967 - 541450 - Modul KKD NEUROLOGI 2019edit
967 - 541450 - Modul KKD NEUROLOGI 2019edit
967 - 541450 - Modul KKD NEUROLOGI 2019edit
MODUL
KETERAMPILAN KLINIS DASAR
SISTEM SARAF
Diberikan Pada
Fakultas Kedokteran
Fakultas Kedokteran
Manado 2019
TIM MODUL
VISI
Membangun Fakultas Kedokteran Unsrat menuju fakultas unggulan (excellent faculty) tahun
2020 di level regional, nasional maupun internasional, dalam hal pendidikan / pengajaran,
penelitian dan pengabdian masyarakat di bidang kesehatan dan kedokteran.
MISI
1. Meningkatkan kualitas manajemen Fakultas agar mempunyai tata kelola optimal untuk
menunjang kegiatan pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat yang berkelanjutan.
2. Menghasilkan SDM yang UNGGUL, menguasai IPTEKDOK, mampu berperan dalam
meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup bangsa, serta mampu bersaing secara global.
3. Mendorong hasil pendidikan dan penelitian yang dapat digunakan untuk pengabdian yang
mendukung daya saing bangsa.
4. Membangun kolaborasi kerja sama dan kemitraan yang efektif dan efisien.
5. Meningkatkan kesejahteraan segenap sivitas akademika yang bercirikan profesionalitas.
VISI
Membangun Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Unsrat menuju Program
Studi Pendidikan Dokter unggulan (excellent study program) tahun 2020 di level regional,
nasional maupun internasional, yang memiliki keunggulan dalam menyelenggarakan Tri
Dharma Perguruan Tinggi.
MISI
1. Meningkatkan kualitas manajemen Program Studi Pendidikan Dokter agar mempunyai tata
kelola optimal untuk menunjang kegiatan pendidikan, penelitian dan pengabdian
masyarakat yang berkelanjutan.
2. Menghasilkan SDM yang profesional, UNGGUL, menguasai IPTEKDOK, serta mampu
berperan dalam meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup bangsa, serta mampu bersaing
secara global.
3. Menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan penelitian yang mendukung daya saing bangsa.
4. Membangun kerja sama kemitraan dengan institusi kedokteran dan kesehatan baik nasional
maupun internasional yang efektif dan efisien.
KARAKTERISTIK MAHASISWA
Mahasiswa yang mengikuti modul ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Sam Ratulangi Semester IV. Para mahasiswa telah memiliki pemahaman dasar tentang anatomi
dan fisiologi sistem saraf.
B. METODE PEMBELAJARAN
1. Orientasi
Ini merupakan tahap untuk mendapatkan ilmu mengenai ruang lingkup Pemeriksaan Sistem
Saraf. Pengenalan ruang lingkup ini dilakukan dengan metode peragaan yang diberikan oleh
para instruktur. Peserta didik juga diberikan kesempatan untuk melakukan belajar mandiri di
internet atau perpustakaan untuk menambah wawasannya mengenai Pemeriksaan Sistem Saraf.
2. Pelatihan/Peragaan
Para instruktur akan memeragakan Teknik Pemeriksaan Sistem Saraf kepada peserta didik
yang telah dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil. Peserta didik selanjutnya melakukan
sendiri pemeriksaan Sistem Saraf kepada salah seorang teman pria dalam kelompok tersebut.
Instruktur mengawasi dan mengoreksi apabila ada kekeliruan dalam pemeriksaan fisik yang
dilakukan oleh mahasiswa tersebut.
3. Umpan Balik
Penilaian hasil pendidikan ditentukan berdasarkan hasil belajar mahasiswa, serta proses
bagaimana mahasiswa menjalani pendidikan ini. Untuk dapat mengikuti evaluasi ini,
mahasiswa harus memenuhi persyaratan mengikuti kegiatan dengan jumlah kehadiran minimal
80% instruktur. Ujian skill lab dilakukan dengan cara ujian pembelajaran keterampilan klinis.
C. METODE PENILAIAN
1. Keterampilan pemeriksaan sistem saraf yang dinilai oleh instruktur dengan menggunakan
daftar tilik.
2. Ujian OSCE Skill Lab.
D. TUGAS MAHASISWA
1. Mengikuti Penjelasan oleh Tim Penyusun Modul.
2. Mengikuti kegiatan pembelajaran keterampilan klinis didampingi oleh instruktur.
3. Melakukan sendiri pemeriksaan sistem saraf.
B. BUKU ACUAN
1. Kembuan AHN, Karema W, Runtuwene R, Khosama H, Tumboimbela M, Mawuntu A, dkk.
Pemeriksaan neurologis: suatu pemeriksaan terstruktur. Bagian Neurologi FK Unsrat. 2017.
2. Biller J, Gruener G, Brazis P. DeMyer’s the neurologic examination: a programmed text. 6-
th ed. 2011. New York:McGraw-Hill.
3. Campbell WW. deJong’s: the neurologic examination. 7-th ed. 2005.
Philadelphia:Lippincott, Williams & Wilkins
4. Lindsay KW, Bone I, Callander R. Neurology and neurosurgery illustrated. 3-rd ed. 1997.
Edinburgh:Churchill Livingstone.
Kanan Kiri
Gambar 2. Ciri-ciri respon fleksi. Panah warna terang adalah lokasi rangsangan,
panah warna gelap adalah arah gerakan
Kanan: Fleksi abnormal: Gerakan stereotipik yang lambat, lengan melipat di dada,
lengan bawah berotasi, ibu jari mengepal, ekstensi kaki.
Kiri: Fleksi normal: Cepat, bervariasi, lengan menjauh dari tubuh
Sumber: www.glasgowcomascale.org (2018).
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti kegiatan pembelajaran keterampilan klinis mahasiswa dapat:
1. Melakukan pemeriksaan GCS dan interpretasinya.
2. Memahami keterbatasan pemeriksaan GCS.
Teknik Pemeriksaan
Urutan
Lakukan pemeriksaan dengan urutan sebagai berikut:
Penilaian
- Tulis nilai masing-masing komponen dan penjumlahannya seperti berikut: E...M...V... = ....
Contohnya, jika hasil pemeriksaan eye 3, motoric 5, dan verbal 4 maka ditulis E3M5V4 = 12.
- Skor terendah adalah 3 dan skor tertinggi 15. GCS 15 dianggap sadar penuh (kompos
mentis), GCS 3-14 dianggap kesadaran menurun dengan GCS <8 dianggap koma.
Catatan Khusus
Pada beberapa keadaan seperti edema kelopak mata atau pasien dengan sedasi dan
terintubasi, GCS sulit diterapkan. Selain itu, GCS juga tidak sensitif terhadap fungsi batang otak
(tidak ada penilaian ukuran dan reaktivitas pupil), sehingga muncul modifikasi GCS dan
beberapa usulan baru untuk skala kesadaran yang lebih dapat diandalkan. Namun metode-
metode tersebut masih belum diterima secara universal.
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis mahasiswa dapat:
1. Memahami bahwa orientasi adalah bagian dari pemeriksaan neurobehaviour.
2. Memahami komponen-komponen orientasi secara umum.
3. Melakukan pemeriksaan orientasi pasien secara umum dengan menanyakan orang, tempat,
dan waktu serta penilaiannya.
Teknik Pemeriksaan
- Pemeriksa menyapa pasien dan atau pendamping.
- Pemeriksa menjelaskan bahwa dia akan menanyakan beberapa hal kepada pasien dan
meminta izin.
- Pemeriksa menanyakan nama lengkap pasien dan pendamping saat itu yang seharusnya
dikenal pasien (misalnya pasangan, anak, dan orang tua).
- Pemeriksa menanyakan apakah pasien tahu saat ini berada di mana: Ruangan, lantai,
kota/kabupaten, provinsi, dan negara.
- Pemeriksa menanyakan apakah pasien tahu waktu saat ini: siang atau malam, hari, tanggal,
bulan, tahun, dan musim.
Penilaian
- Nilai komponen orientasi umum mana saja yang terganggu.
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Memahami dasar teori gangguan bahasa dan perbedaan gangguan bahasa dengan gangguan
bicara.
2. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
bahasa.
3. Melakukan pemeriksaan bahasa dan penilaiannya.
Teknik Pemeriksaan
Saat melakukan anamnesis, dengarkan pemilihan kata, penggantian kata, pencarian kata,
artikulasi bicara, kelancaran berbicara, irama bicara, dan kuantitas pembicaraan. Selanjutnya,
untuk menguji kemampuan mengulang, minta pasien mengulangi tiga sampai lima kata yang
diucapkan pemeriksa. Ujilah pemahaman bahasa dengan memberikan beberapa pertanyaan dan
perintah. Tunjukkan kepada pasien beberapa barang dan tanyakan apa nama setiap barang yang
ditunjukkan untuk memeriksa penamaan.
Untuk memeriksa kemampuan menulis, mintalah pasien menulis kalimat yang Anda
diktekan. Setelah itu, minta pasien membaca sebuah kalimat tertulis guna memeriksa
kemampuan menulis.
Penilaian
Gangguan proses bahasa disebut afasia. Berdasarkan temuan klinis pada tes bahasa, afasia
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Tipe Afasia Kelancaran Pemahaman Pengulangan Penamaan Lokasi
Lesi
Broca ¯ Baik ¯ ¯ 1
Wernicke Baik* ¯ ¯ ¯ 2
Konduksi Baik** Baik ¯ ¯ 3
Transkortikal ¯ Baik Baik Bisa normal 4
Teknik Pemeriksaan
- Dari anamnesis kita dapat memperoleh petunjuk adanya kemampuan menghidu yang
menurun, terlalu sensitif, menghidu bau-bau yang tidak enak, salah menafsirkan bau, atau
menghidu bau-bauan yang sebenarnya tidak ada. Faktor-faktor penyebab seperti
kemungkinan neoplasma, trauma, infeksi, atau epilepsi juga dapat dilacak dari anamnesis.
- Jelaskan pada pasien tentang tindakan yang akan Anda lakukan.
- Periksalah hidung pasien untuk mencari adanya deformitas, jejas, atau sekret hidung yang
mungkin berhubungan dengan trauma, perdarahan spontan, kebocoran dura mater, infeksi,
dan neoplasma. Kemudian, dengan menggunakan senter kepala dan spekulum hidung,
periksalah kedua kavum nasi pasien untuk melihat apakah ada edema konka, polip, deviasi
septum berat, atau hal lain yang akan menghalangi pemeriksaan.
- Minta pasien menutup mata kemudian menutup salah satu lubang hidungnya.
- Dekatkan botol-botol berisi bubuk kopi, teh, dan tembakau satu per satu.
- Minta pasien menghirup udara lalu menyebutkan bau yang dihidunya.
- Ulangi pemeriksaan untuk lubang hidung sebelahnya.
- Tanyakan juga pada pasien apakah kekuatan bau-bauannya sama antara kanan dan kiri.
- Beberapa penulis menganjurkan untuk menyertakan satu bau-bauan yang menyengat seperti
amonia. Tujuannya adalah untuk memeriksa kepekaan nervus trigeminus di hidung. Hal ini
karena bau-bauan yang bersifat iritatif akan menstimulasi reseptor sensorik nervus
trigeminus dan bukan nervus olfaktorius.
Teknik Pemeriksaan
- Jelaskan pada pasien tentang tindakan yang akan Anda lakukan.
- Minta pasien memandang ke jauh ke depan.
- Perhatikan bola mata dan palbebra. Apakah posisi bola mata menonjol ke luar (eksoftalmus)
atau ke dalam (enoftalmus). Lihat juga apakah ada deformitas atau jejas di bola mata dan
palpebra serta apakah ada gerakan-gerakan kelopak mata yang berlangsung hilang-timbul
atau terus-menerus.
- Amati kedipan bola mata. Apakah kedua mata mengedip atau ada yang tidak mengedip.
- Perhatikan apakah lebar celah kelopak mata kanan dan kiri simetris atau tidak.
- Untuk memeriksa muskulus orbikularis okuli minta pasien menutup matanya sendiri.
Perhatikan apakah keduanya menutup secara simetris atau tidak. Jika ragu, minta pasien
membuka mata kembali dan memejamkan mata sekuat-kuatnya setelah itu cobalah
membuka kedua matanya dengan menarik kedua palpebra superior ke atas menggunakan
jari Anda. Katakan, “sekarang tutuplah kedua mata Anda sekuat-kuatnya dan jangan biarkan
saya membukanya.”
- Untuk memeriksa muskulus levator palpebra, minta pasien untuk membuka matanya dan
melihat ke langit-langit.
Penilaian
- Ingatlah bahwa gangguan jaringan ikat seperti jaringan parut ataupun penonjolan bola mata
karena massa retrobulbar dapat memberikan gambaran asimetrisitas celah palpebra. Hal ini
harus disingkirkan dulu sebelum memikirkan sebab neurogenik.
- Ketidakmampuan untuk menutup mata disebut lagoftalmus.
- Ketidakmampuan untuk membuka mata disebut ptosis. Ingat bahwa pada saat inspeksi
kelopak mata yang jatuh sudah bisa terlihat. Meskipun demikian kita harus
membedakannya dengan pseudoptosis. Pseudoptosis disebabkan gangguan muskulus
Muller. Apabila saat melirik ke atas, ptosisnya hilang maka yang kita amati adalah
pseudoptosis dan apabila saat melirik ke atas ptosis tetap ada maka yang kita amati adalah
ptosis sejati.
Teknik Pemeriksaan
Inspeksi pupil
- Minta pasien untuk duduk dan melihat ke depan.
- Periksalah apakah sebelumnya pasien diberi obat tetes mata yang mungkin melebarkan atau
mengecilkan pupilnya.
- Carilah apakah ada pigmentasi di limbus iris.
- Periksalah kedua bola mata untuk mencari tahu ada tidaknya kelainan struktural.
- Minta pasien melihat lurus ke depan.
- Letakan senter di bawah dagu pasien menghadap ke atas agar dapat menerangi pupil secara
tidak langsung.
- Identifikasi pupil kanan dan kiri. Lihat bentuk (bulat, lonjong, seperti tetes air mata, atau
iregular), ukuran, dan kesamaan ukuran kiri dan kanan.
- Perhatikan apakah ada hipus atau tidak.
- Redupkan lampu ruangan.
- Amati dilatasi kedua pupil setelah lampu diredupkan, lima menit, dan 15 menit kemudian.
Banyak temuan klinis yang bisa kita dapatkan dengan pemeriksaan funduskopi. Beberapa di
antaranya adalah papiledema, atrofi papil, perdarahan retina, sklerosis arteri, dan eksudat.
Deskripsi temuan-temuan tersebut tidak akan dibahas di sini.
Oftalmoskop adalah perangkat optik yang digunakan untuk memeriksa fundus. Ada dua
jenis oftalmoskop yaitu oftalmoskop direk dan indirek. Kita akan mempergunakan oftalmoskop
direk. Oftalmoskop yang kita pakai terdiri atas tangkai dan kepala. Tangkai berguna untuk
memegang dan tempat baterai sedangkan kepala sebagai alat utama. Di kepala terdapat lubang
intip tempat kita melihat, cincin fokus yang dapat diputar-putar searah atau berlawanan arah
dengan jarum jam, indikator fokus, dan pemilih mode sinar.
