967 - 541450 - Modul KKD NEUROLOGI 2019edit

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 122

Buku Pegangan Mahasiswa

MODUL
KETERAMPILAN KLINIS DASAR
SISTEM SARAF

Diberikan Pada

Mahasiswa Semester 4 Tahun Ajaran 2018/2019

Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran

Universitas Sam Ratulangi

Unit Pendidikan Kedokteran

Fakultas Kedokteran

Universitas Sam Ratulangi

Manado 2019
TIM MODUL

Koordinator : Dr. Mieke A.H.N. Kembuan, Sp.S(K)


Sekretaris : Dr. Corry N. Mahama, Sp.S(K)
Anggota : DR. Dr. Junita Maja PS, Sp.S(K)
Dr. Finny Warouw, M.Kes, Sp.S
Dr. Sekplin A.S. Sekeon, MPH, Sp.S
Dr. Silvia R. Marunduh, M.Med
Dr. Maya Memah, M.Pd.Ked

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 2


VISI DAN MISI FK UNSRAT

VISI
Membangun Fakultas Kedokteran Unsrat menuju fakultas unggulan (excellent faculty) tahun
2020 di level regional, nasional maupun internasional, dalam hal pendidikan / pengajaran,
penelitian dan pengabdian masyarakat di bidang kesehatan dan kedokteran.

MISI
1. Meningkatkan kualitas manajemen Fakultas agar mempunyai tata kelola optimal untuk
menunjang kegiatan pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat yang berkelanjutan.
2. Menghasilkan SDM yang UNGGUL, menguasai IPTEKDOK, mampu berperan dalam
meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup bangsa, serta mampu bersaing secara global.
3. Mendorong hasil pendidikan dan penelitian yang dapat digunakan untuk pengabdian yang
mendukung daya saing bangsa.
4. Membangun kolaborasi kerja sama dan kemitraan yang efektif dan efisien.
5. Meningkatkan kesejahteraan segenap sivitas akademika yang bercirikan profesionalitas.

VISI DAN MISI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

VISI
Membangun Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Unsrat menuju Program
Studi Pendidikan Dokter unggulan (excellent study program) tahun 2020 di level regional,
nasional maupun internasional, yang memiliki keunggulan dalam menyelenggarakan Tri
Dharma Perguruan Tinggi.

MISI
1. Meningkatkan kualitas manajemen Program Studi Pendidikan Dokter agar mempunyai tata
kelola optimal untuk menunjang kegiatan pendidikan, penelitian dan pengabdian
masyarakat yang berkelanjutan.
2. Menghasilkan SDM yang profesional, UNGGUL, menguasai IPTEKDOK, serta mampu
berperan dalam meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup bangsa, serta mampu bersaing
secara global.
3. Menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan penelitian yang mendukung daya saing bangsa.
4. Membangun kerja sama kemitraan dengan institusi kedokteran dan kesehatan baik nasional
maupun internasional yang efektif dan efisien.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 3


DAFTAR ISI
TIM MODUL...................................................................................................................2
VISI DAN MISI FK UNSRAT.......................................................................................3
VISI DAN MISI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER..............................3
DAFTAR ISI....................................................................................................................4
PENGANTAR..................................................................................................................5
BAB I. PENDAHULUAN..............................................................................................6
KARAKTERISTIK MAHASISWA..............................................................................................................6
BAB II. SASARAN PEMBELAJARAN.......................................................................7
A. SASARAN PEMBELAJARAN UMUM (GENERAL GOAL).............................................................7
B. SASARAN PEMBELAJARAN KHUSUS (OBJECTIVE LEARNING)..............................................7
BAB III. STRATEGI, METODE PEMBELAJARAN DAN
METODE PENILAIAN..................................................................................................8
A. STRATEGI PEMBELAJARAN.........................................................................................................8
B. METODE PEMBELAJARAN...........................................................................................................8
C. METODE PENILAIAN....................................................................................................................8
D. TUGAS MAHASISWA......................................................................................................................8
BAB IV. LINGKUP BAHASAN DAN BUKU ACUAN...............................................9
A. LINGKUP BAHASAN......................................................................................................................9
B. BUKU ACUAN...............................................................................................................................10
BAB V. MATRIKS KEGIATAN...................................................................................11
JADWAL SKILL LAB: PEMERIKSAAN SISTEM SARAF......................................................................11
BAB VI. MATERI MODUL & ASPEK YANG DINILAI.......................................13
A. MATERI MODUL..........................................................................................................................13
B. SKENARIO...................................................................................................................................112
C. CONTOH SOAL OSCE................................................................................................................112
D. DAFTAR TILIK KETERAMPILAN PEMERIKSAAN SISTEM SARAF........................................113
BAB. VII. SUMBER DAYA.......................................................................................115
A. DAFTAR NAMA INSTRUKTUR...................................................................................................115
B. RUANG PEMBIMBINGAN..........................................................................................................115
C. ALAT-ALAT YANG HARUS DISEDIAKAN.................................................................................115
BAB VIII. TATA TERTIB MAHASISWA....................................................................2
A. TATA TERTIB UMUM.....................................................................................................................2
B. TATA TERTIB UJIAN.......................................................................................................................2
C. ALASAN SAH UNTUK TIDAK HADIR PADA KEGIATAN PEMBELAJARAN DAN UJIAN.........2
LAMPIRAN.....................................................................................................................3
PEMERIKSAAN MINI-MENTAL STATE EXAMINATION (MMSE)........................................................3
PEMERIKSAAN MONTREAL COGNITIVE ASSESMENT INDONESIAN VERSION (INA-MOCA)......4
LEMBAR PEMERIKSAAN ASIA-IMSOP.................................................................................................5
LEMBAR OBSERVASI NEUROLOGI......................................................................................................6
TEKNIK CUCI TANGAN WHO.............................................................................................................7

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 4


PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa sehingga pembuatan Modul Keterampilan
Klinis Dasar Sistem Saraf dapat selesai dibuat. Modul ini diberikan pada semester IV. Basic
science tetap merupakan tonggak utama modul ini yang disempurnakan dengan pengetahuan
klinis.
Banyak pihak yang telah membantu dalam penyusunan modul ini, yaitu para dosen pemberi
kuliah pakar serta narasumber lainnya. Modul ini juga telah melalui telaah oleh beberapa dosen
spesialis neurologi klinis untuk memperbaiki beberapa teknik pemeriksaan dan penilaiannya
maupun oleh pakar pendidikan kedokteran untuk menyesuaikan dengan standar kompetensi
terbaru Oleh karena itu, Tim Penyusun Modul sangat berterima kasih atas segala masukan yang
diberikan sehingga modul ini bisa terselesaikan.
Sangat diharapkan bahwa modul ini dapat memberikan cukup bekal bagi para mahasiswa
baik secara komprehensif maupun integratif. Semoga buku modul ini dapat membantu para
instruktur dan mahasiswa dalam melakukan pembelajaran pemeriksaan fisik agar pelaksanaan
pembelajaran modul ini dapat berjalan dengan baik dan memuaskan.

Manado, Januari 2019

Tim Penyusun Modul

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 5


BAB I. PENDAHULUAN
Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf merupakan modul yang diberikan pada
mahasiswa semester IV. Untuk memantapkan pemahaman instruktur maupun mahasiswa, maka
Sasaran Pembelajaran Umum (General Goal) dan Sasaran Pembelajaran Khusus (Objective
Learning) juga dipaparkan dalam buku modul ini, sehingga diharapkan keseluruhan Sasaran
Pembelajaran dapat diketahui dan dicapai.
Materi Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf ini dititikberatkan pada penguasaan
diagnosis fisik tingkat 4, yaitu mahasiswa dapat melakukan sendiri (secara mandiri). Beberapa
disiplin ilmu yang terlibat dalam pembuatan modul ini adalah Anatomi, Fisiologi, dan
Neurologi.

KARAKTERISTIK MAHASISWA
Mahasiswa yang mengikuti modul ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Sam Ratulangi Semester IV. Para mahasiswa telah memiliki pemahaman dasar tentang anatomi
dan fisiologi sistem saraf.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 6


BAB II. SASARAN PEMBELAJARAN
A. SASARAN PEMBELAJARAN UMUM (GENERAL GOAL)
Setelah mengikuti modul ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami dan melakukan
secara mandiri pemeriksaan fisik neurologis.

B. SASARAN PEMBELAJARAN KHUSUS (OBJECTIVE LEARNING)


Pada akhir pembelajaran modul ini, mahasiswa diharapkan dapat melakukan secara mandiri
dan benar:
1. Pemeriksaan Kesadaran dan Fungsi Kortikal Luhur.
2. Pemeriksaan Saraf-saraf Kranial.
3. Pemeriksaan Motorik.
4. Pemeriksaan Koordinasi & Keseimbangan.
5. Pemeriksaan Refleks.
6. Pemeriksaan Sensorik.
7. Pemeriksaan Tulang Belakang.
8. Pemeriksaan Lain: Pemeriksaan Kaku Kuduk, Penilaian Fontanela, Tanda Patrick &
Kontra-Patrick, Tanda Laseque, dan Pemeriksaan Chvostek.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 7


BAB III. STRATEGI, METODE PEMBELAJARAN DAN
METODE PENILAIAN
A. STRATEGI PEMBELAJARAN
1. Penjelasan disertai peragaan oleh instruktur.
2. Pembelajaran keterampilan klinis mandiri dibimbing/diawasi dan dikoreksi oleh instruktur.
3. Menonton video pemeriksaan.
4. Role play skenario.
5. Diskusi pleno.
6. Ujian OSCE skill lab.

B. METODE PEMBELAJARAN
1. Orientasi
Ini merupakan tahap untuk mendapatkan ilmu mengenai ruang lingkup Pemeriksaan Sistem
Saraf. Pengenalan ruang lingkup ini dilakukan dengan metode peragaan yang diberikan oleh
para instruktur. Peserta didik juga diberikan kesempatan untuk melakukan belajar mandiri di
internet atau perpustakaan untuk menambah wawasannya mengenai Pemeriksaan Sistem Saraf.

2. Pelatihan/Peragaan
Para instruktur akan memeragakan Teknik Pemeriksaan Sistem Saraf kepada peserta didik
yang telah dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil. Peserta didik selanjutnya melakukan
sendiri pemeriksaan Sistem Saraf kepada salah seorang teman pria dalam kelompok tersebut.
Instruktur mengawasi dan mengoreksi apabila ada kekeliruan dalam pemeriksaan fisik yang
dilakukan oleh mahasiswa tersebut.

3. Umpan Balik
Penilaian hasil pendidikan ditentukan berdasarkan hasil belajar mahasiswa, serta proses
bagaimana mahasiswa menjalani pendidikan ini. Untuk dapat mengikuti evaluasi ini,
mahasiswa harus memenuhi persyaratan mengikuti kegiatan dengan jumlah kehadiran minimal
80% instruktur. Ujian skill lab dilakukan dengan cara ujian pembelajaran keterampilan klinis.

C. METODE PENILAIAN
1. Keterampilan pemeriksaan sistem saraf yang dinilai oleh instruktur dengan menggunakan
daftar tilik.
2. Ujian OSCE Skill Lab.

D. TUGAS MAHASISWA
1. Mengikuti Penjelasan oleh Tim Penyusun Modul.
2. Mengikuti kegiatan pembelajaran keterampilan klinis didampingi oleh instruktur.
3. Melakukan sendiri pemeriksaan sistem saraf.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 8


BAB IV. LINGKUP BAHASAN DAN BUKU ACUAN
A. LINGKUP BAHASAN
1. PENGANTAR PEMERIKSAAN SISTEM SARAF
- Ruang lingkup & batasan kompetensi.
- Pola berpikir dalam melaksanakan & menginterpretasikan hasil pemeriksaan.
- Mengintegrasikan temuan klinis & membuat rencana diagnosis.
- Pemeriksaan sistem saraf pada keadaan-keadaan khusus.
2. PEMERIKSAAN KESADARAN & FUNGSI KORTIKAL LUHUR
- Penilaian tingkat kesadaran dengan skala koma Glasgow (GCS).
- Penilaian orientasi.
- Penilaian kemampuan berbicara & berbahasa.
3. PEMERIKSAAN SARAF-SARAF KRANIAL
- Pemeriksaan indra penghidu.
- Inspeksi lebar celah palpebra.
- Inspeksi pupil serta pemeriksaan reaksi pupil terhadap cahaya & obyek dekat.
- Pemeriksaan funduskopi.
- Penilaian gerakan bola mata dan diplopia.
- Penilaian nistagmus.
- Refleks kornea.
- Pemeriksaan sensibilitas wajah serta kekuatan otot-otot temporal & maseter.
- Penilaian kesimetrisan wajah & pergerakan wajah.
- Penilaian indra pengecapan.
- Penilaian indra pendengaran (lateralisasi dan konduksi udara & tulang).
- Inspeksi palatum.
- Penilaian kemampuan menelan.
- Penilaian otot sternokleidomastoideus & trapezius.
- Pemeriksaan lidah (saat tidak bergerak & bergerak).
4. PEMERIKSAAAN MOTORIK
- Inspeksi: habitus dan gerakan involuntar.
- Penilaian tonus otot.
- Penilaian kekuatan otot.
5. PEMERIKSAAN KOORDINASI & KESEIMBANGAN
- Inspeksi postur & cara berjalan (gait).
- Tes Romberg.
- Tes Romberg dipertajam.
- Pemeriksaan dismetri & tremor intensi (point-to-point testing).
- Pemeriksaan disdiadokokinesis.
6. PEMERIKSAAN REFLEKS
- Refleks superfisial (refleks abdomen, kremaster, refleks plantar, dan refleks anal).
- Refleks tendon (refleks biseps, triseps, brakioradialis, patela, dan Achilles serta
pemeriksaan klonus).
- Refleks patologis (refleks Hoffman, refleks Tromner, dan refleks plantar patologis).
- Refleks primitif/refleks regresi (refleks mencucu, rooting reflex, refleks menghisap,
refleks menggenggam, refleks glabela, dan refleks palmomental).
7. PEMERIKSAAN SENSORIK
- Penilaian sensasi eksteroseptif: nyeri.
- Penilaian sensasi eksteroseptif: suhu.
- Penilaian sensasi eksteroseptif: raba halus.
- Penilaian sensasi proprioseptif: rasa posisi.
- Penilaian sensasi diskriminatif: diskriminasi antara dua titik.
- Penilaian sensasi diskriminatif: mengenal bentuk.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 9


8. PEMERIKSAAN TULANG BELAKANG
- Inspeksi tulang belakang saat tidak bergerak.
- Inspeksi tulang belakang saat bergerak.
- Palpasi untuk menentukan titik nyeri.
- Palpasi untuk menilai nyeri pada tekanan vertikal.
- Perkusi tulang belakang.
9. PEMERIKSAAN LAIN
- Pemeriksaan kaku kuduk.
- Penilaian fontanela.
- Tanda Patrick & kontra-Patrick.
- Membangkitkan tanda tetani dengan cara Chvostek.
- Tanda Laseque.

B. BUKU ACUAN
1. Kembuan AHN, Karema W, Runtuwene R, Khosama H, Tumboimbela M, Mawuntu A, dkk.
Pemeriksaan neurologis: suatu pemeriksaan terstruktur. Bagian Neurologi FK Unsrat. 2017.
2. Biller J, Gruener G, Brazis P. DeMyer’s the neurologic examination: a programmed text. 6-
th ed. 2011. New York:McGraw-Hill.
3. Campbell WW. deJong’s: the neurologic examination. 7-th ed. 2005.
Philadelphia:Lippincott, Williams & Wilkins
4. Lindsay KW, Bone I, Callander R. Neurology and neurosurgery illustrated. 3-rd ed. 1997.
Edinburgh:Churchill Livingstone.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 10


BAB V. MATRIKS KEGIATAN
JADWAL SKILL LAB: PEMERIKSAAN SISTEM SARAF
HARI/
TOPIK JAM METODE PETUGAS
TANGGAL
Senin, - Penjelasan modul pada mahasiswa 13.00- - Presentasi Tim Modul
18 Feb 19 - Penjelasan/penyamaan persepsi 14.00 - Diskusi
pelaksanaan keterampilan pemeriksaan - Video
sistem saraf
Selasa, - Pengantar pemeriksaan sistem saraf 13.00- - Demonstrasi Instruktur
19 Feb 19 - Penilaian tingkat kesadaran dengan skala 16.00 - Video
koma Glasgow (GCS) - Praktik berpasangan
- Penilaian orientasi - Diskusi
- Penilaian kemampuan berbicara &
berbahasa
Rabu, - Pemeriksaan indra penghidu 13.00- - Demonstrasi Instruktur
20 Feb 19 - Inspeksi lebar celah palpebra 16.00 - Video
- Inspeksi pupil - Praktik berpasangan
- Reaksi pupil terhadap cahaya - Diskusi
- Reaksi pupil terhadap obyek dekat
- Pemeriksaan funduskopi
- Penilaian gerakan bola mata dan diplopia
- Penilaian nistagmus
Kamis, - Refleks kornea 13.00- - Demonstrasi Instruktur
21 Feb 19 - Penilaian sensibilitas wajah serta kekuatan 16.00 - Video
otot-otot temporal & maseter - Praktik berpasangan
- Penilaian kesimetrisan wajah & pergerakan - Diskusi
wajah
- Penilaian indra pengecapan
- Penilaian indra pendengaran (lateralisasi
dan konduksi udara & tulang)
- Inspeksi palatum
- Penilaian kemampuan menelan
- Penilaian otot sternokleidomastoideus &
trapezius
- Pemeriksaan lidah (saat tidak bergerak &
bergerak)
Senin, - Inspeksi: habitus dan gerakan involuntar 13.00- - Demonstrasi Instruktur
25 Feb 19 - Penilaian tonus otot 16.00 - Video
- Penilaian kekuatan otot - Praktik berpasangan
- Inspeksi postur & cara berjalan (gait) - Diskusi
- Tes Romberg
- Tes Romberg dipertajam
- Pemeriksaan dismetri & tremor intensi
- Pemeriksaan disdiadokokinesis
Selasa, - Refleks superfisial (refleks plantar, 13.00- - Demonstrasi Instruktur
26 Feb 19 abdomen, kremaster*, dan refleks anal*) 16.00 - Video
- Refleks tendon (refleks biseps, triseps, - Praktik berpasangan
brakioradialis, platela, dan Achilles) - Diskusi
- Klonus (klonus patela dan klonus kaki)
- Refleks patologis (tanda Hoffman-Tromner
dan respons plantar dan tanda Babinski)
- Refleks primitif (refleks mencucu, rooting
reflex, refleks menghisap, refleks
menggenggam, refleks glabela, dan refleks
palmomental)
* Tidak dipraktikkan

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 11


Rabu, - Penilaian sensasi eksteroseptif: nyeri. 13.00- - Demonstrasi Instruktur
27 Feb 19 - Penilaian sensasi eksteroseptif: suhu. 16.00 - Video
- Penilaian sensasi eksteroseptif: raba halus. - Praktik berpasangan
- Penilaian sensasi proprioseptif: rasa posisi. - Diskusi
- Penilaian sensasi diskriminatif: diskriminasi
antara dua titik.
- Penilaian sensasi diskriminatif: mengenal
bentuk.
Kamis, - Inspeksi tulang belakang saat tidak bergerak 13.00- - Demonstrasi Instruktur
28 Feb 19 - Inspeksi tulang belakang saat bergerak 16.00 - Video
- Palpasi untuk menentukan titik nyeri - Praktik berpasangan
- Palpasi untuk menilai nyeri pada tekanan - Diskusi
vertikal
- Perkusi tulang belakang
Senin, - Pemeriksaan kaku kuduk 13.00- - Demonstrasi Instruktur
04 Mar 19 - Penilaian fontanela 16.00 - Video
- Tanda Patrick & kontra-Patrick - Praktik berpasangan
- Membangkitkan tanda tetani dengan cara - Diskusi
Chvostek
- Tanda Laseque
Selasa, Pembahasan berbasis skenario 13.00- - Presentasi Instruktur
05 Mar 19 16.00 - Diskusi/Tanya Jawab
Rabu, - Diskusi terintegrasi & pleno 13.00- - Presentasi Tim Modul &
06 Mar 19 16.00 - Diskusi/Tanya Jawab Instruktur
- Simulasi Ujian - OSCE skills lab
Jumat, Evaluasi pelaksanaan modul 12.00- Diskusi Tim Modul &
08 Mar 19 16.00 Instruktur

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 12


BAB VI. MATERI MODUL & ASPEK YANG DINILAI
A. MATERI MODUL
PEMERIKSAAN KESADARAN & FUNGSI KORTIKAL
LUHUR
PENILAIAN TINGKAT KESADARAN DENGAN SKALA KOMA GLASGOW
Skala Koma Glasgow (SKG) atau Glasgow Coma Scale (GCS) adalah metode penilaian
kuantitatif kesadaran yang paling popular. Pemeriksaan ini meliputi aspek membuka mata (eye
opening=E), respons verbal (verbal respons=V), dan respons motorik (motor respons=M),
dengan skor GCS minimal adalah 3 dan maksimal adalah 15. GCS idealnya diperiksa terus-
menerus pada pasien yang dirawat inap.
Saat memeriksa GCS, ingatlah bahwa kita selalu mencari respons terbaik. Jika misalnya
saat diberi rangsang tekanan namun lengan kanan terlihat mampu melokalisasi rangsangan
sedangkan lengan kiri melakukan fleksi abnormal maka yang dipakai adalah respons lengan
kanan (lebih baik).
Baru-baru ini telah dibuat penyesuaian cara penilaian GCS. Skor GCS masih tetap tetapi
terdapat perubahan pada urutan pemeriksaan, beberapa istilah dalam kriteria dan tingkatan, serta
cara memberikan stimulus (Gambar 1). Berikut adalah skala penilaian GCS:
Kriteria Tingkatan Skor
Membuka mata/eye opening (E)
Membuka sebelum diberi rangsangan Spontan 4
Membuka setelah diberi perintah suara/suara lantang Terhadap suara 3
Membuka setelah diberi rangsangan pada ujung jari Terhadap tekanan 2
Tidak membuka sama sekali (tanpa faktor yang menghalangi) Tidak ada 1
Tertutup karena faktor lokal Tidak dapat dinilai NT

Respon motorik/motor respons (M)


Mematuhi dua perintah berbeda Menuruti perintah 6
Mengangkat tangan ke atas klavikula, ke arah rangsangan pada Melokalisasi 5
kepala dan leher
Melipat siku dengan cepat tetapi gerakan abnormal tidak Fleksi normal 4
dominan*
Melipat siku, gerakan abnormal dominan* Fleksi tidak normal 3
Ekstensi siku lengan Ekstensi 2
Tidak ada gerakan lengan/tungkai (tanpa faktor penghalang) Tidak ada 1
Ada paralisis atau faktor penghambat lain Tidak dapat dinilai NT

Respon verbal/verbal respons (V)


Menyebutkan nama, tempat, dan tanggal Orientasi baik 5
Orientasi tidak baik tetapi komunikasi jelas Bingung 4
Kata-kata jelas Kalimat 3
Mengerang Suara 2
Tidak ada suara yang terdengar, tanpa faktor pengganggu Tidak ada 1
Ada faktor yang menghalangi komunikasi Tidak dapat dinilai NT
*) Lihat gambar ciri-ciri respons fleksi (Gambar 2)

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 13


A B C
Gambar 1. Lokasi untuk stimulasi secara fisik.
A: Tekanan pada jari; B: Cubitan pada trapezius; C: Tekanan pada takik supraorbita.
Sumber: www.glasgowcomascale.org (2018).

Kanan Kiri
Gambar 2. Ciri-ciri respon fleksi. Panah warna terang adalah lokasi rangsangan,
panah warna gelap adalah arah gerakan
Kanan: Fleksi abnormal: Gerakan stereotipik yang lambat, lengan melipat di dada,
lengan bawah berotasi, ibu jari mengepal, ekstensi kaki.
Kiri: Fleksi normal: Cepat, bervariasi, lengan menjauh dari tubuh
Sumber: www.glasgowcomascale.org (2018).

Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti kegiatan pembelajaran keterampilan klinis mahasiswa dapat:
1. Melakukan pemeriksaan GCS dan interpretasinya.
2. Memahami keterbatasan pemeriksaan GCS.

Teknik Pemeriksaan
Urutan
Lakukan pemeriksaan dengan urutan sebagai berikut:

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 14


Membuka Mata (Eye Opening)
Pada awal, lihatlah apakah mata pasien terbuka spontan atau tidak. Jika ya, perhatikan
apakah tatapan pasien memperlihatkan atensi terhadap lawan bicara atau tidak. Jika mata pasien
terpejam, mintalah pasien untuk membuka mata. Jika pasien membuka mata, sambil
memberikan perintah yang lain, perhatikan apakah pasien dapat mempertahankan matanya tetap
dibuka atau hanya membuka sebentar lalu dipejamkan lagi.
Jika mata pasien tetap terpejam saat diminta membuka mata, berikan rangsangan tekanan
yang adekuat. Biasanya ini dilakukan dengan menekan bantalan kuku jari tangan atau kaki
dengan batang pensil atau menekan takik supraorbita. Catat temuan Anda untuk komponen eye
opening.
Respons Motorik (Motor Response)
Sapalah pasien lalu mintalah pasien melakukan dua hal sederhana seperti mengangkat
lengan kanan dan memegang telinga kiri. Jika pasien tidak dapat melakukannya, berikan
rangsangan tekanan.
Hal penting tentang memberikan rangsangan tekanan adalah lakukan itu dengan teknik yang
mampu membangkitkan stimulus yang adekuat tetapi tidak mencederai pasien. Beberapa cara
yang sering dilakukan adalah:
1. Mencubit otot trapezius
2. Menekan takik supraorbita.
Saat memberikan rangsangan, lihatlah respons pasien. Jika pasien menepis tangan Anda
yang sedang memberikan rangsang tekanan di leher dan di kepala maka kita menganggap
pasien mampu melokalisasi rangsangan. Jika pasien hanya menggerak-gerakkan badannya saat
diberi rangsangan di kepala dan leher maka kita menganggap pasien tidak mampu melokalisasi
nyeri namun melakukan fleksi normal atau menarik lengannya (withdrawing). Jika saat diberi
rangsangan tekanan pasien memberikan respons berupa kedua lengan fleksi maka kita
menganggap pasien hanya mampu melakukan fleksi abnormal atau sikap dekortikasi. Jika saat
diberi rangsangan tekanan pasien memberikan respons berupa kedua lengan ekstensi di samping
tubuh maka respons pasien adalah sikap deserebrasi. Jika tidak ada respons maka kita anggap
tidak berespons. Catat temuan Anda untuk komponen motor response.
Respons Verbal (Verbal Response)
Sapalah pasien. Tanyakan namanya, apa yang dia rasakan, dan apakah dia tahu di mana dia
berada sekarang, dan tanggal berapa sekarang. Nilailah apakah pasien dapat bercakap-cakap
dengan orientasi yang baik, bercakap-cakap dengan orientasi yang tidak baik, hanya
mengeluarkan kata-kata yang tidak membentuk kalimat, hanya mengeluarkan suara tidak jelas,
atau tidak ada respons. Penilaian Anda akan menjadi komponen verbal response.

Penilaian
- Tulis nilai masing-masing komponen dan penjumlahannya seperti berikut: E...M...V... = ....
Contohnya, jika hasil pemeriksaan eye 3, motoric 5, dan verbal 4 maka ditulis E3M5V4 = 12.
- Skor terendah adalah 3 dan skor tertinggi 15. GCS 15 dianggap sadar penuh (kompos
mentis), GCS 3-14 dianggap kesadaran menurun dengan GCS <8 dianggap koma.

Catatan Khusus
Pada beberapa keadaan seperti edema kelopak mata atau pasien dengan sedasi dan
terintubasi, GCS sulit diterapkan. Selain itu, GCS juga tidak sensitif terhadap fungsi batang otak
(tidak ada penilaian ukuran dan reaktivitas pupil), sehingga muncul modifikasi GCS dan
beberapa usulan baru untuk skala kesadaran yang lebih dapat diandalkan. Namun metode-
metode tersebut masih belum diterima secara universal.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 15


DAFTAR TILIK PENILAIAN
Nilai
No. Aspek yang dinilai
0 1 2
1. Pemeriksaan komponen membuka mata
2. Pemeriksaan respons motorik
3. Pemeriksaan respons verbal
4. Interpretasi hasil
5. Melakukan pemeriksaan dengan menunjukkan penghormatan dan empati
serta tidak melakukan tindakan yang dapat mencederai pasien
Total Nilai
Keterangan :
0 : tidak dilakukan sama sekali
1 : dilakukan tapi tidak sempurna
2 : dilakukan dengan sempurna

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 16


PENILAIAN ORIENTASI
Orientasi adalah kemampuan untuk mengenali diri sendiri dalam hubungannya dengan
lingkungan sekitar. Untuk itu dibutuhkan atensi dan kemampuan perseptual yang adekuat serta
memori. Penilaian orientasi mencakup orientasi orang (identitas diri sendiri: misalnya nama,
umur, status pernikahan; dan orang lain yang dikenal serta berada di sekitar pasien), tempat
(nama tempat dilakukan pemeriksaan, nama kota), dan waktu (hari, tanggal, bulan, dan tahun).
Sebagai catatan, pemeriksaan orientasi adalah bagian dari pemeriksaan neurobehaviour atau
fungsi kortikal luhur. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan secara menyeluruh dan tidak
sepotong-sepotong. Hanya saja, dalam pembelajaran keterampilan klinis ini kita hanya akan
mempraktikkan dua pemeriksaan. Oleh karena itu, mahasiswa juga perlu mengetahui
pemeriksaan neurobehaviour yang mencakup atensi dan orientasi, bahasa, memori, visuospasial,
dan fungsi eksekutif.

Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis mahasiswa dapat:
1. Memahami bahwa orientasi adalah bagian dari pemeriksaan neurobehaviour.
2. Memahami komponen-komponen orientasi secara umum.
3. Melakukan pemeriksaan orientasi pasien secara umum dengan menanyakan orang, tempat,
dan waktu serta penilaiannya.

Teknik Pemeriksaan
- Pemeriksa menyapa pasien dan atau pendamping.
- Pemeriksa menjelaskan bahwa dia akan menanyakan beberapa hal kepada pasien dan
meminta izin.
- Pemeriksa menanyakan nama lengkap pasien dan pendamping saat itu yang seharusnya
dikenal pasien (misalnya pasangan, anak, dan orang tua).
- Pemeriksa menanyakan apakah pasien tahu saat ini berada di mana: Ruangan, lantai,
kota/kabupaten, provinsi, dan negara.
- Pemeriksa menanyakan apakah pasien tahu waktu saat ini: siang atau malam, hari, tanggal,
bulan, tahun, dan musim.

Penilaian
- Nilai komponen orientasi umum mana saja yang terganggu.

DAFTAR TILIK PENILAIAN


Nilai
No. Aspek yang dinilai
0 1 2
1. Memberi salam dan menyapa pasien dengan sapaan yang sopan.
2. Memperkenalkan diri pada pasien.
3. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada pasien.
4. Memberikan kesempatan pasien untuk bertanya dan meminta izin kepada
pasien untuk memulai pemeriksaan.
5. Pemeriksaan orientasi orang.
6. Pemeriksaan orientasi tempat.
7. Pemeriksaan orientasi waktu.
8. Interpretasi hasil.
9. Mengucapkan terima kasih.
Total Nilai
Keterangan :
0 : tidak dilakukan sama sekali
1 : dilakukan tapi tidak sempurna
2 : dilakukan dengan sempurna

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 17


PENILAIAN KEMAMPUAN BERBICARA & BERBAHASA
Komponen bahasa dapat dinilai dengan baik jika pemeriksaan atensi (kemampuan
memusatkan perhatian) normal. Jika tidak, maka kemampuan berbahasa sulit dinilai dengan
terinci. Komponen utama bahasa yang dinilai yaitu fluency (kelancaran), pemahaman, repetisi,
penamaan. Selain komponen utama tadi, dapat juga dinilai kemampuan menulis dan membaca
Afasia, atau agnosia dengan apraksia bahasa, adalah ketidakmampuan memahami dan atau
mengekspresikan kata-kata sebagai simbol komunikasi, meskipun status mental dan jaras
sensorimotor primer untuk menerima dan mengekspresikan bahasa relatif intak. Gangguan
bahasa harus dibedakan dengan gangguan bicara yang dapat berupa disfonia (gangguan
produksi suara di laring), disartria (gangguan artikulasi bicara), disprosodi (terdiri dari s canning
speech karena serebelar; plateau speech karena penyakit parkinson; bicara gagap, berantakan,
dan hilangnya intonasi karena lesi serebral), disfasia (gangguan dalam pemahaman dan
pengungkapan kata sebagai simbol komunikasi), dan afonia/mutisme (kelainan bicara
neuropsikiatrik berupa curah verbal yang sedikit atau tidak ada).
Terdapat beberapa uji formal untuk fungsi bahasa seperti Boston Diagnostic Aphasia
Examination dan Western Aphasia Battery untuk menguji kemampuan pasien membaca,
menulis, menamai benda, mengulangi kata-kata dan kalimat, maupun mengikuti perintah
tertulis dan perintah verbal. Pada beberapa tes neurobehaviour yang umum dipakai seperti mini-
mental state examination (MMSE) atau Indonesia Montreal cognitive assesment (Ina-MoCA)
terdapat juga bagian untuk memeriksa fungsi bahasa secara singkat.
Lokasi lesi (topis) yang menyebabkan afasia terdapat pada hemisfer serebri kiri pada
hampir semua pasien yang kinan dan sebagian besar pasien kidal. Etiologinya bermacam-
macam seperti gangguan vaskular, trauma, neoplasma, infeksi, dan proses degeneratif.

Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Memahami dasar teori gangguan bahasa dan perbedaan gangguan bahasa dengan gangguan
bicara.
2. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
bahasa.
3. Melakukan pemeriksaan bahasa dan penilaiannya.

Teknik Pemeriksaan
Saat melakukan anamnesis, dengarkan pemilihan kata, penggantian kata, pencarian kata,
artikulasi bicara, kelancaran berbicara, irama bicara, dan kuantitas pembicaraan. Selanjutnya,
untuk menguji kemampuan mengulang, minta pasien mengulangi tiga sampai lima kata yang
diucapkan pemeriksa. Ujilah pemahaman bahasa dengan memberikan beberapa pertanyaan dan
perintah. Tunjukkan kepada pasien beberapa barang dan tanyakan apa nama setiap barang yang
ditunjukkan untuk memeriksa penamaan.
Untuk memeriksa kemampuan menulis, mintalah pasien menulis kalimat yang Anda
diktekan. Setelah itu, minta pasien membaca sebuah kalimat tertulis guna memeriksa
kemampuan menulis.

Penilaian
Gangguan proses bahasa disebut afasia. Berdasarkan temuan klinis pada tes bahasa, afasia
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Tipe Afasia Kelancaran Pemahaman Pengulangan Penamaan Lokasi
Lesi
Broca ¯ Baik ¯ ¯ 1
Wernicke Baik* ¯ ¯ ¯ 2
Konduksi Baik** Baik ¯ ¯ 3
Transkortikal ¯ Baik Baik Bisa normal 4

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 18


motorik
Transkortikal Baik ¯ Baik Biasanya 5
sensorik Normal
Global ¯/- ¯¯ ¯¯ ¯¯ 6
Keterangan: *curah verbal berantakan/campur aduk; ** artikulasi buruk; ¯ buruk; ¯¯ sangat buruk; 1:operkulum
frontal inferior posterior kiri; 2: operkulum temporal, parasilvian posterior; 3: parasilvian posterior; 4: frontal hingga
striatum; 5: Parietal, temporal termasuk sirkuit talamokortikal; 6: Seluruh area parasilvian.

