Analisis Cost Recovery Rate Pada Pasien Rawat Inap Psikiatri Dengan Jaminan JKN Di Rs. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor Tahun 2015
Analisis Cost Recovery Rate Pada Pasien Rawat Inap Psikiatri Dengan Jaminan JKN Di Rs. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor Tahun 2015
Analisis Cost Recovery Rate Pada Pasien Rawat Inap Psikiatri Dengan Jaminan JKN Di Rs. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor Tahun 2015
Latar Belakang
adalah proses atau cara mencapai tujuan pembangunan kesehatan melalui pengelolaan upaya
manusia kesehatan, sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan, manajemen, informasi dan
regulasi kesehatan serta pemberdayaan masyarakat. Rumah Sakit adalah salah satu institusi
yang mengelola pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang
kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan
yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Salah satu tujuan adanya manajemen rumah sakit diantaranya adalah:
dapat menyiapkan sumber daya; dapat mengevaluasi efektifitas; dapat mengatur pemakaian
pelayanan; efisiensi serta kualitas. Dalam manajemen modern, unit pemerintahan harus
yang diharapkan akan mencapai universal health coverage sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) (SKN, 2012).
Tarif untuk pembiayaan ini dilakukan dengan sistem tarif Indonesia Case Base Group (Ina
penanggungjawab pasien. Dengan pola ini, rumah sakit diharapkan dapat mengetatkan
prosedur dalam pemberian pelayanan. Hal ini terkait dengan aturan yang sudah dikeluarkan
Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor, adalah rumah sakit vertikal di bawah
kendali Dirjen Pelayanan Medik dan sudah menjadi rumah sakit BLU sejak Tahun 2007.
Sejak terbentuknya BPJS, rumah sakit sudah melayani pasien JKN. Dari data yang ada,
didapatkan data bahwa biaya tarif yang dibayarkan oleh BPJS terhadap pasien yang dirawat
di rawat inap psikiatri dalam kurun waktu Tahun 2014-2015 lebih rendah jika dibandingkan
dengan tarif riil rumah sakit. Adanya kesenjangan pembayaran sebesar minus (-) 95,3%.
Pasien rawat inap psikiatri biasanya hanya sepertiga kasus (29%) dari total kasus yang
diklaimkan kepada BPJS, yaitu hanya 1100 dari total 3755 kasus pasien dengan JKN.
Masalah yang dijumpai di ruangan rawat inap psikiatri adalah length of stay (LOS) yang
tinggi. Kontribusi LOS yang tinggi, maka berakibat kepada jumlah visite dokter yang tinggi,
penggunaan obat, serta kondisi yang sudah tidak indikasi rawat inap. Hal ini merupakan
sebuah ketidakefisienan yang terjadi dan sangat berdampak terhadap pendapatan rumah sakit.
berdasarkan Clinical Pathway sejak 2015. Seharusnya pelayanan sudah diberikan secara
efektif dan efisien sehingga dampaknya kepada pendapatan rumah sakit yang akan meningkat
Tujuan Penelitian
Diketahuinya analisis terhadap cost recovery rate pada pasien rawat inap psikiatri
dengan jaminan JKN di RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor selama Tahun 2015.
