Peran Perawat Dalam Upaya Pencegahan Komplikasi Anestesi
Peran Perawat Dalam Upaya Pencegahan Komplikasi Anestesi
Peran Perawat Dalam Upaya Pencegahan Komplikasi Anestesi
Skripsi
Fakultas Keperawatan
Medan, 2009
ABSTRAK
Pasien yang mengalami operasi dengan anestesi, jam pertama setelah anestesi merupakan saat
yang paling berbahaya. Kondisi berbahaya ini disebabkan oleh jalan nafas yang masih tertekan
walaupun pasien tampak sudah bangun. Depresi pernapasan dapat mengakibatkan kematian karena
hipoksia. Dalam hal ini, hipoksia merupakan salah satu komplikasi anestesi pasca operasi. Komplikasi
anestesi jarang terjadi, namun dapat mengancam jiwa. Pasien yang baru saja menjalani tindakan
operasi harus dirawat sementara di PACU (Post Anesthesia Care Unit) atau ruang pemulihan
(recovery room) untuk perawatan post anestesi sampai kondisi pasien stabil. Peran perawat dalam
upaya pencegahan komplikasi anestesi terdiri dari pemantauan/pengkajian dan
perawatan/penatalaksanaan pasien pasca anestesi. Pemantauan yang optimal dan penanganan
pasien pasca anestesi yang dilakukan dengan baik dapat mencegah terjadinya komplikasi pasca
anestesi pada pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran peran perawat dalam
upaya pencegahan komplikasi anestesi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang
bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran peran perawat dalam upaya pencegahan komplikasi
anestesi postoperasi dan dilaksanakan mulai dari tanggal 28 Juli sampai dengan 12 Agustus di Rumah
Sakit Haji Adam Malik Medan. Melalui teknik total sampling diperoleh sampel sebanyak 45 orang
dengan kriteria perawat pelaksana yang terlibat dalam penanganan pasien pasca anestesi.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan disajikan dalam analisa statistik
deskriptif. Hasil analisa data menunjukkan peran perawat dalam upaya pencegahan komplikasi
anestesi adalah baik 51.1%, peran pemantauan cukup terlaksana sebanyak 46.7%, dan peran
penatalaksanaan oleh tiga perlima dari perawat adalah baik (60%). RSUP H Adam Malik perlu untuk
mensosialisasikan kepada perawat pelaksana yang terlibat dalam penanganan pasien pasca anestesi
agar perawat dapat melaksanakan peran tersebut dengan baik mengingat pasien yang mengalami
operasi dengan anestesi memerlukan pemantauan yang ketat serta penatalaksanaan yang tepat.
UCAPAN TERIMAKASIH
Segala puji syukur, hormat, dan pujian penulis panjatkan kepada Tuhan
Yang Maha Esa yang telah menyertai penulis untuk menyelesaikan skripsi ini
RSUP Haji Adam Malik Medan”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
Sumatera Utara dan Erniyati, S.Kp, MNS sebagai Pembantu Dekan I Fakultas
3. Ibu Sri Eka Wahyuni S.Kep, Ns dan Ibu Farida L Siregar S.Kep, Ns selaku
dosen penasehat akademik saya, Ibu Salbiah S.Kp, M.Kep selaku penguji II,
dan kepada Ibu Liberta Lumbantoruan S.Kp M.Kep selaku dosen penguji III
skripsi ini.
yang telah banyak mendidik penulis selama proses perkuliahan dan staf
5. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang telah
memberikan izin penelitian.
7. Dudut Tanjung S.Kp, MKep, Pak Muktar Rahmad Sedayu Harahap, S.St dan
dr. Soedjatnarto, Sp. An yang telah berperan dalam uji validitas skripsi ini.
terimakasih buat doa dan dukungan yang sangat berarti bagi saya. Kepada
kakakku (kak Ani dan kak Shanty), bang Karto, adikku tersayang (Moan, dan
Ria), terimakasih buat cinta, doa, dorongan yang telah diberikan. Dan juga
mb Yuli, Siska, Friska, Evi, dll) terimakasih buat dukungan dan doanya.
11. Semua pihak yang dalam kesempatan ini tidak dapat disebutkan namanya satu
persatu yang telah banyak membantu peneliti baik dalam penyelesaian skripsi
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa dan penuh kasih melimpahkan berkat
dan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis.
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
Tabel2 . Distribusi frekuensi karakteristik perawat pelaksana yang menjadi responden di RSUP H
Adam Malik Medan
Tabel 3. Kategori pelaksanaan peran perawat dalam upaya pencegahan komplikasi anestesi di RSUP
H Adam Malik Medan
Tabel 4. Kategori pelaksanaan peran pemantauan perawat dalam upaya pencegahan komplikasi
anestesi di RSUP H Adam Malik Medan
Tabel 5 Gambaran peran pemantauan oleh perawat dalam upaya pencegahan komplikasi anestesi di
RSUP H Adam Malik Medan
Tabel 6 Kategori pelaksanaan peran penatalaksanaan pasien pasca anestesi oleh perawat dalam
upaya pencegahan komplikasi anestesi di RSUP H Adam Malik Medan
Tabel 7 Peran penatalaksanaan/perawatan pasien pasca anestesi oleh perawat dalam upaya
pencegahan komplikasi anestesi di RSUP H Adam Malik Medan
DAFTAR SKEMA
Skema kerangka konsep ................................................................................. 38
Universitas Sumatera Utara
Judul : Peran Perawat dalam Upaya Pencegahan Komplikasi Anestesi di Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Malik Medan Peneliti : Ida Basa Nainggolan Program : S1 Keperawatan Tahun
akademik : 2008/2009
ABSTRAK
Pasien yang mengalami operasi dengan anestesi, jam pertama setelah anestesi merupakan saat
yang paling berbahaya. Kondisi berbahaya ini disebabkan oleh jalan nafas yang masih tertekan
walaupun pasien tampak sudah bangun. Depresi pernapasan dapat mengakibatkan kematian karena
hipoksia. Dalam hal ini, hipoksia merupakan salah satu komplikasi anestesi pasca operasi. Komplikasi
anestesi jarang terjadi, namun dapat mengancam jiwa. Pasien yang baru saja menjalani tindakan
operasi harus dirawat sementara di PACU (Post Anesthesia Care Unit) atau ruang pemulihan
(recovery room) untuk perawatan post anestesi sampai kondisi pasien stabil. Peran perawat dalam
upaya pencegahan komplikasi anestesi terdiri dari pemantauan/pengkajian dan
perawatan/penatalaksanaan pasien pasca anestesi. Pemantauan yang optimal dan penanganan
pasien pasca anestesi yang dilakukan dengan baik dapat mencegah terjadinya komplikasi pasca
anestesi pada pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran peran perawat dalam
upaya pencegahan komplikasi anestesi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang
bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran peran perawat dalam upaya pencegahan komplikasi
anestesi postoperasi dan dilaksanakan mulai dari tanggal 28 Juli sampai dengan 12 Agustus di Rumah
Sakit Haji Adam Malik Medan. Melalui teknik total sampling diperoleh sampel sebanyak 45 orang
dengan kriteria perawat pelaksana yang terlibat dalam penanganan pasien pasca anestesi.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan disajikan dalam analisa statistik
deskriptif. Hasil analisa data menunjukkan peran perawat dalam upaya pencegahan komplikasi
anestesi adalah baik 51.1%, peran pemantauan cukup terlaksana sebanyak 46.7%, dan peran
penatalaksanaan oleh tiga perlima dari perawat adalah baik (60%). RSUP H Adam Malik perlu untuk
mensosialisasikan kepada perawat pelaksana yang terlibat dalam penanganan pasien pasca anestesi
agar perawat dapat melaksanakan peran tersebut dengan baik mengingat pasien yang mengalami
operasi dengan anestesi memerlukan pemantauan yang ketat serta penatalaksanaan yang tepat.
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pasien yang mengalami operasi dengan anestesi, jam pertama setelah anestesi
merupakan saat yang paling berbahaya. Kondisi berbahaya ini disebabkan oleh
jalan nafas yang masih tertekan walaupun pasien tampak sudah bangun
hipoksia. Dalam hal ini, hipoksia merupakan salah satu komplikasi anestesi pasca
operasi (Siduhutomo, 2008).