DAFTAR TILIK PENILAIAN


Nilai
No. Aspek yang dinilai
0 1 2
1. Memberi salam dan menyapa pasien dengan sapaan yang sopan.
2. Memperkenalkan diri pada pasien.
3. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada pasien.
4. Memberikan kesempatan pasien untuk bertanya dan meminta izin kepada
pasien untuk memulai pemeriksaan.
5. Pemeriksaan kelancaran bahasa.
6. Pemeriksaan pemahaman bahasa.
7. Pemeriksaan pengulangan bahasa.
8. Pemeriksaan penamaan bahasa.
9. Interpretasi hasil.
10. Mengucapkan terima kasih.
Total Nilai
Keterangan :
0 : tidak dilakukan sama sekali
1 : dilakukan tapi tidak sempurna
2 : dilakukan dengan sempurna

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 19


PEMERIKSAAN SARAF-SARAF KRANIAL
Syarat utama pemeriksaan nervus-nervus kranialis adalah pengetahuan tentang istilah-
istilah kedokteran, anatomi, dan fisiologi otak, medula spinalis, dan tentu saja nervus-nervus
kranialis. Sebagai penyegar, terdapat 12 pasang nervus kranialis dengan berbagai fungsi seperti
sensorik khusus, sensorik, somatomotorik, viseromotorik, dan parasimpatetik. Nervus-nervus
tersebut adalah:
1. Nervus I (n. I)/ n. olfaktorius.
2. Nervus II (n. II)/ n. optikus.
3. Nervus III (n. III)/ n. okulomotorius.
4. Nervus IV (n. IV)/ n. troklearis.
5. Nervus V (n. V)/ n. trigeminus.
6. Nervus VI (n. VI)/ n. abdusens.
7. Nervus VII (n. VII)/ n. fasialis.
8. Nervus VIII (n. VIII)/ n. vestibulokoklearis.
9. Nervus IX (n. IX)/ n. glosofaringeus.
10. Nervus X (n. X)/ n. vagus.
11. Nervus XI (n. XI)/ n. aksesorius.
12. Nervus XII (n. XII)/ n. hipoglosus.
Saat memeriksa nervus-nervus kranialis, Anda harus menentukan apakah benar terdapat
gangguan saraf. Jika ada, di mana letak gangguannya dan temuan patologis lain yang mungkin
berhubungan. Sebagai catatan untuk diingat, meski judul yang digunakan adalah nervus-nervus
kranialis, namun pemeriksaan yang kita lakukan sebenarnya tidak hanya memeriksa nervusnya
namun juga hubungannya dengan pusat pengendali di susunan saraf pusat.

PEMERIKSAAN INDRA PENGHIDU


Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
indra penghidu.
2. Melakukan pemeriksaan indra penghidu dan penilaiannya.

Teknik Pemeriksaan
- Dari anamnesis kita dapat memperoleh petunjuk adanya kemampuan menghidu yang
menurun, terlalu sensitif, menghidu bau-bau yang tidak enak, salah menafsirkan bau, atau
menghidu bau-bauan yang sebenarnya tidak ada. Faktor-faktor penyebab seperti
kemungkinan neoplasma, trauma, infeksi, atau epilepsi juga dapat dilacak dari anamnesis.
- Jelaskan pada pasien tentang tindakan yang akan Anda lakukan.
- Periksalah hidung pasien untuk mencari adanya deformitas, jejas, atau sekret hidung yang
mungkin berhubungan dengan trauma, perdarahan spontan, kebocoran dura mater, infeksi,
dan neoplasma. Kemudian, dengan menggunakan senter kepala dan spekulum hidung,
periksalah kedua kavum nasi pasien untuk melihat apakah ada edema konka, polip, deviasi
septum berat, atau hal lain yang akan menghalangi pemeriksaan.
- Minta pasien menutup mata kemudian menutup salah satu lubang hidungnya.
- Dekatkan botol-botol berisi bubuk kopi, teh, dan tembakau satu per satu.
- Minta pasien menghirup udara lalu menyebutkan bau yang dihidunya.
- Ulangi pemeriksaan untuk lubang hidung sebelahnya.
- Tanyakan juga pada pasien apakah kekuatan bau-bauannya sama antara kanan dan kiri.
- Beberapa penulis menganjurkan untuk menyertakan satu bau-bauan yang menyengat seperti
amonia. Tujuannya adalah untuk memeriksa kepekaan nervus trigeminus di hidung. Hal ini
karena bau-bauan yang bersifat iritatif akan menstimulasi reseptor sensorik nervus
trigeminus dan bukan nervus olfaktorius.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 20


Penilaian
- Harus diingat bahwa halangan pasase udara seperti karena edema konka dan polip dapat
menurunkan kemampuan menghidu.
- Identifikasi bila salah satu atau kedua hidung tidak mampu menghidu.
- Bandingkan kiri dan kanan, apakah ada perbedaan penafsiran bau.
- Padukan dengan temuan patologis di tempat lain.
- Hiperosmia adalah peningkatan sensitifitas indra penghidu terhadap bau-bauan.
- Hiposmia adalah penurunan kemampuan indra penghidu yang berhubungan dengan
kerusakan parsial.
- Anosmia adalah hilangnya kemampuan indra penghidu secara total yang berhubungan
dengan kerusakan total.
- Kakosmia adalah sensasi menghidu bau busuk yang tidak berhubungan dengan bau tertentu.
- Parosmia adalah salah persepsi bau. Misalnya bau teh disebut bau sabun.
- Halusinasi olfaktorius adalah fenomena menghidu bau-bauan, umumnya yang tidak enak,
meski bau-bauan tersebut tidak ada.

DAFTAR TILIK PENILAIAN


Nilai
No. Aspek yang dinilai
0 1 2
1. Memberi salam dan menyapa pasien dengan sapaan yang sopan.
2. Memperkenalkan diri pada pasien.
3. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada pasien.
4. Memberikan kesempatan pasien untuk bertanya dan meminta izin kepada
pasien untuk memulai pemeriksaan.
5. Memeriksa hidung pasien untuk mencari adanya deformitas, jejas, atau
sekret hidung yang mungkin berhubungan dengan trauma, perdarahan
spontan, kebocoran dura mater, infeksi, dan neoplasma. (disebutkan
sambil melakukan)
Menggunakan senter kepala dan spekulum hidung, memeriksa kedua
kavum nasi pasien untuk melihat apakah ada edema konka, polip, deviasi
septum berat, atau hal lain yang akan menghalangi pemeriksaan.
(disebutkan sambil melakukan)
6. Meminta pasien menutup mata kemudian menutup salah satu lubang
hidungnya.
7. Membuka lalu mendekatkan botol-botol berisi bubuk kopi, teh, dan
tembakau satu per satu.
Meminta pasien menghirup udara lalu menyebutkan bau yang dihidunya.
8. Mengulangi pemeriksaan untuk lubang hidung sebelahnya.
9. Menanyakan pada pasien apakah kekuatan bau-bauannya sama antara
kanan dan kiri.
10. Meminta pasien membuka mata dan mengucapkan terima kasih.
Total Nilai

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 21


INSPEKSI LEBAR CELAH PALPEBRA
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan pemeriksaan celah
palpebra.
2. Melakukan pemeriksaan celah palpebra.
3. Mengetahui perbedaan ptosis, pseudoptosis, dan lagoftalmus.

Teknik Pemeriksaan
- Jelaskan pada pasien tentang tindakan yang akan Anda lakukan.
- Minta pasien memandang ke jauh ke depan.
- Perhatikan bola mata dan palbebra. Apakah posisi bola mata menonjol ke luar (eksoftalmus)
atau ke dalam (enoftalmus). Lihat juga apakah ada deformitas atau jejas di bola mata dan
palpebra serta apakah ada gerakan-gerakan kelopak mata yang berlangsung hilang-timbul
atau terus-menerus.
- Amati kedipan bola mata. Apakah kedua mata mengedip atau ada yang tidak mengedip.
- Perhatikan apakah lebar celah kelopak mata kanan dan kiri simetris atau tidak.
- Untuk memeriksa muskulus orbikularis okuli minta pasien menutup matanya sendiri.
Perhatikan apakah keduanya menutup secara simetris atau tidak. Jika ragu, minta pasien
membuka mata kembali dan memejamkan mata sekuat-kuatnya setelah itu cobalah
membuka kedua matanya dengan menarik kedua palpebra superior ke atas menggunakan
jari Anda. Katakan, “sekarang tutuplah kedua mata Anda sekuat-kuatnya dan jangan biarkan
saya membukanya.”
- Untuk memeriksa muskulus levator palpebra, minta pasien untuk membuka matanya dan
melihat ke langit-langit.

Penilaian
- Ingatlah bahwa gangguan jaringan ikat seperti jaringan parut ataupun penonjolan bola mata
karena massa retrobulbar dapat memberikan gambaran asimetrisitas celah palpebra. Hal ini
harus disingkirkan dulu sebelum memikirkan sebab neurogenik.
- Ketidakmampuan untuk menutup mata disebut lagoftalmus.
- Ketidakmampuan untuk membuka mata disebut ptosis. Ingat bahwa pada saat inspeksi
kelopak mata yang jatuh sudah bisa terlihat. Meskipun demikian kita harus
membedakannya dengan pseudoptosis. Pseudoptosis disebabkan gangguan muskulus
Muller. Apabila saat melirik ke atas, ptosisnya hilang maka yang kita amati adalah
pseudoptosis dan apabila saat melirik ke atas ptosis tetap ada maka yang kita amati adalah
ptosis sejati.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 22


DAFTAR TILIK PENILAIAN
Nilai
No. Aspek yang dinilai
0 1 2
1. Memberi salam dan menyapa pasien dengan sapaan yang sopan.
2. Memperkenalkan diri pada pasien.
3. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada pasien.
4. Memberikan kesempatan pasien untuk bertanya dan meminta izin kepada
pasien untuk memulai pemeriksaan.
5. Meminta pasien memandang ke jauh ke depan.
6. Memperhatikan bola mata dan palbebra. Apakah posisi bola mata
menonjol ke luar (eksoftalmus) atau ke dalam (enoftalmus). Lihat juga
apakah ada deformitas atau jejas di bola mata dan palpebra serta apakah
ada gerakan-gerakan kelopak mata yang berlangsung hilang-timbul atau
terus-menerus (disebutkan sambil dilakukan).
Mengamati kedipan bola mata. Apakah kedua mata mengedip atau ada
yang tidak mengedip (disebutkan sambil dilakukan).
7. Mengamati apakah lebar celah kelopak mata kanan dan kiri simetris atau
tidak (disebutkan sambil dilakukan).
8. Meminta pasien menutup matanya sendiri. Mengamati apakah keduanya
menutup secara simetris atau tidak (disebutkan sambil dilakukan).
9. Meminta pasien untuk membuka matanya dan melihat ke langit-langit.
Mengamati apakah kedua kelopak atas mata terangkat secara simetris
(disebutkan sambil dilakukan).
10. Mengucapkan terima kasih.
Total Nilai

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 23


INSPEKSI PUPIL SERTA PEMERIKSAAN REAKSI PUPIL TERHADAP
CAHAYA & OBYEK DEKAT
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang pemeriksaan pupil.
2. Melakukan pemeriksaan inspeksi pupil, reaksi pupil terhadap cahaya, dan reaksi pupil
terhadap obyek dekat/akomodasi.

Teknik Pemeriksaan
Inspeksi pupil
- Minta pasien untuk duduk dan melihat ke depan.
- Periksalah apakah sebelumnya pasien diberi obat tetes mata yang mungkin melebarkan atau
mengecilkan pupilnya.
- Carilah apakah ada pigmentasi di limbus iris.
- Periksalah kedua bola mata untuk mencari tahu ada tidaknya kelainan struktural.
- Minta pasien melihat lurus ke depan.
- Letakan senter di bawah dagu pasien menghadap ke atas agar dapat menerangi pupil secara
tidak langsung.
- Identifikasi pupil kanan dan kiri. Lihat bentuk (bulat, lonjong, seperti tetes air mata, atau
iregular), ukuran, dan kesamaan ukuran kiri dan kanan.
- Perhatikan apakah ada hipus atau tidak.
- Redupkan lampu ruangan.
- Amati dilatasi kedua pupil setelah lampu diredupkan, lima menit, dan 15 menit kemudian.

Pemeriksaan reaksi pupil terhadap cahaya


- Informasikan pada pasien bahwa Anda akan menyorot matanya dengan senter.
- Sambil salah satu tangan Anda masih memegang senter tadi, ambil penlight dengan tangan
yang lain dan sorotkan ke mata kanan pasien.
- Perhatikan apakah ada konstriksi pupil dan catat seberapa besar konstriksinya (misalnya
pupil berukuran 5mm berkonstriksi menjadi 3mm).
- Perhatikan pula apakah pupil yang tidak disorot secara langsung juga ikut berkonstriksi atau
tidak.
- Selanjutnya sorot penlight ke mata kiri dan lakukan hal yang sama.
- Periksalah apakah ada pupil Marcus-Gunn dengan cara: Sorot mata kanan dengan penlight
lalu perhatikan apakah kedua pupil berkonstriksi. Diamkan beberapa detik lalu ayunkan
(karena itu pemeriksaan ini disebut juga swinging torch test) penlight ke mata kiri,
perhatikan apakah pupil mata kiri berdilatasi. Ulangi hal yang sama dengan mata kiri
disorot lebih dulu.
- Pada kasus-kasus tertentu, pupil seolah-olah tidak bergerak atau sulit menilai gerakan pupil.
Untuk kasus seperti itu, gunakan senter yang lebih terang dan amati pupil menggunakan
kaca pembesar atau kaca mata lup.
Pemeriksaan reaksi pupil terhadap obyek dekat
- Pasien diposisikan pada posisi duduk atau berbaring.
- Minta pasien untuk memfiksasi penglihatan pada jari pemeriksa yang berjarak satu meter di
depan wajah pasien.
- Tangan pemeriksa yang lain dapat digunakan untuk mengangkat kelopak mata atas pasien
agar pupil lebih jelas terlihat.
- Sambil memperhatikan ukuran pupil pasien, pemeriksa secara perlahan mendekatkan
jarinya mendekati wajah pasien.
- Minta pasien untuk mengikuti gerakan tangan pemeriksa.
- Amati reaksi pupil dan gerakan bola mata.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 24


Penilaian
- Catatlah bentuk, ukuran (dalam milimeter), dan isokoritas pupil. Pupil normal berbentuk
bulat dengan warna hitam di tengahnya, berdiameter 3–4mm, dan isokor kanan dan kiri.
- Pupil iregular dapat disebabkan oleh penyakit seperti neurosifilis atau bekas operasi.
- Pigmentasi di limbus antara lain dapat disebabkan oleh cincin Kayser-Fleischer atau arkus
senilis.
- Warna opak di lensa sering disebabkan oleh kekeruhan lensa/ katarak.
- Konstriksi pupil yang berlebihan disebut miosis. Miosis yang berat disebut kormiosis atau
pin point pupil.
- Dilatasi pupil yang berlebihan disebut midriasis. Midriasis berat disebut korektasia.
- Perbedaan ukuran pupil kanan dan kiri disebut anisokoria.
- Saat meredupkan lampu, perhatikan lamanya kedua pupil untuk melebar.
- Normalnya pupil akan berdilatasi dalam waktu maksimal lima detik. Jika jeda dilatasi lebih
daripada lima detik maka mungkin terdapat gangguan jalur simpatetik ke mata (misalnya
pupil Argyll-Robertson) atau karena fenomena pupil tonik (misalnya pupil Adie).
- Saat memeriksa refleks cahaya, amati reaksi konstriksi pupil di mata yang disinari dan yang
tidak disinari. Apakah kedua pupil berkonstriksi secara bersama-sama dan diameternya
sama atau tidak. Catat bila ada pupil yang terlambat berkonstriksi.
- Saat melakukan swinging torch test, perhatikan apakah ada pupil mata yang berdilatasi saat
lampu senter diarahkan ke mata itu dan perhatikan apakah saat mata lain disinari, pupil
mata tersebut akan berkonstriksi.
- Akomodasi penglihatan dekat terdiri dari tiga hal, yaitu konvergensi dari kedua muskulus
rektus medial, konstriksi pupil, dan penebalan lensa mata. Ketiganya disebut refleks
akomodasi.
- Gangguan akomodasi dapat melibatkan seluruh komponen akomodasi atau salah satu saja.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 25


DAFTAR TILIK PENILAIAN
Nilai
No. Aspek yang dinilai
0 1 2
1. Memberi salam dan menyapa pasien dengan sapaan yang sopan.
2. Memperkenalkan diri pada pasien.
3. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada pasien.
4. Memberikan kesempatan pasien untuk bertanya dan meminta izin kepada
pasien untuk memulai pemeriksaan.
Inspeksi pupil
5. Meminta pasien untuk duduk dan melihat ke depan.
Memeriksa apakah sebelumnya pasien diberi obat tetes mata yang
mungkin melebarkan atau mengecilkan pupilnya (disebutkan).
Memeriksa kedua bola mata untuk mencari tahu ada tidaknya kelainan
struktural (disebutkan).
Mengamati apakah ada pigmentasi di limbus iris (disebutkan).
6. Meminta pasien melihat lurus ke depan
7. Meletakan senter di bawah dagu pasien menghadap ke atas.
8. Mengidentifikasi pupil kanan dan kiri. Meliihat bentuk, ukuran, dan
kesamaan ukuran kiri dan kanan (disebutkan).
Memeriksa apakah ada hipus atau tidak.
Pemeriksaan reaksi pupil terhadap cahaya
9. Menginformasikan pada pasien bahwa pemeriksa akan menyorot mata
pasien dengan senter.
10. Sambil salah satu tangan pemeriksa masih memegang senter tadi, tangan
yang lain menyorotkan penlight ke mata kanan pasien.
11. Memperhatikan apakah ada konstriksi pupil dan mencatat seberapa besar
konstriksinya (disebutkan).
12. Memperhatikan apakah pupil yang tidak disorot secara langsung juga ikut
berkonstriksi atau tidak (disebutkan).
13. Mengulangi di mata kiri.
Pemeriksaan reaksi pupil terhadap obyek dekat
14. Pasien diposisikan pada posisi duduk atau berbaring.
15. Minta pasien untuk memfiksasi penglihatan pada jari pemeriksa yang
berjarak satu meter di depan wajah pasien.
16. Tangan pemeriksa yang lain dapat digunakan untuk mengangkat kelopak
mata atas pasien agar pupil lebih jelas terlihat.
17. Sambil memperhatikan ukuran pupil pasien, pemeriksa secara perlahan
mendekatkan jarinya mendekati wajah pasien.
18. Minta pasien untuk mengikuti gerakan tangan pemeriksa.
19. Amati reaksi pupil dan gerakan bola mata.
20. Mengucapkan terima kasih.
Total Nilai

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 26


PEMERIKSAAN FUNDUSKOPI
Fundus okuli adalah bagian posterior dari struktur interior bola mata yang terutama terdiri
dari retina. Saat dilihat dengan oftalmoskop, jika media refraksi baik, maka akan retina akan
memantulkan cahaya merah yang dikenal dengan refleks merah. Dengan oftalmoskop kita dapat
melihat papil nervus optikus di pars nasalis fundus okuli. Papil normal berbentuk bulat atau
agak oval, berwarna jingga, dan berbatas jelas. Di bagian tengahnya terlihat struktur seperti
lingkaran yang tidak terlalu jelas yang disebut diskus optikus atau optic cup. Dengan
memainkan dioptri oftalmoskop, optic cup akan terlihat lebih jelas. Dengan memainkan optic
cup kita juga bisa melihat lamina kribrosa yang berwarna keabu-abuan di belakang optic cup.
Dari tengah optic cup terdapat arteri sentralis retina bersama dengan vena sentralis retina. Arteri
tampak lebih terang dan lebih kecil daripada vena dengan perbandingan normal 2:3. Pada
orang-orang tertentu kita dapat melihat denyutan vena sentralis retina yang disebut pulsasi vena.
Di samping arteri sentralis retina terdapat arteri lain yang lebih kecil yaitu arteri siliaris brevis.
Di bagian lateral papil kita dapat melihat makula berupa bercak berwarna kemerahan
dengan bercak kekuningan yang lebih kecil di tengahnya. Makula berperan penting dalam visus
sentral. Visus sentral berperan dalam penglihatan warna namun kurang berperan pada
penglihatan dalam suasana kurang cahaya. Berbeda dengan visus perifer yang tidak mampu
membedakan warna namun banyak berperan pada penglihatan dalam suasana kurang cahaya.

Gambar 3. Fundus okuli normal.


Sumber : Suryamihardja (2005).

Banyak temuan klinis yang bisa kita dapatkan dengan pemeriksaan funduskopi. Beberapa di
antaranya adalah papiledema, atrofi papil, perdarahan retina, sklerosis arteri, dan eksudat.
Deskripsi temuan-temuan tersebut tidak akan dibahas di sini.
Oftalmoskop adalah perangkat optik yang digunakan untuk memeriksa fundus. Ada dua
jenis oftalmoskop yaitu oftalmoskop direk dan indirek. Kita akan mempergunakan oftalmoskop
direk. Oftalmoskop yang kita pakai terdiri atas tangkai dan kepala. Tangkai berguna untuk
memegang dan tempat baterai sedangkan kepala sebagai alat utama. Di kepala terdapat lubang
intip tempat kita melihat, cincin fokus yang dapat diputar-putar searah atau berlawanan arah
dengan jarum jam, indikator fokus, dan pemilih mode sinar.
Indikator fokus biasanya berskala -15 dioptri sampai +15 dioptri. Ada beberapa alat yang
menggunakan warna hijau dan merah untuk mewakili nilai positif dan negatif. Mode sinar dapat
berupa sinar berdiameter besar, diameter kecil, slit, sinar hijau, dan sinar dengan penanda target.
Untuk mengamati mata yang pupilnya dilebarkan dapat digunakan sinar berdiameter besar.
Untuk yang pupilnya tidak dilebarkan dapat digunakan sinar diameter kecil. Untuk memperjelas
perdarahan digunakan sinar hijau.

Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
ketajaman penglihatan dan lapangan pandang.
2. Mengetahui anatomi fundus okuli.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 27


3. Mengetahui fungsi-fungsi tiap bagian oftalmoskop.
4. Melakukan pemeriksaan fundus okuli tanpa melebarkan pupil.
5. Mengidentifikasi refleks merah, papil nervus optikus, dan diskus optikus.

Alat Yang Diperlukan


- Sarung tangan periksa dan masker.
- Ruangan dengan lampu yang dapat diredupkan.
- Kursi periksa dan kursi pemeriksa.
- Oftalmoskop +/- 15 dioptri.

Gambar 4. Oftalmoskop direk sederhana +/- 15 Dioptri.

Teknik Pemeriksaan
- Untuk funduskopi rutin kita jarang mendilatasikan pupil. Jika hal ini dilakukan, catatlah hal
itu dan jangan lupa untuk mengembalikan efek midriatikum (obat pelebar pupil) pada akhir
pemeriksaan.
- Jelaskan pada pasien tentang pemeriksaan yang akan Anda lakukan. Jelaskan juga bahwa
kita Anda akan menggelapkan ruangan, sinar lampu mungkin akan terasa menyilaukan, dan
pasien perlu tetap mempertahankan matanya agar tidak bergerak selama diperiksa.
- Minta pasien duduk dan redupkan lampu ruangan.
- Kenakan masker dan sarung tangan periksa.
- Minta pasien menatap lurus ke depan dan memfiksasi pandangan ke suatu titik.
- Nyalakan oftalmoskop, atur fokus di 0. Pilih mode sinar diameter besar atau kecil, lalu
arahkan sinar ke pupil kanan pasien. Biasanya arah sinar membentuk sudut 15 O dengan arah
fiksasi mata.
- Pegang oftalmoskop di dekat hidung Anda dan lihat lewat lubang intip menggunakan mata
kanan saat melihat mata kanan pasien dan sebaliknya.
- Apabila media refraksi masih baik, Anda akan melihat refleks merah yang jelas dan tajam.
- Dekatkan wajah Anda ke wajah pasien sambil tetap memegang oftalmoskop dekat hidung
Anda. Idealnya oftalmoskop hampir menyentuh mata pasien, menyisakan jarak sekitar 1cm.
- Cari fokus untuk pemeriksaan yang sesuai. Jika pasien/pemeriksa hipermetropia putar fokus
cincin sesuai arah jarum jam. Bila miopia putar berlawanan arah jarum jam.
- Carilah papil nervus optikus. Biasanya berlokasi di bagian nasal dari sumbu mata. Jika
belum menemukan, coba telusuri salah satu pembuluh darah hingga sampai di pembuluh
darah sentral.
- Periksalah, secara berturut-turut papil nervus optikus, dan optic cup, arteri dan vena, retina,
dan makula.
- Berikutnya, periksalah arteri dan vena.
- Minta pasien melihat ke arah cahaya. Dengan cara ini Anda dapat melihat makula.
- Lakukan funduskopi pada kedua mata.

Penilaian

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 28


- Identifikasilah papil nervus optikus, dan optic cup, arteri dan vena, retina, dan makula.
- Deskripsikan papil menurut bentuk, batas, dan warnanya. Papil normal berbentuk bulat,
berbatas tegas, dan berwarna jingga.
- Arteri normal berukuran lebih kecil daripada vena dengan rasio 2:3 dan warnanya lebih
terang. Arteri terlihat berwarna kemerahan dan mulus. Vena terlihat berwarna merah gelap.

DAFTAR TILIK PENILAIAN


Nilai
No. Aspek yang dinilai
0 1 2
1. Memberi salam dan menyapa pasien dengan sapaan yang sopan.
2. Memperkenalkan diri pada pasien.
3. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada pasien.
4. Memberikan kesempatan pasien untuk bertanya dan meminta izin kepada
pasien untuk memulai pemeriksaan.
5. Meminta pasien duduk dan redupkan lampu ruangan.
6. Mengenakan masker dan sarung tangan periksa.
7. Meminta pasien menatap lurus ke depan dan memfiksasi pandangan ke
suatu titik.
8. Menyalakan oftalmoskop, mengatur fokus di 0 dan memilih mode sinar
diameter besar atau kecil.
9. Mengarahkan sinar ke pupil kanan pasien dengan arah sinar membentuk
sudut 15O dengan arah fiksasi mata.
10. Memegang oftalmoskop di dekat hidung dan melihat lewat lubang intip
menggunakan mata kanan jika memeriksa mata kanan dan sebaliknya.
Mencari refleks merah (disebutkan sambil melakukan).
11. Mendekatkan wajah ke wajah pasien sambil tetap memegang oftalmoskop
dekat hidung menyisakan jarak sekitar 1cm.
Mencari fokus untuk pemeriksaan yang sesuai.
12. Mencari papil nervus optikus (disebutkan sambil melakukan).
Memeriksa secara berturut-turut papil nervus optikus, optic cup, , arteri
dan vena, retina, dan makula (disebutkan sambil melakukan).
13. Memeriksa papil nervus optikus dan optic cup : mendeskripsikan papil
menurut bentuk, batas, dan warnanya (disebutkan sambil melakukan).
14. Memeriksa arteri dan vena
15. Memeriksa makula: meminta pasien melihat ke arah cahaya.
16. Memeriksa mata kiri dengan cara yang sama.
17. Memberitahukan pada pasien bahwa pemeriksaan telah selesai dan
mengucapkan terima kasih.
Total Nilai

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 29


PENILAIAN GERAKAN BOLA MATA DAN DIPLOPIA
Kita tahu bahwa bola mata dapat bergerak karena kontraksi dari otot-otot ekstraokular yaitu
muskulus rektus superior, muskulus rektus inferior, muskulus rektus medialis, muskulus rektus
lateralis, muskulus obliqus superior, dan muskulus obliqus inferior. Selain itu, terdapat gerakan
otot-otot intrinsik bola mata yang berperan dalam akomodasi dan pengendalian bukaan pupil.
Kita juga mengetahui bahwa gerakan mengangkat kelopak mata terjadi karena kontraksi
muskulus levator palpebra yang dikendalikan oleh impuls dari nervus okulomotorius ipsilateral
dan gerakan memejamkan mata terjadi karena kontraksi muskulus orbikularis okuli yang
dikendalikan oleh impuls dari nervus fasialis ipsilateral. Tonus kelopak mata dijaga oleh
muskulus Muller yang secara involuntar diatur oleh impuls simpatetik.
Secara sederhana, gerak satu bola mata terjadi setelah kontraksi otot yang bersesuaian yang
diinduksi oleh impuls salah satu saraf yang mengendalikan otot tersebut. Namun demikian,
kenyataannya bola mata tidak bergerak sendiri-sendiri. Gerakan-gerakan bola mata umumnya
bersifat konjugat, baik dalam bidang horizontal maupun vertikal. Untuk menghasilkan gerakan
konjugat, otot-otot bola mata kiri dan kanan harus bekerja secara sinergis. Kerja sinergis ini
diatur lewat mekanisme supranuklear dan internuklear.
Tiga nervus kranialis menginervasi otot-otot bola mata, yaitu nervus okulomotorius (n. III),
nervus trokelaris (n. IV), dan nervus abdusens (n. VI). Nukleus n. III dan n. IV terletak di
tegmentum mesensefalon sedangkan nukleus n. VI terletak di pons, di dasar fosa romboidea.
Nervus okulomotorius mengendalikan muskulus rektus superior, rektus inferior, rektus medialis,
obliqus inferior, dan muskulus levator palpepra ipsilateral. Nervus troklearis mengendalikan
muskulus obliqus superior kontralateral sedangkan nervus abdusens mengendalikan muskulus
rektus lateralis ipsilateral.
Pasien diplopia biasanya datang dengan keluhan melihat dobel. Keluhan melihat dobel
(double vision) harus diperiksa dengan tes cover dan cover-uncover (tidak dibahas di sini).
Namun demikian, pada pemeriksaan gerak bola mata, pemeriksaan awal diplopia juga sudah
dikerjakan. Sebelum membahas tentang diplopia ada baiknya kita mengingat kembali istilah
strabismus, heterotrofia, heteroforia, dan hukum diplopia.
Strabismus adalah ketaksejajaran sumbu penglihatan antara kedua mata yang
menyebabkan dua bayangan obyek target dari kedua mata jatuh pada area yang tidak
berpasangan di kedua retina sehingga terjadi diplopia. Saat pemeriksaan awal untuk diplopia
harus ditentukan apakah diplopianya monokular atau binokular. Bila diplopia menghilang
dengan menutup satu mata maka diplopianya adalah diplopia binokular. Diplopia monokular
dapat diakibatkan oleh gangguan media refraksi atau bagian dari gejala psikiatrik.
Heterotrofia adalah deviasi relatif sumbu penglihatan saat melihat suatu obyek target
dengan kedua mata. Heteroforia disebut ketaksejajaran bola mata manifes karena mekanisme
gerak vergensi fusional tidak mampu mengoreksi deviasinya. Beberapa jenis heterotrofia adalah
eksotrofia (deviasi ke luar), esotrofia (deviasi ke dalam), hipertrofia (deviasi vertikal; misalnya
hipertrofia kanan berarti mata kanan posisinya lebih tinggi).
Heteroforia adalah deviasi relatif sumbu penglihatan saat melihat suatu obyek target
dengan satu mata. Heteroforia disebut ketaksejajaran bola mata laten karena mekanisme gerak
vergensi fusional akan mempertahankan kesejajaran saat melihat dengan kedua bola mata.
Deksripsi diplopia mengikuti suatu aturan yang disebut hukum diplopia. Ada empat
hukum diplopia, yaitu:
1. Bayangan palsu selalu lebih kabur daripada bayangan asli.
2. Bayangan palsu terlihat lebih perifer daripada bayangan asli.
3. Bayangan palsu terproyeksi pada arah yang berlawanan dari arah deviasi mata.
4. Bayangan palsu terproyeksi ke arah arikan normal otot yang lumpuh.
Jika pasien kooperatif, pemeriksaan subyektif untuk diplopia dapat diandalkan untuk
mengetahui adanya perbedaan jatuhnya bayangan di kedua retina. Bila strabismus terjadi akibat
kelemahan otot ekstraokular (strabismus paralitik) maka pasien bisa melihat obyek target di
semua arah lirikan dengan menggunakan fovea dari mata yang tidak lumpuh. Namun demikian,
mata dengan otot ekstraokular yang lumpuh tidak mampu membawa bayangan obyek target ke

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 30


fovea, jika bayangan berada di lapang pandang yang membutuhkan aksi otot ekstraokular yang
lumpuh tersebut. Konsekuensinya, bayangan akan diproyeksikan ke retina tetapi di luar fovea.
Jadi, pasien akan menginterpretasikan obyek target bergeser ke arah gerak otot yang lumpuh
(berlawanan arah dengan deviasi). Jika bayangan berada di bagian nasal retina, pasien akan
menganggap obyek target berada di bagian temporal. Ini disebut diplopia tak menyilang atau
esotrofia (akibat kelumpuhan muskulus rektus lateralis). Bila obyek diproyeksikan di bagian
temporal retina, pasien akan menganggap obyek berada di nasal. Ini disebut diplopia menyilang
atau eksotrofia (akibat kelumpuhan muskulus rektus medialis).

Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan neuroanatomi n. III, IV, dan VI.
2. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dipahami tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
gerakan bola mata dan diplopia.
3. Melakukan pemeriksaan otot-otot ekstraokular bola mata dan diplopia.

Alat Yang Diperlukan


- Ruangan dengan penerangan yang cukup.
- Kursi periksa.
- Ranjang periksa.
- Penutup mata.

Teknik Pemeriksaan
Seperti yang telah disebutkan di sebelumnya, tujuan utama sistem penggerak bola mata
adalah mencapai fiksasi bayangan dengan kedua bola mata dan mencegah bergesernya
bayangan dari retina.
Pemeriksaan gerak bola mata sudah dapat dilakukan sepintas saat berbicara dengan pasien.
Saat itu kita dapat melihat posisi bola mata, kelainan-kelainan ekstraokular, gerakan bola mata,
posisi kepala, maupun cara berjalan. Selanjutnya pemeriksaan formal bisa dimulai.
Pemeriksaan gerak bola mata sulit dipisahkan dengan pemeriksaan diplopia dan nistagmus
karena sebagian komponen pemeriksaan diplopia dan nistagmus terdapat dalam pemeriksaan
gerakan bola mata.
- Minta pasien duduk menatap ke depan.
- Diharapkan dalam posisi primer ini, fiksasi terjadi pada titik tak terhingga.
- Pasien kemudian diminta untuk mengikuti arah gerak telunjuk pemeriksa dengan
menggerakkan bola mata saja dan tidak menggerakkan kepala.
- Telunjuk pemeriksa lalu ditempatkan di garis tengah bidang penglihatan pasien, di antara
kedua bola matanya, pada jarak sekitar 50cm dari wajah pasien.
- Pasien diminta mengikuti gerakan telunjuk pemeriksa ke arah kiri hingga lirikan maksimum
lalu ke kiri atas, kiri bawah, kembali ke tengah, tengah atas, tengah bawah, kanan, kanan
atas, dan kanan bawah.
- Saat telunjuk bergerak, perhatikan gerakan kedua bola mata. Lihat kemulusan gerakan,
simetrisitas, dan adanya nistagmus.
- Pada pasien juga ditanyakan apakah pandangannya menjadi dobel, semakin dobel, atau
berkurang dobelnya. Apabila pasien melihat dobel, ditanyakan bayangan mana yang terlihat
lebih jelas.
- Jika pasien mengeluh melihat dobel, coba tutup salah satu matanya dan tanyakan apakah
penglihatan dobelnya menghilang atau tidak.
- Saat penglihatan dobel menjadi nyata saat melirik ke salah satu arah, coba tutup salah satu
mata secara bergantian dan tanyakan saat ditutup mata yang mana penglihatan menjadi
lebih jelas.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 31


- Selanjutnya gerakan telunjuk kembali ke garis tengah dan pasien diminta memfokuskan
kedua matanya ke telunjuk pemeriksa.
- Cobalah bandingkan pandangan pasien saat melihat obyek jauh dan dekat.
- Sekarang kita akan memeriksa reaksi akomodasi.
- Minta pasien melihat jari telunjuk tersebut dan mengikutinya saat Anda menggerakan jari
telunjuk itu.
- Gerakan jari telunjuk Anda perlahan-lahan mendekati hidung pasien.
- Perhatikan apakah terdapat gerak konvergensi kedua bola mata dan konstriksi kedua pupil
saat telunjuk Anda mendekati hidung pasien.
- Saat memeriksa di bidang horizontal dan memeriksa reaksi akomodasi, telunjuk diposisikan
dalam arah vertikal dan saat memeriksa di bidang vertikal, telunjuk diposisikan dalam arah
horizontal.