Penelitian Terkait
Nama Tahun Judul
Agustin Ika 2011 Analisis Perbedaan Tarif Riil Dengan Tarif Paket Ina
Wijayanti CBG Pada Pembayaran Klaim Jamkesmas Pasien
Rawat Inap Di RSUD Kabupaten Sukoharjo
Sandra Aulia 2015 Cost Recovery Rate Program Jaminan Kesehatan
Nasional BPJS Kesehatan
Jeina Ivone Kula 2013 Metode Penetapan Biaya Rawat Inap Pada BLU
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
Rizal Andriansyah, 2012 Penerapan Metode Activity Based Costing Dalam
dkk Penetapan Tarif Rawat Inap Pada Rumah Sakit (Studi
Pada Rumah Sakit Islam GondangLegi Malang)
Dian Saputra 2014 Cost Recovery Rate (CRR) Pada Instalasi Rawat Inap
Marzuki, RSUD Ajjappange Kabupaten Soppeng
Darmawansyah,
Muh. Yusri Abadi
Nufus Dwi Talitha 2014 Analisis selisih Biaya Layanan Dengan Tarif Ina
CBG'S Dan Tarif Rumah Sakit Untuk Kasus Sectio
Caesaria Pada Pasien BPJS di Rumah Sakit Jati
Sampurna Tahun 2014
Riny Sari Bachtiar 2011 Analisis Pemulihan Biaya (Cost Recovery) Di
Instalasi Dapur Rumah Sakit Bhakti Yudha Tahun
2010 - 2011
Zinia Th. A. 2013 Penentuan Harga Pokok Penjualan Kamar
Sumilat Menggunakan Activity Based Costing Pada RSU
Pancaran Kasih GMIM
TINJAUAN PUSTAKA
Pendapatan
pertambahan aset yang mengakibatkan bertambahnya Owner’s Equity, tetapi bukan karena
penambahan modal dari pemiliknya dan bukan pula merupakan pertambahan aset yang
pelunasan utang (atau kombinasi dari keduanya) selama suatu periode yang berasal dari
penyerahan atau pembuatan barang, penyerahan jasa, atau dari kegiatan lain yang merupakan
Biaya
Armen & Azwar (2013) mengatakan bahwa orang awam sering mencampuradukkan
(expenditure) dapat diartikan sebagai cost yang sudah dilaksanakan. Sedangkan cost adalah
semua biaya yang ditujukan untuk mendapatkan pendapatan. Dan biaya merupakan nilai dari
masukan tersebut yang digunakan untuk menghasilkan produk dan jasa layanan sebagai
keluaran (Armen & Azwar, 2013). Produk bisa berupa jasa pelayanan atau bisa juga berupa
barang. Di sektor kesehatan misalnya rumah sakit dan puskesmas, produk yang dihasilkan
berupa jasa pelayanan kesehatan. Untuk menghasilkan pelayanan pengobatan di rumah sakit,
diperlukan sejumlah masukan (faktor produksi) yang antara lain berupa obat, alat kedokteran,
tenaga dokter, perawat, gedung dan sebagainya. Dengan demikian biaya pelayanan pelayanan
kesehatan di rumah sakit dapat dihitung dari nilai (jumlah unit X harga) obat, alat kedokteran,
tenaga dokter, perawat, listrik, gedung dan sebagainya yang digunakan untuk menghasilkan
Konsep Biaya
Menurut Miller (2007) tujuan dari pembiayaan kesehatan adalah mendorong peningkatan
mutu, mendorong layanan berorientasi pasien, mendorong efisiensi tidak memberikan reward
terhadap provider yang melakukan over treatment, under treatment maupun melakukan
adverse event dan mendorong pelayanan tim. Dengan sistem pembiayaan yang tepat
diharapkan tujuan diatas bisa tercapai. “Penurunan biaya produk atau jasa hanya dapat
dicapai jika perusahaan beroperasi secara efisien. Efisiensi aktivitas operasinal dapat
dicapai melalui penghilangan aktifitas yang tidak bernilai tambah. Karena itu, perusahaan
perlu mengidentifikasi aktivitas yang tidak bernilai tambah dan mencari upaya yang efektif
Semua biaya tidak langsung dikumpulkan dalam 1 wadah penampungan yang disebut
Biaya Overhead. Seluruh biaya yang bukan untuk bahan baku serta tenaga kerja langsung
bukan merupakan biaya produk. Pada perusahaan jasa (salah satunya rumah sakit) biaya ini
Cost Driver
Aktivitas yang terjadi di perusahaan dipengaruhi oleh penggerak biaya dari biaya-biaya
yang dikeluarkan untuk aktivitas tersebut. Aktivitas adalah setiap kejadian atau transaksi
yang merupakan pemicu biaya (cost driver) yakni, bertindak sebagai faktor penyebab dalam
pengeluaran biaya dalam organisasi. Riwayadi (2014), menyatakan bahwa Cost Driver adalah
faktor-faktor yang menimbulkan terjadinya biaya, seperti unit produksi, jam kerja langsung
dan jam mesin. Dalam sistem ABC, Driver harus dalam bentuk jumlah atau kuantitas. Pada
perhitungan akuntansi biaya tradisional, biasanya yang menjadi cost driver hanyalah jumlah
hari rawat pasien. Tetapi pada activity based costing, Cost Driver yang digunakan di rumah
sakit, selalu berdasarkan pemakaian masing-masing aktifitas, yaitu jumlah hari rawat, jumlah
Alokasi Biaya
Alokasi biaya merupakan metode pembebanan biaya tidak langsung ke obyek biaya
(Hansen dan Mowen, 2004 dalam Andriansyah, Handayani, & Azizah, 2013). Karena harus
akurat maka jika melakukan kesalahan pada penetapan dasar alokasi, harga pokok produkpun
akan mengalami kesalahan (Riwayadi, 2014). Metode ini digunakan untuk membebankan
biaya sumber daya yang dikonsumsi bersama oleh beberapa obyek biaya, tetapi besarnya
biaya tidak dipengaruhi oleh besarnya aktivitas. Sebagian besar meripakan penyediaan
fasilitas dan sarana prasarana. Alokasi biaya ini bisanya hanya didasarkan kepada
(Riwayadi, 2014).
