Peran Perawat Dalam Upaya Pencegahan Komplikasi Anestesi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 93

Peran Perawat Dalam Upaya Pencegahan Komplikasi Anestesi

di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

Ida Basa Nainggolan

Skripsi

Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara

Medan, 2009

Universitas Sumatera Utara


Judul : Peran Perawat dalam Upaya Pencegahan Komplikasi Anestesi di Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Malik Medan Peneliti : Ida Basa Nainggolan Program : S1 Keperawatan Tahun
akademik : 2008/2009

ABSTRAK

Pasien yang mengalami operasi dengan anestesi, jam pertama setelah anestesi merupakan saat
yang paling berbahaya. Kondisi berbahaya ini disebabkan oleh jalan nafas yang masih tertekan
walaupun pasien tampak sudah bangun. Depresi pernapasan dapat mengakibatkan kematian karena
hipoksia. Dalam hal ini, hipoksia merupakan salah satu komplikasi anestesi pasca operasi. Komplikasi
anestesi jarang terjadi, namun dapat mengancam jiwa. Pasien yang baru saja menjalani tindakan
operasi harus dirawat sementara di PACU (Post Anesthesia Care Unit) atau ruang pemulihan
(recovery room) untuk perawatan post anestesi sampai kondisi pasien stabil. Peran perawat dalam
upaya pencegahan komplikasi anestesi terdiri dari pemantauan/pengkajian dan
perawatan/penatalaksanaan pasien pasca anestesi. Pemantauan yang optimal dan penanganan
pasien pasca anestesi yang dilakukan dengan baik dapat mencegah terjadinya komplikasi pasca
anestesi pada pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran peran perawat dalam
upaya pencegahan komplikasi anestesi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang
bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran peran perawat dalam upaya pencegahan komplikasi
anestesi postoperasi dan dilaksanakan mulai dari tanggal 28 Juli sampai dengan 12 Agustus di Rumah
Sakit Haji Adam Malik Medan. Melalui teknik total sampling diperoleh sampel sebanyak 45 orang
dengan kriteria perawat pelaksana yang terlibat dalam penanganan pasien pasca anestesi.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan disajikan dalam analisa statistik
deskriptif. Hasil analisa data menunjukkan peran perawat dalam upaya pencegahan komplikasi
anestesi adalah baik 51.1%, peran pemantauan cukup terlaksana sebanyak 46.7%, dan peran
penatalaksanaan oleh tiga perlima dari perawat adalah baik (60%). RSUP H Adam Malik perlu untuk
mensosialisasikan kepada perawat pelaksana yang terlibat dalam penanganan pasien pasca anestesi
agar perawat dapat melaksanakan peran tersebut dengan baik mengingat pasien yang mengalami
operasi dengan anestesi memerlukan pemantauan yang ketat serta penatalaksanaan yang tepat.

Kata kunci : peran perawat, komplikasi pasca anestesi


Universitas Sumatera Utara

UCAPAN TERIMAKASIH

Segala puji syukur, hormat, dan pujian penulis panjatkan kepada Tuhan

Yang Maha Esa yang telah menyertai penulis untuk menyelesaikan skripsi ini

yang berjudul “Peran Perawat dalam Upaya Pencegahan Komplikasi Anestesi di

RSUP Haji Adam Malik Medan”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat

bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan dan mencapai gelar sarjana di

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Penyusunan skripsi ini telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan

dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara dan Erniyati, S.Kp, MNS sebagai Pembantu Dekan I Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp, MNS selaku dosen pembimbing yang

penuh keikhlasan dan kesabaran telah memberikan arahan, bimbingan, dan

ilmu yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Sri Eka Wahyuni S.Kep, Ns dan Ibu Farida L Siregar S.Kep, Ns selaku

dosen penasehat akademik saya, Ibu Salbiah S.Kp, M.Kep selaku penguji II,

dan kepada Ibu Liberta Lumbantoruan S.Kp M.Kep selaku dosen penguji III

yang dengan teliti memberikan masukan yang berharga dalam penyelesaian

skripsi ini.

4. Seluruh Dosen Pengajar S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

yang telah banyak mendidik penulis selama proses perkuliahan dan staf

nonakademik yang membantu memfasilitasi secara administratif.

5. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang telah
memberikan izin penelitian.

6. Emilia Khairani Madjid, S.Kep, Ns sebagai Kapokja ICU yang telah

membantu saya menyebarkan kuisioner kepada responden penelitian ini.

7. Dudut Tanjung S.Kp, MKep, Pak Muktar Rahmad Sedayu Harahap, S.St dan

dr. Soedjatnarto, Sp. An yang telah berperan dalam uji validitas skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara

Terimakasih atas saran dan perbaikan yang sangat berguna dalam

penyempurnaan kuisioner penelitian ini.

8. Para responden yang telah bersedia berpartisipasi dan meluangkan waktu

untuk pengisian kuesioner.

9. Rekan-rekan mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera

Utara, khususnya stambuk 20005 yang telah memberikan semangat dan

masukan dalam penyusunan skripsi ini.

10. Teristimewa kepada kedua orangtuaku Bapak P Nainggolan, Ibu P Sembiring,

terimakasih buat doa dan dukungan yang sangat berarti bagi saya. Kepada

kakakku (kak Ani dan kak Shanty), bang Karto, adikku tersayang (Moan, dan

Ria), terimakasih buat cinta, doa, dorongan yang telah diberikan. Dan juga

kepada jagoanku (bang Agus) yang selalu berdoa dan menyayangiku,

memberi dukungan dan semangat. Juga kepada teman-temanku (Dina, Polma,

mb Yuli, Siska, Friska, Evi, dll) terimakasih buat dukungan dan doanya.

11. Semua pihak yang dalam kesempatan ini tidak dapat disebutkan namanya satu

persatu yang telah banyak membantu peneliti baik dalam penyelesaian skripsi

ini maupun dalam dalam menyelesaikan perkuliahan di PSIK FK USU

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa dan penuh kasih melimpahkan berkat

dan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis.

Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat nantinya untuk

pengembangan ilmu pengetahuan.


Medan, September 2009

Penulis

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

Lembar pengesahan ..................................................................................... i Abstrak


….................................................................................................. ii Ucapan terimakasih
...................................................................................... iii Daftar isi
..................................................................................................... iv Daftar tabel
.................................................................................................. vi Daftar skema
................................................................................................. vii

BAB 1. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ............................................................................. 1 2.


Pertanyaan Penelitian .................................................................... 3 3. Tujuan Penelitian
.......................................................................... 3 4. Manfaat Penelitian
........................................................................ 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Anestesi ........................................................................................ 5
1.1 Defenisi .................................................................................. 5 1.2 Sejarah
................................................................................... 5 1.3 Klasifikasi
.............................................................................. 6 1.4 Obat-obat anestesi dan metode
pemberiannya ......................... 10 1.5 Pemilihan teknik anestesi pada pasien
.................................... 15 1.6 Komplikasi anestesi dan bahaya anestesi ................................ 15 2.
Keperawatan ................................................................................. 21 2.1 Pengertian
.............................................................................. 21 2.2 Peran dan fungsi keperawatan
................................................ 22 2.3 Peran perawat dalam upaya pencegahan komplikasi anestesi
.. 26

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka konsep ..........................................................................


38 2. Defenisi operasional ..................................................................... 39

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain penelitian


.......................................................................... 40 2. Populasi dan sampel
..................................................................... 40 2.1 Populasi
................................................................................. 40 2.2 Sampel
................................................................................... 40 3. Lokasi dan waktu penelitian
.......................................................... 41 4. Pertimbangan etik
......................................................................... 41 5. Instrumen penelitian
..................................................................... 42 6. Validitas dan reliabilitas instrumen
............................................... 43 7. Pengumpulan data
......................................................................... 44 8. Analisa data
.................................................................................. 45

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil penelitian .............................................................................


47 2. Pembahasan .................................................................................. 52

Universitas Sumatera Utara

BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 1. Kesimpulan


.................................................................................. 58 2. Rekomendasi
............................................................................... 58

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1. Lembar persetujuan menjadi responden 2. Kuesioner penelitian 3.


Surat izin penelitian dari Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan 4. Tabel hasil penelitian 5. Curiculum
vitae
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kriteria penentuan tingkat pemulihan pasien pasca anestesi

Tabel2 . Distribusi frekuensi karakteristik perawat pelaksana yang menjadi responden di RSUP H
Adam Malik Medan

Tabel 3. Kategori pelaksanaan peran perawat dalam upaya pencegahan komplikasi anestesi di RSUP
H Adam Malik Medan

Tabel 4. Kategori pelaksanaan peran pemantauan perawat dalam upaya pencegahan komplikasi
anestesi di RSUP H Adam Malik Medan

Tabel 5 Gambaran peran pemantauan oleh perawat dalam upaya pencegahan komplikasi anestesi di
RSUP H Adam Malik Medan

Tabel 6 Kategori pelaksanaan peran penatalaksanaan pasien pasca anestesi oleh perawat dalam
upaya pencegahan komplikasi anestesi di RSUP H Adam Malik Medan
Tabel 7 Peran penatalaksanaan/perawatan pasien pasca anestesi oleh perawat dalam upaya
pencegahan komplikasi anestesi di RSUP H Adam Malik Medan

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR SKEMA
Skema kerangka konsep ................................................................................. 38
Universitas Sumatera Utara

Judul : Peran Perawat dalam Upaya Pencegahan Komplikasi Anestesi di Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Malik Medan Peneliti : Ida Basa Nainggolan Program : S1 Keperawatan Tahun
akademik : 2008/2009

ABSTRAK

Pasien yang mengalami operasi dengan anestesi, jam pertama setelah anestesi merupakan saat
yang paling berbahaya. Kondisi berbahaya ini disebabkan oleh jalan nafas yang masih tertekan
walaupun pasien tampak sudah bangun. Depresi pernapasan dapat mengakibatkan kematian karena
hipoksia. Dalam hal ini, hipoksia merupakan salah satu komplikasi anestesi pasca operasi. Komplikasi
anestesi jarang terjadi, namun dapat mengancam jiwa. Pasien yang baru saja menjalani tindakan
operasi harus dirawat sementara di PACU (Post Anesthesia Care Unit) atau ruang pemulihan
(recovery room) untuk perawatan post anestesi sampai kondisi pasien stabil. Peran perawat dalam
upaya pencegahan komplikasi anestesi terdiri dari pemantauan/pengkajian dan
perawatan/penatalaksanaan pasien pasca anestesi. Pemantauan yang optimal dan penanganan
pasien pasca anestesi yang dilakukan dengan baik dapat mencegah terjadinya komplikasi pasca
anestesi pada pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran peran perawat dalam
upaya pencegahan komplikasi anestesi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang
bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran peran perawat dalam upaya pencegahan komplikasi
anestesi postoperasi dan dilaksanakan mulai dari tanggal 28 Juli sampai dengan 12 Agustus di Rumah
Sakit Haji Adam Malik Medan. Melalui teknik total sampling diperoleh sampel sebanyak 45 orang
dengan kriteria perawat pelaksana yang terlibat dalam penanganan pasien pasca anestesi.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan disajikan dalam analisa statistik
deskriptif. Hasil analisa data menunjukkan peran perawat dalam upaya pencegahan komplikasi
anestesi adalah baik 51.1%, peran pemantauan cukup terlaksana sebanyak 46.7%, dan peran
penatalaksanaan oleh tiga perlima dari perawat adalah baik (60%). RSUP H Adam Malik perlu untuk
mensosialisasikan kepada perawat pelaksana yang terlibat dalam penanganan pasien pasca anestesi
agar perawat dapat melaksanakan peran tersebut dengan baik mengingat pasien yang mengalami
operasi dengan anestesi memerlukan pemantauan yang ketat serta penatalaksanaan yang tepat.

Kata kunci : peran perawat, komplikasi pasca anestesi

Universitas Sumatera Utara

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pasien yang mengalami operasi dengan anestesi, jam pertama setelah anestesi

merupakan saat yang paling berbahaya. Kondisi berbahaya ini disebabkan oleh

jalan nafas yang masih tertekan walaupun pasien tampak sudah bangun

(Admin, 2007). Depresi pernapasan dapat mengakibatkan kematian karena

hipoksia. Dalam hal ini, hipoksia merupakan salah satu komplikasi anestesi pasca
operasi (Siduhutomo, 2008).

Secara garis besar ada empat hal yang harus diperhatikan pada pasien pasca

anestesi, yaitu: masalah pernapasan, kardiovaskuler, keseimbangan cairan, sistem

persarafan, perkemihan, dan gastrointestinal (Abrorshodiq, 2009). Harus

diperhatikan bahwa komplikasi anestesi yang tidak segera ditangani akan

berdampak kematian bagi pasien. Beberapa komplikasi lain yang mungkin terjadi

antara lain: pernapasan tidak adekuat, pneumotorakis, atelektasis, hipotensi, gagal

jantung, embolisme pulmonal, pemanjangan efek sedatif premedikasi, trombosis

jantung, cedera kepala, sianosis, konfulsi, mual muntah, embolisme lemak dan

keracunan barbiturat (Ellis & Campbell, 1986).

Komplikasi anestesi jarang terjadi, namun dapat mengancam jiwa

(Abrorshodiq,2009). Laporan umum mencatat kejadian kematian pada waktu atau

segera setelah operasi di beberapa rumah sakit di Amerika rata-rata 0,2% - 0,6%

dari operasi dan kematian yang disebabkan oleh anestesi 0,03% - 0,1% dari

seluruh anestesi yang diberikan (Admin, 2007). Campbell (1960) menambahkan

Universitas Sumatera Utara

bahwa kematian yang terjadi pada waktu operasi atau segera setelah operasi dari

laporan kejadian karena anestesi sangat bervariasi dari 5% sampai 50%.

Pasien yang baru saja menjalani tindakan operasi harus dirawat sementara di

PACU (Post Anesthesia Care Unit) atau ruang pemulihan (recovery room) untuk

perawatan post anestesi sampai kondisi pasien stabil. Apabila pasien tidak

mengalami komplikasi operasi dan memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang

perawatan, dalam hal ini peran perawat di ruang pemulihan sangat dibutuhkan

untuk memberikan asuhan keperawatan pada pasien pasca operasi dan yang

mengalami operasi dengan anestesi (Torrance & Serginson, 1997).

Peran perawat dalam upaya pencegahan komplikasi anestesi terdiri dari

pemantauan/pengkajian pasca anestesi dan perawatan/penatalaksanaan pasien


pasca anestesi. Kegiatan pemantauan anestesi antara lain memantau untuk

mendapatkan informasi supaya anestesi dapat bekerja dengan aman dan jika ada

penyimpangan dapat segera dikembalikan ke keadaan yang normal (Latief, 2001).

Penatalaksanaan pasien pasca anestesi yaitu memperhatikan hal-hal yang terkait

dengan keadaan pasien pasca dilakukannya anestesi. Hal-hal yang perlu

diperhatikan tersebut adalah keadaan pernapasan, kardiovaskuler, keseimbangan

cairan, sistem persarafan, perkemihan, dan gastrointestinal. Pemantauan yang

optimal dan penanganan pasien pasca anestesi yang dilakukan dengan baik dapat

mencegah terjadinya komplikasi pasca anestesi pada pasien. Sehingga peran

pemantauan dan penatalaksanaan pasien tersebut sangat penting dilakukan dengan

baik oleh perawat (Iwantono, 2008).

Dari uraian tersebut disadari bahwa pentingnya peran seorang perawat dalam

merawat pasien anestesi pasca operasi dan mengatasi komplikasi anestesi yang

Universitas Sumatera Utara

kemungkinan terjadi. Perawat diharapkan mampu menjalankan peran penting

tersebut sebaik-baiknya. Untuk itu peneliti tertarik untuk meneliti peran perawat

dapat terlaksana sesuai dengan harapan.