Penilaian
- Kelumpuhan tunggal: lesi sepanjang perjalanan saraf atau lesi di inti.
o Kelumpuhan n. III:
 Total : kelumpuhan mencakup muskulus levator palpebra, otot-otot ekstraokular,
dan pupil (midriasis). Kelumpuhan otot ekstraokular mengenai m. rektus superior,
rektus inferior, rektus medialis, dan obligus inferior. Dalam posisi primer terlihat
kelopak salah satu mata jatuh. Mata berdeviasi ke lateral karena pengaruh m. rektus
lateralis yang dipersarafi n. VI. Gerakan ke medial dan superior terhambat. Gerakan
ke inferior terlihat berdeviasi ke inferomedial karena pengaruh kontraksi m. obligus
superior yang dipersarafi n. IV. Diplopia akan memberat saat melirik ke atas,
bawah, dan medial namun membaik saat melirik ke lateral. Pupil terlihat anisokor
dengan refleks cahaya langsung dan tidak langsung menurun atau tidak ada.
 Parsial : kelumpuhan tidak mencakup pupil.
o Kelumpuhan n. IV: Kelumpuhan muskulus obligus superior. Pada posisi primer, mata
terlihat sedikit berdeviasi ke arah mediosuperior dan kepala miring ke sisi kontralateral
lesi. Terdapat hambatan saat mata digerakkan ke arah inferomedial.
o Kelumpuhan n. VI: Kelumpuhan muskulus rektus lateralis yang dipersarafi oleh nervus
abdusens menyebabkan ketidakmampuan abduksi mata yang terkena. Posisi kepala
sedikit berpaling ke sisi mata yang terkena. Keluhan diplopia akan semakin nyata jika
pasien melirik ke sisi mata yang terkena dan membaik jika menoleh ke arah sebaliknya.
- Temuan kelumpuhan saraf-saraf penggerak bola mata yang terjadi bersamaan dan atau
disertai gangguan lain mungkin menjadi petanda suatu sindrom.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 32


DAFTAR TILIK PENILAIAN
Nilai
No. Aspek yang dinilai
0 1 2
1. Memberi salam dan menyapa pasien dengan sapaan yang sopan.
2. Memperkenalkan diri pada pasien.
3. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada pasien.
4. Memberikan kesempatan pasien untuk bertanya lalu meminta izin pada
pasien untuk memulai pemeriksaan.
5. Meminta pasien duduk menatap ke depan.
6. Meminta pasien untuk mengikuti arah gerak telunjuk pemeriksa dengan
menggerakkan bola mata saja dan tidak menggerakkan kepala.
7. Telunjuk pemeriksa ditempatkan di garis tengah bidang penglihatan
pasien, di antara kedua bola matanya, pada jarak sekitar 50cm dari wajah
pasien.
8. Pasien diminta mengikuti gerakan telunjuk pemeriksa hingga lirikan
maksimum ke arah kiri lalu ke kiri atas, kiri bawah, kembali ke tengah, ke
kanan, kanan atas, dan kanan bawah.
9. Pemeriksa memperhatikan gerakan kedua bola mata saat telunjuk
bergerak. Lihat kemulusan gerakan, simetrisitas, dan adanya nistagmus
(disebutkan).
10. Pemeriksa menanyakan pada pasien apakah pandangannya menjadi dobel,
semakin dobel, atau berkurang dobelnya. Apabila pasien melihat dobel,
ditanyakan bayangan mana yang terlihat lebih jelas (disebutkan).
11. Jika pasien mengeluh melihat dobel, coba tutup salah satu matanya dan
tanyakan apakah penglihatan dobelnya menghilang atau tidak.
Saat penglihatan dobel menjadi nyata saat melirik ke salah satu arah, coba
tutup salah satu mata secara bergantian dan tanyakan saat ditutup mata
yang mana penglihatan menjadi lebih jelas.
12. Selanjutnya pemeriksa menggerakan telunjuk kembali ke garis tengah dan
pasien diminta memfokuskan kedua matanya ke telunjuk pemeriksa.
13. Pemeriksa meminta pasien melihat jari telunjuk tersebut dan
mengikutinya saat pemeriksa menggerakan jari telunjuk itu.
Pemeriksa menggerakan jari telunjuknya perlahan-lahan mendekati
hidung pasien.
14. Pemeriksa memperhatikan apakah terdapat gerak konvergensi kedua bola
mata dan konstriksi kedua pupil saat telunjuk mendekati hidung pasien
(disebutkan).
15. Mengucapkan terima kasih.
Total Nilai

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 33


PENILAIAN NISTAGMUS
Nistagmus adalah gerak osilasi bifasik ritmik mata. Biasanya kedua mata akan bergerak
secara bersamaan (gerak konjugat) dan kedua fasenya memiliki amplitudo yang setara.
Sejatinya, gerakan osilasi ritmik mata disebut nistagmus bila deviasi awalnya merupakan gerak
mata lambat dan fase korektif atau kembalinya bersifat cepat (jerk nystagmus) atau lambat
(nistagmus pendular). Namun demikian, istilah nistagmus telah digunakan secara lebih luas
untuk menggambarkan berbagai jenis gerakan mata.
Nistagmus terjadi melalui berbagai mekanisme. Nistagmus dapat kita temui pada keadaan
normal atau tidak normal. Pada keadaan normal (nistagmus fisiologis), nistagmus dipicu oleh
keadaan berputar (misalnya naik komedi putar), memfokuskan pandangan pada garis-garis di
optokinetic drum, dan melirik ke sudut mata. Nistagmus patologis paling banyak timbul akibat
lesi di media refraksi, retina, nervus optikus, traktus optikus, atau kiasma optikum yang
mengganggu jaras penglihatan; organ keseimbangan di perifer atau saraf keseimbangan; atau
daerah nistagmogenik di susunan saraf pusat, terutama di tegmentum batang otak dan
serebelum.
Nistagmus dideskripsikan menurut bidang gerak, tipe gerak, dan arah geraknya. Telah
menjadi kesepakatan bersama bahwa arah gerak nistagmus dideskripsikan menurut fase
cepatnya (bila ada).
Nistagmus dapat bersifat campuran, misalnya kita temukan nistagmus pendular dan rotatoar
pada satu pasien. Nistagmus juga dapat timbul pada beberapa atau seluruh posisi. Seringkali
pada sudut lirikan horizontal yang ekstrim akan timbul nistagmus. Ini disebut end point
nystagmus yang sifatnya fisiologis. Jika meragukan, ulangi pemeriksaan pada sudut yang lebih
kecil untuk menjamin telunjuk bisa difoveasi oleh kedua mata (penglihatan binokular).
Nistagmus sejati akan tetap timbul pada sudut ini sedangkan end point nystagmus menghilang.

Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
nistagmus.
2. Melakukan pemeriksaan nistagmus dan cara pelaporannya.

Teknik Pemeriksaan
- Pemeriksaan nistagmus sebenarnya sudah mulai dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan
pupil dan gerak bola mata.
- Nistagmus diperiksa pada posisi primer (mata menatap ke depan), saat bergerak ke kiri-
kanan, dan atas-bawah.
- Jika terdapat nistagmus, deskripsikan nistagmus menurut bidang gerak, tipe gerak, dan arah
geraknya.
- Selanjutnya kita akan memeriksa nistagmus pada manuver Dix-Hallpike. Manuver ini
penting dilakukan pada pasien dengan keluhan vertigo posisional:
o Minta pasien duduk di ranjang periksa.
o Jelaskan pada pasien bahwa tindakan yang akan dilakukan mungkin akan memicu rasa
pusing.
o Posisikan pasien di ujung ranjang dengan wajah menghadap ke arah depan.
o Rotasikan kepala ke salah satu sisi lalu turunkan kepala dan badan hingga berada
sekitar 15O di bawah garis horizontal.
o Jika muncul nistagmus, tentukan apakah hal itu segera terjadi atau setelah beberapa saat
(menentukan latensi), apakah nistagmus bertahan atau mereda (menentukan
fatiqueness), dan apakah nistagmus kembali saat pasien dikembalikan pada posisi tegak.
o Ulangi manuver ini ke sisi lain.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 34


Penilaian
- Jika terdapat nistagmus, deskripsikan nistagmus menurut bidang gerak, tipe gerak, dan arah
geraknya. Misalnya: “saat mata melirik ke kiri timbul jerk nystagmus horizontal dengan
komponen cepat ke kanan” atau, “pada posisi primer tampak nistagmus pendular dalam
bidang vertikal.”
- Pada pemeriksaan Dix-Pallpike: Hal yang kita temui, kita tuliskan dalam laporan. Misalnya,
“pada manuver Dix-Hallpike, saat kepala dipalingkan ke kiri, timbul jerk nystagmus
horizontal dengan komponen cepat ke kanan dengan latensi satu detik dan fatique setelah
tiga kali percobaan. Saat kepala dipalingkan ke kanan, timbul jerk nystagmus horizontal
dengan komponen cepat ke kanan dengan latensi satu detik dan fatique setelah tiga kali
percobaan.”  jerk nystagmus unidireksional kanan.
-
Daftar Tilik PENILAIAN
Nilai
No. Aspek yang dinilai
0 1 2
1. Memberi salam dan menyapa pasien dengan sapaan yang sopan.
2. Memperkenalkan diri pada pasien.
3. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada pasien.
4. Memberikan kesempatan pasien untuk bertanya dan meminta izin kepada
pasien untuk memulai pemeriksaan.
Pemeriksaan nistagmus pada pemeriksaan gerak bola mata
5. Pemeriksa memeriksa nistagmus pada posisi primer (mata menatap ke
depan), saat bergerak ke kiri-kanan, dan atas-bawah.
6. Jika terdapat nistagmus, deskripsikan nistagmus menurut bidang gerak,
tipe gerak, dan arah geraknya (disebutkan).
Pemeriksaan Dix-Hallpike
7. Meminta pasien duduk di ranjang periksa.
8. Menjelaskan pada pasien bahwa tindakan yang akan dilakukan mungkin
akan memicu rasa pusing.
9. Memposisikan pasien di ujung ranjang dengan wajah menghadap ke arah
depan.
10. Merotasikan kepala ke salah satu sisi lalu menurunkan kepala dan badan
hingga berada sekitar 15O di bawah garis horizontal.
11. Jika muncul nistagmus, pemeriksa menentukan apakah hal itu segera
terjadi atau setelah beberapa saat (menentukan latensi), apakah nistagmus
bertahan atau mereda (menentukan fatiqueness), dan apakah nistagmus
kembali saat pasien dikembalikan pada posisi tegak.
12. Mengucapkan terima kasih.
Total Nilai

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 35


REFLEKS KORNEA
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
refleks kornea.
2. Mengetahui kontraindikasi pemeriksaan refleks kornea.

Teknik Pemeriksaan
- Beritahukan pasien tentang tindakan ini.
- Carilah jika ada infeksi aktif di bola mata seperti keratitis atau trauma bola mata. Jika ada,
jangan kerjakan pemeriksaan refleks kornea.
- Minta pasien duduk di kursi periksa dan Anda berada di belakangnya.
- Saat menyentuh kornea kanan, minta pasien melirik ke kiri. Hal ini dilakukan untuk
meniadakan refleks mengedip karena ancam (refleks ancam) yang jalur eferennya dari n. II.
- Berikan sentuhan ringan pada kornea dengan ujung kapas yang dipilin.
- Amati respons berkedip ipsilateral dan kontralateral.
- Minta pasien untuk membandingkan kedua sisi.

Penilaian
- Periksa refleks kornea di kedua sisi. Jika refleks kornea muncul saat kornea kanan
distimulasi namun tidak muncul saat kornea kiri distimulasi maka kemungkinan terdapat
gangguan pada bagian eferen arkus refleks dari kornea kiri hingga nukleusnya di batang
otak.
- Jika setelah kornea distimulasi ada mata yang tidak berkedip maka kemungkinan terdapat
gangguan pada bagian aferen arkus refleks dari nukleusnya di batang otak hingga serat saraf
n. fasialis sisi yang tidak mengedip.

Beberapa Temuan Patologis dan Catatan Khusus


- Hilangnya semua modalitas sensibilitas pada satu atau lebih divisi di salah satu sisi :
lesi di ganglion sensorik yang paling sering disebabkan infeksi herpes zoster; lesi di saraf
saat berada di intrakranial yang dapat disebabkan sindrom sinus kavernosus, sindrom fisura
orbitalis, trauma/fraktur dasar tengkorak dan wajah, infiltrasi dasar tengkorak karsinoma
nasofaring, dan neoplasma dasar tengkorak.
- Ingatlah bahwa refleks kornea dapat menurun pada beberapa kasus seperti pemakaian lensa
kontak lama dan sering terpapar debu.
- Jangan salah merangsang konjungtiva bulbi dan bukan kornea.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 36


DAFTAR TILIK PENILAIAN
Nilai
No. Aspek yang dinilai
0 1 2
1. Memberi salam dan menyapa pasien dengan sapaan yang sopan.
2. Memperkenalkan diri pada pasien.
3. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada pasien.
4. Memberikan kesempatan pasien untuk bertanya dan meminta izin kepada
pasien untuk memulai pemeriksaan.
5. Pemeriksa meminta pasien duduk di kursi periksa dan pemeriksa berdiri
di belakangnya.
6. Saat menyentuh kornea kanan, pemeriksa meminta pasien melirik ke kiri
dan sebaliknya.
7. Pemeriksa memberikan sentuhan ringan pada kornea dengan ujung kapas
yang dipilin.
8. Pemeriksa mengamati respons berkedip ipsilateral dan kontralateral
(disebutkan).
9. Pemeriksa melakukan pemeriksaan di kornea kiri.
10. Pemeriksa meminta pasien untuk membandingkan kedua sisi.
11. Mengucapkan terima kasih
Total Nilai

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 37


PEMERIKSAAN SENSIBILITAS WAJAH SERTA KEKUATAN OTOT-OTOT
TEMPORAL & MASETER
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dipahami tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
sensibilitas wajah serta kekuatan otot-otot temporal dan maseter.
2. Mengetahui teknik pemeriksaan sensibilitas wajah serta kekuatan otot-otot temporal dan
maseter.

Teknik Pemeriksaan
Sensibilitas wajah
- Untuk pemeriksaan sensibilitas, ujung kapas yang dipilin hingga runcing (raba halus) dan
jarum (nyeri) sudah mencukupi meskipun kadang-kadang kehilangan rasa suhu merupakan
satu-satunya abnormalitas yang ada. Dalam stasiun ini kita hanya akan memeriksa
sensibilitas raba halus.
- Hindari memeriksa pada kulit yang luka.
- Setiap divisi nervus trigeminus harus diperiksa dan dibandingkan kedua sisi.
- Persilahkan pasien duduk dan jelaskan teknik pemeriksaan dan bahwa Anda mengharapkan
pasien memberitahukan apa yang dia rasakan saat ditanya.
- Minta pasien menutup mata.
- Sentuhkan kapas di kulit pada dermatom n. V 1 kanan. Hindari melakukannya dengan
gerakan menggores melintasi kulit.
- Minta pasien menunjuk titik kontak. Ulangi di daerah lain dalam satu dermatom.
- Selanjutnya sentuhkan kapas di dermatom n. V1 kiri. Tanyakan hal yang sama.
- Tanyakan apakah rasa di kanan dan kiri sama atau berbeda. Jika berbeda, sisi mana yang
lebih kurang terasa.
- Ulangi langkah-langkah tadi untuk dermatom n. V2 dan n. V3 kanan dan kiri.
Kekuatan otot-otot temporal dan maseter
- Pertama-tama amati trofi muskulus temporalis dan maseter kanan dan kiri. Lihat
simetrisitasnya dan carilah jika ada atrofi otot.
- Kemudian minta pasien mengatupkan rahang sekuat-kuatnya.
- Palpasi muskulus temporalis dan maseter. Bandingkan kekuatan kontraksi kanan dan kiri.
- Berikutnya, minta pasien untuk membuka rahang sambil Anda menempatkan tangan Anda
di bawah dagu.
- Berikanta hanan ringan saat pasien mencoba membuka rahangnya.
- Lihat apakah ada deviasi rahang dan jika ada, tentukan arah deviasinya.
- Akhirnya, periksa refleks mandibula.
- Dengan mulut sedikit terbuka dan mandibula dalam keadaan lemas, tempatkan telunjuk
Anda di apeks mandibula dan ketok dengan palu perkusi.
- Responsnya, berupa kontraksi rahang bawah. Respons ini bervariasi bahkan di antara orang-
orang normal.

Penilaian
- Bila ditemukan defisit sensorik, tentukan batasnya dan bandingkan kiri dan kanan.
- Jika ada gangguan pada pemeriksaan sensibilitas raba halus periksalah sensibilitas nyeri dan
suhu (tidak dilakukan di stasiun ini).
- Kehilangan sensibilitas non organik cenderung secara tegas mengikuti batas wajah tetapi
malah ”aneh” secara dermatomal. Misalnya rasa tebal di wajah yang dibatasi oleh garis
batas tumbuh rambut. Padahal dermatom n.V1 melampaui garis batas tumbuh rambut.
- Gangguan sensibilitas perifer akan mengikuti pola dermatomal sedangkan gangguan
sensibilitas karena lesi sentral (misalnya stroke batang otak) akan memberikan gangguan

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 38


sensibilitas yang sebarannya mirip lapisan bawang (onion pattern). Rasa tebal terutama
dirasakan pada bibir yang makin ke perifer makin membaik.
- Apabila stimulasi sensorik menimbulkan sensari nyeri wajah, catat lokasinya. Titik tersebut
disebut titik picu nyeri.
- Bila terdapat deviasi rahang saat membuka mulut maka terdapat lesi unilateral bagian
motorik n. V3. Rahang berdeviasi ke sisi lesi.
- Refleks mandibula dicatat sebagai menurun, normal, atau meningkat.

DAFTAR TILIK PENILAIAN


Nilai
No. Aspek yang dinilai
0 1 2
1. Memberi salam dan menyapa pasien dengan sapaan yang sopan.
2. Memperkenalkan diri pada pasien.
3. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada pasien dan bahwa
pemeriksa mengharapkan pasien memberitahukan apa yang dia rasakan
saat ditanya.
4. Memberikan kesempatan pasien untuk bertanya dan meminta izin kepada
pasien untuk memulai pemeriksaan.
Sensibilitas wajah
5. Pemeriksa memeriksa menggunakan ujung kapas yang dipuntir hingga
tajam.
6. Meminta pasien menutup mata.
7. Pemeriksa menyentuhkan kapas di kulit pada dermatom n. V 1 kanan.
(tidak dengan gerakan menggores melintasi kulit).
8. Pemeriksa meminta pasien menunjuk titik kontak.
9. Pemeriksa mengulangi sentuhan di daerah lain dalam satu dermatom.
10. Selanjutnya pemeriksa menyentuhkan kapas di dermatom n. V 1 kiri.
Pemeriksa menanyakan hal yang sama.
11. Pemeriksa juga menanyakan apakah rasa di kanan dan kiri sama atau
berbeda.
12. Pemeriksa mengulangi langkah-langkah tadi untuk dermatom n. V 2 dan n.
V3 kanan dan kiri.
Kekuatan otot-otot temporal dan maseter
13. Pemeriksa mengamati trofi muskulus temporalis dan maseter kanan dan
kiri. Pemeriksa mengamati simetrisitasnya dan mencari atrofi otot
(disebutkan).
14. Pemeriksameminta pasien mengatupkan rahang sekuat-kuatnya. Lalu
mempalpasi muskulus temporalis dan maseter. Pemeriksa
membandingkan kekuatan kontraksi kanan dan kiri (disebutkan).
15. Pemeriksameminta pasien untuk membuka rahang sambil pemeriksa
menempatkan tangannya di bawah dagu. Pemeriksa lalu
memberikantahanan ringan saat pasien mencoba membuka rahangnya.
16. Lihat apakah ada deviasi rahang dan jika ada, tentukan arah deviasinya.
17. Dengan mulut sedikit terbuka dan mandibula dalam keadaan lemas,
tempatkan telunjuk Anda di apeks mandibula dan ketok dengan palu
perkusi.
18. Mengucapkan terima kasih.
Total Nilai

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 39


PEMERIKSAAN KESIMETRISAN WAJAH & PERGERAKAN WAJAH
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dipahami tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
simetrisitas wajah dan gerakan otot-otot wajah.
2. Melakukan pemeriksaan simetrisitas wajah, dan gerakan otot-otot wajah.

Teknik Pemeriksaan
Pemeriksaan kesimetrisan wajah
- Persilahkan pasien untuk duduk di kursi periksa.
- Amati wajah secara umum. Apakah terdapat manifestasi penyakit sistemik (misalnya hiper-
dan hipotiroidisme, wajah Cushing, atau akromegali), jejas, atau deformitas (misalnya
disrafisme atau malformasi mandibula karena ompong).
- Asimetrisitas wajah tidak melulu disebabkan oleh kelumpuhan saraf namun dapat
disebabkan oleh hal lain seperti kelainan kongenital, bekas fraktur wajah, dan gigi ompong.
- Amati ekspresi wajah saat bercakap-cakap, apakah terlihat miskin emosi.
- Lihat juga apakah terdapat gerakan-gerakan abnormal.
- Amati apakah kerutan dahi kedua sisi sama jelasnya atau ada yang lebih tidak jelas.
- Amati apakah kelopak mata jatuh atau tidak, apakah kedipan mata berkurang atau tidak.
- Amati apakah sudut nasolabialis kedua sisi sama atau ada yang lebih datar.
- Amati apakah sudut mulut simetris atau tertarik ke salah satu sisi.
Pemeriksaan pergerakan wajah
- Jelaskan pada pasien bahwa Anda akan memintanya melakukan beberapa gerakan.
- Sebaiknya Anda mencontohkan setiap gerakan disertai instruksi sebelum pasien
menirukannya.
- Minta pasien mengangkat alis lalu menutup mata. Lihat simetrisitasnya. Apabila ragu, minta
pasien menutup mata sekuat-kuatnya sambil Anda berusaha membukanya dengan tangan
Anda (lihat stasiun pemeriksaan celah palpebra).
- Minta pasien tersenyum atau menunjukkan gigi, lalu meniup atau bersiul (ingat bahwa ada
beberapa orang yang tidak bisa bersiul), lalu menggembungkan pipi. Saat
menggembungkan pipi, tekan kedua pipinya tengan kedua tangan Anda. Lihat apakah udara
ke luar dari tengah pipi atau kedua sisi; atau hanya dari salah satu sisi.

Penilaian
- Kelumpuhan n. VII tipe lower motor neuron (LMN) unilateral : kelumpuhan seluruh
otot-otot wajah sesisi dari dahi hingga dagu.
Lesi pada kelumpuhan ini bisa terletak di serat saraf n. VII atau nukleusnya di pons.Untuk
membedakannya, carilah tanda Bell. Saat pasien diminta menutup mata, kelopak mata tidak
bisa tertutup namun terlihat bola mata bergerak ke atas (tanda Bell positif). Gerakan bola
mata ini penting untuk kita cari sebab pusat gerakan kedua bola mata ke atas saat mata
terpejam merupakan gerak refleks dan diatur di batang otak. Bila pada pasien dengan
paresis n. VII tipe LMN unilateral tidak ditemukan tanda Bell maka kemungkinan lesinya di
batang otak sedangkan bila ditemukan tanda Bell maka kemungkinan lesinya di serat saraf
n. VII (lebih perifer).
- Kelumpuhan n. VII tipe LMN bilateral : pada kelumpuhan n. VII tipe LMN bilateral
ditemukan kelumpuhan dahi dan otot-otot wajah bawah yang sama berat. Tidak ditemukan
tanda-tanda kelumpuhan pseudobulbar. Nilai lokalisasi tanda Bell sama seperti yang
unilateral.
- Kelumpuhan n. VII tipe upper motor neuron (UMN) unilateral : kelumpuhan hanya
terjadi pada otot-otot wajah bawah sesisi. Alis dan dahi relatif tidak lumpuh.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 40


- Kelumpuhan n. VII tipe UMN bilateral : pada kelumpuhan n. VII tipe UMN bilateral
ditemukan kelumpuhan dahi dan otot-otot wajah bawah namun otot-otot wajah atas masih
relatif lebih kuat. Dapat ditemukan tanda-tanda kelumpuhan pseudobulbar.
- Tik : gerakan berulang-ulang membuka tutup mata kedua mata seolah-olah ada benda asing
yang masuk (kelilipan). Sebenarnya dapat dikontrol namun karena sering disertai dorongan
yang kuat untuk melakukannya maka tik muncul lagi. Blefarospasme dan spasme
hemifasial : kontraksi cepat, singkat, dan berulang muskulus orbikularis okuli
(blefarospasme) salah satu sisi atau otot-otot wajah sesisi (spasme hemifasial).

DAFTAR TILIK PENILAIAN


Nilai
No. Aspek yang dinilai
0 1 2
1. Memberi salam dan menyapa pasien dengan sapaan yang sopan.
2. Memperkenalkan diri pada pasien.
3. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada pasien.
4. Memberikan kesempatan pasien untuk bertanya.
Pemeriksaan kesimetrisan wajah
5. Persilahkan pasien untuk duduk di kursi periksa.
6. Pemeriksa mengamati wajah secara umum. Apakah terdapat manifestasi
penyakit sistemik, jejas, atau deformitas (disebutkan).
7. Pemeriksa mengamati apakah terdapat gerakan-gerakan abnormal, apakah
kerutan dahi kedua sisi sama jelasnya atau ada yang lebih tidak jelas,
apakah kelopak mata jatuh atau tidak, apakah kedipan mata berkurang
atau tidak, apakah sudut nasolabialis kedua sisi sama atau ada yang lebih
datar, apakah sudut mulut simetris atau tertarik ke salah satu sisi
(disebutkan).
Pemeriksaan pergerakan wajah
8. Pemeriksa menjelaskan pada pasien bahwa pemeriksa akan memintanya
melakukan beberapa gerakan.
9. Pemeriksa meminta pasien mengangkat alis lalu menutup mata.
10. Pemeriksa mengamati simetrisitasnya (disebutkan).
11. Pemeriksa meminta pasien tersenyum atau menunjukkan gigi, lalu
meniup atau bersiul, lalu menggembungkan pipi.
Pemeriksa mengamati simetrisitasnya (disebutkan).
12. Saat menggembungkan pipi, pemeriksa menekan kedua pipi pasien
tengan kedua pemeriksa. Pemeriksa mengamati apakah udara keluar dari
tengah pipi atau kedua sisi; atau hanya dari salah satu sisi (disebutkan).
13. Mengucapkan terima kasih
Total Nilai

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 41


PENILAIAN INDRA PENGECAPAN
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik penilaian
indra pengecapan.
2. Melakukan penilaian indra pengecapan.

Teknik Pemeriksaan
- Jelaskan tentang pemeriksaan yang akan Anda lakukan. Beritahukan bahwa akan ada rasa
tidak nyaman karena mengecap rasa pahit.
- Persilahkan pasien untuk duduk.
- Minta pasien menjulurkan lidah.
- Ambil salah satu larutan menggunakan pipetnya.
- Teteskan di lidah pasien dan minta pasien mengecapnya.
- Tanyakan apa rasanya.
- Ulangi untuk tiga larutan lainnya dengan pipe masing-masing.
- Setiap selesai satu jenis, lidah dibilas dengan akuades.

Penilaian
- Perhatikan apakah gangguan pengecapan bersifat bilateral atau unilateral dan rasa apa saja
yang berkurang. Berkurangnya pengecapan disebut hipogeusia dan hilangnya pengecapan
disebut ageusia. Fenomena merasa seperti mengecap rasa tertentu padahal sebenarnya tidak
ada stimulus rasa disebut halusinasi gustatorik (gustatory hallucination).

Beberapa Temuan Patologis


- Gangguan pengecapan dapat disebabkan oleh gangguan produksi saliva, gangguan di
kuncup kecap dan reseptor rasa, saraf perifer, batang otak, dan pusat persepsi rasa di otak.
Ageusia dan hipogeusia dapat disebabkan oleh proses penuaan normal, trauma mekanik,
termik, atau kimia pada lidah, merokok, penyakit mirip flu, xerostomia (misalnya pada
sindrom Sjogren), hiperviskositas saliva (misalnya pada penyakit fibrosis kistik), iradiasi
kepala dan leher, efek samping obat (misalnya obat penurun kolesterol, antihistamin,
antimikroba, sitostatik, antidepresan, antikonvulsan, dan bronkodilator), malnutrisi akibat
neoplasma dan radioterapi, neoplasma maligna, bagian dari sindrom disautonomia yang
disertai penurunan jumlah papila sirkumvalata dan fungiformis (mis, disautonomia familial/
sindrom Riley-Day), serta Bell’s palsy. Halusinasi gustatotik meski jarang ditemukan, dapat
menjadi aura dari suatu bangkitan yang berasal dari korteks frontoparietal atau daerah
unkus.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 42


DAFTAR TILIK PENILAIAN
Nilai
No. Aspek yang dinilai
0 1 2
1. Memberi salam dan menyapa pasien dengan sapaan yang sopan.
2. Memperkenalkan diri pada pasien.
3. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada pasien.
4. Memberikan kesempatan pasien untuk bertanya dan meminta izin kepada
pasien untuk memulai pemeriksaan.
Pemeriksaan indra pengecap
5. Pemeriksa memberitahukan bahwa akan ada rasa tidak nyaman karena
mengecap rasa pahit.
6. Pemeriksa meminta pasien menjulurkan lidah.
7. Pemeriksa mengambil salah satu larutan menggunakan pipetnya,
meneteskan di lidah pasien, dan meminta pasien mengecapnya.
8. Pemeriksa menanyakan apa rasanya.
9. Pemeriksa mengulangi untuk tiga larutan lainnya dengan pipet masing-
masing.
Setiap selesai satu jenis, lidah dibilas dengan akuades.
10. Mengucapkan terima kasih.
Total Nilai

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 43


PENILAIAN INDRA PENDENGARAN (LATERALISASI DAN KONDUKSI
UDARA & TULANG)
Konduksi bunyi terjadi lewat udara dan tulang. Normalnya, konduksi udara lebih baik
daripada tulang. Getaran bunyi akan mendepolarisasi sel-sel rambut organ Corti menghasilkan
impuls yang akan ditransmisikan lewat ganglion spiralis koklea dan nervus koklearis menuju
nukleus koklearis di medula oblongata, badan trapezoid di pons, lemnikus lateralis di
mesensefalon, korpus genikulatum lateralis di talamus, dan berakhir di girus Herchel di lobus
temporalis.
Nervus koklearis dalam perjalanannya di kanalis auditorius interna berjalan bersama dengan
nervus vestibularis membentuk nervus vestibulokoklearis (n. VIII). Nervus vestibularis
berperan dalam sistem keseimbangan yang tidak dibahas di stasiun ini.

Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
- Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dipahami tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
pendengaran.
- Mengerti perbedaan konduksi bunyi lewat udara dan tulang.
- Mengetahui perjalanan stimulus bunyi melewati jaras pendengaran.
- Melakukan tes Rinne dan Weber.
- Mengintepretasi hasil tes Rinne dan Weber.
- Menyebutkan abnormalitas yang dapat ditemui.

Alat yang diperlukan


- Sarung tangan periksa dan masker.
- Ruangan dengan penerangan yang cukup.
- Kursi dan meja periksa.
- Garpu tala 512Hz.

Teknik Pemeriksaan
- Awalnya, periksa kedua liang telinga pasien dengan otoskop untuk melihat kelainan telinga
seperti serumen obturans dan perforasi membran timpani.
- Sebenarnya kita perlu melakukan terlebih dahulu tes bisik dan Schwabach untuk
mendeteksi penurunan pendengaran. Dalam stasiun ini, kedua tes tersebut tidak dilakukan.

Tes Rinne untuk perbandingan konduksi udara dan tulang


- Persilahkan pasien duduk.
- Jelaskan bahwa Anda akan memeriksa pendengaran. Anda akan mendekatkan garpu tala di
belakang telinga dan minta pasien memberi tanda misalnya dengan mengacungkan telunjuk
bila dia mendengar bunyi dan mengacungkan jempol jika bunyinya hilang.
- Getarkan garpu tala 512Hz lalu tempatkan di prosesus mastoideus kanan (memeriksa
konduksi tulang).
- Tanyakan apakah bunyinya terdengar.
- Minta pasien memberi tanda bila bunyi tersebut tidak terdengar lagi.
- Bila bunyi sudah tidak terdengar, segera pindahkan ke dekat daun telinga (memeriksa
konduksi udara).
- Tanyakan apakah masih terdengar atau tidak.
Tes Weber untuk lateralisasi pendengaran
- Jelaskan bahwa Anda akan memeriksa pendengaran menggunakan garpu tala.
- Getarkan garpu tala 512Hz lalu tempatkan di verteks.
- Tanyakan apakah bunyinya terdengar sama keras di telinga kiri dan kanan atau ada sisi yang
lebih keras.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 44


- Untuk meyakinkan, ulangi prosedur namun kali ini tempatkan garpu tala di dahi, lalu dagu.

Penilaian
Tes Rinne
- Individu normal dan pasien dengan tuli persepsi konduksi udaranya lebih baik daripada dari
konduksi tulang (Rinne positif).
- Pada tuli konduksi terjadi sebaliknya (Rinne negatif).
Tes Weber untuk lateralisasi pendengaran
- Normalnya, bunyi akan terdengar sama di kedua telinga.
- Pada tuli persepsi, bunyi terdengar lebih keras di telinga yang normal sedang pada tuli
konduktif bunyi terdengar lebih keras di telinga yang sakit.
- Pada pasien dengan penurunan pendengaran:
Jenis gangguan Tes Rinne di sisi yang tuli Tes Weber
Tuli konduktif Konduksi tulang > udara  Rinne (-) Lateralisasi ke telinga tuli
Tuli sensorineural Konduksi udara > tulang  Rinne (+) Lateralisasi ke telinga sehat

DAFTAR TILIK PENILAIAN


Nilai
No. Aspek yang dinilai
0 1 2
1. Memberi salam dan menyapa pasien dengan sapaan yang sopan.
2. Memperkenalkan diri pada pasien.
3. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada pasien.
4. Memberikan kesempatan pasien untuk bertanya dan meminta izin kepada
pasien untuk memulai pemeriksaan.
Tes Rinne untuk perbandingan konduksi udara & tulang
5. Mempersilahkan pasien duduk.
Pemeriksa menggetarkan garpu tala 512Hz lalu menempatkan di prosesus
mastoideus kanan.
6. Pemeriksa menanyakan apakah bunyinya terdengar.
7. Meminta pasien memberi tanda bila bunyi tersebut tidak terdengar lagi.
8. Bila bunyi sudah tidak terdengar, segera pindahkan ke dekat daun telinga.
9. Pemeriksa menanyakan apakah masih terdengar atau tidak.
10. Pemeriksa melakukan tes untuk telinga kiri
Tes Weber untuk lateralisasi pendengaran
11. Pemeriksa menggetarkan garpu tala 512Hz lalu tempatkan di verteks.
12. Pemeriksa menanyakan apakah bunyinya terdengar sama keras di telinga
kiri dan kanan atau ada sisi yang lebih keras.
13. Mengucapkan terima kasih.
Total Nilai

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 45


INSPEKSI PALATUM
Sebagai pendahuluan topik ini, marilah kita mengingat kembali secara sederhana fungsi n.
IX, X, dan XII:
1. Nervus glosofaringeus (n. IX):
- Sensorik : pengecapan 1/3 posterior lidah, sensasi faring, dan telinga tengah.
- Motorik : stilofaringeus.
- Autonom : kelenjar saliva (parotis).
2. Nervus vagus:
- Sensorik : membran timpani, kanalis auditorik eksterna dan telinga luar.
- Motorik : otot-otot palatum, faring, dan laring (via nervus laringeus rekurens).
- Autonom : serat aferen dari baroreseptor karotis, suplai parasimpatetik untuk rongga dada
dan perut (aferen dan eferen).
3. Nervus hipoglosus
- Sensorik : tidak ada.
- Motorik : otot-otot intrinsik lidah.
- Autonom : tidak ada.
Dari fungsi-fungsi di atas, di stasiun ini kita hanya akan memeriksa palatum, refleks muntah,
dan kemampuan menelan.
Struktur dalam mulut yang penting kita ketahui dalam stasiun ini adalah palatum durum,
palatum mole, uvula, arkus faring anterior, tonsila palatina, arkus faring posterior, lidah, dan
dinding orofaring posterior.
Otot-otot palatum, faring, dan laring diinervasi oleh n. IX dan X. Inervasi supranuklear
(UMN) otot-otot palatal dan faring berasal dari kedua hemisfer. Impuls motorik supranukelar
untuk otot-otot ini dikirim ke nukleus-nukleusnya yang berada di medula oblongata. Impuls
tersebut selanjutnya diteruskan lewat serat-serat saraf n. IX dan X (LMN) ke setiap otot. Nervus
IX dan X bersama dengan n. XI ke luar dari dalam tengkorak lewat foramen jugulare.
Reaksi refleks muntah merupakan salah satu hasil kerja n. IX dan X. Pemeriksaan refleks
muntah digunakan untuk memprediksi kemampuan pasien untuk menelan. Refleks muntah
dapat dibangkitkan dengan menyentuh faring atau palatum. Jaras aferen diperantarai oleh n. IX
sedangkan jaras eferen melewati n. IX dan X. Pusat refleks berada di medula oblongata.

Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
inspeksi palatum.
2. Mengetahui letak palatum durum, palatum mole, uvula, arkus faring anterior, arkus faring
posterior, dan dinding posterior orofaring.
3. Mengerti tanda-tanda kelumpuhan n. IX dan X tipe UMN dan LMN, unilateral dan
bilateral.
4. Menyebutkan temuan-temuan patologis.

Alat yang diperlukan


1. Sarung tangan periksa dan masker.
2. Ruangan dengan penerangan yang cukup.
3. Tempat cuci tangan dan sabun antiseptik.
4. Kursi periksa.
5. Spatula lidah.
6. Aplikator.
7. Baki bersih.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 46


Teknik Pemeriksaan
Inspeksi palatum
- Pasang lampu kepala.
- Cuci tangan.
- Pasang sarung tangan periksa dan masker.
- Minta pasien membuka mulut dan arahkan lampu kepala ke dalam kavum oris.
- Identifikasi palatum durum, palatum mole, uvula, arkus faring anterior, tonsila palatina,
arkus faring posterior, lidah, dan dinding orofaring posterior.
- Amati kelainan-kelainan struktural kavum oris seperti jejas, disrafisme palatum,
pembesaran tonsil, atau peradangan.
- Apabila uvula dan arkus faring terhalang lidah, gunakan spatula lidah untuk menekan lidah.
- Perhatikan apakah arkus faring simetris atau tidak.
- Minta pasien mengucapkan “ahhh...”
- Normalnya, saat mengucapkan “ahhh..” palatum akan terangkat dan bergerak ke belakang,
uvula tetap di tengah, dan kedua arkus faring posterior berkontraksi hingga saling mendekat
di garis tengah. Jika palatum terangkat, amati apakah terangkat secara simetris atau tidak.
Amati pula kedua arkus faring posterior apakah bergerak bersamaan atau tidak.
Pemeriksaan refleks muntah
- Jelaskan pada pasien bahwa Anda akan merangsang refleks muntahnya.
- Menggunakan aplikator, sentuh dinding posterior orofaring atau palatum sebelah kanan lalu
sebelah kiri.
- Perhatikan apakah uvula terangkat saat dinding posterior disentuh?
- Perhatikan pula apakah kedua arkus faring posterior saling mendekat ke garis tengah saat
pasien muntah (seperti tirai yang menutup dari kedua sisi) atau hanya salah satu arkus
posterior yang bergerak ke arah sisi kontralateralnya atau tidak ada gerakan arkus faring
posterior.
- Perhatikan pula apakah respons di kedua sisi setara atau ada yang menurun.
- Tanyakan pada pasien apakah sensasi di kanan sama dengan kiri?

Gambar 5. Kelumpuhan palatum.


Sumber : Lindsay (1997).

Penilaian
- Deviasi uvula yang tidak jelas atau tidak konsisten dapat diabaikan.
- Lesi unilateral UMN tidak akan menyebabkan gangguan bicara dan menelan yang
bermakna.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 47


- Pada lesi UMN bilateral, palatum tidak dapat diangkat secara voluntar (dengan
mengucapkan “ahhh...”) namun bergerak normal saat refleks muntah dirangsang.
- Jika gerak voluntar dan refleks terganggu secara bilateral maka pasien mungkin mengalami
kelumpuhan bulbar bilateral.
- Jika palatum salah satu sisi tidak terangkat, lesinya hampir selalu bertipe LMN unilateral.
Pada kelumpuhan LMN unilateral juga dapat ditemukan fenomena Vernet-Rideau yaitu
bergeraknya arkus faring posterior sisi yang lumpuh ke sisi yang tidak lumpuh karena
tertarik ke sisi yang tidak lumpuh tersebut.

Beberapa Temuan Patologis dan Catatan Khusus


- Jika kita menemukan kelumpuhan n. IX dan X tipe UMN bilateral, kemungkinan ini
merupakan bagian dari kelumpuhan pseudobulbar. Carilah tanda-tanda lainnya seperti
refleks mandibula yang meningkat, lidah spastik, disartria spastik, disfagi, disfoni,
ketidaksabilan emosi, dan hemiparesis dupleks.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 48


DAFTAR TILIK PENILAIAN
Nilai
No. Aspek yang dinilai
0 1 2
1. Memberi salam dan menyapa pasien dengan sapaan yang sopan.
2. Memperkenalkan diri pada pasien.
3. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada pasien.
4. Memberikan kesempatan pasien untuk bertanya dan meminta izin kepada
pasien untuk memulai pemeriksaan.
Inspeksi palatum
5. Pemeriksa memasang lampu kepala.
6. Pemeriksa mencuci tangan lalu memasang sarung tangan periksa dan
masker.
7. Pemeriksa meminta pasien membuka mulut dan mengarahkan lampu
kepala ke dalam kavum oris.
8. Pemeriksa mengidentifikasi palatum durum, palatum mole, uvula, arkus
faring anterior, tonsila palatina, arkus faring posterior, lidah, dan dinding
orofaring posterior (disebutkan).
9. Pemeriksa menggunakan spatula lidah untuk menekan lidah.
10. Pemeriksa mengamati apakah arkus faring simetris atau tidak
(disebutkan).
11. Pemeriksa meminta pasien mengucapkan “ahhh...” Normalnya, saat
mengucapkan “ahhh..” palatum akan terangkat dan bergerak ke belakang,
uvula tetap di tengah, dan kedua arkus faring posterior berkontraksi
hingga saling mendekat di garis tengah. Jika palatum terangkat, amati
apakah terangkat secara simetris atau tidak (disebutkan).
12. Pemeriksa mengamati kedua arkus faring posterior apakah bergerak
bersamaan atau tidak (disebutkan).
Pemeriksaan refleks muntah
13. Pemeriksa memberitahukan pasien bahwa pemeriksa akan merangsang
refleks muntah pasien.
14. Menggunakan aplikator, pemeriksa menyentuh dinding posterior
orofaring atau palatum sebelah kanan lalu sebelah kiri.
15. Pemeriksa memperhatikan apakah uvula terangkat saat dinding posterior
disentuh, apakah kedua arkus faring posterior saling mendekat ke garis
tengah saat pasien muntah atau hanya salah satu arkus posterior yang
bergerak ke arah sisi kontralateralnya atau tidak ada gerakan arkus faring
posterior, serta apakah respons di kedua sisi setara atau ada yang menurun
(disebutkan).
16. Pemeriksa menanyakan pada pasien apakah sensasi di kanan sama dengan
kiri.
17. Mengucapkan terima kasih.
Total Nilai

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 49


PENILAIAN KEMAMPUAN MENELAN
Proses menelan merupakan suatu sistem kerja neurologis yang sangat kompleks. Beberapa
elemen yang berperan adalah input sensorik dari saraf tepi, koordinasi di susunan saraf pusat,
dan respons motorik sebagai umpan balik. Input sensorik berasal dari n. V, VII, IX, dan X. Pusat
menelan di korteks dan subkorteks otak mengatur ambang rangsang menelan sedangkan pusat
menelan di batang otak menerima input dan mengaturnya menjadi respons menelan yang
terprogram yang kemudian dikirim ke otot-otot menelan.
Secara singkat, ada tiga fase menelan yaitu fase oral, faringeal, dan esofageal. Peralihan
antar fase harus berlangsung mulus tanpa jeda. Pada fase oral, makanan dibentuk menjadi bolus
kemudian lidah mendorong makanan ke belakang. Ketika arkus faring posterior tersentuh bolus
makanan, proses menelan terjadi secara reflektorik. Lidah terangkat dan tertarik, velum tertarik,
laring terangkat dan menutup untuk menutupi jalan nafas, dan kemudian bolus makanan
akhirnya terdorong ke arah sfingter krikofaring oleh muskulus konstriktor faring. Fase esofageal
dimulai setelah bolus makanan masuk ke esofagus.
Gangguan menelan dapat mengenai salah satu atau kombinasi dari fase-fase menelan dan
dapat disebabkan oleh gangguan neurogenik atau non neurogenik.

Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
kemampuan menelan.
2. Melakukan tes menelan.

Alat yang diperlukan


1. Sarung tangan periksa dan masker.
2. Ruangan dengan penerangan yang cukup.
3. Tempat cuci tangan dan sabun antiseptik.
4. Kursi periksa.
5. Air matang 100ml dalam gelas.
6. Baki bersih.

Teknik Pemeriksaan
- Tes menelan tidak dilakukan pada pasien dengan penurunan kesadaran atau apabila ada
riwayat kesulitan menelan atau tersedak.
- Jelaskan pada pasien tentang tes yang akan Anda lakukan.
- Minta pasien meminum air putih sekitar 50 – 100ml secara perlahan.
- Perhatikan apakah pasien tersedak. Bila tersedak hentikan tes segera.
- Amati apakah ada jeda saat minuman berada kavum oris sebelum didorong ke faring. Amati
pula gerakan leher saat menelan.

Penilaian
- Jika pasien tersedak atau ada jeda saat minum berada dalam kavum oris, maka terdapat
gangguan menelan.

Catatan Khusus
Di pusat-pusat layanan kesehatan seperti rumah sakit terdapat protokol dan alat
pemeriksaan fungsi menelan lain yang digunakan. Jika kelak Anda bekerja, Anda harus
mengetahui protokol dan alat yang digunakan tersebut.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 50


DAFTAR TILIK PENILAIAN
Nilai
No. Aspek yang dinilai
0 1 2
1. Memberi salam dan menyapa pasien dengan sapaan yang sopan.
2. Memperkenalkan diri pada pasien.
3. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada pasien.
4. Memberikan kesempatan pasien untuk bertanya dan meminta izin kepada
pasien untuk memulai pemeriksaan.
5. Pemeriksaan kemampuan menelan dikontraindikasikan pada pasien
penurunan kesadaran atau apabila ada riwayat kesulitan menelan atau
tersedak.
Meminta pasien meminum air putih sekitar 50 – 100ml secara perlahan.
6. Memperhatikan apakah pasien tersedak. Bila tersedak hentikan tes segera
(disebutkan).
7. Mengamati apakah ada jeda saat minuman berada kavum oris sebelum
didorong ke faring dan gerakan leher saat menelan (disebutkan).
8. Mengucapkan terima kasih.
Total Nilai

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 51


PENILAIAN OTOT STERNOKLEIDOMASTOIDEUS & TRAPEZIUS
Muskulus sternokleidomastoideus berfungsi untuk memajukan kepala ke depan,
memiringkan kepala ke ipsilateral dan memalingkan kepala ke kontralateral. Bagian rostral
muskulus trapezius berfungsi mengangkat bahu. Muskulus sternokleidomastoideus dan bagian
rostral muskulus trapezius dipersarafi oleh nervus aksesorius (n. XI). Bagian kaudal muskulus
trapezius dipersarafi oleh segmen servikal.
Sebenarnya n. XI terdiri atas dua bagian yaitu pars spinalis dan pars aksesorius sehingga
nama lengkapnya adalah nervus aksesorius spinalis. Sesuai dengan namanya, walaupun disebut
nervus kranialis, namun nervus aksesorius sebenarnya memiliki nukleus spinalis yang terletak
di medula spinalis setinggi level vertebra servikal 2 sampai servikal 4 (C2 – C4) selain nukleus
aksesorius yang terletak di medula oblongata. Nervus ini bersifat motorik murni.
Pars spinalis mempersarafi muskulus sternokleidomastoideus dan pars aksesorius
mempersarafi muskulus trapezius. Nukleus pars spinalis menerima suplai dari hemisfer sereberi
ipsilateral sedangkan nukleus pars aksesorius menerima suplai dari hemisfer serebri
kontralateral. Dengan demikian, suatu lesi UMN tunggal dapat menyebabkan gangguan di
kedua sisi.

Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dipahami tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
2. Melakukan pemeriksaan otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
3. Menyebutkan abnormalitas yang mungkin ditemui.

Teknik Pemeriksaan
Inspeksi saat tidak bergerak
- Minta pasien duduk di kursi periksa.
- Jika kepala pasien terlihat jatuh ke depan maka harus dicurigai adanya kelemahan muskulus
trapezius. Jika kepala jatuh ke belakang, kemungkinan terdapat kelemahan muskulus
sternokleidomastoideus.
- Identifikasi letak muskulus sternokleidomastoideus kanan dan kiri. Amati apakah terdapat
atrofi atau fasikulasi di masing-masing otot.
- Amati bahu pasien. Perhatikan apakah terdapat atrofi atau fasikulasi otot. Perhatikan
kesejajaran bahu.
- Bahu jatuh sering disebabkan kelemahan muskulus trapezius atau levator skapula.
- Palpasi muskulus sternokleidomastoideus kanan dan kiri saat tidak bergerak. Rasakan
massa otot dan tegangannya. Bandingkan kanan dan kiri.
- Lakukan hal yang sama untuk bahu.
Pemeriksaan muskulus sternokleidomastoideus
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, muskulus sternokleidomastoideus berfungsi
memajukan kepala, memiringkan kepala ke ipsilateral, dan memalingkan kepala ke
kontralateral. Manuver-manuver yang akan dilakukan bertujuan memeriksa fungsi-fungsi ini.
- Anda berdiri di samping pasien dengan tangan diletakkan di dahi pasien.
- Minta pasien memajukan kepalanya melawan tangan Anda.
- Dengan tangan yang lain, rasakan kontraksi kedua muskulus sternokleidomastoideus.
- Selanjutnya minta pasien memiringkan kepala ke kanan (misalnya dengan perintah
“dekatkan telinga kanan Anda ke bahu kanan!”) sambil Anda meletakkan salah satu tangan
Anda di pipi kanan pasien untuk memberikan tahanan dan tangan lainnya di bahu kanan
pasien untuk memfiksasi bahu. Rasakan kontraksi muskulus sternokleidomastoideus kanan.
- Berikutnya, minta pasien memalingkan wajahnya ke kiri sambil salah satu tangan Anda
masih berada di pipinya. Rasakan kontraksi muskulus sternokleidomastoideus kanan.
- Ulangi urutan manuver di atas untuk muskulus sternokleidomastoideus kiri.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 52


Pemeriksaan muskulus trapezius
- Anda berdiri di belakang pasien.
- Letakan kedua tangan Anda di bahu pasien.
- Selanjutnya minta pasien mengangkat kedua bahunya ke atas sambil Anda memberi
tahanan. Rasakan kontraksi muskulus trapezius di kedua sisi. Amati pula jika terdapat
winging skapula.

Penilaian
- Kelemahan muskulus sternokleidomastoideus dan trapezius di sisi yang sama biasanya
disebabkan lesi perifer.
- Kelemahan muskulus sternokleidomastoideus ipsilateral dan trapezius kontralateral
berhubungan dengan kelumpuhan UMN ipsilateral.
- Kelemahan mengangkat bahu unilateral menandakan lesi UMN kontralateral.
- Atrofi dan kelemahan muskulus sternokleidomastoideus bilateral mengindikasikan suatu
miopati atau penyakit motorneuron.
- Kelemahan muskulus sternokleidomastoideus unilateral mungkin berhubungan dengan
kelumpuhan tipe UMN ipsilateral (periksa lagi muskulus trapezius kontralateral), kerusakan
pars spinalis nukleus n. IX unilateral, atau sebab yang lebih perifer seperti trauma berkas
saraf n. IX.

Beberapa Temuan Patologis dan Catatan Khusus


- Kelumpuhan perifer n. IX disertai gangguan IX dan X perifer sesisi menandakan lesi di
foramen jugulare (misalnya akibat tumor glomus atau neurofibroma).
- Kelumpuhan tipe UMN mungkin berhubungan dengan lesi hemisfer kontralateral akibat
infark, tumor, atau infeksi.
- Posisi kepala yang tidak normal yang disertai hipertrofi otot leher terlihat pada kasus-kasus
distonia servikal.
- Kelumpuhan muskulus trapezius seringkali tidak terlalu jelas akibat adanya persarafan yang
tumpang tindih dengan segmen servikalis medula spinalis.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 53


DAFTAR TILIK PENILAIAN
Nilai
No. Aspek yang dinilai
0 1 2
1. Memberi salam dan menyapa pasien dengan sapaan yang sopan.
2. Memperkenalkan diri pada pasien.
3. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada pasien.
4. Memberikan kesempatan pasien untuk bertanya dan meminta izin kepada
pasien untuk memulai pemeriksaan.
Inspeksi saat tidak bergerak
5. Meminta pasien duduk di kursi periksa.
6. Pemeriksa mengamati kepala pasien. Jika kepala pasien terlihat jatuh ke
depan maka harus dicurigai adanya kelemahan muskulus trapezius. Jika
kepala jatuh ke belakang, kemungkinan terdapat kelemahan muskulus
sternokleidomastoideus (disebutkan).
7. Pemeriksa mengidentifikasi letak muskulus sternokleidomastoideus kanan
dan kiri. Amati apakah terdapat atrofi atau fasikulasi di masing-masing
otot (disebutkan).
8. Pemeriksa mengamati bahu pasien. Perhatikan apakah terdapat atrofi atau
fasikulasi. Perhatikan kesejajaran bahu (disebutkan).
9. Pemeriksa mempalpasi muskulus sternokleidomastoideus kanan dan kiri
saat tidak bergerak.
10. Pemeriksa melakukan hal yang sama untuk bahu.
Pemeriksaan muskulus sternokleidomastoideus
11. Pemeriksa berdiri di samping pasien dengan tangan diletakkan di dahi
pasien.
12. Pemeriksa meminta pasien memajukan kepalanya melawan tangan
pemeriksa.
13. Dengan tangan yang lain, pemeriksa rasakan kontraksi kedua muskulus
sternokleidomastoideus.
14. Selanjutnya pemeriksa meminta pasien memiringkan kepala ke kanan
(misalnya dengan perintah “dekatkan telinga kanan Anda ke bahu
kanan!”) sambil pemeriksa meletakkan salah satu tangannya di pipi kanan
pasien untuk memberikan tahanan dan tangan lainnya di bahu kanan
pasien untuk memfiksasi bahu.
15. Pemeriksa merasakan kontraksi muskulus sternokleidomastoideus kanan.
16. Pemeriksa meminta pasien memalingkan wajahnya ke kiri sambil salah
satu tangan pemeriksa masih berada di pipinya.
17. Pemeriksa merasakan kontraksi muskulus sternokleidomastoideus kanan.
18. Pemeriksa mengulangi urutan manuver di atas untuk muskulus
sternokleidomastoideus kiri.
Pemeriksaan muskulus trapezius
19. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meletakan kedua tangannya di
bahu pasien.
20. Pemeriksa meminta pasien mengangkat kedua bahunya ke atas sambil
Anda memberi tahanan.
21. Pemeriksa merasakan kontraksi muskulus trapezius di kedua sisi dan
mencari jika ada winging skapula (disebutkan).
22. Mengucapkan terima kasih.
Total Nilai

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 54


PEMERIKSAAN LIDAH (SAAT TIDAK BERGERAK & BERGERAK)
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan Teknik Pemeriksaan
lidah.
2. Melakukan pemeriksaan lidah saat tidak bergerak dan bergerak.

Teknik Pemeriksaan
Inspeksi lidah saat tidak bergerak
- Di bawah penerangan yang cukup, inspeksi lidah untuk melihat massa lidah, posisi, dan
permukaannya.
- Perhatikan apakah ada atrofi lidah dan bila ada, apakah mencakup seluruh lidah atau hanya
salah satu sisi.
- Sebagai tambahan, saat menginspeksi lidah juga kita dapat sekaligus mengevaluasi
manifestasi patologis lain seperti makroglosia, lidah kotor, jejas, lidah geografis, dan
hilangnya papila sirkumvalata di bagian posterior lidah.
Pemeriksaan deviasi dan kekuatan lidah
- Untuk memeriksa deviasi lidah, minta pasien untuk menjulurkan lidahnya sejauh mungkin
lalu tahan.
- Lihat apakah ada penyimpangan lidah ke kiri atau ke kanan.
- Selanjutnya, untuk memeriksa kekuatan lidah, minta pasien mendorong pipi dengan lidah
ke kiri dan ke kanan.
- Saat lidah mendorong pipi, pemeriksa meletakkan jarinya di sisi luar pipi yang didorong
dan membandingkan kekuatan dorongan kiri dan kanan.
Pemeriksaan gerak involuntar lidah
- Gerak bergelombang pada lidah seringkali hanya merupakan tanda relaksasi yang tidak
sempurna.
- Jika pada inspeksi kita menemukan gerak bergelombang pada lidah, minta pasien untuk
menggerakan lidahnya lalu amati lagi setelah pasien merelaksasi lidahnya.
- Gerak bergelombang pada setengah bagian lidah mungkin merupakan suatu fasikulasi otot
apabila terjadi di bagian yang lemah dan atrofik.
- Pasien dengan gerak involuntar seperti korea atau atetosis tidak mampu mempertahankan
lidah yang dijulurkan dalam keadaan diam. Jadi untuk memeriksanya, mintalah pasien
menjulurkan lidahnya selama 30 detik.
Disartria
- Disartria dapat disebabkan oleh gangguan lain selain paresis n. XII seperti gangguan
serebelum, parkinsonisme, intoksikasi, bahkan masalah struktural di laring, faring, dan
mulut.
- Dengarkan suara yang dikeluarkan pasien saat bercakap-cakap.
- Untuk memeriksa disartria karena masalah palatal, dengarkan apakah suara pasien terdengar
bindeng. Untuk memeriksa disartria karena lidah, mintalah pasien mengulang kalimat atau
kata yang mempergunakan lidah dalam pelafalannya seperti: “ular melingkar di pagar” atau
“ta...ta...ta...ta”. Untuk memeriksa disartria karena fasial mintalah pasien mengulang kata
“papa”, “mama”.

Penilaian
- Jika lidah berdeviasi ke kiri maka berarti terdapat kelemahan muskulus genioglosus kiri dan
sebaliknya. Kelumpuhan ini bisa bersifat UMN atau LMN.
- Perbedaan klinis antara kelumpuhan unilateral lidah tipe UMN dan LMN perlu didukung
oleh bukti kelumpuhan tipe UMN di tempat lain yang sesuai atau bukti kelumpuhan tipe
LMN lain.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 55


- Sebagai contoh, jika kita menemukan deviasi lidah ke kiri maka kita akan lebih yakin jika
tipe kelumpuhannya UMN jika kita juga menemukan paresis n. VII tipe UMN kiri dan
hemiparesis kiri. Sebagai tambahan, kelumpuhan n. XII tipe UMN sering memberikan
gambaran klinis deviasi lidah yang moderat saja.
- Bukti kelumpuhan n. XII tipe LMN yang paling kuat adalah atrofi lidah ipsilateral,
fasikulasi, dan deviasi ipsilateral yang nyata.
- Saat meminta pasien mengulang suatu kata atau kalimat, perhatikan irama, kejelasan, dan
kelancarannya. Perhatikan bunyi apa yang paling sulit dilafalkan.
- Tipe-tipe disartria:
o Spastik : tidak jelas, pasien sulit membuka mulut, seperti mencoba berbicara dengan
bagian belakang mulut.
o Ekstrapiramidal : Monoton, tanpa irama, memulai dan menghentikan bicara tiba-tiba.
o Serebelar: tidak jelas seperti orang mabuk, irama tidak bersambung, memberikan
penekanan yang sama untuk tiap suku kata.
o Kelumpuhan LMN: tipe palatal : bindeng seperti terkena flu; lidah: bicara pelo terutama
saat melafalkan huruf t, s, dan d; fasial: sulit mengucapkan huruf b, p, m, dan w.
o Miastenik : suara makin lama makin parau saat diminta berhitung keras-keras.

DAFTAR TILIK PENILAIAN


Nilai
No. Aspek yang dinilai
0 1 2
1. Memberi salam dan menyapa pasien dengan sapaan yang sopan.
2. Memperkenalkan diri pada pasien.
3. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada pasien.
4. Memberikan kesempatan pasien untuk bertanya dan meminta izin kepada
pasien untuk memulai pemeriksaan.
Inspeksi lidah saat tidak bergerak
5. Pemeriksa menginspeksi lidah untuk melihat massa lidah, posisi, dan
permukaannya (disebutkan).
6. Memperhatikan apakah ada atrofi lidah dan bila ada, apakah mencakup
seluruh lidah atau hanya salah satu sisi(disebutkan).
Pemeriksaan deviasi dan kekuatan lidah
7. Pemeriksa meminta pasien untuk menjulurkan lidahnya sejauh mungkin
lalu tahan.
8. Pemeriksa melihat apakah ada penyimpangan lidah ke kiri atau ke kanan
(disebutkan).
9. Pemeriksa meminta pasien mendorong pipi dengan lidah ke kiri dan ke
kanan.
10. Saat lidah mendorong pipi, pemeriksa meletakkan jarinya di sisi luar pipi
yang didorong dan membandingkan kekuatan dorongan kiri dan kanan.
Disartria
11. Untuk memeriksa disartria karena masalah palatal, dengarkan apakah
suara pasien terdengar bindeng (disebutkan).
Untuk memeriksa disartria karena lidah, mintalah pasien mengulang
kalimat atau kata yang mempergunakan lidah dalam pelafalannya seperti:
“ular melingkar di pagar” atau “ta...ta...ta...ta” (disebutkan).
Untuk memeriksa disartria karena fasial mintalah pasien mengulang kata
“papa”, “mama” (disebutkan).
12. Mengucapkan terima kasih.
Total Nilai

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 56


PEMERIKSAAN MOTORIK
INSPEKSI: HABITUS DAN GERAKAN INVOLUNTAR
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik inspeksi
habitus dan gerakan involuntar.
2. Memahami beberapa gangguan habitus dan trofi otot yang lazim ditemui.
3. Memahami perbedaan berbagai gerakan involuntar yang lazim ditemui.

Teknik Pemeriksaan
Inspeksi Umum
Amati habitus atau perawakan pasien. Ini dapat dilakukan saat pasien memasuki ruangan
periksa. Perhatikan juga bagaimana pasien duduk, berdiri, berjalan, dan beraktivitas secara
umum. Tentu pemeriksaan ini terbatas dilakukan jika pasien terbaring sakit.
Selanjutnya kita melakukan pemeriksaan formal. Saat inspeksi, sebaiknya pakaian dilepas.
Bandingkan perawakan dan proporsi tubuh dengan orang normal. Apakah pasien memiliki
habitus atletikus, piknikus, atau astenikus.
Habitus astenikus adalah bentuk tubuh standar yang tegap dengan berat dan bentuk badan
yang ideal. Piknikus adalah bentuk badan yang gemuk. Astenikus adalah bentuk badan yang
kurus. Deskripsi yang lebih teliti akan Anda pelajari dalam modul lain yang membahas
pengukuran status gizi dan antropometri. Perhatikan juga penampakan sepintas yang dapat
menjadi petunjuk penyakit seperti apakah wajah pasien sembab, badannya membungkuk,
berpunuk, atau ujung-ujung jari pendek atau panjang.
Amati jika ada asimetrisitas tubuh, deformitas, kelainan sendi, dan cacat. Perhatikan bentuk
dan ukuran otot-otot, apakah adakah atrofi atau hipertrofi. Amati dari atas ke bawah, depan dan
belakang, lalu bandingkan antara sisi kanan dan kiri. Untuk inspeksi tulang belakang secara
lebih detil akan dibahas di bagian lain dari modul ini.
Atrofi adalah hilangnya massa otot. Seringkali kita membedakan istilah atrofi dengan
pengurangan massa otot yang lebih ringan yang kita sebut hipotrofi. Atrofi dan hipotrofi
umumnya jelas terlihat pada kerusakan LMN atau saraf perifer. Kelainan ini kurang terlihat
pada penyakit otot (miopati) primer maupun lesi UMN. Distribusi atrofi pada kerusakan saraf
tergantung lokasi kerusakan. Disuse atrophy adalah atrofi yang terjadi karena suatu otot tidak
digunakan untuk waktu yang lama.
Hipertrofi adalah penambahan massa otot. Hipertrofi bisa terlihat pada otot-otot yang
dilatih. Namun demikian, hipertrofi yang asimetris dapat terjadi karena otot yang hipertrofik
harus menanggung beban yang lebih besar. Hal ini misalnya kita temukan pada kasus distonia
servikal atau pasien dengan kelumpuhan tungkai yang harus menggunakan lengannya untuk
menyangga tubuh. Pseudohipertrofi adalah gangguan trofi otot berupa massa otot terlihat
seolah-olah membesar. Namun demikian pembesaran ini terjadi karena peningkatan kandungan
lemak.
Distonia adalah adalah gangguan sikap berupa kontraksi beberapa otot yang membuat
tubuh berada dalam suatu posisi abnormal dalam waktu lama. Sebagai contoh, distonia
servikal menyebabkan kepala berotasi ke salah satu sisi, membengkok ke arah dada, atau ke
arah punggung. Distonia tangan fokal (writer’s cramp) menyebabkan kontraksi otot-otot
tangan dan jari saat pasien menulis atau bekerja dengan alat sehingga pasien tidak mampu
melanjutkan tulisan atau pekerjaaannya.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 57


A B
Gambar 6. Atrofi otot.
A: Tangan; B: Lidah.

Gerakan Involuntar
Gerakan involuntar adalah gerakan yang terjadi di luar kendali kita. Beberapa gerakan
involuntar yang sering kita temukan adalah:
Nama Deskripsi
Fasikulasi Fasikulasi merupakan gerakan halus, cepat dan berkedut dari satu berkas
(fasikulus) serabut otot atau satu unit motorik. Fasikulasi disertai atrofi otot.
Miokimia Miokimia adalah gerakan kontraksi spasmodik muskulus orbikularis okuli,
muskulus levator palpebra superior, atau otot wajah lainnya. Miokimia
adalah fasikulasi yang tidak disertai atrofi otot.
Tremor Tremor adalah serentetan gerakan involuntar, agak ritmis, dan menyerupai
getaran (berosilasi), yang timbul karena berkontraksinya otot-otot yang
berlawanan secara bergantian
Tremor halus Tremor dengan frekuensi >10 siklus per detik. Tremor ini terutama terjadi
pada jari dan tangan.
Tremor kasar Tremor berfrekuensi rendah (4-8 siklus per detik). Tremor kasar saat
istirahat yang awalnya asimetris merupakan tremor yang khas untuk
parkinsonisme.
Tremor istirahat Tremor yang jelas terlihat saat istirahat dan berkurang saat beraktivitas
Tremor intensi Tremor yang timbul saat pasien melakukan gerakan seperti mengambil
benda tertentu. Tremor biasanya akan menjadi lebih jelas ketika gerakan
hampir mencapai tujuannya
Korea Kata korea berasal dari bahasa Yunani yang berarti menari. Pada korea,
gerak otot berlangsung cepat, sekonyong-konyong, aritmik, dan kasar yang
dapat melibatkan satu ekstremitas, separuh badan, atau seluruh badan. Hal
ini khas terlihat pada anggota gerak atas (lengan dan tangan) terutama
bagian distal. Gerakan korea didapatkan dalam keadaan istirahat dan
menjadi lebih hebat bila ada aktivitas dan ketegangan. Korea menghilang
bila pasien tidur.
Atetosis Kata atetosis berasal dari bahasa Yunani yang berarti berubah. Atetosis
dideskripsikan sebagai gerakan yang lebih lamban dari korea, seperti gerak
ular, dan melibatkan otot bagian distal. Namun demikan hal ini cenderung
menyebar juga ke proksimal. Atetosis dapat dijumpai pada banyak penyakit
yang melibatkan ganglia basal. Seringkali sulit membedakan korea dengan
atetosis. Korea juga bisa muncul bersamaan dengan atetosis sehingga
disebut gerakan koreoatetosis.
Balismus Balismus adalah gangguan gerak berupa gerakan otot yang datang
sekonyong-konyong, kasar, dan cepat. Gangguan ini terutama mengenai
otot-otot skelet yang letaknya proksimal/otot-otot besar. Gerakan balismus
tidak berupa gerakan kompleks. Walaupun demikian, pada tipe yang berat,
balismus dapat membuat pasien seakan-akan meloncat dan berpindah
tempat.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 58


Hemibalismus Tipe balismus yang mengenai salah satu sisi tubuh.
Tik Tik adalah gerakan atau suara yang timbul tanpa disadari, tiba-tiba, singkat,
sering, tanpa diduga, berulang, tanpa tujuan (inappropriate), sering
melelahkan, dan memilliki intenstitas yang bervariasi. Terdapat dua bentuk
tik yaitu tik motorik dan tik vokal. Selanjutnya masing-masing dibagi dalam
bentuk sederhana dan kompleks. Tik memiliki komponen psikogenik dan
gerakan tik dapat ditahan oleh pasien untuk sementara waktu.
Tik fasial Tik yang terjadi di wajah.
Spasme Spasme merupakan gerakan kontraksi otot-otot yang biasanya dipersarafi
oleh satu saraf. Spasme dapat timbul karena iritasi saraf perifer atau otot
tetapi dapat juga timbul karena iritasi di suatu lokasi sepanjang jaras motorik
mulai dari korteks serebri sampai serabut otot.
Blefarospasme Blefarospasme adalah spasme otot berulang yang terbatas pada otot-otot
dan spasme kelopak mata secara mendadak baik kelopak mata atas atau bawah.
hemifasial Spasme hemifasial adalah spasme otot yang dipersarafi oleh nervus fasialis.
Spasme hemifasial dapat mengenai daerah sekitar mata, sesisi wajah, kedua
sisi wajah, bahkan sampai otot platisma di leher. Spasme hemifasial harus
dibedakan dari tik fasialis yang sifatnya psikogenik. Spasme hemifasial
umumnya tidak dapat ditahan sedangkan tik umumnya dapat ditahan untuk
beberapa waktu oleh pasien.
Dua fenomena (refleks palmomental dan gerakan penyerta okuloaurikular)
terdapat dalam spasme hemifasial dan tak ada pada tik.
Mioklonus Gangguan gerak pada mioklonus timbul karena kontraksi otot secara cepat,
sekonyong-konyong, sebentar, aritmik, asinergik dan tidak terkendali. Otot
yang berkontraksi dapat pula meliputi sebagian dari satu otot, seluruh otot,
atau sekelompok otot tanpa memandang perbedaan fungsi otot-otot tersebut.
Gerak mioklonus ini terutama didapatkan pada otot-otot ekstremitas dan
badan tetapi kadang kala terjadi difus dan meluas, melibatkan otot wajah,
rahang, lidah, faring, dan laring.
Asteriksis Gerakan seperti tremor pada tangan saat pergelangan tangan diekstensikan.
Gerakan mirip tremor ini terjadi karena ketidakmampuan mempertahankan
posisi. Akibatnya, terjadi kehilangan tonus sesaat yang menyebabkan tangan
jatuh yang langsung dikoreksi lagi dengan ekstensi pergelangan tangan. Hal
ini terjadi berulang-ulang selama pergelangan tangan diekstensikan sehingga
terlihat seperti tremor atau gerakan menampar.
Asteriksis berlawanan dengan mioklonus karena pada mioklonus justru
terjadi kontraksi otot yang mendadak. Oleh karena itu, asteriksis disebut
juga mioklonus negatif.
Akatisia Keadaan tidak tenang, mulai dari perasaan resah, tidak dapat duduk tenang,
atau tidur diam atau tidur; sering terlihat pada reaksi toksik terhadap
fenotiazin.
Diskinesia Diskinesia orobukal adalah gerakan mulut dan lidah yang berlangsung
orobukal dan berulang-ulang seperti sedang mengunyah atau mengecap-ngecap. Gerakan
orofasial ini bisa ditahan sebentar oleh pasien tetapi tidak lama kemudian muncul
lagi. Jika meluas hingga otot-otot wajah maka nama yang lebih cocok adalah
diskinesia orofasial. Tipe diskinesia ini sering menjadi efek samping
penggunaan obat antipsikotik (seperti chlorpromazine) dalam dosis tinggi
atau lama yang digunakan untuk mengkontrol skizofrenia.

Penilaian
Deskripsikan temuan yang Anda dapatkan secara detil dalam laporan Anda.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 59


PENILAIAN TONUS OTOT
Tonus otot adalah tahanan otot yang dirasakan pemeriksa saat memanipulasi sendi pasien
dalam keadaan relaks (tidak dipengaruhi gravitasi dan penyakit sendi). Kita harus melakukan
pemeriksaan dengan senantiasa mempertimbangkan kedua faktor tadi, baik dalam melakukan
maupun menilai hasil pemeriksaan.

Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik penilaian
tonus otot.
2. Melakukan penilaian tonus otot.