Proses analisis biaya, secara teoritis ada beberapa metode atau teknik yang dapat
dilakukan, yaitu :
1. Simple Distribution. Melakukan distribusi biaya- biaya yang dikeluarkan dipusat biaya
penunjang langsung ke berbagai pusat biaya produksi. Distribusi ini dilakukan satu
2. Step Down Method. Distribusi biaya unit penunjang kepada unit penunjang lain dan unit
produksi. Caranya distribusi biaya dilakukan secara berturut – turut, dimulai dengan unit
penunjang yang biayanya terbesar. Biaya unit penunjang tersebut didistribusikan ke unit-
unit lain. Proses ini terus dilakukan sampai semua biaya dari unit penunjang habis
3. Double Distibution Method. Dalam metode ini pada tahap pertama dilakukan distribusi
biaya yang dikeluarkan di unit penunjang ke unit penunjang lain dan unit produksi.
Hasilnya sebagian biaya unit penunjang sudah didistribusikan ke unit produksi, akan
4. Multiple Distribution Method. Dalam metode ini, distribusi biaya dilakukan secara
lengkap, yaitu antar sesama unit penunjang, dari unit penunjang keunit produksi, dan
antara sesama unit produksi. Distribusi antara unit tersebut dilakukan kalau memang ada
5. Metode Analisis Biaya Berdasarkan Aktivitas. Metode ini merupakan metode terbaik
dari berbagai metode analisis biaya .ABC system, merupakan system informasi tentang
pekerjaan (atau aktifitas) yang mengkonsumsi sumber daya dan menghasilkan nilai bagi
konsumen.
6. Real cost method. Metode ini tidak hanya menghasilkan output hasil analisis tetapi juga
akan menghasilkan identifikasi sistem akuntansi biaya. Kerangka konsep analisis biaya
“real” menggunakan penggolongan biaya menurut sesuatu yang dibiayai yaitu biaya
Activity-Based Costing (ABC) merupakan sebuah alat yang sangat bagus bagi sebuah
organisasi untuk mendapatkan biaya yang akurat dan efektif bagi produknya, terhindar dari
terhadap sebuah era globalisasi dan lingkungan bisnis yang komplek. (Mahal, 2015). Yang
menjadi fokus utama adalah aktivitas atau proses, bukan pada fungsi produksi atau unit
dalam organisasi. Aktivitas ditentukan dengan menganalisa proses bisnis atau rantai nilai
(Riwayadi, 2014).
