Pluralitas Permainan Bahasa Dalam Filsafat Lyotard

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 5

Pluralitas Permainan Bahasa

dalam Filsafat Postmodernisme Jean- François Lyotard

Oleh Hans Hayon

Mahasiswa STFK Leladero, Maumere, NTT

I. Pendahuluan

Bahasa memainkan peranan penting dalam teori relasi sosial. Dalam hal ini, bahasa
adalah kancah paling canggih yang memberikan manusia kemampuan untuk
mengkomunikasikan makna-makna yang dimilikinya kepada orang lain demi terwujudnya
keteraturan sosial dan keharmonisan struktur masyarakat. Karena bahasa mencerminkan
realitas struktur yang hidup di dalam masyarakat, maka bahasa senantiasa bersifat plural
dalam penuturannya. Dalam hal ini, masing-masing aspek yang hidup berada pada status
setara. Maksudnya, tidak ada kemungkinan untuk mendominasi dan didominasi oleh aspek
lain. Jean- François Lyotard menyebut sistem bahasa yang plural itu sebagai permainan
bahasa (language game).1 Patut dicatat bahwa aktus komunikasi sebagai konsekuensi lanjut
dari permainan bahasa tersebut bukan demi tercapainya konsensus tertetu sebagaimana yang
dicetuskan oleh Habermas. Sebaliknya Lyotard menolak konsensus tersebut dan
menganjurkan dissensus. Dissensus adalah kemungkinan terbaik yang harus diterapkan dalam
pluralitas dan keberadaan. Dissensus merupakan wahana di mana tidak terdapat dominasi atas
atau oleh suatu struktur tertentu.
Dari deskripsi di atas, menjadi jelas bahwa filsafat postmodernisme Jean- François
Lyotard berarti penolakannya terhadap metanarasi. Sebagai reaksi atas modernisme yang
menerima metanarasi sebagai sesuatu yang absolut, Lyotard mengambil sikap “menghargai”
adanya pluralitas mininarasi. Sejarah mencatat bahwa hakikat metanarasi yang mengandalkan
kebebasan subjek rasional menjadi diktum universal yang berlaku umum. Fakta ini
menghadirkan cara pandang (point of view) yang tunggal atas realitas dan pembudayaan
kultur menegasikan pluralitas “cara baca”.
Dalam paper ini, saya ingin menjelaskan bagaimana hubungan antara filsafat
modernisme Jean- François Lyotard dalam kaitannya dengan tesisnya tentang permainan
bahasa.

II. Wacana Postmodernisme

Cukup sulit untuk mendefinisikan istilah postmodernisme karena terdapat banyak


pendapat tentangnya dari berbagai perspektif: sosiologi, strukturalisme, psikologi, dan ilmu-
ilmu lain. Namun secara garis besar, pembahasan tentang postmodernisme selalu dikaitkan
dengan usaha untuk menolak semua bentuk pemutlakkan terhadap suatu konsep tentang
realitas dan menjadikan pengalaman pluralitas sebagai sebuah usaha rasional. Dalam teroi

1
Jean- François Lyotard, The Postmodern Condition: A Report on Knowledge (Manchester: Manchester
University Press, 1986), p. 10

1
kebudayaan, postmodernisme disebut sebagai dediferensiasi. 2 Jika dalam era pramodern
disebut zaman tanpa diferensiasi (universalitas berada di bawah wadah tunggal), dan era
modern yang ditandai oleh diferensiasi maka zaman postmodern ditandai oleh dediferensiasi.
Perbedaan yang ketat dengan sekat yang tegas, mulai mengalir. Dengan demikian, yang ada
hanyalah keserentakan pluralitas yang berbeda pada masyarakat dalam satu periode.
Dalam rangka agama, kini orang berbicara lagi tentang munculnya kembali politeisme
atau sinkretisme, menggantikan monoteisme yang tegas dan dogmatisme agama. Dalam dunia
pekerjaan ada tendensi ke arah penataan ruang kerja seperti tempat tinggal, dan tempat
tinggal menyerupai ruang kerja. Relasi majikan-pekerja hendak dibangun seperti relasi
kekeluargaan. Batas antara ruang kerja dan ruang hidup menjadi mengalir. Dalam bidang
olahraga unsur estetis menjadi hal yang semakin mendapat perhatian. Tim-tim yang hanya
berpedoman pada efektivitas, tidak lagi mendapat dukungan yang luas seperti tim-tim yang
juga memperhatikan keindahan permainan. 3 Dengan demikian, terdapat kultur baru yang
variatif di mana masing-masing subjek memiliki kemungkinan untuk membaca realitas secara
berbeda.