Secara garis besar ada empat hal yang harus diperhatikan pada pasien pasca
berdampak kematian bagi pasien. Beberapa komplikasi lain yang mungkin terjadi
jantung, cedera kepala, sianosis, konfulsi, mual muntah, embolisme lemak dan
segera setelah operasi di beberapa rumah sakit di Amerika rata-rata 0,2% - 0,6%
dari operasi dan kematian yang disebabkan oleh anestesi 0,03% - 0,1% dari
bahwa kematian yang terjadi pada waktu operasi atau segera setelah operasi dari
Pasien yang baru saja menjalani tindakan operasi harus dirawat sementara di
PACU (Post Anesthesia Care Unit) atau ruang pemulihan (recovery room) untuk
perawatan post anestesi sampai kondisi pasien stabil. Apabila pasien tidak
perawatan, dalam hal ini peran perawat di ruang pemulihan sangat dibutuhkan
untuk memberikan asuhan keperawatan pada pasien pasca operasi dan yang
mendapatkan informasi supaya anestesi dapat bekerja dengan aman dan jika ada
optimal dan penanganan pasien pasca anestesi yang dilakukan dengan baik dapat
Dari uraian tersebut disadari bahwa pentingnya peran seorang perawat dalam
merawat pasien anestesi pasca operasi dan mengatasi komplikasi anestesi yang
tersebut sebaik-baiknya. Untuk itu peneliti tertarik untuk meneliti peran perawat
2. Pertanyaan Penelitian
anestesi pasien di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
3. Tujuan Penelitian
komplikasi anestesi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
4. Manfaat Penelitian
4.1 Bagi praktek keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi data dasar dan bekal bagi perawat
dalam memberikan pelayanan yang dapat berdampak langsung bagi pasien pasca
Sebagai data dasar dan informasi awal untuk penelitian yang sejenis bagi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anestesi
1.1 Defenisi
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh (Wikipedia, 2008).
Istilah Anestesia digunakan pertama kali oleh Oliver Wendell Holmes pada tahun
1948 yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena
1.2 Sejarah
mungkin untuk meminimalkan rasa sakit (Ismunandar, 2006). Rekor dunia untuk
amputasi kaki dicapai dalam waktu 15 detik yang dilakukan oleh Dominique
Larrey, ketua tim dokter pribadi Napoleon. Tahun 1800, Davy seorang ahli kimia
yang sangat terkenal telah mempublikasikan bahwa zat kimia terterntu seperti
oksida nitrogen dapat mempunyai efek bius. Walaupun dokter yang pertama kali
Serikat menyebutkan bahwa penemu anestesi atau bius adalah William Morton
karena Morton secara demonstratif telah menunjukkan cabut gigi tanpa rasa sakit
Pada tahun 1848, di Inggris tercatat JY Simpson dan John Snow yang
banyak mengembangkan anestesi (Ellis, 1994). Eter waktu itu banyak digunakan
untuk membantu persalinan di Inggris. Sambil berpraktik sebagai dokter, Simpson
anestesi yang efektif. Kadang mereka bereksperimen dengan diri mereka sendiri.
rasa sakit adalah bagian kodrat dari Tuhan, dan menggunakan anestesi berarti
melawan kodrat itu. Namun, oposisi penggunaan anestesi berakhir setelah Ratu
Anestesi terhadap Ratu Victoria tersebut dilakukan oleh John Snow. Tindakan
Ratu Victoria tersebut ternyata bisa mengubah pandangan umum tentang anestesi.
1.3 Klasifikasi
Obat bius memang diciptakan dalam berbagai sediaan dan cara kerja.
Namun, secara umum obat bius atau istilah medisnya anestesi ini dibedakan
menjadi tiga golongan yaitu anestesi lokal, regional, dan umum (Joomla, 2008).
menghambat konduksi saraf (terutama nyeri) secara reversibel pada bagian tubuh
yang spesifik (Biworo, 2008). Pada anestesi umum, rasa nyeri hilang bersamaan
dengan hilangnya kesadaran penderita. Sedangkan pada anestesi lokal (sering juga
diistilahkan dengan analgesia lokal), kesadaran penderita tetap utuh dan rasa nyeri
hal. Misalnya, sulam bibir, sulam alis, dan liposuction, kegiatan sosial seperti
sirkumsisi (sunatan), mencabut gigi berlubang, hingga merawat luka terbuka yang
disertai tindakan penjahitan (Joomla, 2008).
tindakan yang hanya perlu waktu singkat. Oleh karena efek mati rasa yang didapat
hanya mampu dipertahankan selama kurun waktu sekitar 30 menit seusai injeksi,
bila lebih dari itu, maka akan diperlukan injeksi tambahan untuk melanjutkan
pasiennya perlu dalam kondisi sadar untuk meminimalisasi efek samping operasi
yang lebih besar, bila pasien tak sadar. Misalnya, pada persalinan Caesar, operasi
usus buntu, operasi pada lengan dan tungkai. Caranya dengan menginjeksikan
obat-obatan bius pada bagian utama pengantar register rasa nyeri ke otak yaitu
saraf utama yang ada di dalam tulang belakang. Sehingga, obat anestesi mampu
tadi lalu terhambat dan tak dapat diregister sebagai sensasi nyeri di otak. Dan sifat
anestesi atau efek mati rasa akan lebih luas dan lama dibanding anestesi lokal.
Pada kasus bedah, bisa membuat mati rasa dari perut ke bawah. Namun, oleh
karena tidak mempengaruhi hingga ke susunan saraf pusat atau otak, maka pasien
yang sudah di anestesi regional masih bisa sadar dan mampu berkomunikasi,
walaupun tidak merasakan nyeri di daerah yang sedang dioperasi (Joomla, 2008).
dengan nama narkose umum (NU). Anestesi umum adalah meniadakan nyeri
2009). Anestesi umum biasanya dimanfaatkan untuk tindakan operasi besar yang
memerlukan ketenangan pasien dan waktu pengerjaan lebih panjang, misalnya
pada kasus bedah jantung, pengangkatan batu empedu, bedah rekonstruksi tulang,
Maka, selama penggunaan anestesi juga diperlukan alat bantu nafas, selain deteksi
pra anestesi yang membagi pasien kedalam 5 kelompok atau kategori sebagai
berikut: ASA 1, yaitu pasien dalam keadaan sehat yang memerlukan operasi. ASA
2, yaitu pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang baik karena
penyakit bedah maupun penyakit lainnya. Contohnya pasien batu ureter dengan
hipertensi sedang terkontrol, atau pasien apendisitis akut dengan lekositosis dan
febris. ASA 3, yaitu pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang
dengan septi semia, atau pasien ileus obstruksi dengan iskemia miokardium. ASA
4, yaitu pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung mengancam
walaupun dioperasi atau tidak. Contohnya pasien tua dengan perdarahan basis
krani dan syok hemoragik karena ruptura hepatik. Klasifikasi ASA juga dipakai
atau eksitasi volunter), dimulai dari pemberian agen anestesi sampai menimbulkan
hilangnya kesadaran. Rasa takut dapat meningkatkan frekuensi nafas dan pulsus,
dilatasi pupil, dapat terjadi urinasi dan defekasi. Stadium II (stadium eksitasi
pembedahan. Pada stadium II terjadi eksitasi dan gerakan yang tidak menurut
bagian yaitu; Plane I yang ditandai dengan pernafasan yang teratur dan
masih ada, bola mata bergerak-gerak, palpebra, konjuctiva dan kornea terdepresi.
Plane II, ditandai dengan respirasi thoraco-abdominal dan bola mata ventro medial
semua otot mengalami relaksasi kecuali otot perut. Plane III, ditandai dengan
respirasi regular, abdominal, bola mata kembali ke tengah dan otot perut relaksasi.
otot dada, pulsus cepat dan pupil dilatasi. Bola mata menunjukkan gambaran
impuls saraf ke SSP (Tjay, 2002). Luasnya daerah anestesi tergantung tempat
pemberian larutan anestesi, volume yang diberikan, kadar zat dan daya tembusnya
(Siahaan, 2000).
menggangu fungsi semua organ dimana terjadi konduksi dari beberapa impuls.
Artinya, anestesi lokal mempunyai efek yang penting terhadap susunan saraf
(Siahaan, 2000).
Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk suatu jenis obat
yang digunakan sebagai anestetika lokal, antara lain: tidak merangsang jaringan,
sistemik yang rendah, efektif dengan jalan injeksi atau penggunaan setempat pada
selaput lendir, mula kerjanya sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu
yang cukup lama, dapat larut dalam air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga
menyatakan bahwa anestetika yang ideal adalah anestetika yang memiliki sifat
antara lain tidak iritatif/merusak jaringan secara permanen, onset cepat, durasi
cukup lama, larut dalam air, stabil dalam larutan, dan dapat disterilkan tanpa
mengalami perubahan.
gugus-amino hidrofil (sekunder atau tersier) yang dihubungkan oleh suatu ikatan
ester (alkohol) atau amida dengan suatu gugus aromatis lipofil (Tjay, 2002).
Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal sebab pada degradasi
dan inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan dihidrolisis. Karena itu
obatan yang diinjeksikan ini lalu bekerja memblokade saraf-saraf tepi yang ada di
(Joomla, 2008).
a. Anestesi Spinal
antara lain jenis obat, dosis obat yang digunakan, efek vasokonstriksi, berat jenis
obat, posisi tubuh, tekanan intra abdomen, lengkung tulang belakang, usia pasien,
b. Anestesi Epidural
obat pada ruang epidural (peridural, ekstradural) di dalam kanalis vertebralis pada
Ruang epidural berada di antara durameter dan ligamentun flavum. Bagian atas
pasca bedah, tatalaksana nyeri saat persalinan, penurunan tekanan darah saat
pembedahan supaya tidak banyak perdarahan, dan tambahan pada anestesia umum
ringan karena penyakit tertentu pasien (Latief, 2001).
c. Anestesi Kaudal
karena ruang kaudal adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat ditempatkan
di ruang kaudal melalui hiatus sakralis. Hiatus sakralis ditutupi oleh ligamentum
perifer. Salah satu teknik yang dapat digunakan adalah anestesi regional intravena.