Ada beberapa yang harus diperhatikan dalam penerapannya pada perusahaan jasa, yaitu :
Yaitu tahapan mengidentifikasi dan menilai aktivitas agar dapat membuka kesempatan
2. Special Challenger
Perbedaan antara perusahaan manufaktur dengan jasa adalah dalam mengalokasikan biaya
ke dalam aktivitas. Selain itu jasa juga tidak dapat menjadi sebuah “persediaan” karena
kapasitas yang ada tetapi tidak bisa digunakan, dan tetap menimbulkan biaya
3. Output Diversity
Perusahaan jasa (dalam hal ini rumah sakit) juga memiliki kesulitan-kesulitan dalam
Tarif adalah nilai suatu jasa pelayanan yang ditetapkan dengan ukuran sejumlah uang
berdasarkan pertimbangan bahwa dengan nilai tersebut, sebuah rumah sakit bersedia
memberikan jasa pelayanan kesehatan kepada pasien. Terdapat dua metode pembayaran
rumah sakit yang digunakan yaitu metode pembayaran retrospektif dan metode pembayaran
prospektif. Metode pembayaran retrospektif adalah metode pembayaran yang dilakukan atas
layanan kesehatan yang diberikan kepada pasien berdasar pada setiap aktifitas layanan yang
diberikan, semakin banyak layanan kesehatan yang diberikan semakin besar biaya yang harus
dibayarkan contohnya Fee For Services (FFS).. Metode pembayaran prospektif adalah metode
pembayaran yang dilakukan atas layanan kesehatan yang besarannya sudah diketahui sebelum
pelayanan kesehatan diberikan. Contoh pembayaran prospektif adalah Kapitasi dan case based
Tarif dapat ditetapkan untuk meningkatkan pemulihan biaya rumah sakit. Keadaan ini
terutama dilakukan pada rumah sakit pemerintah yang semakin lama semakin berkurang
pemulihan biaya (cost recovery), yang dampaknya adalah peningkatan tarif rumah sakit jika
Pada Tahun 2011, di Indonesia terbit Undang-Undang tentang Badan Pengelola Jaminan
Sosial (BPJS). Tata kelola hubungan BPJS dengan rumah sakit, diatur oleh Pemerintah RI
dalam aturan Permenkes No 69 Tahun 2013 lalu diubah menjadi Permenkes No 59 Tahun
2014 Tentang Standar Tarif, yang digunakan oleh rumah sakit dalam mengklaim pelayanan
kepada BPJS. Besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan
Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) atas paket layanan yang didasarkan kepada
pengelompokan diagnosis penyakit dan prosedur. Tarif yang digunakan oleh BPJS dalam
melakukan pembayaran peserta JKN dilakukan dengan metode pembayaran prospektif adalah
tarif yang disebut dengan Indonesian - Case Based Groups yang selanjutnya disebut Tarif
Ina-CBG’s. Tarif ini memakai sistem Casemix (case based payment) dan sudah diterapkan
sejak Tahun 2008 sebagai metode pembayaran pada program Jaminan Kesehatan Masyarakat
mengacu pada ciri klinis yang mirip/sama dan penggunaan sumber daya/biaya perawatan
ini merupakan sistem pembiayaan pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan mutu,
biaya pelayanan kesehatan untuk pasien yang berbasis kasus campuran (Hosizah, 2012).
Pada Bulan September 2014, terbitlah Permenkes tentang Petunjuk Teknis Sistem Ina-
CBG’s, Pedoman Pelaksanaan JKN, serta Standar Tarif JKN, yaitu dengan hadirnya
Permenkes No 27, 28 dan 59 Tahun 2014. Dalam Permenkes tersebut diatur semua aturan
yang berhubungan dengan penggunaan Ina-CBG’s, Tarif yang berlaku dan pelaksanaan
Special CMG subakut dan kronis diperuntukkan untuk kasus-kasus Psikiatri dengan
b. Fase Sub Akut : 43 sampai dengan 103 Hari : Tarif Paket Ina-CBGs + Tarif Sub akut
c. Fase Kronis : 104 sampai dengan 180 Hari : Tarif Paket Ina-CBGs + Tarif Sub akut + Tarif
Kronis
Perangkat yang akan digunakan untuk melakukan penilaian pasien subakut dan kronis dengan
instrumen yang digunakan untuk mengukur disabilitas. Instrumen ini dikembangkan oleh
Tim Klasifikasi, Terminologi, dan standar WHO dibawah The WHO/National Institutes of
Health (NIH) Joint Projecton Assesment of Classification of Disability. Pada WHO-DAS ini
mengandung 12 (duabelas) variabel penilaian (s1-s12) dengan skala penilaian 1 (satu) sampai
dengan 5 (lima), sehingga total skor 60 (enam puluh). Variabel Activity Daily Living (ADL)
sehari-hari.