III. Filsafat Bahasa Jean- François Lyotard

Sebagaimana yang telah saya uraikan di atas, filsafat bahasa Lyotard senantiasa
berkaitan erat dengan tesisnya tentang postmodernisme (penolakan atas metanasi dan
pengakuan atas mininarasi). Untuk itulah Lyotard lebih memilih permainan bahasa sebagai
pendekatan metodologis universal.
I should now be clear from which perspective I chose language gamesas my general methodological
approach. I am not claiming that the entirely of social relations is of this nature-tahat will remain an
open question.4
Dengan demikian, terbukalah ruang penafsiran dan pertanyaan yang baru atas realitas
oleh karena permainan bahasa (baca: ragam bahasa). Selanjutnya, saya akan memaparkan
secara terperinci filsafat bahasa Lyotard dalam konfrontasinya dengan tindakan komunikatif
Jürgen Habermas.

3.1 Mengenal Jean- François Lyotard5


Jean - François Lyotard merupakan salah satu filsuf dari abad XX yang lahir di
Versailles, Prancis pada tanggal 10 Agustus 1924. Lyotard lalu disekolahkan pada Paris
Lycèes Buffon dan Louis-le-Grand. Setelah lulus dari Universitas Sorbonne, Lyotard lalu
mengabdikan diri sebagai guru filsafat pada sekolah menengah Lycèes di Constantine.
Tahun 1971 Lyotard meraih gelar doktor dengan tesis tentang perbandingan antara
fenomenologidengan strukturalisme di bawah judul Discours, Figure. Setelah menjadi
profesor di Universitas Paris VIII, terjadi peningkatan profilik dalam karier

2
Scott Lash, Sosiologi Postmodernisme (Yogyakarta: Kanisius, 2004), pp. 15-22.
3
Paul B. Kleden, Memahami Postmodernisme (ms.) (Maumere: STFK Ledalero, 2009), p. 2.
4
Jean- François Lyotard, The Postmodern Condition: A Report on Knowledge, Op. Cit., p. 15.
5
Biogfari ini dikutip dari Willy Gaut, Filsafat Postmodernisme Jean- François Lyotard (Maumere: Ledalero,
2010), pp. 44-47

2
kepenulisannya. 6 Lyotard pensiun pada tahun 1987. Bersama filsuf Derrida, Lyotard
mendirikan sebuah pusat pendidikan filsafat Collège Internationale de Philosophie.
Lyotard meninggal di Paris pada tanggal 21 April 1998.

3.2 Gagasan Dasar Tentang Status Pengetahuan Ilmiah

Dalam The Postmodern Condition: A Report on Knowledge, Lyotard mencoba


mengaji pengetahuan sebagai basis dari analisis sosial dan refleksi filosofis dalam teori
postmodernismenya. Bagi Lyotard, adalah mustahil jika ingin mengetahui kondisi
pengetahuan tanpa memahami terlebih dahulu struktur sosial masyarakat, tempat
pengetahuan eksis.
Sebagaimana yang diketahui bahwa pengetahuan ilmiah modern memperoleh basis
legitimasinya pada sejumlah metanarasi, dan basis legitimasi pengetahuan postmodernisme
diletakkan pada rasionalitas teknologis, Lyotard justru menganjurkan paralogi. Menurut
Lyotard,pengetahuan manusia terdiri atas pengetahuan ilmiah dan pengetahuan naratif.
Pengetahuan ilmiah mendasarkan kebenarannya pada sejumlah kaidah argumentasi rasional
dan pembuktian empiris. Sedangkan pengetahuan naratif tampil secara konkret dan menjadi
basis legitimasi bagi lembaga-lembaga sosial. Dalam pengetahuan ini, terdapat ruang yang
memadai bagipluralitas permainan bahasa yang tidak ditemukan dalam pengetahuan ilmiah.

3.3 Permainan Bahasa dan Tindakan Komunikatif

Permainan bahasa dipahami sebagai ragam jenis atau kategori ucapan yang
keberadaan dan pemberlakuannya dalam praktik komunikasi ditentukan oleh aturan main
tetentu yang memberisifatkhas bagitiap jenis kategoriucapan itu.7 Setiap permainan bahasa
ditandai oleh tiga karakteristik berikut. Pertama, setiap aturan dalam permainan bahasa tidak
mendapat legitimasi dari dirinya sendiri, melainkan dari hasil kontrak di antara para
pemainnya. Kedua, jika tidak ada aturan, maka tidak ada permainan. Begitu pula, modifikasi
sekecil apa pun terhadap aturan akan berdampak pada keseluruhan sifat dasar sebuah
permainan. Ketiga, setiap ucapan dalam sebuah permainan bahasa dilihat sebagai sebuah
“gerakan” (move).8
Pernyataan di atas secara eksplisit menjabarkan bahwa ragam jenis bahasa
menunjukkan faktum pluralitas yang agonistik (Yun.’agon’ berarti ruang sengketa atau
konflik).9 Namun pluralitas memiliki dua kemungkinan lain. Kemungkinan pertama mengacu
pada pluralitas dan perbedaan yang tak terjembatani sebagai sebuah konflik (lyotard
menyebutnya Differend). Di samping itu, ada juga pluralitas dengan perbedaan yang
terjembatani disebut litigation, 10 sebagai perkara yang dapat dicari solusinya. Solusinya
terletak pada adanya titik temu berkat kriteria umum yaang diterapkan. Kemungkinan kedua

6
Lyotard menulis sekurang-kurangnya 21 judul buku yang lahir dari pergulatan intelektualnya.
7
Willy Gaut, Filsafat Postmodernisme Jean- François Lyotard, Op.cit.,p. 58.
8
Ibid. 59
9
Emilia Steurman, The Bounds of Reason, Habermas, Lyotard and Melanie Klein on Rationality, (New York:
Routledge, 2000), p. 38.
10
Ibid.