Indikator fokus biasanya berskala -15 dioptri sampai +15 dioptri. Ada beberapa alat yang
menggunakan warna hijau dan merah untuk mewakili nilai positif dan negatif. Mode sinar dapat
berupa sinar berdiameter besar, diameter kecil, slit, sinar hijau, dan sinar dengan penanda target.
Untuk mengamati mata yang pupilnya dilebarkan dapat digunakan sinar berdiameter besar.
Untuk yang pupilnya tidak dilebarkan dapat digunakan sinar diameter kecil. Untuk memperjelas
perdarahan digunakan sinar hijau.
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
ketajaman penglihatan dan lapangan pandang.
2. Mengetahui anatomi fundus okuli.
Teknik Pemeriksaan
- Untuk funduskopi rutin kita jarang mendilatasikan pupil. Jika hal ini dilakukan, catatlah hal
itu dan jangan lupa untuk mengembalikan efek midriatikum (obat pelebar pupil) pada akhir
pemeriksaan.
- Jelaskan pada pasien tentang pemeriksaan yang akan Anda lakukan. Jelaskan juga bahwa
kita Anda akan menggelapkan ruangan, sinar lampu mungkin akan terasa menyilaukan, dan
pasien perlu tetap mempertahankan matanya agar tidak bergerak selama diperiksa.
- Minta pasien duduk dan redupkan lampu ruangan.
- Kenakan masker dan sarung tangan periksa.
- Minta pasien menatap lurus ke depan dan memfiksasi pandangan ke suatu titik.
- Nyalakan oftalmoskop, atur fokus di 0. Pilih mode sinar diameter besar atau kecil, lalu
arahkan sinar ke pupil kanan pasien. Biasanya arah sinar membentuk sudut 15 O dengan arah
fiksasi mata.
- Pegang oftalmoskop di dekat hidung Anda dan lihat lewat lubang intip menggunakan mata
kanan saat melihat mata kanan pasien dan sebaliknya.
- Apabila media refraksi masih baik, Anda akan melihat refleks merah yang jelas dan tajam.
- Dekatkan wajah Anda ke wajah pasien sambil tetap memegang oftalmoskop dekat hidung
Anda. Idealnya oftalmoskop hampir menyentuh mata pasien, menyisakan jarak sekitar 1cm.
- Cari fokus untuk pemeriksaan yang sesuai. Jika pasien/pemeriksa hipermetropia putar fokus
cincin sesuai arah jarum jam. Bila miopia putar berlawanan arah jarum jam.
- Carilah papil nervus optikus. Biasanya berlokasi di bagian nasal dari sumbu mata. Jika
belum menemukan, coba telusuri salah satu pembuluh darah hingga sampai di pembuluh
darah sentral.
- Periksalah, secara berturut-turut papil nervus optikus, dan optic cup, arteri dan vena, retina,
dan makula.
- Berikutnya, periksalah arteri dan vena.
- Minta pasien melihat ke arah cahaya. Dengan cara ini Anda dapat melihat makula.
- Lakukan funduskopi pada kedua mata.
Penilaian
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan neuroanatomi n. III, IV, dan VI.
2. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dipahami tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
gerakan bola mata dan diplopia.
3. Melakukan pemeriksaan otot-otot ekstraokular bola mata dan diplopia.
Teknik Pemeriksaan
Seperti yang telah disebutkan di sebelumnya, tujuan utama sistem penggerak bola mata
adalah mencapai fiksasi bayangan dengan kedua bola mata dan mencegah bergesernya
bayangan dari retina.
Pemeriksaan gerak bola mata sudah dapat dilakukan sepintas saat berbicara dengan pasien.
Saat itu kita dapat melihat posisi bola mata, kelainan-kelainan ekstraokular, gerakan bola mata,
posisi kepala, maupun cara berjalan. Selanjutnya pemeriksaan formal bisa dimulai.
Pemeriksaan gerak bola mata sulit dipisahkan dengan pemeriksaan diplopia dan nistagmus
karena sebagian komponen pemeriksaan diplopia dan nistagmus terdapat dalam pemeriksaan
gerakan bola mata.
- Minta pasien duduk menatap ke depan.
- Diharapkan dalam posisi primer ini, fiksasi terjadi pada titik tak terhingga.
- Pasien kemudian diminta untuk mengikuti arah gerak telunjuk pemeriksa dengan
menggerakkan bola mata saja dan tidak menggerakkan kepala.
- Telunjuk pemeriksa lalu ditempatkan di garis tengah bidang penglihatan pasien, di antara
kedua bola matanya, pada jarak sekitar 50cm dari wajah pasien.
- Pasien diminta mengikuti gerakan telunjuk pemeriksa ke arah kiri hingga lirikan maksimum
lalu ke kiri atas, kiri bawah, kembali ke tengah, tengah atas, tengah bawah, kanan, kanan
atas, dan kanan bawah.
- Saat telunjuk bergerak, perhatikan gerakan kedua bola mata. Lihat kemulusan gerakan,
simetrisitas, dan adanya nistagmus.
- Pada pasien juga ditanyakan apakah pandangannya menjadi dobel, semakin dobel, atau
berkurang dobelnya. Apabila pasien melihat dobel, ditanyakan bayangan mana yang terlihat
lebih jelas.
- Jika pasien mengeluh melihat dobel, coba tutup salah satu matanya dan tanyakan apakah
penglihatan dobelnya menghilang atau tidak.
- Saat penglihatan dobel menjadi nyata saat melirik ke salah satu arah, coba tutup salah satu
mata secara bergantian dan tanyakan saat ditutup mata yang mana penglihatan menjadi
lebih jelas.
Penilaian
- Kelumpuhan tunggal: lesi sepanjang perjalanan saraf atau lesi di inti.
o Kelumpuhan n. III:
Total : kelumpuhan mencakup muskulus levator palpebra, otot-otot ekstraokular,
dan pupil (midriasis). Kelumpuhan otot ekstraokular mengenai m. rektus superior,
rektus inferior, rektus medialis, dan obligus inferior. Dalam posisi primer terlihat
kelopak salah satu mata jatuh. Mata berdeviasi ke lateral karena pengaruh m. rektus
lateralis yang dipersarafi n. VI. Gerakan ke medial dan superior terhambat. Gerakan
ke inferior terlihat berdeviasi ke inferomedial karena pengaruh kontraksi m. obligus
superior yang dipersarafi n. IV. Diplopia akan memberat saat melirik ke atas,
bawah, dan medial namun membaik saat melirik ke lateral. Pupil terlihat anisokor
dengan refleks cahaya langsung dan tidak langsung menurun atau tidak ada.
Parsial : kelumpuhan tidak mencakup pupil.
o Kelumpuhan n. IV: Kelumpuhan muskulus obligus superior. Pada posisi primer, mata
terlihat sedikit berdeviasi ke arah mediosuperior dan kepala miring ke sisi kontralateral
lesi. Terdapat hambatan saat mata digerakkan ke arah inferomedial.
o Kelumpuhan n. VI: Kelumpuhan muskulus rektus lateralis yang dipersarafi oleh nervus
abdusens menyebabkan ketidakmampuan abduksi mata yang terkena. Posisi kepala
sedikit berpaling ke sisi mata yang terkena. Keluhan diplopia akan semakin nyata jika
pasien melirik ke sisi mata yang terkena dan membaik jika menoleh ke arah sebaliknya.
- Temuan kelumpuhan saraf-saraf penggerak bola mata yang terjadi bersamaan dan atau
disertai gangguan lain mungkin menjadi petanda suatu sindrom.
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
nistagmus.
2. Melakukan pemeriksaan nistagmus dan cara pelaporannya.
Teknik Pemeriksaan
- Pemeriksaan nistagmus sebenarnya sudah mulai dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan
pupil dan gerak bola mata.
- Nistagmus diperiksa pada posisi primer (mata menatap ke depan), saat bergerak ke kiri-
kanan, dan atas-bawah.
- Jika terdapat nistagmus, deskripsikan nistagmus menurut bidang gerak, tipe gerak, dan arah
geraknya.
- Selanjutnya kita akan memeriksa nistagmus pada manuver Dix-Hallpike. Manuver ini
penting dilakukan pada pasien dengan keluhan vertigo posisional:
o Minta pasien duduk di ranjang periksa.
o Jelaskan pada pasien bahwa tindakan yang akan dilakukan mungkin akan memicu rasa
pusing.
o Posisikan pasien di ujung ranjang dengan wajah menghadap ke arah depan.
o Rotasikan kepala ke salah satu sisi lalu turunkan kepala dan badan hingga berada
sekitar 15O di bawah garis horizontal.
o Jika muncul nistagmus, tentukan apakah hal itu segera terjadi atau setelah beberapa saat
(menentukan latensi), apakah nistagmus bertahan atau mereda (menentukan
fatiqueness), dan apakah nistagmus kembali saat pasien dikembalikan pada posisi tegak.
o Ulangi manuver ini ke sisi lain.
Teknik Pemeriksaan
- Beritahukan pasien tentang tindakan ini.
- Carilah jika ada infeksi aktif di bola mata seperti keratitis atau trauma bola mata. Jika ada,
jangan kerjakan pemeriksaan refleks kornea.
- Minta pasien duduk di kursi periksa dan Anda berada di belakangnya.
- Saat menyentuh kornea kanan, minta pasien melirik ke kiri. Hal ini dilakukan untuk
meniadakan refleks mengedip karena ancam (refleks ancam) yang jalur eferennya dari n. II.
- Berikan sentuhan ringan pada kornea dengan ujung kapas yang dipilin.
- Amati respons berkedip ipsilateral dan kontralateral.
- Minta pasien untuk membandingkan kedua sisi.
Penilaian
- Periksa refleks kornea di kedua sisi. Jika refleks kornea muncul saat kornea kanan
distimulasi namun tidak muncul saat kornea kiri distimulasi maka kemungkinan terdapat
gangguan pada bagian eferen arkus refleks dari kornea kiri hingga nukleusnya di batang
otak.
- Jika setelah kornea distimulasi ada mata yang tidak berkedip maka kemungkinan terdapat
gangguan pada bagian aferen arkus refleks dari nukleusnya di batang otak hingga serat saraf
n. fasialis sisi yang tidak mengedip.
Teknik Pemeriksaan
Sensibilitas wajah
- Untuk pemeriksaan sensibilitas, ujung kapas yang dipilin hingga runcing (raba halus) dan
jarum (nyeri) sudah mencukupi meskipun kadang-kadang kehilangan rasa suhu merupakan
satu-satunya abnormalitas yang ada. Dalam stasiun ini kita hanya akan memeriksa
sensibilitas raba halus.
- Hindari memeriksa pada kulit yang luka.
- Setiap divisi nervus trigeminus harus diperiksa dan dibandingkan kedua sisi.
- Persilahkan pasien duduk dan jelaskan teknik pemeriksaan dan bahwa Anda mengharapkan
pasien memberitahukan apa yang dia rasakan saat ditanya.
- Minta pasien menutup mata.
- Sentuhkan kapas di kulit pada dermatom n. V 1 kanan. Hindari melakukannya dengan
gerakan menggores melintasi kulit.
- Minta pasien menunjuk titik kontak. Ulangi di daerah lain dalam satu dermatom.
- Selanjutnya sentuhkan kapas di dermatom n. V1 kiri. Tanyakan hal yang sama.
- Tanyakan apakah rasa di kanan dan kiri sama atau berbeda. Jika berbeda, sisi mana yang
lebih kurang terasa.
- Ulangi langkah-langkah tadi untuk dermatom n. V2 dan n. V3 kanan dan kiri.
Kekuatan otot-otot temporal dan maseter
- Pertama-tama amati trofi muskulus temporalis dan maseter kanan dan kiri. Lihat
simetrisitasnya dan carilah jika ada atrofi otot.
- Kemudian minta pasien mengatupkan rahang sekuat-kuatnya.
- Palpasi muskulus temporalis dan maseter. Bandingkan kekuatan kontraksi kanan dan kiri.
- Berikutnya, minta pasien untuk membuka rahang sambil Anda menempatkan tangan Anda
di bawah dagu.
- Berikanta hanan ringan saat pasien mencoba membuka rahangnya.
- Lihat apakah ada deviasi rahang dan jika ada, tentukan arah deviasinya.
- Akhirnya, periksa refleks mandibula.
- Dengan mulut sedikit terbuka dan mandibula dalam keadaan lemas, tempatkan telunjuk
Anda di apeks mandibula dan ketok dengan palu perkusi.
- Responsnya, berupa kontraksi rahang bawah. Respons ini bervariasi bahkan di antara orang-
orang normal.
Penilaian
- Bila ditemukan defisit sensorik, tentukan batasnya dan bandingkan kiri dan kanan.
- Jika ada gangguan pada pemeriksaan sensibilitas raba halus periksalah sensibilitas nyeri dan
suhu (tidak dilakukan di stasiun ini).
- Kehilangan sensibilitas non organik cenderung secara tegas mengikuti batas wajah tetapi
malah ”aneh” secara dermatomal. Misalnya rasa tebal di wajah yang dibatasi oleh garis
batas tumbuh rambut. Padahal dermatom n.V1 melampaui garis batas tumbuh rambut.
- Gangguan sensibilitas perifer akan mengikuti pola dermatomal sedangkan gangguan
sensibilitas karena lesi sentral (misalnya stroke batang otak) akan memberikan gangguan
Teknik Pemeriksaan
Pemeriksaan kesimetrisan wajah
- Persilahkan pasien untuk duduk di kursi periksa.
- Amati wajah secara umum. Apakah terdapat manifestasi penyakit sistemik (misalnya hiper-
dan hipotiroidisme, wajah Cushing, atau akromegali), jejas, atau deformitas (misalnya
disrafisme atau malformasi mandibula karena ompong).
- Asimetrisitas wajah tidak melulu disebabkan oleh kelumpuhan saraf namun dapat
disebabkan oleh hal lain seperti kelainan kongenital, bekas fraktur wajah, dan gigi ompong.
- Amati ekspresi wajah saat bercakap-cakap, apakah terlihat miskin emosi.
- Lihat juga apakah terdapat gerakan-gerakan abnormal.
- Amati apakah kerutan dahi kedua sisi sama jelasnya atau ada yang lebih tidak jelas.
- Amati apakah kelopak mata jatuh atau tidak, apakah kedipan mata berkurang atau tidak.
- Amati apakah sudut nasolabialis kedua sisi sama atau ada yang lebih datar.
- Amati apakah sudut mulut simetris atau tertarik ke salah satu sisi.
Pemeriksaan pergerakan wajah
- Jelaskan pada pasien bahwa Anda akan memintanya melakukan beberapa gerakan.
- Sebaiknya Anda mencontohkan setiap gerakan disertai instruksi sebelum pasien
menirukannya.