Tingkat pemulihan biaya atau yang lazim disebut Cost Recovery Rate (CRR) secara umum
merupakan perbandingan antara total pendapatan dan total biaya. Untuk menilai tingkat
kemandirian pembiayaan kesehatan, ukuran inilah yang paling lazim yang digunakan. Tarif
rumah sakit pemerintah biasanya telah ditetapkan oleh pemerintah baik Kementrian
Kesehatan ataupun pemerintah daerah. Dan tarif rumah sakit pemerintah pada umumnya
mempunya nilai cost recovery (pemulihan biaya) yang rendah (Trisnantoro, 2009). Menurut
Faidah (2009), CRR adalah indikator efisiensi dan merupakan tingkat kemampuan
mengembalikan biaya dari suatu unit usaha dalam periode tertentu. Tingkat pemulihan biaya
(Cost Recovery Rate) rumah sakit adalah nilai dalam persen yang menunjukkan seberapa
besar kemampuan rumah sakit dapat menutup biayanya dengan penerimaannya dari
pendapatan fungsionalnya. Dengan kata lain perhitungan Cost Recovery Rate (CRR) adalah
untuk mengetahui berapa besar yang telah diperoleh kembali dari keseluruhan total biaya
yang telah dikeluarkan dalam melaksanakan kegiatan. Apabila CRR dibawah 100% berarti
unit pelayanan tersebut beroperasi pada keadaan defisit dan sangat bergantung kepada subsidi
dan bila tingkat CRR diatas 100% berarti unit tersebut memperoleh keuntungan/profit.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dimana peneliti sebagai instrument kunci,
tehnik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat
induktif/kualitatif.
Lokasi penelitian ini dilakukan di RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor, Bulan Agustus -
September 2016.
Populasi
Populasi adalah seluruh pasien JKN yang menjalani rawat inap di Instalasi Rawat Inap
Pengumpulan Data
1. Data Primer : Data billing rumah sakit dan tarif Ina CBG’s yang diklaimkan kepada BPJS,
Clinical Pathway
3. Informan : Informan yang dipilih sebagai informan kunci adalah Ka. Sie Pelayanan, Ka. Sie
Penunjang, Ka. Sie Rawat Inap, dan Kepala Sub Bagian Akuntansi.
Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah pedoman wawancara semi
Hasil Penelitian
Pegawai
Jumlah pegawai di RS. Dr. Marzoeki Mahdi Bogor Total 1035 orang. Perawat jumlah 497
orang atau 48% dari total pegawai, Dokter Spesialis Jiwa 16 orang (1,6%) dari total tenaga
pegawai. Dan perawat yang bertugas psikiatri adalah 89%. Jika dibandingkan dengan total
tenaga di RS Dr. H. Marzoeki Mahdi, maka perawat di psikiatri adalah sebesar 24% (250
Biaya Langsung
Tabel 4.8 Gambaran Total Biaya Langsung Rawat Inap Pasien Psikiatri Selama Tahun 2015
Tabel 4.10 Gambaran Total Biaya Tidak Langsung Pasien Rawat Inap Psikiatri
Biaya Tidak Biaya Tidak Langsung
No Biaya Tidak Langsung Langsung Pada Alokasi Pada Pasien Psikiatri
Pasien Psikiatri dgn JKN
1 Beban Pegawai 34,521,749,737 13,56% 4,681,149,264.34
Beban Pemakaian
2 4,863,861,134 13,56% 659,539,569.77
Persediaan/Bahan
3 Beban Pemeliharaan 5,243,065,196 13,56% 710,959,640.58
Beban Langganan Daya
4 1,275,189,334 13,56% 172,915,673.69
dan Jasa
5 Beban Diklat 2,044,304,690 13,56% 277,207,715.96
6 Beban Penyusutan 26,719,389,598 13,56% 3,623,149,229.49
Beban Penyisihan
7 390,779,256 13,56% 52,989,667.11
Kerugian Piutang
8 Beban Subsidi Pasien 446,113,023 13,56% 60,492,925.92