2. Pertanyaan Penelitian

Bagaimanakah gambaran peran perawat dalam upaya pencegahan komplikasi

anestesi pasien di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui gambaran peran perawat dalam upaya pencegahan

komplikasi anestesi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

4. Manfaat Penelitian
4.1 Bagi praktek keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menjadi data dasar dan bekal bagi perawat

untuk mengaplikasikan peran perawat dalam praktek keperawatan, juga

bermanfaat dalam memberikan gambaran bahwa pentingnya peranan Perawat

dalam memberikan pelayanan yang dapat berdampak langsung bagi pasien pasca

anestesi dan kualitas pelayanan yang diberikan.

4.2 Bagi pendidikan keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan serta dasar

pengetahuan dalam pendidikan keperawatan sehingga peran perawat dalam

penanganan pasien pasca anestesi dapat dibahas secara lebih mendalam.

Universitas Sumatera Utara

4.3 Bagi penelitian selanjutnya

Sebagai data dasar dan informasi awal untuk penelitian yang sejenis bagi

peneliti dalam melaksanakan penelitian selanjutnya.


Universitas Sumatera Utara

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
1. Anestesi

1.1 Defenisi

Anestesi (pembiusan) berasal dari bahasa Yunani. An-“tidak, tanpa” dan

aesthesos, “persepsi, kemampuan untuk merasa”. Secara umum berarti suatu

tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai

prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh (Wikipedia, 2008).

Istilah Anestesia digunakan pertama kali oleh Oliver Wendell Holmes pada tahun

1948 yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena

anestesi adalah pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri

pembedahan. Sedangkan Analgesia adalah tindakan pemberian obat untuk

menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran pasien (Latief, dkk, 2001).

1.2 Sejarah

Dahulu sebelum anestesi dikenal, operasi harus dijalankan secepat

mungkin untuk meminimalkan rasa sakit (Ismunandar, 2006). Rekor dunia untuk

amputasi kaki dicapai dalam waktu 15 detik yang dilakukan oleh Dominique

Larrey, ketua tim dokter pribadi Napoleon. Tahun 1800, Davy seorang ahli kimia

yang sangat terkenal telah mempublikasikan bahwa zat kimia terterntu seperti

oksida nitrogen dapat mempunyai efek bius. Walaupun dokter yang pertama kali

menggunakan anestesi dalam praktiknya adalah Crawford Long, di Amerika

Serikat, karena ia tidak pernah mempublikasikan, maka dalam sejarah Amerika

Universitas Sumatera Utara

Serikat menyebutkan bahwa penemu anestesi atau bius adalah William Morton

karena Morton secara demonstratif telah menunjukkan cabut gigi tanpa rasa sakit

di depan umum pada tahun 1846.

Pada tahun 1848, di Inggris tercatat JY Simpson dan John Snow yang

banyak mengembangkan anestesi (Ellis, 1994). Eter waktu itu banyak digunakan
untuk membantu persalinan di Inggris. Sambil berpraktik sebagai dokter, Simpson

dan asistennya banyak bereksperimen dengan bahan–bahan kimia untuk mencari

anestesi yang efektif. Kadang mereka bereksperimen dengan diri mereka sendiri.

Di dunia waktu itu, dan terutama di Inggris, banyak orang menganggap

rasa sakit adalah bagian kodrat dari Tuhan, dan menggunakan anestesi berarti

melawan kodrat itu. Namun, oposisi penggunaan anestesi berakhir setelah Ratu

Victoria menggunakannya saat melahirkan Pangeran Leopold tahun 1853.

Anestesi terhadap Ratu Victoria tersebut dilakukan oleh John Snow. Tindakan

Ratu Victoria tersebut ternyata bisa mengubah pandangan umum tentang anestesi.

Sehingga penggunaan anestesi pada prosedur bedah semakin lama semakin

diperhitungkan (Ismunandar, 2006).

1.3 Klasifikasi

Obat bius memang diciptakan dalam berbagai sediaan dan cara kerja.

Namun, secara umum obat bius atau istilah medisnya anestesi ini dibedakan

menjadi tiga golongan yaitu anestesi lokal, regional, dan umum (Joomla, 2008).

1.3.1 Anestesi Lokal

Anestesi lokal adalah tindakan pemberian obat yang mampu

menghambat konduksi saraf (terutama nyeri) secara reversibel pada bagian tubuh

Universitas Sumatera Utara

yang spesifik (Biworo, 2008). Pada anestesi umum, rasa nyeri hilang bersamaan

dengan hilangnya kesadaran penderita. Sedangkan pada anestesi lokal (sering juga

diistilahkan dengan analgesia lokal), kesadaran penderita tetap utuh dan rasa nyeri

yang hilang bersifat setempat (lokal) (Bachsinar, 1992).

Pembiusan atau anestesi lokal biasa dimanfaatkan untuk banyak

hal. Misalnya, sulam bibir, sulam alis, dan liposuction, kegiatan sosial seperti

sirkumsisi (sunatan), mencabut gigi berlubang, hingga merawat luka terbuka yang
disertai tindakan penjahitan (Joomla, 2008).

Anestesi lokal bersifat ringan dan biasanya digunakan untuk

tindakan yang hanya perlu waktu singkat. Oleh karena efek mati rasa yang didapat

hanya mampu dipertahankan selama kurun waktu sekitar 30 menit seusai injeksi,

bila lebih dari itu, maka akan diperlukan injeksi tambahan untuk melanjutkan

tindakan tanpa rasa nyeri (Joomla, 2008).

1.3.2 Anestesi Regional

Anestesi regional biasanya dimanfaatkan untuk kasus bedah yang

pasiennya perlu dalam kondisi sadar untuk meminimalisasi efek samping operasi

yang lebih besar, bila pasien tak sadar. Misalnya, pada persalinan Caesar, operasi

usus buntu, operasi pada lengan dan tungkai. Caranya dengan menginjeksikan

obat-obatan bius pada bagian utama pengantar register rasa nyeri ke otak yaitu

saraf utama yang ada di dalam tulang belakang. Sehingga, obat anestesi mampu

menghentikan impuls saraf di area itu.

Sensasi nyeri yang ditimbulkan organ-organ melalui sistem saraf

tadi lalu terhambat dan tak dapat diregister sebagai sensasi nyeri di otak. Dan sifat

anestesi atau efek mati rasa akan lebih luas dan lama dibanding anestesi lokal.

Universitas Sumatera Utara

Pada kasus bedah, bisa membuat mati rasa dari perut ke bawah. Namun, oleh

karena tidak mempengaruhi hingga ke susunan saraf pusat atau otak, maka pasien

yang sudah di anestesi regional masih bisa sadar dan mampu berkomunikasi,

walaupun tidak merasakan nyeri di daerah yang sedang dioperasi (Joomla, 2008).

1.3.3 Anestesi Umum

Anestesi umum (general anestesi) atau bius total disebut juga

dengan nama narkose umum (NU). Anestesi umum adalah meniadakan nyeri

secara sentral disertai hilangnya kesadaran yang bersifat reversibel (Miharja,

2009). Anestesi umum biasanya dimanfaatkan untuk tindakan operasi besar yang
memerlukan ketenangan pasien dan waktu pengerjaan lebih panjang, misalnya

pada kasus bedah jantung, pengangkatan batu empedu, bedah rekonstruksi tulang,

dan lain-lain (Joomla, 2008).

Cara kerja anestesi umum selain menghilangkan rasa nyeri,

menghilangkan kesadaran, dan membuat amnesia, juga merelaksasi seluruh otot.

Maka, selama penggunaan anestesi juga diperlukan alat bantu nafas, selain deteksi

jantung untuk meminimalisasi kegagalan organ vital melakukan fungsinya selama

operasi dilakukan (Joomla, 2008).

Untuk menentukan prognosis (Dachlan. 1989) ASA (American

Society of Anesthesiologists) membuat klasifikasi berdasarkan status fisik pasien

pra anestesi yang membagi pasien kedalam 5 kelompok atau kategori sebagai

berikut: ASA 1, yaitu pasien dalam keadaan sehat yang memerlukan operasi. ASA

2, yaitu pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang baik karena

penyakit bedah maupun penyakit lainnya. Contohnya pasien batu ureter dengan

hipertensi sedang terkontrol, atau pasien apendisitis akut dengan lekositosis dan

Universitas Sumatera Utara

febris. ASA 3, yaitu pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang

diaktibatkan karena berbagai penyebab. Contohnya pasien apendisitis perforasi

dengan septi semia, atau pasien ileus obstruksi dengan iskemia miokardium. ASA

4, yaitu pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung mengancam

kehiduannya. ASA 5, yaitu pasien tidak diharapkan hidup setelah 24 jam

walaupun dioperasi atau tidak. Contohnya pasien tua dengan perdarahan basis

krani dan syok hemoragik karena ruptura hepatik. Klasifikasi ASA juga dipakai

pada pembedahan darurat dengan mencantumkan tanda darurat (E = emergency),

misalnya ASA 1 E atau III E.

Stadium anestesi dibagi dalam 4 yaitu; Stadium I (stadium induksi

atau eksitasi volunter), dimulai dari pemberian agen anestesi sampai menimbulkan
hilangnya kesadaran. Rasa takut dapat meningkatkan frekuensi nafas dan pulsus,

dilatasi pupil, dapat terjadi urinasi dan defekasi. Stadium II (stadium eksitasi

involunter), dimulai dari hilangnya kesadaran sampai permulaan stadium

pembedahan. Pada stadium II terjadi eksitasi dan gerakan yang tidak menurut

kehendak, pernafasan tidak teratur, inkontinensia urin, muntah, midriasis,

hipertensi, dan takikardia. Stadium III (pembedahan/operasi), terbagi dalam 3

bagian yaitu; Plane I yang ditandai dengan pernafasan yang teratur dan

terhentinya anggota gerak. Tipe pernafasan thoraco-abdominal, refleks pedal

masih ada, bola mata bergerak-gerak, palpebra, konjuctiva dan kornea terdepresi.

Plane II, ditandai dengan respirasi thoraco-abdominal dan bola mata ventro medial

semua otot mengalami relaksasi kecuali otot perut. Plane III, ditandai dengan

respirasi regular, abdominal, bola mata kembali ke tengah dan otot perut relaksasi.

Stadium IV (paralisis medulla oblongata atau overdosis),ditandai dengan paralisis

Universitas Sumatera Utara

otot dada, pulsus cepat dan pupil dilatasi. Bola mata menunjukkan gambaran

seperti mata ikan karena terhentinya sekresi lakrimal (Archibald, 1966).

1.4 Obat-obat Anestesi dan Metode Pemberiannya

1.4.1 Obat-obat Anestesi Lokal

Anestetika lokal atau zat-zat penghalang rasa setempat adalah obat

yang pada penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls

impuls saraf ke SSP (Tjay, 2002). Luasnya daerah anestesi tergantung tempat

pemberian larutan anestesi, volume yang diberikan, kadar zat dan daya tembusnya

(Siahaan, 2000).

Obat bius lokal mencegah pembentukan dan konduksi impuls saraf.

Tempat kerjanya terutama di selaput lendir. Di samping itu, anestesi lokal

menggangu fungsi semua organ dimana terjadi konduksi dari beberapa impuls.
Artinya, anestesi lokal mempunyai efek yang penting terhadap susunan saraf

pusat, ganglia otonom, cabang–cabang neuromuskular dan semua jaringan otot

(Siahaan, 2000).

Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk suatu jenis obat

yang digunakan sebagai anestetika lokal, antara lain: tidak merangsang jaringan,

tidak mengakibatkan kerusakan permanen terhadap susunan saraf, toksisitas

sistemik yang rendah, efektif dengan jalan injeksi atau penggunaan setempat pada

selaput lendir, mula kerjanya sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu

yang cukup lama, dapat larut dalam air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga

tahan terhadap pemanasan/sterilisasi (Tjay, 2002). Biworo (2008) juga

Universitas Sumatera Utara

menyatakan bahwa anestetika yang ideal adalah anestetika yang memiliki sifat

antara lain tidak iritatif/merusak jaringan secara permanen, onset cepat, durasi

cukup lama, larut dalam air, stabil dalam larutan, dan dapat disterilkan tanpa

mengalami perubahan.

Struktur dasar anestetika lokal pada umumnya terdiri dari suatu

gugus-amino hidrofil (sekunder atau tersier) yang dihubungkan oleh suatu ikatan

ester (alkohol) atau amida dengan suatu gugus aromatis lipofil (Tjay, 2002).

Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal sebab pada degradasi

dan inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan dihidrolisis. Karena itu

golongan ester umumnya kurang stabil dan mudah mengalami metabolisme

dibandingkan golongan amida. Contohnya: Tetrakin, Benzokain, Kokain, dan

Prokain. Senyawa amida contohnya adalah Dibukain, Lidokain, Mepivakain dan

Prilokain. Senyawa lainnya contohnya fenol, Benzilalkohol, Etilalkohol,

Etilklorida, dan Cryofluoran ( Siahaan, 2000).

Cara pemberian anestesi lokal adalah dengan menginjeksikan obat


obatan anestesi tertentu pada area yang akan dilakukan sayatan atau jahitan. Obat

obatan yang diinjeksikan ini lalu bekerja memblokade saraf-saraf tepi yang ada di

area sekitar injeksi sehingga tidak mengirimkan impuls nyeri ke otak

(Joomla, 2008).

1.4.2 Obat-obat Anestesi Regional

Metode pemberian Anestesi regional dibagi menjadi dua, yaitu

secara blok sentral dan blok perifer (Latief, 2001).

1. Blok Sentral (Blok Neuroaksial).

Universitas Sumatera Utara

Blok sentral dibagi menjadi tiga bagian yaitu anestesi Spinal,

Epidural dan Kaudal (Latief, 2001).

a. Anestesi Spinal

Anestesi spinal merupakan tindakan pemberian anestesi

regional ke dalam ruang subaraknoid. Hal-hal yang mempengaruhi anestesi spinal

antara lain jenis obat, dosis obat yang digunakan, efek vasokonstriksi, berat jenis

obat, posisi tubuh, tekanan intra abdomen, lengkung tulang belakang, usia pasien,

obesitas, kehamilan, dan penyebaran obat (Abidin, 2008).

b. Anestesi Epidural

Anestesi epidural ialah blokade saraf dengan menempatkan

obat pada ruang epidural (peridural, ekstradural) di dalam kanalis vertebralis pada

ketinggian tertentu, sehingga daerah setinggi pernapasan yang bersangkutan dan

di bawahnya teranestesi sesuai dengan teori dermatom kulit (Bachsinar, 1992).

Ruang epidural berada di antara durameter dan ligamentun flavum. Bagian atas

berbatasan dengan foramen magnum dan dibawah dengan selaput sakrogliseal.

Anestesi epidural sering dikerjakan untuk pembedahan dan penanggulangan nyeri

pasca bedah, tatalaksana nyeri saat persalinan, penurunan tekanan darah saat

pembedahan supaya tidak banyak perdarahan, dan tambahan pada anestesia umum
ringan karena penyakit tertentu pasien (Latief, 2001).

c. Anestesi Kaudal

Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural,

karena ruang kaudal adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat ditempatkan

di ruang kaudal melalui hiatus sakralis. Hiatus sakralis ditutupi oleh ligamentum

sakrogsigeal tanpa tulang yang analog dengan ligamentum supraspinosum dan

Universitas Sumatera Utara

ligamentum interspinosum. Ruang kaudal berisi saraf sacral, pleksus venosus,

felum terminale dan kantong dura (Latief, 2001).

2. Blok Perifer (Blok Saraf)

Anestesi regional dapat juga dilakukan dengan cara blok

perifer. Salah satu teknik yang dapat digunakan adalah anestesi regional intravena.