Anestesi regional intravena dapat dikerjakan untuk bedah singkat sekitar 45 menit.
Melalui cara ini saraf yang dituju langsung saraf bagian proksimal. Sehingga
daerah yang dipersarafi akan teranestesi misalnya pada tindakan operasi di lengan
bawah memblok saraf brakialis. Untuk melakukan anetesi blok perifer harus
1992).
operasi yang dilakukan, dan peralatan serta obat yang tersedia (Admin,2008).
Sifat anestetika yang ideal antara lain mudah didapat, murah, tidak
menimbulkan efek samping terhadap organ vital seperti saluran pernapasan atau
otot yang cukup baik, kesadaran cepat kembali, tanpa efek yang tidak diinginkan
(Gan, 1987). Obat anestesi umum yang ideal menurut Norsworhy (1993)
mempunyai sifat-sifat antara lain : pada dosis yang aman mempunyai daya
analgesik relaksasi otot yang cukup, cara pemberian mudah, mula kerja obat yang
cepat dan tidak mempunyai efek samping yang merugikan. Selain itu obat tersebut
harus tidak toksik, mudah dinetralkan, mempunyai batas keamanan yang luas,
adalah N2O, halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, dan desfluran. Obat anestesi
umum yang ideal haruslah tidak mudah terbakar, tidak meledak, larut dalam
lemak, larut dalam darah, tidak meracuni end-organ (jantung, hati, ginjal), efek
samping minimal, tidak dimetabolisasi oleh tubuh, dan tidak mengiritasi pasien
(Kumala, 2008).
kesepakatan dan pengetahuan yang dalam baik antara pasien dan faktor–faktor
ternyata lebih baik daripada pembiusan total. Blokade neuraksial bisa mengurangi
keterampilan dan pengalaman ahli anestesi dan ahli bedah, tersedianya obat dan
peralatan, kondisi klinis pasien, waktu yang tersedia, tindakan gawat darurat atau
efektif, keadaan lambung, dan pilihan pasien. Untuk operasi kecil (misalnya
menjahit luka atau manipulasi fraktur lengan), jika lambung penuh, maka pilihan
yang terbaik adalah anestesi regional. Untuk operasi besar gawat darurat, anestesi
oleh tindakan anestesi sendiri dan atau kondisi pasien (Thaib, 1989). Komplikasi
segera dapat timbul pada waktu pembedahan atau kemudian segera ataupun
(Thaib, 1989). Menurut Ellis & Campbell (1986), secara umum komplikasi
1. Kerusakan Fisik
a. Pembuluh Darah
memar, eksavasasi obat yang dapat menyebabkan ulserasi kulit di atasnya, infeksi
lokal, tromboflebitis serta kerusakan struktur berdekatan, terutama arteri dan saraf
(Ellis & Campbell, 1986). Beberapa obat yang mencakup Benzodiazepin dan
b. Intubasi
trachea oleh orang yang tidak berpengalaman. Kerusakan gigi geligi akan terjadi
lebih serius jika disertai kemungkinan inhalasi fragmen yang diikuti oleh abses
(Ellis & Campbell, 1986). Kerusakan pada struktur tonsila dan larynx (terutama
pita suara) untungnya sering terjadi, tetapi penanganan mulut posterior struktur
c. Saraf Superfisialis
menyebabkan paralisis dan kehilangan sensasi dalam tangan serta nervus radialis
Pleksus brachialis dapat dirusak dengan meregangnya di atas caput humeri, jika
lengan diabduksi atau rotasi eksternal terlalu jauh (Ellis & Campbell, 1986).
2. Pernapasan
Spasme Larynx dan penahanan napas dapat sulit dibedakan serta dapat timbul
sebagai respon terhadap anestesi yang ringan, terutama jika saluran pernapasan
dirangsang oleh uap anestesi iritan atau materi asing yang mencakup sekresi dan
kandungan asam lambung (Ellis & Campbell, 1986). Intubasi yang gagal dapat
menjadi mimpi buruk, bila mungkin terjadi aspirasi lambung, seperti pasien
relaksan yang tidak adekuat, depresi sentral dengan opioid dan zat anestesi,
hambatan batuk dan ventilasi alveolus yang tak adekuat sekunder terhadap nyeri
CO2 serta kemudian narcosis CO2, terutama jika PO2 dipertahankan dengan
pemberian oksigen.
sekunder terhadap lepasnya thrombus dari vena pelvis atau betis. Thrombus vena
profunda di tungkai dapat diduga, bila pasien mengeluh pembengkakan atau nyeri
tekan otot betis (Ellis & Campbell, 1986). Embolisme pulmonalis bisa tampil
sebagai hemoptisis atau sebagai kolaps generalisasi yang serupa dengan infark
3. Kardiovaskuler
hipotensi, hipertensi, aritmia jantung, dan payah jantung (Thaib, 1989). Hipotensi
didefinisikan sebagai tekanan darah systole kurang dari 70 mmHg atau turun lebih
dari 25% dari nilai sebelumnya. Hipotensi dapat disebabkan oleh hipovolemia
yang diakibatkan oleh perdarahan, overdosis obat anestetika, penyakit
yang tidak adekuat, batuk, penyakit hipertensi yang tidak diterapi, dan ventilasi
4. Hati
Insidens virus Hepatitis A aktif dalam populasi umum mungkin jauh lebih lazim,
(Ellis & Campbell, 1986). Mungkin bahwa zat anestesi mengurangi kemanjuran
5. Suhu tubuh
terutama dengan pemaparan vesera, bisa timbul hipotermi yang parah, yang
Sebagian penyebab pada mulanya tidak berarti, tetapi jika bahaya tersebut tidak
diperhatikan sama sekali, atau tidak diatasi dengan baik, maka bencana dapat
terjadi (Bulto & Blogg, 1994). Bahaya lain mungkin tidak berbahaya tetapi
yang terjadi selama pembedahan tidak dapat dikontrol, hal ini tentu saja termasuk
kematian dalam keadaan teranestesi tetapi bukan akibat anestesi walaupun ahli
dan henti jantung yang saling terkait, pada kedua kasus kematian dapat
disebabkan oleh gangguan penyediaan oksigen otak dan /atau jantung baik primer
terhentinya sirkulasi setelah henti jantung) (Bulto & Blogg, 1994).Bahaya lain
akibat anestesi yang dapat mematikan karena anestesi adalah anafilaksis akut
karena obat yang digunakan pada anestesi, dan hipertermia yang ganas.
(Bulto & Blogg, 1994). Keadaan seperti ini dapat terjadi pada semua titik mulai
dari sumber penyediaan oksigen, mesin anestesi, saluran pernapasan atas dan
bawah, paru–paru, pembuluh darah utama sampai kapiler, dan akhirnya sampai
kepada pemindahan oksigen ke dan dalam sel. Sebagian sel akan pulih dari
hipoksia atau bahkan anoksia yang berlangsung dalam beberapa menit, tetapi pada
otak akan terjadi kerusakan yang irreversibel setelah 4–6 menit kekurangan
oksigen, demikian juga yang terjadi jika jantung berhenti dengan efektif
2 Keperawatan
2.1 Pengertian
respon orang terhadap sehat dan sakit yang merupakan suatu fenomena perhatian
perawat.
Perawat atau Nurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata Nutrix yang
pengertian dasar seorang perawat yaitu seseorang yang berperan dalam merawat
atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit, injury dan
(Depkes RI,2002).