9 Beban Perjalanan Dinas 685,801,450 13,56% 92,994,676.62
Beban Umum dan
10 8,428,792,072 13,56% 1,142,944,204.96
Administrasi Lainnya
11 Listrik 413,937,708 13,56% 56,129,953.20
12 Air 825,402,473.10 13,56% 111,924,575.35
13 Telepon 247,476.30 13,56% 33,557.79
14 Gas 77,755,019.74 13,56% 10,543,580.68
TOTAL BIAYA 11,652,974,235.46
Sumber : Sub. Bagian Akuntansi RSMM Bogor telah diolah kembali
Alokasi Biaya Pada Pasien Rawat Inap Psikiatri Pengguna JKN
Karena biaya tidak langsung pada penelitian ini sulit untuk didapatkan rinciannya, maka
dilakukan pengalokasian biaya terhadap biaya tidak langsung yang diperoleh menggunakan
63523
𝐴𝑙𝑜𝑘𝑎𝑠𝑖 = = 13,56%
468558
Total Pendapatan
𝐶𝑅𝑅 = 𝑥 100%
Total Biaya
Berdasarkan perhitungan tersebut di atas, untuk pola tarif Ina CBG’s, cost recovery rate
yang didapat adalah 34.83%. Artinya biaya pemulihan di RSMM Bogor bagi pasien rawat
inap psikiatri hanya sebesar 35% saja dari biaya yang dikeluarkan rumah sakit terhadap
mereka.
11.819.502.700
𝐶𝑅𝑅 = 𝑥 100%
33.936.575.767,46
= 34.83%
Cost Recovery Rate Tarif Riil Rumah Sakit
Perhitungan cost recovery rate yang dihasilkan oleh pendapatan berdasarkan tarif riil
12.390.317.478
𝐶𝑅𝑅 = 𝑥 100%
33.936.575.767,46
= 36.51 %
Berdasarkan perhitungan tersebut di atas, untuk pola tarif riil rumah sakit, cost recovery
rate yang didapat adalah 36.51 %. Artinya biaya pemulihan di RSMM Bogor bagi pasien
rawat inap psikiatri hanya sebesar 37 % saja dari biaya yang dikeluarkan rumah sakit terhadap
mereka.
Pembahasan
Dari data pendapatan yang berasal dari pasien dengan jaminan JKN yang menjalani rawat
inap psikiatri, didapat hasil bahwa pendapatan selama Tahun 2015 adalah sebesar Rp.
11,819,502,700 dari 1.737 orang pasien psikiatri. Pendapatan ini adalah total tarif Ina CBG’s
yang diklaimkan ke BPJS Kesehatan sebagai Pengelolan JKN. Pada prinsipnya pendapatan di
Tahun 2015 mengalami penurunan dikarenakan banyak hal yang terjadi, yaitu adanya
renovasi bangunan terhadap ruangan rawat inap psikiatri. Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki
Mahdi merupakan rumah sakit vertical dibawah Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan,
sehingga untuk operasional masih mendapatkan bantuan anggaran dari APBN. Selama ini
anggaran yang berasal dari pendapatan rumah sakit sendiri (BLU) hanya sekitar 46% dari
total pendapatan, hal ini masih jauh dari harapan yaitu sekitar Rp. 161 M.
Pendapatan ini juga merupakan dampak dari tingginya LOS pada pasien psikiatri yaitu 30
hari, BOR yang rendah yaitu 58% (kurang dari target 65%). Hal ini kemungkinan karena
kurangnya promosi terhadap pelayanan di rumah sakit, terutama pelayanan psikiatri, lalu
Pada Biaya Tidak Langsung, biaya terbesar terdapat pada biaya beban pegawai dan beban
penyusutan. Hal ini dikarenakan pegawai di rumah sakit jumlahnya melebihi 100% total
tempat tidur yang ada, sehingga terjadi pembebanan yang cukup besar bagi pembayaran
biaya pegawai tersebut. Selain itu, biaya penyusutan juga relatif cukup besar, karena pasien
psikiatri menempati ruangan yang sudah sangat lama (sejak jaman belanda). Dan juga karena
wilayah rawatnya sangat besar, sekitar 60% dari total wilayah rumah sakit.