3
adalah inkomensurabilitas. Permainan bahasa bersifat lokal dan imanen karena tidak dapat
diperbandingkan dengan permainan bahasa lain. Karena tidak ada pengistimewaan, hal ini
menjadikan semua permainan bahasa setara dan tak mungkin dibentuk sebuah kriteria umum
sebagai pembandingnya.
Efek lanjut dari adanya permainan bahasa tersebut adalah penolakan atas konsensus.
Habermas dalam teorinya tentang tindakan komunikatif di mana aktus komunikasi melalui
bahasa adalah syarat utama menuju konsensus. Hal ini bagi Lyotard tercipta karena
dikondisikan oleh sistem bahasa. Penyesuaian gaya percakapan, pergulatan makna, dan
muatan dalam bahasa yang digunakan setiap kali terjadinya komunikasi guna melahirkan
konsensus merupakan penolakan atas pluralitas penggunaan. Menggunakan gaya bahasa yang
satu berarti meniadakan atau tidak memberi kesempatan bagi yang lain. Inilah yang disoroti
oleh Lyotard dan menghantarnya pada keteguhan untuk menolak konsensus lalu
menganjurkan disensus.

3.4 Permainan Bahasa dan Sruktur Masyarakat

Bahasa menunjukkan bangsa dan cara berbahasa mencerminkan cara kehidupan


berbangsa. Kemajuan dan kemunduran suatu bangsa dapat dibaca dari sedalam mana
pemaknaannya terhadap bahasa yang digunakannya. Penggunaan kreatif bahasa oleh manusia
mencapai puncaknya pada etnometodologi; di sini hakikat bahasa manusia menjadi topik
kajian sosiologi. Maka, hal-hal teknis seperti bagaimana bahasa digunakan oleh manusia
untuk mengungkapkan isi pikiran satu sama lain merupakan sasaran perhatian. Bahasa dan
kemampuan untuk menggunakannya mencerminkan pembeda dalam kehidupan manusia.
Dari pembedaan inilah lahir struktur-struktur dalam masyarakat.
Lyotard yang mengedepankan permainan bahasa sejatinya menghadirkan juga
pluralitas struktur yang hidup dalam masyarakat. Cara pandang atas struktur yang terbentuk
dari institusi-institusi sosial mengandaikan cara baca atas permainan bahasa yang hidup
dalam masing-masing struktur itu. Sebagai misal, penggunaan permainan bahasa pada
institusi formal dan informal selalu berbeda satu sama lain. Masing-masing pihak
mencerminkan entitas yang menjadi muatan di mana komunikasi terjadi.

IV. Penutup

Postmodernisme sejatinya membawa banyak perubahan dalam kehidupan manusia


dewasa ini. Perubahan yang paling dirasakan adalah adanya faktum pluralitas dan singularitas
serta partikularitas. Kekayaan ini merupakan cara canggig membuat hidup manusia lebih
berdaya guna. Salah satunya adalah permainan bahasa yang tanpa disadari sering kita
gunakan. Permainan bahasa atau ragam jenis bahasa hendaknya perlu dilesatrikan guna
menekankan aspek keunikan dan karakteristik dari struktur masyarakat tertentu. Sikap
mengabaikan bahkan menghilangkan pluralitas berrarti mematikan kreativitas manusia.
Terhadap faktum pluralitas, Lyotard menganjurkan kita untuk senantiasa menghargai
‘kemerdekaan’ dari singularitas yang lain. Satu hal yang dilupakan Lyotard berkaitan dengan
filsafat bahasanya adalah sikap tergesa-gesanya dalam menolak konsensus komunikasi.

4
Komunikasi tidak semata-mata dibuat demi pencapaian konsensus. Sebaliknya, komunikasi
justru digelar karena masing-masing pihak yang terlibat di dalamnya ingin memahami satu
dengan yang lain. Pemahaman intersubjektif inilah yang menjadikan komunikasi mungkin, di
sampingadanya sikap inklusif di antara keduanya.

Daftar Pustaka

Gaut, Willy. Filsafat Postmodernisme Jean- François Lyotard. Maumere: Ledalero, 2010

Kleden, Paul B. Memahami Postmodernisme (ms.). Maumere: STFK Ledalero, 2009.

Lash, Scott. Sosiologi Postmodernisme. Yogyakarta: Kanisius, 2004.

Lyotard, Jean- François. The Postmodern Condition: A Report on Knowledge. Manchester:


Manchester University Press, 1986.

Steurman, Emilia. The Bounds of Reason, Habermas, Lyotard and Melanie Klein on
Rationality. New York: Routledge, 2000.

Anda mungkin juga menyukai