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
terhadap kedudukannya dalam sistem ( Zaidin Ali , 2002). Ahli lain yaitu Kozier
Barbara (1995) memberi defenisi peran sebagai seperangkat tingkah laku yang
diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu
sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar
dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari
dimiliki oleh perawat untuk menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan
kompetensi yang dimiliki. Peran perawat yang dimaksud adalah cara untuk
pendidikan formalnya yang diakui dan diberi kewenangan oleh pemerintah untuk
dengan kode etik professional. Dimana setiap peran yang dinyatakan sebagai ciri
mungkin dalam bentuk proses keperawatan yang terdiri dari tahap pengkajian,
evaluasi.
sebagai suatu upaya untuk membantu orang sakit maupun sehat dari sejak lahir
Peran yang dimiliki oleh seorang perawat antara lain peran sebagai
pelaksana, peran sebagai pendidik, peran sebagai pengelola, dan peran sebagai
pendekatan pemecahan masalah yang disebut proses keperawatan. Pada peran ini,
terjadi mulai dari masalah yang bersifat sederhana sampai pada masalah yang
2005). Sebagai comforter perawat berusaha memberi kenyamanan dan rasa aman
pada pasien. Peran protector dan advocate lebih berfokus pada kemampuan
perawat melindungi dan menjamin hak dan kewajiban pasien agar terlaksana
anggota kesehatan lainya. Peran ini erat kaitanya dengan keberadaan perawat
keperawatan yakni mengembalikan fungsi organ atau bagian tubuh agar sembuh
keluarga, kelompok dan masyarakat serta tenaga kesehatan yang berada dibawah
ilmu pengetahuan dan teknologi, selain itu penting dalam memperkokoh upaya
ruang Post Anestesi Care Unit (PACU) atau Recovery Room (RR) sampai kondisi
pasien stabil, tidak mengalami komplikasi operasi dan memenuhi syarat untuk
1997). Post Anestesi Care Unit (PACU) atau Recovery Room (RR) biasanya
mempermudah akses bagi pasien untuk perawat yang disiapkan dalam merawat
pasca operatif (perawat anastesi), ahli anastesi dan ahli bedah, alat monitoring dan
mekanik dan peralatan suction. Selain itu di ruang ini juga harus terdapat alat
(Rondhianto, 2998)
ditempatkan pada tempat tidur khusus yang nyaman dan aman serta memudahkan
akses bagi pasien, seperti pemindahan darurat dan dilengkapi dengan kelengkapan
yang digunakan untuk mempermudah perawatan. Seperti tiang infus, side rail,
tempat tidur beroda, dan rak penyimpanan catatan medis dan perawatan
Pasien tetap berada dalam PACU sampai pulih sepenuhnya dari pegaruh
anastesi, yaitu tekanan darah stabil, fungsi pernafasan adekuat, saturasi oksigen
untuk dikeluarkan dari PACU adalah : pasien harus pulih dari efek anestesi, efek
fisiologis dari obat bius harus stabil, pasien harus sudah sadar kembali dan tingkat
kesadaran pasien telah sempurna, orientasi pasien terhadap tempat, waktu dan
orang, fungsi pulmonal yang tidak terganggu, hasil oksimetri nadi menunjukkan
saturasi oksigen yang adekuat, tanda-tanda vital stabil, termasuk tekanan darah,
haluaran urine tidak kurang dari 30 ml/jam, mual dan muntah dalam kontrol, dan
nyeri minimal (Torrance & Serginson, 1997). Status pasien harus ditulis dan
persetujuan harus dibuat untuk kehadiran pasien tersebut oleh seorang perawat
khusus yang bertugas pada unit dimana pasien akan dipindahkan, staf dari unit
antara lain : keadaan penderita serta order (usulan) dari dokter, mengusahakan
agar pasien jangan sampai kedinginan, kepala pasien sedapat mungkin harus
dimiringkan untuk menjaga bila muntah sewaktu-waktu, dan muka pasien harus
(Abrorshodiq, 2009).
Peran perawat pada fase pasca anestesi baik pada bedah mayor
maupun minor sangat dibutuhkan. Peran perawat tersebut merupakan upaya dalam
pengkajian pasca anestesi dan peran penatalaksanaan atau perawatan pasien pasca
itu pasien harus dipantau dengan jeli dan harus mendapat bantuan fisik dan
psikologis yang intensif sampai pengaruh utama dari anestesi mulai berkurang dan
dilakukan segera setelah pasien masuk di ruang PACU atau di ruang mana pasien
1. Sistem pernapasan
memeriksa jalan nafas dengan meletakan tangan di atas mulut atau hidung.
Rate/RR), pola pernapasan, kemampuan nafas dalam dan batuk, dan kedalaman
nyeri, balutan yang terlalu ketat, dilatasi lambung, atau obesitas. Pernapasan yang
setiap 15 menit, lalu setiap 30 menit selama 2 jam berikutnya. Setelah itu bila
keadaan tetap baik, pemeriksaan dapat diperlambat. Bila tidak ada petunjuk
pernafasan (diafragma, retraksi sterna), efek anestesi yang berlebihan, dan adanya
obstruksi (Wijaya,
2. Sistem kardiovaskuler
2008).
adalah memantau pasien terhadap tanda-tanda syok dan hemoragi (Brunner &
perifer yang meliputi kualitas denyut, warna kulit, temperatur, ukuran ektremitas,
sirkulasi darah, nadi dan suara jantung yang dikaji tiap 15 menit (4 x ), 30 menit
(4x), 2 jam (4x) dan setiap 4 jam selama 2 hari jika kondisi stabil (Abrorshodiq,
2009). Penurunan tekanan darah, nadi dan suara jantung kemungkinan dapat
disebabkan oleh depresi miocard, shock, perdarahan atau overdistensi. Nadi yang
2008).
warna dan kelembaban, turgor kulit, dan balutan, mengukur cairan NGT, menilai
out put urine, drainage luka, mengkaji intake/output, memonitor cairan intravena,
4. Sistem Persarafan.
fungsi serebral dan tingkat kersadaran pasien. Pada pasien terutama dengan bedah
kepala leher, dikaji respon pupil, kekuatan otot, koordinasi, dan depresi fungsi
5. Sistem perkemihan.
palpasi, dan perkusi abdomen bawah untuk mengetahui adanya distensi buli-buli.
Pada pemasangan kateter dikaji warna, dan jumlah urine. Out put urine kurang
2008).
6. Sistem Gastrointestinal.
pertama dapat menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan
TIK pada bedah kepala dan leher. Perawat mengobservasi keadaan umum,
observavomitus dan drainase. Keadaan umum dari pasien harus diobservasi untuk
muntahan mungkin saja terjadi akibat penagaruh anastesi sehingga perlu dipantau
kondisi vomitusnya. Selain itu drainase sangat penting untuk dilakukan obeservasi
Perawat mengkaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus. Selain itu
mencegah komplikasi post operatif dengan decompresi dan drainase lambung juga
pemberian obat, serta mengkaji jumlah, warna, dan konsistensi isi lambung
yang stabil, fungsi pernapasan adekuat, saturasi O2 minimum 95%, dan tingkat
2008).
terjadinya situasi krisis antara lain: tekanan sistolik < 90 –100 mmHg atau > 150
– 160 mmHg, diastolik < 50 mmHg atau > dari 90 mmHg, Heart Rate (HR)
kurang dari 60 x menit > 10 x/menit, suhu > 38,3 o C atau kurang < 35 o
secara detail pada bagan ruang pemulihan pascaanestesi (Brunner & Suddarth,
2001) :
C,
meningkatnya kegelisahan pasien,dan tidak BAK lebih dari 8 jam post operasi
(Abrorshodiq, 2009).
Penilaian
Pasien: Nilai akhir: Ruangan: Ahli bedah: Tanggal: Perawat R.R: Area pengkajian Poin
nilai
Saat
penerimaan
Setelah
Pernapasan:
Upaya bernapas terbatas
Tingkat kesadaran:
2
1
Warna kulit:
Sianosis jelas
Aktivitas otot:
Total
0
Keterangan:
Pasien bisa dipindahkan ke ruang perawatan dari ruang PACU/RR jika nilai
perannya dalam hal perawatan pasien pasca anestesi. Dalam hal ini pasien harus
mendapat bantuan fisik dan psikologis yang intensif sampai pengaruh utama dari
anestesi mulai berkurang dan kondisi umum mulai stabil. Banyaknya asuhan
kepada prosedur bedah yang dilakukan (Abrorshodiq, 2009). Hal-hal yang harus
diperhatikan meliputi:
posisi kepala pasien lebih rendah dan kepala dimiringkan atau setengah telungkup
dengan kepala tengadah ke belakang dan rahang didorong ke depan sampai reflek
Saluran nafas buatan pada orofaring biasanya terpasang terus setelah pemberian
anestesi umum untuk mempertahankan saluran tetap terbuka dan lidah ke depan
sampai reflek faring pulih. Bila pasien tidak bisa batuk dan mengeluarkan dahak
dan lendir harus dibantu dengan suction. Terapi oksigen sering diberikan pada
Selain pemberian O2
Intervensi keperawatan yang paling penting dibutuhkan ketika terjadi untah adalah
2. Mempertahankan sirkulasi.
kardiovaskuler yang paling sering terjadi pada pasien post anestesi. Untuk itu
pemantauan tanda vital dilakukan tiap 15 menit sekali selama pasien berada di
cairan. Begitu pula cairan yang keluar juga harus dimonitor(Abrorshodiq, 2009).
Insersi Naso Gastric Tube (NGT) intra operatif untuk mencegah komplikasi post
(www.Nurseview.com, 2008).
tempat tidurnya dipasang pengaman sampai pasien sadar betul. Posisi pasien
sering diubah sesuai dengan potensial pasien untuk mencegah kerusakan saraf
akibat tekanan kepada saraf otot dan persendian. Nyeri yang dirasakan
sendirian. Pasien harus diberi penjelasan bahwa operasi sudah selesai dan
1. Kerangka Konsep
upaya pencegahan komplikasi anestesi post operasi di Rumah Sakit Haji Adam
Malik Medan. Secara skematik, kerangka konsep penelitian ini dapat digambarkan
sebagai berikut:
2. Defenisi Operasional
tindakan operasi untuk menghindari rasa nyeri akibat suatu tindakan bedah.