- Minta pasien mengangkat alis lalu menutup mata. Lihat simetrisitasnya. Apabila ragu, minta
pasien menutup mata sekuat-kuatnya sambil Anda berusaha membukanya dengan tangan
Anda (lihat stasiun pemeriksaan celah palpebra).
- Minta pasien tersenyum atau menunjukkan gigi, lalu meniup atau bersiul (ingat bahwa ada
beberapa orang yang tidak bisa bersiul), lalu menggembungkan pipi. Saat
menggembungkan pipi, tekan kedua pipinya tengan kedua tangan Anda. Lihat apakah udara
ke luar dari tengah pipi atau kedua sisi; atau hanya dari salah satu sisi.
Penilaian
- Kelumpuhan n. VII tipe lower motor neuron (LMN) unilateral : kelumpuhan seluruh
otot-otot wajah sesisi dari dahi hingga dagu.
Lesi pada kelumpuhan ini bisa terletak di serat saraf n. VII atau nukleusnya di pons.Untuk
membedakannya, carilah tanda Bell. Saat pasien diminta menutup mata, kelopak mata tidak
bisa tertutup namun terlihat bola mata bergerak ke atas (tanda Bell positif). Gerakan bola
mata ini penting untuk kita cari sebab pusat gerakan kedua bola mata ke atas saat mata
terpejam merupakan gerak refleks dan diatur di batang otak. Bila pada pasien dengan
paresis n. VII tipe LMN unilateral tidak ditemukan tanda Bell maka kemungkinan lesinya di
batang otak sedangkan bila ditemukan tanda Bell maka kemungkinan lesinya di serat saraf
n. VII (lebih perifer).
- Kelumpuhan n. VII tipe LMN bilateral : pada kelumpuhan n. VII tipe LMN bilateral
ditemukan kelumpuhan dahi dan otot-otot wajah bawah yang sama berat. Tidak ditemukan
tanda-tanda kelumpuhan pseudobulbar. Nilai lokalisasi tanda Bell sama seperti yang
unilateral.
- Kelumpuhan n. VII tipe upper motor neuron (UMN) unilateral : kelumpuhan hanya
terjadi pada otot-otot wajah bawah sesisi. Alis dan dahi relatif tidak lumpuh.
Teknik Pemeriksaan
- Jelaskan tentang pemeriksaan yang akan Anda lakukan. Beritahukan bahwa akan ada rasa
tidak nyaman karena mengecap rasa pahit.
- Persilahkan pasien untuk duduk.
- Minta pasien menjulurkan lidah.
- Ambil salah satu larutan menggunakan pipetnya.
- Teteskan di lidah pasien dan minta pasien mengecapnya.
- Tanyakan apa rasanya.
- Ulangi untuk tiga larutan lainnya dengan pipe masing-masing.
- Setiap selesai satu jenis, lidah dibilas dengan akuades.
Penilaian
- Perhatikan apakah gangguan pengecapan bersifat bilateral atau unilateral dan rasa apa saja
yang berkurang. Berkurangnya pengecapan disebut hipogeusia dan hilangnya pengecapan
disebut ageusia. Fenomena merasa seperti mengecap rasa tertentu padahal sebenarnya tidak
ada stimulus rasa disebut halusinasi gustatorik (gustatory hallucination).
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
- Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dipahami tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
pendengaran.
- Mengerti perbedaan konduksi bunyi lewat udara dan tulang.
- Mengetahui perjalanan stimulus bunyi melewati jaras pendengaran.
- Melakukan tes Rinne dan Weber.
- Mengintepretasi hasil tes Rinne dan Weber.
- Menyebutkan abnormalitas yang dapat ditemui.
Teknik Pemeriksaan
- Awalnya, periksa kedua liang telinga pasien dengan otoskop untuk melihat kelainan telinga
seperti serumen obturans dan perforasi membran timpani.
- Sebenarnya kita perlu melakukan terlebih dahulu tes bisik dan Schwabach untuk
mendeteksi penurunan pendengaran. Dalam stasiun ini, kedua tes tersebut tidak dilakukan.
Penilaian
Tes Rinne
- Individu normal dan pasien dengan tuli persepsi konduksi udaranya lebih baik daripada dari
konduksi tulang (Rinne positif).
- Pada tuli konduksi terjadi sebaliknya (Rinne negatif).
Tes Weber untuk lateralisasi pendengaran
- Normalnya, bunyi akan terdengar sama di kedua telinga.
- Pada tuli persepsi, bunyi terdengar lebih keras di telinga yang normal sedang pada tuli
konduktif bunyi terdengar lebih keras di telinga yang sakit.
- Pada pasien dengan penurunan pendengaran:
Jenis gangguan Tes Rinne di sisi yang tuli Tes Weber
Tuli konduktif Konduksi tulang > udara Rinne (-) Lateralisasi ke telinga tuli
Tuli sensorineural Konduksi udara > tulang Rinne (+) Lateralisasi ke telinga sehat
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
inspeksi palatum.
2. Mengetahui letak palatum durum, palatum mole, uvula, arkus faring anterior, arkus faring
posterior, dan dinding posterior orofaring.
3. Mengerti tanda-tanda kelumpuhan n. IX dan X tipe UMN dan LMN, unilateral dan
bilateral.
4. Menyebutkan temuan-temuan patologis.
Penilaian
- Deviasi uvula yang tidak jelas atau tidak konsisten dapat diabaikan.
- Lesi unilateral UMN tidak akan menyebabkan gangguan bicara dan menelan yang
bermakna.
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
kemampuan menelan.
2. Melakukan tes menelan.
Teknik Pemeriksaan
- Tes menelan tidak dilakukan pada pasien dengan penurunan kesadaran atau apabila ada
riwayat kesulitan menelan atau tersedak.
- Jelaskan pada pasien tentang tes yang akan Anda lakukan.
- Minta pasien meminum air putih sekitar 50 – 100ml secara perlahan.
- Perhatikan apakah pasien tersedak. Bila tersedak hentikan tes segera.
- Amati apakah ada jeda saat minuman berada kavum oris sebelum didorong ke faring. Amati
pula gerakan leher saat menelan.
Penilaian
- Jika pasien tersedak atau ada jeda saat minum berada dalam kavum oris, maka terdapat
gangguan menelan.
Catatan Khusus
Di pusat-pusat layanan kesehatan seperti rumah sakit terdapat protokol dan alat
pemeriksaan fungsi menelan lain yang digunakan. Jika kelak Anda bekerja, Anda harus
mengetahui protokol dan alat yang digunakan tersebut.
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dipahami tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
2. Melakukan pemeriksaan otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
3. Menyebutkan abnormalitas yang mungkin ditemui.
Teknik Pemeriksaan
Inspeksi saat tidak bergerak
- Minta pasien duduk di kursi periksa.
- Jika kepala pasien terlihat jatuh ke depan maka harus dicurigai adanya kelemahan muskulus
trapezius. Jika kepala jatuh ke belakang, kemungkinan terdapat kelemahan muskulus
sternokleidomastoideus.
- Identifikasi letak muskulus sternokleidomastoideus kanan dan kiri. Amati apakah terdapat
atrofi atau fasikulasi di masing-masing otot.
- Amati bahu pasien. Perhatikan apakah terdapat atrofi atau fasikulasi otot. Perhatikan
kesejajaran bahu.
- Bahu jatuh sering disebabkan kelemahan muskulus trapezius atau levator skapula.
- Palpasi muskulus sternokleidomastoideus kanan dan kiri saat tidak bergerak. Rasakan
massa otot dan tegangannya. Bandingkan kanan dan kiri.
- Lakukan hal yang sama untuk bahu.
Pemeriksaan muskulus sternokleidomastoideus
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, muskulus sternokleidomastoideus berfungsi
memajukan kepala, memiringkan kepala ke ipsilateral, dan memalingkan kepala ke
kontralateral. Manuver-manuver yang akan dilakukan bertujuan memeriksa fungsi-fungsi ini.
- Anda berdiri di samping pasien dengan tangan diletakkan di dahi pasien.
- Minta pasien memajukan kepalanya melawan tangan Anda.
- Dengan tangan yang lain, rasakan kontraksi kedua muskulus sternokleidomastoideus.
- Selanjutnya minta pasien memiringkan kepala ke kanan (misalnya dengan perintah
“dekatkan telinga kanan Anda ke bahu kanan!”) sambil Anda meletakkan salah satu tangan
Anda di pipi kanan pasien untuk memberikan tahanan dan tangan lainnya di bahu kanan
pasien untuk memfiksasi bahu. Rasakan kontraksi muskulus sternokleidomastoideus kanan.
- Berikutnya, minta pasien memalingkan wajahnya ke kiri sambil salah satu tangan Anda
masih berada di pipinya. Rasakan kontraksi muskulus sternokleidomastoideus kanan.
- Ulangi urutan manuver di atas untuk muskulus sternokleidomastoideus kiri.
Penilaian
- Kelemahan muskulus sternokleidomastoideus dan trapezius di sisi yang sama biasanya
disebabkan lesi perifer.
- Kelemahan muskulus sternokleidomastoideus ipsilateral dan trapezius kontralateral
berhubungan dengan kelumpuhan UMN ipsilateral.
- Kelemahan mengangkat bahu unilateral menandakan lesi UMN kontralateral.
- Atrofi dan kelemahan muskulus sternokleidomastoideus bilateral mengindikasikan suatu
miopati atau penyakit motorneuron.
- Kelemahan muskulus sternokleidomastoideus unilateral mungkin berhubungan dengan
kelumpuhan tipe UMN ipsilateral (periksa lagi muskulus trapezius kontralateral), kerusakan
pars spinalis nukleus n. IX unilateral, atau sebab yang lebih perifer seperti trauma berkas
saraf n. IX.
Teknik Pemeriksaan
Inspeksi lidah saat tidak bergerak
- Di bawah penerangan yang cukup, inspeksi lidah untuk melihat massa lidah, posisi, dan
permukaannya.
- Perhatikan apakah ada atrofi lidah dan bila ada, apakah mencakup seluruh lidah atau hanya
salah satu sisi.
- Sebagai tambahan, saat menginspeksi lidah juga kita dapat sekaligus mengevaluasi
manifestasi patologis lain seperti makroglosia, lidah kotor, jejas, lidah geografis, dan
hilangnya papila sirkumvalata di bagian posterior lidah.
Pemeriksaan deviasi dan kekuatan lidah
- Untuk memeriksa deviasi lidah, minta pasien untuk menjulurkan lidahnya sejauh mungkin
lalu tahan.
- Lihat apakah ada penyimpangan lidah ke kiri atau ke kanan.
- Selanjutnya, untuk memeriksa kekuatan lidah, minta pasien mendorong pipi dengan lidah
ke kiri dan ke kanan.
- Saat lidah mendorong pipi, pemeriksa meletakkan jarinya di sisi luar pipi yang didorong
dan membandingkan kekuatan dorongan kiri dan kanan.
Pemeriksaan gerak involuntar lidah
- Gerak bergelombang pada lidah seringkali hanya merupakan tanda relaksasi yang tidak
sempurna.
- Jika pada inspeksi kita menemukan gerak bergelombang pada lidah, minta pasien untuk
menggerakan lidahnya lalu amati lagi setelah pasien merelaksasi lidahnya.
- Gerak bergelombang pada setengah bagian lidah mungkin merupakan suatu fasikulasi otot
apabila terjadi di bagian yang lemah dan atrofik.
- Pasien dengan gerak involuntar seperti korea atau atetosis tidak mampu mempertahankan
lidah yang dijulurkan dalam keadaan diam. Jadi untuk memeriksanya, mintalah pasien
menjulurkan lidahnya selama 30 detik.
Disartria
- Disartria dapat disebabkan oleh gangguan lain selain paresis n. XII seperti gangguan
serebelum, parkinsonisme, intoksikasi, bahkan masalah struktural di laring, faring, dan
mulut.
- Dengarkan suara yang dikeluarkan pasien saat bercakap-cakap.
- Untuk memeriksa disartria karena masalah palatal, dengarkan apakah suara pasien terdengar
bindeng. Untuk memeriksa disartria karena lidah, mintalah pasien mengulang kalimat atau
kata yang mempergunakan lidah dalam pelafalannya seperti: “ular melingkar di pagar” atau
“ta...ta...ta...ta”. Untuk memeriksa disartria karena fasial mintalah pasien mengulang kata
“papa”, “mama”.
Penilaian
- Jika lidah berdeviasi ke kiri maka berarti terdapat kelemahan muskulus genioglosus kiri dan
sebaliknya. Kelumpuhan ini bisa bersifat UMN atau LMN.
- Perbedaan klinis antara kelumpuhan unilateral lidah tipe UMN dan LMN perlu didukung
oleh bukti kelumpuhan tipe UMN di tempat lain yang sesuai atau bukti kelumpuhan tipe
LMN lain.
Teknik Pemeriksaan
Inspeksi Umum
Amati habitus atau perawakan pasien. Ini dapat dilakukan saat pasien memasuki ruangan
periksa. Perhatikan juga bagaimana pasien duduk, berdiri, berjalan, dan beraktivitas secara
umum. Tentu pemeriksaan ini terbatas dilakukan jika pasien terbaring sakit.
Selanjutnya kita melakukan pemeriksaan formal. Saat inspeksi, sebaiknya pakaian dilepas.
Bandingkan perawakan dan proporsi tubuh dengan orang normal. Apakah pasien memiliki
habitus atletikus, piknikus, atau astenikus.
Habitus astenikus adalah bentuk tubuh standar yang tegap dengan berat dan bentuk badan
yang ideal. Piknikus adalah bentuk badan yang gemuk. Astenikus adalah bentuk badan yang
kurus. Deskripsi yang lebih teliti akan Anda pelajari dalam modul lain yang membahas
pengukuran status gizi dan antropometri. Perhatikan juga penampakan sepintas yang dapat
menjadi petunjuk penyakit seperti apakah wajah pasien sembab, badannya membungkuk,
berpunuk, atau ujung-ujung jari pendek atau panjang.
Amati jika ada asimetrisitas tubuh, deformitas, kelainan sendi, dan cacat. Perhatikan bentuk
dan ukuran otot-otot, apakah adakah atrofi atau hipertrofi. Amati dari atas ke bawah, depan dan
belakang, lalu bandingkan antara sisi kanan dan kiri. Untuk inspeksi tulang belakang secara
lebih detil akan dibahas di bagian lain dari modul ini.
Atrofi adalah hilangnya massa otot. Seringkali kita membedakan istilah atrofi dengan
pengurangan massa otot yang lebih ringan yang kita sebut hipotrofi. Atrofi dan hipotrofi
umumnya jelas terlihat pada kerusakan LMN atau saraf perifer. Kelainan ini kurang terlihat
pada penyakit otot (miopati) primer maupun lesi UMN. Distribusi atrofi pada kerusakan saraf
tergantung lokasi kerusakan. Disuse atrophy adalah atrofi yang terjadi karena suatu otot tidak
digunakan untuk waktu yang lama.