Anestesi regional intravena dapat dikerjakan untuk bedah singkat sekitar 45 menit.

Melalui cara ini saraf yang dituju langsung saraf bagian proksimal. Sehingga

daerah yang dipersarafi akan teranestesi misalnya pada tindakan operasi di lengan

bawah memblok saraf brakialis. Untuk melakukan anetesi blok perifer harus

dipahami anatomi dan daerah persarafan yang bersangkutan (Bachsinar,

1992).

1.4.3 Obat-obat Anestesi Umum

Agar anestesi umum dapat berjalan dengan sebaik mungkin,

pertimbangan utamanya adalah memilih anestetika ideal. Pemilihan ini didasarkan

pada beberapa pertimbangan yaitu keadaan penderita, sifat anestetika, jenis

operasi yang dilakukan, dan peralatan serta obat yang tersedia (Admin,2008).

Sifat anestetika yang ideal antara lain mudah didapat, murah, tidak
menimbulkan efek samping terhadap organ vital seperti saluran pernapasan atau

jantung, tidak mudah terbakar, stabil, cepat dieliminasi, menghasilkan relaksasi

otot yang cukup baik, kesadaran cepat kembali, tanpa efek yang tidak diinginkan

(Gan, 1987). Obat anestesi umum yang ideal menurut Norsworhy (1993)

Universitas Sumatera Utara

mempunyai sifat-sifat antara lain : pada dosis yang aman mempunyai daya

analgesik relaksasi otot yang cukup, cara pemberian mudah, mula kerja obat yang

cepat dan tidak mempunyai efek samping yang merugikan. Selain itu obat tersebut

harus tidak toksik, mudah dinetralkan, mempunyai batas keamanan yang luas,

tidak dipengaruhi oleh variasi umur dan kondisi pasien.

Obat-obatan anestesi yang umum dipakai pada pembiusan total

adalah N2O, halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, dan desfluran. Obat anestesi

umum yang ideal haruslah tidak mudah terbakar, tidak meledak, larut dalam

lemak, larut dalam darah, tidak meracuni end-organ (jantung, hati, ginjal), efek

samping minimal, tidak dimetabolisasi oleh tubuh, dan tidak mengiritasi pasien

(Kumala, 2008).

1.5 Pemilihan Teknik Anestesi pada Pasien

Pemilihan teknik anestesi adalah suatu hal yang kompleks, memerlukan

kesepakatan dan pengetahuan yang dalam baik antara pasien dan faktor–faktor

pembedahan. Dalam beberapa kelompok populasi pasien, pembiusan regional

ternyata lebih baik daripada pembiusan total. Blokade neuraksial bisa mengurangi

resiko trombosis vena, emboli paru, transfusi, pneumonia, tekanan pernapasan,

infark miokardial, dan gagal ginjal (Admin, 2007).

Beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan anestesi antara lain:

keterampilan dan pengalaman ahli anestesi dan ahli bedah, tersedianya obat dan
peralatan, kondisi klinis pasien, waktu yang tersedia, tindakan gawat darurat atau

efektif, keadaan lambung, dan pilihan pasien. Untuk operasi kecil (misalnya

Universitas Sumatera Utara

menjahit luka atau manipulasi fraktur lengan), jika lambung penuh, maka pilihan

yang terbaik adalah anestesi regional. Untuk operasi besar gawat darurat, anestesi

regional atau umum sangat kecil perbedaannya dalam hal keamanannya.

1.6 Komplikasi Anestesi dan Bahaya Anestesi

1.6.1 Komplikasi Anestesi

Komplikasi yang terjadi pada periode perioperatif dapat dicetuskan

oleh tindakan anestesi sendiri dan atau kondisi pasien (Thaib, 1989). Komplikasi

segera dapat timbul pada waktu pembedahan atau kemudian segera ataupun

belakangan setelah pembedahan.

Komplikasi anestesi dapat berakhir dengan kematian atau tidak

diduga walaupun tindakan anestesi sudah dilaksanakan dengan baik

(Thaib, 1989). Menurut Ellis & Campbell (1986), secara umum komplikasi

anestesi yang sering dijumpai antara lain:

1. Kerusakan Fisik

Kerusakan fisik yang dapat terjadi sebagai komplikasi anestesi

antara lain: pembuluh darah, intubasi, dan saraf superfisialis.

a. Pembuluh Darah

Kesalahan teknik dalam venapunksi dapat menyebabkan

memar, eksavasasi obat yang dapat menyebabkan ulserasi kulit di atasnya, infeksi

lokal, tromboflebitis serta kerusakan struktur berdekatan, terutama arteri dan saraf

(Ellis & Campbell, 1986). Beberapa obat yang mencakup Benzodiazepin dan

Universitas Sumatera Utara

Propanidid menyebabkan tromboflebitis. Kanulasi vena yang lama lebih mungkin


menyebabkan tromboflebitis dan infeksi.

b. Intubasi

Kerusakan sering terjadi pada bibir dan gusi akibat intubasi

trachea oleh orang yang tidak berpengalaman. Kerusakan gigi geligi akan terjadi

lebih serius jika disertai kemungkinan inhalasi fragmen yang diikuti oleh abses

paru. Jika dibiarkan tidak terdeteksi, intubasi nasotrachea dapat menyebabkan

epistaksis yang tak menyenangkan dan kadang–kadang sonde dapat membentuk

saluran di bawah mukosa hidung, intubasi hidung sering memfraktura concha

(Ellis & Campbell, 1986). Kerusakan pada struktur tonsila dan larynx (terutama

pita suara) untungnya sering terjadi, tetapi penanganan mulut posterior struktur

yang kasar menyokong sakit tenggorokan pasca bedah.

c. Saraf Superfisialis

Tekanan langsung terus menerus akan merusak saraf,

seperti poplitea lateralis sewaktu mengelilingi caput fibulae, yang menyebabkan

“foot drop”, fasialis sewaktu ia menyilang mandibula, yang menyebabkan

paralisis otot wajah, ulnaris sewaktu ia menyilang epicondylus medialis, yang

menyebabkan paralisis dan kehilangan sensasi dalam tangan serta nervus radialis

sewaktu ia mengelilingi humerus di posterior, yang menyebabkan “wrist drop”.

Pleksus brachialis dapat dirusak dengan meregangnya di atas caput humeri, jika

lengan diabduksi atau rotasi eksternal terlalu jauh (Ellis & Campbell, 1986).

2. Pernapasan

Universitas Sumatera Utara

Komplikasi pernapasan yang mungkin timbul termasuk

hipoksemia yang tidak terdeteksi, atelektasis, bronkhitis, bronkhopneumonia,

pneumonia lobaris, kongesti pulmonal hipostatik, plurisi, dan superinfeksi

(Brunner & Suddarth, 2001).

Yang paling ditakuti oleh para pekerja anestesi adalah


obstruksi saluran pernapasan akut selama atau segera setelah induksi anestesi.

Spasme Larynx dan penahanan napas dapat sulit dibedakan serta dapat timbul

sebagai respon terhadap anestesi yang ringan, terutama jika saluran pernapasan

dirangsang oleh uap anestesi iritan atau materi asing yang mencakup sekresi dan

kandungan asam lambung (Ellis & Campbell, 1986). Intubasi yang gagal dapat

menjadi mimpi buruk, bila mungkin terjadi aspirasi lambung, seperti pasien

obstetri dan kedaruratan yang tak dipersiapkan.

Gagal pernapasan terutama merupakan fenomena pasca bedah,

biasanya karena kombinasi kejadian. Kelamahan otot setelah pemulihan dari

relaksan yang tidak adekuat, depresi sentral dengan opioid dan zat anestesi,

hambatan batuk dan ventilasi alveolus yang tak adekuat sekunder terhadap nyeri

luka bergabung untuk menimbulkan gagal pernapasan restriktif dengan retensi

CO2 serta kemudian narcosis CO2, terutama jika PO2 dipertahankan dengan

pemberian oksigen.

Gangguan pernapasan mendadak, terutama yang timbul

kemudian adalah konvalesensi, biasanya sebagai akibat embolisme pulmonalis

sekunder terhadap lepasnya thrombus dari vena pelvis atau betis. Thrombus vena

profunda di tungkai dapat diduga, bila pasien mengeluh pembengkakan atau nyeri

tekan otot betis (Ellis & Campbell, 1986). Embolisme pulmonalis bisa tampil

Universitas Sumatera Utara

sebagai hemoptisis atau sebagai kolaps generalisasi yang serupa dengan infark

myocardium mayor, yang kadang–kadang sulit dibedakan.

3. Kardiovaskuler

Komplikasi kardiovaskuler yang dapat terjadi antara lain

hipotensi, hipertensi, aritmia jantung, dan payah jantung (Thaib, 1989). Hipotensi

didefinisikan sebagai tekanan darah systole kurang dari 70 mmHg atau turun lebih

dari 25% dari nilai sebelumnya. Hipotensi dapat disebabkan oleh hipovolemia
yang diakibatkan oleh perdarahan, overdosis obat anestetika, penyakit

kardiovaskuler seperti infark miokard, aritmia, hipertensi, dan

reaksihipersensivitas obat induksi, obat pelumpuh otot, dan reaksi transfusi.

Hipertensi dapat meningkat pada periode induksi dan

pemulihan anestesi. Komplikasi hipertensi disebabkan oleh analgesa dan hipnosis

yang tidak adekuat, batuk, penyakit hipertensi yang tidak diterapi, dan ventilasi

yang tidak adekuat (Thaib, 1989). Sementara faktor-faktor yang mencetuskan

aritmia adalah hipoksia, hiperkapnia, tindakan intubasi, gangguan elektrolit, dan

pengaruh beberapa obat tertentu.

4. Hati

Penyebab hepatitis pasca bedah dapat disebabkan oleh halotan.

Insidens virus Hepatitis A aktif dalam populasi umum mungkin jauh lebih lazim,

yang diperkirakan sekitar 100–400 per sejuta pada suatu waktu

(Ellis & Campbell, 1986). Mungkin bahwa zat anestesi mengurangi kemanjuran

susunan kekebalan dan membuat pasien lebih cenderung ke infeksi yang

mencakup hepatitis virus. Anestesi Halotan berulang dalam interval 6 minggu

mungkin harus dihalangi.

Universitas Sumatera Utara

5. Suhu tubuh

Akibat venodilatasi perifer yang tetap ditimbulkan anestesi

menyebabkan penurunan suhu inti tubuh. Selama pembedahan yang lama,

terutama dengan pemaparan vesera, bisa timbul hipotermi yang parah, yang

menyebabkan pengembalian kesadaran tertunda, pernapasan dan perfusi perifer

tidak adekuat. Masalah pernapasan akan dirumitkan, jika kebutuhan oksigen

meningkat sebagai akibat menggigil selama masa pasca bedah (Ellis

& Campbell, 1986).

1.6.2 Bahaya Anestesi


Bahaya utama anestesi dapat disebabkan banyak penyebab.

Sebagian penyebab pada mulanya tidak berarti, tetapi jika bahaya tersebut tidak

diperhatikan sama sekali, atau tidak diatasi dengan baik, maka bencana dapat

terjadi (Bulto & Blogg, 1994). Bahaya lain mungkin tidak berbahaya tetapi

merupakan sumber utama ketidaknyamanan, nyeri, atau iritasi terhadap penderita.

Bahaya anestesi yang mungkin dapat terjadi antara lain:

1. Kematian “dalam keadaan” atau “akibat anestesi”

Kematian dalam keadaan “teranestesi” mungkin tidak

sepenting kematian akibat anestesi, atau komplikasinya. Jika perdarahan masif

yang terjadi selama pembedahan tidak dapat dikontrol, hal ini tentu saja termasuk

kematian dalam keadaan teranestesi tetapi bukan akibat anestesi walaupun ahli

anestesi telah mempunyai peran yang penting untuk berusaha mempertahankan

hidup penderita dengan secepatnya melakukan transfusi darah

(Bulto & Blogg, 1994).

Universitas Sumatera Utara

2. Bahaya anestesi yang dapat mematikan

Kematian akibat anestesi mungkin disebabkan oleh hipoksia

dan henti jantung yang saling terkait, pada kedua kasus kematian dapat

disebabkan oleh gangguan penyediaan oksigen otak dan /atau jantung baik primer

(yang disebabkan oleh hipoksia respiratorik) maupun sekunder (sebagai akibat

terhentinya sirkulasi setelah henti jantung) (Bulto & Blogg, 1994).Bahaya lain

akibat anestesi yang dapat mematikan karena anestesi adalah anafilaksis akut

karena obat yang digunakan pada anestesi, dan hipertermia yang ganas.

3. Hipoksia atau anoksia respiratorik selama anestesi

Hipoksia atau anoksia terjadi selama anestesi akibat kegagalan

sebagian atau total maupun hambatan terhadap penyediaan oksigen ke otak

(Bulto & Blogg, 1994). Keadaan seperti ini dapat terjadi pada semua titik mulai
dari sumber penyediaan oksigen, mesin anestesi, saluran pernapasan atas dan

bawah, paru–paru, pembuluh darah utama sampai kapiler, dan akhirnya sampai

kepada pemindahan oksigen ke dan dalam sel. Sebagian sel akan pulih dari

hipoksia atau bahkan anoksia yang berlangsung dalam beberapa menit, tetapi pada

otak akan terjadi kerusakan yang irreversibel setelah 4–6 menit kekurangan

oksigen, demikian juga yang terjadi jika jantung berhenti dengan efektif

(henti jantung) (Bulto & Blogg, 1994).

2 Keperawatan

2.1 Pengertian

Universitas Sumatera Utara

Keperawatan adalah diagnosis dan penanganan respon manusia terhadap

masalah kesehatan aktual maupun potensial (ANA, 2000). Dalam dunia

keperawatan modern respon manusia yang didefinisikan sebagai pengalaman dan

respon orang terhadap sehat dan sakit yang merupakan suatu fenomena perhatian

perawat.

Perawat atau Nurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata Nutrix yang

berarti merawat atau memelihara. Harlley Cit ANA (2000) menjelaskan

pengertian dasar seorang perawat yaitu seseorang yang berperan dalam merawat

atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit, injury dan

proses penuaan dan perawat profesional adalah perawat yang bertanggungjawab

dan berwewenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan atau

berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kewenanganya

(Depkes RI,2002).

Asuhan keperawatan adalah kegiatan profesional perawat yang dinamis,

membutuhkan kreativitas dan berlaku rentang kehidupan dan keadaan

(Carpenito, 1998). Adapun tahap dalam malakukan asuhan keperawatan yaitu :


pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana, implementasi, dan evaluasi.

2.2 Peran dan Fungsi Perawat

Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain

terhadap kedudukannya dalam sistem ( Zaidin Ali , 2002). Ahli lain yaitu Kozier

Barbara (1995) memberi defenisi peran sebagai seperangkat tingkah laku yang

diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu

sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar

Universitas Sumatera Utara

dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari

seseorang pada situasi sosial tertentu.

Menurut Gaffar (1995) peran perawat adalah segenap kewenangan yang

dimiliki oleh perawat untuk menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan

kompetensi yang dimiliki. Peran perawat yang dimaksud adalah cara untuk

menyatakan aktifitas perawat dalam praktik, dimana telah menyelesaikan

pendidikan formalnya yang diakui dan diberi kewenangan oleh pemerintah untuk

menjalankan tugas dan tanggung jawab keperawatan secara professional sesuai

dengan kode etik professional. Dimana setiap peran yang dinyatakan sebagai ciri

terpisah demi untuk kejelasan.

Fungsi perawat dalam melakukan pengkajian pada Individu sehat

maupun sakit dimana segala aktifitas yang di lakukan berguna untuk

pemulihan kesehatan berdasarkan pengetahuan yang di miliki, aktifitas ini di

lakukan dengan berbagai cara untuk mengembalikan kemandirian pasien secepat

mungkin dalam bentuk proses keperawatan yang terdiri dari tahap pengkajian,

identifikasi masalah (diagnosa keperawatan), perencanaan, implementasi dan

evaluasi.