Pemantauan/pengkajian
Karena tindakan bedah mumnya adalah tindakan yang membuat suatu luka pada
suatu bagian atau organ tubuh, maka tindakan bedah selalu akan menimbulkan
tidak pernah, kadang-kadang, sering, dan selalu, dan data akan dianalisa dengan
menyatakan peran cukup terlaksana dan skala 112-148 untuk menyatakan peran
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
2.1 Populasi
Sakit Haji Adam Malik Medan yang terlibat dalam perawatan pasien pasca
lain, di ruang pasca bedah IGD sebanyak 24 orang, ICU pasca bedah 17 orang,
2.2 Sampel
(sampling jenuh). Sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua
anggota populasi digunakan sebagai sampel dan sering dilakukan bila populasi
relatif kecil (Ginting, 2008). Maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah
45 orang.
Universitas Sumatera Utara
Kriteria sampel dalam penelitian ini antara lain perawat pelaksana yang
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan. Rumah Sakit
Haji Adam Malik dipilih sebagai lokasi karena sebagai sebuah institusi yang
mempunyai karakteristik sampel yang akan diukur yaitu perawat yang terlibat
dalam penanganan pasien pasca anestesi, letak rumah sakit yang strategis dan juga
merupakan salah satu rumah sakit rujukan tipe A dengan pelayanan, fasilitas dan
Penelitian ini dilaksanakan selama dua minggu yaitu dari tanggal 28 Juli sampai
4. Pertimbangan Etik
kepada direktur Rumah Sakit Umum Dr. Pringadi Medan dan Pimpinan ruangan
yaitu dengan memberi penjelasan kepada calon responden tentang tujuan, manfaat
Tetapi jika calon responden tidak bersedia, maka calon responden berhak untuk
menolak dan mengundurkan diri selama pengumpulan data berlangsung.
data responden dijaga dengan tidak menuliskan nama responden pada instrument
kepentingan penelitian.
5. Instumen Penelitian
Kuesioner terdiri dari data demografi responden yang berisi identitas dari perawat
yang menjadi sampel, dan peran perawat dalam upaya pencegahan komplikasi
jawaban yaitu tidak pernah, kadang-kadang, sering, dan selalu. Untuk jawaban
Instrumen kuesioner dibuat oleh peneliti karena itu perlu dilakukan uji
alat ukur dalam mengukur secara konsisten sasaran yang akan diukur. Uji
instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan
dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto,
2005). Uji validitas dilakukan dengan metode validitas isi, yaitu menetapkan
bahwa insturmen dibuat mengacu pada isi yang dilakukan dengan meminta
bantuan orang yang ahli sebanyak 3 orang antara lain perawat pendidik, dokter
anestesi, dan perawat anestesi. Berdasarkan hasil uji validitas tersebut, kuisioner
disusun kembali dengan bahasa yang lebih interaktif sehingga responden tertarik
untuk membaca setiap item pertanyaan, dan ahli juga menawarkan beberapa item
peran yang juga perlu dilakukan oleh perawat dalam melakukan pemantauan dan
(Setiadi, 2007). Uji reliabilitas dilakukan secara internal konsistensi. Pengujian ini
Menurut Polit & Hungler (1999) menyatakan bahwa suatu instrumen dikatakan
reliabel jika memiliki nilai reliabilitas 0,7. Uji reliabilitas kuisioner dilakukan di
ruang ICU anak dengan jumlah responden sebanyak 10 orang. Hasil uji reliabilitas
anestesi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa nilai uji reliabilitas kuisioner
adalah 0.703. Maka diambil kesimpulan bahwa kuisioner tersebut reliabel dan
7. Pengumpulan Data
kepada Direktur Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan, lalu direktur Rumah
Sakit Haji Adam Malik Medan mengajukan surat inzin tersebut kepada kepala
kapokja ICU dan akhirnya peneliti didisposisi oleh kapokja langsung ke ruangan
untuk membagi kuisioner yaitu ruang ICU pasca bedah, dan recovery room.
dilakukan setelah memperoleh izin dari kepala ruangan IGD pasca bedah.
mengisi kuisioner dan diberi kesempatan bertanya jika ada hal yang tidak
kembali dan diperiksa kelengkapannya, apabila ada yang tidak lengkap maka
8. Analisa Data
memeriksa kembali semua kuesioner satu persatu yakni identitas dan data
responden serta memastikan bahwa semua jawaban harus diisi dengan petunjuk.
Kemudian memberi kode terhadap setiap pernyataan yang telah diajukan guna
mempermudah peneliti ketika akan melakukan tabulasi dan analisa data.
Metode statistik untuk analisa data yang digunakan dalam penelitian ini
rentang nilai terendah dibagi banyak kelas. Nilai tertinggi 148 dan nilai terendah
37. Sehingga didapat panjang kelas 37. Maka peran perawat kurang terlaksana
intervalnya adalah 37-74, peran cukup terlaksana skala intervalnya 75-111 dan
BAB 5
1. Hasil Penelitian
Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian mengenai peran perawat
Penelitian ini dilaksanakan mulai dari tanggal 28 Juli sampai dengan 12 Agustus
orang perawat pelaksana yang terlibat dalam tindakan penanganan pasien pasca
anestesi.
Hasil penelitian ini dibagi atas dua bagian, yaitu data demografi, dan peran
perawat dalam upaya pencegahan komplikasi anestesi.
28-35 tahun (M=34.6, SD=7.9), dan kurang lebih dua per tiga dari responden
kerja lebih dari dua tahun (91.1%). Karakteristik demografi responden dapat
Table 2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Perawat Pelaksana yang menjadi responden di RSUP H
Adam Malik Medan 2009 (N=45)
No Karakteristik Frekuensi Persentase (%) 1 Usia 19-27 tahun 28-35 tahun 36-44 tahun 45-53 tahun
12 16 10 7
33 12
73.3 26.7
4 37 4
41 4
91.1 8.9
anestesi adalah baik (51.1%). Sisanya adalah sebanyak kurang lebih dua perlima
cukup, dan sebanyak 8.9% adalah kurang melaksanakan peran ini. Gambaran
Tabel 3 Kategori pelaksanaan peran perawat dalam upaya pencegahan komplikasi anestesi di Rumah
Sakit Umum Haji Adam Malik Medan (N=45)
Frekuensi Persentase
Cukup terlaksana
Kurang terlaksana
23
18
4
51.1
40
8.9
dari responden. Peran yang terlaksana dengan baik adalah 42.2% dan sisanya
Table 4 Kategori pelaksanaan peran pemantauan perawat dalam upaya pencegahan komplikasi
anestesi di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan (N=45)
Frekuensi Persentase
Cukup terlaksana
21
42.2
46.7
11.1
peran mengukur suhu tubuh pasien (M=3.7, SD=0.8), mengukur tekanan darah
yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan peran yang lain. Sedangkan peran
yang nilainya lebih rendah yaitu peran mengakaji kemampuan bernapas dalam
Tabel 5 Gambaran peran pemantauan oleh perawat dalam upaya pencegahan komplikasi anestesi
di RSUP H. Adam Malik (N=45).
Standard
Deviasi
Kategori
Mengukur suhu tubuh pasien Mengukur tekanan darah pasien Mengkaji perubahan frekuensi
pernapasan Melakukan palpasi/meraba kulit Menghitung irama denyut nadi Mengkaji kelembaban
membran mukosa Mengukur intake dan output cairan Menanyakan nyeri yang dirasakan pasien
pada skala nyeri Mengkaji turgor kulit (CRT) Mengkaji kuat/lemahnya denyut nadi Mengkaji
kekuatan otot pasien Mengkaji respon verbal pasien Menanyakan apakah pasien merasakan mual
Mengkaji perubahan pola pernapasan Mengkaji bunyi napas Mengkaji respon membuka mata
Mengkaji jumlah urine pasien Mengkaji adanya muntahan pasien Mengauskultasi suara usus pasien
Melakukan palpasi abdomen bawah Mengkaji kemampuan batuk pasien Mengkaji perubahan
perubahan warna kulit Mengkaji terjadinya distensi abdomen Mengkaji kontrol volunter fungsi
perkemihan
3.2 3.2
2.6 2.6
0.9 0.9
1.0 0.9
Baik Baik
Cukup Cukup
Mengkaji ada atau tidaknya flatus Mengkaji kemampuan bernapas dalam Melakukan perkusi
abdomen bawah Mengkaji warna urine pasien
penatalaksanaan oleh tiga perlima dari responden adalah baik (60%), sementara
sebanyak 31.1%, dan sisanya adalah kurang (8.9%). Untuk lebih jelasnya
Tabel 6 Kategori pelaksanaan peran pelaksanaan pasien pasca anestesi oleh perawat dalam upaya
pencegahan komplikasi anestesi di Rumah Sakit Haji Adam Malik
Medan (N=45)
Frekuensi Persentase
Cukup terlaksana
27
14
4
60
31.1
8.9
(M=3.7, SD=0.9), dan peran memberikan terapi cairan infus merupakan peran
dengan frekuensi paling tinggi dibanding peran yang lainnya. Sedangkan peran
(M=2.6, SD=1.1), dan peran mempertahankan status nutrisi pasien tetap normal
Gambaran peran penatalaksanaan pasien pasca anestesi oleh perawat dalam upaya
Table 7 Peran penatalaksanaan/perawatan pasien pasca anestesi oleh perawat dalam upaya
pencegahan komplikasi anestesi di RSUP H. Adam Malik (N=45).