Hipertrofi adalah penambahan massa otot. Hipertrofi bisa terlihat pada otot-otot yang
dilatih. Namun demikian, hipertrofi yang asimetris dapat terjadi karena otot yang hipertrofik
harus menanggung beban yang lebih besar. Hal ini misalnya kita temukan pada kasus distonia
servikal atau pasien dengan kelumpuhan tungkai yang harus menggunakan lengannya untuk
menyangga tubuh. Pseudohipertrofi adalah gangguan trofi otot berupa massa otot terlihat
seolah-olah membesar. Namun demikian pembesaran ini terjadi karena peningkatan kandungan
lemak.
Distonia adalah adalah gangguan sikap berupa kontraksi beberapa otot yang membuat
tubuh berada dalam suatu posisi abnormal dalam waktu lama. Sebagai contoh, distonia
servikal menyebabkan kepala berotasi ke salah satu sisi, membengkok ke arah dada, atau ke
arah punggung. Distonia tangan fokal (writer’s cramp) menyebabkan kontraksi otot-otot
tangan dan jari saat pasien menulis atau bekerja dengan alat sehingga pasien tidak mampu
melanjutkan tulisan atau pekerjaaannya.
Gerakan Involuntar
Gerakan involuntar adalah gerakan yang terjadi di luar kendali kita. Beberapa gerakan
involuntar yang sering kita temukan adalah:
Nama Deskripsi
Fasikulasi Fasikulasi merupakan gerakan halus, cepat dan berkedut dari satu berkas
(fasikulus) serabut otot atau satu unit motorik. Fasikulasi disertai atrofi otot.
Miokimia Miokimia adalah gerakan kontraksi spasmodik muskulus orbikularis okuli,
muskulus levator palpebra superior, atau otot wajah lainnya. Miokimia
adalah fasikulasi yang tidak disertai atrofi otot.
Tremor Tremor adalah serentetan gerakan involuntar, agak ritmis, dan menyerupai
getaran (berosilasi), yang timbul karena berkontraksinya otot-otot yang
berlawanan secara bergantian
Tremor halus Tremor dengan frekuensi >10 siklus per detik. Tremor ini terutama terjadi
pada jari dan tangan.
Tremor kasar Tremor berfrekuensi rendah (4-8 siklus per detik). Tremor kasar saat
istirahat yang awalnya asimetris merupakan tremor yang khas untuk
parkinsonisme.
Tremor istirahat Tremor yang jelas terlihat saat istirahat dan berkurang saat beraktivitas
Tremor intensi Tremor yang timbul saat pasien melakukan gerakan seperti mengambil
benda tertentu. Tremor biasanya akan menjadi lebih jelas ketika gerakan
hampir mencapai tujuannya
Korea Kata korea berasal dari bahasa Yunani yang berarti menari. Pada korea,
gerak otot berlangsung cepat, sekonyong-konyong, aritmik, dan kasar yang
dapat melibatkan satu ekstremitas, separuh badan, atau seluruh badan. Hal
ini khas terlihat pada anggota gerak atas (lengan dan tangan) terutama
bagian distal. Gerakan korea didapatkan dalam keadaan istirahat dan
menjadi lebih hebat bila ada aktivitas dan ketegangan. Korea menghilang
bila pasien tidur.
Atetosis Kata atetosis berasal dari bahasa Yunani yang berarti berubah. Atetosis
dideskripsikan sebagai gerakan yang lebih lamban dari korea, seperti gerak
ular, dan melibatkan otot bagian distal. Namun demikan hal ini cenderung
menyebar juga ke proksimal. Atetosis dapat dijumpai pada banyak penyakit
yang melibatkan ganglia basal. Seringkali sulit membedakan korea dengan
atetosis. Korea juga bisa muncul bersamaan dengan atetosis sehingga
disebut gerakan koreoatetosis.
Balismus Balismus adalah gangguan gerak berupa gerakan otot yang datang
sekonyong-konyong, kasar, dan cepat. Gangguan ini terutama mengenai
otot-otot skelet yang letaknya proksimal/otot-otot besar. Gerakan balismus
tidak berupa gerakan kompleks. Walaupun demikian, pada tipe yang berat,
balismus dapat membuat pasien seakan-akan meloncat dan berpindah
tempat.
Penilaian
Deskripsikan temuan yang Anda dapatkan secara detil dalam laporan Anda.
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik penilaian
tonus otot.
2. Melakukan penilaian tonus otot.
Teknik Pemeriksaan
- Pasien dalam keadaan duduk atau berbaring.
- Pastikan pasien dalam keadaan relaks dan tidak memiliki keterbatasan gerak karena nyeri
atau deformitas. Hal ini merupakan komponen yang penting.
- Lakukan fleksi dan ekstensi berulang-ulang pada kedua lengan dan tungkai.
- Gerakan fleksi dan ekstensi cepat baik untuk menilai spastisitas tetapi untuk menilai
rigiditas sebaiknya dilakukan gerakan yang lambat. Istilah spastisitas dan rigiditas akan
dijelaskan kemudian.
- Fleksi-ekstensi dilakukan pada sendi siku, pergelangan tangan, lutut, dan pergelangan kaki.
- Rasakan adanya tahanan yang meningkat atau menurun.
Penilaian
Hanya ada dua keadaan abnormal untuk tonus otot, yaitu tonus berlebihan (hipertonia) dan
tonus kurang (hipotonia). Dua jenis hipertonia yang sering ditemukan adalah spastisitas dan
rigiditas. Ada lagi satu jenis yang jarang ditemukan, yaitu paratonia (gegenhalten).
Spastisitas adalah peningkatan tonus yang dirasakan berupa peningkatan tahanan di awal
gerakan dan kemudian berkurang saat pemeriksa secara cepat menggerakkan anggota gerak
pasien yang kemudian meningkat lagi di akhir gerakan. Tahanan yang dirasakan dapat
diibaratkan seperti saat membuka sebuah pisau lipat dari semula posisi terlipat, sehingga disebut
juga sebagai fenomena pisau lipat.
Rigiditas adalah peningkatan tonus yang dirasakan berupa tahanan otot yang meningkat di
seluruh rentang pergerakan saat pemeriksa secara perlahan menggerakkan anggota gerak pasien.
Tahanan yang dirasakan terus-menerus di sepanjang usaha menggerakkan anggota gerak pasien
ini diibaratkan seperti tahanan saat membengkokkan pipa timbal, sehingga dinamakan pula
rigiditas pipa timbal. Fenomena roda pedati (cogwheel phenomenon) sering muncul pada
rigiditas pada penyakit Parkinson. Pemeriksa akan merasakan tahanan yang meningkat-
menurun silih berganti saat menggerakkan anggota gerak pasien. Fenomena roda pedati paling
baik diperiksa dengan melakukan fleksi-ekstensi perlahan pada pergelangan tangan dan siku.
Paratonia (gegenhalten (Jerman): gegen = melawan, terhadap; halten = menahan; bertahan
terhadap) adalah tahanan yang ditimbulkan pasien dalam melawan setiap usaha pemeriksa
menggerakkan anggota tubuhnya ke arah mana pun juga. Paratonia dapat muncul pada
penderita demensia atau pada pasien normal yang tidak mampu bersikap rileks selama
pemeriksaan.
Hipotonia adalah penurunan tahanan yang dirasakan oleh pemeriksa ketika menggerakkan
bagian tubuh pasien.
Saat melakukan fleksi-ekstensi kita dapat merasakan adanya keterbatasan lingkup gerak
sendi baik yang disebabkan oleh karena peningkatan tonus atau sebab lain seperti pemendekan
serabut otot atau gangguan ortopedik lain. Keterbatasan lingkup gerak sendi ini disebut
kontraktur.
Prinsip Pemeriksaan
1. Prinsip kecocokan: Pilih gerakan yang sesuai dengan kekuatan lengan dan tangan anda.
Tidak terlalu kuat atau lemah bagi anda.
2. Prinsip kekuatan-jarak: Otot paling kuat saat bekerja pada posisi terpendeknya dan terlemah
pada posisi terjauh.
3. Prinsip antigravitasi otot: Sekelompok otot bekerja secara berlawanan (agonis-antagonis).
Teknik Pemeriksaan
Sebelum tes kekuatan, periksa jangkauan gerak sendi-sendi. Pasien secara aktif diminta
menggerakkan sendi sejauh jangkauan, lalu secara pasif oleh pemeriksa. Lakukan pemeriksaan
dengan urutan rostrokaudal atau sebaliknya. Bandingkan antara sisi kiri dan sisi yang kanan.
Penilaian
Penilaian kekuatan otot bisa menggunakan kata-kata ukuran seperti paralisis, kelemahan
berat, kelemahan sedang, kelemahan minimal dan normal. Namun demikian, kita lebih banyak
menggunakan suatu skala numerik dari 0-5 yang dibuat oleh British Medical Research Council
(BRMC) sebagai berikut:
Skor Deskripsi
5 Kekuatan normal. Mampu menahan tahanan maksimal.
4 Tidak mampu menahan tahanan maksimal tetapi masih mampu menahan tahanan
minimal.
Koordinasi Keseimbangan
Koordinasi keseimbangan atau usaha untuk mempertahankan keseimbangan dan koordinasi
tubuh secara keseluruhan diamati saat pasien dalam posisi berdiri (stance, stationary) dan
berjalan (gait). Jika abnormalitas keseimbangan ditemukan saat pasien dalam posisi
diam/berdiri disebut ataksia statik; sedangkan jika terjadi saat dalam gerakan disebut ataksia
kinetik, atau ataksia motorik. Mula-mula pasien dapat diamati saat dalam posisi berbaring atau
duduk; hanya gangguan koordinasi yang sangat berat yang bisa terlihat pada kedua posisi ini.
Mungkin bisa dijumpai gerakan bergoyang (oscillation) atau ketidakseimbangan tubuh bahkan
Tujuan Stasiun
Teknik Pemeriksaan
- Jelaskan tentang jalannya pemeriksaan pada pasien.
- Amati pasien saat berdiri. Apakah tampak goyah, bergoyang-goyang, atau cenderung jatuh
ke salah satu sisi tubuh.
- Minta pasien untuk berjalan ke arah depan, belakang, berbalik arah, ke sisi kiri dan kanan,
dan mengelilingi kursi.
- Perhatikan hal-hal berikut:
o Adanya ketidakmantapan saat melangkah (seperti limbung), asimetrisitas, dan
ketidakehalusan gerakan.
o Adanya kesukaran memulai atau menghentikan langkah.
o Panjang langkah (stride length) dan lebar langkah.
o Kecepatan langkah.
o Adanya langkah tertatih/diseret.
o Adadnya ayunan kaki yang tidak biasa (terlalu ke samping, sirkumferensial, atau terlalu
ke atas).
o Adanya kejanggalan pada bagian tubuh yang lain seperti kepala (misalnya posisinya
miring), badan (misalnya condong ke depan atau ke belakang atau ayunan pinggul yang
terlalu lebar), dan lengan (misalnya lengan terlipat di sisi tubuh atau ayunannya
berkurang), serta adanya gerakan tambahan yang tidak normal (misalnya kepala, tubuh,
lengan, atau tungkai meliuk-liuk dan tangan gemetar).
o Saat pasien akan berbalik arah, perhatikan apakah pasien mampu melakukannya dengan
lancar atau tidak.
- Minta pasien untuk berjalan:
o dengan bertumpu pada jari-jari,
o dengan bertumpu pada tumit,
o mengikuti suatu garis pada lantai,
o tandem, dan
o ke samping dengan kaki satu menyilang kaki lainnya.
- Perhatikan jika ada kesulitan saat pasien melakukan beberapa cara berjalan tersebut.
- Minta pasien jongkok sampai setinggi lutut lalu berdiri lagi. Pada anak mintalah melompat
pada satu kaki dan berlari.
Penilaian
- Pada lesi serebelar unilateral, didapatkan deviasi kepala dan badan ke sisi lesi. Bila berdiri,
badan akan cenderung jatuh ke arah lesi. Bila berjalan, tungkai diangkat secara berlebihan,
lengan kurang dilenggangkan, dan jalannya berdeviasi ke sisi lesi. Pada percobaan untuk
berjalan mengikuti garis lurus atau tandem, pasien akan membelok ke arah sisi lesi. Pada
saat berjalan mengelilingi kursi baik searah maupun berlawanan arah dengan jarum jam,
pasien secara konsisten jatuh ke sisi lesi. Pada saat berjalan beberapa langkah ke belakang
dan ke depan bisa terdapat deviasi.
- Lesi pada vermis/garis tengah mengakibatkan gangguan cara berjalan berupa jalan
bergoyang, sempoyongan, iregular, mengayun ke satu sisi dan sisi lainnya, gerakan tiba-tiba
ke depan/ke samping, titubasi, dan langkah lebar (broad-based gait). Pasien tidak mampu
berjalan tandem atau mengikuti garis lurus pada lantai. Dapat dijumpai tremor dan gerakan
bergoyang pada seluruh tubuh. Langkah pasien seperti orang mabuk. Untuk
TES ROMBERG
Tes Romberg merupakan salah satu pemeriksaan keseimbangan tubuh saat berdiri diam.
Namun pemeriksaan ini secara khusus digunakan terutama sebagai suatu uji proprioseptif,
bukan fungsi serebelar. Temuan yang penting adalah perbedaan antara keseimbangan saat
berdiri dengan mata terbuka dan tertutup. Untuk menguji fungsi ini, pertama-tama pasien harus
dapat berdiri tegak dengan mata terbuka.
Secara kualitatif, hanya adanya perburukan keseimbangan saat mata tertutup menunjukkan
suatu tes Romberg positif. Seorang pasien yang tidak dapat berdiri tegak dan mempertahankan
keseimbangan kaki bersamaan saat mata terbuka tidak menunjukkan suatu tes Romberg yang
positif. Ini bisa dijumpai pada lesi di area vermis serebelum yang mengatur koordinasi
keseimbangan batang tubuh.
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik tes Romberg.
2. Melakukan tes Romberg.
3. Melakukan penilaian tes Romberg.
Teknik Pemeriksaan
- Sebelum melakukan pemeriksaan, berikan penjelasan mengenai prosedur pemeriksaan pada
pasien.
- Tegaskan juga pada pasien, pemeriksa siap menahannya jika ia terjatuh.
- Pasien diminta berdiri tegak dengan posisi kedua kaki berdekatan selama 30 detik.
(Catatan: Jika pasien terjatuh saat dalam posisi tersebut dengan mata terbuka, pemeriksaan
dihentikan.) Kedua tangan disilangkan di depan dada (ada juga ahli yang meminta kedua
lengan lurus di sisi tubuh).
- Pasien diminta untuk menutup kedua matanya selama 30 detik.
- Jika pasien terjatuh, pemeriksa segera menahan badan pasien.
- Ulangi tes sekali lagi untuk konfirmasi.
Penilaian
- Jika dapat berdiri tanpa terjatuh pada keadaan mata terbuka dan tetap bertahan pada
keadaan mata tertutup, tes Romberg dikatakan negatif (normal).