Keperawatan dalam menjalankan pelayanan sebagai nursing services


menyangkut bidang yang amat luas sekali, secara sederhana dapat diartikan

sebagai suatu upaya untuk membantu orang sakit maupun sehat dari sejak lahir

sampai meningal dunia dalam bentuk peningkatan pengetahuan, kemauan dan

kemampuan yang dimiliki, sedemikian rupa sehingga orang tersebut dapat

secara optimal melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri tanpa

Universitas Sumatera Utara

memerlukan bantuan dan ataupun tergantung pada orang lain

(Sieglar cit Henderson, 2000).

Perhatian perawat profesional pada waktu menyelenggarakan

pelayanan keperawatan adalah pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Profil

perawat profesional adalah gambaran dan penampilan menyeluruh. Perawat dalam

malakukan aktifitas keperawatan sesuai dengan kode etik keperawatan.

Aktifitas keperawatan meliputi peran dan fungsi pemberi

asuhan keperawatan, praktek keperawatan, pengelola institusi keperawatan,

pendidikan pasien serta kegiatan penelitian dibidang keperawatan. (Sieglar, 2000).

Peran yang dimiliki oleh seorang perawat antara lain peran sebagai

pelaksana, peran sebagai pendidik, peran sebagai pengelola, dan peran sebagai

peneliti (Marullah, 2005).

2.2.1 Peran sebagai Pelaksana

Peran ini di kenal dengan “ Care Giver”, yaitu peran perawat

dalam memberikan asuhan keperawatan secara langsung atau tidak langsung

kepada pasien sebagai individu, keluarga dan masyarakat, dengan metoda

pendekatan pemecahan masalah yang disebut proses keperawatan. Pada peran ini,

perawat diharapkan mampu: memberikan pelayanan keperawatan kepada

individu, keluarga , kelompok atau masyarakat sesuai diagnosis masalah yang

terjadi mulai dari masalah yang bersifat sederhana sampai pada masalah yang

kompleks; memperhatikan individu dalam konteks sesuai kehidupan pasien,


Universitas Sumatera Utara

perawat harus memperhatikan pasien berdasarkan kebutuhan signifikan dari

pasien (Marullah, 2005).

Dalam melaksanakan peran ini perawat bertindak sebagai

comforter, protector, advocate, communicator serta rehabilitator (Marullah,

2005). Sebagai comforter perawat berusaha memberi kenyamanan dan rasa aman

pada pasien. Peran protector dan advocate lebih berfokus pada kemampuan

perawat melindungi dan menjamin hak dan kewajiban pasien agar terlaksana

dengan seimbang dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Peran sebagai

communicator, perawat bertindak sebagai penghubung antara pasien dengan

anggota kesehatan lainya. Peran ini erat kaitanya dengan keberadaan perawat

mendampingi pasien sebagai pemberi asuhan keperawatan selama 24 jam.

Sedangkan rehabilitator, berhubungan erat dengan tujuan pemberian asuhan

keperawatan yakni mengembalikan fungsi organ atau bagian tubuh agar sembuh

dan dapat berfungsi normal (Marullah, 2005).

2.2.2 Peran sebagai Pendidik

Sebagai pendidik perawat berperan dalam medidik individu,

keluarga, kelompok dan masyarakat serta tenaga kesehatan yang berada dibawah

tanggungjawabnya. Peran ini berupa penyuluhan kepada pasien, maupun bentuk

desimilasi ilmu kepada peserta didik keperawatan (Marullah, 2005).

2.2.3 Peran sebagai Pengelola

Dalam hal ini perawat mempunyai peran dan tanggungjawab

dalam mengelola pelayanan maupun pendidikan keperawatan sesuai dengan

manajemen keperawatan dalam kerangka paradigma keperawatan. Sebagai

Universitas Sumatera Utara

pengelola, perawat memantau dan menjamin kualitas asuhan atau pelayanan

keperawatan serta mengorganisasi dan mengendalikan sistem pelayanan


keperawatan. Karena pengetahuan dan pemahaman perawat yang kurang

sehingga pelaksanaan peran perawat pengelola belum maksimal, mayoritas posisi,

lingkup kewenangan dan tanggungjawab perawat hampir tidak berpengaruh dalam

perencanaan dan pengambilan keputusan (Marullah, 2005).

2.2.4 Peran sebagai Peneliti

Sebagai peneliti dibidang keperawatan, perawat diharapkan mampu

mengidentifikasi masalah penelitian, menerapkan prinsip dan metoda penelitian

serta memanfaatkan hasil penelitian untuk meningkatkan mutu asuhan atau

pelayanan dan pendidikan keperawatan. Penelitian di dalam bidang keperawatan

berperan dalam mengurangi kesenjangan penguasaan tehnologi di bidang

kesehatan, karena temuan penelitian lebih memungkinkan terjadinya transformasi

ilmu pengetahuan dan teknologi, selain itu penting dalam memperkokoh upaya

menetapkan dan memajukan profesi keperawatan (Marullah, 2005).

2.3 Peran Perawat dalam Upaya Pencegahan Komplikasi Anestesi

Setelah selesai tindakan pembedahan, pasien harus dirawat sementara di

ruang Post Anestesi Care Unit (PACU) atau Recovery Room (RR) sampai kondisi

pasien stabil, tidak mengalami komplikasi operasi dan memenuhi syarat untuk

dipindahkan ke ruang perawatan (bangsal perawatan) (Torrance & Serginson,

1997). Post Anestesi Care Unit (PACU) atau Recovery Room (RR) biasanya

terletak berdekatan dengan ruang operasi. Hal ini disebabkan untuk

mempermudah akses bagi pasien untuk perawat yang disiapkan dalam merawat

Universitas Sumatera Utara

pasca operatif (perawat anastesi), ahli anastesi dan ahli bedah, alat monitoring dan

peralatan khusus penunjang lainnya.

Alat monitoring yang terdapat di ruang pemulihan digunakan untuk

memberikan penilaian terhadap kondisi pasien (Torrance & Serginson, 1997).


Jenis peralatan yang ada diantaranya adalah alat bantu pernafasan seperti oksigen,

laringoskop, set trakheostomi, peralatan bronkhial, kateter nasal, ventilator

mekanik dan peralatan suction. Selain itu di ruang ini juga harus terdapat alat

yang digunakan untuk memantau status hemodinamika dan alat-alat untuk

mengatasi permasalahan hemodinamika, seperti : apparatus tekanan darah,

peralatan parenteral, plasma ekspander, set intravena, set pembuka jahitan,

defibrilator, kateter vena, tourniquet, bahan-bahan balutan bedah, narkotika dan

medikasi kegawatdaruratan, set kateterisasi dan peralatan drainase

(Rondhianto, 2998)

Selain alat-alat tersebut diatas, pasien post operasi juga harus

ditempatkan pada tempat tidur khusus yang nyaman dan aman serta memudahkan

akses bagi pasien, seperti pemindahan darurat dan dilengkapi dengan kelengkapan

yang digunakan untuk mempermudah perawatan. Seperti tiang infus, side rail,

tempat tidur beroda, dan rak penyimpanan catatan medis dan perawatan

(Torrance & Serginson, 1997).

Pasien tetap berada dalam PACU sampai pulih sepenuhnya dari pegaruh

anastesi, yaitu tekanan darah stabil, fungsi pernafasan adekuat, saturasi oksigen

minimal 95% dan tingkat kesadaran yang baik (Rondhianto, 2998).

Kriteria penilaian yang digunakan untuk menentukan kesiapan pasien

untuk dikeluarkan dari PACU adalah : pasien harus pulih dari efek anestesi, efek

Universitas Sumatera Utara

fisiologis dari obat bius harus stabil, pasien harus sudah sadar kembali dan tingkat

kesadaran pasien telah sempurna, orientasi pasien terhadap tempat, waktu dan

orang, fungsi pulmonal yang tidak terganggu, hasil oksimetri nadi menunjukkan

saturasi oksigen yang adekuat, tanda-tanda vital stabil, termasuk tekanan darah,

haluaran urine tidak kurang dari 30 ml/jam, mual dan muntah dalam kontrol, dan
nyeri minimal (Torrance & Serginson, 1997). Status pasien harus ditulis dan

dibawa ke bangsal masing-masing, jika keadaan pasien membaik, pernyataan

persetujuan harus dibuat untuk kehadiran pasien tersebut oleh seorang perawat

khusus yang bertugas pada unit dimana pasien akan dipindahkan, staf dari unit

dimana pasien harus dipindahkan, perlu diingatkan untuk menyiapkan dan

menerima pasien tersebut (Abrorshodiq, 2009).

Hal-hal yang harus diperhatikan selama membawa pasien ke ruangan

antara lain : keadaan penderita serta order (usulan) dari dokter, mengusahakan

agar pasien jangan sampai kedinginan, kepala pasien sedapat mungkin harus

dimiringkan untuk menjaga bila muntah sewaktu-waktu, dan muka pasien harus

terlihat sehingga bila ada perubahan dapat dipantau dengan segera

(Abrorshodiq, 2009).

2.3.1 Peran perawat pada fase pasca anestesi

Peran perawat pada fase pasca anestesi baik pada bedah mayor

maupun minor sangat dibutuhkan. Peran perawat tersebut merupakan upaya dalam

pencegahan terjadinya komplikasi anestesi yaitu peran pemantauan atau

pengkajian pasca anestesi dan peran penatalaksanaan atau perawatan pasien pasca

anestesi (Latief, 2001; Wijaya, 2008 ).

Universitas Sumatera Utara

2.3.1 Pemantauan/pengkajian pasca anestesi

Periode segera setelah anestesi adalah periode gawat. Untuk

itu pasien harus dipantau dengan jeli dan harus mendapat bantuan fisik dan

psikologis yang intensif sampai pengaruh utama dari anestesi mulai berkurang dan

kondisi umum mulai stabil (Abrorshodiq, 2009). Pemantauan yang efektif

mengurangi kemungkinan outcomes (akibat) buruk yang bisa terjadi setelah

anesthesia melalui pengidentifikasian kelainan sebelum menimbulkan kelainan


yang serius atau tidak dapat diubah (Murphy & Vender, 2004). Pemantauan

dilakukan segera setelah pasien masuk di ruang PACU atau di ruang mana pasien

telah mendapatkan tindakan anestesi yang meliputi pengkajian sistem pernapasan,

sistem kardiovaskuler, keseimbangan cairan dan elektrolit, sistem persarafan,

sistem perkemihan, dan sistem gastrointestinal .

1. Sistem pernapasan

Pengkajian sistem pernapasan dilakukan dengan cara

memeriksa jalan nafas dengan meletakan tangan di atas mulut atau hidung.

Perubahan pernafasan dikaji antara lain frekuensi pernapasan (Respiratory

Rate/RR), pola pernapasan, kemampuan nafas dalam dan batuk, dan kedalaman

pernapasan (Abrorshodiq, 2009). Pernapasan pendek dan cepat mungkin akibat

nyeri, balutan yang terlalu ketat, dilatasi lambung, atau obesitas. Pernapasan yang

bising mungkin karena obstruksi oleh sekresi atau lidah

(Brunner & Suddarth, 2001).

Universitas Sumatera Utara

Selama 2 jam pertama, nadi dan pernafasan diperiksa

setiap 15 menit, lalu setiap 30 menit selama 2 jam berikutnya. Setelah itu bila

keadaan tetap baik, pemeriksaan dapat diperlambat. Bila tidak ada petunjuk

khusus, pemeriksaan dilakukan setiap 30 menit. Bila ada tanda-tanda syok,

perdarahan dan menggigil perawat segera melaporkan kepada dokter. RR

dibawah 10 kali permenit diduga terjadinya gangguan kardiovaskuler atau

metabolisme yang meningkat. Auskultasi paru dilakukan untuk mengkaji

keadekwatan expansi paru, dan kesimetrisan paru. Pengkajian pernapasan juga

dilakukan melalui inspeksi pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu

pernafasan (diafragma, retraksi sterna), efek anestesi yang berlebihan, dan adanya

obstruksi (Wijaya,

2. Sistem kardiovaskuler
2008).

Pertimbangan dasar dalam mengkaji fungsi kardiovaskuler

adalah memantau pasien terhadap tanda-tanda syok dan hemoragi (Brunner &

Suddarth, 2001). Pengkajian sistem kardiovaskuler yaitu pengkajian sirkulasi

perifer yang meliputi kualitas denyut, warna kulit, temperatur, ukuran ektremitas,

sirkulasi darah, nadi dan suara jantung yang dikaji tiap 15 menit (4 x ), 30 menit

(4x), 2 jam (4x) dan setiap 4 jam selama 2 hari jika kondisi stabil (Abrorshodiq,

2009). Penurunan tekanan darah, nadi dan suara jantung kemungkinan dapat

disebabkan oleh depresi miocard, shock, perdarahan atau overdistensi. Nadi yang

meningkat disebabkan oleh shock, nyeri, dan hypothermia (Wijaya,

2008).

Universitas Sumatera Utara

3. Keseimbangan cairan dan elektrolit

Untuk mengkaji keseimbangan cairan dan elektrolit

pasien pasca anestesi, perawat melakukan inspeksi membran mukosa meliputi

warna dan kelembaban, turgor kulit, dan balutan, mengukur cairan NGT, menilai

out put urine, drainage luka, mengkaji intake/output, memonitor cairan intravena,

dan mengukur tekanan darah (Abrorshodiq, 2009).

4. Sistem Persarafan.

Pengkajian sistem persarafan antara lain pengkajian

fungsi serebral dan tingkat kersadaran pasien. Pada pasien terutama dengan bedah

kepala leher, dikaji respon pupil, kekuatan otot, koordinasi, dan depresi fungsi

motor (Abrorshodiq, 2009).

5. Sistem perkemihan.

Untuk mengkaji sistem perkemihan, perawat menilai

kontrol volunteer fungsi perkemihan harus kembali setelah 6 – 8 jam post


anestesi (Abrorshodiq, 2009). Selain itu perawat juga melakukan inspeksi,

palpasi, dan perkusi abdomen bawah untuk mengetahui adanya distensi buli-buli.

Pada pemasangan kateter dikaji warna, dan jumlah urine. Out put urine kurang

dari 30 ml/jam menandakan terjadinya komplikasi ginjal (Wijaya,

2008).

Universitas Sumatera Utara

6. Sistem Gastrointestinal.

Mual muntah 40 % pasien dengan GA selama 24 jam

pertama dapat menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan

TIK pada bedah kepala dan leher. Perawat mengobservasi keadaan umum,

observavomitus dan drainase. Keadaan umum dari pasien harus diobservasi untuk

mengetahui keadaan pasien, seperti kesadaran dan sebagainya. Vomitus atau

muntahan mungkin saja terjadi akibat penagaruh anastesi sehingga perlu dipantau

kondisi vomitusnya. Selain itu drainase sangat penting untuk dilakukan obeservasi

terkait dengan kondisi perdarahan yang dialami pasien (Abrorshodiq, 2009).

Perawat mengkaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus. Selain itu

juga mengkaji paralitic ileus, suara usus, distensi abdomen, dan

ada atau tidaknya flatus.

Insersi Naso Gastric Tube (NGT) intra operatif untuk

mencegah komplikasi post operatif dengan decompresi dan drainase lambung juga

bertujuan untuk meningkatkan istirahat, memberi kesempatan penyembuhan pada

GI track bawah, memonitor perdarahan, mencegah obstruksi usus, irigasi atau

pemberian obat, serta mengkaji jumlah, warna, dan konsistensi isi lambung

tiap 6 – 8 jam (Wijaya,

Pasien tetap berada dalam PACU sampai pulih


sepenuhnya dari pengaruh anestesi, yaitu pasien telah mempunyai tekanan darah

yang stabil, fungsi pernapasan adekuat, saturasi O2 minimum 95%, dan tingkat

kesadaran yang baik.