Mean
Standard deviasi
Kategori
Memberikan terapi oksigen Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat untuk
penanggulangan nyeri Memberikan terapi cairan infus Mengatur posisi pasien untuk membersihkan
jalan napas pasien Membantu pasien untuk perubahan posisi Memberikan dukungan psikologis pada
pasien Memfasilitasi pasien dengan selimut untuk mencegah menggigil Memberikan posisi kepala
miring ke satu sisi Mempertahankan status nutrisi pasien tetap normal
3.7 3.7
3.6 3.4
3.1
3.0
3.0
2.6
2.4
0.8 0.9
0.9 0.9
0.9
1.1
1.1
1.1
1.4
Baik Baik
Baik Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
2. Pembahasan
berada pada rentang usia 28-35 tahun (35.6%), lebih dari dua pertiga adalah
lebih dari dua tahun (91.1%). Dari data ini diperoleh bahwa responden dalam
penelitian ini termasuk kedalam usia produktif. Hal ini sesuai dengan pendapat
Siagian (1989) yang mengatakan bahwa pekerja yang berada pada usia produktif
dapat diindikasikan bahwa mereka mampu melaksanakan tugasnya dengan baik.
Bahkan bila dilihat dari pengalaman kerja yang dimiliki sudah lebih dari 2 tahun
(91%) maka hal ini menunjukkan tingkat produktivitas kinerja yang tentunya
semakin baik.
baik (51.1%). Sisanya adalah sebanyak kurang lebih dua perlima dari responden
(40%) dalam melakukan perannya termasuk dalam katergori cukup, dan hanya
8.9% dari responden adalah kurang dalam melaksanakan perannya dalam upaya
bahwa periode segera setelah anestesi adalah periode gawat. Untuk itu pasien
harus dipantau dengan jeli dan harus mendapat bantuan fisik dan psikologis yang
intensif sampai pengaruh utama dari anestesi mulai berkurang dan kondisi umum
(46.7%). Peran yang terlaksana dengan baik hanya 42.2% dan sisanya yaitu
pemantauan ini seharusnya terlaksana dengan baik seperti yang dinyatakan oleh
yang efektif mengurangi kemungkinan komplikasi (akibat) buruk yang bisa terjadi
setelah anestesi melalui pengidentifikasian kelainan sebelum menimbulkan
(M=3.5, SD=0.9), mendapat frekuensi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
peran yang lain. Hal tersebut disebabkan karena mengukur suhu tubuh,
tanda vital yang harus diketahui oleh perawat sesuai dengan Keputusan Menteri
dan tekanan darah memang sangat penting seperti yang dinyatakan oleh Murphy
& Vender (2004) bahwa pengukuran tekanan darah dan pengukuran suhu tubuh
atau terantisipasi, suhu harus terus-menerus diukur dan dicatat pada rekam
anestesi.
melakukan perkusi abdomen bawah (M=2.1, SD=1.0), dan peran mengkaji warna
urine pasien (M=1.8, SD=0.9) merupakan peran dengan frekuensi yang lebih
rendah dari peran yang lain. Menurut Dedy (2008), kedalaman pernapasan sering
berarti sebagai frekuensi pernapasan. Sebagai contoh, bila pasien bernapas 40 kali
per menit, seseorang dapat berpikir masalah pernapasan berat terjadi, tetapi bila
pernapasan sangat dalam pada frekuensi tersebut, ini dapat berarti pasien
perkusi abdomen bawah jarang dilakukan oleh perawat karena perkusi abdomen
bawah tersebut bertujuan untuk mengetahui adanya distensi buli-buli akan tetapi
hal tersebut jarang terjadi sehingga perawat tidak terlalu khawatir akan hal
tersebut, dan mengkaji warna urine mendapatkan frekuensi yang lebih sedikit
disebabkan karena pengkajian warna urine lebih sering dilakukan pada pasien
perkemihan atau perdarahan (Wijaya, 2008). Akan tetapi seharusnya perawat tetap
mengakaji warna urine pasien pasca anestesi karena dengan mengkaji warna urine
bahwa perkusi abdomen bawah juga perlu dilakukan untuk mengetahui adanya
kemampuan bernapas dalam juga merupakan bagian dari peran pemantauan yang
penatalaksanaan oleh tiga perlima dari responden adalah baik (60%), sementara
sebanyak 31.1%, dan sisanya adalah kurang (8.9%). Sehingga secara umum dapat
tergolong baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Abrorsodiq (2009) yang
melaksanakan perannya dalam hal perawatan pasien pasca anestesi. Dalam hal ini
pasien harus mendapat bantuan fisik dan psikologis yang intensif sampai
pengaruh utama dari anestesi mulai berkurang dan kondisi umum mulai stabil.
cairan infus merupakan peran dengan frekuensi paling tinggi dibanding peran
yang lainnya. Di ruang pemulihan, alat monitoring seperti alat bantu pernafasan
seperti oksigen, dan set infus telah tersedia untuk membantu pasien memenuhi
(Torrance & Serginson, 1997). Hal ini sangat membantu perawat untuk
melaksanakan perannya dalam memberikan terapi oksigen dan terapi cairan infus.
pasien pasca anestesi membutuhkan bantuan asupan oksigen karena obat anestesi
pemberan obat dalam penanganan nyeri merupakan intervensi yang tepat terkait
denga agen pemblok nyeri yang dirasakan oleh pasien. Dan seiring dengan
elektrolit.
ke satu sisi (M=2.6, SD=1.1), dan peran mempertahankan status nutrisi pasien
tetap normal (M=2.4, SD=1.4), merupakan peran dengan frekuensi paling rendah.
normal penting karena pasien juga memerlukan asupan nutrisi melalui NGT juga
dan kehangatan pada pasien. Akan tetapi pada umumnya ruang pemulihan telah
diatur suhunya sesuai dengan kebutuhan pasien pasca anestesi sehingga pasien
menurut Brunner & Suddarth (2001) peran memberikan posisi kepala miring ke
satu sisi juga penting dilakukan yang bertujuan untuk meningkatkan drainase
mulut. Akan tetapi jika ada benda asing yang menyumbat jalan napas, perawat
dapat menggunakan alat seperti suction, sebab bebarapa pasien tidak dapat
diberikan posisi kepala miring ke satu sisi apabila pasien tersebut mengalami
BAB 6
berkerja di ruang ICU Pasca bedah, IGD Pasca bedah, dan Ruang pulih sadar
tingkat pendidikan diploma (82%), usia berada pada rentang 31-40 tahun (38%)
46.7%, dan peran penatalaksanaan oleh tiga perlima dari perawat adalah baik
(60%). Peran tersebut dapat terlaksana dengan baik karena perawat menyadari
bahwa periode segera setelah anestesi adalah periode gawat. Untuk itu pasien
harus dipantau dengan jeli dan harus mendapat bantuan fisik dan psikologis yang
intensif sampai pengaruh utama dari anestesi mulai berkurang dan kondisi umum
mulai stabil.
2. Rekomendasi
pasca anestesi di rumah sakit sangatlah penting untuk dilaksanakan dengan baik
untuk mencegah terjadinya komplikasi yang dapat timbul pasca anestesi. Untuk
itu, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai materi tambahan dalam
perawat pelaksana yang terlibat dalam penanganan pasien pasca anestesi agar
perawat dapat melaksanakan peran tersebut dengan baik mengingat pasien yang
mengalami operasi dengan anestesi, jam pertama setelah anestesi merupakan saat
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi penelitian
selanjutnya dengan topik dan ruang lingkup yang sama dengan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Admin. (2007) . Pemantauan anestesi. Dibuka pada tanggal 16 oktober 2008 dari http://admin
manajemen blogspot.com
Abrorshodiq (2009). Askep Perioperatif. Dibuka pada tanggal 1 Juli 2009 dari
http://Abrorshodiq’s Blog.htm.