- Jika pasien dapat berdiri tanpa terjatuh pada keadaan mata terbuka kemudian terjatuh saat
menutup mata, tes Romberg dikatakan positif (ada gangguan propriosepsi). Keadaan seperti
ini dapat dijumpai pada lesi pada kolumna posterior medula spinalis atau pada neuropati
perifer yang berat.
- Jika pasien terjatuh pada saat berdiri dengan mata terbuka, maka kemungkinan ada
gangguan pada fungsi serebelum. Hal ini harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan lain yang
memeriksa fungsi serebelum.
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik tes Romberg
dipertajam.
Teknik Pemeriksaan
- Pastikan pasien tidak mengalami kelemahan pada tungkai. Kelemahan tungkai akan
mempengaruhi tes ini.
- Sebelum melakukan pemeriksaan, berikan penjelasan mengenai prosedur pemeriksaan pada
pasien.
- Tegaskan juga pada pasien, pemeriksa siap menahannya jika ia terjatuh.
- Pasien diminta berdiri tegak dengan posisi salah satu kaki berada di depan kaki yang lain
selama 30 detik.
(Catatan: Jika pasien terjatuh saat dalam posisi tersebut dengan mata terbuka, pemeriksaan
dihentikan.)
- Pasien diminta untuk menutup kedua matanya selama 30 detik.
- Jika pasien terjatuh, pemeriksa segera menahan badan pasien.
- Ulangi tes sekali lagi untuk konfirmasi.
Penilaian
- Jika dapat berdiri tanpa terjatuh pada keadaan mata terbuka; dan tetap bertahan pada
keadaan mata tertutup, tes Romberg dipertajam dikatakan negatif (normal).
- Jika pasien dapat berdiri tanpa terjatuh pada keadaan mata terbuka kemudian terjatuh saat
menutup mata, tes Romberg dipertajam dikatakan positif (ada gangguan propriosepsi).
Keadaan seperti ini dapat dijumpai pada lesi pada kolumna posterior medula spinalis atau
pada neuropati perifer yang berat.
- Jika pasien terjatuh pada saat berdiri dengan mata terbuka, maka kemungkinan ada
gangguan pada fungsi serebelum. Hal ini harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan lain yang
memeriksa fungsi serebelum.
Teknik Pemeriksaan
Tes Tunjuk Hidung
Pastikan pasien tidak mengalami hemiparesis atau gangguan lain yang dapat menghalangi
pergerakan lengan karena akan mempengaruhi hasil pemeriksaan. Pasien diminta menutup mata
dan meluruskan salah satu lengannya ke samping. Kemudian pasien diminta menyentuh
hidungnya dengan telunjuk. Ulangi pada lengan yang lain.
Pada gangguan serebelar, telunjuk tidak akan sampai ke hidung, tetapi melewatinya dan
sampai di pipi sisi sebelah. Bisa juga telunjuk tidak mencapai hidung. Bila jari mendekati
hidung terlihat tremor intensi.
Tes Hidung-Telunjuk-Hidung
Pastikan pasien tidak mengalami hemiparesis atau gangguan lain yang dapat menghalangi
pergerakan lengan karena akan mempengaruhi hasil pemeriksaan. Pasien diminta menunjuk
hidungnya, kemudian telunjuk pemeriksa, dan hidung pasien lagi secara berulang-ulang.
Tes Telunjuk-Telunjuk
Pastikan pasien tidak mengalami hemiparesis atau gangguan lain yang dapat menghalangi
pergerakan lengan karena akan mempengaruhi hasil pemeriksaan. Pasien diminta merentangkan
kedua lengan ke samping sambil menutup mata. Kemudian pasien diminta mempertemukan jari
telunjuk ke dua tangan di garis tengah di depan dada.
Jika ada lesi di salah satu hemisfer serebeli, lengan di sisi lesi (ingat, bukan sisi
kontralateral seperti pada lesi hemisfer serebri) akan ketinggalan dalam gerakan ini dan
mengakibatkan jari sisi yang sehat akan melampaui garis tengah badan. Amati juga adanya
dismetri dan tremor intensi dalam pemeriksaan ini.
Tes Tumit-Lutut-Ibu Jari
Pastikan pasien tidak mengalami hemiparesis atau gangguan lain yang dapat menghalangi
pergerakan lengan karena akan mempengaruhi hasil pemeriksaan. Pasien berbaring dengan
kedua tungkai diluruskan. Kemudian minta pasien menempatkan tumit pada lutut tungkai
kontralateral. Kemudian kakinya digerakkan menyusuri tungkai, dari lutut ke bawah sampai ke
ibu jari kaki lainnya, diangkat, lalu letakkan kembali di atas lutut. Lakukan beberapa kali.
Ulangi pada tungkai yang lain.
Pada kelainan serebelar, pasien akan meletakkan tumitnya tidak tepat mengenai lutut, dan
tidak bisa menyusuri tungkai kontralateral dalam garis lurus.
PEMERIKSAAN DISDIADOKOKINESIS
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Mengetahui dasar teoritik pemeriksaan disdiadokokinesis.
2. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
disdiadokokinesis.
3. Melakukan pemeriksaan disdiadokokinesis dengan tes pronasi-supinasi.
4. Melakukan penilaian hasil tes disdiadokokinesis.
Teknik Pemeriksaan
Tes Pronasi-Supinasi
Pasien diminta membolak-balikkan kedua tangan, mulanya pelan-pelan kemudian makin
cepat secara bersamaan. Amati apakah ada kecanggungan melakukan gerakan atau tidak.
Lihatlah sisi mana yang lebih canggung.
Penilaian
Pada lesi serebelar unilateral, akan didapatkan kecanggungan pada sisi lesi (ipsilateral),
sehingga gerakan tangan tidak beraturan dan cenderung lambat dibandingkan tangan sisi yang
lain.
REFLEKS SUPERFISIAL
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Mengetahui dasar teoritik pemeriksaan refleks superfisial.
2. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
refleks plantar, refleks superfisial abdomen, refleks kremaster, dan refleks anal.
3. Melakukan pemeriksaan refleks plantar dan refleks abdomen.
4. Melakukan penilaian hasil tes.
Teknik Pemeriksaan
Refleks Plantar
- Pasien berbaring terlentang dengan anggota gerak sejajar, dan relaks. Lutut lurus atau
sedikit ditekuk. Kaki sebaiknya hangat.
A B
Gambar 11. Pemeriksaan refleks plantar dan refleks superfisial abdomen.
Teknik Pemeriksaan
Refleks Biseps
- Pastikan pasien dalam keadaan relaks dan lengan pasien berada pada posisi setengah fleksi
siku. Ini dapat dicapai dengan meminta pasien menyandarkan lengannya di atas paha saat
posisi duduk atau dengan menyangga lengan bawah dengan lengan pemeriksa. Jika pasien
dalam keadaan berbaring, letakkan lengan di atas perut pasien.
- Palpasi tendon otot biseps salah satu lengan pasien dengan ibu jari.
- Taruh salah satu ibu jari pemeriksa di atas tendon biseps yang akan diperiksa.
- Lakukan sedikit penekanan pada tendon. Jaga agar tendon tidak berubah posisinya, tetap di
bawah ibu jari pemeriksa.
- Pemeriksa mengetuk tendon biseps pasien secara tidak langsung dengan mengetuk ibu jari
tangan yang lain dari pemeriksa yang diletakkan di atas tendon biseps yang akan diketuk.
- Ulangi dua atau tiga kali. Berikan jeda yang cukup bagi otot untuk menyelesaikan
kontraksinya sebelum mengetuk lagi.
- Perhatikan fleksi dari siku & kontraksi biseps.
- Lakukan pada lengan yang lain.
Refleks Triseps
- Pastikan pasien dalam keadaan relaks dan lengan pasien berada pada posisi setengah fleksi
siku. Ini dapat dicapai dengan meminta pasien menyandarkan lengannya di atas paha saat
posisi duduk atau dengan menyangga lengan bawah dengan lengan pemeriksa. Jika pasien
dalam keadaan berbaring, letakkan lengan di atas perut pasien.
- Palpasi tendon otot triseps salah satu lengan pasien (jangan menjadikan ibu jari di atas
tendon triseps!).
Penilaian
- Berikan nilai hasil pemeriksaan refleks tendon lengan sesuai skala refleks.
Teknik Pemeriksaan
Refleks Patela (Knee Jerk)
- Pasien dalam keadaan relaks. Dapat dalam posisi duduk atau berbaring telentang.
- Letakkan tungkai pasien di atas tangan pemeriksa atau digantungkan di tepi meja/tempat
tidur.
- Ketuk tendon patela dengan palu perkusi.
- Perhatikan kontraksi otot kuadrisep femoris, kaki akan mengayun ke depan & belakang.
- Lakukan pada tungkai yang lain.
Refleks Achilles (Ankle Jerk)
- Pasien dalam keadaan relaks. Dapat dalam posisi duduk atau berbaring telentang.
- Tungkai pasien sedikit ditekuk pada sendi lutut jika pasien berada dalam posisi berbaring
telentang.
- Pemeriksa memegang kaki secara dorsofleksi.
- Ketuk palu perkusi di tendon Achilles.
- Perhatikan kontraksi otot betis dan plantar fleksi kaki.
- Lakukan pada tungkai yang lain.
Penilaian
- Berikan nilai hasil pemeriksaan refleks tendon tungkai sesuai skala refleks.
Teknik Pemeriksaan
Klonus Patela
- Pasien dan terutama ekstremitas yang diperiksa dalam keadaan relaks.
- Pemeriksa memegang dan mendorong tulang patela secara mendadak ke arah distal.
Klonus Kaki
- Pasien dan terutama ekstremitas yang diperiksa dalam keadaan relaks.
- Pemeriksa melakukan dorsofleksi kaki secara mendadak lalu tahan.
Penilaian
Klonus Patela
Positif jika terjadi kontraksi berulang-ulang (≥3 kali) selama pendorongan os patela masih
tetap dilakukan.
Klonus Kaki
Positif jika terjadi kontraksi dari otot betis secara berulang-ulang (≥3 kali) selama
dorsofleksi dilakukan.
Perlu diingat, karena rentangnya yang lebar pada orang normal, nilai refleks absolut kurang
penting dibanding dengan asimetri atau perbedaannya antar satu bagian tubuh dengan yang lain.
REFLEKS PATOLOGIS
Adanya refleks patologis menandakan adanya lesi UMN. Refleks patologis yang biasanya
kita periksa adalah tanda Hoffman dan Tromner di tangan serta tanda Babinski (refleks plantar
patologis) di kaki. Tanda Babinski adalah dorsofleksi ibu jari kaki disertai mekarnya keempat
jari yang lain saat diberikan rangsangan tertentu. Tanda Babinski dapat dibangkitkan dengan
berbagai cara seperti cara Babinski, cara Chaddock, cara Schaeffer, dan cara Gordon, cara Bing,
cara Gonda, cara Oppenheim. Cara-cara membangkitkan tanda Babinski ini disebut kelompok
Babinski.
Selain tanda Babinski, terdapat juga tanda refleks patologis lain di kaki seperti Mendel-
Bechterew dan Rossolimo (tidak dibahasa di sini).
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Mengetahui tentang berbagai jenis pemeriksaan refleks patologis.
2. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
refleks patologis.
3. Melakukan pemeriksaan Hoffman, Tromner, dan pemeriksaan untuk membangkitkan tanda
Babinski dengan cara Babinski.
4. Melakukan penilaian hasil pemeriksaan.
Gambar 13. Pemeriksaan metode Hoffman (gambar kiri) dan Tromner (gambar kanan).
Banyak cara lain selain cara babinski yang dapat membangkitkan gerakan ibu jari kaki, yaitu:
Eponim Manuver
Chaddock Menggores di sepanjang sisi lateral kaki.
Schaeffer Meremas kuat tendon Achilles.
Oppenheim Tekan buku-buku jari tangan pada tulang kering kaki dan susuri tulang
kering dengan buku-buku jari ke bawah.
Gordon Meremas otot betis sesaat.
Gonda Menarik jari kaki ke empat ke bawah sesaat lalu dilepas secara tiba-tiba.
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
refleks regresi.
2. Melakukan pemeriksaan refleks mencucu, rooting reflex, refleks mengisap, refleks
menggenggam, refleks glabela, dan refleks palmomental.
3. Melakukan penilaian hasil pemeriksaan.
Refleks Mencucu
Refleks ini merupakan respon berlebihan dari refleks orbikularis oris.
Teknik Pemeriksaan
Ketuk ringan bibir atas (atau bibir bawah) dengan palu perkusi, spatel lidah, atau jari.
Penilaian
Respon yang timbul yaitu terjadi kontraksi bilateral otot-otot di sekitar mulut dan pangkal
hidung, sehingga pasien akan memonyongkan mulutnya. Bisa ditemukan pada lesi supranuklear
bilateral dan lesi otak difus.
Rooting Reflex
Refleks ini normal ditemukan pada bayi baru lahir dan membantu bayi saat akan menyusui.
Refleks ini menghilang pada usia 4-6 bulan dan bertahap berubah menjadi kontrol voluntar.
Teknik Pemeriksaan
Sentuh area pipi atau sudut mulut pasien dengan jari. Lakukan untuk kedua sisi mulut
secara bergantian.
Penilaian
Dikatakan positif, apabila pasien menolehkan kepala dan mulutnya ke arah stimulus.
Refleks Mengisap
Teknik Pemeriksaan
Letakkan jari atau benda lainnya ke mulut pasien.
Penilaian
Dikatakan positif apabila pasien menjungurkan bibirnya kemudian mengisap dan membuat
gerakan ritmik dengan mulut dan lidahnya.
Penilaian
Refleks dikatakan positif apabila jari pemeriksa dipegang oleh tangan pasien.
Refleks Glabela
Teknik Pemeriksaan
Ketuk daerah glabela dengan ujung jari secara ritmik beberapa kali. Perhatikan kedipan
mata pasien setiap kali glabela diketuk.
Penilaian
Pemeriksaan refleks glabela dikatakan positif jika pasien memejamkan matanya setiap kali
glabelanya diketuk. Pada orang sehat, pemejaman mata hanya terjadi pada ketukan ke dua
sampai ke tiga saja dan selanjutnya matanya tidak akan terpejam lagi.
Reflek Palmomental
Teknik Pemeriksaan
- Gores kulit di area tenar telapak tangan dengan cepat.
- Goresan bisa dengan ujung gagang palu perkusi.
- Lakukan goresan dua sampai tiga kali.
- Ulangi di telapak tangan yang lain.
Penilaian
- Dikatakan positif apabila saat dilakukan goresan, timbul kontraksi otot mentalis ipsilateral.
Syarat Pemeriksaan
Kedua mata tertutup. Pasien dalam kondisi sadar penuh (compos mentis), pasien kooperatif,
atensi baik, tidak ada gangguan bahasa, dan tidak ada luka pada daerah sekitar tempat
pemeriksaan.