Teknik Pemeriksaan
- Pasien dalam keadaan duduk atau berbaring.
- Pastikan pasien dalam keadaan relaks dan tidak memiliki keterbatasan gerak karena nyeri
atau deformitas. Hal ini merupakan komponen yang penting.
- Lakukan fleksi dan ekstensi berulang-ulang pada kedua lengan dan tungkai.
- Gerakan fleksi dan ekstensi cepat baik untuk menilai spastisitas tetapi untuk menilai
rigiditas sebaiknya dilakukan gerakan yang lambat. Istilah spastisitas dan rigiditas akan
dijelaskan kemudian.
- Fleksi-ekstensi dilakukan pada sendi siku, pergelangan tangan, lutut, dan pergelangan kaki.
- Rasakan adanya tahanan yang meningkat atau menurun.

Penilaian
Hanya ada dua keadaan abnormal untuk tonus otot, yaitu tonus berlebihan (hipertonia) dan
tonus kurang (hipotonia). Dua jenis hipertonia yang sering ditemukan adalah spastisitas dan
rigiditas. Ada lagi satu jenis yang jarang ditemukan, yaitu paratonia (gegenhalten).
Spastisitas adalah peningkatan tonus yang dirasakan berupa peningkatan tahanan di awal
gerakan dan kemudian berkurang saat pemeriksa secara cepat menggerakkan anggota gerak
pasien yang kemudian meningkat lagi di akhir gerakan. Tahanan yang dirasakan dapat
diibaratkan seperti saat membuka sebuah pisau lipat dari semula posisi terlipat, sehingga disebut
juga sebagai fenomena pisau lipat.
Rigiditas adalah peningkatan tonus yang dirasakan berupa tahanan otot yang meningkat di
seluruh rentang pergerakan saat pemeriksa secara perlahan menggerakkan anggota gerak pasien.
Tahanan yang dirasakan terus-menerus di sepanjang usaha menggerakkan anggota gerak pasien
ini diibaratkan seperti tahanan saat membengkokkan pipa timbal, sehingga dinamakan pula
rigiditas pipa timbal. Fenomena roda pedati (cogwheel phenomenon) sering muncul pada
rigiditas pada penyakit Parkinson. Pemeriksa akan merasakan tahanan yang meningkat-
menurun silih berganti saat menggerakkan anggota gerak pasien. Fenomena roda pedati paling
baik diperiksa dengan melakukan fleksi-ekstensi perlahan pada pergelangan tangan dan siku.
Paratonia (gegenhalten (Jerman): gegen = melawan, terhadap; halten = menahan; bertahan
terhadap) adalah tahanan yang ditimbulkan pasien dalam melawan setiap usaha pemeriksa
menggerakkan anggota tubuhnya ke arah mana pun juga. Paratonia dapat muncul pada
penderita demensia atau pada pasien normal yang tidak mampu bersikap rileks selama
pemeriksaan.
Hipotonia adalah penurunan tahanan yang dirasakan oleh pemeriksa ketika menggerakkan
bagian tubuh pasien.
Saat melakukan fleksi-ekstensi kita dapat merasakan adanya keterbatasan lingkup gerak
sendi baik yang disebabkan oleh karena peningkatan tonus atau sebab lain seperti pemendekan
serabut otot atau gangguan ortopedik lain. Keterbatasan lingkup gerak sendi ini disebut
kontraktur.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 60


Gambar 7. Pemeriksaan tonus otot pada sendi lutut.

PENILAIAN KEKUATAN OTOT


Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
kekuatan otot.
2. Melakukan pemeriksaan kekuatan otot pada gelang bahu, ekstremitas atas, abdomen, gelang
panggul, dan ekstremitas bawah.
3. Melakukan penilaian kekuatan otot menurut British Medical Research Council (BMRC).

Prinsip Pemeriksaan
1. Prinsip kecocokan: Pilih gerakan yang sesuai dengan kekuatan lengan dan tangan anda.
Tidak terlalu kuat atau lemah bagi anda.
2. Prinsip kekuatan-jarak: Otot paling kuat saat bekerja pada posisi terpendeknya dan terlemah
pada posisi terjauh.
3. Prinsip antigravitasi otot: Sekelompok otot bekerja secara berlawanan (agonis-antagonis).

Teknik Pemeriksaan
Sebelum tes kekuatan, periksa jangkauan gerak sendi-sendi. Pasien secara aktif diminta
menggerakkan sendi sejauh jangkauan, lalu secara pasif oleh pemeriksa. Lakukan pemeriksaan
dengan urutan rostrokaudal atau sebaliknya. Bandingkan antara sisi kiri dan sisi yang kanan.

Pemeriksaan otot-otot gelang bahu


Pertama-tama, minta pasien untuk menggerakkan bahu dan lengannya sendiri dengan
meluruskan lengan ke depan, samping, dan atas kepala. Lihat jika ada keterbatasan lingkup
gerak sendi atau kesan kelumpuhan. Setelah itu periksa kekuatan otot untuk gerakan berikut:
- Elevasi : Pemeriksan menekan lengan pasien ke bawah saat pasien
menahan. Lakukan di kedua lengan.
- Aduksi ke bawah : Lengan pasien diluruskan disisi tubuh. Pasien menahan usaha
pemeriksa mengangkatnya. Lakukan di kedua lengan
- Aduksi ke dada : Lengan pasien diluruskan ke depan bersilangan pada pergelangan
tangan. Pemeriksa berusaha memisahkan dan pasien menahan.
Pemeriksaan otot-otot lengan atas: fleksi dan ekstensi siku
- Fleksi siku : Lengan pasien difleksikan dengan kuat pada siku (pancho).
Dengan satu tangan di bahu pasien, pemeriksa memegang
pergelangan tangan pasien yang difleksikan dan mencoba
melurukan. Lakukan di kedua lengan.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 61


- Ekstensi siku : Lengan pasien difleksikan pada siku. Lalu pasien mencoba
meluruskan lengan dan pemeriksa menahannya dengan menaham
pada pergelangan. Lakukan di kedua lengan.
Pemeriksaan kelemahan otot lengan bawah: fleksi dan ekstensi pergelangan
- Fleksi pergelangan : Tangan pasien menggenggam dan pergelangan difleksikan
melawan usaha pemeriksa meluruskannya. Lakukan di kedua
tangan.
- Ekstensi pergelangan : Letakkan lengan bawah pasien di atas paha/meja. Pasien
melakukan dorsofleksi pergelangan. Pemeriksa menahannya
dengan menekan punggung tangan pasien. Lakukan di kedua
tangan.
Pemeriksaan kelemahan otot jari
- Amati bentuk tangan dan jari-jari, perhatikan jika ada asimetrisitas otot-otot tenar,
hiponenar, maupun otot-otot interoseus.
- Abduksi-aduksi jari : Pasien merentangkan jari-jari tangannya. Dengan ujung jari
telunjuknya, pemeriksa menekan dan menahan ujung falangs jari
telunjuk pasien dari samping. Lakukan hal yang sama untuk jari-
jari lainnya. Lakukan di kedua tangan.
- Ekstensi jari : Tangan pasien diluruskan dengan telapak menghadap ke bawah
dan jari-jari ekstensi. Pemeriksa menekan bagian dorsal jari pasien
dengan jarinya satu per satu. Lakukan di kedua tangan.
- Fleksi jari : Minta pasien meremas kedua jari pemeriksa. Pemeriksa berusaha
menarik kedua jarinya agar terlepas. Lakukan di kedua tangan.
Pemeriksaan kelemahan otot abdomen
- Posisikan pasien pada posisi supinasi/berbaring telentang.
- Minta pasien sit-up atau mengangkat kepala/kaki.
- Perhatikan kontraksi otot abdomen.
Pemeriksaan kelemahan otot gelang panggul
- Fleksi panggul : Pasien duduk, lutut diangkat dengan posisi fleksi. Pemeriksa
menahan lutut pasien. Lakukan di kedua lutut.
- Abduksi & aduksi paha : Pasien duduk, lalu kaki diabduksi sementara pemeriksa
menahannya dari samping. Kemudian kaki diaduksi (dirapatkan)
sambil pemeriksa mencoba memisahkannya dari sisi medial.
Lakukan di kedua lutut.
- Ekstensi panggul : Pasien berbaring telungkup, lalu mengangkat lutut. Pemeriksa
menekan tungkai pasien ke bawah pada daerah poplitea. Lakukan
pada kedua tungkai.
Pemeriksaan kelemahan otot paha
- Ekstensi lutut : Pasien berbaring telungkup, tekuk kaki sampai tumit mencapai
bokong. Pasien melurukan kaki dan pemeriksa menahannya pada
pergelangan kaki. Lakukan pada kedua tungkai.
- Fleksi lutut (harmstring): Pasien menahan lutut dengan sudut 90°. Pemeriksa memegang
pergelangan kaki dan mencoba meluruskan. Lakukan pada kedua
tungkai.
Pemeriksaan kelemahan pergelangan kaki dan gerakan ibu jari kaki
- Dorsofleksi :Kaki pasien di dorsofleksi, ke dalam, dan ke luar. Inspeksi,
palpasi, dan periksa kekuatan gerakan secara manual. Lakukan
pada kedua kaki.
- Plantar fleksi :Bila pasien mampu berjalan dengan bertumpu pada telapak
kakinya saat pemeriksaan cara berjalan, artinya plantar fleksi kaki
normal.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 62


- Gerakan ibu jari kaki :Pasien menahan ibu jari kaki pada posisi fleksi atau ekstensi.
Pemeriksa menahan gerakan ibu jari tersebut. Lakukan pada kedua
kaki.

Gambar 8. Pemeriksaan kekuatan otot di berbagai bagian tubuh.


Sumber: Lindsay (2007).

Penilaian
Penilaian kekuatan otot bisa menggunakan kata-kata ukuran seperti paralisis, kelemahan
berat, kelemahan sedang, kelemahan minimal dan normal. Namun demikian, kita lebih banyak
menggunakan suatu skala numerik dari 0-5 yang dibuat oleh British Medical Research Council
(BRMC) sebagai berikut:
Skor Deskripsi
5 Kekuatan normal. Mampu menahan tahanan maksimal.
4 Tidak mampu menahan tahanan maksimal tetapi masih mampu menahan tahanan
minimal.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 63


3 Tidak mampu menahan tahanan minimal tetapi masih mampu menahan gravitasi.
2 Tidak mampu menahan gravitasi tetapi masih mampu mengkontraksikan otot untuk
menggerakkan sendi.
1 Tidak mampu menggerakkan sendi tetapi masih terlihat atau teraba kontraksi otot.
0 Tidak ada kontraksi otot sama sekali.

Penulisan laporan standar adalah dengan menggunakan bagan seperti berikut:

...../ ...../ ...../ .....| ...../ ...../ ...../ .....


...../ ...../ ...../ .....| ...../ ...../ ...../ .....
Bagan tersebut mewakili keempat ekstremitas dengan masing-masing ekstremitas dibagi
menjadi empat segmen. Kekuatan otot di setiap segmen ditulis sesuai kolomnya.
Untuk pemeriksaan otot-otot secara khusus maka ditulis nama gerakan dan ototnya.
Misalnya abduksi muskulus digiti minimi manus dekstra: 4 dari 5.

DAFTAR TILIK PENILAIAN


No. Aspek yang Dinilai Nilai
0 1 2
1. Memberi salam dan menyapa pasien dengan sapaan yang sopan.
2. Memperkenalkan diri pada pasien.
3. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada pasien.
4. Memberikan kesempatan pasien untuk bertanya dan meminta izin kepada
pasien untuk memulai pemeriksaan.
Inspeksi habitus dan gerakan involuntar
5. Melakukan inspeksi (sambil menjelaskan hal-hal yang perlu dilihat).
Penilaian tonus otot
6. Pemeriksaan tonus otot lengan dan interpretasinya.
7. Pemeriksaan tonus otot tungkai dan interpretasinya.
Penilaian kekuatan otot
8. Pemeriksaan kekuatan otot gelang bahu dan interpretasinya.
9. Pemeriksaan kekuatan otot lengan atas dan interpretasinya.
10. Pemeriksaan kekuatan otot lengan bawah dan interpretasinya.
11. Pemeriksaan kekuatan n otot gelang panggul dan interpretasinya.
12. Pemeriksaan kekuatan otot paha atas dan interpretasinya.
13. Pemeriksaan kekuatan pergelangan kaki dan ibu jari kaki dan interpretasinya.
14. Mengucapkan terima kasih.
Total Nilai
Keterangan :
0 : tidak dilakukan sama sekali
1 : dilakukan tapi tidak sempurna
2 : dilakukan dengan sempurna

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 64


PEMERIKSAAN KOORDINASI & KESEIMBANGAN
PENDAHULUAN
Koordinasi
Koordinasi gerak terutama diatur oleh serebelum. Serebelum berperan penting dalam
sinergi kontraksi otot dan merupakan pusat pengaturan fungsi koordinasi untuk gerakan
voluntar. Selain itu, serebelum juga ikut berpartisipasi dalam mengatur sikap dan tonus. Pada
keadaan normal, terdapat aktivitas berbagai otot yang secara harmonis bekerja sama dalam
suatu gerakan sehingga otot-otot tersebut dapat berkontraksi dengan kekuatan, waktu, dan
urutan aktivasi yang benar agar dapat menghasilkan gerakan yang halus dan akurat. Pada lesi
serebelar, fungsi tersebut mengalami gangguan, sehingga kecepatan dan keterampilan untuk
melakukan gerakan-gerakan yang membutuhkan aktivitas beberapa kelompok otot atau
beberapa gerakan yang terkoordinasi akan terganggu, meskipun sebenarnya tidak ada
kelumpuhan otot.
Secara sederhana, manifestasi utama dari lesi di serebelum disebut ataksia (berasal dari
bahasa Yunani: ‘a’ = tanpa; ‘taxis’ = urutan) atau ‘disinergia’, yaitu kurangnya koordinasi.
Secara klinis, kedua istilah ini terutama dipakai untuk menunjukkan abnormalitas kontrol
motorik, termasuk inkoordinasi, tremor, dan gangguan melakukan gerakan yang cepat dan
berurutan.
Gangguan koordinasi dapat ditemukan dalam berbagai jenis dan derajat keparahan. Empat
tanda kardinal kelainan serebelar terdiri dari gangguan koordinasi gerakan atau ataksia (ataksia
batang tubuh atau trunkal/ truncal ataxia dan ataksia ekstremitas/ limb ataxia), tremor (intensi
dan postural), hipotonia, dan astenia. Manifestasi serebelar lainnya berupa rebound
phenomenon, nistagmus, dan disartria serebelar (slurred speech).
Gangguan dalam menilai/menentukan dan mengukur jarak, kecepatan, kekuatan, dan arah
gerakan disebut dismetri, yang bisa berupa hipermetri (melampaui sasaran/tujuan) ataupun
hipometri (tidak mencapai sasaran). Pasien dengan gejala dismetri tidak dapat melakukan
gerakan menyusuri suatu garis lurus di antara dua titik dan selalu akan menyimpang dari jalur
yang seharusnya.
Gangguan pada inervasi resiprokal (berlawanan) mengakibatkan hilangnya kemampuan
untuk menghentikan kontraksi otot agonis dan secara cepat mengkontraksikan otot antagonis
untuk kontrol dan regulasi gerakan. Gangguan dalam melakukan gerakan-gerakan secara
berturut-turut dan menghentikan satu aksi kemudian segera diikuti gerakan yang berlawanan
menyebabkan disdiadokokinesis, loss of checking movements, dan rebound phenomenon.
Disdiadokokinesis (atau adiadokokinesis) merupakan ketidakmampuan melakukan gerakan
bergantian secara cepat (rapid alternating movements/RAM) atau gerakan berulang dengan
cepat.

Metode Pemeriksaan Koordinasi


Terdapat bermacam-macam pemeriksaan khusus yang dapat dilakukan untuk menguji
koordinasi (gambar), namun seringkali hanya dengan pengamatan yang cermat terhadap pasien
selama pemeriksaan dapat memberikan banyak informasi yang diperlukan.

Koordinasi Keseimbangan
Koordinasi keseimbangan atau usaha untuk mempertahankan keseimbangan dan koordinasi
tubuh secara keseluruhan diamati saat pasien dalam posisi berdiri (stance, stationary) dan
berjalan (gait). Jika abnormalitas keseimbangan ditemukan saat pasien dalam posisi
diam/berdiri disebut ataksia statik; sedangkan jika terjadi saat dalam gerakan disebut ataksia
kinetik, atau ataksia motorik. Mula-mula pasien dapat diamati saat dalam posisi berbaring atau
duduk; hanya gangguan koordinasi yang sangat berat yang bisa terlihat pada kedua posisi ini.
Mungkin bisa dijumpai gerakan bergoyang (oscillation) atau ketidakseimbangan tubuh bahkan

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 65


saat berbaring. Pasien mungkin mengalami kesulitan untuk memfiksasi dan mengkoordinasikan
tulang belakang, batang tubuh, pelvis, dan bahu secara benar, dan mungkin disertai kesulitan
mempertahankan posisi duduk yang stabil (steady).
Pada posisi berdiri, gangguan koordinasi keseimbangan sedang/moderat akan tampak lebih
jelas.

Gambar 9. Dendrogram pemeriksaan disfungsi serebelar

Postur dan Cara Berjalan (Gait)


Postur merupakan proses neuromuskular aktif yang dipengaruhi oleh sejumlah faktor dan
respons-respons refleks. Mekanismenya sangat kompleks, terutama pada manusia, yang berdiri
tegak dan berjalan dengan dua kaki. Manusia membutuhkan kontrol keseimbangan yang lebih
efisien dibandingkan binatang berkaki empat. Dibutuhkan kontraksi involuntar otot-otot untuk
menghasilkan sikap dan posisi tubuh yang normal. Tonus, terutama dari otot-otot antigravitasi,
sangatlah penting dalam hal ini. Postur sangat dipengaruhi oleh sensasi proprioseptif, kekuatan
dan tonus otot, fungsi vestibular, fungsi ganglia basal dan serebelum, serta kerja sama mereka
satu sama lain. Saat ini, yang akan dibahas hanya gangguan postur akibat gangguan
koordinasi/serebelar.

INSPEKSI POSTUR & CARA BERJALAN (GAIT)


Melihat pasien berdiri dan berjalan merupakan satu bagian yang terpenting dalam seluruh
pemeriksaan neurologi. Pemeriksaan ini dikerjakan dengan pemeriksaan koordinasi namun
demikian dalam pembahasan ini akan kita pisahkan.

Tujuan Stasiun

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 66


Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
postur dan cara berjalan.
2. Melakukan pemeriksaan inspeksi postur dan cara berjalan.
3. Melakukan penilaian postur dan cara berjalan.

Teknik Pemeriksaan
- Jelaskan tentang jalannya pemeriksaan pada pasien.
- Amati pasien saat berdiri. Apakah tampak goyah, bergoyang-goyang, atau cenderung jatuh
ke salah satu sisi tubuh.
- Minta pasien untuk berjalan ke arah depan, belakang, berbalik arah, ke sisi kiri dan kanan,
dan mengelilingi kursi.
- Perhatikan hal-hal berikut:
o Adanya ketidakmantapan saat melangkah (seperti limbung), asimetrisitas, dan
ketidakehalusan gerakan.
o Adanya kesukaran memulai atau menghentikan langkah.
o Panjang langkah (stride length) dan lebar langkah.
o Kecepatan langkah.
o Adanya langkah tertatih/diseret.
o Adadnya ayunan kaki yang tidak biasa (terlalu ke samping, sirkumferensial, atau terlalu
ke atas).
o Adanya kejanggalan pada bagian tubuh yang lain seperti kepala (misalnya posisinya
miring), badan (misalnya condong ke depan atau ke belakang atau ayunan pinggul yang
terlalu lebar), dan lengan (misalnya lengan terlipat di sisi tubuh atau ayunannya
berkurang), serta adanya gerakan tambahan yang tidak normal (misalnya kepala, tubuh,
lengan, atau tungkai meliuk-liuk dan tangan gemetar).
o Saat pasien akan berbalik arah, perhatikan apakah pasien mampu melakukannya dengan
lancar atau tidak.
- Minta pasien untuk berjalan:
o dengan bertumpu pada jari-jari,
o dengan bertumpu pada tumit,
o mengikuti suatu garis pada lantai,
o tandem, dan
o ke samping dengan kaki satu menyilang kaki lainnya.
- Perhatikan jika ada kesulitan saat pasien melakukan beberapa cara berjalan tersebut.
- Minta pasien jongkok sampai setinggi lutut lalu berdiri lagi. Pada anak mintalah melompat
pada satu kaki dan berlari.

Penilaian
- Pada lesi serebelar unilateral, didapatkan deviasi kepala dan badan ke sisi lesi. Bila berdiri,
badan akan cenderung jatuh ke arah lesi. Bila berjalan, tungkai diangkat secara berlebihan,
lengan kurang dilenggangkan, dan jalannya berdeviasi ke sisi lesi. Pada percobaan untuk
berjalan mengikuti garis lurus atau tandem, pasien akan membelok ke arah sisi lesi. Pada
saat berjalan mengelilingi kursi baik searah maupun berlawanan arah dengan jarum jam,
pasien secara konsisten jatuh ke sisi lesi. Pada saat berjalan beberapa langkah ke belakang
dan ke depan bisa terdapat deviasi.
- Lesi pada vermis/garis tengah mengakibatkan gangguan cara berjalan berupa jalan
bergoyang, sempoyongan, iregular, mengayun ke satu sisi dan sisi lainnya, gerakan tiba-tiba
ke depan/ke samping, titubasi, dan langkah lebar (broad-based gait). Pasien tidak mampu
berjalan tandem atau mengikuti garis lurus pada lantai. Dapat dijumpai tremor dan gerakan
bergoyang pada seluruh tubuh. Langkah pasien seperti orang mabuk. Untuk

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 67


mengkompensasikan ketidakseimbangannya, pasien cenderung berdiri dengan jarak yang
lebar antara kedua tungkai (broad-based stance).

TES ROMBERG
Tes Romberg merupakan salah satu pemeriksaan keseimbangan tubuh saat berdiri diam.
Namun pemeriksaan ini secara khusus digunakan terutama sebagai suatu uji proprioseptif,
bukan fungsi serebelar. Temuan yang penting adalah perbedaan antara keseimbangan saat
berdiri dengan mata terbuka dan tertutup. Untuk menguji fungsi ini, pertama-tama pasien harus
dapat berdiri tegak dengan mata terbuka.
Secara kualitatif, hanya adanya perburukan keseimbangan saat mata tertutup menunjukkan
suatu tes Romberg positif. Seorang pasien yang tidak dapat berdiri tegak dan mempertahankan
keseimbangan kaki bersamaan saat mata terbuka tidak menunjukkan suatu tes Romberg yang
positif. Ini bisa dijumpai pada lesi di area vermis serebelum yang mengatur koordinasi
keseimbangan batang tubuh.

Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik tes Romberg.
2. Melakukan tes Romberg.
3. Melakukan penilaian tes Romberg.

Teknik Pemeriksaan
- Sebelum melakukan pemeriksaan, berikan penjelasan mengenai prosedur pemeriksaan pada
pasien.
- Tegaskan juga pada pasien, pemeriksa siap menahannya jika ia terjatuh.
- Pasien diminta berdiri tegak dengan posisi kedua kaki berdekatan selama 30 detik.
(Catatan: Jika pasien terjatuh saat dalam posisi tersebut dengan mata terbuka, pemeriksaan
dihentikan.) Kedua tangan disilangkan di depan dada (ada juga ahli yang meminta kedua
lengan lurus di sisi tubuh).
- Pasien diminta untuk menutup kedua matanya selama 30 detik.
- Jika pasien terjatuh, pemeriksa segera menahan badan pasien.
- Ulangi tes sekali lagi untuk konfirmasi.

Penilaian
- Jika dapat berdiri tanpa terjatuh pada keadaan mata terbuka dan tetap bertahan pada
keadaan mata tertutup, tes Romberg dikatakan negatif (normal).
- Jika pasien dapat berdiri tanpa terjatuh pada keadaan mata terbuka kemudian terjatuh saat
menutup mata, tes Romberg dikatakan positif (ada gangguan propriosepsi). Keadaan seperti
ini dapat dijumpai pada lesi pada kolumna posterior medula spinalis atau pada neuropati
perifer yang berat.
- Jika pasien terjatuh pada saat berdiri dengan mata terbuka, maka kemungkinan ada
gangguan pada fungsi serebelum. Hal ini harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan lain yang
memeriksa fungsi serebelum.

TES ROMBERG DIPERTAJAM


Tes Romberg dipertajam memiliki prinsip yang sama dengan tes Romberg.

Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik tes Romberg
dipertajam.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 68


2. Melakukan tes Romberg dipertajam.
3. Melakukan penilaian tes Romberg dipertajam.

Teknik Pemeriksaan
- Pastikan pasien tidak mengalami kelemahan pada tungkai. Kelemahan tungkai akan
mempengaruhi tes ini.
- Sebelum melakukan pemeriksaan, berikan penjelasan mengenai prosedur pemeriksaan pada
pasien.
- Tegaskan juga pada pasien, pemeriksa siap menahannya jika ia terjatuh.
- Pasien diminta berdiri tegak dengan posisi salah satu kaki berada di depan kaki yang lain
selama 30 detik.
(Catatan: Jika pasien terjatuh saat dalam posisi tersebut dengan mata terbuka, pemeriksaan
dihentikan.)
- Pasien diminta untuk menutup kedua matanya selama 30 detik.
- Jika pasien terjatuh, pemeriksa segera menahan badan pasien.
- Ulangi tes sekali lagi untuk konfirmasi.

Penilaian
- Jika dapat berdiri tanpa terjatuh pada keadaan mata terbuka; dan tetap bertahan pada
keadaan mata tertutup, tes Romberg dipertajam dikatakan negatif (normal).
- Jika pasien dapat berdiri tanpa terjatuh pada keadaan mata terbuka kemudian terjatuh saat
menutup mata, tes Romberg dipertajam dikatakan positif (ada gangguan propriosepsi).
Keadaan seperti ini dapat dijumpai pada lesi pada kolumna posterior medula spinalis atau
pada neuropati perifer yang berat.
- Jika pasien terjatuh pada saat berdiri dengan mata terbuka, maka kemungkinan ada
gangguan pada fungsi serebelum. Hal ini harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan lain yang
memeriksa fungsi serebelum.

PEMERIKSAAN DISMETRI & TREMOR INTENSI (POINT-TO-POINT


TESTING)
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Mengetahui dasar teoritik pemeriksaan dismetri dan tremor intensi.
2. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik tes tunjuk
hidung, hidung-telunjuk-hidung, telunjuk-telunjuk, dan tumit-lutut ibu jari.
3. Melakukan tes tunjuk hidung, hidung-telunjuk-hidung, telunjuk-telunjuk, dan tumit-lutut
ibu jari.
4. Melakukan penilaian hasil tes.

Teknik Pemeriksaan
Tes Tunjuk Hidung
Pastikan pasien tidak mengalami hemiparesis atau gangguan lain yang dapat menghalangi
pergerakan lengan karena akan mempengaruhi hasil pemeriksaan. Pasien diminta menutup mata
dan meluruskan salah satu lengannya ke samping. Kemudian pasien diminta menyentuh
hidungnya dengan telunjuk. Ulangi pada lengan yang lain.
Pada gangguan serebelar, telunjuk tidak akan sampai ke hidung, tetapi melewatinya dan
sampai di pipi sisi sebelah. Bisa juga telunjuk tidak mencapai hidung. Bila jari mendekati
hidung terlihat tremor intensi.
Tes Hidung-Telunjuk-Hidung
Pastikan pasien tidak mengalami hemiparesis atau gangguan lain yang dapat menghalangi
pergerakan lengan karena akan mempengaruhi hasil pemeriksaan. Pasien diminta menunjuk
hidungnya, kemudian telunjuk pemeriksa, dan hidung pasien lagi secara berulang-ulang.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 69


Lakukan pada kedua tangan. Penilaiannya sama dengan tes tunjuk hidung. Amati adanya
dismetri dan tremor intensi.

Gambar 10. Tes hidung-telunjuk-hidung.

Tes Telunjuk-Telunjuk
Pastikan pasien tidak mengalami hemiparesis atau gangguan lain yang dapat menghalangi
pergerakan lengan karena akan mempengaruhi hasil pemeriksaan. Pasien diminta merentangkan
kedua lengan ke samping sambil menutup mata. Kemudian pasien diminta mempertemukan jari
telunjuk ke dua tangan di garis tengah di depan dada.
Jika ada lesi di salah satu hemisfer serebeli, lengan di sisi lesi (ingat, bukan sisi
kontralateral seperti pada lesi hemisfer serebri) akan ketinggalan dalam gerakan ini dan
mengakibatkan jari sisi yang sehat akan melampaui garis tengah badan. Amati juga adanya
dismetri dan tremor intensi dalam pemeriksaan ini.
Tes Tumit-Lutut-Ibu Jari
Pastikan pasien tidak mengalami hemiparesis atau gangguan lain yang dapat menghalangi
pergerakan lengan karena akan mempengaruhi hasil pemeriksaan. Pasien berbaring dengan
kedua tungkai diluruskan. Kemudian minta pasien menempatkan tumit pada lutut tungkai
kontralateral. Kemudian kakinya digerakkan menyusuri tungkai, dari lutut ke bawah sampai ke
ibu jari kaki lainnya, diangkat, lalu letakkan kembali di atas lutut. Lakukan beberapa kali.
Ulangi pada tungkai yang lain.
Pada kelainan serebelar, pasien akan meletakkan tumitnya tidak tepat mengenai lutut, dan
tidak bisa menyusuri tungkai kontralateral dalam garis lurus.

PEMERIKSAAN DISDIADOKOKINESIS
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Mengetahui dasar teoritik pemeriksaan disdiadokokinesis.
2. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
disdiadokokinesis.
3. Melakukan pemeriksaan disdiadokokinesis dengan tes pronasi-supinasi.
4. Melakukan penilaian hasil tes disdiadokokinesis.

Teknik Pemeriksaan
Tes Pronasi-Supinasi
Pasien diminta membolak-balikkan kedua tangan, mulanya pelan-pelan kemudian makin
cepat secara bersamaan. Amati apakah ada kecanggungan melakukan gerakan atau tidak.
Lihatlah sisi mana yang lebih canggung.

Penilaian
Pada lesi serebelar unilateral, akan didapatkan kecanggungan pada sisi lesi (ipsilateral),
sehingga gerakan tangan tidak beraturan dan cenderung lambat dibandingkan tangan sisi yang
lain.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 70


DAFTAR TILIK PENILAIAN
Nilai
No. Aspek yang Dinilai
0 1 2
1. Memberi salam dan menyapa pasien dengan sapaan yang sopan.
2. Memperkenalkan diri pada pasien.
3. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada pasien.
4. Memberikan kesempatan pasien untuk bertanya dan meminta izin
kepada pasien untuk memulai pemeriksaan.
Inspeksi postur dan cara berjalan (gait)
5. Melakukan inspeksi postur pasien saat berdiri (sambil disebutkan
apa yang diamati).
6. Melakukan inspeksi cara berjalan (minimal jalan biasa, jalan jinjit,
jalan dengan tumit, dan jalan tandem.
Tes Romberg
7. Melakukan tes Romberg.
Tes Romberg dipertajam
8. Melakukan tes Romberg dipertajam.
Pemeriksaan dismetri dan tremor intensi
9. Melakukan tes hidung-telunjuk-hidung.
8
10. Melakukan tes tumit-lutut-ibu jari.
Pemeriksaan disdiadokokinesis
11. Melakukan tes pronasi-supinasi.
Total Nilai
Keterangan :
0 : tidak dilakukan sama sekali
1 : dilakukan tapi tidak sempurna
2 : dilakukan dengan sempurna

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 71


PEMERIKSAAN REFLEKS
Secara luas, refleks berarti gerakan involuntar yang terjadi cepat, sebagai respons dari suatu
stimulus. Dengan definisi ini, maka gerakan menarik kaki saat menginjak benda tajam,
meloncat ke belakang untuk menghindari kendaraan, dan memejamkan mata saat ada debu
masuk merupakan gerak reflektorik. Namun demikian, pada kesempatan ini, kita tidak akan
membahas refleks dalam arti luas.
Busur refleks adalah jaras neural yang mengendalikan refleks. Pada busur refleks, stimulus
sensorik yang diterima akan dihantarkan lewat jaras aferen dan langsung bersinaps ke jaras
eferen di medula spinalis. Tidak dihantarkan ke otak terlebih dahulu. Ini menyebabkan reaksi
yang lebih cepat. Walaupun begitu, otak tetap akan menerima stimulus juga tetapi analisisnya
selesai setelah aksi refleks sudah terjadi.
Ada beberapa jenis refleks yang akan kita periksa, yaitu:
- refleks superfisial,
- refleks tendon (refleks regang otot, refleks tendon dalam),
- refleks patologis, dan
- (refleks regresi).
Pemeriksaan refleks merupakan pemeriksaan yang bersifat obyektif dan memberikan
informasi penting terkait integritas busur refleks.
Refleks superfisial disebut demikian karena refleks ini timbul akibat stimulasi dari reseptor
pada kulit atau membran mukosa. Refleks superfisial yang kita kenal antara lain adalah refleks
kornea, refleks muntah, refleks abdomen, refleks anal, refleks bulbokavernosus, dan refleks
plantar. Refleks plantar adalah refleks superfisial yang paling penting.
Refleks tendon dalam adalah refleks yang timbul akibat regangan dari reseptor stimulus di
tendon. Regangan reseptor stimulus di tendon dibuat dengan mengetukkan palu perkusi secara
cepat di atas tendon. Refleks tendon dalam yang sering kita periksa adalah refleks biseps,
triseps, brakioradialis, patela, dan Achilles.
Refleks patologis adalah gerakan reflektorik yang timbul sebagai respons atas stimulus
tertentu. Namun demikian, gerakan ini disebut patologis karena seharusnya gerakan itu tidak
timbul atau seharusnya yang timbul adalah gerakan yang lain. Refleks patologis timbul karena
kerusakan sistem ekstrapiramidal yang menyertai suatu kerusakan jaras piramidal.
Refleks regresi atau refleks primitif atau frontal release signs adalah refleks seharusnya
tidak terlihat lagi pada orang dewasa tetapi kemudian muncul lagi sebagai akibat dari proses
degenerasi otak difus. Contohnya adalah refleks mengisap dan menggenggam.
Refleks-refleks primitif menentukan perilaku bayi. Saat bayi beranjak dewasa, korteks
serebri juga menjadi matur sehingga mendominasi perilaku dan menghambat timbulnya refleks-
refleks primitif. Jika otak mengalami degenerasi yang merusak korteks serebri secara difus,
misalnya karena penyakit metabolik, demensia, atau bahkan penuaan, maka terjadi disinhibisi
refleks-refleks primitif sehingga mereka bisa muncul lagi.

REFLEKS SUPERFISIAL
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Mengetahui dasar teoritik pemeriksaan refleks superfisial.
2. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
refleks plantar, refleks superfisial abdomen, refleks kremaster, dan refleks anal.
3. Melakukan pemeriksaan refleks plantar dan refleks abdomen.
4. Melakukan penilaian hasil tes.

Teknik Pemeriksaan
Refleks Plantar
- Pasien berbaring terlentang dengan anggota gerak sejajar, dan relaks. Lutut lurus atau
sedikit ditekuk. Kaki sebaiknya hangat.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 72


- Dengan bagian bawah palu perkusi, pemeriksa menggores sisi lateral telapak kaki. Goresan
dibuat dari belakang ke depan dan harus berhenti sebelum mencapai daerah pangkal jari-
jari.
- Normalnya akan timbul fleksi ibu jari kaki jika panjang, kecepatan, dan tekanan goresan
yang diberikan tepat.
- Jika ibu jari kaki mengalami ekstensi maka tidak ada refleks plantar normal dan yang
timbul adalah tanda Babinski (akan dibahas kemudian).
- Lakukan di kedua kaki.
Refleks Superfisial Abdomen & Refleks Kremaster
- Untuk memeriksa refleks superfisial abdomen, pemeriksa menggores kulit di keempat
kuadran daerah abdomen secara cepat dari arah luar ke umbilikus.
- Normalnya akan timbul respons berupa kontraksi umbilikus ke arah kuadran abdomen yang
distimulasi.
- Selanjutnya pemeriksa memeriksa refleks kremaster jika pasiennya laki-laki.
- Pemeriksa menggores kulit bagian dalam paha.
- Normalnya timbul respons berupa elevasi testis ipsilateral.
- Ulangi pada paha tungkai yang lain.
Refleks Anal
- Pemeriksa menotol kulit sekitar anus menggunakan spatula atau ujung tumpul palu perkusi.
- Tindakan ini normalnya akan menyebabkan konstriksi sfingkter ani.