Hasil perhitungan dari CRR menunjukkan bahwa CRR pasien rawat inap psikiatri dengan
menggunakan tarif Ina CBG’adalah 34.83 % sedangkan terhadap tarif rumah sakit adalah
sebesar 36.51 %. Kedua hasil CRR tersebut sangat jauh di bawah batas standar CRR yaitu
100%. Karena apabila CRR dibawah 100% berarti unit pelayanan tersebut beroperasi pada
keadaan defisit dan sangat bergantung kepada subsidi. Sebaliknya, bila tingkat CRR diatas
100% berarti unit tersebut memperoleh keuntungan/profit. Hal ini sejalan dengan Gani (1994)
dalam Bachtiar (2011) yang berpendapat bahwa untuk rumah sakit pemerintah, tingkat
pemulihan biaya ini masih rendah yaitu sekitar 35%. CRR rumah sakit masih sangat rendah.
Demikian juga dengan penelitian Marzuki, Darmawansyah, & Yusri Ab (2014) menyatakan
bahwa CRR rumah sakit pemerintah di Indonesia termasuk sangat rendah, yaitu hanya 20%.
Hal ini disebabkan karena rumah sakit milik pemerintah perhitungan CRR hanya
menggunakan variabel cost, dan tidak menghitng biaya tetap dan biaya operasional. Karena
kedua biaya tersebut tetap di tanggung oleh pemerintah (Marzuki, Darmawansyah, & Yusri
Ab, 2014).
Sejalan dengan pernyataan tersebut di atas, hasil wawancara dengan tim tariff RSMM,
menyatakan bahwa unit cost yang dihitung pada Tahun 2012, sebagai awal mulanya RSMM
mempunyai tarif sendiri, dilakukan hanya dengan menggunakan biaya yang berasal dari
operasional Badan Layanan Umum saja. Tidak memperhitungkan biaya yang berasal dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau lazim disebut Rupiah Murni (RM).
Hal ini sesuai dengan arahan dari Kementrian Kesehatan sebagai pengampu yang
menyatakan demikian disaat pembentukan tarif Tahun 2012.
Hasil CRR memberikan arti bahwa RSMM Bogor, mengalami defisit pada pelayanan
rawat inap psikiatri bagi peserta JKN pada Tahun 2015. Hal ini menjelaskan mengapa pada
Tahun 2015 sampai sekarang pendapatan rumah sakit mengalami penurunan. Seperti
penelitian sebelumnya terhadap tarif Ina CBG’s yang menyatakan bahwa CRR tarif Ina
CBG’s berada di bawah 100% (Aulia & Supriadi, 2015). Jika dibandingkan kedua hasil
tersebut, CRR terhadap tarif rumah sakit masih lebih baik dibandingkan dengan CRR
terhadap tarif Ina CBG’s. dengan demikian, RSMM Bogor harus mulai menata diri, dengan
memulai mengumpulkan data yang akurat terhadap semua pengeluaran dan pendapat agar
dapat dianalisa dengan menggunakan ABC sistem, sehingga keakuratan pembiayaan dapat
dihitung dengan baik, dan bisa mengevaluasi tarif yang ada selama ini serta melakukan
Selisih yang nyata pada tarif Ina CBG’s dengan tarif riil (aktual) yaitu rata-rata Rp. -
570.814.778 menyatakan bahwa pembayaran pasien JKN dengan menggunakan tarif Ina
CBG’s berada di bawah tarif rumah sakit yang berlaku. Walaupun rumah sakit saat ini masih
mendapat subsidi pembiayaan dari Negara (APBN) tetapi pada kenyataannya, sebagai sebuah
rumah sakit BLU, RSMM harus berbenah sehingga dapat meningkatkan pendapatan rumah
sakit. Peningkatan pendapat ini dapat meningkatkan biaya operasional yang selama ini
dipenuhi oleh negara melalui anggaran APBN yang rencananya awal Tahun 2017 akan terjadi
Cost Recovery Rate (CRR) dapat digunakan sebagai pedoman untuk menjalankan efisiensi
yang harus dilaksanakan oleh RSMM dalam program peningkatan pendapatan adalah