Teknik Pemeriksaan
- Pemeriksa memegang jarum atau tusuk gigi seperti memegang pensil. Ujung jari berada
sejajar dengan ujung jarum. Tujuannya untuk menjaga agar kulit pasien tidak terluka karena
tusukan terlalu dalam.
- Lakukan penusukan yang terukur agar tidak melukai pasien.
- Pertama-tama kita akan memeriksa kemampuan pasien membedakan tusukan tajam dan
tumpul.
- Jika ada keluhan khusus terkait gangguan sensibilitas di daerah tubuh tertentu, mulailah
memeriksa dari daerah yang normal. Tujuannya agar pasien mengetahui kualitas sensasi
normal.
- Kita dapat melakukan dua atau tiga kali penusukan untuk satu stimulus. Alasannya adalah
karena tidak setiap penusukan akan menyentuh titik peka nyeri kulit.
- Lakukan penusukan tajam dan tumpul bergantian dengan cara sekali menusuk jarum pada
kulit pasien dan sekali menekan dengan ujung jari telunjuk pemeriksa (dapat diganti dengan
ujung tumpul jarum pentul atau pensil). Lakukan secara acak di beberapa daerah di wajah,
Penilaian
Batas sensibilitas yang ditemukan dengan menggunakan jarum dan roda gigi berbeda. Batas
yang mungkin sesuai dengan keadaan sebenarnya terletak di antara kedua batas yang ditetapkan
melalui kedua cara tersebut tadi.
Catatan Khusus
Alat-alat yang diperdagangkan dengan nama algesimeter tampaknya muktahir dan
mengesankan, tetapi tidak lebih unggul daripada jarum bundel biasa dan rader itu. Cara
melakukanlah yang penting. Bukan kualitas dan bentuk alat yang menentukan mutu hasil
pemeriksaan.
Syarat Pemeriksaan
- Kedua mata tertutup. Pasien dalam kondisi sadar penuh (compos mentis), pasien kooperatif,
atensi baik, tidak ada gangguan bahasa, dan tidak ada luka pada daerah sekitar tempat
pemeriksaan.
- Dalam melakukan tes hendaknya diperiksa bahwa setiap botol tes itu betul-betul kering.
Teknik Pemeriksaan
- Rangsangan panas dapat diberikan dengan menempelkan botol yang berisi air panas
berderajat 40-45oC.
- Sedangkan rangsangan dingin dapat diberikan dengan menempelkan botol yang berisi air
dingin yang berderajat 10-15oC.
- Tanyakan pada pasien apakah dia dapat merasakan botol yang ditempelkan. Jika ya,
tempelkan botol secara bertahap dari atas ke bawah atau bawah ke atas, sesuai dermatom
tubuh. Kita juga dapat memeriksa dengan membandingkan sisi tubuh kiri dan kanan.
Penilaian
Perubahan rasa suhu dinyatakan dengan kata anestesia-suhu, hipestesia suhu atau
hiperestesia suhu, dan ditambahkan juga kata dingin atau panas. Kadang-kadang, selain
memeriksa kemampuan pasien untuk membedakan rasa dingin dan panas, perlu juga ditentukan
sampai berapa derajat yang masih dapat dibedakannya. Biasanya orang normal dapat
membedakan suhu yang berbeda 2 sampai 5 OC tetapi makin tinggi atau makin rendah suhu yang
digunakan, dibutuhkan perbedaan yang lebih besar supaya dapat dibedakan. Hipestesia-suhu
terhadap rasa dingin sering dijumpai pada lesi talamik.
Catatan Khusus
Oleh karena botol yang terbuat dari gelas tidak sepanas atau sedingin air yang
terkandungnya, maka sekarang dapat diperoleh botol untuk tes perasa termik yang dibuat dari
baja tak berkarat.
Hendaknya diketahui juga bahwa permukaan tubuh yang biasanya tertutup (pakaian) lebih
peka terhadap rangsang termik daripada daerah tubuh yang biasanya tidak tertutup. Orang-orang
yang berusia lanjut menunjukkan hipestesia terhadap rangsang termik pada tangan dan kakinya
tanpa mempunyai gangguan sensorik yang patologis. Hal ini disebabkan oleh sirkulasi darah
pada bagian-bagian distal yang kurang baik sebagai manifestasi proses menua yang wajar.
Syarat Pemeriksaan
Kedua mata tertutup. Pasien dalam kondisi sadar penuh (compos mentis), pasien kooperatif,
atensi baik, tidak ada gangguan bahasa, dan tidak ada luka pada daerah sekitar tempat
pemeriksaan.
Teknik Pemeriksaan
- Jelaskan tentang teknik pemeriksaan dan apa yang kita harapkan dari pasien sebelum
melakukan pemeriksaan ini.
- Pilin gulungan kapas di salah satu ujungnya.
- Goreskan ujung terpilin kapas di atas permukaan tubuh. Dengan cara demikian, faktor
penekanan yang mungkin dihasilkan oleh penggoresan dengan kapas itu diperkecil.
Penilaian
Terdapat gangguan sensibilitas eksteroseptif bila sensasi goresan kapas dirasakan tidak
sama pada dua sisi yang homolog atau pada dermatom yang berbeda.
Catatan Khusus
Daerah tubuh lateral lebih kurang peka dibanding daerah tubuh medial/mesial. Daerah
erotogenik, yaitu daerah sekitar leher, sekitar payudara, dan sekitar genitalia, juga lebih peka
terhadap rangsang raba daripada daerah tubuh lainnya.
Seringkali kita harus melakukan satu atau dua kali konfirmasi untuk memastikan ada
tidaknya gangguan. Pasien dapat saja berpura-pura merasa atau tidak merasa.
Syarat Pemeriksaan
Kedua mata tertutup. Pasien dalam kondisi sadar penuh (compos mentis), pasien kooperatif,
atensi baik, tidak ada gangguan bahasa, dan tidak ada luka pada daerah sekitar tempat
pemeriksaan.
Teknik Pemeriksaan
- Pegang jempol kaki pasien di antara jempol dan jari telunjuk pemeriksa.
- Pastikan bahwa pemeriksa tidak menyentuh jari pasien yang lain.
- Gerakkan jempol kaki pasien ke atas, depan, dan bawah. Saat menggerakkan ke atas,
katakan bahwa posisi jempol kaki pasien menghadap atas. Demikian juga saat ke depan dan
ke bawah.
- Tanyakan bila pasien merasakan gerakannya.
- Jika pasien menjawab ya, gerakan lagi jempol kaki beberapa kali sambil menyebutkan
bahwa kali ini pasien yang harus memberitahukan arahnya.
- Arahkan jempol kaki pasien ke salah satu arah secara acak.
- Tanyakan sekarang ke mana arah jempol kaki.
- Ulangi empat sampai lima kali dengan arah yang sama dan berbeda secara acak.
- Lakukan pemeriksaan di keempat ekstremitas.
Catatan Khusus
- Kita perlu memahami bahwa pemeriksaan sensibilitas adalah pemeriksaan yang subyektif.
Seringkali pasien asal menebak atau bahkan sengaja menjawab salah (misalnya pasien
berpura-pura sakit). Komunikasi yang baik akan meminimalkan subyektivitas.
- Pada beberapa buku disebutkan dua pilihan arah saja. Namun demikian, untuk
meminimalkan peluang pasien asal menebak maka kami memodifikasi menjadi tiga pilihan
arah dan diulang empat sampai lima kali.
- Selain itu, perlu diingat bahwa satu kali kesalahan menyebutkan arah tidak serta merta
menandakan adanya gangguan proprioseptif.
Syarat Pemeriksaan
- Pasien harus ditutup matanya.
- Pasien dalam kondisi sadar penuh (compos mentis), pasien kooperatif, atensi baik, tidak ada
gangguan bahasa, dan tidak ada luka pada daerah sekitar tempat pemeriksaan.
Teknik Pemeriksaan
- Tusuk kulit pasien dengan kedua ujung tajam jangka atau peniti. Jika menggunakan dua
jarum, tusukan kedua jarum ke kulit pada waktu yang bersamaan. Lakukan penusukan yang
terukur agar tidak melukai pasien.
- Tanyakan apakah pasien merasakan tusukan jarum. Jika ya, tanyakan lagi apakah dia
merasa ditusuk dengan satu atau dua jarum.
- Apabila pasien tidak sadar akan dua tusukan itu, maka jarak antara dua tusukan dilebarkan.
- Lakukan pemeriksaan ini di ujung jari, bagian dorsal jari, bagian dorsal tangan, lengan,
punggung, paha, dan kaki.
- Lakukan perbandingan antara bagian kanan dan kiri tubuh.
Penilaian
Pemeriksaan normal bila pasien dapat mendiskriminasi dua titik secara tepat pada jarak
terkecil sesuai lokasi penusukan. Dengan demikian, perlu diketahui jarak yang terkecil yang
masih dapat dirasakan sebagai dua tusukan pada berbagai lokasi penusukan karena jarak ini
berbeda-beda pada bagian tubuh.
Pada lidah, bila kedua tusukan berjarak 1mm sudah dapat dirasakan sebagai dua tusukan,
pada ujung jari dibutuhkan jarak 2-4mm, telapak tangan 8-12mm, punggung tangan 20-30mm,
punggung 40-70mm, lengan atas dan paha 75mm, sedangkan kaki 3-8mm.
Syarat Pemeriksaan
- Pasien harus ditutup matanya.
- Pasien dalam kondisi sadar penuh (compos mentis), pasien kooperatif, atensi baik, tidak ada
gangguan bahasa, dan tidak ada luka pada daerah sekitar tempat pemeriksaan.
Teknik Pemeriksaan
Pasien diminta untuk melakukan identifikasi benda yang disodorkan dalam tangannya
dengan meraba.
Penilaian
Orang normal dapat mengenal bentuk-bentuk seperti gelas, botol, klip kertas, kunci, uang
logam, kancing dengan jalan meraba tanpa melihat.
Teknik Pemeriksaan
Pemeriksaan tulang belakang merupakan tindakan yang terintegrasi dengan pemeriksaan
klinis secara umum. Dengan demikian seharusnya Anda telah memperkenalkan diri dan
mengucapkan salam secara sopan kepada pasien. Jika belum, lakukanlah.
Selanjutnya jelaskan kepada pasien tentang tindakan yang akan Anda lakukan. Ingatlah
bahwa pemeriksaan ini mengharuskan pasien melepaskan pakaian, melakukan beberapa
manuver, dan mungkin akan merasakan sensasi tidak nyaman/nyeri saat diperiksa. Jelaskan
dengan kata-kata yang mudah dimengerti mengenai hal tersebut. Selanjutnya berikan
kesempatan pasien untuk bertanya. Misalnya:
“Nona, sekarang saya akan melakukan pemeriksaan punggung. Untuk itu saya harus
meminta Anda menanggalkan baju sebentar. Saya akan meminta Anda untuk berdiri
membelakangi saya. Selanjutnya saya akan meminta Anda berubah posisi, berjalan
dan melakukan beberapa gerakan untuk memeriksa fungsi punggung dan kemudian
saya akan meraba beberapa bagian tubuh di punggung yang mungkin akan
membangkitkan rasa tidak nyaman atau nyeri. Apakah ada yang ingin Anda
tanyakan?...... Jika Anda sudah mengerti, apakah saya dapat memulai pemeriksaan
ini?”
Apabila perlu, Anda dapat meminta pendampingan perawat saat pasien diminta
menanggalkan pakaian.
Apabila belum ada data atau ada yang belum jelas, bertanyalah kepada pasien mengenai
keluhannya. Anamnesis mengenai keluhan yang berhubungan dengan punggung tidak dibahas
saat ini. Anda dapat membacanya dari buku-buku pemeriksaan klinis neurologis.
Selanjutnya identifikasi hal-hal yang telah dilakukan pada pemeriksaan klinis sebelumnya
(pengambilan identitas, anamnesis, dan pemeriksaan fisik lain). Hal ini bertujuan membantu
kita memadukan temuan yang ada dengan yang akan kita cari dalam pemeriksaan ini. Sebagai
contoh, apabila seorang pasien mengeluh batuk-batuk lama dan berkeringat malam serta
mengalami penurunan berat-badan, jika kita menemukan gibus di tulang vertebra maka
kemungkinan spondilitis tuberkulosis harus dimasukkan dalam diagnosis banding.
Selain itu, kita perlu melakukan identifikasi hal-hal yang membahayakan yang menjadi
kontraindikasi pemeriksaan atau berpotensi membuat pasien menjadi tidak nyaman. Meski
terkesan sepele namun hal tersebut penting dilakukan. Contohnya, pasien dengan hipotensi
ortostatik, vertigo, atau nyeri punggung bawah mungkin akan menjadi tidak nyaman bila
diminta berdiri lama. Hal ini terutama berlaku pada pasien yang tidak dapat berjalan atau
berjalan dengan bantuan saat memasuki ruangan periksa atau yang Anda periksa di ruang rawat
dalam keadaan berbaring.
Setelah pasien berdiri tanpa baju, dengan penerangan ruangan yang baik, mulailah
melakukan inspeksi. Bila memungkinkan, pasien harus berdiri tegak dengan posisi biasa;
tungkai sejajar dan kaki dibuka selebar bahu; kedua lengan menjuntai di samping badan; kepala
berada di tengah, sebidang dengan sakrum, dan memandang ke depan; bahu dan pelvis tidak
terpuntir atau miring.
Teknik Pemeriksaan
Sebagai kelanjutan dari pemeriksaan tulang belakang saat tidak bergerak maka pasien
sekarang diminta untuk kembali berdiri dalam posisi biasa; tungkai sejajar dan kaki dibuka
selebar bahu; kedua lengan menjuntai di samping badan; kepala berada di tengah, sebidang
dengan sakrum, dan memandang ke depan; bahu dan pelvis tidak terpuntir atau miring.
Idealnya, bila memungkinkan, tulang belakang digerakkan secara aktif (oleh pasien sendiri).
Gerakan yang dilakukan pertama adalah fleksi, ekstensi, dan laterofleksi lumbal. Selanjutnya
dilakukan pemeriksaan gerak leher yang meliputi fleksi, ekstensi, laterofleksi, dan rotasi.
Pemeriksaan gerak torakal dilakukan saat pasien duduk dan gerakan yang diperiksa adalah
rotasi. Akhirnya, saat pasien berbaring dilakukan pemeriksaan sendi panggul.
Pemeriksaan Saat Berdiri
Gerak fleksi lumbal diperiksa dengan meminta pasien membungkuk dan mencoba
menyentuh jari-jari kakinya. Amati kehalusan gerakan, lingkup gerak sendi, dan simetrisitas
kedua sisi punggung saat menekuk.