Bangfad. (2008). Peran dan fungsi perawat. Dibuka pada tanggal 5 November 2008, dari
http://fadlie.web.id
Damayanti. (2008). Seputar obat bius: Lain jenis, lain kegunaannya. Dibuka pada tanggal 5 November
2008, dari http://www.isfinational.or.id
Doni. (2008). Peran perawat (Ners) menuju Indonesia Sehat 2010. Dibuka pada tanggal 5
November 2008, dari http://ilmukeperawatan.wordpress.com/2008
Effendi. (2008). Peran perawat. Dibuka pada tanggal 5 November 2008, dari
http://indonesiannursing.com
Hardiono. (2006). Bius total/bius lokal. Dibuka pada tanggal 4 November 2008, dari
http://health.groups.yahoo.com
Lubis, dkk. (1994). Anestesi lokal. seri farmakologi. Medan: Pustaka Widyasarana
Mentasli & Bucalis. (2000). Anestetik lokal golongan Amida. Dibuka pada tanggal 4 November 2008,
dari http://library.usu.ac.id
Mulyana, M.D. (2007). Anesthesi intravena. Dibuka pada tanggal 4 November 2008 http://ryan-
mul.blogspot.com
Murphy & Vender (2004). Pemantauan pasien yang dibius. London: churchchill livingstone
Noor. (2008) Peranan dan masalah perawat dalam proses asuhan keperawatan di RSU Haji
Makassar. Dibuka pada tanggal 5 November 2008, dari http://marsunhas.wordpress.com
Ostlere & Smith. (1987). Anestesiologi. anesthetics for medical students. London: churchchill
livingstone
Rondhianto (2008). Perawatan post anestesi di ruang pemulihan (recovery room). Dibuka pada
tanggal 1 Juli 2009 dari http://keperawatanperioperatif.html.
Ryant. (2007). Obat bius. Dibuka pada tanggal 5 November 2008, dari
http://cahamet02.multiply.com
Said, dkk. (2001). Petunjuk praktis anetesiologi. Jakarta: FKUI
Wijaya
(2008). Pengkajian pasca anestesi. Dibuka pada tanggal 1 Juli dari http:www. aldiavanza » Blog
Archive » MEDICAL SURGICAL.htm.
Lampiran 1
Keperawatan USU. Saat ini saya sedang melakukan penelitian tentang “Peran Perawat
dalam Upaya Pencegahan Komplikasi Anestesi di Rumah Sakit Umum Haji Adam
Malik Medan”. Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas
responden dalam penelitian ini. Selanjutnya saya mohon kesediaannya untuk mengisi
kuesioner ini dengan jujur. Jika bersedia, silahkan menandatangani lembar persetujuan
Partisipasi Saudara dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga bebas untuk
mengundurkan diri setiap saat tanpa sanksi apapun. Identitas Saudara dan semua
informasi yang diberikan akan dirahasiakan dan hanya digunakan untuk penelitian ini.
Terima kasih atas partisipasi Saudara.
Peneliti, Responden
Lampiran 2
- Jawablah semua item pertanyaan dari 37 pertanyaan yang tersedia dengan memberikan tanda (√)
pada tempat yang telah disediakan.
1. Usia : tahun
Perempuan
S 1 Keperawatan
Lain-lain
> 2 tahun
Tidak Pernah
B. Kuisioner Peran Perawat dalam Upaya Pencegahan Komplikasi Anestesi Petunjuk pengisian :
Berilah tanda √ pada kolom jawaban yang tersedia sesuai
Keterangan:
TP : Tidak pernah
KK : Kadang-kadang
SR : Sering
SL : Selalu
56
7
8
10
Saya mengkaji perubahan frekuensi pernapasan untuk mengetahui adanya masalah pernapasan
pasien Saya mengkaji perubahan pola pernapasan karena pernapasan yang pendek dan cepat
mungkin diakibatkan oleh nyeri, balutan yang terlalu ketat, dilatasi lambung, atau obesitas. Saya
mengkaji bunyi napas untuk mengetahui terjadinya obstruksi oleh sekresi atau lidah. Saya mengkaji
kemampuan bernapas dalam Saya mengkaji kemampuan batuk pasien Untuk memantau fungsi
kardiovaskuler, saya mengkaji perubahan warna kulit pasien Saya juga melakukan palpasi/meraba
kulit untuk mengetahui kehangatan kulit pasien Saya menghitung irama denyut nadi untuk
mengetahui perubahan denyut nadi Saya mengkaji kuat/lemahnya denyut nadi agar dapat dideteksi
kemungkinan terjadinya syok atau perdarahan Saya menilai tanda-tanda vital pasien salah satunya
dengan mengukur suhu tubuh pasien
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25 26
27
Saya waspada terhadap adanya masalah sirkulasi, untuk itu saya juga mengukur tekanan darah
pasien. Saya mengkaji keseimbangan cairan dan elektrolit dengan mengkaji kelembaban membran
mukosa Saya juga mengkaji turgor kulit (CRT) untuk mengetahui apakah pasien dehidrasi Saya
memantau keseimbangan cairan dan elektrolit pasien dengan mengukur intake dan output cairan
Saya mengkaji sistem persarafan pasien dengan mengkaji respon membuka mata Saya mengkaji
respon verbal pasien untuk mengkaji tingkat kesadaran pasien Untuk mengkaji kembalinya fungsi
saraf motorik pasien, saya mengkaji kekuatan otot pasien Saya menanyakan nyeri yang dirasakan
pasien pada skala nyeri untuk mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan pasien Saya mengkaji
kembalinya fungsi sistem perkemihan pasien denagan menilai kontrol volunteer fungsi perkemihan
Saya melakukan palpasi abdomen bawah untuk mengetahui adanya distensi buli-buli Saya juga
melakukan perkusi abdomen bawah juga untuk mengetahui adanya distensi buli-buli Saya mengkaji
warna urine karena saya waspada terhadap perubahan warna urine yang pekat dan keruh
kemungkinan diakibatkan oleh terjadinya perdarahan Saya mengkaji jumlah urine pasien untuk
memastikan ada tidaknya masalah (sumbatan) pada saluran perkemihan pasien Saya menanyakan
apakah pasien merasakan mual Saya mengkaji adanya muntahan pasien Saya mengkaji terjadinya
distensi abdomen yang kemungkinan disebabkan oleh akumulasi gas yang berlebih dalam saluran
intestinal Untuk mengetahui kembalinya fungsi gastrointestinal pasien, saya mengauskultasi suara
usus pasien
29
30
31
32
33
34
35
36
37
Saya juga mengkaji ada atau tidaknya flatus untuk mengetahui kembalinya fungsi gastrointestinal
pasien Saya memberikan terapi oksigen untuk membantu pernapasan pasien Saya mempertahankan
patensi jalan napas dengan memberikan posisi kepala miring ke satu sisi Saya juga mengatur posisi
pasien agar sekresi lendir atau muntahan dapat dikeluarkan untuk membersihkan jalan napas pasien
Saya memberikan terapi cairan infus untuk membantu asupan cairan dan elektrolit pasien Saya
mempertahankan status nutrisi pasien normal dengan memberi asupan makanan sesuai dengan
toleransi pasien Saya membantu pasien untuk perubahan posisi yang dibutuhkan untuk mendukung
kenyamanan pasien Untuk mempertahankan suhu tubuh pasien tetap normal saya memfasilitasi
pasien dengan selimut untuk mencegah menggigil Saya memberikan dukungan psikologis pada
pasien untuk mengurangi kecemasan Saya berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat
untuk penanggulangan nyeri
Cronbach's Alpha
N of Items 0.703 37
Usia
Minimum 22 Maximum 48
Valid
19-27 tahun
28-35 tahun
36-44 tahun
45-53 tahun
Jenis Kelamin
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid perempuan 33 73.3 73.3 73.3 laki-laki 12 26.7 26.7 100.0 Total 45 100.0 100.0
Pertanyaan 1 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.53 Std. Deviation .919 Minimum 1 Maximum 4
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 4 8.9 8.9 8.9 2 1 2.2 2.2 11.1 3 7 15.6 15.6 26.7 4 33 73.3 73.3 100.0
To tal 45 100.0 100.0
Pertanyaan 2 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.02 Std. Deviation .917 Minimum 1 Maximum 4
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 4 8.9 8.9 8.9 2 6 13.3 13.3 22.2 3 20 44.4 44.4 66.7 4 15 33.3 33.3
100.0 Total 45 100.0 100.0
Pertanyaan 3 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.00 Std. Deviation 1.128 Minimum 1 Maximum 4
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 9 20.0 20.0 20.0 2 1 2.2 2.2 22.2 3 16 35.6 35.6 57.8 4 19 42.2 42.2
100.0 Total 45 100.0 100.0
Pertanyaan 4 N Valid 45 Missing 0 Mean 2.44 Std. Deviation 1.341 Minimum 1 Maximum 4
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 17 37.8 37.8 37.8 2 8 17.8 17.8 55.6 3 3 6.7 6.7 62.2 4 17 37.8 37.8
100.0 Total 45 100.0 100.0
Pertanyaan 5 N Valid 45 Missing 0 Mean 2.78 Std. Deviation .974 Minimum 1 Maximum 4
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 4 8.9 8.9 8.9 2 15 33.3 33.3 42.2 3 13 28.9 28.9 71.1 4 13 28.9 28.9
100.0 Total 45 100.0 100.0