penurunan LOS pasien rawat inap psikiatri, karena seperti penelitian sebelumnya bahwa
lama rawat berpengaruh terhadap selisih total tarif antara tarif Ina CBG’s dengan tarif riil
rumah sakit. Selain LOS, evaluasi terhadap clinical pathway setiap bulan harus mulai
dijalankan karena CP yang baik akan membuat efisiensi pada pelayanan rawat inap. Clinical
Pathway sebaiknya dilakukan selama pasien menjalani rawat inap. Bukan hanya dilakukan
pada unit Pshyciatric High Care Unit (PHCU) saja. Sehingga semua dokter bisa bersama-
sama melakukan prinsip efisiensi pembiayaan. Jika melihat laporan dari Kepala Instalasi
Rawat Inap tentang evaluasi pelaksanaan CP pada 3 CP di rawat inap psikiatri, baru
mencapai 75%, maka hal ini sebaiknya ditingkatkan dengan evaluasi di tingkat nonstruktural
(Komite Medik maupun SMF Psikiatri). setidaknya dengan melakukan evaluasi maka akan
terjadi komunikasi efektif diantara para dokter penanggung jawab dengan manajemen rumah
sakit.
Kesimpulan
1. Cost Recovery Rate (CRR) berdasarkan tarif Ina CBG’s pada pasien JKN yang menjalani
rawat inap psikiatri di RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor Tahun 2015 adalah sebesar
34.83 %. Hal ini masih jauh dibawah batas CRR yang baik, yaitu 100%.
2. Cost Recovery Rate (CRR) berdasarkan tarif rumah sakit pada pasien JKN yang menjalani
rawat inap psikiatri di RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor Tahun 2015 adalah sebesar
36.51 %. Inipun masih jauh dibawah batas CRR yang baik, yaitu 100%.
3. Selisih antara CRR pada tarif riil rumah sakit dan CRR pada tarif Ina CBG’s yang didapat
tidak terlalu jauh berbeda, yaitu hanya 1.05 % saja. Ini menegaskan bahwa tarif Ina
CBG’s yang diterapkan pada pasien rawat inap psikiatri, tidak terlalu berbeda dengan tarif
riil rumah sakit yang ada. Walaupun terlihat tidak bermasalah, tetapi jika melihat kepada
standar CRR yang baik adalah > 100%, maka kedua hasil CRR ini adalah sebuah masalah,
1. Rutin melakukan peninjauan Clinical Pathway untuk case ini mengacu kepada
keilmuan terbaru.
2. Melakukan perhitungan tarif rumah sakit dengan metode activity based costing,
walaupun dalam kenyataannya jika tarif yang terlalu tinggi, akan berpengaruh terhadap
kunjungan pasien. Tarif yang baik adalah tarif yang tetap mengikuti kaidah willingness
3. Melakukan evaluasi pada seluruh lini di rumah sakit dengan membangun Tim Casemix
yang kuat dan jelas tugas pokoknya serta mampu menangani semua masalah yang
terjadi.
utility review pada setiap pertemuan di jajaran manajerial, komite medik dan tim
casemix. Efisiensi juga harus dilakukan terutama pada biaya umum seperti penggunaan
listrik, air, perlengkapan kantor serta pada pemakaian obat dan tindakan medis dengan
5. Memperbaiki mutu rekam medis, mutu klaim dan percepatan klaim. Hal ini perlu
dilakukan agar setiap kegiatan menghasilkan nilai. Adanya pelatihan bagi petugas
rekam medis dan pasien jaminan serta adanya pertemuian bulanan yang membahas
permasalahan dan solusi pada klaim JKN, maka akan meningkatkan mutu pelayanan
klaim
6. Melakukan sosialisasi kepada seluruh pegawai di lingkungan rumah sakit agar mereka
sadar biaya terhadap kondisi saat ini. Salah satu cara yang disarankan adalah dengan