2008).

Beberapa petunjuk tentang keadaan yang memungkinkan

terjadinya situasi krisis antara lain: tekanan sistolik < 90 –100 mmHg atau > 150

Universitas Sumatera Utara

– 160 mmHg, diastolik < 50 mmHg atau > dari 90 mmHg, Heart Rate (HR)

kurang dari 60 x menit > 10 x/menit, suhu > 38,3 o C atau kurang < 35 o

Kriteria untuk mentukan tingkat pemulihan diberikan

secara detail pada bagan ruang pemulihan pascaanestesi (Brunner & Suddarth,

2001) :

C,

meningkatnya kegelisahan pasien,dan tidak BAK lebih dari 8 jam post operasi

(Abrorshodiq, 2009).

Tabel 1. Kriteria penentuan tingkat pemulihan pasien pasca anestesi

RUANG PEMULIHAN PASCAANESTESI

Penilaian

Pasien: Nilai akhir: Ruangan: Ahli bedah: Tanggal: Perawat R.R: Area pengkajian Poin

nilai

Saat

penerimaan

Setelah

1 jam 2 jam 3 jam

Kemampuan untuk bernapas dengan dalam dan batuk

Pernapasan:
Upaya bernapas terbatas

(dispnea atau membebat)

Tidak ada upaya spontan

>80% dari tingkat praanestetik

Sirkulasi: tekanan arteri sistolik

50% sampai 80% dari tingkat praanestetik

<50% dari tingkat praanestetik

Universitas Sumatera Utara

Respon secara verbal terhadap pertanyaan/terorientasi terhadap tempat

Tingkat kesadaran:

Terbangun ketika dipanggil namanya

Tidak memberikan respon terhadap perintah

2
1

Warna dan penampilan kulit normal

Warna kulit:

Warna kulit berubah: pucat, agak kehitaman, keputihan, ikterik

Sianosis jelas

Bergerak secara spontan atau atas perintah

Aktivitas otot:

Kemampuan untuk menggerakkan semua ektremitas

Tidak mampu untuk mengontrol setiap ektremitas

Total

0
Keterangan:

Pasien bisa dipindahkan ke ruang perawatan dari ruang PACU/RR jika nilai

pengkajian post anestesi > 7-8.

2.3.2 Penatalaksanaan/perawatan pasien pasca anestesi

Selain malakukan pengkajian, perawat juga melaksanakan

perannya dalam hal perawatan pasien pasca anestesi. Dalam hal ini pasien harus

Universitas Sumatera Utara

mendapat bantuan fisik dan psikologis yang intensif sampai pengaruh utama dari

anestesi mulai berkurang dan kondisi umum mulai stabil. Banyaknya asuhan

keperawatan yang dilaksanakan segera setelah periode pasca anestesi tergantung

kepada prosedur bedah yang dilakukan (Abrorshodiq, 2009). Hal-hal yang harus

diperhatikan meliputi:

1. Mempertahankan ventilasi pulmonary.

Ventilasi pulmonary dipertahankan dengan memberikan

posisi kepala pasien lebih rendah dan kepala dimiringkan atau setengah telungkup

dengan kepala tengadah ke belakang dan rahang didorong ke depan sampai reflek

reflek pelindung pulih (Abrorshodiq, 2009). Mempertahankan ventilasi

pulmonary bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi pernapasan seperti

hipoksemia yang tidak terdeteksi, atelektasis, bronkhitis, bronkhopneumonia,

pneumonia, lobaris, kongesti pulmonal hipostatik, pleurisi, dan superinfeksi,

Saluran nafas buatan pada orofaring biasanya terpasang terus setelah pemberian

anestesi umum untuk mempertahankan saluran tetap terbuka dan lidah ke depan

sampai reflek faring pulih. Bila pasien tidak bisa batuk dan mengeluarkan dahak
dan lendir harus dibantu dengan suction. Terapi oksigen sering diberikan pada

pasien pasca operasi, karena obat anestesi dapat menyebabkan lyphokhemia.

Selain pemberian O2

Pada pasien mual dan muntah, pasien benar-benar

dibalikkan miring ke salah satu sisi untuk meningkatkan drainase mulut.

Intervensi keperawatan yang paling penting dibutuhkan ketika terjadi untah adalah

untuk mencegah aspirasi muntahan, yang dapat menyebabkan asfiksia dan

kematian (Brunner & Suddarth, 2001).

harus diberikan latihan nafas dalam setelah pasien sadar.

Universitas Sumatera Utara

2. Mempertahankan sirkulasi.

Hipotensi dan aritmia merupakan komplikasi

kardiovaskuler yang paling sering terjadi pada pasien post anestesi. Untuk itu

pemantauan tanda vital dilakukan tiap 15 menit sekali selama pasien berada di

ruang pemulihan (Abrorshodiq, 2009).

3. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

Pemberian infus merupakan usaha pertama untuk

mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit. Monitor cairan per infus

sangat penting untuk mengetahui kecukupan pengganti dan pencegah kelebihan

cairan. Begitu pula cairan yang keluar juga harus dimonitor(Abrorshodiq, 2009).

Insersi Naso Gastric Tube (NGT) intra operatif untuk mencegah komplikasi post

operatif dengan decompresi dan drainase lambung juga bertujuan untuk

meningkatkan istirahat, memberi kesempatan penyembuhan pada GI track bawah

(www.Nurseview.com, 2008).

4. Mempertahankan keamanan dan kenyamanan.

Pasien post operasi atau post anestesi sebaiknya pada

tempat tidurnya dipasang pengaman sampai pasien sadar betul. Posisi pasien
sering diubah sesuai dengan potensial pasien untuk mencegah kerusakan saraf

akibat tekanan kepada saraf otot dan persendian. Nyeri yang dirasakan

memerlukan intervensi keperawatan yang tepat juga kolaborasi dengan medis

terkait dengan agen pemblok nyerinya (Rhondianto,2008). Pasien yang mulai

sadar memerlukan orientasi dan merupakan tunjangan agar tidak merasa

sendirian. Pasien harus diberi penjelasan bahwa operasi sudah selesai dan

diberitahu apa yang sedang dilakukan (Abrorshodiq, 2009).

Universitas Sumatera Utara

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konsep

Kerangka konseptual pada penelitian ini disusun berdasarkan peran Perawat

dalam upaya pencegahan komplikasi anestesi postoperasi di Rumah Sakit Haji

Adam Malik Medan.

Peran perawat dalam upaya pencegahan komplikasi anestesi meliputi

tindakan pemantauan/pengkajian dan penatalaksanaan/perawatan pasien pasca

anestesi. Pemantauan yang dilakukan yaitu pemantauan sistem pernapasan,

kardiovaskuler, keseimbangan cairan, sistem persarafan, perkemihan, dan

gastrointestinal (Abrorshodiq, 2009; Wijaya, 2008). Penatalaksanaan/perawatan

pasien pasca anestesi antara lain mempertahankan ventilasi pulmonary,

mempertahankan sirkulasi, mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit,

dan mempertahankan keamanan dan kenyamanan (Abrorshodiq, 2009).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran peran perawat dalam

upaya pencegahan komplikasi anestesi post operasi di Rumah Sakit Haji Adam

Malik Medan. Secara skematik, kerangka konsep penelitian ini dapat digambarkan

sebagai berikut:
2. Defenisi Operasional

Anestesi umum/total adalah anestesi yang digunakan pada hampir seluruh

tindakan operasi untuk menghindari rasa nyeri akibat suatu tindakan bedah.

Komplikasi Anestesi Peran perawat

Pemantauan/pengkajian

Penatalaksanaan/ perawatan pasien

Universitas Sumatera Utara

Karena tindakan bedah mumnya adalah tindakan yang membuat suatu luka pada

suatu bagian atau organ tubuh, maka tindakan bedah selalu akan menimbulkan

rasa nyeri sehingga dibutuhkan aenstesi untuk menghilangkan nyeri tersebut.

Peran perawat dalam upaya pencegahan komplikasi anestesi adalah tindakan

yang harus dilakukan seorang perawat meliputi tindakan pemantauan/pengkajian

yaitu pemantauan sistem pernapasan, kardiovaskuler, keseimbangan cairan, sistem

persarafan, perkemihan, dan gastrointestinal; dan penatalaksanaan/perawatan

pasien pasca anestesi antara lain mempertahankan ventilasi pulmonary,

mempertahankan sirkulasi, mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit,

dan mempertahankan keamanan dan kenyamanan yang diukur dengan

menggunakan kuisioner yang terdiri dari 37 pertanyaan dengan pilihan jawaban:

tidak pernah, kadang-kadang, sering, dan selalu, dan data akan dianalisa dengan

menggunakan rumus statistik Sudjana, sehingga didapatkan skala interval 37-74

untuk menyatakan peran kurang terlaksana, skala interval 75-111 untuk

menyatakan peran cukup terlaksana dan skala 112-148 untuk menyatakan peran

terlaksana dengan baik.


Universitas Sumatera Utara

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian

deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran peran perawat dalam

upaya pencegahan komplikasi anestesi postoperasi di Rumah Sakit

Haji Adam Malik Medan.

2. Populasi dan Sampel

2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana di Rumah

Sakit Haji Adam Malik Medan yang terlibat dalam perawatan pasien pasca

tindakan anestesi sebanyak 45 orang yang terdistribusi di beberapa ruangan antara

lain, di ruang pasca bedah IGD sebanyak 24 orang, ICU pasca bedah 17 orang,

dan ruang pulih sadar (recovery room) 4 orang.

2.2 Sampel

Penentuan sampel dilakukan dengan teknik total sampling

(sampling jenuh). Sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua

anggota populasi digunakan sebagai sampel dan sering dilakukan bila populasi

relatif kecil (Ginting, 2008). Maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah

45 orang.
Universitas Sumatera Utara

Kriteria sampel dalam penelitian ini antara lain perawat pelaksana yang

terlibat dalam penanganan pasien pasca anestesi, mempunyai pengalaman kerja

minimal 2 tahun, dan bersedia menjadi responden.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan. Rumah Sakit

Haji Adam Malik dipilih sebagai lokasi karena sebagai sebuah institusi yang

mempunyai karakteristik sampel yang akan diukur yaitu perawat yang terlibat

dalam penanganan pasien pasca anestesi, letak rumah sakit yang strategis dan juga

merupakan salah satu rumah sakit rujukan tipe A dengan pelayanan, fasilitas dan

jumlah perawat yang memadai untuk mendapatkan jumlah sampel penelitian.

Penelitian ini dilaksanakan selama dua minggu yaitu dari tanggal 28 Juli sampai

dengan 12 Agustus 2009.

4. Pertimbangan Etik

Sebelum melakukan penelitian, Peneliti menunjukkan surat permohonan

kepada bagian pendidikan Program Studi Ilmu Keperawatan untuk mendapatkan

persetujuan penelitian. Setelah memperoleh persetujuan, Peneliti meminta izin

kepada direktur Rumah Sakit Umum Dr. Pringadi Medan dan Pimpinan ruangan

Rumah Sakit tersebut.

Dalam melakukan penelitian ini terlebih dahulu dilakukan pertimbangan etik

yaitu dengan memberi penjelasan kepada calon responden tentang tujuan, manfaat

dan prosedur pelaksanaan penelitian. Apabila calon responden bersedia untuk

diwawancarai, maka calon responden akan menandatangani lembar persetujuan.

Universitas Sumatera Utara

Tetapi jika calon responden tidak bersedia, maka calon responden berhak untuk
menolak dan mengundurkan diri selama pengumpulan data berlangsung.

Penelitian ini tidak menimbulkan resiko fisik maupun psikis. Kerahasiaan

data responden dijaga dengan tidak menuliskan nama responden pada instrument

penelitian. Data–data yang diperoleh dari responden hanya digunakan untuk

kepentingan penelitian.

5. Instumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini menggunakan alat pengumpul data berupa

kuesioner. Kuesioner dibuat sendiri oleh perawat berdasarkan tinjauan pustaka.

Kuesioner terdiri dari data demografi responden yang berisi identitas dari perawat

yang menjadi sampel, dan peran perawat dalam upaya pencegahan komplikasi

anestesi, yang terbagi lagi menjadi 2 yaitu tindakan pemantauan berupa

pemantauan sistem pernapasan, kardiovaskuler, keseimbangan cairan, sistem

persarafan, perkemihan, dan gastrointestinal; dan tindakan penatalaksanaan pasien

pasca anestesi antara lain mempertahankan ventilasi pulmonary, mempertahankan

sirkulasi, mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, dan

mempertahankan keamanan dan kenyamanan.

Pertanyaan 1-28 menyatakan peran perawat dalam melakukan

pemantauan/pengkajian pasien pasca anestesi dan pertanyaan 29-37 menyatakan

peran perawat dalam penatalaksanaan/perawatan pasien pasca anestesi.

Data demografi responden meliputi: petunjuk pengisian kuisioner, jenis

kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan lama bekerja. Sedangkan kuisioner

tindakan dalam upaya pencegahan komplikasi anestesi terdiri dari 37 pertanyaaan

Universitas Sumatera Utara

yang disusun menggunakan skala Linkert dengan empat alternatif pilihan

jawaban yaitu tidak pernah, kadang-kadang, sering, dan selalu. Untuk jawaban

tidak pernah memperoleh nilai 1, kadang-kadang memperoleh nilai 2, sering


memperoleh nilai 3 dan selalu memperoleh nilai 4.

6. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Instrumen kuesioner dibuat oleh peneliti karena itu perlu dilakukan uji

validitas dan reliabilitasnya untuk mengetahui seberapa besar derajat kemampuan

alat ukur dalam mengukur secara konsisten sasaran yang akan diukur. Uji

validitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kesahian suatu instrumen. Suatu

instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan

dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto,

2005). Uji validitas dilakukan dengan metode validitas isi, yaitu menetapkan

bahwa insturmen dibuat mengacu pada isi yang dilakukan dengan meminta

bantuan orang yang ahli sebanyak 3 orang antara lain perawat pendidik, dokter

anestesi, dan perawat anestesi. Berdasarkan hasil uji validitas tersebut, kuisioner

disusun kembali dengan bahasa yang lebih interaktif sehingga responden tertarik

untuk membaca setiap item pertanyaan, dan ahli juga menawarkan beberapa item

peran yang juga perlu dilakukan oleh perawat dalam melakukan pemantauan dan

perawatan pasien pasca anestesi.

Reliabilitas adalah adanya suatu kesamaan hasil apabila pengukuran

dilaksanakan oleh orang yang berbeda ataupun waktu yang berbeda

(Setiadi, 2007). Uji reliabilitas dilakukan secara internal konsistensi. Pengujian ini

dilakukan dengan cara mencobakan instrument pada 10 orang (Arikunto, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Menurut Polit & Hungler (1999) menyatakan bahwa suatu instrumen dikatakan

reliabel jika memiliki nilai reliabilitas 0,7. Uji reliabilitas kuisioner dilakukan di

ruang ICU anak dengan jumlah responden sebanyak 10 orang. Hasil uji reliabilitas

peran pemantauan/pengkajian dan penatalaksanaan/ perawatan pasien pasca

anestesi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa nilai uji reliabilitas kuisioner
adalah 0.703. Maka diambil kesimpulan bahwa kuisioner tersebut reliabel dan

dapat digunakan dalam penelitian ini.

7. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dimulai setelah Peneliti menerima surat izin pelaksanaan

penelitian dari instansi pendidikan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas

Kedokteran USU, kemudian surat permohonan izin yang diperoleh diajukan

kepada Direktur Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan, lalu direktur Rumah

Sakit Haji Adam Malik Medan mengajukan surat inzin tersebut kepada kepala

kapokja ICU dan akhirnya peneliti didisposisi oleh kapokja langsung ke ruangan

untuk membagi kuisioner yaitu ruang ICU pasca bedah, dan recovery room.