A B
Gambar 11. Pemeriksaan refleks plantar dan refleks superfisial abdomen.

REFLEKS TENDON (REFLEKS REGANG OTOT ATAU REFLEKS TENDON


DALAM)
Membangkitkan Refleks Tendon
Pilihlah palu perkusi yang baik. Palu perkusi terdiri dari gagang yang umumnya terbuat dari
logam pipih dan kepala yang terbuat dari bahan elastis seperti karet. Kepala palu perkusi
umumnya berbentuk bulat atau segitiga. Jika berbentuk segitiga, maka sisi yang kecil dari
segitiga digunakan untuk memeriksa tendon kecil dan sisi yang besar untuk tendon besar.
Beberapa palu perkusi di pasaran berukuran terlalu kecil dan beban kepalanya terlalu ringan.
Hal ini tidak baik untuk pemeriksaan. Palu perkusi yang baik bobotnya tidak terlalu ringan,
pangkalnya dapat digenggam dengan baik oleh ibu jari dan jari telunjuk, dan kepalanya terbuat
dari bahan elastis yang cukup berat.
Pegang pangkal gagang palu menggunakan ibu jari dan jari telunjuk dengan genggaman
ringan tidak terlalu kuat, sehingga palu perkusi dapat berayun seperti pendulum.
Selanjutnya, lokalisasi (dan fiksasi jika perlu) tendon yang akan diperiksa. Kepala palu
perkusi nantinya harus mengenai permukaan tendon tersebut. Pada tendon biseps yang letaknya
jauh di bawah kulit, salah satu jempol pemeriksa diletakkan pada kulit di atas tendon dan
menjadi “landasan” pengetukkan palu perkusi. Pada tendon Achilles, pergelangan kaki harus
sedikit didorsofleksi oleh pemeriksa sebelum diketuk agar tendon agak teregang. Pada tendon

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 73


brakioradialis, gunakan sisi yang kecil dari kepala palu perkusi untuk mengetuk karena
tendonnya lebih kecil. Pengetukkannya juga harus menggunakan “landasan”seperti saat
mengetuk tendon biseps.
Saat memeriksa, pasien harus relaks. Jika pasien tetap tegang maka respons refleks akan
berkurang. Untuk mengatasi hal tersebut, dapat dilakukan teknik penguatan (reinforcement)
seperti manuver Jendrassik. Caranya adalah, saat akan mengetuk tendon patela atau Achilles,
minta pasien untuk menempatkan kedua tangan dengan jari-jari saling mengunci di depan dada.
Pasien diminta untuk menarik kedua tangan ke arah samping dengan jari-jari tetap saling
mengunci sehingga kedua tangan akan tertahan. Saat pasien melakukan itu, segera ketukkan
palu perkusi.
Pengetukkan biasanya diulangi dua sampai tiga kali untuk menyakinkan. Namun demikian,
sebelum melakukan pengetukkan ulang, berikan kesempatan otot untuk kembali berelaksi
setelah berkontraksi. Pada refleks yang meningkat, cobalah untuk mengetuk di daerah sekitar
tendon untuk melihat perluasan refleks.
Ayunkan palu dengan ayunan yang ringan. Sumbu ayun adalah pergelangan tangan dan
bukan siku. Anda perlu melakukan latihan berulang-ulang untuk mempermahir teknik ini.
Senantiasa bandingkan refleks di sisi kiri dan kanan. Carilah respons refleks terbaik dari
beberapa kali ulangan ketukan palu perkusi.

Pemeriksaan Refleks Tendon Lengan


Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Mengetahui dasar teoritik pemeriksaan refleks tendon lengan.
2. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
refleks biseps, triseps, dan brakioradialis.
3. Melakukan pemeriksaan refleks biseps, triseps, dan brakioradialis.
4. Melakukan penilaian refleks menurut skala -, +, ++, +++, dan ++++.

Teknik Pemeriksaan
Refleks Biseps
- Pastikan pasien dalam keadaan relaks dan lengan pasien berada pada posisi setengah fleksi
siku. Ini dapat dicapai dengan meminta pasien menyandarkan lengannya di atas paha saat
posisi duduk atau dengan menyangga lengan bawah dengan lengan pemeriksa. Jika pasien
dalam keadaan berbaring, letakkan lengan di atas perut pasien.
- Palpasi tendon otot biseps salah satu lengan pasien dengan ibu jari.
- Taruh salah satu ibu jari pemeriksa di atas tendon biseps yang akan diperiksa.
- Lakukan sedikit penekanan pada tendon. Jaga agar tendon tidak berubah posisinya, tetap di
bawah ibu jari pemeriksa.
- Pemeriksa mengetuk tendon biseps pasien secara tidak langsung dengan mengetuk ibu jari
tangan yang lain dari pemeriksa yang diletakkan di atas tendon biseps yang akan diketuk.
- Ulangi dua atau tiga kali. Berikan jeda yang cukup bagi otot untuk menyelesaikan
kontraksinya sebelum mengetuk lagi.
- Perhatikan fleksi dari siku & kontraksi biseps.
- Lakukan pada lengan yang lain.
Refleks Triseps
- Pastikan pasien dalam keadaan relaks dan lengan pasien berada pada posisi setengah fleksi
siku. Ini dapat dicapai dengan meminta pasien menyandarkan lengannya di atas paha saat
posisi duduk atau dengan menyangga lengan bawah dengan lengan pemeriksa. Jika pasien
dalam keadaan berbaring, letakkan lengan di atas perut pasien.
- Palpasi tendon otot triseps salah satu lengan pasien (jangan menjadikan ibu jari di atas
tendon triseps!).

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 74


- Ketuk dengan palu perkusi pada tendon triseps beberapa sentimeter di atas prosesus
olekranon.
- Ulangi dua atau tiga kali. Berikan jeda yang cukup bagi otot untuk menyelesaikan
kontraksinya sebelum mengetuk lagi.
- Perhatikan ekstensi dari siku & kontraksi triseps.
- Lakukan pada lengan yang lain.
Refleks Brakioradialis
- Pastikan pasien dalam keadaan relaks dan lengan pasien berada pada posisi setengah
supinasi. Ini dapat dicapai dengan meminta pasien menyandarkan lengannya di atas paha
saat posisi duduk. Jika pasien dalam keadaan berbaring, letakkan lengan di atas perut pasien
sambil memegang lengan bawah pasien agar berada dalam posisi setengah supinasi.
- Taruh salah satu ibu jari pemeriksa di atas prosesus stiloideus os radius lengan yang akan
diperiksa.
- Pemeriksa mengetuk tendon brakioradialis pasien secara tidak langsung dengan mengetuk
ibu jari tangan yang lain dari pemeriksa yang diletakkan di atas prosesus stiloideus os
radius.
- Ulangi dua atau tiga kali. Berikan jeda yang cukup bagi otot untuk menyelesaikan
kontraksinya sebelum mengetuk lagi.
- Perhatikan fleksi fleksi lengan bawah dan kontraksi otot brakioradialis.
- Lakukan pada lengan yang lain.

Penilaian
- Berikan nilai hasil pemeriksaan refleks tendon lengan sesuai skala refleks.

Pemeriksaan Refleks Tendon Tungkai


Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Mengetahui dasar teoritik pemeriksaan refleks tendon tungkai.
2. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
refleks patela dan Achilles.
3. Melakukan pemeriksaan refleks patela dan Achilles.
4. Melakukan penilaian refleks menurut skala -, +, ++, +++, dan ++++.

Teknik Pemeriksaan
Refleks Patela (Knee Jerk)
- Pasien dalam keadaan relaks. Dapat dalam posisi duduk atau berbaring telentang.
- Letakkan tungkai pasien di atas tangan pemeriksa atau digantungkan di tepi meja/tempat
tidur.
- Ketuk tendon patela dengan palu perkusi.
- Perhatikan kontraksi otot kuadrisep femoris, kaki akan mengayun ke depan & belakang.
- Lakukan pada tungkai yang lain.
Refleks Achilles (Ankle Jerk)
- Pasien dalam keadaan relaks. Dapat dalam posisi duduk atau berbaring telentang.
- Tungkai pasien sedikit ditekuk pada sendi lutut jika pasien berada dalam posisi berbaring
telentang.
- Pemeriksa memegang kaki secara dorsofleksi.
- Ketuk palu perkusi di tendon Achilles.
- Perhatikan kontraksi otot betis dan plantar fleksi kaki.
- Lakukan pada tungkai yang lain.

Penilaian
- Berikan nilai hasil pemeriksaan refleks tendon tungkai sesuai skala refleks.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 75


Pemeriksaan Klonus
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
klonus patela dan klonus kaki.
2. Melakukan pemeriksaan klonus patela dan klonus kaki.
3. Melakukan penilaian hasil pemeriksaan.

Teknik Pemeriksaan
Klonus Patela
- Pasien dan terutama ekstremitas yang diperiksa dalam keadaan relaks.
- Pemeriksa memegang dan mendorong tulang patela secara mendadak ke arah distal.
Klonus Kaki
- Pasien dan terutama ekstremitas yang diperiksa dalam keadaan relaks.
- Pemeriksa melakukan dorsofleksi kaki secara mendadak lalu tahan.

Penilaian
Klonus Patela
Positif jika terjadi kontraksi berulang-ulang (≥3 kali) selama pendorongan os patela masih
tetap dilakukan.
Klonus Kaki
Positif jika terjadi kontraksi dari otot betis secara berulang-ulang (≥3 kali) selama
dorsofleksi dilakukan.

Gambar 12. Teknik pemeriksaan refleks tendon.


Dari kiri ke kanan: Refleks biseps; refleks triseps; refleks patela; dan refleks Achilles.

Pengukuran Refleks Regangan Otot


Lakukan penilaian refleks berdasarkan skala berikut:
Skala Deskripsi
0 Tidak ada (arefleks)
+ Menurun (hiporefleks)
++ Normal (normorefleks)
+++ Meningkat (hiperrefleks)
++++ Sangat meningkat, disertai klonus (hiperrefleks)

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 76


Penulisannya dapat ditulis satu per satu atau menggunakan bagan seperti berikut:

Perlu diingat, karena rentangnya yang lebar pada orang normal, nilai refleks absolut kurang
penting dibanding dengan asimetri atau perbedaannya antar satu bagian tubuh dengan yang lain.

REFLEKS PATOLOGIS
Adanya refleks patologis menandakan adanya lesi UMN. Refleks patologis yang biasanya
kita periksa adalah tanda Hoffman dan Tromner di tangan serta tanda Babinski (refleks plantar
patologis) di kaki. Tanda Babinski adalah dorsofleksi ibu jari kaki disertai mekarnya keempat
jari yang lain saat diberikan rangsangan tertentu. Tanda Babinski dapat dibangkitkan dengan
berbagai cara seperti cara Babinski, cara Chaddock, cara Schaeffer, dan cara Gordon, cara Bing,
cara Gonda, cara Oppenheim. Cara-cara membangkitkan tanda Babinski ini disebut kelompok
Babinski.
Selain tanda Babinski, terdapat juga tanda refleks patologis lain di kaki seperti Mendel-
Bechterew dan Rossolimo (tidak dibahasa di sini).

Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Mengetahui tentang berbagai jenis pemeriksaan refleks patologis.
2. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
refleks patologis.
3. Melakukan pemeriksaan Hoffman, Tromner, dan pemeriksaan untuk membangkitkan tanda
Babinski dengan cara Babinski.
4. Melakukan penilaian hasil pemeriksaan.

Refleks Fleksi Jari-jari Tangan


Teknik Pemeriksaan
Metode Hoffman
Pemeriksa memegang tangan pasien yang dalam keadaan relaks lalu menekan bagian distal
falangs jari tengah pasien. Lakukan pada tangan yang lain.
Metode Tromner
Pemeriksa memegang tangan pasien yang dalam keadaan relaks lalu mengetuk ringan
bagian distal falangs jari tengah pasien dari arah bawah ke atas. Lakukan pada tangan yang lain.

Gambar 13. Pemeriksaan metode Hoffman (gambar kiri) dan Tromner (gambar kanan).

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 77


Penilaian
- Respons abnormal adalah fleksi jari-jari lainnya saat pemeriksa menekan bagian distal
falangs atau mengetuk bagian distal falangs.

Refleks Plantar Patologis/Tanda Babinski


Teknik Pemeriksaan
- Pastikan ibu jari kaki dalam keadaan relaks.
- Untuk pemeriksaan tanda Babinski dengan cara Babinski, gores telapak kaki bagian lateral
terus hingga sepanjang lengkungan bawah kaki.
- Perhatikan ekstensi ibu jari kaki.
- Ulangi pada kaki yang lain.

Gambar 14. Pemeriksaan tanda Babinski dengan cara Babinski.

Banyak cara lain selain cara babinski yang dapat membangkitkan gerakan ibu jari kaki, yaitu:
Eponim Manuver
Chaddock Menggores di sepanjang sisi lateral kaki.
Schaeffer Meremas kuat tendon Achilles.
Oppenheim Tekan buku-buku jari tangan pada tulang kering kaki dan susuri tulang
kering dengan buku-buku jari ke bawah.
Gordon Meremas otot betis sesaat.
Gonda Menarik jari kaki ke empat ke bawah sesaat lalu dilepas secara tiba-tiba.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 78


DAFTAR TILIK PENILAIAN
Nilai
No. Aspek yang Dinilai
0 1 2
1. Memberi salam dan menyapa pasien dengan sapaan yang sopan.
2. Memperkenalkan diri pada pasien.
3. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada pasien.
4. Memberikan kesempatan pasien untuk bertanya dan meminta izin
kepada pasien untuk memulai pemeriksaan.
Pemeriksaan refleks superfisial
5. Pemeriksaan refleks plantar dan interpretasinya.
6. Pemeriksaan refleks superfisial abdomen dan interpretasinya.
Pemeriksaan refleks tendon lengan
7. Pemeriksaan refleks biseps dan interpretasinya.
8. Pemeriksaan refleks triseps dan interpretasinya.
9. Pemeriksaan refleks brakioradialis dan interpretasinya.
Pemeriksaan refleks tendon tungkai
10. Pemeriksaan refleks patella dan interpretasinya.
11. Pemeriksaan refleks Achilles dan interpretasinya.
Pemeriksaan klonus
12. Pemeriksaan klonus patela.
13. Pemeriksaan klonus kaki.
Refleks patologis
14. Pemeriksaan refleks Hoffman dan interpretasinya.
15. Pemeriksaan refleks Tromner dan interpretasinya.
16. Pemeriksaan refleks plantar patologis dan interpretasinya.
17. Mengucapkan terima kasih.
Total Nilai
Keterangan :
0 : tidak dilakukan sama sekali
1 : dilakukan tapi tidak sempurna
2 : dilakukan dengan sempurna

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 79


REFLEKS PRIMITIF/REFLEKS REGRESI
Istilah refleks primitif (atavistik atau frontal release signs) dipakai untuk respons-respons
yang timbul pada pasien demensia organik lanjut, ensefalopati difus (metabolik, anoksik,
pascaanoksik), hidrosefalus normotensif, status pascatrauma, neoplasma, dan degenerasi
serebral. Lesi penyebab biasanya bersifat difus namun terutama mengenai lobus frontal atau
area asosiasi frontal.
Berdasarkan konsensus yang muncul secara bertahap, ditetapkan bahwa salah satu dari
refleks primitif tersebut bisa ditemukan pada orang normal tetapi apabila ditemukan kombinasi
dari beberapa refleks primitif, maka temuan tersebut berkaitan erat dengan penyakit sistem saraf
pusat (SSP) yang berat. Kemungkinan timbulnya refleks primitif ini meningkat dengan makin
bertambahnya durasi dan derajat penyakit-penyakit kronik otak. Refleks primitif ini tidak
memiliki nilai lokalisasi yang besar, melainkan menunjukkan adanya disfungsi hemisfer yang
luas dan difus.

Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
refleks regresi.
2. Melakukan pemeriksaan refleks mencucu, rooting reflex, refleks mengisap, refleks
menggenggam, refleks glabela, dan refleks palmomental.
3. Melakukan penilaian hasil pemeriksaan.

Refleks Mencucu
Refleks ini merupakan respon berlebihan dari refleks orbikularis oris.

Teknik Pemeriksaan
Ketuk ringan bibir atas (atau bibir bawah) dengan palu perkusi, spatel lidah, atau jari.

Penilaian
Respon yang timbul yaitu terjadi kontraksi bilateral otot-otot di sekitar mulut dan pangkal
hidung, sehingga pasien akan memonyongkan mulutnya. Bisa ditemukan pada lesi supranuklear
bilateral dan lesi otak difus.

Rooting Reflex
Refleks ini normal ditemukan pada bayi baru lahir dan membantu bayi saat akan menyusui.
Refleks ini menghilang pada usia 4-6 bulan dan bertahap berubah menjadi kontrol voluntar.

Teknik Pemeriksaan
Sentuh area pipi atau sudut mulut pasien dengan jari. Lakukan untuk kedua sisi mulut
secara bergantian.

Penilaian
Dikatakan positif, apabila pasien menolehkan kepala dan mulutnya ke arah stimulus.

Refleks Mengisap
Teknik Pemeriksaan
Letakkan jari atau benda lainnya ke mulut pasien.

Penilaian
Dikatakan positif apabila pasien menjungurkan bibirnya kemudian mengisap dan membuat
gerakan ritmik dengan mulut dan lidahnya.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 80


Refleks Menggenggam
Teknik Pemeriksaan
Jari telunjuk dan tengah pemeriksa diletakkan pada telapak tangan pasien. Lakukan pada
kedua tangan.

Penilaian
Refleks dikatakan positif apabila jari pemeriksa dipegang oleh tangan pasien.

Refleks Glabela
Teknik Pemeriksaan
Ketuk daerah glabela dengan ujung jari secara ritmik beberapa kali. Perhatikan kedipan
mata pasien setiap kali glabela diketuk.

Penilaian
Pemeriksaan refleks glabela dikatakan positif jika pasien memejamkan matanya setiap kali
glabelanya diketuk. Pada orang sehat, pemejaman mata hanya terjadi pada ketukan ke dua
sampai ke tiga saja dan selanjutnya matanya tidak akan terpejam lagi.

Reflek Palmomental
Teknik Pemeriksaan
- Gores kulit di area tenar telapak tangan dengan cepat.
- Goresan bisa dengan ujung gagang palu perkusi.
- Lakukan goresan dua sampai tiga kali.
- Ulangi di telapak tangan yang lain.

Penilaian
- Dikatakan positif apabila saat dilakukan goresan, timbul kontraksi otot mentalis ipsilateral.

DAFTAR TILIK PENILAIAN


Nilai
No. Aspek yang Dinilai
0 1 2
1. Memberi salam dan menyapa pasien dengan sapaan yang
sopan.
2. Memperkenalkan diri pada pasien.
3. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada pasien.
4. Memberikan kesempatan pasien untuk bertanya dan meminta
izin kepada pasien untuk memulai pemeriksaan.
5. Pemeriksaan refleks mencucu dan interpretasinya.
6. Pemeriksaan rooting reflex dan interpretasinya.
7. Pemeriksaan refleks mengisap dan interpretasinya.
8. Pemeriksaan refleks menggenggam dan interpretasinya.
9. Pemeriksaan refleks glabela dan interpretasinya.
10. Pemeriksaan refleks palmomental dan interpretasinya.
11. Mengucapkan terima kasih.
Total Nilai
Keterangan :
0 : tidak dilakukan sama sekali
1 : dilakukan tapi tidak sempurna
2 : dilakukan dengan sempurna

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 81


PEMERIKSAAN SENSORIK
Komponen sensibilitas menurut Sherrington, terdiri dari:
1. Sensibilitas permukaan (eksteroseptif) yang reseptornya berada di permukaan kulit dan
mukosa. Contoh sensasinya adalah nyeri, suhu, dan raba halus.
2. Sensibilitas dalam (proprioseptif) yang reseptornya berada di dermis dalam, otot, tendon,
ligamentum, dan labirin vestibular. Contoh sensasinya seperti rasa posisi, getaran, gerakan,
tekanan, berat, tegangan, nyeri dalam (nyeri dari struktur otot, ligamentum, fasia, dan
tulang), dan keseimbangan.
3. Sensibilitas organ dalam (interoseptif) yang reseptornya ada di organ dalam dan pembuluh
darah. Contoh sensasinya adalah nyeri dalam, nyeri vaskular, dan rasa kenyang.
Sensibilitas interoseptif tidak akan kita periksa. Pemeriksaan sensibilitas khusus seperti
penghidu, penglihatan, pengecapan, dan pendengaran, dipraktikkan dalam stasiun lain
Selain ketiga sensibilitas tadi, terdapat proses diskriminasi sensasi yang melibatkan fungsi
kortikal luhur. Hasil proses ini antara lain diskriminasi antara dua titik, pengenalan bentuk
(stereognosis), pengenalan bentuk dari hasil perabaan. Dikenal juga pengenalan wajah dan
pengenalan keadaan diri sendiri. Membedakan apakah suatu gangguan sensibilitas terjadi pada
jaras sensorik atau pada proses diskriminasi di otak membutuhkan pengetahuan neuroanatomis
yang baik dan integrasi hasil pemeriksaan neurologis secara umum.
Pemeriksaan sensorik harus dikerjakan secara teliti dan menyeluruh jika ada keluhan
gangguan sensibilitas (misalnya wajah terasa baal, nyeri tungkai, dan mati rasa). Pemeriksa
harus mempertimbangkan beberapa hal saat melakukan pemeriksaan sensorik, yaitu riwayat
keluhann pasien, hasil pemeriksaan sistem lain, latar belakang pendidikan pasien, dan penyakit
penyerta.
Pasien yang akan diperiksa harus sadar, kooperatif, dan memiliki pendidikan yang cukup.
Pemeriksa perlu menerangkan kepada pasien tentang tujuan, cara, dan respons yang diharapkan
dari pasien secara jelas. Jelaskan jika dalam pemeriksaan pemeriksa perlu membuka baju
pasien. Berikan kesempatan pada pasien untuk bertanya jika ada yang tidak dia mengerti.
Pemeriksa perlu mendapatkan persetujuan pasien terlebih dahulu sebelum memulai
pemeriksaan. Pemeriksaan hendaknya dilakukan tidak dalam suasana yang tegang atau
melelahkan pasien.
Beberapa istilah untuk mendeskripsikan gangguan sensibilitas adalah sebagai berikut:
Istilah Makna
Sensasi Eksteroseptif
Anestesia Ketidakmampuan merasakan sensasi raba.
Hipestesia Penurunan kemampuan merasakan sensasi raba.
Hiperestesia Peningkatan sensitivitas terhadap sensasi raba.
Disestesia Rasa tidak nyaman seperti tebal, baal, ditusuk-tusuk, atau
terbakar yang muncul spontan tanpa rangsangan luar yang
jelas.
Parestesia Rasa tidak nyaman seperti tebal, baal, ditusuk-tusuk, atau
terbakar yang menyertai suatu rangsangan luar yang
normal ke kulit.
Hiperpati Peningkatan respons yang ekstrim terhadap nyeri.
Analgesia Ketidakmampuan merasakan sensasi nyeri.
Hipolgesia Penurunan kemampuan merasakan sensasi nyeri.
Hiperalgesia Peningkatan sensitivitas terhadap sensasi nyeri.
Alodinia Kesalahan interpretasi sensasi raba menjadi nyeri.
Termonanestesia Ketidakmampuan merasakan sensasi suhu.
Termohipestesia Penurunan kemampuan merasakan sensasi suhu.
Termohiperestesia Peningkatan sensitivitas terhadap sensasi suhu.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 82


Sensasi Proprioseptif
Kinanestesia Ketidakmampuan merasakan sensasi gerak.
Kinhipestesia Penurunan kemampuan merasakan sensasi gerak.
Statanestesia Ketidakmampuan merasakan sensasi sikap.
Stathipestesia Penurunan kemampuan merasakan sensasi sikap.
Palanestesia Ketidakmampuan merasakan sensasi getar.
Palhipestesia Penurunan kemampuan merasakan sensasi getar.
Baranestesia Ketidakmampuan merasakan sensasi tekan.
Barhipestesia Penurunan kemampuan merasakan sensasi tekan.
Sensasi Diskriminatif
Atopognosia Ketidakmampuan mengenal lokalisasi di kulit.
Astereognosia Ketidakmampuan mengenal bentuk.
Abarognosia Ketidakmampuan mengenal berat.
Agrafestesia Ketidakmampuan mengenal huruf.
Anautopagnosia Ketidakmampuan mengenal tubuh.
Prosopagnosia Ketidakmampuan mengenal wajah.

PENILAIAN SENSASI EKSTEROSEPTIF: NYERI


Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Memahami dasar teoritis pemeriksaan eksteroseptif.
2. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
sensasi nyeri.
3. Melakukan pemeriksaan sensasi nyeri.
4. Melakukan penilaian hasil pemeriksaan.

Alat Yang Harus Disediakan


Jarum bundel, tusuk gigi sekali pakai yang belum pernah dipakai, atau roda bergigi tukang
jahit (rader).

Syarat Pemeriksaan
Kedua mata tertutup. Pasien dalam kondisi sadar penuh (compos mentis), pasien kooperatif,
atensi baik, tidak ada gangguan bahasa, dan tidak ada luka pada daerah sekitar tempat
pemeriksaan.

Teknik Pemeriksaan
- Pemeriksa memegang jarum atau tusuk gigi seperti memegang pensil. Ujung jari berada
sejajar dengan ujung jarum. Tujuannya untuk menjaga agar kulit pasien tidak terluka karena
tusukan terlalu dalam.
- Lakukan penusukan yang terukur agar tidak melukai pasien.
- Pertama-tama kita akan memeriksa kemampuan pasien membedakan tusukan tajam dan
tumpul.
- Jika ada keluhan khusus terkait gangguan sensibilitas di daerah tubuh tertentu, mulailah
memeriksa dari daerah yang normal. Tujuannya agar pasien mengetahui kualitas sensasi
normal.
- Kita dapat melakukan dua atau tiga kali penusukan untuk satu stimulus. Alasannya adalah
karena tidak setiap penusukan akan menyentuh titik peka nyeri kulit.
- Lakukan penusukan tajam dan tumpul bergantian dengan cara sekali menusuk jarum pada
kulit pasien dan sekali menekan dengan ujung jari telunjuk pemeriksa (dapat diganti dengan
ujung tumpul jarum pentul atau pensil). Lakukan secara acak di beberapa daerah di wajah,

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 83


bagian dorsal tangan, dan dorsal kaki. Urutan tajam dan tumpul juga dibuat acak. Hal ini
bertujuan menilai kemampuan pasien membedakan sensasi tajam dan tumpul.
- Pasien diminta membandingkan mana tusukan tajam dan tumpul. Hindari pertanyaan
”apakah rasanya berbeda?”, atau “mana yang terasa lebih tajam?”.
- Selanjutnya, lakukan tusukan tajam di beberapa dermatom di sisi kiri dan kanan.
- Tanyakan pada pasien bagaimana rasanya setiap tusukan. Apakah sama dengan tusukan
sebelumnya.
- Selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan dengan roda bergigi tukang jahit.
- Jika menggunakan roda bergigi tukang jahit, lakukan pemeriksaan dengan
menggelindingkan alat tersebut di permukaan tubuh pasien. Hal ini bertujuan agar defisit
sensorik secara kasar mudah dan cepat diketahui.
- Roda bergigi digelindingkan ke dua arah, yaitu dari daerah normal ke daerah defisit
sensorik dan sebaliknya.
- Pasien diminta memberitahukan kapan sensasi nyeri roda gigi mulai berbeda.

Penilaian
Batas sensibilitas yang ditemukan dengan menggunakan jarum dan roda gigi berbeda. Batas
yang mungkin sesuai dengan keadaan sebenarnya terletak di antara kedua batas yang ditetapkan
melalui kedua cara tersebut tadi.

Catatan Khusus
Alat-alat yang diperdagangkan dengan nama algesimeter tampaknya muktahir dan
mengesankan, tetapi tidak lebih unggul daripada jarum bundel biasa dan rader itu. Cara
melakukanlah yang penting. Bukan kualitas dan bentuk alat yang menentukan mutu hasil
pemeriksaan.

PENILAIAN SENSASI EKSTEROSEPTIF: SUHU


Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Memahami dasar teoritis pemeriksaan eksteroseptif.
2. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
sensasi suhu.
3. Melakukan pemeriksaan sensasi suhu.
4. Melakukan penilaian hasil pemeriksaan.

Alat Yang Harus Disediakan


Botol yang berisi air dingin (5-10OC) dan air hangat (40-45OC).

Syarat Pemeriksaan
- Kedua mata tertutup. Pasien dalam kondisi sadar penuh (compos mentis), pasien kooperatif,
atensi baik, tidak ada gangguan bahasa, dan tidak ada luka pada daerah sekitar tempat
pemeriksaan.
- Dalam melakukan tes hendaknya diperiksa bahwa setiap botol tes itu betul-betul kering.

Teknik Pemeriksaan
- Rangsangan panas dapat diberikan dengan menempelkan botol yang berisi air panas
berderajat 40-45oC.
- Sedangkan rangsangan dingin dapat diberikan dengan menempelkan botol yang berisi air
dingin yang berderajat 10-15oC.
- Tanyakan pada pasien apakah dia dapat merasakan botol yang ditempelkan. Jika ya,
tempelkan botol secara bertahap dari atas ke bawah atau bawah ke atas, sesuai dermatom
tubuh. Kita juga dapat memeriksa dengan membandingkan sisi tubuh kiri dan kanan.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 84


- Tanyakan lagi apakah suhu botol terasa sama antara satu level dermatom dengan dermatom
berikutnya atau antara satu sisi dengan sisi yang lain. Tanyakan, “Apakah rasanya sama
dengan yang ini?”. Hindari pertanyaan, ”Apakah rasanya berbeda?”.
- Setelah diperiksa untuk rangsangan panas periksa juga untuk rangsangan dingin atau
sebaliknya.
- Untuk memeriksa termognosia, tempelkan botol dingin dan hangat secara bergantian dan
minta pasien menentukan mana yang terasa lebih hangat atau lebih dingin. Ulangi dua atau
tiga kali.

Penilaian
Perubahan rasa suhu dinyatakan dengan kata anestesia-suhu, hipestesia suhu atau
hiperestesia suhu, dan ditambahkan juga kata dingin atau panas. Kadang-kadang, selain
memeriksa kemampuan pasien untuk membedakan rasa dingin dan panas, perlu juga ditentukan
sampai berapa derajat yang masih dapat dibedakannya. Biasanya orang normal dapat
membedakan suhu yang berbeda 2 sampai 5 OC tetapi makin tinggi atau makin rendah suhu yang
digunakan, dibutuhkan perbedaan yang lebih besar supaya dapat dibedakan. Hipestesia-suhu
terhadap rasa dingin sering dijumpai pada lesi talamik.

Catatan Khusus
Oleh karena botol yang terbuat dari gelas tidak sepanas atau sedingin air yang
terkandungnya, maka sekarang dapat diperoleh botol untuk tes perasa termik yang dibuat dari
baja tak berkarat.
Hendaknya diketahui juga bahwa permukaan tubuh yang biasanya tertutup (pakaian) lebih
peka terhadap rangsang termik daripada daerah tubuh yang biasanya tidak tertutup. Orang-orang
yang berusia lanjut menunjukkan hipestesia terhadap rangsang termik pada tangan dan kakinya
tanpa mempunyai gangguan sensorik yang patologis. Hal ini disebabkan oleh sirkulasi darah
pada bagian-bagian distal yang kurang baik sebagai manifestasi proses menua yang wajar.

PENILAIAN SENSASI EKSTEROSEPTIF: RABA HALUS


Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Memahami dasar teoritis pemeriksaan eksteroseptif.
2. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
sensasi raba halus.
3. Melakukan pemeriksaan sensasi raba halus.
4. Melakukan penilaian hasil pemeriksaan.

Alat Yang Disediakan


Kapas terpilin.

Syarat Pemeriksaan
Kedua mata tertutup. Pasien dalam kondisi sadar penuh (compos mentis), pasien kooperatif,
atensi baik, tidak ada gangguan bahasa, dan tidak ada luka pada daerah sekitar tempat
pemeriksaan.

Teknik Pemeriksaan
- Jelaskan tentang teknik pemeriksaan dan apa yang kita harapkan dari pasien sebelum
melakukan pemeriksaan ini.
- Pilin gulungan kapas di salah satu ujungnya.
- Goreskan ujung terpilin kapas di atas permukaan tubuh. Dengan cara demikian, faktor
penekanan yang mungkin dihasilkan oleh penggoresan dengan kapas itu diperkecil.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 85


- Tanyakan pada pasien apakah goresan kapas dapat dia rasakan. Jika ya, lakukan
penggoresan secara bertahap dari atas ke bawah atau bawah ke atas, sesuai dermatom tubuh.
Kita juga dapat memeriksa dengan membandingkan sisi tubuh kiri dan kanan. Sebaiknya
satu dermatom digores dua atau tiga kali saja. Saat melakukan goresan, hindari melakukan
goresan yang terlalu panjang, menggores melintas lebih dari satu dermatom, atau
menggores terlalu kasar.
- Tanyakan lagi apakah goresan terasa sama antara satu level dermatom dengan dermatom
berikutnya atau antara satu sisi dengan sisi yang lain. Tanyakan, “Apakah rasanya sama
dengan yang ini?”. Hindari pertanyaan, ”Apakah rasanya berbeda?”.

Penilaian
Terdapat gangguan sensibilitas eksteroseptif bila sensasi goresan kapas dirasakan tidak
sama pada dua sisi yang homolog atau pada dermatom yang berbeda.

Catatan Khusus
Daerah tubuh lateral lebih kurang peka dibanding daerah tubuh medial/mesial. Daerah
erotogenik, yaitu daerah sekitar leher, sekitar payudara, dan sekitar genitalia, juga lebih peka
terhadap rangsang raba daripada daerah tubuh lainnya.
Seringkali kita harus melakukan satu atau dua kali konfirmasi untuk memastikan ada
tidaknya gangguan. Pasien dapat saja berpura-pura merasa atau tidak merasa.

PENILAIAN SENSASI PROPRIOSEPTIF: RASA POSISI


Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Memahami dasar teoritis pemeriksaan proprioseptif.
2. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
raba posisi.
3. Melakukan pemeriksaan raba posisi.
4. Melakukan penilaian hasil pemeriksaan.

Alat Yang Harus Disediakan


Tidak ada yang spesifik.

Syarat Pemeriksaan
Kedua mata tertutup. Pasien dalam kondisi sadar penuh (compos mentis), pasien kooperatif,
atensi baik, tidak ada gangguan bahasa, dan tidak ada luka pada daerah sekitar tempat
pemeriksaan.

Teknik Pemeriksaan
- Pegang jempol kaki pasien di antara jempol dan jari telunjuk pemeriksa.
- Pastikan bahwa pemeriksa tidak menyentuh jari pasien yang lain.
- Gerakkan jempol kaki pasien ke atas, depan, dan bawah. Saat menggerakkan ke atas,
katakan bahwa posisi jempol kaki pasien menghadap atas. Demikian juga saat ke depan dan
ke bawah.
- Tanyakan bila pasien merasakan gerakannya.
- Jika pasien menjawab ya, gerakan lagi jempol kaki beberapa kali sambil menyebutkan
bahwa kali ini pasien yang harus memberitahukan arahnya.
- Arahkan jempol kaki pasien ke salah satu arah secara acak.
- Tanyakan sekarang ke mana arah jempol kaki.
- Ulangi empat sampai lima kali dengan arah yang sama dan berbeda secara acak.
- Lakukan pemeriksaan di keempat ekstremitas.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 86


Penilaian
- Pasien menyebutkan arah dengan tepat.

Catatan Khusus
- Kita perlu memahami bahwa pemeriksaan sensibilitas adalah pemeriksaan yang subyektif.
Seringkali pasien asal menebak atau bahkan sengaja menjawab salah (misalnya pasien
berpura-pura sakit). Komunikasi yang baik akan meminimalkan subyektivitas.
- Pada beberapa buku disebutkan dua pilihan arah saja. Namun demikian, untuk
meminimalkan peluang pasien asal menebak maka kami memodifikasi menjadi tiga pilihan
arah dan diulang empat sampai lima kali.
- Selain itu, perlu diingat bahwa satu kali kesalahan menyebutkan arah tidak serta merta
menandakan adanya gangguan proprioseptif.

