran dilatan
7. Pada pengujian sentrifugasi, sediaan krim yang dibuat tidak terjadi pemisahan
8. Pada pemeriksaan Stabilitas terhadap suhu, tidak mengalami pemisahan selama
disimpan pada suhu kamar dan suhu dingin.

B. Saran
Diharapkan kepada semua mahasiswa/siswi untuk lebih banyak belajar mengenai sifat,
stabilitas, tipe krim maupun cara pembuatan dan penyimpanannya. Pada saat pembuatan
krim, praktikan harus mengetahui kelarutan dari bahan-bahan obat yang dikerjakan,
Praktikan juga harus mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas krim,
agar dapat menghasilkan krim yang baik.

DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh . 1997 . Ilmu Meracik Obat . Yogyakarta : Gadjah Mada Universitas Press

Departemen Kesehatan Republik Indonesia . 1979 . Farmakope Indonesia Edisi III .


Jakarta : Dekpes RI

Departemen Kesehatan Republik Indonesia . 1995 . Farmakope Indonesia Edisi IV .


Jakarta : Dekpes RI

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1978 . Formularium Nasional Edisi


2 .Jakarta : Dekpes RI

Syamsuni . 2007 . Ilmu Resep . Jakarta : EGC

LAMPIRAN
A. Perhitungan Bahan
1. Zink Oksid : × 100 g = 10 g

2. Asam Stearat : × 100 g = 15 g

3. Cera Alba : × 100 g =2g

4. Vaselin Putih : × 100 g =8g

5. Tween 80 : × 100 g =6g

6. TEA : × 100 g = 1,5 g

7. Propilenglikol : × 100 g =8g

8. Aquadest : 100 – (10+15+2+8+6+1,5+8)

100- 50,5 = 49,5 mL

Anda mungkin juga menyukai