Sementara penyebaran kuisioner kepada responden di ruang IGD pasca bedah

dilakukan setelah memperoleh izin dari kepala ruangan IGD pasca bedah.

Setelah memperoleh responden, peneliti menjelaskan pada responden tentang

tujuan, manfaat, dan proses pengisian kuisioner, kemudian responden diminta

untuk menandatangani surat persetujuan. Selanjutnya responden diminta untuk

mengisi kuisioner dan diberi kesempatan bertanya jika ada hal yang tidak

dimengerti oleh responden. Setelah kuisioner diisi, kemudian dikumpulkan

Universitas Sumatera Utara

kembali dan diperiksa kelengkapannya, apabila ada yang tidak lengkap maka

dapat dilengkapi juga saat itu.

8. Analisa Data

Setelah semua data terkumpul maka analisa data dilakukan dengan

memeriksa kembali semua kuesioner satu persatu yakni identitas dan data

responden serta memastikan bahwa semua jawaban harus diisi dengan petunjuk.

Kemudian memberi kode terhadap setiap pernyataan yang telah diajukan guna
mempermudah peneliti ketika akan melakukan tabulasi dan analisa data.

Metode statistik untuk analisa data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah menggunakan rumus statistik Sudjana (2001) untuk menentukan panjang

interval suatu kelas dengan rumus:

P = rentang/banyak kelas = (148-37)/3 = 37

Dimana p merupakan panjang kelas dengan rentang nilai tertinggi dikurang

rentang nilai terendah dibagi banyak kelas. Nilai tertinggi 148 dan nilai terendah

37. Sehingga didapat panjang kelas 37. Maka peran perawat kurang terlaksana

intervalnya adalah 37-74, peran cukup terlaksana skala intervalnya 75-111 dan

peran terlaksana dengan baik skala intervalnya adalah 112-148.

Universitas Sumatera Utara

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian mengenai peran perawat

dalam upaya pencegahan komplikasi anestesi di RSUP H Adam Malik Medan.

Penelitian ini dilaksanakan mulai dari tanggal 28 Juli sampai dengan 12 Agustus

2009 di RSUP H Adam Malik Medan dengan jumlah responden sebanyak 45

orang perawat pelaksana yang terlibat dalam tindakan penanganan pasien pasca

anestesi.

Hasil penelitian ini dibagi atas dua bagian, yaitu data demografi, dan peran
perawat dalam upaya pencegahan komplikasi anestesi.

1.1 Karakteristik Demografi Responden

Responden penelitian ini lebih kurang sepertiga (35.6%) adalah berusia

28-35 tahun (M=34.6, SD=7.9), dan kurang lebih dua per tiga dari responden

adalah perempuan (73.3%). Mayoritas responden tingkat pendidikannya adalah

Diploma III Keperawatan (82.2%), dan hampir seluruhnya memiliki pengalaman

kerja lebih dari dua tahun (91.1%). Karakteristik demografi responden dapat

dilihat pada tabel 2.

Table 2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Perawat Pelaksana yang menjadi responden di RSUP H
Adam Malik Medan 2009 (N=45)

No Karakteristik Frekuensi Persentase (%) 1 Usia 19-27 tahun 28-35 tahun 36-44 tahun 45-53 tahun

12 16 10 7

26.7 35.6 22.2 15.5

Universitas Sumatera Utara

2. Jenis kelamin Perempuan Laki-laki

33 12

73.3 26.7

3. Tingkat Pendidikan Sarjana Keperawatan Akademi Perawat Lain-lain

4 37 4

8.9 82.2 8.9

4. Lama Kerja > 2 tahun < 2 tahun

41 4
91.1 8.9

1.2 Peran Perawat dalam Upaya Pencegahan Komplikasi Anestesi

Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa lebih dari setengah

responden dalam melakukan perannya dalam upaya pencegahan komplikasi

anestesi adalah baik (51.1%). Sisanya adalah sebanyak kurang lebih dua perlima

dari responden (40%) dalam melakukan perannya termasuk dalam katergori

cukup, dan sebanyak 8.9% adalah kurang melaksanakan peran ini. Gambaran

pelaksanaan peran perawat dalam upaya pencegahan komplikasi anestesi lebih

lengkap dapat dilihat pada table 3.

Tabel 3 Kategori pelaksanaan peran perawat dalam upaya pencegahan komplikasi anestesi di Rumah
Sakit Umum Haji Adam Malik Medan (N=45)

Kategori pelaksanaan peran perawat dalam upaya pencegahan komplikasi anestesi

Frekuensi Persentase

Terlaksana dengan baik

Cukup terlaksana

Kurang terlaksana

23

18

4
51.1

40

8.9

Universitas Sumatera Utara

1.2.1 Peran Pemantauan

Dari hasil penelititan diperoleh bahwa peran pemantauan perawat

dalam upaya pencegahan komplikasi anestesi cukup terlaksana sebanyak 46.7%

dari responden. Peran yang terlaksana dengan baik adalah 42.2% dan sisanya

yaitu sebanyak 11.1% perawat dalam melakukan perannya adalah kurang.

Gambaran pelaksanaan peran pemantauan perawat dalam upaya pencegahan

komplikasi anestesi secara lengkap dapat dilihat pada table 4.

Table 4 Kategori pelaksanaan peran pemantauan perawat dalam upaya pencegahan komplikasi
anestesi di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan (N=45)

Kategori pelaksanaan peran pemantauan dalam upaya pencegahan komplikasi anestesi

Frekuensi Persentase

Terlaksana dengan baik

Cukup terlaksana

Terlaksana dengan baik


19

21

42.2

46.7

11.1

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat dilihat bahwa

peran mengukur suhu tubuh pasien (M=3.7, SD=0.8), mengukur tekanan darah

(M=5.6, SD=0.8), mengkaji perubahan frekuensi pernapasan (M=3.5, SD=0.9),

dan melakukan palpasi/meraba kulit pasien (M=3.5, SD=0.9), mendapat frekuensi

yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan peran yang lain. Sedangkan peran

yang nilainya lebih rendah yaitu peran mengakaji kemampuan bernapas dalam

Universitas Sumatera Utara

(M=2.4, SD=1.3), melakukan perkusi abdomen bawah (M=2.1, SD=1.0), dan

peran mengkaji warna urine pasien (M=1.8, SD=0.9).

Gambaran peran pemantauan perawat dalam upaya pencegahan

komplikasi anestesi secara lengkap dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5 Gambaran peran pemantauan oleh perawat dalam upaya pencegahan komplikasi anestesi
di RSUP H. Adam Malik (N=45).

Peran Pemantauan Perawat dalam Upaya Pencegahan Komplikasi Anestesi


Mean

Standard

Deviasi

Kategori

Mengukur suhu tubuh pasien Mengukur tekanan darah pasien Mengkaji perubahan frekuensi
pernapasan Melakukan palpasi/meraba kulit Menghitung irama denyut nadi Mengkaji kelembaban
membran mukosa Mengukur intake dan output cairan Menanyakan nyeri yang dirasakan pasien
pada skala nyeri Mengkaji turgor kulit (CRT) Mengkaji kuat/lemahnya denyut nadi Mengkaji
kekuatan otot pasien Mengkaji respon verbal pasien Menanyakan apakah pasien merasakan mual
Mengkaji perubahan pola pernapasan Mengkaji bunyi napas Mengkaji respon membuka mata
Mengkaji jumlah urine pasien Mengkaji adanya muntahan pasien Mengauskultasi suara usus pasien
Melakukan palpasi abdomen bawah Mengkaji kemampuan batuk pasien Mengkaji perubahan
perubahan warna kulit Mengkaji terjadinya distensi abdomen Mengkaji kontrol volunter fungsi
perkemihan

3.7 3.6 3.5

3.5 3.4 3.2

3.2 3.2

3.2 3.1 3.1 3.1 3.0

3.0 3.0 3.0 2.9 2.9 2.9 2.8 2.8 2.8

2.6 2.6

0.8 0.8 0.9


0.9 0.9 0.9

0.9 0.9

0.9 1.0 0.8 0.9 0.8

0.9 1.1 0.9 1.0 0.8 1.1 0.8 0.9 1.1

1.0 0.9

Baik Baik Baik

Baik Baik Baik

Baik Baik

Baik Baik Baik Baik Baik

Baik Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup

Cukup Cukup

Universitas Sumatera Utara

Mengkaji ada atau tidaknya flatus Mengkaji kemampuan bernapas dalam Melakukan perkusi
abdomen bawah Mengkaji warna urine pasien

2.6 2.4 2.1 1.8

1.0 1.3 1.0 0.9


Cukup Cukup Cukup Kurang

1.2.2 Peran Penatalaksanaan Pasien Pasca anestesi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan peran

penatalaksanaan oleh tiga perlima dari responden adalah baik (60%), sementara

responden lainnya dalam melaksanakan perannya termasuk dalam kategori cukup

sebanyak 31.1%, dan sisanya adalah kurang (8.9%). Untuk lebih jelasnya

gambaran pelaksanaan peran penatalaksanaan pasien pasca anestesi oleh perawat

dapat dilihat pada tabel 6

Tabel 6 Kategori pelaksanaan peran pelaksanaan pasien pasca anestesi oleh perawat dalam upaya
pencegahan komplikasi anestesi di Rumah Sakit Haji Adam Malik

Medan (N=45)

Kategori pelaksanaan peran penatalaksanaan dalam upaya pencegahan komplikasi anestesi

Frekuensi Persentase

Terlaksana dengan baik

Cukup terlaksana

Terlaksana dengan baik

27

14

4
60

31.1

8.9

Peran memberikan terapi oksigen (M=3.7, SD=0.8), berkolaborasi

dengan dokter untuk pemberian obat untuk penanggulangan nyeri

(M=3.7, SD=0.9), dan peran memberikan terapi cairan infus merupakan peran

Universitas Sumatera Utara

dengan frekuensi paling tinggi dibanding peran yang lainnya. Sedangkan peran

memfasilitasi pasien dengan selimut untuk mencegah menggigil

(M=3.0, SD=1.1), peran memberikan posisi kepala miring ke satu sisi

(M=2.6, SD=1.1), dan peran mempertahankan status nutrisi pasien tetap normal

(M=2.4, SD=1.4), merupakan peran dengan frekuensi paling rendah.

Gambaran peran penatalaksanaan pasien pasca anestesi oleh perawat dalam upaya

pencegahan komplikasi anestesi dapat dilihat pada tabel 7.

Table 7 Peran penatalaksanaan/perawatan pasien pasca anestesi oleh perawat dalam upaya
pencegahan komplikasi anestesi di RSUP H. Adam Malik (N=45).

Peran Perawatan Perawat dalam Upaya Pencegahan Komplikasi Anestesi

Mean

Standard deviasi

Kategori

Memberikan terapi oksigen Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat untuk
penanggulangan nyeri Memberikan terapi cairan infus Mengatur posisi pasien untuk membersihkan
jalan napas pasien Membantu pasien untuk perubahan posisi Memberikan dukungan psikologis pada
pasien Memfasilitasi pasien dengan selimut untuk mencegah menggigil Memberikan posisi kepala
miring ke satu sisi Mempertahankan status nutrisi pasien tetap normal

3.7 3.7

3.6 3.4

3.1

3.0

3.0

2.6

2.4

0.8 0.9

0.9 0.9

0.9

1.1

1.1

1.1

1.4

Baik Baik
Baik Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

Universitas Sumatera Utara

2. Pembahasan

Dari hasil penelitian, peneliti membahas masalah penelitian mengenai

gambaran peran perawat dalam upaya pencegahan komplikasi anestesi.

2.1 Karakteristik Demografi Responden

Berdasarkan usia responden dalam penelitian ini lebih dari sepertiga

berada pada rentang usia 28-35 tahun (35.6%), lebih dari dua pertiga adalah

perempuan (73.3%), mayoritas responden tingkat pendidikannya adalah Diploma

III Keperawatan (82.2%), dan hampir seluruhnya memiliki pengalaman kerja

lebih dari dua tahun (91.1%). Dari data ini diperoleh bahwa responden dalam

penelitian ini termasuk kedalam usia produktif. Hal ini sesuai dengan pendapat

Siagian (1989) yang mengatakan bahwa pekerja yang berada pada usia produktif
dapat diindikasikan bahwa mereka mampu melaksanakan tugasnya dengan baik.

Bahkan bila dilihat dari pengalaman kerja yang dimiliki sudah lebih dari 2 tahun

(91%) maka hal ini menunjukkan tingkat produktivitas kinerja yang tentunya

semakin baik.

2.2 Peran Perawat dalam Upaya Pencegahan Komplikasi Anestesi

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa lebih dari setengah responden

dalam melakukan perannya dalam upaya pencegahan komplikasi anestesi adalah

baik (51.1%). Sisanya adalah sebanyak kurang lebih dua perlima dari responden

(40%) dalam melakukan perannya termasuk dalam katergori cukup, dan hanya

8.9% dari responden adalah kurang dalam melaksanakan perannya dalam upaya

pencegahan komplikasi anestesi. Peran perawat dalam upaya pencegahan

komplikasi anestesi dapat terlaksana dengan baik karena perawat menyadari

bahwa periode segera setelah anestesi adalah periode gawat. Untuk itu pasien

Universitas Sumatera Utara

harus dipantau dengan jeli dan harus mendapat bantuan fisik dan psikologis yang

intensif sampai pengaruh utama dari anestesi mulai berkurang dan kondisi umum

mulai stabil (Abrorshodiq, 2009).

1.2.1 Peran Pemantauan

Peran pemantauan perawat dalam upaya pencegahan komplikasi

anestesi dalam penelitian ini kurang dari setengah cukup terlaksana

(46.7%). Peran yang terlaksana dengan baik hanya 42.2% dan sisanya yaitu

sebanyak 11.1% perawat dalam melakukan perannya adalah kurang. Peran

pemantauan ini seharusnya terlaksana dengan baik seperti yang dinyatakan oleh

Murphy & Vender (2004) bahwa pemantauan (monitoring) merupakan aspek

penting dari perawatan anestesi. Keselamatan pasien terjaga apabila pemantauan

yang tepat berjalan lancar dan kesimpulan-kesimpulan klinis tepat. Pemantauan

yang efektif mengurangi kemungkinan komplikasi (akibat) buruk yang bisa terjadi
setelah anestesi melalui pengidentifikasian kelainan sebelum menimbulkan

kelainan yang serius atau tidak dapat diubah.

Dari hasil penelitian yang diperoleh dapat dilihat bahwa peran

mengukur suhu tubuh pasien (M=3.7, SD=0.8), mengukur tekanan darah

(M=5.6, SD=0.8), dan mengkaji perubahan frekuensi pernapasan

(M=3.5, SD=0.9), mendapat frekuensi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan

peran yang lain. Hal tersebut disebabkan karena mengukur suhu tubuh,

pengukuran tekanan darah, dan pengkajian perubahan frekuensi pernapasan

merupakan standard kompetensi perawat dalam melakukan pengukuran tanda

tanda vital yang harus diketahui oleh perawat sesuai dengan Keputusan Menteri

Tenaga Kerja dan Transmigrasi (KEP. 148/MEN/III/2007). Pengukuran suhu tubuh

Universitas Sumatera Utara

dan tekanan darah memang sangat penting seperti yang dinyatakan oleh Murphy

& Vender (2004) bahwa pengukuran tekanan darah dan pengukuran suhu tubuh

merupakan indikator penting dari kecukupan sirkulasi. Pengukuran suhu pasien

secara terus-menerus harus dilakukan. Apabila perubahan suhu tubuh diketahui

atau terantisipasi, suhu harus terus-menerus diukur dan dicatat pada rekam

anestesi.