Pertanyaan 6 N Valid 45 Missing 0 Mean 2.78 Std. Deviation 1.085 Minimum 1 Maximum 4
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 10 22.2 22.2 22.2 2 2 4.4 4.4 26.7 3 21 46.7 46.7 73.3 4 12 26.7 26.7
100.0 Total 45 100.0 100.0
Pertanyaan 7 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.53 Std. Deviation .944 Minimum 1 Maximum 4
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 4 8.9 8.9 8.9 2 2 4.4 4.4 13.3 3 5 11.1 11.1 24.4 4 34 75.6 75.6 100.0
Total 45 100.0 100.0
Pertanyaan 8 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.36 Std. Deviation .957 Minimum 1 Maximum 4
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 3 6.7 6.7 6.7 2 6 13.3 13.3 20.0 3 8 17.8 17.8 37.8 4 28 62.2 62.2 100.0
Total 45 100.0 100.0
Pertanyaan 9 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.09 Std. Deviation 1.041 Minimum 1 Maximum 4
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 4 8.9 8.9 8.9 2 10 22.2 22.2 31.1 3 9 20.0 20.0 51.1 4 22 48.9 48.9
100.0 Total 45 100.0 100.0
Pertanyaan 10 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.67 Std. Deviation .798 Minimum 1 Maximum 4
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 2 4.4 4.4 4.4 2 3 6.7 6.7 11.1 3 3 6.7 6.7 17.8 4 37 82.2 82.2 100.0
Total 45 100.0 100.0
Pertanyaan 11 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.58 Std. Deviation .783 Minimum 1 Maximum 4
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 2 4.4 4.4 4.4 2 2 4.4 4.4 8.9 3 9 20.0 20.0 28.9 4 32 71.1 71.1 100.0
Total 45 100.0 100.0
Pertanyaan 12 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.24 Std. Deviation .933 Minimum 1 Maximum 4
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 4 8.9 8.9 8.9 2 3 6.7 6.7 15.6 3 16 35.6 35.6 51.1 4 22 48.9 48.9 100.0
Total 45 100.0 100.0
Pertanyaan 13 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.16 Std. Deviation .928 Minimum 1 Maximum 4
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 5 11.1 11.1 11.1 2 1 2.2 2.2 13.3 3 21 46.7 46.7 60.0 4 18 40.0 40.0
100.0 Total 45 100.0 100.0
Pertanyaan 14 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.20 Std. Deviation .894 Minimum 1 Maximum 4
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 2 4.4 4.4 4.4 2 8 17.8 17.8 22.2 3 14 31.1 31.1 53.3 4 21 46.7 46.7
100.0 Total 45 100.0 100.0
Pertanyaan 15 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.00 Std. Deviation .929 Minimum 1 Maximum 4
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 5 11.1 11.1 11.1 2 4 8.9 8.9 20.0 3 22 48.9 48.9 68.9 4 14 31.1 31.1
100.0 Total 45 100.0 100.0
Pertanyaan 16 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.07 Std. Deviation .889 Minimum 1 Maximum 4
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 4 8.9 8.9 8.9 2 4 8.9 8.9 17.8 3 22 48.9 48.9 66.7 4 15 33.3 33.3 100.0
Total 45 100.0 100.0
Pertanyaan 17 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.09 Std. Deviation .821 Minimum 1 Maximum 4
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 3 6.7 6.7 6.7 2 4 8.9 8.9 15.6 3 24 53.3 53.3 68.9 4 14 31.1 31.1 100.0
Total 45 100.0 100.0
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 3 6.7 6.7 6.7 2 5 11.1 11.1 17.8 3 17 37.8 37.8 55.6 4 20 44.4 44.4
100.0 Total 45 100.0 100.0
Pertanyaan 19 N Valid 45 Missing 0 Mean 2.60 Std. Deviation .963 Minimum 1 Maximum 4
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 4 8.9 8.9 8.9 2 21 46.7 46.7 55.6 3 9 20.0 20.0 75.6 4 11 24.4 24.4
100.0 Total 45 100.0 100.0
Pertanyaan 20 N Valid 45 Missing 0 Mean 2.11 Std. Deviation 1.027 Minimum 1 Maximum 4
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 15 33.3 33.3 33.3 2 16 35.6 35.6 68.9 3 8 17.8 17.8 86.7 4 6 13.3 13.3
100.0 Total 45 100.0 100.0
Pertanyaan 21 N Valid 45 Missing 0 Mean 1.82 Std. Deviation .960 Minimum 1 Maximum 4
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 21 46.7 46.7 46.7 2 15 33.3 33.3 80.0 3 5 11.1 11.1 91.1 4 4 8.9 8.9
100.0 Total 45 100.0 100.0
Pertanyaan 22 N Valid 45 Missing 0 Mean 2.84 Std. Deviation .796 Minimum 2 Maximum 4
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid 2 18 40.0 40.0 40.0 3 16 35.6 35.6 75.6 4 11 24.4 24.4 100.0 Total 45
100.0 100.0
Pertanyaan 23 N Valid 45 Missing 0 Mean 2.93 Std. Deviation 1.009 Minimum 1 Maximum 4
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 3 6.7 6.7 6.7 2 15 33.3 33.3 40.0 3 9 20.0 20.0 60.0 4 18 40.0 40.0
100.0 Total 45 100.0 100.0
Pertanyaan 24 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.04 Std. Deviation .796 Minimum 1 Maximum 4
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 3 6.7 6.7 6.7 2 4 8.9 8.9 15.6 3 26 57.8 57.8 73.3 4 12 26.7 26.7 100.0
Total 45 100.0 100.0
Pertanyaan 25 N Valid 45 Missing 0 Mean 2.93 Std. Deviation .837 Minimum 1 Maximum 4
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 4 8.9 8.9 8.9 2 5 11.1 11.1 20.0 3 26 57.8 57.8 77.8 4 10 22.2 22.2
100.0 Total 45 100.0 100.0
Pertanyaan 26 N Valid 45 Missing 0 Mean 2.62 Std. Deviation 1.029 Minimum 1 Maximum 4
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 5 11.1 11.1 11.1 2 20 44.4 44.4 55.6 3 7 15.6 15.6 71.1 4 13 28.9 28.9
100.0 Total 45 100.0 100.0
Pertanyaan 27 N Valid 45 Missing 0 Mean 2.87 Std. Deviation 1.140 Minimum 1 Maximum 4
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 6 13.3 13.3 13.3 2 14 31.1 31.1 44.4 3 5 11.1 11.1 55.6 4 20 44.4 44.4
100.0 Total 45 100.0 100.0
Pertanyaan 28 N Valid 45 Missing 0 Mean 2.56 Std. Deviation 1.035 Minimum 1 Maximum 4
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 6 13.3 13.3 13.3 2 20 44.4 44.4 57.8 3 7 15.6 15.6 73.3 4 12 26.7 26.7
100.0 Total 45 100.0 100.0
Pertanyaan 29 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.69 Std. Deviation .763 Minimum 1 Maximum 4
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 2 4.4 4.4 4.4 2 2 4.4 4.4 8.9 3 4 8.9 8.9 17.8 4 37 82.2 82.2 100.0
Total 45 100.0 100.0
Pertanyaan 30 N Valid 45 Missing 0 Mean 2.58 Std. Deviation 1.118 Minimum 1 Maximum 4
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 11 24.4 24.4 24.4 2 8 17.8 17.8 42.2 3 15 33.3 33.3 75.6 4 11 24.4 24.4
100.0 Total 45 100.0 100.0
Pertanyaan 31 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.38 Std. Deviation .936 Minimum 1 Maximum 4
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 4 8.9 8.9 8.9 2 2 4.4 4.4 13.3 3 12 26.7 26.7 40.0 4 27 60.0 60.0 100.0
Total 45 100.0 100.0
Pertanyaan 32 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.62 Std. Deviation .912 Minimum 1 Maximum 4
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 4 8.9 8.9 8.9 2 1 2.2 2.2 11.1 3 3 6.7 6.7 17.8 4 37 82.2 82.2 100.0
Total 45 100.0 100.0
Pertanyaan 33 N Valid 45 Missing 0 Mean 2.44 Std. Deviation 1.423 Minimum 1 Maximum 4
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 21 46.7 46.7 46.7 2 1 2.2 2.2 48.9 3 5 11.1 11.1 60.0 4 18 40.0 40.0
100.0 Total 45 100.0 100.0
Pertanyaan 34 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.11 Std. Deviation .859 Minimum 1 Maximum 4
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 2 4.4 4.4 4.4 2 8 17.8 17.8 22.2 3 18 40.0 40.0 62.2 4 17 37.8 37.8
100.0 Total 45 100.0 100.0
Pertanyaan 35 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.00 Std. Deviation 1.066 Minimum 1 Maximum 4
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 4 8.9 8.9 8.9 2 13 28.9 28.9 37.8 3 7 15.6 15.6 53.3 4 21 46.7 46.7
100.0 Total 45 100.0 100.0
Pertanyaan 36 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.02 Std. Deviation 1.076 Minimum 1 Maximum 4
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 4 8.9 8.9 8.9 2 13 28.9 28.9 37.8 3 6 13.3 13.3 51.1 4 22 48.9 48.9
100.0 Total 45 100.0 100.0
Pertanyaan 37 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.69 Std. Deviation .874 Minimum 1 Maximum 4
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 4 8.9 8.9 8.9 3 2 4.4 4.4 13.3 4 39 86.7 86.7 100.0 Total 45 100.0 100.0
Universitas Sumatera Utara
CURRICULUM VITAE
Keawarganegaraan : Indonesia
Pendidikan :