PENILAIAN SENSASI DISKRIMINATIF


Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Memahami dasar teoritis pemeriksaan sensasi diskriminatif.
2. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
diskriminasi dua titik dan stereognosis.
3. Melakukan pemeriksaan diskriminasi dua titik dan stereognosis.
4. Melakukan penilaian hasil pemeriksaan.

Diskriminasi Antara Dua Titik


Alat Yang Harus Disediakan
Jangka Weber, dua buah jarum, atau peniti.

Syarat Pemeriksaan
- Pasien harus ditutup matanya.
- Pasien dalam kondisi sadar penuh (compos mentis), pasien kooperatif, atensi baik, tidak ada
gangguan bahasa, dan tidak ada luka pada daerah sekitar tempat pemeriksaan.

Teknik Pemeriksaan
- Tusuk kulit pasien dengan kedua ujung tajam jangka atau peniti. Jika menggunakan dua
jarum, tusukan kedua jarum ke kulit pada waktu yang bersamaan. Lakukan penusukan yang
terukur agar tidak melukai pasien.
- Tanyakan apakah pasien merasakan tusukan jarum. Jika ya, tanyakan lagi apakah dia
merasa ditusuk dengan satu atau dua jarum.
- Apabila pasien tidak sadar akan dua tusukan itu, maka jarak antara dua tusukan dilebarkan.
- Lakukan pemeriksaan ini di ujung jari, bagian dorsal jari, bagian dorsal tangan, lengan,
punggung, paha, dan kaki.
- Lakukan perbandingan antara bagian kanan dan kiri tubuh.

Penilaian
Pemeriksaan normal bila pasien dapat mendiskriminasi dua titik secara tepat pada jarak
terkecil sesuai lokasi penusukan. Dengan demikian, perlu diketahui jarak yang terkecil yang
masih dapat dirasakan sebagai dua tusukan pada berbagai lokasi penusukan karena jarak ini
berbeda-beda pada bagian tubuh.
Pada lidah, bila kedua tusukan berjarak 1mm sudah dapat dirasakan sebagai dua tusukan,
pada ujung jari dibutuhkan jarak 2-4mm, telapak tangan 8-12mm, punggung tangan 20-30mm,
punggung 40-70mm, lengan atas dan paha 75mm, sedangkan kaki 3-8mm.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 87


Temuan Patologis
Gangguan diskriminasi dua titik dapat terjadi bersama gangguan sensibilitas lainnya. Bila
pasien terganggu kemampuan diskriminasi dua titiknya sedangkan sensibilitas eksteroseptif dan
proprioseptifnya baik maka hal ini menunjukkan adanya lesi di lobus parietalis.

Mengenal Bentuk (Stereognosis)


Alat Yang Harus Disediakan
Benda-benda berbentuk khas sepertu anak kunci, uang logam, klip kertas, kancing baju,
atau cincin.

Syarat Pemeriksaan
- Pasien harus ditutup matanya.
- Pasien dalam kondisi sadar penuh (compos mentis), pasien kooperatif, atensi baik, tidak ada
gangguan bahasa, dan tidak ada luka pada daerah sekitar tempat pemeriksaan.

Teknik Pemeriksaan
Pasien diminta untuk melakukan identifikasi benda yang disodorkan dalam tangannya
dengan meraba.

Penilaian
Orang normal dapat mengenal bentuk-bentuk seperti gelas, botol, klip kertas, kunci, uang
logam, kancing dengan jalan meraba tanpa melihat.

Temuan Patologis dan Catatan Khusus


Bila kemampuan mengenal bentuk terganggu atau hilang, pasien disebut menderita
astereognosia atau agnosia taktil.
Pengenalan bentuk, bobot, dan kegunaan benda dengan jalan perabaan dan penimbangan
dengan jari dan tangan dapat terganggu apabila terdapat gangguan di setiap neuron yang ikut
menyusun rangkaian jaras aferen. Tidak saja akibat kerusakan di lobus parietalis.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 88


DAFTAR TILIK PENILAIAN
No. Aspek yang Dinilai Nilai
0 1 2
1. Memberi salam dan menyapa pasien dengan sapaan yang sopan.
2. Memperkenalkan diri pada pasien.
3. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada pasien.
4. Memberikan kesempatan pasien untuk bertanya dan meminta izin
kepada pasien untuk memulai pemeriksaan.
Penilaian sensasi eksteroseptif
5. Melakukan penilaian sensasi eksteroseptif: nyeri.
6. Melakukan penilaian sensasi eksteroseptif: suhu.
7. Melakukan penilaian sensasi eksteroseptif: raba halus.
Penilaian sensasi proprioseptif
8. Melakukan penilaian sensasi proprioseptif: rasa posisi.
Penilaian sensasi diskriminatif
9. Melakukan penilaian sensasi diskriminatif: diskriminasi antara dua
titik.
10. Melakukan penilaian sensasi diskriminatif: mengenal bentuk.
11. Melakukan pemeriksaan dengan berhati-hati agar tidak mencederai
pasien.
12. Mengucapkan terima kasih.
Total Nilai
Keterangan :
0 : tidak dilakukan sama sekali
1 : dilakukan tapi tidak sempurna
2 : dilakukan dengan sempurna

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 89


PEMERIKSAAN TULANG BELAKANG
INSPEKSI TULANG BELAKANG SAAT TIDAK BERGERAK
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti pada pasien tentang prosedur dan
manfaat pemeriksaan tulang belakang.
2. Menyebutkan beberapa penanda anatomis permukaan di leher dan punggung.
3. Mengetahui kontraindikasi pemeriksaan tulang belakang.
4. Melakukan pemeriksaan inspeksi tulang belakang
5. Menjelaskan kelainan-kelainan yang dapat ditemui dari inspeksi tulang belakang.
6. Menjelaskan kemungkinan diagnosis dari temuan-temuan patologis.

Teknik Pemeriksaan
Pemeriksaan tulang belakang merupakan tindakan yang terintegrasi dengan pemeriksaan
klinis secara umum. Dengan demikian seharusnya Anda telah memperkenalkan diri dan
mengucapkan salam secara sopan kepada pasien. Jika belum, lakukanlah.
Selanjutnya jelaskan kepada pasien tentang tindakan yang akan Anda lakukan. Ingatlah
bahwa pemeriksaan ini mengharuskan pasien melepaskan pakaian, melakukan beberapa
manuver, dan mungkin akan merasakan sensasi tidak nyaman/nyeri saat diperiksa. Jelaskan
dengan kata-kata yang mudah dimengerti mengenai hal tersebut. Selanjutnya berikan
kesempatan pasien untuk bertanya. Misalnya:
“Nona, sekarang saya akan melakukan pemeriksaan punggung. Untuk itu saya harus
meminta Anda menanggalkan baju sebentar. Saya akan meminta Anda untuk berdiri
membelakangi saya. Selanjutnya saya akan meminta Anda berubah posisi, berjalan
dan melakukan beberapa gerakan untuk memeriksa fungsi punggung dan kemudian
saya akan meraba beberapa bagian tubuh di punggung yang mungkin akan
membangkitkan rasa tidak nyaman atau nyeri. Apakah ada yang ingin Anda
tanyakan?...... Jika Anda sudah mengerti, apakah saya dapat memulai pemeriksaan
ini?”
Apabila perlu, Anda dapat meminta pendampingan perawat saat pasien diminta
menanggalkan pakaian.
Apabila belum ada data atau ada yang belum jelas, bertanyalah kepada pasien mengenai
keluhannya. Anamnesis mengenai keluhan yang berhubungan dengan punggung tidak dibahas
saat ini. Anda dapat membacanya dari buku-buku pemeriksaan klinis neurologis.
Selanjutnya identifikasi hal-hal yang telah dilakukan pada pemeriksaan klinis sebelumnya
(pengambilan identitas, anamnesis, dan pemeriksaan fisik lain). Hal ini bertujuan membantu
kita memadukan temuan yang ada dengan yang akan kita cari dalam pemeriksaan ini. Sebagai
contoh, apabila seorang pasien mengeluh batuk-batuk lama dan berkeringat malam serta
mengalami penurunan berat-badan, jika kita menemukan gibus di tulang vertebra maka
kemungkinan spondilitis tuberkulosis harus dimasukkan dalam diagnosis banding.
Selain itu, kita perlu melakukan identifikasi hal-hal yang membahayakan yang menjadi
kontraindikasi pemeriksaan atau berpotensi membuat pasien menjadi tidak nyaman. Meski
terkesan sepele namun hal tersebut penting dilakukan. Contohnya, pasien dengan hipotensi
ortostatik, vertigo, atau nyeri punggung bawah mungkin akan menjadi tidak nyaman bila
diminta berdiri lama. Hal ini terutama berlaku pada pasien yang tidak dapat berjalan atau
berjalan dengan bantuan saat memasuki ruangan periksa atau yang Anda periksa di ruang rawat
dalam keadaan berbaring.
Setelah pasien berdiri tanpa baju, dengan penerangan ruangan yang baik, mulailah
melakukan inspeksi. Bila memungkinkan, pasien harus berdiri tegak dengan posisi biasa;
tungkai sejajar dan kaki dibuka selebar bahu; kedua lengan menjuntai di samping badan; kepala
berada di tengah, sebidang dengan sakrum, dan memandang ke depan; bahu dan pelvis tidak
terpuntir atau miring.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 90


Mulailah dengan mengamati postur pasien, termasuk posisi leher dan batang tubuh. Carilah
deformitas/abnormalitas anatomis tulang dan otot, jaringan parut, dan efloresensi kulit.
Mintalah pasien meletakkan kedua telapak tangannya menempel di tembok lalu minta
pasien mendorong tembok tersebut. Normalnya kedua skapula akan merapat ke garis tengah.
Pada kelemahan salah satu muskulus seratus anterior maka akan timbul winging yaitu
bergeraknya angulus inferior skapula menjauhi garis tengah.
Selanjutnya minta pasien berputar ke samping kanan dan kiri. Amati kembali bila ada
deformitas/abnormalitas anatomis tulang dan otot, dan kelainan kulit. Secara khusus, amati
kurva/lekukan tulang belakang.
Meski tidak mutlak, cobalah untuk menginspeksi secara sistematis mulai dari bagian
servikal, torakal, lumbal, dan sakrokoksigeal.
Setelah selesai diperiksa, persilahkan pasien mengenakan kembali pakaiannya dan ucapkan
terima kasih.
Selanjutnya Anda akan melakukan pemeriksaan saat pasien bergerak.

Beberapa Temuan Patologis


Rotasi atau deviasi leher ke lateral mungkin disebabkan oleh tortikolis akibat kontraksi
muskulus sternokleidomastoideus karena berbagai sebab. Tinggi bahu yang tidak sama mungkin
berhubungan dengan skoliosis. Tinggi pinggul yang tidak sama mungkin berhubungan dengan
panjang tungkai yang tidak sama, skoliosis, atau deformitas pelvis.
Gangguan kurva tulang belakang dapat berupa kifosis abnormal, lordosis abnormal,
skoliosis, dan pendataran kurva normal. Ini mungkin berhubungan dengan kelainan tulang
maupun otot oleh berbagai sebab. Sebagai contoh peningkatan kifosis torakal dapat terjadi pada
proses penuaan sedangkan pendataran kurva lordotik lumbal mungkin berhubungan dengan
spasme otot karena nyeri atau ankylosing spondylitis.
Adanya atrofi otot terutama disebabkan oleh kelumpuhan otot yang bersangkutan karena
kerusakan sistem persarafannya.
Tanda lahir seperti port wine stains, cafe au lait, neurofibroma, nevus dan hairy nevus dapat
berhubungan dengan sindrom neurokutaneus seperti sindrom Klippel-Trenauney-Weber dan
neurofibromatosis.
Gibus merupakan angulasi tajam tulang belakang. Fenomena ini berhubungan dengan
fraktur kompresi korpus vertebra akibat infeksi, degenerasi, keganasan, atau trauma.
Lipoma di garis tengah menjadi petunjuk kemungkinan adanya defek tulang di bawahnya
seperti pada kasus spina bifida.
Jejas dan vulnus menjadi petunjuk ke arah trauma tulang belakang.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 91


DAFTAR TILIK PENILAIAN
Nilai
No. Aspek yang dinilai
0 1 2
1. Memberi salam dan menyapa pasien dengan sapaan yang sopan.
2. Memperkenalkan diri pada pasien.
3. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada pasien.
4. Memberikan kesempatan pasien untuk bertanya lalu meminta izin
memulai pemeriksaan.
5. Mencari kontraindikasi tindakan pemeriksaan (misalnya riwayat
instabilitas, vertigo posisional, sinkop, hipotensi ortostatik, dan nyeri pada
posisi berdiri).
6. Meminta dengan sopan pada pasien untuk menanggalkan bajunya.
7. Meminta pasien berdiri membelakangi pemeriksa dengan berdiri tegak
dengan posisi biasa; tungkai sejajar dan kaki dibuka selebar bahu; kedua
lengan menjuntai di samping badan; kepala berada di tengah, sebidang
dengan sakrum, dan memandang ke depan; bahu dan pelvis tidak
terpuntir atau miring bila memungkinkan.
8. Menjelaskan tentang hal-hal yang harus dicari dari inspeksi yaitu
deformitas/abnormalitas bentuk tulang dan otot, jaringan parut, dan
efloresensi kulit.
9. Mencari adanya fenomema winging dengan meminta pasien meletakkan
kedua telapak tangannya menempel di tembok lalu minta pasien
mendorong tembok tersebut.
Menyebutkan bahwa jika ditemukan adanya angulus inferior skapula
yang menjauhi garis tengah maka terdapat fenomena winging pada
pasien.
10. Meminta pasien berputar ke kanan dan menjelaskan kembali hal-hal yang
harus dicari dari inspeksi yaitu normalitas kurva tulang belakang bagian
servikal, torakal, lumbal, dan sakrokoksigeal; deformitas/abnormalitas
bentuk, jaringan parut, dan efloresensi kulit.
11. Meminta pasien berputar ke kiri dan menjelaskan kembali hal-hal yang
harus dicari dari inspeksi yaitu normalitas kurva tulang belakang bagian
servikal, torakal, lumbal, dan sakrokoksigeal; deformitas/abnormalitas
bentuk, jaringan parut, dan efloresensi kulit.
12. Meminta pasien mengenakan kembali pakaiannya.
13. Mengucapkan terima kasih.
14. Memberi contoh beberapa abnormalitas yang mungkin ditemui seperti
tinggi bahu yang tidak sama; tinggi pinggul yang tidak sama; gangguan
kurva tulang belakang: kifosis, lordosis, skoliosis; gangguan trofi otot
seperti distrofi dan atrofi, tanda lahir seperti port wine stains, cafe au lait,
neurofibroma, nevus dan hairy nevus; gibus; lipoma dan lipoma yang
menutupi defek tulang pada spina bifida; jejas; vulnus; dan efloresensi
kulit lain.
Total Nilai

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 92


INSPEKSI TULANG BELAKANG SAAT BERGERAK
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti pada pasien tentang prosedur dan
manfaat pemeriksaan tulang belakang.
2. Mengetahui kontraindikasi pemeriksaan tulang belakang.
3. Melakukan inspeksi tulang belakang saat bergerak
4. Menjelaskan kelainan-kelainan yang dapat ditemui dari inspeksi tulang belakang saat
bergerak.
5. Menjelaskan kemungkinan diagnosis dari temuan-temuan patologis.

Teknik Pemeriksaan
Sebagai kelanjutan dari pemeriksaan tulang belakang saat tidak bergerak maka pasien
sekarang diminta untuk kembali berdiri dalam posisi biasa; tungkai sejajar dan kaki dibuka
selebar bahu; kedua lengan menjuntai di samping badan; kepala berada di tengah, sebidang
dengan sakrum, dan memandang ke depan; bahu dan pelvis tidak terpuntir atau miring.
Idealnya, bila memungkinkan, tulang belakang digerakkan secara aktif (oleh pasien sendiri).
Gerakan yang dilakukan pertama adalah fleksi, ekstensi, dan laterofleksi lumbal. Selanjutnya
dilakukan pemeriksaan gerak leher yang meliputi fleksi, ekstensi, laterofleksi, dan rotasi.
Pemeriksaan gerak torakal dilakukan saat pasien duduk dan gerakan yang diperiksa adalah
rotasi. Akhirnya, saat pasien berbaring dilakukan pemeriksaan sendi panggul.
Pemeriksaan Saat Berdiri
Gerak fleksi lumbal diperiksa dengan meminta pasien membungkuk dan mencoba
menyentuh jari-jari kakinya. Amati kehalusan gerakan, lingkup gerak sendi, dan simetrisitas
kedua sisi punggung saat menekuk.
Besaran fleksi lumbal dapat diukur dengan menandai sendi lumbosakral pada titik yang
berada pada pertengahan dari garis yang ditarik antara spina iliaka posterior superior (SIPS) kiri
dan kanan. Daerah ini dapat diidentifikasi dengan sepasang lesung kulit di atas tepi medial
bokong yang menjadi penanda kedua SIPS. Selanjutnya tandai suatu titik yang berjarak 10cm di
atas titik pertama dan titik lain yang berjarak 5 di bawah titik pertama. Pada rata-rata orang
dewasa, saat membungkuk, minimal akan terjadi peningkatan jarak 4cm dari titik atas
sementara jarak dengan titik bawah tidak berubah. Pemeriksaan ini juga dikenal dengan nama
tes Schober. Selain itu, pada orang normal, sudut fleksi lumbal adalah sekitar 90 O.

Gambar 15. Tes Schober.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 93


Ekstensi lumbal dapat diperiksa dengan meminta pasien menekukkan badan ke belakang
sambil tangan Anda berada di spina iliaka posterior superior dengan jari-jari menghadap garis
tengah.
Amati kehalusan gerakan dan lingkup gerak sendi. Rata-rata orang dewasa normal dapat
melakukan ekstensi lumbal hingga sudut 30O.
Laterofleksi dilakukan dengan meminta pasien menekukkan badan ke samping kanan lalu
kiri. Sebelum pasien melakukannya, tempatkan dulu tangan Anda di pinggul pasien untuk
menstabilisasi pelvis. Orang dewasa normalnya mampu melakukan gerakan ini hingga sudut 30
– 45O. Amati pula kehalusan gerakan dan simetrisitas saat menekuk ke kanan dan ke kiri.
Pada setiap pemeriksaan gerak lumbal, tanyakanlah apakah timbul rasa tidak nyaman atau
nyeri. Bila terasa nyeri, gambaran nyerinya seperti apa, dan apakah menjalar atau tidak.
Pemeriksaan gerak leher mencakup fleksi, ekstensi, laterofleksi ke kanan dan ke kiri,
serta rotasi ke kanan dan ke kiri. Untuk fleksi, minta pasien menempelkan dagu ke dada.
Untuk ekstensi minta pasien mendongak ke langit-langit. Untuk laterofleksi minta pasien untuk
melakukan gerakan menempelkan telinga kanan di bahu kanan dan telinga kiri di bahu kiri.
Untuk rotasi minta pasien melihat bahu kanan dan bahu kiri.
Pada orang dewasa normal, sudut fleksi normal adalah 75 – 90 O, ekstensi 45O, laterofleksi
45 – 60O, dan rotasi 75O.
Amati pula kehalusan gerakan dan simetrisitas saat melakukan gerakan ke kanan dan ke
kiri.
Seperti halnya pemeriksaan gerak lumbal, tanyakanlah apakah timbul rasa tidak nyaman
atau nyeri. Bila terasa nyeri, gambaran nyerinya seperti apa, dan apakah menjalar atau tidak.

Pemeriksaan Saat Duduk


Minta pasien untuk duduk di tepi tempat tidur untuk memfiksasi pelvis, dan menghadap
Anda tanpa bersandar. Selanjutnya minta pasien untuk memutar badannya ke sisi kanan lalu
kiri. Orang dewasa normalnya mampu melakukan gerakan ini hingga sudut 45 O. Amati pula
kehalusan gerakan dan simetrisitas saat menekuk ke kanan dan ke kiri.
Seperti pada pemeriksaan gerak lumbal, tanyakanlah apakah timbul rasa tidak nyaman atau
nyeri. Bila terasa nyeri, gambaran nyerinya seperti apa, dan apakah menjalar atau tidak.

Beberapa Temuan Patologis


Kekakuan leher berhubungan dengan artritis, ketegangan otot, atau proses patologis lain
yang harus dicari dengan pemeriksaan lebih lanjut. Deformitas toraks saat membungkuk
berhubungan dengan skoliosis.
Pendataran kurva tulang belakang dan menetapnya kurva lordotik lumbal saat fleksi bisa
menandakan spasme otot atau ankylosing spondylitis. Harus diingat bahwa artritis atau infeksi
di tulang panggul, rektum, atau pelvis dapat menimbulkan gejala di bagian lumbal. Penurunan
mobilitas tulang belakang paling sering terjadi pada osteoartritis dan ankylosing spondylitis.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 94


DAFTAR TILIK PENILAIAN
Nilai
No. Aspek yang dinilai
0 1 2
Pendahuluan
1. Memberi salam dan menyapa pasien dengan sapaan yang sopan.
2. Memperkenalkan diri pada pasien.
3. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada pasien dan menjelaskan
bahwa pemeriksaan ini mungkin menimbulkan rasa tidak nyaman atau
nyeri.
4. Memberikan kesempatan pasien untuk bertanya lalu meminta untuk
melakukan pemeriksaan pada pasien.
5. Mencari kontraindikasi tindakan pemeriksaan (misalnya riwayat
instabilitas, vertigo posisional, sinkop, hipotensi ortostatik, dan nyeri pada
posisi berdiri).
Pemeriksaan Gerak Tulang Belakang
6. Pemeriksaan Saat Berdiri:
Pemeriksa meminta pasien menanggalkan pakaian.
7. Pemeriksa memeriksa gerak fleksi lumbal dengan meminta pasien
mencoba menyentuh jari-jari kakinya.
Pemeriksa mengamati kehalusan gerakan, lingkup gerak sendi, dan
simetrisitas kedua sisi punggung saat menekuk. (Pemeriksa harus
menyebutkan hal tersebut sambil memeriksa.)
Menanyakan apakah timbul rasa tidak nyaman atau nyeri. Bila nyeri,
gambaran nyerinya seperti apa, dan apakah menjalar atau tidak.
Besaran fleksi lumbal dapat diukur dengan menandai sendi lumbosakral
(titik yang berada pada pertengahan dari garis yang ditarik antara spina
iliaka posterior superior kiri dan kanan), lalu menandai suatu titik yang
berjarak 10cm di atas titik pertama dan titik lain yang berjarak 5cm di
bawah titik pertama. Pada rata-rata orang dewasa, saat membungkuk,
minimal akan terjadi peningkatan jarak 4cm dari titik atas sementara jarak
dengan titik bawah tidak berubah. Selain itu, pada orang normal, sudut
fleksi lumbal adalah sekitar 90O. (Pemeriksa harus menyebutkan hal
tersebut sambil memeriksa.)
Pemeriksa memeriksa ekstensi lumbal dengan meminta pasien
menekukkan badan ke belakang sambil tangan pemeriksa berada di spina
iliaka posterior superior dengan jari-jari menghadap garis tengah.
Mengamati kehalusan gerakan dan lingkup gerak sendi.
Rata-rata orang dewasa normal dapat melakukan ekstensi lumbal hingga
sudut 30O. (Pemeriksa harus menyebutkan hal tersebut sambil
memeriksa.)
Menanyakan apakah timbul rasa tidak nyaman atau nyeri. Bila nyeri,
gambaran nyerinya seperti apa, dan apakah menjalar atau tidak.
Memeriksa laterofleksi dengan meminta pasien menekukkan badan ke
samping kanan lalu kiri. Sebelum pasien melakukannya, pemeriksa
menempatkan tangannya di pinggul pasien untuk menstabilisasi pelvis.
Pemeriksa mengamati kehalusan gerakan dan simetrisitas saat menekuk
ke kanan dan ke kiri.
Orang dewasa normalnya mampu melakukan gerakan ini hingga sudut 30
– 45O. (Pemeriksa harus menyebutkan hal tersebut sambil memeriksa.)
Menanyakan apakah timbul rasa tidak nyaman atau nyeri. Bila nyeri,
gambaran nyerinya seperti apa, dan apakah menjalar atau tidak.
8. Memeriksa gerak leher yang mencakup fleksi, ekstensi, laterofleksi ke

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 95


kanan dan ke kiri, serta rotasi ke kanan dan ke kiri.
Untuk fleksi, pemeriksa meminta pasien menempelkan dagu ke dada.
Untuk ekstensi pemeriksa meminta pasien mendongak ke langit-langit.
Untuk laterofleksi pemeriksa meminta pasien untuk melakukan gerakan
menempelkan telinga kanan di bahu kanan dan telinga kiri di bahu kiri.
Untuk rotasi pemeriksa meminta pasien melihat bahu kanan dan kiri.
Pada orang dewasa normal, sudut fleksi normal adalah 75 – 90 O, ekstensi
45O, laterofleksi 45 – 60O, dan rotasi 75O. (Pemeriksa harus menyebutkan
hal tersebut sambil memeriksa.)
Pemeriksa mengamati kehalusan gerakan dan simetrisitas saat melakukan
gerakan ke kanan dan ke kiri.
Menanyakan apakah timbul rasa tidak nyaman atau nyeri. Bila nyeri,
gambaran nyerinya seperti apa, dan apakah menjalar atau tidak.
9. Pemeriksaan Saat Duduk:
Pemeriksa minta pasien untuk duduk di tepi tempat tidur menghadap
dirinya tanpa bersandar.
Pemeriksa meminta pasien untuk memutar badannya ke sisi kanan lalu
kiri.
Pemeriksa mengamati kehalusan gerakan dan simetrisitas saat menekuk
ke kanan dan ke kiri.
Orang dewasa normalnya mampu melakukan gerakan ini hingga sudut
45O. (Pemeriksa harus menyebutkan hal tersebut sambil memeriksa.)
Menanyakan apakah timbul rasa tidak nyaman atau nyeri. Bila nyeri,
gambaran nyerinya seperti apa, dan apakah menjalar atau tidak.
10. Pemeriksa menjelaskan kemungkinan diagnosis banding jika ditemukan
kelainan pada pemeriksaan inspeksi tulang belakang saat bergerak seperti
kekakuan leher berhubungan dengan artritis, ketegangan otot, atau proses
patologis lain yang harus dicari dengan pemeriksaan lebih lanjut.
Deformitas toraks saat membungkuk berhubungan dengan skoliosis.
Pendataran kurva tulang belakang dan menetapnya kurva lordotik lumbal
saat fleksi menandakan spasme otot atau ankylosing spondylitis. Harus
diingat bahwa artritis atau infeksi di tulang panggul, rektum, atau pelvis
dapat menimbulkan gejala di bagian lumbal. Penurunan mobilitas tulang
belakang paling sering terjadi pada osteoartritis dan ankylosing
spondylitis.
Penutup
11. Pemeriksa memberitahukan bahwa pemeriksaan telah selesai dan
meminta pasien mengenakan pakaiannya kembali.
12. Pemeriksa mengucapkan terima kasih. .
Total Nilai

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 96


PALPASI UNTUK MENENTUKAN TITIK NYERI
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti pada pasien tentang prosedur dan
manfaat pemeriksaan tulang belakang.
2. Menyebutkan beberapa penanda anatomis permukaan di leher dan punggung.
3. Mengetahui kontraindikasi pemeriksaan tulang belakang.
4. Melakukan pemeriksaan palpasi tulang belakang
5. Menjelaskan kelainan-kelainan yang dapat ditemui dari palpasi tulang belakang.
6. Menjelaskan kemungkinan diagnosis dari temuan-temuan patologis.

Teknik Pemeriksaan
Minta pasien untuk duduk membelakangi Anda di atas tempat tidur periksa. Jelaskan bahwa
tindakan Anda mungkin akan menimbulkan rasa tidak nyaman atau nyeri. Lakukan palpasi
prosesus spinosus setiap vertebra dengan ibu jari Anda. Berikan tekanan yang tidak terlalu kuat.
Tanyakan bila terasa nyeri. Bila terasa nyeri, seperti apa nyerinya, menjalar atau tidak, dan
bila menjalar, ke arah mana penjalarannya.
Di daerah servikal, selain meraba vertebra, raba juga sendi-sendi faset yang terletak di
antara vertebra servikal sekitar 2,5cm lateral dari prosesus spinosus vertebra servikal 2 sampai 7
(C2–C7). Sendi-sendi ini terletak jauh di dalam muskulus trapezius dan mungkin tidak dapat
diraba kecuali otot leher berada dalam keadaan relaks.
Di daerah torakal lakukan palpasi prosesus spinosus setiap vertebra torakal.
Di daerah lumbal, periksa bila terdapat pergeseran vertebra. Hal ini dapat diketahui
dengan meraba prosesus spinosus. Bila ada prosesus spinosus yang terasa lebih menonjol ke
luar atau masuk ke dalam dibandingkan prosesus spinosus di atas dan di bawahnya, maka
mungkin telah terjadi pergeseran.
Selanjutnya, palpasi daerah sendi sakroiliaka. Daerah ini dapat diidentifikasi dengan
sepasang lesung kulit di atas tepi medial bokong yang menjadi penanda spina iliaka superior
posterior.
Selanjutnya lihat dan raba otot-otot paravertebra untuk mengetahui adanya spasme atau
nyeri tekan. Lakukan pemeriksaan ini pada posisi berdiri atau duduk yang normal sehingga
seharusnya tidak ada otot yang berkontraksi maksimal. Spasme akan merubah kurva tulang
belakang hingga menjadi lebih datar di sekitar daerah spasme. Otot-otot yang mengalami
spasme akan terasa tegang dan mungkin akan terlihat. Tanyakan apabila terasa nyeri pada
penekanan dan bila ya, apakah menjalar atau tidak. Nyeri otot sifatnya tidak menjalar.

Beberapa Temuan Patologis


Nyeri tekan mungkin menandakan adanya fraktur atau dislokasi karena trauma, infeksi, atau
radang sendi. Nyeri tekan sendi faset akibat radang sendi paling sering terjadi di vertebra
servikal ke-5 dan ke-6 (C5 dan C6).
Nyeri tekan yang menjalar dapat ditemukan pada kasus radikulopati servikal dan
lumbosakral karena hernia nukleus pulposus.
Pergeseran vertebra disebut spondilolistesis dan berpotensi menekan medula spinalis. Nyeri
tekan sendi sakroiliaka dapat terjadi pada sakroilitis atau ankylosing spondylitis. Spasme otot
dapat terjadi karena proses degenerasi dan inflamasi otot, kontraksi lama karena abnormalitas
postur, atau kecemasan.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 97


DAFTAR TILIK PENILAIAN
No. Aspek yang dinilai Nilai
0 1 2
1. Memberi salam dan menyapa pasien dengan sapaan yang sopan
2. Memperkenalkan diri pada pasien
3. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada pasien dan menjelaskan
bahwa pemeriksaan yang akan dilakukan mungkin menimbulkan rasa
tidak nyaman atau nyeri
4. Memberikan kesempatan pasien untuk bertanya lalu meminta izin kepada
pasien untuk memulai pemeriksaan.
5. Mencari kontraindikasi tindakan pemeriksaan (misalnya riwayat
instabilitas dan nyeri pada posisi berdiri)
6. Meminta dengan sopan pada pasien untuk menanggalkan bajunya
7. Menjelaskan hal-hal yang akan dicari dengan palpasi seperti nyeri tekan
prosesus spinosis, nyeri tekan sendi faset leher, nyeri radikular,
pergeseran vertebra, serta spasme dan nyeri tekan otot-otot paravertebra.
8. Meminta pasien untuk duduk membelakangi pemeriksa di atas tempat
tidur periksa. Melakukan palpasi prosesus spinosus setiap vertebra dari
bagian servikal hingga sakrum dengan ibu jari.
Di setiap segmen pemeriksa menanyakan bila terasa nyeri. Bila terasa
nyeri, seperti apa nyerinya, menjalar atau tidak, dan bila menjalar, ke arah
mana penjalarannya.
Bagian servikal:
Di bagian servikal, selain meraba vertebra, pemeriksa juga meraba sendi-
sendi faset yang terletak di antara vertebra servikal sekitar 2,5cm lateral
dari prosesus spinosus (C2–C7). (Pemeriksa harus menyebutkan hal
tersebut sambil memeriksa.)
Bagian torakal:
Di daerah torakal pemeriksa melakukan palpasi prosesus spinosus setiap
vertebra torakal.
Bagian lumbal:
Di daerah lumbal, pemeriksa memeriksa bila terdapat pergeseran
vertebra. Pemeriksa memeriksanya dengan meraba prosesus spinosus.
Bila ada prosesus spinosus yang terasa lebih menonjol ke luar atau masuk
ke dalam dibandingkan prosesus spinosus di atas dan di bawahnya, maka
mungkin telah terjadi pergeseran. (Pemeriksa harus menyebutkan hal
tersebut sambil memeriksa.)
Bagian sakral:
Pemeriksa mengidentifikasi daerah sakroiliaka dengan mencari sepasang
lesung kulit di atas tepi medial bokong yang menjadi penanda spina iliaka
superior posterior. Kemudian melakukan palpasi di daerah tersebut.
(Pemeriksa harus menyebutkan hal tersebut sambil memeriksa.)
Pemeriksaan otot-otot paravertebra:
Selanjutnya pemeriksa melihat dan meraba otot-otot paravertebra untuk
mengetahui adanya spasme atau nyeri tekan. Pemeriksaan ini dilakukan
pada posisi berdiri atau duduk yang normal.
Pemeriksa menjelaskan bahwa spasme akan merubah kurva tulang
belakang hingga menjadi lebih datar di sekitar daerah spasme. Otot-otot
yang mengalami spasme akan terasa tegang dan mungkin akan terlihat.
Pemeriksa menanyakan apabila terasa nyeri pada penekanan dan bila ya,
apakah menjalar atau tidak. Nyeri otot sifatnya tidak menjalar.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 98


9. Meminta pasien mengenakan kembali pakaiannya.
10. Mengucapkan terima kasih.
11. Memberi contoh beberapa abnormalitas yang mungkin ditemui seperti
nyeri tekan akibat fraktur atau dislokasi karena trauma, infeksi, atau
radang sendi; nyeri tekan sendi faset akibat radang sendi; radikulopati
servikal dan lumbosakral yang mungkin karena hernia nukleus pulposus
servikal; pergeseran vertebra karena spondilolistesis yang berpotensi
menekan medula spinalis; nyeri tekan sendi sakroiliaka pada sakroilitis
atau ankylosing spondylitis; spasme otot karena proses degenerasi dan
inflamasi otot, kontraksi lama karena abnormalitas postur, atau
kecemasan.
Total Nilai

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 99


PALPASI UNTUK MENILAI NYERI PADA TEKANAN VERTIKAL
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti pada pasien tentang prosedur dan
manfaat pemeriksaan tulang belakang.
2. Mengetahui kontraindikasi pemeriksaan tulang belakang.
3. Melakukan pemeriksaan tes provokasi tulang belakang
4. Menjelaskan kelainan-kelainan yang dapat ditemui dari tes provokasi tulang belakang.
5. Menjelaskan kemungkinan diagnosis dari temuan-temuan patologis.

Teknik Pemeriksaan
Minta pasien untuk duduk membelakangi Anda di kursi. Jelaskan bahwa tindakan Anda
mungkin akan menimbulkan rasa tidak nyaman atau nyeri.
- Tes Lhermitte: Dengan menggunakan kedua tangan yang saling ditangkupkan, tekan
kepala pasien ke bawah. Saat kepala ditekan ke bawah akan timbul rasa seperti dialiri aliran
listrik di sepanjang garis tengah punggung. Bila terdapat peningkatan nyeri di bagian
servikal atau ekstremitas atas, perhatikan distribusi/penjalarannya karena hal tersebut
memiliki nilai lokalisasi secara neurologis.
- Tanda Spurling: Kepala ditekan ke bawah lalu dianterofleksikan ke salah satu sisi. Bila
positif, akan timbul nyeri radikular di sisi yang sakit.