Berdasarkan hasil penelitian juga ditemukan bahwa peran

pemantauan antara lain mengakaji kemampuan bernapas dalam (M=2.4, SD=1.3),

melakukan perkusi abdomen bawah (M=2.1, SD=1.0), dan peran mengkaji warna

urine pasien (M=1.8, SD=0.9) merupakan peran dengan frekuensi yang lebih

rendah dari peran yang lain. Menurut Dedy (2008), kedalaman pernapasan sering

berarti sebagai frekuensi pernapasan. Sebagai contoh, bila pasien bernapas 40 kali

per menit, seseorang dapat berpikir masalah pernapasan berat terjadi, tetapi bila

pernapasan sangat dalam pada frekuensi tersebut, ini dapat berarti pasien

mengalami pernapasan Kussmaul sehubungan dengan sidosis diabetik atau


asidosis lain. Hal ini menyebabkan perawat lebih sering mengkaji frekuensi

pernapasan daripada mengkaji kedalaman pernapasan. Sementara itu melakukan

perkusi abdomen bawah jarang dilakukan oleh perawat karena perkusi abdomen

bawah tersebut bertujuan untuk mengetahui adanya distensi buli-buli akan tetapi

hal tersebut jarang terjadi sehingga perawat tidak terlalu khawatir akan hal

tersebut, dan mengkaji warna urine mendapatkan frekuensi yang lebih sedikit

disebabkan karena pengkajian warna urine lebih sering dilakukan pada pasien

yang terindikasi memiliki kemungkinan terjadinya gangguan pada sistem

perkemihan atau perdarahan (Wijaya, 2008). Akan tetapi seharusnya perawat tetap

Universitas Sumatera Utara

mengakaji warna urine pasien pasca anestesi karena dengan mengkaji warna urine

dapat dilihat kemungkinan terjadinya perdarahan yang merupakan salah satu

komplikasi dari sistem perkemihan pasca anestesi. Wijaya juga mengatakan

bahwa perkusi abdomen bawah juga perlu dilakukan untuk mengetahui adanya

distensi buli-buli. Sementara itu Abrorsodiq (2009) menyatakan bahwa mengakaji

kemampuan bernapas dalam juga merupakan bagian dari peran pemantauan yang

bertujuan untuk mengetahui kembalinya fungsi pernapasan pasien pasca anestesi.

1.2.2 Peran Penatalaksanaan Pasien Pasca anestesi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan peran

penatalaksanaan oleh tiga perlima dari responden adalah baik (60%), sementara

responden lainnya dalam melaksanakan perannya termasuk dalam kategori cukup

sebanyak 31.1%, dan sisanya adalah kurang (8.9%). Sehingga secara umum dapat

disimpulkan bahwa peran penatalaksanaan/perawatan pasien pasca anestesi

tergolong baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Abrorsodiq (2009) yang

mengatakan bahwa selain malakukan pengkajian, perawat juga penting untuk

melaksanakan perannya dalam hal perawatan pasien pasca anestesi. Dalam hal ini

pasien harus mendapat bantuan fisik dan psikologis yang intensif sampai
pengaruh utama dari anestesi mulai berkurang dan kondisi umum mulai stabil.

Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa peran memberikan terapi

oksigen (M=3.7, SD=0.8), berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat

untuk penanggulangan nyeri (M=3.7, SD=0.9), dan peran memberikan terapi

cairan infus merupakan peran dengan frekuensi paling tinggi dibanding peran

yang lainnya. Di ruang pemulihan, alat monitoring seperti alat bantu pernafasan

seperti oksigen, dan set infus telah tersedia untuk membantu pasien memenuhi

Universitas Sumatera Utara

kebutuhan oksigen dan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh kondisi

(Torrance & Serginson, 1997). Hal ini sangat membantu perawat untuk

melaksanakan perannya dalam memberikan terapi oksigen dan terapi cairan infus.

Memberikan terapi oksigen memang penting untuk dilakukan mengingat bahwa

pasien pasca anestesi membutuhkan bantuan asupan oksigen karena obat anestesi

dapat menyebabkan lypokhemia (Brunner & Suddarth, 2001). Sementara menurut

Rhondianto (2008) peran perawat dalam berkolaborasi dengan dokter untuk

pemberan obat dalam penanganan nyeri merupakan intervensi yang tepat terkait

denga agen pemblok nyeri yang dirasakan oleh pasien. Dan seiring dengan

pernyataan Abrorsodiq (2009) yang menyatakan bahwa pemberian infus

merupakan usaha pertama untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan

elektrolit.

Selanjutnya peran memfasilitasi pasien dengan selimut untuk

mencegah menggigil (M=3.0, SD=1.1), peran memberikan posisi kepala miring

ke satu sisi (M=2.6, SD=1.1), dan peran mempertahankan status nutrisi pasien

tetap normal (M=2.4, SD=1.4), merupakan peran dengan frekuensi paling rendah.

Abrorsodiq (2009) menyatakan bahwa mempertahankan status nutrisi pasien tetap

normal penting karena pasien juga memerlukan asupan nutrisi melalui NGT juga

bertujuan untuk melatih/merangsang kembalinya fungsi gastrointestinal.


Menyelimuti pasien dengan selimut bertujuan untuk memberikan kenyamanan

dan kehangatan pada pasien. Akan tetapi pada umumnya ruang pemulihan telah

diatur suhunya sesuai dengan kebutuhan pasien pasca anestesi sehingga pasien

terkadang tidak memerlukan selimut lagi (Abrorsodiq, 2009). Selanjutnya,

menurut Brunner & Suddarth (2001) peran memberikan posisi kepala miring ke

Universitas Sumatera Utara

satu sisi juga penting dilakukan yang bertujuan untuk meningkatkan drainase

mulut. Akan tetapi jika ada benda asing yang menyumbat jalan napas, perawat

dapat menggunakan alat seperti suction, sebab bebarapa pasien tidak dapat

diberikan posisi kepala miring ke satu sisi apabila pasien tersebut mengalami

cedera pada kepala atau pada pasien pasca craniotomi.

Universitas Sumatera Utara

BAB 6

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan dapat diambil kesimpulan dan

saran mengenai peran perawat dalam upaya pencegahan kompliksai anestesi di

RSUP H. Adam Malik.


1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa perawat pelaksana yang

berkerja di ruang ICU Pasca bedah, IGD Pasca bedah, dan Ruang pulih sadar

(Recovery Room) di RSUP. H. Adam Malik mayoritas adalah perempuan (73%),

tingkat pendidikan diploma (82%), usia berada pada rentang 31-40 tahun (38%)

dan lama bekerja >2 tahun (91%).

Pelaksanaan peran perawat dalam upaya pencegahan komplikasi anestesi

terlaksana dengan baik 51%, peran pemantauan cukup terlaksana sebanyak

46.7%, dan peran penatalaksanaan oleh tiga perlima dari perawat adalah baik

(60%). Peran tersebut dapat terlaksana dengan baik karena perawat menyadari

bahwa periode segera setelah anestesi adalah periode gawat. Untuk itu pasien

harus dipantau dengan jeli dan harus mendapat bantuan fisik dan psikologis yang

intensif sampai pengaruh utama dari anestesi mulai berkurang dan kondisi umum

mulai stabil.

Universitas Sumatera Utara

2. Rekomendasi

2.1 Bagi Pendidikan Keperawatan

Peran pengkajian/pemantauan dan peran perawatan/penatalaksanaan pasien

pasca anestesi di rumah sakit sangatlah penting untuk dilaksanakan dengan baik

untuk mencegah terjadinya komplikasi yang dapat timbul pasca anestesi. Untuk

itu, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai materi tambahan dalam

pendidikan keperawatan agar lebih dipahami oleh seorang calon perawat.


2.2 Bagi Praktek Keperawatan

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan perawat

tentang peran perawat dalam upaya pencegahan komplikasi anesetesi sehingga

diharapkan perawat mampu mengaplikasikannya dalam praktek keperawatan.

Peran pemantauan dan penatalaksanaan ini perlu untuk disosialisasikan kepada

perawat pelaksana yang terlibat dalam penanganan pasien pasca anestesi agar

perawat dapat melaksanakan peran tersebut dengan baik mengingat pasien yang

mengalami operasi dengan anestesi, jam pertama setelah anestesi merupakan saat

yang paling berbahaya sehingga memerlukan pemantauan yang ketat serta

penatalaksanaan yang tepat.

2.3 Bagi Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi penelitian

selanjutnya dengan topik dan ruang lingkup yang sama dengan penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA

Admin. (2007) . Pemantauan anestesi. Dibuka pada tanggal 16 oktober 2008 dari http://admin

manajemen blogspot.com

Abrorshodiq (2009). Askep Perioperatif. Dibuka pada tanggal 1 Juli 2009 dari

http://Abrorshodiq’s Blog.htm.

Arikunto, S. (2005).Manajemen penelitian edisi revisi. Jakarta : Rineka Cipta


Awie. (2008). Peran perawat pada fase intraopereatif . Dibuka pada tanggal 5 November 2008, dari
http://lensakomunika.blogspot.com

Bachsinar, (1992). Bedah minor. Jakarta: hipokrates

Bangfad. (2008). Peran dan fungsi perawat. Dibuka pada tanggal 5 November 2008, dari
http://fadlie.web.id

Boulton & Blogg. (1994). Anestesiologi. Edisi 10. Jakarta: EGC

Brunner & Suddarth (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Campbell. (1995). Anesthesia. Blackwell scientific publication.

Damayanti. (2008). Seputar obat bius: Lain jenis, lain kegunaannya. Dibuka pada tanggal 5 November
2008, dari http://www.isfinational.or.id

Dobson, (1994). Penuntun praktis anestesi. Jakarta: EGC

Doni. (2008). Peran perawat (Ners) menuju Indonesia Sehat 2010. Dibuka pada tanggal 5
November 2008, dari http://ilmukeperawatan.wordpress.com/2008

Effendi. (2008). Peran perawat. Dibuka pada tanggal 5 November 2008, dari
http://indonesiannursing.com

Hardiono. (2006). Bius total/bius lokal. Dibuka pada tanggal 4 November 2008, dari
http://health.groups.yahoo.com

Howe & whitehead, (1992). Anestesi lokal. Edisi 3. Jakarta: hipokrates


Kumala. (2008). Bius total: Adakah efek sampingnya. Dibuka pada tanggal 5 November 2008, dari
http://www.tanyadokteranda.com

Lubis, dkk. (1994). Anestesi lokal. seri farmakologi. Medan: Pustaka Widyasarana

Lubis, (1994). Anestesi umum. Medan: pustaka widyasarana.

Universitas Sumatera Utara

Mentasli & Bucalis. (2000). Anestetik lokal golongan Amida. Dibuka pada tanggal 4 November 2008,
dari http://library.usu.ac.id

Mulyana, M.D. (2007). Anesthesi intravena. Dibuka pada tanggal 4 November 2008 http://ryan-
mul.blogspot.com

Murphy & Vender (2004). Pemantauan pasien yang dibius. London: churchchill livingstone

Noor. (2008) Peranan dan masalah perawat dalam proses asuhan keperawatan di RSU Haji
Makassar. Dibuka pada tanggal 5 November 2008, dari http://marsunhas.wordpress.com

Nursalam. (2002). Manajemen keperawatan. aplikasi dalam praktek keperawatan profesional.


Jakarta: Salemba Medika

Ostlere & Smith. (1987). Anestesiologi. anesthetics for medical students. London: churchchill
livingstone

Rondhianto (2008). Perawatan post anestesi di ruang pemulihan (recovery room). Dibuka pada
tanggal 1 Juli 2009 dari http://keperawatanperioperatif.html.

Ryant. (2007). Obat bius. Dibuka pada tanggal 5 November 2008, dari
http://cahamet02.multiply.com
Said, dkk. (2001). Petunjuk praktis anetesiologi. Jakarta: FKUI

Siahaan. (2000). Anestesi lokal dan regional. Medan: USU Press

Wijaya

(2008). Pengkajian pasca anestesi. Dibuka pada tanggal 1 Juli dari http:www. aldiavanza » Blog
Archive » MEDICAL SURGICAL.htm.

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN PERAN

PERAWAT DALAM UPAYA PENCEGAHAN KOMPLIKASI ANESTESI DI

RUMAH SAKIT UMUM HAJI ADAM MALIK MEDAN

Saya yang bernama Ida Basa Nainggolan/051101053 adalah mahasiswi Ilmu

Keperawatan USU. Saat ini saya sedang melakukan penelitian tentang “Peran Perawat

dalam Upaya Pencegahan Komplikasi Anestesi di Rumah Sakit Umum Haji Adam

Malik Medan”. Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas

akhir di Fakultas Ilmu Keperawatan USU.

Untuk keperluan tersebut saya mohon kesediaan Saudara untuk menjadi

responden dalam penelitian ini. Selanjutnya saya mohon kesediaannya untuk mengisi

kuesioner ini dengan jujur. Jika bersedia, silahkan menandatangani lembar persetujuan

ini sebagai bukti kesukarelaan Saudara.

Partisipasi Saudara dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga bebas untuk

mengundurkan diri setiap saat tanpa sanksi apapun. Identitas Saudara dan semua

informasi yang diberikan akan dirahasiakan dan hanya digunakan untuk penelitian ini.
Terima kasih atas partisipasi Saudara.

Medan, Agustus 2009

Peneliti, Responden

Ida Basa Nainggolan ______________

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 2

Lembar Kuisioner Kode :

Kuisioner Penelitian Peran Perawat Dalam Upaya Pencegahan Komplikasi

Anestesi di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan

A. Data Demografi Perawat


Petunjuk Pengisian :

- Jawablah semua item pertanyaan dari 37 pertanyaan yang tersedia dengan memberikan tanda (√)
pada tempat yang telah disediakan.

- Semua pertanyaan harus dijawab.

- Jawablah pertanyaan dengan jujur.

- Tiap pertanyaan diisi dengan satu jawaban.

1. Usia : tahun

2. Jenis Kelamin : Laki – laki

Perempuan

3. Pendidikan : D III Keperawatan

S 1 Keperawatan

Lain-lain

4. Pengalaman Kerja : < 1 tahun

> 2 tahun

5. Pelatihan Penanganan Pasien

pasca anestesi : Pernah

Tidak Pernah

Universitas Sumatera Utara

B. Kuisioner Peran Perawat dalam Upaya Pencegahan Komplikasi Anestesi Petunjuk pengisian :
Berilah tanda √ pada kolom jawaban yang tersedia sesuai

dengan pelaksanaan pemantauan/pengkajian dan


perawatan/penatalaksanaan pasien pasca anestesi.