Besaran fleksi lumbal dapat diukur dengan menandai sendi lumbosakral pada titik yang
berada pada pertengahan dari garis yang ditarik antara spina iliaka posterior superior (SIPS) kiri
dan kanan. Daerah ini dapat diidentifikasi dengan sepasang lesung kulit di atas tepi medial
bokong yang menjadi penanda kedua SIPS. Selanjutnya tandai suatu titik yang berjarak 10cm di
atas titik pertama dan titik lain yang berjarak 5 di bawah titik pertama. Pada rata-rata orang
dewasa, saat membungkuk, minimal akan terjadi peningkatan jarak 4cm dari titik atas
sementara jarak dengan titik bawah tidak berubah. Pemeriksaan ini juga dikenal dengan nama
tes Schober. Selain itu, pada orang normal, sudut fleksi lumbal adalah sekitar 90 O.
Teknik Pemeriksaan
Minta pasien untuk duduk membelakangi Anda di atas tempat tidur periksa. Jelaskan bahwa
tindakan Anda mungkin akan menimbulkan rasa tidak nyaman atau nyeri. Lakukan palpasi
prosesus spinosus setiap vertebra dengan ibu jari Anda. Berikan tekanan yang tidak terlalu kuat.
Tanyakan bila terasa nyeri. Bila terasa nyeri, seperti apa nyerinya, menjalar atau tidak, dan
bila menjalar, ke arah mana penjalarannya.
Di daerah servikal, selain meraba vertebra, raba juga sendi-sendi faset yang terletak di
antara vertebra servikal sekitar 2,5cm lateral dari prosesus spinosus vertebra servikal 2 sampai 7
(C2–C7). Sendi-sendi ini terletak jauh di dalam muskulus trapezius dan mungkin tidak dapat
diraba kecuali otot leher berada dalam keadaan relaks.
Di daerah torakal lakukan palpasi prosesus spinosus setiap vertebra torakal.
Di daerah lumbal, periksa bila terdapat pergeseran vertebra. Hal ini dapat diketahui
dengan meraba prosesus spinosus. Bila ada prosesus spinosus yang terasa lebih menonjol ke
luar atau masuk ke dalam dibandingkan prosesus spinosus di atas dan di bawahnya, maka
mungkin telah terjadi pergeseran.
Selanjutnya, palpasi daerah sendi sakroiliaka. Daerah ini dapat diidentifikasi dengan
sepasang lesung kulit di atas tepi medial bokong yang menjadi penanda spina iliaka superior
posterior.
Selanjutnya lihat dan raba otot-otot paravertebra untuk mengetahui adanya spasme atau
nyeri tekan. Lakukan pemeriksaan ini pada posisi berdiri atau duduk yang normal sehingga
seharusnya tidak ada otot yang berkontraksi maksimal. Spasme akan merubah kurva tulang
belakang hingga menjadi lebih datar di sekitar daerah spasme. Otot-otot yang mengalami
spasme akan terasa tegang dan mungkin akan terlihat. Tanyakan apabila terasa nyeri pada
penekanan dan bila ya, apakah menjalar atau tidak. Nyeri otot sifatnya tidak menjalar.
Teknik Pemeriksaan
Minta pasien untuk duduk membelakangi Anda di kursi. Jelaskan bahwa tindakan Anda
mungkin akan menimbulkan rasa tidak nyaman atau nyeri.
- Tes Lhermitte: Dengan menggunakan kedua tangan yang saling ditangkupkan, tekan
kepala pasien ke bawah. Saat kepala ditekan ke bawah akan timbul rasa seperti dialiri aliran
listrik di sepanjang garis tengah punggung. Bila terdapat peningkatan nyeri di bagian
servikal atau ekstremitas atas, perhatikan distribusi/penjalarannya karena hal tersebut
memiliki nilai lokalisasi secara neurologis.
- Tanda Spurling: Kepala ditekan ke bawah lalu dianterofleksikan ke salah satu sisi. Bila
positif, akan timbul nyeri radikular di sisi yang sakit.
Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 100
DAFTAR TILIK PENILAIAN
No. Aspek yang dinilai Nilai
0 1 2
1. Memberi salam dan menyapa pasien dengan sapaan yang sopan.
2. Memperkenalkan diri pada pasien.
3. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada pasien dan menjelaskan
bahwa pemeriksaan yang akan dilakukan mungkin menimbulkan rasa
tidak nyaman atau nyeri.
4. Memberikan kesempatan pasien untuk bertanya lalu meminta izin kepada
pasien untuk memulai pemeriksaan.
5. Mencari kontraindikasi tindakan pemeriksaan (misalnya riwayat
instabilitas dan nyeri pada posisi berdiri).
6. Meminta dengan sopan pada pasien untuk menanggalkan bajunya.
7. Meminta pasien untuk duduk membelakangi Anda di kursi. Jelaskan
bahwa tindakan Anda mungkin akan menimbulkan rasa tidak nyaman
atau nyeri.
Tes Lhermitte:
Dengan menggunakan kedua tangan yang saling ditangkupkan, pemeriksa
menekan kepala pasien ke bawah.
Pemeriksa menanyakan apakah terdapat nyeri seperti dialiri aliran listrik.
Jika ya, ke arah mana penjarannya.
Tanda Spurling:
Pemeriksa memegang kepala pasien kemudian ditekan ke bawah dan
dianterofleksikan ke salah satu sisi.
Pemeriksa menanyakan apabila timbul nyeri yang menjalar. Jika ya, ke
arah mana penjalarannya.
8. Meminta pasien mengenakan kembali pakaiannya.
9. Mengucapkan terima kasih.
10. Memberi contoh beberapa kemungkinan diagnosis yang berhubungan
dengan hasil yang positif seperti radikulopati servikal dan mielopati oleh
berbagai sebab seperti proses degenerasi, trauma, dan neoplasma.
Total Nilai
Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 101
PERKUSI TULANG BELAKANG
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti pada pasien tentang prosedur dan
manfaat pemeriksaan tulang belakang.
2. Mengetahui kontraindikasi pemeriksaan tulang belakang.
3. Melakukan pemeriksaan perkusi tulang belakang
4. Menjelaskan kelainan-kelainan yang dapat ditemui dari perkusi tulang belakang.
Teknik Pemeriksaan
Pasien diminta untuk menanggalkan pakaian dan berbaring telentang di tempat tidur
periksa. Jangan lupa menjelaskan bahwa tindakan yang akan Anda lakukan mungkin akan
menyebabkan nyeri.
Pada posisi dekibitus lateral kiri atau kanan, lakukan perkusi di sepanjang tulang belakang
dari ruas torakal hinggal sakral. Perkusi dilakukan dengan menempatkan salah satu telapak
tangan Anda di atas daerah yang akan diperkusi dan tangan lainnya memukul dengan terkepal
sedemikian rupa hingga permukaan ulnarnya mengenai punggung tangan yang menjadi alas.
Perkusi yang dilakukan tidak boleh terlalu keras. Dengan beberapa kali mencoba kita akan
menemukan kekuatan perkusi yang sesuai. Tanyakan apabila terasa nyeri. Bila terasa nyeri,
tanyakan gambaran nyerinya seperti apa dan apakah menjalar atau tidak.
Setelah pemeriksaan selesai, persilakan pasien kembali berdiri dan mengenakan
pakaiannya. Setelah itu ucapkan terima kasih.
Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 102
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS LAINNYA
Dalam topik ini kita akan membahas beberapa pemeriksaan tambahan sesuai standar
kompetensi Anda yaitu pemeriksaan kaku kuduk, pemeriksaan fontanela, tes Patrick dan kontra-
Patrick/kebalikan Patrick, serta membangkitkan tanda tetani dengan cara Chvostek.
Syarat Pemeriksaan
- Pemeriksaan kaku kuduk dikontraindikasikan pada pasien dengan fraktur servikal atau
kecurigaan yang mengarah ke fraktur servikal, misalnya pasien trauma kepala-leher dengan
penurunan kesadaran, ada jejas di atas klavikula, atau pasien dengan trauma multipel.
- Adanya kekakuan leher (neck stiffness) karena penyebab muskuloskeletal berpotensi
membuat salah interpretasi hingga pemeriksaan kaku kuduk (nuchal rigidity) memberi hasil
positif palsu (false positive). Hal ini harus disingkirkan terlebih dahulu.
Teknik Pemeriksaan
- Pasien dibaringkan di ranjang periksa.
- Minta pasien untuk santai dan tidak menegangkan otot-ototnya. Sering kali pasien yang
akan diperiksa mengalami penurunan kesadaran sehingga kita sulit menerapkan langkah ini.
- Sebelum memeriksa kaku kuduk kita terlebih dahulu harus menyingkirkan adanya masalah
muskuloskeletal yang juga dapat memberikan gambaran kekakuan leher:
o Palingkan kepala pasien ke kanan dan kiri secara pasif. Rasakan apakah ada tahanan.
o Angkat sedikit bahu pasien dari tempat tidur. Lihat apakah kepala pasien juga ikut
terangkat atau tidak.
o Adanya kekakuan saat kepala dipalingkan ke kanan dan kiri atau ikut terangkatnya
kepala saat bahu diangkat dari ranjang mengindikasikan adanya kekakuan leher.
Lakukan pemeriksaan tanda rangsangan meningeal dengan cara lain seperti tanda
Laseque.
o Jika tidak ada kekakuan leher, pemeriksaan kaku kuduk dapat dilakukan.
- Salah satu tangan pemeriksa diletakkan di atas dada pasien untuk menahan jika dada ikut
terangkat dan tangan yang lain ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring.
- Kepala ditekukkan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada.
Penilaian
- Bila terdapat kaku kuduk kita akan merasakan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada.
- Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat. Pada kaku kuduk yang berat, kepala tidak
dapat ditekuk, malah sering kepala terkedik kebelakang. Pada keadaan yang ringan kaku
kuduk dinilai dari tahanan yang dialami waktu menekukkan kepala.
Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 103
DAFTAR TILIK PENILAIAN
Nilai
No. Aspek yang dinilai
0 1 2
Syarat
1. Menyebutkan bahwa pemeriksaan kaku kuduk dikontraindikasikan pada
pasien dengan fraktur servikal atau kecurigaan yang mengarah ke fraktur
servikal.
Teknik Pemeriksaan
2. Pemeriksa menyapa pasien.
Pemeriksa menjelaskan maksud pemeriksaan, memberi kesempatan
pasien untuk bertanya, dan meminta izin untuk melakukan pemeriksaan.
(Seringkali tidak relevan diterapkan pada situasi gawat darurat dengan
penurunan kesadaran)
3. Pemeriksa meminta pasien untuk santai dan tidak menegangkan otot-
ototnya.
4. Pemeriksa melakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan adanya masalah
muskuloskeletal yang juga dapat memberikan gambaran kekakuan leher
(disebutkan):
- Memalingkan kepala pasien ke kanan dan kiri secara pasif. Pemeriksa
merasakan apakah ada tahanan (disebutkan).
- Angkat sedikit bahu pasien dari tempat tidur.
- Lihat apakah kepala pasien juga ikut terangkat atau tidak
(disebutkan).
- Adanya kekakuan saat kepala dipalingkan ke kanan dan kiri atau ikut
terangkatnya kepala saat bahu diangkat dari ranjang mengindikasikan
adanya kekakuan leher (disebutkan).
5. Pemeriksa meletakan salah satu tangannya di atas dada pasien untuk
menahan jika dada ikut terangkat dan tangan yang lain ditempatkan di
bawah kepala pasien yang sedang berbaring.
6. Kemudian kepala ditekukkan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai
dada.
7. Pemeriksa mengucapkan terima kasih.
8. Pemeriksa menilai apakah ada tahanan saat dilakukan fleksi leher
(disebutkan).
Total Nilai
Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 104
PENILAIAN FONTANELA
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
fontanela.
2. Melakukan pemeriksaan fontanela.
Teknik Pemeriksaan
- Jelaskan tentang teknik pemeriksaan pada ibu pasien/pendamping.
- Sedapat mungkin pasien ditenangkan misalnya dengan dipeluk oleh ibunya/pendamping.
- Posisikan pasien dalam posisi duduk atau dipegang menghadap ke atas.
- Identifikasi fontanela anterior dan posterior. Pada neonatus umumnya fontanela anterior
mudah diidentifikasi dengan melihat denyutannya.
- Lihat denyutannya, apakah jelas atau tidak.
- Amati juga vena-vena di fontanela untuk melihat adanya dilatasi vena. Jika sulit terlihat,
nyalakan lampu sorot.
- Amati apakah fontanela anterior membonjol atau cekung.
- Apabila sulit diidentifikasi, gunakan telunjuk Anda untuk mencari fontanela anterior dengan
palpasi. Lakukan palpasi di dahi pada garis tengah dan gerakan ke atas sampai terasa seperti
ada rongga di bawah kulit kepala yang berdenyut.
- Palpasi fontanela anterior dengan jari telunjuk.
- Gerakan jari telunjuk Anda ke atas dan bawah serta kiri dan kanan untuk memperkirakan
batas-batas fontanela anterior.
- Gunakan penggaris untuk mengukur jarak antar sudut kiri-kanan dan antar sudut atas-
bawah.
- Rasakan, apakah terasa sulit ditekan atau tidak.
- Catatlah hasil pemeriksaan Anda di buku tumbung kembang bayi.
Penilaian
- Fontanela biasanya agak cekung (dalam beberapa literatur disebutkan datar namun apabila
Anda memeriksanya dengan pasien dalam keadaan duduk atau dipegang menghadap ke atas
maka fontanela akan terlihat agak cekung). Cekungan ini paling baik dinilai di fontanela
anterior.
- Dari palpasi kita dapat menentukan apakah fontanela sangat cekung atau malah membonjol.
- Selain itu kita juga perlu memperkirakan diameter fontanela.
- Bandingkan jarak-jarak fontanela dengan rentang nilai normalnya. Lihatlah apakah masih
dalam rentang normal atau tidak.
- Tidak kalah pentingnya untuk membandingkan jarak-jarak fontanela dengan catatan
sebelumnya.
Catatan
Pada modul lain, Anda akan melakukan transiluminasi fontanela. Syarat untuk
transiluminasi adalah fontanela (ubun-ubun) masih terbuka. Pemeriksaan ini dilakukan dalam
Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 105
ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama tiga menit. Alat yang dipakai adalah
lampu senter yang dilengkapi dengan tepi karet. Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar
akan terlihat lebih lebar 1-2cm.
Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 106
TANDA PATRICK & KONTRA-PATRICK
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan cara melakukan tes
Patrick dan kontra-Patrick.
2. Melakukan tes Patrick dan kontra-Patrick.
Teknik Pemeriksaan
- Jelaskan tentang tindakan yang akan Anda lakukan. Beritahukan bahwa tindakan ini
mungkin akan menimbulkan rasa nyeri.
- Minta pasien berbaring di ranjang periksa.
Tes Patrick
- Tes Patrick atau tes Faber (flexion, abduction, and external rotation) dilakukan dengan
memfleksikan lutut salah satu tungkai dan merotasikan sendi panggul ke arah luar sehingga
pergelangan kaki dapat diletakkan di atas tungkai lainnya membentuk angka 4.
- Selanjutnya tekan tungkai yang tertekuk ke arah bawah.
- Lakukan secara bergantian.
- Tanyakan apakah tindakan tersebut memicu nyeri.