Beberapa Temuan Patologis


Tes Lhermitte yang positif mengindikasikan adanya penekanan medula spinalis akibat
trauma, tumor medula spinalis, atau spondilosis servikal. Namun demikian, tes Lhermitte juga
bisa positif pada lesi nonkompresif seperti multiple sclerosis dan defisiensi vitamin B12.
Tanda Spurling yang positif mengindikasikan adanya radikulopati. Penjalaran nyerinya
sesuai dengan dermatom radiks yang terkena.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 100
DAFTAR TILIK PENILAIAN
No. Aspek yang dinilai Nilai
0 1 2
1. Memberi salam dan menyapa pasien dengan sapaan yang sopan.
2. Memperkenalkan diri pada pasien.
3. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada pasien dan menjelaskan
bahwa pemeriksaan yang akan dilakukan mungkin menimbulkan rasa
tidak nyaman atau nyeri.
4. Memberikan kesempatan pasien untuk bertanya lalu meminta izin kepada
pasien untuk memulai pemeriksaan.
5. Mencari kontraindikasi tindakan pemeriksaan (misalnya riwayat
instabilitas dan nyeri pada posisi berdiri).
6. Meminta dengan sopan pada pasien untuk menanggalkan bajunya.
7. Meminta pasien untuk duduk membelakangi Anda di kursi. Jelaskan
bahwa tindakan Anda mungkin akan menimbulkan rasa tidak nyaman
atau nyeri.
Tes Lhermitte:
Dengan menggunakan kedua tangan yang saling ditangkupkan, pemeriksa
menekan kepala pasien ke bawah.
Pemeriksa menanyakan apakah terdapat nyeri seperti dialiri aliran listrik.
Jika ya, ke arah mana penjarannya.
Tanda Spurling:
Pemeriksa memegang kepala pasien kemudian ditekan ke bawah dan
dianterofleksikan ke salah satu sisi.
Pemeriksa menanyakan apabila timbul nyeri yang menjalar. Jika ya, ke
arah mana penjalarannya.
8. Meminta pasien mengenakan kembali pakaiannya.
9. Mengucapkan terima kasih.
10. Memberi contoh beberapa kemungkinan diagnosis yang berhubungan
dengan hasil yang positif seperti radikulopati servikal dan mielopati oleh
berbagai sebab seperti proses degenerasi, trauma, dan neoplasma.
Total Nilai

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 101
PERKUSI TULANG BELAKANG
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti pada pasien tentang prosedur dan
manfaat pemeriksaan tulang belakang.
2. Mengetahui kontraindikasi pemeriksaan tulang belakang.
3. Melakukan pemeriksaan perkusi tulang belakang
4. Menjelaskan kelainan-kelainan yang dapat ditemui dari perkusi tulang belakang.

Teknik Pemeriksaan
Pasien diminta untuk menanggalkan pakaian dan berbaring telentang di tempat tidur
periksa. Jangan lupa menjelaskan bahwa tindakan yang akan Anda lakukan mungkin akan
menyebabkan nyeri.
Pada posisi dekibitus lateral kiri atau kanan, lakukan perkusi di sepanjang tulang belakang
dari ruas torakal hinggal sakral. Perkusi dilakukan dengan menempatkan salah satu telapak
tangan Anda di atas daerah yang akan diperkusi dan tangan lainnya memukul dengan terkepal
sedemikian rupa hingga permukaan ulnarnya mengenai punggung tangan yang menjadi alas.
Perkusi yang dilakukan tidak boleh terlalu keras. Dengan beberapa kali mencoba kita akan
menemukan kekuatan perkusi yang sesuai. Tanyakan apabila terasa nyeri. Bila terasa nyeri,
tanyakan gambaran nyerinya seperti apa dan apakah menjalar atau tidak.
Setelah pemeriksaan selesai, persilakan pasien kembali berdiri dan mengenakan
pakaiannya. Setelah itu ucapkan terima kasih.

Beberapa Temuan Patologis


Nyeri ketok dapat ditemukan pada beberapa kondisi patologis seperti osteoporosis, infeksi,
atau keganasan.

DAFTAR TILIK PENILAIAN


Nilai
No. Aspek yang dinilai
0 1 2
1. Memberi salam dan menyapa pasien dengan sapaan yang sopan.
2. Memperkenalkan diri pada pasien.
3. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada pasien serta menjelaskan
bahwa tindakan yang akan dilakukan mungkin dapat menimbulkan rasa
tidak nyaman atau nyeri.
4. Memberikan kesempatan pasien untuk bertanya lalu meminta izin
melalukan pemeriksaan pada pasien.
5. Meminta dengan sopan pada pasien untuk menanggalkan bajunya dan
berbaring menghadap ke kiri atau kanan.
6. Melakukan perkusi di sepanjang tulang belakang dari ruas torakal hinggal
sakral. Perkusi dilakukan dengan menempatkan salah satu telapak tangan
pemeriksa di atas daerah yang akan diperkusi dan tangan lainnya
memukul dengan terkepal sedemikian rupa hingga permukaan ulnarnya
mengenai punggung tangan yang menjadi alas.
7. Menanyakan pada pasien apakah terasa nyeri. Bila terasa nyeri,
pemeriksa menanyakan gambaran nyerinya seperti apa dan apakah
menjalar atau tidak.
8. Meminta pasien mengenakan kembali pakaiannya.
9. Mengucapkan terima kasih.
10. Memberi contoh beberapa kondisi patologis yang berhubungan dengan
timbulnya nyeri ketok seperti osteoporosis, infeksi, atau keganasan.
Total Nilai

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 102
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS LAINNYA
Dalam topik ini kita akan membahas beberapa pemeriksaan tambahan sesuai standar
kompetensi Anda yaitu pemeriksaan kaku kuduk, pemeriksaan fontanela, tes Patrick dan kontra-
Patrick/kebalikan Patrick, serta membangkitkan tanda tetani dengan cara Chvostek.

PEMERIKSAAN KAKU KUDUK


Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
kaku kuduk yang merupakan salah satu jenis pemeriksaan tanda rangsangan meningeal.
2. Mengetahui kontraindikasi pemeriksaan kaku kuduk dan membedakan kaku kuduk dengan
kekakuan leher oleh penyebab muskuloskeletal.
3. Melakukan pemeriksaan kaku kuduk.

Syarat Pemeriksaan
- Pemeriksaan kaku kuduk dikontraindikasikan pada pasien dengan fraktur servikal atau
kecurigaan yang mengarah ke fraktur servikal, misalnya pasien trauma kepala-leher dengan
penurunan kesadaran, ada jejas di atas klavikula, atau pasien dengan trauma multipel.
- Adanya kekakuan leher (neck stiffness) karena penyebab muskuloskeletal berpotensi
membuat salah interpretasi hingga pemeriksaan kaku kuduk (nuchal rigidity) memberi hasil
positif palsu (false positive). Hal ini harus disingkirkan terlebih dahulu.

Teknik Pemeriksaan
- Pasien dibaringkan di ranjang periksa.
- Minta pasien untuk santai dan tidak menegangkan otot-ototnya. Sering kali pasien yang
akan diperiksa mengalami penurunan kesadaran sehingga kita sulit menerapkan langkah ini.
- Sebelum memeriksa kaku kuduk kita terlebih dahulu harus menyingkirkan adanya masalah
muskuloskeletal yang juga dapat memberikan gambaran kekakuan leher:
o Palingkan kepala pasien ke kanan dan kiri secara pasif. Rasakan apakah ada tahanan.
o Angkat sedikit bahu pasien dari tempat tidur. Lihat apakah kepala pasien juga ikut
terangkat atau tidak.
o Adanya kekakuan saat kepala dipalingkan ke kanan dan kiri atau ikut terangkatnya
kepala saat bahu diangkat dari ranjang mengindikasikan adanya kekakuan leher.
Lakukan pemeriksaan tanda rangsangan meningeal dengan cara lain seperti tanda
Laseque.
o Jika tidak ada kekakuan leher, pemeriksaan kaku kuduk dapat dilakukan.
- Salah satu tangan pemeriksa diletakkan di atas dada pasien untuk menahan jika dada ikut
terangkat dan tangan yang lain ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring.
- Kepala ditekukkan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada.

Penilaian
- Bila terdapat kaku kuduk kita akan merasakan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada.
- Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat. Pada kaku kuduk yang berat, kepala tidak
dapat ditekuk, malah sering kepala terkedik kebelakang. Pada keadaan yang ringan kaku
kuduk dinilai dari tahanan yang dialami waktu menekukkan kepala.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 103
DAFTAR TILIK PENILAIAN
Nilai
No. Aspek yang dinilai
0 1 2
Syarat
1. Menyebutkan bahwa pemeriksaan kaku kuduk dikontraindikasikan pada
pasien dengan fraktur servikal atau kecurigaan yang mengarah ke fraktur
servikal.
Teknik Pemeriksaan
2. Pemeriksa menyapa pasien.
Pemeriksa menjelaskan maksud pemeriksaan, memberi kesempatan
pasien untuk bertanya, dan meminta izin untuk melakukan pemeriksaan.
(Seringkali tidak relevan diterapkan pada situasi gawat darurat dengan
penurunan kesadaran)
3. Pemeriksa meminta pasien untuk santai dan tidak menegangkan otot-
ototnya.
4. Pemeriksa melakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan adanya masalah
muskuloskeletal yang juga dapat memberikan gambaran kekakuan leher
(disebutkan):
- Memalingkan kepala pasien ke kanan dan kiri secara pasif. Pemeriksa
merasakan apakah ada tahanan (disebutkan).
- Angkat sedikit bahu pasien dari tempat tidur.
- Lihat apakah kepala pasien juga ikut terangkat atau tidak
(disebutkan).
- Adanya kekakuan saat kepala dipalingkan ke kanan dan kiri atau ikut
terangkatnya kepala saat bahu diangkat dari ranjang mengindikasikan
adanya kekakuan leher (disebutkan).
5. Pemeriksa meletakan salah satu tangannya di atas dada pasien untuk
menahan jika dada ikut terangkat dan tangan yang lain ditempatkan di
bawah kepala pasien yang sedang berbaring.
6. Kemudian kepala ditekukkan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai
dada.
7. Pemeriksa mengucapkan terima kasih.
8. Pemeriksa menilai apakah ada tahanan saat dilakukan fleksi leher
(disebutkan).
Total Nilai

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 104
PENILAIAN FONTANELA
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
fontanela.
2. Melakukan pemeriksaan fontanela.

Alat Yang Diperlukan


- Ruangan dengan penerangan yang cukup dan lampu yang dapat diredupkan.
- Sarung tangan periksa dan masker.
- Kartu tumbuh kembang bayi.
- Alat tulis.
- Lampu sorot.
- Kursi periksa.
- Manekin neonatus.

Teknik Pemeriksaan
- Jelaskan tentang teknik pemeriksaan pada ibu pasien/pendamping.
- Sedapat mungkin pasien ditenangkan misalnya dengan dipeluk oleh ibunya/pendamping.
- Posisikan pasien dalam posisi duduk atau dipegang menghadap ke atas.
- Identifikasi fontanela anterior dan posterior. Pada neonatus umumnya fontanela anterior
mudah diidentifikasi dengan melihat denyutannya.
- Lihat denyutannya, apakah jelas atau tidak.
- Amati juga vena-vena di fontanela untuk melihat adanya dilatasi vena. Jika sulit terlihat,
nyalakan lampu sorot.
- Amati apakah fontanela anterior membonjol atau cekung.
- Apabila sulit diidentifikasi, gunakan telunjuk Anda untuk mencari fontanela anterior dengan
palpasi. Lakukan palpasi di dahi pada garis tengah dan gerakan ke atas sampai terasa seperti
ada rongga di bawah kulit kepala yang berdenyut.
- Palpasi fontanela anterior dengan jari telunjuk.
- Gerakan jari telunjuk Anda ke atas dan bawah serta kiri dan kanan untuk memperkirakan
batas-batas fontanela anterior.
- Gunakan penggaris untuk mengukur jarak antar sudut kiri-kanan dan antar sudut atas-
bawah.
- Rasakan, apakah terasa sulit ditekan atau tidak.
- Catatlah hasil pemeriksaan Anda di buku tumbung kembang bayi.

Penilaian
- Fontanela biasanya agak cekung (dalam beberapa literatur disebutkan datar namun apabila
Anda memeriksanya dengan pasien dalam keadaan duduk atau dipegang menghadap ke atas
maka fontanela akan terlihat agak cekung). Cekungan ini paling baik dinilai di fontanela
anterior.
- Dari palpasi kita dapat menentukan apakah fontanela sangat cekung atau malah membonjol.
- Selain itu kita juga perlu memperkirakan diameter fontanela.
- Bandingkan jarak-jarak fontanela dengan rentang nilai normalnya. Lihatlah apakah masih
dalam rentang normal atau tidak.
- Tidak kalah pentingnya untuk membandingkan jarak-jarak fontanela dengan catatan
sebelumnya.

Catatan
Pada modul lain, Anda akan melakukan transiluminasi fontanela. Syarat untuk
transiluminasi adalah fontanela (ubun-ubun) masih terbuka. Pemeriksaan ini dilakukan dalam

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 105
ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama tiga menit. Alat yang dipakai adalah
lampu senter yang dilengkapi dengan tepi karet. Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar
akan terlihat lebih lebar 1-2cm.

DAFTAR TILIK PENILAIAN


Nilai
No. Aspek yang dinilai
0 1 2
1. Memberi salam dan menyapa pasien dan keluarganya dengan sapaan yang
sopan.
2. Memperkenalkan diri pada keluarga pasien.
3. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada keluarga pasien.
4. Memberikan kesempatan keluarga pasien untuk bertanya dan meminta
izin untuk melakukan pemeriksaan.
5. Memposisikan pasien dalam posisi duduk atau dipegang menghadap ke
atas.
6. Mengidentifikasi fontanela anterior dan posterior.
7. Pemeriksa melihat denyutannya, apakah jelas atau tidak, mengamati
vena-vena di fontanela untuk melihat adanya dilatasi vena, dan
mengamati apakah fontanela anterior membonjol atau cekung.
8. Pemeriksa mempalpasi fontanela anterior dengan jari telunjuk.
Pemeriksa menggerakan jari telunjuk ke atas dan bawah serta kiri dan
kanan untuk memperkirakan batas-batas fontanela anterior.
9. Pemeriksa menentukan jarak antar sudut kiri-kanan dan antar sudut atas-
bawah menggunakan penggaris.
10. Pemeriksa menilai apakah terasa sulit ditekan atau tidak (disebutkan).
11. Pemeriksa mencatat hasil pemeriksaan di buku tumbung kembang bayi.
12. Mengucapkan terima kasih.
Total Nilai

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 106
TANDA PATRICK & KONTRA-PATRICK
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan cara melakukan tes
Patrick dan kontra-Patrick.
2. Melakukan tes Patrick dan kontra-Patrick.

Teknik Pemeriksaan
- Jelaskan tentang tindakan yang akan Anda lakukan. Beritahukan bahwa tindakan ini
mungkin akan menimbulkan rasa nyeri.
- Minta pasien berbaring di ranjang periksa.
Tes Patrick
- Tes Patrick atau tes Faber (flexion, abduction, and external rotation) dilakukan dengan
memfleksikan lutut salah satu tungkai dan merotasikan sendi panggul ke arah luar sehingga
pergelangan kaki dapat diletakkan di atas tungkai lainnya membentuk angka 4.
- Selanjutnya tekan tungkai yang tertekuk ke arah bawah.
- Lakukan secara bergantian.
- Tanyakan apakah tindakan tersebut memicu nyeri.
Tes kontra-Patrick
- Pada tes ini, dengan tungkai ditekukkan 90O pada sendi lutut dan panggul, tungkai di
rotasikan ke dalam hingga melewati paha tungkai sebelahnya.
- Selanjutnya tekan tungkai yang tertekuk ke arah bawah.
- Lakukan secara bergantian.
- Tanyakan apakah tindakan tersebut memicu nyeri.

Penilaian
- Pada tes Patrick, gangguan pada sendi panggul akan membangkitkan nyeri di daerah lipat
paha.
- Bila nyeri terasa di bokong atau sendi sakroiliaka, maka proses patologisnya berasal dari
sendi sakroiliaka.
- Dengan tes kontra-Patrick, gangguan sendi sakroiliaka juga dapat diperiksa.
- Bila nyeri terasa di bokong atau sendi sakroiliaka, maka proses patologisnya berasal dari
sendi sakroiliaka.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 107
DAFTAR TILIK PENILAIAN
Nilai
No. Aspek yang dinilai
0 1 2
1. Memberi salam dan menyapa pasien dengan sapaan yang sopan.
2. Memperkenalkan diri pada pasien.
3. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada pasien.
4. Memberikan kesempatan pasien untuk bertanya dan meminta izin kepada
pasien untuk memulai pemeriksaan.
Tes Patrick
5. Meminta pasien berbaring di ranjang periksa dan pemeriksa berdiri di
samping kanan ranjang.
6. Memfleksikan lutut salah satu tungkai dan merotasikan sendi panggul ke
arah luar sehingga pergelangan kaki dapat diletakkan di atas tungkai
lainnya membentuk angka 4.
Menekan tungkai yang tertekuk ke arah bawah.
7. Menanyakan apakah tindakan pemeriksa memicu nyeri.
8. Melakukan tes pada tungkai lain.
Tes kontra-Patrick
9. Menekuk tungkai 90O pada sendi lutut dan panggul, tungkai dirotasikan
ke dalam hingga melewati paha tungkai sebelahnya.
Menekan tungkai yang tertekuk ke arah bawah.
10. Menanyakan apakah tindakan pemeriksa memicu nyeri.
11. Melakukan tes pada tungkai lain.
12. Mengucapkan terima kasih.
Total Nilai

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 108
MEMBANGKITKAN TANDA TETANI DENGAN CARA CHVOSTEK
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
Chvostek sebagai salah satu jenis pemeriksaan untuk membangkitkan tanda tetani.
2. Melakukan pemeriksaan Chvostek dan penilaiannya.

Teknik Pemeriksaan
- Minta pasien untuk duduk dan Anda duduk di depan pasien.
- Jelaskan bahwa Anda akan mengetuk pipi pasien sebelah kiri dan kanan dengan palu
perkusi.
- Minta pasien membuka mulut sedikit (celah antar bibir atas dan bawah sekitar 1cm).
- Identifikasi regio parotis atau zigomatikus.
- Menggunakan palu perkusi, berikan ketukan ringan di atas regio parotis atau zigomatikus
kanan dan kiri.

Penilaian
- Tanda Chvostek yang positif ditandai dengan kedutan satu atau beberapa otot wajah sesisi.
- Pada kasus yang berat dapat terjadi kontraksi otot-otot wajah di kedua sisi bahkan kontraksi
bisa terjadi spontan sehingga pasien terlihat seperti meringis. Ini disebut risus sardonikus.

DAFTAR TILIK PENILAIAN


Nilai
No. Aspek yang dinilai
0 1 2
1. Memberi salam dan menyapa pasien dengan sapaan yang sopan.
2. Memperkenalkan diri pada pasien.
3. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada pasien.
4. Memberikan kesempatan pasien untuk bertanya dan meminta izin kepada
pasien untuk memulai pemeriksaan.
5. - Meminta pasien untuk duduk dan pemeriksa duduk di depan pasien.
- Meminta pasien membuka mulut sedikit (celah antar bibir atas dan
bawah sekitar 1cm).
- Mengidentifikasi regio parotis atau zigomatikus.
- Memberikan ketukan ringan di atas regio parotis atau zigomatikus salah
satu sisi menggunakan palu perkusi.
6. Mengulang pada sisi yang lain.
7. Mengucapkan terima kasih.
Total Nilai

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 109
TANDA LASEQUE
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
Laseque atau straight leg raising (SLR) sebagai salah satu jenis pemeriksaan tanda
rangsangan meningeal dan iritasi radiks.
2. Mengetahui kontraindikasi pemeriksaan Lasque dan membedakan tanda Laseque yang
disebabkan oleh iritasi meningen atau iritasi radiks.
3. Melakukan pemeriksaan Laseque.

Syarat Pemeriksaan
- Pemeriksaan Laseque dikontraindikasikan pada pasien dengan deformitas tungkai yang
membutuhkan imobilisasi seperti fraktur kruris.

Teknik Pemeriksaan
- Pasien dibaringkan di ranjang periksa.
- Minta pasien untuk santai dan tidak menegangkan otot-ototnya. Pasien dapat saja
mengalami penurunan kesadaran sehingga kita sulit menerapkan langkah ini.
- Salah satu tangan pemeriksa diletakkan di atas perut pasien dan tangan yang lain memegang
salah satu tumit pasien dari bawah.
- Salah satu tumit pasien diangkat perlahan sehingga tungkai mengalami fleksi pada sendi
panggul tetapi tidak mengalami fleksi pada lutut.
- Tungkai terus diangkat hingga tungkai membentuk sudut melebihi 70O dengan bidang
horizontal (ranjang periksa). Pada orang tua, cukup hingga melebihi sudut 60 O.
- Lakukan secara bergantian.
- Jika sebelum mencapai sudut target pasien mengeluh nyeri atau ada tahanan, hentikan
pemeriksaan.
- Jika pasien mengeluhkan nyeri, tanyakan seperti apa nyerinya? Apakah terasa seperti
menjalar atau tersengat listrik? Jika ya, tanyakan daerah penjalarannya.

Penilaian
- Tanda Laseque positif jika terasa ada tahanan atau nyeri radikular sebelum mencapai sudut
70O atau 60O pada orang tua.
- Jika tanda Laseque positif pada kedua tungkai maka kemungkinan besar penyebabnya
adalah iritasi meningen.
- Jika tanda Laseque positif pada salah satu tungkai maka kemungkinan besar penyebabnya
adalah iritasi radiks.
- Jika karena iritasi radiks, kita perlu menanyakan daerah penjalarannya karena berhubungan
dengan lokasi radiks saraf yang terkena. Sebagai contoh, nyeri radikular yang dirasakan
sampai jari kelingking kaki disebabkan oleh iritasi radiks saraf sakral 1 (S1).

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 110
DAFTAR TILIK PENILAIAN
Nilai
No. Aspek yang dinilai
0 1 2
Syarat
1. Menyebutkan bahwa pemeriksaan Laseque dikontraindikasikan pada
deformitas tungkai yang membutuhkan imobilisasi seperti fraktur kruris.
Teknik Pemeriksaan
2. Memberi salam dan menyapa pasien dengan sapaan yang sopan.
3. Memperkenalkan diri pada pasien.
4. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada pasien.
5. Memberikan kesempatan pasien untuk bertanya dan meminta izin kepada
pasien untuk memulai pemeriksaan.
6. Pemeriksa meminta pasien untuk santai dan tidak menegangkan otot-
ototnya.
7. Salah satu tangan pemeriksa diletakkan di atas perut pasien dan tangan
yang lain memegang salah satu tumit pasien dari bawah.
8. Tungkai terus diangkat hingga tungkai membentuk sudut melebihi 70O
dengan bidang horizontal (ranjang periksa).
9. Pemeriksa melakukan pada kedua tungkai bergantian
10. Jika sebelum mencapai sudut target pasien mengeluh nyeri atau ada
tahanan, hentikan pemeriksaan (disebutkan)
11. Jika pasien mengeluhkan nyeri, tanyakan seperti apa nyerinya? Apakah
terasa seperti menjalar atau tersengat listrik? (disebutkan)
12. Jika ya, tanyakan daerah penjalarannya.
13. Mengucapkan terima kasih
Penilaian (disebutkan)
14. Tanda Laseque positif jika terasa ada tahanan atau nyeri radikular
sebelum mencapai sudut 70O atau 60O pada orang tua.
15. Jika tanda Laseque positif pada kedua tungkai maka kemungkinan besar
penyebabnya adalah iritasi meningen.
Jika tanda Laseque positif pada salah satu tungkai maka kemungkinan
besar penyebabnya adalah iritasi radiks.
Total Nilai

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 111
B. SKENARIO
Skenario I
Seorang laki-laki, 25 tahun datang dengan keluhan utama penurunan kesadaran sejak 5 hari
yang lalu. Penurunan kesadaran semakin lama semakin berat. Ada riwayat demam tinggi sejak 6
hari yang lalu.

Tugas
1. Diskusikan dengan teman sekelompok, apa saja keterbatasan pemeriksaan fisik neurologis
yang ditemui pada kasus penurunan kesadaran?
2. Pemeriksaan fisik neurologis apa saja yang dapat dikerjakan pada pasien ini?
3. Bagaimana seorang klinisi menyikapi hal tersebut?
4. Apakah yang dimaksud dengan false localizing signs?

Skenario II
Letakkan ujung jari telunjuk Anda di kantus medial mata kanan Anda. Luruskan lengan kiri
Anda ke depan lalu acungkan jari telunjuk tangan kiri Anda. Tataplah jari telunjuk tangan kiri
Anda sambil jari telunjuk tangan kanan Anda menekan kantus medial mata kanan Anda secara
perlahan. Anda akan mengalami penglihatan dobel. Gerakkan tangan kiri Anda ke kanan dan ke
kiri.

Tugas
1. Yang manakah citra palsu pada diplopia yang Anda alami? Bagaimana
mengidentifikasinya?
2. Mengapa saat telunjuk tangan kiri digerakkan ke kanan jarak antar citra palsu dan asli
berkurang dan sebaliknya?
3. Bagaimana Anda mengaplikasikan hasil percobaan ini ke pemeriksaan pasien?
4. Apakah perbedaan antara oftalmoplegia supranuklear, internuklear, dan infranuklear?
5. Apakah yang dimaksud dengan sindrom one and a half dan internuclear ophtalmoplegia?

C. CONTOH SOAL OSCE


Soal 1
Seorang laki-laki, 24 tahun dibawa keluarganya dengan keluhan utama kelumpuhan kedua
tungkai sejak satu bulan yang lalu. Ada riwayat jatuh dari ketinggian sekitar empat meter
sebelum kelumpuhan.

Tugas
1. Lakukan pemeriksaan kekuatan otot di kedua tungkai pasien!
2. Lakukan pemeriksaan refleks-refleks fisiologis dan pemeriksaan tanda Babinski di kedua
tungkai pasien!
3. Sampaikan hasilnya kepada penguji!

Soal 2
Seorang laki-laki, 40 tahun datang ke Poliklinik Neurologi dengan keluhan utama mulut
mencong ke kanan sejak satu hari yang lalu. Terjadi mendadak saat pasien bangun pagi.

Tugas
1. Lakukan pemeriksaan kekuatan otot-otot wajah pada pasien ini!
2. Jelaskan kepada penguji hasil penilaian Anda!
3. Sebutkan minimal dua diagnosis banding untuk kasus ini!

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 112
D. DAFTAR TILIK KETERAMPILAN PEMERIKSAAN SISTEM SARAF

TUJUAN PEMBELAJARAN KOMPE TERCAPA BELUM PARAF


-TENSI I TERCAPA INSTRUKTU
I R
Penilaian tingkat kesadaran dengan skala koma Glasgow 4A
(GCS)
Penilaian orientasi 4A
Penilaian kemampuan berbicara dan berbahasa 4A
Pemeriksaan indra penghidu 4A
Inspeksi lebar celah palpebra 4A
Inspeksi pupil (ukuran & bentuk) 4A
Reaksi pupil terhadap cahaya 4A
Reaksi pupil terhadap obyek dekat 4A
Pemeriksaan funduskopi 4A
Penilaian gerakan bola mata dan diplopia 4A
Penilaian nistagmus 4A
Refleks kornea 4A
Pemeriksaan sensibilitas wajah serta kekuatan otot-otot 4A
temporal & maseter
Penilaian kesimetrisan wajah & pergerakan wajah 4A
Penilaian indra pengecapan 4A
Penilaian indra pendengaran (lateralisasi dan konduksi 4A
udara & tulang)
Inspeksi palatum 4A
Penilaian kemampuan menelan 4A
Penilaian otot sternokleidomastoideus & trapezius 4A
Pemeriksaan lidah saat tidak bergerak 4A
Pemeriksaan lidah saat bergerak 4A
Inspeksi: habitus dan gerakan involuntar 4A
Penilaian tonus otot 4A
Penilaian kekuatan otot 4A
Inspeksi postur & cara berjalan (gait) 4A
Tes Romberg 4A
Tes Romberg dipertajam 4A
Pemeriksaan dismetri & tremor intensi (point-to-point 4A
testing)
Pemeriksaan disdiadokokinesis 4A
Refleks superfisial (fefleks abdomen, kremaster, refleks 4A
plantar, dan refleks anal)
Refleks tendon (refleks biseps, triseps, brakioradialis, 4A
patela, dan Achilles serta pemeriksaan klonus)
Refleks patologis (refleks Hoffman, refleks Tromner, dan 4A
refleks plantar patologis)
Refleks primitif/refleks regresi (refleks mencucu, rooting 4A
reflex, refleks menghisap, refleks menggenggam, refleks
glabela, dan refleks palmomental)
Penilaian sensasi eksteroseptif: nyeri 4A
Penilaian sensasi eksteroseptif: suhu 4A
Penilaian sensasi eksteroseptif: raba halus 4A
Penilaian sensasi proprioseptif: rasa posisi 4A
Penilaian sensasi diskriminatif: diskriminasi antara dua 4A
titik
Penilaian sensasi diskriminatif: mengenal bentuk 4A

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 113
Inspeksi tulang belakang saat tidak bergerak 4A
Inspeksi tulang belakang saat bergerak 4A
Palpasi untuk menentukan titik nyeri 4A
Palpasi untuk menilai nyeri pada tekanan vertikal 4A
Perkusi tulang belakang 4A
Pemeriksaan kaku kuduk 4A
Penilaian fontanela 4A
Tanda Patrick & kontra-Patrick 4A
Membangkitkan tanda tetani dengan cara Chvostek 4A
Tanda Laseque 4A
Pengantar interpretasi x-ray tengkorak 4A
(Tahap
profesi)
Pengantar interpretasi x-ray tulang belakang 4A 4A
(Tahap
profesi)

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 114
BAB. VII. SUMBER DAYA
A. DAFTAR NAMA INSTRUKTUR

NO NAMA
1 Dr. Mieke A.H.N. Kembuan, Sp.S(K)
2 DR. Dr. Junita Maja P.S., Sp.S(K)
3 Dr. Arthur H.P. Mawuntu, Sp.S(K)
4 Dr. Corry N. Mahama, Sp.S(K)
5 DR. Dr. Theresia I. Mogi, S.H., Sp.KFR
6 Dr. Diana V. Doda, MOHS, PhD
7 DR. Dr. Martha M. Kaseke, M.Kes
8 DR. Dr. Herlina Wungouw, MAppSc, MMedEd, AIFM, AIFO
9 DR. Dr. David E. Kaunang, Sp.A(K)
10 Dr. Dina V. Rombot, M.Kes
11 Dr. Maya F. Memah, MPdKed
12 Dr. Frelly Kuhon, M.Kes

B. RUANG PEMBIMBINGAN
Disediakan 10 ruangan untuk kegiatan pembelajaran keterampilan klinis. Setiap ruangan
diisi oleh 1 instruktur, 1 pendamping, dan 5 – 10 orang mahasiswa.

C. ALAT-ALAT YANG HARUS DISEDIAKAN

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 115
1. Sarung tangan periksa dan masker. 19. Oftalmoskop +/- 15 - 20 dioptri.
2. Ruang periksa dengan penerangan cukup, 20. Kaca mata Frenzel.
panjang salah satu sisi minimal 6 m, dan 21. Kaca pembesar.
lampu dapat diredupkan. 22. Kapas bersih.
3. Alat tulis-menulis. 23. Jarum pentul sekali pakai atau tusuk gigi
4. Kursi periksa sekali pakai.
5. Ranjang periksa + undakan. 24. Air larutan gula, larutan garam, larutan
6. Meja periksa. cuka, dan larutan pil kina.
7. Lampu sorot. 25. Empat pipet.
8. Troli alat. 26. Garpu tala 128, 256, dan 512Hz.
9. Baki alat habis pakai berisi larutan 27. Senter kepala.
klorin. 28. Spekulum hidung.
10. Tempat sampah medis. 29. Otoskop dan spekulum telinga sekali
11. Tempat sampah nonmedis pakai.
12. Sabun cuci tangan antiseptik atau 30. Spatula lidah sekali pakai atau stik es
handrub. krim lebar.
13. Tempat cuci tangan dengan air mengalir. 31. Aplikator.
14. Botol-botol berisi kopi, teh, dan 32. Gelas berkapasitas 150ml.
tembakau (untuk pemeriksaan fungsi 33. Air minum.
menghidu). 34. Senter kecil (penlight).
15. Snellen chart. 35. Senter besar.
16. Jaeger card. 36. Palu perkusi.
17. Lempeng pinhole. 37. Tabung-tabung reaksi berisi air hangat
18. Pin merah dan pin putih. (40OC) & dingin (5-10OC).
BAB VIII. TATA TERTIB MAHASISWA
A. TATA TERTIB UMUM
1. Mahasiswa diwajibkan untuk mengikuti seluruh kegiatan yang tercantum dalam jadwal
kegiatan.
2. Mahasiswa harus hadir tepat waktu.
3. Mahasiswa yang membawa alat komunikasi wajib menyetel alat tersebut dalam posisi
silent.
4. Mahasiswa harus berpakaian rapi (tidak diperkenankan menggunakan baju kaos dan jeans),
berpenampilan sopan, tidak diperkenankan menggunakan sandal, sesuai dengan etika
sebagai calon dokter serta selama dalam kegiatan pembelajaran berlangsung.
5. Mahasiswa diwajibkan menggunakan papan nama pada saat kegiatan pembelajaran.

B. TATA TERTIB UJIAN


1. Mahasiswa diwajibkan memakai jas laboratorium.
2. Mahasiswa tidak diperkenankan ujian jika kehadirannya kurang dari 80% kegiatan, kecuali
alasan sah mengenai ketidakhadirannya pada kegiatan pembelajaran.
3. Pada saat ujian mahasiswa hanya diperkenankan membawa alat tulis saja.
4. Mahasiswa yang tidak hadir saat ujian berlangsung hanya boleh mengikuti ujian susulan
jika alasan ketidakhadirannya sah sesuai yang tertulis di atas.

C. ALASAN SAH UNTUK TIDAK HADIR PADA KEGIATAN


PEMBELAJARAN DAN UJIAN
1. Sakit dengan pembuktian Surat Keterangan Dokter yang merawat.
2. Kematian keluarga terdekat.
3. Melahirkan anak.
4. Tugas yang diberikan oleh Pimpinan FK Unsrat.
5. Mendapat izin cuti yang disetujui oleh Dekan FK Unsrat.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 2


LAMPIRAN
PEMERIKSAAN MINI-MENTAL STATE EXAMINATION (MMSE)
PEMERIKSAAN STATUS MINI-MENTAL
PEMERIKSAAN NILAI
ORIENTASI (10)
01. Hari apa sekarang?
02. Tanggal berapa?
03. Bulan apa?
04. Tahun berapa?
05. Bagaimana cuaca hari ini?
06. Sekarang Anda berada di rumah sakit apa?
07. Lantai berapa?
08. Kota apa?
09. Provinsi apa?
10. Negara apa?
REGISTRASI (3)
11. Ulangi kata berikut: “Bola”
12. “Melati”
13. “Kursi”. Hafalkan baik-baik karena nanti akan saya tanyakan lagi
ATENSI/KALKULASI (5)
14. Berapa100 – 7? (93); Kata WAHYU jika dieja terbalik maka huruf pertama menjadi? (U)
15. 93 – 7? (86); huruf ke dua menjadi? (Y)
16. 86 – 7? (79); huruf ke tiga menjadi? (H)
17. 79 – 7? (72); huruf ke empat menjadi? (A)
18. 72 – 7? (65); huruf ke lima menjadi? (W)
RECALL (3)
19. Sebutkan kembali tiga kata yang saya minta untuk dihafalkan: “Bola”
20. “Melati”
21. “Kursi”
BAHASA (8)
22. Apa nama benda ini? (pensil)
23. Apa nama benda ini? (jam tangan)
24. Ulangi kata-kata saya” “namun, tanpa, dan bila”
25. Kerjakan perintah yang saya berikan: “Ambil kertas ini dengan tanan kanan Anda,”
26. “lipat jadi dua,”
27. “dan letakkan di atas meja!”
28. Tuliskan satu kalimat lengkap!
29. Baca dan lakukan perintah berikut :

TUTUP MATA ANDA


VISUOKONTRUKSI (1)
30. Gambarkan bentuk berikut:

SKOR TOTAL
Skor :
Penilaian :
Pendidikan menengah – tinggi : >27 tidak terganggu.
≤27 terganggu.
Pendidikan rendah (SD) : >27 tidak terganggu.
≤27 terganggu.

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 3


PEMERIKSAAN MONTREAL COGNITIVE ASSESMENT INDONESIAN
VERSION (INA-MOCA)

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 4


LEMBAR PEMERIKSAAN ASIA-IMSOP

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 5


LEMBAR OBSERVASI NEUROLOGI

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 6


TEKNIK CUCI TANGAN WHO

Menggunakan handuk Menggunakan handrub

Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 7

Anda mungkin juga menyukai