Keterangan:

TP : Tidak pernah

KK : Kadang-kadang

SR : Sering

SL : Selalu

No. Tindakan Pelaksanaan TP KK SR SL

56

7
8

10

Saya mengkaji perubahan frekuensi pernapasan untuk mengetahui adanya masalah pernapasan
pasien Saya mengkaji perubahan pola pernapasan karena pernapasan yang pendek dan cepat
mungkin diakibatkan oleh nyeri, balutan yang terlalu ketat, dilatasi lambung, atau obesitas. Saya
mengkaji bunyi napas untuk mengetahui terjadinya obstruksi oleh sekresi atau lidah. Saya mengkaji
kemampuan bernapas dalam Saya mengkaji kemampuan batuk pasien Untuk memantau fungsi
kardiovaskuler, saya mengkaji perubahan warna kulit pasien Saya juga melakukan palpasi/meraba
kulit untuk mengetahui kehangatan kulit pasien Saya menghitung irama denyut nadi untuk
mengetahui perubahan denyut nadi Saya mengkaji kuat/lemahnya denyut nadi agar dapat dideteksi
kemungkinan terjadinya syok atau perdarahan Saya menilai tanda-tanda vital pasien salah satunya
dengan mengukur suhu tubuh pasien

Universitas Sumatera Utara

11

12
13

14

15

16

17

18

19

20

21

22
23

24

25 26

27

Saya waspada terhadap adanya masalah sirkulasi, untuk itu saya juga mengukur tekanan darah
pasien. Saya mengkaji keseimbangan cairan dan elektrolit dengan mengkaji kelembaban membran
mukosa Saya juga mengkaji turgor kulit (CRT) untuk mengetahui apakah pasien dehidrasi Saya
memantau keseimbangan cairan dan elektrolit pasien dengan mengukur intake dan output cairan
Saya mengkaji sistem persarafan pasien dengan mengkaji respon membuka mata Saya mengkaji
respon verbal pasien untuk mengkaji tingkat kesadaran pasien Untuk mengkaji kembalinya fungsi
saraf motorik pasien, saya mengkaji kekuatan otot pasien Saya menanyakan nyeri yang dirasakan
pasien pada skala nyeri untuk mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan pasien Saya mengkaji
kembalinya fungsi sistem perkemihan pasien denagan menilai kontrol volunteer fungsi perkemihan
Saya melakukan palpasi abdomen bawah untuk mengetahui adanya distensi buli-buli Saya juga
melakukan perkusi abdomen bawah juga untuk mengetahui adanya distensi buli-buli Saya mengkaji
warna urine karena saya waspada terhadap perubahan warna urine yang pekat dan keruh
kemungkinan diakibatkan oleh terjadinya perdarahan Saya mengkaji jumlah urine pasien untuk
memastikan ada tidaknya masalah (sumbatan) pada saluran perkemihan pasien Saya menanyakan
apakah pasien merasakan mual Saya mengkaji adanya muntahan pasien Saya mengkaji terjadinya
distensi abdomen yang kemungkinan disebabkan oleh akumulasi gas yang berlebih dalam saluran
intestinal Untuk mengetahui kembalinya fungsi gastrointestinal pasien, saya mengauskultasi suara
usus pasien

Universitas Sumatera Utara


28

29

30

31

32

33

34

35

36

37
Saya juga mengkaji ada atau tidaknya flatus untuk mengetahui kembalinya fungsi gastrointestinal
pasien Saya memberikan terapi oksigen untuk membantu pernapasan pasien Saya mempertahankan
patensi jalan napas dengan memberikan posisi kepala miring ke satu sisi Saya juga mengatur posisi
pasien agar sekresi lendir atau muntahan dapat dikeluarkan untuk membersihkan jalan napas pasien
Saya memberikan terapi cairan infus untuk membantu asupan cairan dan elektrolit pasien Saya
mempertahankan status nutrisi pasien normal dengan memberi asupan makanan sesuai dengan
toleransi pasien Saya membantu pasien untuk perubahan posisi yang dibutuhkan untuk mendukung
kenyamanan pasien Untuk mempertahankan suhu tubuh pasien tetap normal saya memfasilitasi
pasien dengan selimut untuk mencegah menggigil Saya memberikan dukungan psikologis pada
pasien untuk mengurangi kecemasan Saya berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat
untuk penanggulangan nyeri

Universitas Sumatera Utara


Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

N of Items 0.703 37

Tabel olah data karakteristik demografi

Usia

Valid 45 Missing 0 Mean 34.64

Std. Deviation 7.981

Minimum 22 Maximum 48

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

19-27 tahun

12 26.7 26.7 26.7

28-35 tahun

16 35.6 35.6 62.2

36-44 tahun

10 22.2 22.2 84.4

45-53 tahun

7 15.6 15.6 100.0

Total 45 100.0 100.0

Jenis Kelamin
Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid perempuan 33 73.3 73.3 73.3 laki-laki 12 26.7 26.7 100.0 Total 45 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara

Tabel hasil olah data kuesioner

Pertanyaan 1 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.53 Std. Deviation .919 Minimum 1 Maximum 4

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid 1 4 8.9 8.9 8.9 2 1 2.2 2.2 11.1 3 7 15.6 15.6 26.7 4 33 73.3 73.3 100.0
To tal 45 100.0 100.0

Pertanyaan 2 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.02 Std. Deviation .917 Minimum 1 Maximum 4

Frequency Percent

Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 4 8.9 8.9 8.9 2 6 13.3 13.3 22.2 3 20 44.4 44.4 66.7 4 15 33.3 33.3
100.0 Total 45 100.0 100.0

Pertanyaan 3 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.00 Std. Deviation 1.128 Minimum 1 Maximum 4

Universitas Sumatera Utara

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid 1 9 20.0 20.0 20.0 2 1 2.2 2.2 22.2 3 16 35.6 35.6 57.8 4 19 42.2 42.2
100.0 Total 45 100.0 100.0

Pertanyaan 4 N Valid 45 Missing 0 Mean 2.44 Std. Deviation 1.341 Minimum 1 Maximum 4

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid 1 17 37.8 37.8 37.8 2 8 17.8 17.8 55.6 3 3 6.7 6.7 62.2 4 17 37.8 37.8
100.0 Total 45 100.0 100.0

Pertanyaan 5 N Valid 45 Missing 0 Mean 2.78 Std. Deviation .974 Minimum 1 Maximum 4

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid 1 4 8.9 8.9 8.9 2 15 33.3 33.3 42.2 3 13 28.9 28.9 71.1 4 13 28.9 28.9
100.0 Total 45 100.0 100.0
Pertanyaan 6 N Valid 45 Missing 0 Mean 2.78 Std. Deviation 1.085 Minimum 1 Maximum 4

Universitas Sumatera Utara

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid 1 10 22.2 22.2 22.2 2 2 4.4 4.4 26.7 3 21 46.7 46.7 73.3 4 12 26.7 26.7
100.0 Total 45 100.0 100.0

Pertanyaan 7 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.53 Std. Deviation .944 Minimum 1 Maximum 4

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid 1 4 8.9 8.9 8.9 2 2 4.4 4.4 13.3 3 5 11.1 11.1 24.4 4 34 75.6 75.6 100.0
Total 45 100.0 100.0

Pertanyaan 8 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.36 Std. Deviation .957 Minimum 1 Maximum 4

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid 1 3 6.7 6.7 6.7 2 6 13.3 13.3 20.0 3 8 17.8 17.8 37.8 4 28 62.2 62.2 100.0
Total 45 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara

Pertanyaan 9 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.09 Std. Deviation 1.041 Minimum 1 Maximum 4

Frequency Percent

Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 4 8.9 8.9 8.9 2 10 22.2 22.2 31.1 3 9 20.0 20.0 51.1 4 22 48.9 48.9
100.0 Total 45 100.0 100.0

Pertanyaan 10 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.67 Std. Deviation .798 Minimum 1 Maximum 4

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid 1 2 4.4 4.4 4.4 2 3 6.7 6.7 11.1 3 3 6.7 6.7 17.8 4 37 82.2 82.2 100.0
Total 45 100.0 100.0

Pertanyaan 11 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.58 Std. Deviation .783 Minimum 1 Maximum 4

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid 1 2 4.4 4.4 4.4 2 2 4.4 4.4 8.9 3 9 20.0 20.0 28.9 4 32 71.1 71.1 100.0
Total 45 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara

Pertanyaan 12 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.24 Std. Deviation .933 Minimum 1 Maximum 4

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid 1 4 8.9 8.9 8.9 2 3 6.7 6.7 15.6 3 16 35.6 35.6 51.1 4 22 48.9 48.9 100.0
Total 45 100.0 100.0

Pertanyaan 13 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.16 Std. Deviation .928 Minimum 1 Maximum 4

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid 1 5 11.1 11.1 11.1 2 1 2.2 2.2 13.3 3 21 46.7 46.7 60.0 4 18 40.0 40.0
100.0 Total 45 100.0 100.0
Pertanyaan 14 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.20 Std. Deviation .894 Minimum 1 Maximum 4

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid 1 2 4.4 4.4 4.4 2 8 17.8 17.8 22.2 3 14 31.1 31.1 53.3 4 21 46.7 46.7
100.0 Total 45 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara

Pertanyaan 15 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.00 Std. Deviation .929 Minimum 1 Maximum 4

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid 1 5 11.1 11.1 11.1 2 4 8.9 8.9 20.0 3 22 48.9 48.9 68.9 4 14 31.1 31.1
100.0 Total 45 100.0 100.0

Pertanyaan 16 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.07 Std. Deviation .889 Minimum 1 Maximum 4

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid 1 4 8.9 8.9 8.9 2 4 8.9 8.9 17.8 3 22 48.9 48.9 66.7 4 15 33.3 33.3 100.0
Total 45 100.0 100.0

Pertanyaan 17 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.09 Std. Deviation .821 Minimum 1 Maximum 4

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid 1 3 6.7 6.7 6.7 2 4 8.9 8.9 15.6 3 24 53.3 53.3 68.9 4 14 31.1 31.1 100.0
Total 45 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


Pertanyaan 18 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.20 Std. Deviation .894 Minimum 1 Maximum 4

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid 1 3 6.7 6.7 6.7 2 5 11.1 11.1 17.8 3 17 37.8 37.8 55.6 4 20 44.4 44.4
100.0 Total 45 100.0 100.0

Pertanyaan 19 N Valid 45 Missing 0 Mean 2.60 Std. Deviation .963 Minimum 1 Maximum 4

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid 1 4 8.9 8.9 8.9 2 21 46.7 46.7 55.6 3 9 20.0 20.0 75.6 4 11 24.4 24.4
100.0 Total 45 100.0 100.0

Pertanyaan 20 N Valid 45 Missing 0 Mean 2.11 Std. Deviation 1.027 Minimum 1 Maximum 4

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid 1 15 33.3 33.3 33.3 2 16 35.6 35.6 68.9 3 8 17.8 17.8 86.7 4 6 13.3 13.3
100.0 Total 45 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara

Pertanyaan 21 N Valid 45 Missing 0 Mean 1.82 Std. Deviation .960 Minimum 1 Maximum 4

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid 1 21 46.7 46.7 46.7 2 15 33.3 33.3 80.0 3 5 11.1 11.1 91.1 4 4 8.9 8.9
100.0 Total 45 100.0 100.0

Pertanyaan 22 N Valid 45 Missing 0 Mean 2.84 Std. Deviation .796 Minimum 2 Maximum 4
Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid 2 18 40.0 40.0 40.0 3 16 35.6 35.6 75.6 4 11 24.4 24.4 100.0 Total 45
100.0 100.0

Pertanyaan 23 N Valid 45 Missing 0 Mean 2.93 Std. Deviation 1.009 Minimum 1 Maximum 4

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid 1 3 6.7 6.7 6.7 2 15 33.3 33.3 40.0 3 9 20.0 20.0 60.0 4 18 40.0 40.0
100.0 Total 45 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara

Pertanyaan 24 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.04 Std. Deviation .796 Minimum 1 Maximum 4

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid 1 3 6.7 6.7 6.7 2 4 8.9 8.9 15.6 3 26 57.8 57.8 73.3 4 12 26.7 26.7 100.0
Total 45 100.0 100.0

Pertanyaan 25 N Valid 45 Missing 0 Mean 2.93 Std. Deviation .837 Minimum 1 Maximum 4

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid 1 4 8.9 8.9 8.9 2 5 11.1 11.1 20.0 3 26 57.8 57.8 77.8 4 10 22.2 22.2
100.0 Total 45 100.0 100.0

Pertanyaan 26 N Valid 45 Missing 0 Mean 2.62 Std. Deviation 1.029 Minimum 1 Maximum 4
Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid 1 5 11.1 11.1 11.1 2 20 44.4 44.4 55.6 3 7 15.6 15.6 71.1 4 13 28.9 28.9
100.0 Total 45 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara

Pertanyaan 27 N Valid 45 Missing 0 Mean 2.87 Std. Deviation 1.140 Minimum 1 Maximum 4

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid 1 6 13.3 13.3 13.3 2 14 31.1 31.1 44.4 3 5 11.1 11.1 55.6 4 20 44.4 44.4
100.0 Total 45 100.0 100.0

Pertanyaan 28 N Valid 45 Missing 0 Mean 2.56 Std. Deviation 1.035 Minimum 1 Maximum 4

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid 1 6 13.3 13.3 13.3 2 20 44.4 44.4 57.8 3 7 15.6 15.6 73.3 4 12 26.7 26.7
100.0 Total 45 100.0 100.0

Pertanyaan 29 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.69 Std. Deviation .763 Minimum 1 Maximum 4

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid 1 2 4.4 4.4 4.4 2 2 4.4 4.4 8.9 3 4 8.9 8.9 17.8 4 37 82.2 82.2 100.0
Total 45 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara

Pertanyaan 30 N Valid 45 Missing 0 Mean 2.58 Std. Deviation 1.118 Minimum 1 Maximum 4
Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid 1 11 24.4 24.4 24.4 2 8 17.8 17.8 42.2 3 15 33.3 33.3 75.6 4 11 24.4 24.4
100.0 Total 45 100.0 100.0

Pertanyaan 31 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.38 Std. Deviation .936 Minimum 1 Maximum 4

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid 1 4 8.9 8.9 8.9 2 2 4.4 4.4 13.3 3 12 26.7 26.7 40.0 4 27 60.0 60.0 100.0
Total 45 100.0 100.0

Pertanyaan 32 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.62 Std. Deviation .912 Minimum 1 Maximum 4

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid 1 4 8.9 8.9 8.9 2 1 2.2 2.2 11.1 3 3 6.7 6.7 17.8 4 37 82.2 82.2 100.0
Total 45 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara

Pertanyaan 33 N Valid 45 Missing 0 Mean 2.44 Std. Deviation 1.423 Minimum 1 Maximum 4

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid 1 21 46.7 46.7 46.7 2 1 2.2 2.2 48.9 3 5 11.1 11.1 60.0 4 18 40.0 40.0
100.0 Total 45 100.0 100.0

Pertanyaan 34 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.11 Std. Deviation .859 Minimum 1 Maximum 4

Frequency Percent
Valid Percent

Cumulative Percent Valid 1 2 4.4 4.4 4.4 2 8 17.8 17.8 22.2 3 18 40.0 40.0 62.2 4 17 37.8 37.8
100.0 Total 45 100.0 100.0

Pertanyaan 35 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.00 Std. Deviation 1.066 Minimum 1 Maximum 4

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid 1 4 8.9 8.9 8.9 2 13 28.9 28.9 37.8 3 7 15.6 15.6 53.3 4 21 46.7 46.7
100.0 Total 45 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara

Pertanyaan 36 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.02 Std. Deviation 1.076 Minimum 1 Maximum 4

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid 1 4 8.9 8.9 8.9 2 13 28.9 28.9 37.8 3 6 13.3 13.3 51.1 4 22 48.9 48.9
100.0 Total 45 100.0 100.0

Pertanyaan 37 N Valid 45 Missing 0 Mean 3.69 Std. Deviation .874 Minimum 1 Maximum 4

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid 1 4 8.9 8.9 8.9 3 2 4.4 4.4 13.3 4 39 86.7 86.7 100.0 Total 45 100.0 100.0
Universitas Sumatera Utara

CURRICULUM VITAE

Nama : Ida Basa Nainggolan

Tempat/ Tanggal Lahir : Sidikalang, 31 Januari 1988

Jenis Kelamin : Perempuan

Keawarganegaraan : Indonesia

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl. SM Raja Atas No 155 Sidikalang-Sumbul

Pendidikan :

1. SDN Invaliden : Tahun 1993 - 1999

2. SLTPN 1 Sumbul : Tahun 1999 - 2002

3. SMUN 1 Sumbul : Tahun 2002 - 2005

4. S1 Program Studi Ilmu Keperawatan FK USU : Tahun 2005 - 2009

Anda mungkin juga menyukai