Tes kontra-Patrick
- Pada tes ini, dengan tungkai ditekukkan 90O pada sendi lutut dan panggul, tungkai di
rotasikan ke dalam hingga melewati paha tungkai sebelahnya.
- Selanjutnya tekan tungkai yang tertekuk ke arah bawah.
- Lakukan secara bergantian.
- Tanyakan apakah tindakan tersebut memicu nyeri.
Penilaian
- Pada tes Patrick, gangguan pada sendi panggul akan membangkitkan nyeri di daerah lipat
paha.
- Bila nyeri terasa di bokong atau sendi sakroiliaka, maka proses patologisnya berasal dari
sendi sakroiliaka.
- Dengan tes kontra-Patrick, gangguan sendi sakroiliaka juga dapat diperiksa.
- Bila nyeri terasa di bokong atau sendi sakroiliaka, maka proses patologisnya berasal dari
sendi sakroiliaka.
Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 107
DAFTAR TILIK PENILAIAN
Nilai
No. Aspek yang dinilai
0 1 2
1. Memberi salam dan menyapa pasien dengan sapaan yang sopan.
2. Memperkenalkan diri pada pasien.
3. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada pasien.
4. Memberikan kesempatan pasien untuk bertanya dan meminta izin kepada
pasien untuk memulai pemeriksaan.
Tes Patrick
5. Meminta pasien berbaring di ranjang periksa dan pemeriksa berdiri di
samping kanan ranjang.
6. Memfleksikan lutut salah satu tungkai dan merotasikan sendi panggul ke
arah luar sehingga pergelangan kaki dapat diletakkan di atas tungkai
lainnya membentuk angka 4.
Menekan tungkai yang tertekuk ke arah bawah.
7. Menanyakan apakah tindakan pemeriksa memicu nyeri.
8. Melakukan tes pada tungkai lain.
Tes kontra-Patrick
9. Menekuk tungkai 90O pada sendi lutut dan panggul, tungkai dirotasikan
ke dalam hingga melewati paha tungkai sebelahnya.
Menekan tungkai yang tertekuk ke arah bawah.
10. Menanyakan apakah tindakan pemeriksa memicu nyeri.
11. Melakukan tes pada tungkai lain.
12. Mengucapkan terima kasih.
Total Nilai
Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 108
MEMBANGKITKAN TANDA TETANI DENGAN CARA CHVOSTEK
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
Chvostek sebagai salah satu jenis pemeriksaan untuk membangkitkan tanda tetani.
2. Melakukan pemeriksaan Chvostek dan penilaiannya.
Teknik Pemeriksaan
- Minta pasien untuk duduk dan Anda duduk di depan pasien.
- Jelaskan bahwa Anda akan mengetuk pipi pasien sebelah kiri dan kanan dengan palu
perkusi.
- Minta pasien membuka mulut sedikit (celah antar bibir atas dan bawah sekitar 1cm).
- Identifikasi regio parotis atau zigomatikus.
- Menggunakan palu perkusi, berikan ketukan ringan di atas regio parotis atau zigomatikus
kanan dan kiri.
Penilaian
- Tanda Chvostek yang positif ditandai dengan kedutan satu atau beberapa otot wajah sesisi.
- Pada kasus yang berat dapat terjadi kontraksi otot-otot wajah di kedua sisi bahkan kontraksi
bisa terjadi spontan sehingga pasien terlihat seperti meringis. Ini disebut risus sardonikus.
Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 109
TANDA LASEQUE
Tujuan Stasiun
Setelah mengikuti pembelajaran keterampilan klinis, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti tentang tujuan dan teknik pemeriksaan
Laseque atau straight leg raising (SLR) sebagai salah satu jenis pemeriksaan tanda
rangsangan meningeal dan iritasi radiks.
2. Mengetahui kontraindikasi pemeriksaan Lasque dan membedakan tanda Laseque yang
disebabkan oleh iritasi meningen atau iritasi radiks.
3. Melakukan pemeriksaan Laseque.
Syarat Pemeriksaan
- Pemeriksaan Laseque dikontraindikasikan pada pasien dengan deformitas tungkai yang
membutuhkan imobilisasi seperti fraktur kruris.
Teknik Pemeriksaan
- Pasien dibaringkan di ranjang periksa.
- Minta pasien untuk santai dan tidak menegangkan otot-ototnya. Pasien dapat saja
mengalami penurunan kesadaran sehingga kita sulit menerapkan langkah ini.
- Salah satu tangan pemeriksa diletakkan di atas perut pasien dan tangan yang lain memegang
salah satu tumit pasien dari bawah.
- Salah satu tumit pasien diangkat perlahan sehingga tungkai mengalami fleksi pada sendi
panggul tetapi tidak mengalami fleksi pada lutut.
- Tungkai terus diangkat hingga tungkai membentuk sudut melebihi 70O dengan bidang
horizontal (ranjang periksa). Pada orang tua, cukup hingga melebihi sudut 60 O.
- Lakukan secara bergantian.
- Jika sebelum mencapai sudut target pasien mengeluh nyeri atau ada tahanan, hentikan
pemeriksaan.
- Jika pasien mengeluhkan nyeri, tanyakan seperti apa nyerinya? Apakah terasa seperti
menjalar atau tersengat listrik? Jika ya, tanyakan daerah penjalarannya.
Penilaian
- Tanda Laseque positif jika terasa ada tahanan atau nyeri radikular sebelum mencapai sudut
70O atau 60O pada orang tua.
- Jika tanda Laseque positif pada kedua tungkai maka kemungkinan besar penyebabnya
adalah iritasi meningen.
- Jika tanda Laseque positif pada salah satu tungkai maka kemungkinan besar penyebabnya
adalah iritasi radiks.
- Jika karena iritasi radiks, kita perlu menanyakan daerah penjalarannya karena berhubungan
dengan lokasi radiks saraf yang terkena. Sebagai contoh, nyeri radikular yang dirasakan
sampai jari kelingking kaki disebabkan oleh iritasi radiks saraf sakral 1 (S1).
Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 110
DAFTAR TILIK PENILAIAN
Nilai
No. Aspek yang dinilai
0 1 2
Syarat
1. Menyebutkan bahwa pemeriksaan Laseque dikontraindikasikan pada
deformitas tungkai yang membutuhkan imobilisasi seperti fraktur kruris.
Teknik Pemeriksaan
2. Memberi salam dan menyapa pasien dengan sapaan yang sopan.
3. Memperkenalkan diri pada pasien.
4. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada pasien.
5. Memberikan kesempatan pasien untuk bertanya dan meminta izin kepada
pasien untuk memulai pemeriksaan.
6. Pemeriksa meminta pasien untuk santai dan tidak menegangkan otot-
ototnya.
7. Salah satu tangan pemeriksa diletakkan di atas perut pasien dan tangan
yang lain memegang salah satu tumit pasien dari bawah.
8. Tungkai terus diangkat hingga tungkai membentuk sudut melebihi 70O
dengan bidang horizontal (ranjang periksa).
9. Pemeriksa melakukan pada kedua tungkai bergantian
10. Jika sebelum mencapai sudut target pasien mengeluh nyeri atau ada
tahanan, hentikan pemeriksaan (disebutkan)
11. Jika pasien mengeluhkan nyeri, tanyakan seperti apa nyerinya? Apakah
terasa seperti menjalar atau tersengat listrik? (disebutkan)
12. Jika ya, tanyakan daerah penjalarannya.
13. Mengucapkan terima kasih
Penilaian (disebutkan)
14. Tanda Laseque positif jika terasa ada tahanan atau nyeri radikular
sebelum mencapai sudut 70O atau 60O pada orang tua.
15. Jika tanda Laseque positif pada kedua tungkai maka kemungkinan besar
penyebabnya adalah iritasi meningen.
Jika tanda Laseque positif pada salah satu tungkai maka kemungkinan
besar penyebabnya adalah iritasi radiks.
Total Nilai
Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 111
B. SKENARIO
Skenario I
Seorang laki-laki, 25 tahun datang dengan keluhan utama penurunan kesadaran sejak 5 hari
yang lalu. Penurunan kesadaran semakin lama semakin berat. Ada riwayat demam tinggi sejak 6
hari yang lalu.
Tugas
1. Diskusikan dengan teman sekelompok, apa saja keterbatasan pemeriksaan fisik neurologis
yang ditemui pada kasus penurunan kesadaran?
2. Pemeriksaan fisik neurologis apa saja yang dapat dikerjakan pada pasien ini?
3. Bagaimana seorang klinisi menyikapi hal tersebut?
4. Apakah yang dimaksud dengan false localizing signs?
Skenario II
Letakkan ujung jari telunjuk Anda di kantus medial mata kanan Anda. Luruskan lengan kiri
Anda ke depan lalu acungkan jari telunjuk tangan kiri Anda. Tataplah jari telunjuk tangan kiri
Anda sambil jari telunjuk tangan kanan Anda menekan kantus medial mata kanan Anda secara
perlahan. Anda akan mengalami penglihatan dobel. Gerakkan tangan kiri Anda ke kanan dan ke
kiri.
Tugas
1. Yang manakah citra palsu pada diplopia yang Anda alami? Bagaimana
mengidentifikasinya?
2. Mengapa saat telunjuk tangan kiri digerakkan ke kanan jarak antar citra palsu dan asli
berkurang dan sebaliknya?
3. Bagaimana Anda mengaplikasikan hasil percobaan ini ke pemeriksaan pasien?
4. Apakah perbedaan antara oftalmoplegia supranuklear, internuklear, dan infranuklear?
5. Apakah yang dimaksud dengan sindrom one and a half dan internuclear ophtalmoplegia?
Tugas
1. Lakukan pemeriksaan kekuatan otot di kedua tungkai pasien!
2. Lakukan pemeriksaan refleks-refleks fisiologis dan pemeriksaan tanda Babinski di kedua
tungkai pasien!
3. Sampaikan hasilnya kepada penguji!
Soal 2
Seorang laki-laki, 40 tahun datang ke Poliklinik Neurologi dengan keluhan utama mulut
mencong ke kanan sejak satu hari yang lalu. Terjadi mendadak saat pasien bangun pagi.
Tugas
1. Lakukan pemeriksaan kekuatan otot-otot wajah pada pasien ini!
2. Jelaskan kepada penguji hasil penilaian Anda!
3. Sebutkan minimal dua diagnosis banding untuk kasus ini!
Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 112
D. DAFTAR TILIK KETERAMPILAN PEMERIKSAAN SISTEM SARAF
Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 113
Inspeksi tulang belakang saat tidak bergerak 4A
Inspeksi tulang belakang saat bergerak 4A
Palpasi untuk menentukan titik nyeri 4A
Palpasi untuk menilai nyeri pada tekanan vertikal 4A
Perkusi tulang belakang 4A
Pemeriksaan kaku kuduk 4A
Penilaian fontanela 4A
Tanda Patrick & kontra-Patrick 4A
Membangkitkan tanda tetani dengan cara Chvostek 4A
Tanda Laseque 4A
Pengantar interpretasi x-ray tengkorak 4A
(Tahap
profesi)
Pengantar interpretasi x-ray tulang belakang 4A 4A
(Tahap
profesi)
Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 114
BAB. VII. SUMBER DAYA
A. DAFTAR NAMA INSTRUKTUR
NO NAMA
1 Dr. Mieke A.H.N. Kembuan, Sp.S(K)
2 DR. Dr. Junita Maja P.S., Sp.S(K)
3 Dr. Arthur H.P. Mawuntu, Sp.S(K)
4 Dr. Corry N. Mahama, Sp.S(K)
5 DR. Dr. Theresia I. Mogi, S.H., Sp.KFR
6 Dr. Diana V. Doda, MOHS, PhD
7 DR. Dr. Martha M. Kaseke, M.Kes
8 DR. Dr. Herlina Wungouw, MAppSc, MMedEd, AIFM, AIFO
9 DR. Dr. David E. Kaunang, Sp.A(K)
10 Dr. Dina V. Rombot, M.Kes
11 Dr. Maya F. Memah, MPdKed
12 Dr. Frelly Kuhon, M.Kes
B. RUANG PEMBIMBINGAN
Disediakan 10 ruangan untuk kegiatan pembelajaran keterampilan klinis. Setiap ruangan
diisi oleh 1 instruktur, 1 pendamping, dan 5 – 10 orang mahasiswa.
Buku Pegangan Mahasiswa Modul Keterampilan Klinis Dasar Sistem Saraf 115
1. Sarung tangan periksa dan masker. 19. Oftalmoskop +/- 15 - 20 dioptri.
2. Ruang periksa dengan penerangan cukup, 20. Kaca mata Frenzel.
panjang salah satu sisi minimal 6 m, dan 21. Kaca pembesar.
lampu dapat diredupkan. 22. Kapas bersih.
3. Alat tulis-menulis. 23. Jarum pentul sekali pakai atau tusuk gigi
4. Kursi periksa sekali pakai.
5. Ranjang periksa + undakan. 24. Air larutan gula, larutan garam, larutan
6. Meja periksa. cuka, dan larutan pil kina.
7. Lampu sorot. 25. Empat pipet.
8. Troli alat. 26. Garpu tala 128, 256, dan 512Hz.
9. Baki alat habis pakai berisi larutan 27. Senter kepala.
klorin. 28. Spekulum hidung.
10. Tempat sampah medis. 29. Otoskop dan spekulum telinga sekali
11. Tempat sampah nonmedis pakai.
12. Sabun cuci tangan antiseptik atau 30. Spatula lidah sekali pakai atau stik es
handrub. krim lebar.
13. Tempat cuci tangan dengan air mengalir. 31. Aplikator.
14. Botol-botol berisi kopi, teh, dan 32. Gelas berkapasitas 150ml.
tembakau (untuk pemeriksaan fungsi 33. Air minum.
menghidu). 34. Senter kecil (penlight).
15. Snellen chart. 35. Senter besar.
16. Jaeger card. 36. Palu perkusi.
17. Lempeng pinhole. 37. Tabung-tabung reaksi berisi air hangat
18. Pin merah dan pin putih. (40OC) & dingin (5-10OC).
BAB VIII. TATA TERTIB MAHASISWA
A. TATA TERTIB UMUM
1. Mahasiswa diwajibkan untuk mengikuti seluruh kegiatan yang tercantum dalam jadwal
kegiatan.
2. Mahasiswa harus hadir tepat waktu.
3. Mahasiswa yang membawa alat komunikasi wajib menyetel alat tersebut dalam posisi
silent.
4. Mahasiswa harus berpakaian rapi (tidak diperkenankan menggunakan baju kaos dan jeans),
berpenampilan sopan, tidak diperkenankan menggunakan sandal, sesuai dengan etika
sebagai calon dokter serta selama dalam kegiatan pembelajaran berlangsung.
5. Mahasiswa diwajibkan menggunakan papan nama pada saat kegiatan pembelajaran.
SKOR TOTAL
Skor :
Penilaian :
Pendidikan menengah – tinggi : >27 tidak terganggu.
≤27 terganggu.
Pendidikan rendah (SD) : >27 tidak terganggu.
≤27 terganggu.